2. Survei dan pemetaan merupakan hal yang fundamental dalam
setiap pekerjaan rekayasa sipil dan desain pekerjaan
jalan/jembatan.
Survei dan pemetaan merupakan hal yang penting yang memiliki
fungsi sebagai penghubung berbagai bidang ilmu dalam proses
perencanaan, desain, dan fisik.
Survei dan pemetaan merupakan penghubung kondisi di lapangan
dengan konsep desain dan perhitungan-perhitungan yang
digambarkan dalam CAD.
Sebaliknya, survei dan pemetaan berperan dalam
mengimplementasikan desain dengan cara menempatkan desain
tersebut ke lapangan (staking out).
PENDAHULUAN
3. Pengukuran topografi pada prinsipnya adalah pengukuran yang
dilakukan terhadap kenampakan topografi baik karena bentukan
alam maupun bentukan manusia yang kemudian
direpresentasikan ke dalam gambar dua dimensi dengan skala
tertentu.
Pengukuran topografi meliputi:
1. pengukuran jarak,
2. pengukuran sudut,
3. pengukuran beda tinggi, dan
4. Pengukuran azimut.
PRINSIP DASAR (1)
4. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pekerjaan pengukuran
topografi untuk perencanaan jalan/jembatan:
1. persiapan (personil, bahan/alat, administrasi),
2. survei/pengukuran,
3. pengolahan data, dan
4. penggambaran.
Hasil akhir dari pengukuran topografi untuk perencanaan
jalan/jembatan adalah peta situasi daerah sekitar rencana trase
jalan/jembatan dengan skala dan sistem koordinat tertentu.
PRINSIP DASAR (2)
5. Datum Horizontal
1. Semua pekerjaan survei dan pemetaan, perencanaan, studi, desain, dan
konstruksi harus berdasar pada Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN
1995).
2. Spesifikasi DGN 1995 :
Datum : geosentris
Koordinat Geodesi : Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
Koordinat Gird/Peta : UniversalTransverse Mercator (UTM)
Ellipsoid :World Geodetic System 1984 (WGS-84)
DatumVertikal
1. Belum ada acuan resmi. Bisa menggunakan titik tinggi Bakosurtanal atau
menggunakan pile banjir Direktorat Sumber Daya Air.
DATUM
6. 1. Pengukuran sudut horizontal
Untuk penentuan koordinat posisi
2. Pengukuran sudut vertikal
Untuk mendapatkan data jarak optis
Untuk penentuan beda tinggi dengan metode tachimetri
PENGUKURAN SUDUT
7. 1. Pengukuran langsung dengan pita ukur
2. Pengukuran jarak optis
Membidik rambu ukur (dibaca ba, bt, bb, dan sudut vertikal)
Alat yang digunakan teodolit, waterpass
Dipengaruhi interpolasi pembacaan rambu ukur.
Kesalahan interpolasi 1 mm berakibat kesalahan jarak 20 cm,
sehingga tidak dianjurkan untuk pengukuran KKH.
PENGUKURAN JARAK (1)
D = K(ba – bb) cos2 h
8. 3. Pengukuran jarak elektronik
Alat yang dapat digunakanTS, EDM
Menggunakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari
instrumen ke reflektor di titik target
Jarak terukur adalah jarak miring
Jarak datar dihitung berdasarkan data sudut vertikal dan jarak miring
Ketelitian sangat tinggi, dianjurkan untuk pengukuran KKH.
PENGUKURAN JARAK (2)
9. 1. Pengukuran beda tinggi metode sipat datar
Sipat datar/waterpass berdiri di salah satu titik yang diukur
Sipat datar/waterpass berada di antara titik-titik target yang diamat
HAB = (bt)A – (bt)B
HAB = BT – ti
PENGUKURAN BEDATINGGI (1)
10. 3. Pengukuran beda tinggi metode trigonometri/tachimetry
Penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat dengan titik yang
diamat dengan menggunakan sudut vertikal dan jarak datar.
HAB = D AB tan h + ti – tt
HAB = D AB tan h + ti – bt
PENGUKURAN BEDATINGGI (2)
11. 1. Azimut Magnetis
Adalah besar sudut horizontal yang dimulai dari ujung jarum magnet
(arah utara) sampai pada ujung garis bidik titik amat.
Alat yang digunakan teodolit yang sudah terintegrasi dengan
kompas
PENGUKURAN AZIMUT (1)
12. 2. Azimut Astronomis
Adalah azimut yang diukur berdasarkan pengamatan benda langit
seperti matahari dan bintang.
Pengukuran azimut astronomis dengan cara pengamatan matahari
memerlukan data penunjang meliputi peta topografi untuk
menentukan lintang pengamat, tabel deklinasi matahari, dan
penunjuk waktu dengan ketelitian detik.
2. Perhitungan azimut dari 2 buah titik tetap yang sudah diketahui
koordinatnya
Menggunakan GPS Geodetic
PENGUKURAN AZIMUT (2)
13. Global Positioning System (GPS) dapat digunakan untuk penentuan
koordinat.
GPS yang digunakan adalah tipe Geodetic.
Metode yang digunakan adalah metode diferensial dengan
menggunakan lebih dari satu receiver GPS (minimum 2buah).
GPS harus menggunakan dual frekuensi, yang dapat mengamati fase dari
sinyal GPS pada frekuensi L1 dan L2.
Titik referensi yang digunakan adalah titik referensi Bakosurtanal
ataupun Badan Pertanahan Nasional.
Dalam upaya untuk mendapatkan titik control yang lebih rapat, diantara
titik kontrol yang diperoleh dari pengukuran GPS dapat dilakukan
pengukuran dengan menggunakan metode poligon.
GLOBAL POSITIONING
SYSTEM
16. 1. Persiapan personil (geodetic engineer, assisten geodetic
engineer, surveyor, CAD operator, tenaga lokal)
2. Persiapan bahan/peralatan :
Peta-peta (topografi, tata guna lahan), formulir ukur, data titik-
titik kontrol di lapangan
Kompas, GPS navigasi, Clinometer, Teodolit, TS, prisma,
waterpass, rambu ukur, pita ukur, statif/tripod.
Kebutuhan pribadi
3. Persiapan administrasi (surat tugas, surat pengantar ke
instansi yang berkaitan)
PERSIAPAN
17. Koordinasi dengan instansi terkait
Pengenalan situasi
Penelusuran alternatif-alternatif trase rencana terkait aplikasi
di lapangan
Perintisan (jalan baru)
SURVEI PENDAHULUAN
18. Adalah pemasangan titik-titik ikat, meliputi Bench Mark (BM),
Control Point (CP), dan patok kayu pengukuran
BM berupa patok beton bertulang dengan ukuran 20 x 20 x 100
cm, dicat kuning, diberi nomor, dan pada bagian atas diberi
lambang Bina Marga.
BM ditanam sedalam 70 cm dengan interval 1 km.
Setiap pemasangan BM disertai pemasangan CP untuk
mendapatkan azimut arah.
Patok CP berupa patok paralon bertulang dengan panjang 80 cm,
dicat kuning, diberi nomor, dan pada bagian atas diberi lambang
Bina Marga.
MONUMENTASI (1)
19. BM dan CP dipasang pada lokasi yang aman dari gangguan, tidak
mengganggu kegiatan sehari-hari, dan mudah dicari.
Patok kayu dibuat berukuran 4 x 3 x 40 cm, dipasang dengan
interval 50 m, serta pada bagian atas dipasang paku, diberi
nomor, dan dicat kuning.
MONUMENTASI (2)
21. Pengukuran KKH adalah merupakan kombinasi dari pengukuran
jarak dan sudut, bertujuan untuk menentukan posisi suatu titik.
Pengukuran KKH dilakukan dengan metode poligon terbuka
terikat sempurna.
Jika tidak ditemukan titik-titik referensi di lapangan, dapat
menggunakan GPS geodetik.
Pengukuran GPS geodetik dianjurkan dilakukan pada setiap jarak
5 km.
KERANGKA KONTROL
HORISONTAL (1)
22. Pengukuran poligon dilakukan dengan metode 1 seri rangkap dengan hasil
4 kali bacaan sudut (Biasa dan Luar Biasa)
Hasil pengukuran sudut antara yang 1 dengan lainnya tidak boleh 5 kali
lebih besar dari ketelitian alat yang digunakan, dan hasil 4 kali pengukuran
dirata-rata sebagai hasil pengukuran sudut
Kesalahan penutup sudut poligon < 10”n, dengan n adalah jumlah titik
poligon.
Ketelitian linier untuk KKH < 1 : 7500
Alat yang bisa digunakan adalah teodolit atau total station dengan
ketelitian bacaan 1” (untuk pengukuran sudut), dan pita ukur/EDM (untuk
pengukuran jarak).
KERANGKA KONTROL
HORISONTAL (2)
23. Pengukuran KKV dilakukan dengan metode sipat datar di sepanjang
trase jalan.
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan cara memanjang pergi-pulang
secara kring pada setiap seksi.
Panjang seksi 1-2 km dengan toleransi ketelitian pengukuran sebesar
10 mm D. D adalah jumlah jarak dalam Km.
Pengukuran dilakukan 4 kali sebagai kontrol pengukuran, hasil
pengukuran 1 dengan lainnya tidak boleh lebih besar dari 5 kali
ketelitian alat, dan dari 4 pengukuran dirata-rata sebagi hasil ukuran.
Alat yang digunakan adalah sipat datar otomatis.
KERANGKA KONTROL
VERTIKAL (1)
24. Pembacaan rambu dilakukan pada 3 benang silang (ba, bt, bb),
Rambu ukur dilengkapi nivo kotak.
Pengukuran dilakukan dengan rambu dipasang selang seling.
Pengukuran harus dihentikan bila terjadi undulasi udara.
KERANGKA KONTROL
VERTIKAL (2)
25. Dilakukan dengan alat sipat datar untuk daerah datar dan dengan
teodolit dan metode tachimetri untuk daerah dengan topografi
yang terjal.
Dilakukan tegak lurus dengan ruas jalan.
Pengambilan data dilakukan pada setiap perubahan muka tanah
dan sesuai dengan kerapatan detail yang ada.
Pembacaan rambu dilakukan pada 3 benang silang (ba, bt, bb)
PENGUKURAN PENAMPANG
MELINTANG (1)
26. Pada kondisi datar, landai, dan lurus, pengukuran dilakukan pada
interval tiap 50 m dengan lebar koridor 75 m ke kiri dan 75 m
ke kanan dari center line.
Pada kondisi pegunungan, pengukuran dilakukan pada interval
tiap 25 m dengan lebar koridor 75 m ke kiri dan 75 m ke kanan
dari center line.
Pada daerah tikungan, pengukuran dilakukan pada interval tiap
25 m dengan lebar koridor 75 m ke arah luar dan 125 m ke arah
dalam dari center line.
PENGUKURAN PENAMPANG
MELINTANG (2)
27. Pada daerah longsoran, pengukuran dilakukan pada interval tiap
25 m dengan lebar koridor 75 m ke kiri dan 75 m ke kanan
sesuai dengan instruksi dari Highway Engineer.
PENGUKURAN PENAMPANG
MELINTANG (3)
28. Pengukuran detail situasi dilakukan dengan metode tachimetri.
Pengukuran detail situasi mencakup semua obyek bentukan alam dan
buatan manusia, seperti sungai, bukit, jembatan, gedung, rumah, batas
ROW, dsb.
Dalam pengambilan data harus diperhatikan kerapatan detail yang
diambil sehingga cukup mewakili kondisi sebenarnya.
Pada situasi khusus, seperti sungai dan persimpangan jalan,
pengambilan/pengukuran titik detail harus lebih rapat.
Pembacaan rambu dilakukan pada 3 benang silang (ba, bt, bb)
PENGUKURAN DETAIL
SITUASI (1)
29. Pengolahan data (poligon, beda tinggi, azimuth)
Penggambaran (skala peta, legenda, dll)
Pencetakan
PROSES STUDIO
30. 1. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan di Indonesia adalah
Universal Transverse Mercator (UTM) dan Transverse Mercator
3 (TM-3)
2. Lebar zona pada UTM adalah 6 .
3. Pada TM 3 , setiap zona UTM dibagi menjadi 2 bagian 3
SISTEM PROYEKSI
KOORDINAT (1)
33. Survei Batimetri adalah survei yang dilakukan untuk menentukan
kedalaman air dan konfigurasi topografi bawah air (laut, danau, sungai).
Salah satu metode dalam survei batimetri adalah pelaksanaan echo
sounding dengan menggunakan echo sounder.
Echo sounder adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan
mengirimkan pulsa suara dari permukaan ke dasar air dan dicatat
waktunya sampai echo kembali dari dasar air.
Prinsip kerja echo sounder adalah mengukur interval waktu antara
pemancaran pulsa suara (ultrasonic) dengan penerimaan pantulannya
(gema) dari dasar air, sehingga kedalaman perairan dapat ditentukan.
Data yang dihasilkan dapat dikombinasikan dengan koordinat global
berdasarkan sinyal dari satelit GPS yang ada dengan memasang antena
GPS pada echo sounder.
SURVEITOPOGRAFI BAWAH
AIR (BATIMETRI)
34. Alam
perubahan angin, suhu, kelembaban udara, pembiasan
cahaya, gaya berat dan deklinasi magnetik
Alat
ketidak sempurnaan konstruksi atau penyetelan instrumen
(garis bidaik kurang datar, rambu aus)
Pengukur/manusia
keterbatasan kemampuan pengukur dalam merasa,
melihat dan meraba (salah baca, salah dengar, salah
catat), rambu miring
SUMBER KESALAHAN