2. Penyakit degeneratif pada kornea yang disebabkan oleh kerusakan nervus
trigeminal, yang menyebabkan hypoesthesia atau anestesia pada kornea
Yang paling sering menyebabkan keratopati neurotropic adalah keratitits herpetik,
dimana dapat menghasilkan persistent corneal epithelial defects disaat sudah tidak
adanya replikasi virus atau inflamasi aktif
persistent corneal epithelial defects mempunyai karakteristik central atau
parasentral pada chronic nonhealing epithelium, Lesinya sering meninggi, bulat
atau oval, dengan tepi kabu-abuan berhubungan dengan inflamasi stroma
3. Causes of neurotrophic keratopathy and
persistent epithelial defects
Damage to cranial nerve V (due to surgical trauma, large limbal incisions, complications from
penetrating keratoplasty and LASIK)
Cerebrovaskular accidents
Aneurysma
Multiple sclerosis
Tumors (acoustic neuroma, neurofibroma, angioma)
Herpes simplex keratitis
Herpes zooster keratitis
Laprosy (hansen disease)
Toxicity with topical medication (eg. Anesthetics, NSAID, 𝛽 blockers, carbonic anhydrase inhibitors)
Diabetes melitus (types 1 and 2)
Familial dysautonomia (riley-day syndrome)
5. Beberapa obat untuk ocular surface dan glaukoma dapat menyebabkan epithelial
wound healing dan menghasilkan persistent corneal epithelial defects
Yang termasuk obat-obatan ini adalah anestesi topikal, NSAID,trifluridine, β-
blockers, carbonic anhydrase inhibitors, dan pada beberapa orang yang sensitif
semua obat tetes mata yang mengandung bahan pengawet benzalkonium chloride
(BAK)
Dapat terjadi lesi pseudodendritiform pericentral dan defek pseudogeografik
Diabetic neuropathy sering menyebabkan neurotrophic keratopathy dan
nonhealing epithelial defects
6. Klasifikasi
Stage 1 : superficial punctate keratopathy, edema kornea, hiperplasia pada kornea,
neovaskularisasi kornea
Stage 2 : defek epitel pada central kornea
Stage 3 : ulkus kornea disertai corneal melting yang dapat menyebabkan perforasi
7. Gejala : mata merah, pandangan kabur, sensasi benda asing, bengkak pada kelopak
mata
Tanda : penurunan sensitifitas kornea, defek epitel intrapalpebral dengan
pewarnaan fluorescein
8. Diagnosis
Anamnesis : riwayat infeksi virus herpes, riwayat operasi mata, riwayat trauma pada
mata, riwayat penggunaan obat tetes, riwayat penggunaan lensa kontak, riwayat
penyekit DM
Pemeriksaan fisik : tes sensitivitas kornea, fluorescein
9. Terapi
Pengobatan dimulai dari penghentian obat-obat tetes mata, lubrikasi dengan salep
tanpa bahan pengawet, Autologous serum drops (20%)
Patching, lensa kontak dengan oksigen yang tinggi atau lensa kontak scleral-
bearing dengan isi cairan, lateral atau medial tarsoraphy
Obat yang mengandung MMPs seperti tetrasiklin sistemik
Amniotic membrane
grafting dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan persistent epithelial
ulcerations
Flap konjungtiva partial atau total dapat mencegah corneal melting