SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
HUKUM SUARA WANITA
Ulama berbeda pendapat tentang hukum suara wanita. Sebagian ulama ada yang menyatakan
bahwa suara wanita adalah aurat. Namun, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, suara wanita
bukanlah aurat. Sehingga siapapun boleh saja mendengar suara seorang wanita atau mendengarnya
berbicara, karena tidaklah termasuk hal yang terlarang dalam Islam. Ini adalah pendapat yang paling
kuat dalam masalah ini.
Syaikh Wahbah ZuhailiHafizhahullah berkata : “Suara wanita menurut jumhur
(mayoritas ulama) bukanlah aurat, karena para sahabat nabi mendengarkan suara para isteri
Nabi Saw untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita
yang disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya, walaupun dalam membaca Al Quran, dengan
sebab khawatir timbul fitnah.[1]
Dikatakan : “Ada pun jika suara wanita, maka jika si pendengarnya berlezat-lezat dengannya,
atau khawatir terjadi fitnah pada dirinya, maka diharamkan mendengarkannya, jika tidak demikian,
maka tidak diharamkan. Para sahabat radhiyallahu’anhum mendengarkan suara wanita ketika
berbincang dengan mereka (dan itu tidak mengapa).[2]
Dalil yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat sangatlah banyak, diantaranya adalah
sebagai berikut :
A. Dalil Al Qur’an
Berikut ini diantara ayat al Qur’an yang menyebutkan secara tersurat maupun tersirat bahwa
suara wanita itu bukanlah aurat.
1. Allah memerintahkan para istri Rasulullah n agar berkata-kata, namun dengan perkataan
dan cara yang baik. Dan tentunya perkataan istri Nabi itu akan di dengar bukan saja oleh
para shahabiyah tetapi juga para shahabat g. FirmanNya :
‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ِف‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ط‬َ‫ي‬َ‫ف‬ ِ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ض‬َْ‫َت‬ َ‫َل‬َ‫ف‬ َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫ي‬َ‫ق‬َّ‫ات‬ ِ‫ن‬ِ‫إ‬ ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫الن‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ٍ‫د‬َ‫َح‬‫أ‬َ‫ك‬ َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫س‬َ‫ل‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ل‬‫ن‬‫ق‬َ‫و‬ ٌ‫ض‬َ‫ر‬َ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ل‬َ‫ق‬
‫ا‬‫ا‬‫ف‬‫و‬‫ن‬‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ ‫ا‬‫ًل‬ْ‫و‬َ‫ق‬
“Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Meskipun konteks ayat diatas membicarakan para umahatul mukminin, tetapi sudah maklum dan
ma’fum dipahami, hukum ayat ini tentunya berlaku untuk semua kaum muslimah.
2. Allah l menceritakan wanita yang menggugat kepada Nabi n tentangdzihar yang dilakukan
suami wanita tersebut. FirmanNya :
ِ‫ِت‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ق‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬ َ‫ع‬َِ‫َس‬ ْ‫د‬َ‫ق‬ٌ‫ي‬ِ‫ص‬َ‫ب‬ ٌ‫يع‬َِ‫َس‬ ََّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬َ‫م‬‫ن‬‫ك‬َ‫ر‬‫ن‬‫او‬ََ‫َت‬ ‫ن‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫ي‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬َ‫و‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫َل‬ِ‫إ‬ ‫ي‬ِ‫ك‬َ‫ت‬ْ‫ش‬َ‫ت‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ج‬ْ‫و‬َ‫ز‬ ِ‫ِف‬ َ‫ك‬‫ن‬‫ل‬ِ‫اد‬َ‫ن‬‫ُت‬
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar hiwar
(dialog) antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Al
Mujadilah : 1)
Dan tentu saja pengaduan wanita tersebut kepada Nabi nmengunakan kata-kata, bukan
dengan bahasa isyarat. Dan mustahil Rasulullah n akan mau mendengar suara wanita tersebut bila hal
tersebut adalah aurat.
3. Dalam al Qur’an terdapat kisah tentang dialog Nabi Musa w dengan dua wanita kakak
beradik, yakni putri nabi Syu’aib, FirmanNya :
َ‫د‬َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬ْ‫ط‬َ‫خ‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ ِ‫ان‬َ‫ود‬‫ن‬‫ذ‬َ‫ت‬ ِْ‫ْي‬َ‫َت‬‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ام‬ ‫ن‬‫م‬ِِ‫وِن‬‫ن‬‫د‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫د‬َ‫ج‬َ‫و‬َ‫و‬ َ‫ن‬‫و‬‫ن‬‫ق‬ْ‫س‬َ‫ي‬ ِ‫َّاس‬‫ن‬‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ة‬َّ‫نم‬‫أ‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫د‬َ‫ج‬َ‫و‬ َ‫ن‬َ‫ي‬ْ‫د‬َ‫م‬ َ‫اء‬َ‫م‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬‫ك‬‫ن‬‫ب‬
ٌ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫ك‬ٌ‫خ‬ْ‫ي‬َ‫ش‬ ‫ا‬َ‫ن‬‫و‬‫ن‬‫َب‬‫أ‬َ‫و‬ ‫ن‬‫اء‬َ‫ع‬ِ‫ي‬‫الر‬ َ‫ر‬ِ‫د‬ْ‫ص‬‫ن‬‫ي‬ َّ‫َّت‬َ‫ح‬ ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫س‬َ‫ن‬ َ‫ًل‬ ‫ا‬َ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang
sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita
yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?"Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang
telah lanjut umurnya." (Al Qashash : 23)
Dan disambung diayat selanjutnya :
‫ا‬َ‫ن‬‫اُه‬َ‫د‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬ ‫ن‬‫ه‬ْ‫ت‬َ‫اء‬َ‫ج‬َ‫ف‬َّ‫ص‬َ‫ق‬َ‫و‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اء‬َ‫ج‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ل‬ َ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ق‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫ر‬ْ‫َج‬‫أ‬ َ‫ك‬َ‫ي‬ِ‫ز‬ْ‫ج‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ َ‫وك‬‫ن‬‫ع‬ْ‫د‬َ‫ي‬ ِ‫َِب‬‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ ٍ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬ِ‫ت‬ْ‫اس‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ي‬ِ‫ش‬َْ‫َت‬
َ‫ْي‬ِ‫م‬ِ‫ال‬َّ‫ظ‬‫ال‬ ِ‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ت‬ْ‫و‬ََ‫َن‬ ْ‫ف‬ََ‫َت‬ َ‫ًل‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ َ‫ص‬َ‫ص‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia
berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu
telah selamat dari orang-orang yang zalim itu."(Al-Qashash: 25)
Demikianlah, masih banyak dalil dalam kitabullah yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah
aurat. Baik dalil-dalil tersebut bersifat umum yang mewajibkan, menyunnahkan, atau memubahkan
berbagai aktivitas, yang berarti mencakup pula bolehnya wanita melakukan aktivitas-aktivitas itu.
Seperti para wanita berhak dan berwenang melakukan aktivitas jual beli (QS. Al-Baqarah: 275;
QS. An-Nisa’:29), berhutang-piutang (QS. Al-Baqarah: 282), sewa-menyewa (ijarah) (QS. Al-
Baqarah: 233; QS. Ath-Thalaq: 6), memberikan persaksian (QS. Al-Baqarah: 282), menggadaikan
barang (rahn)(QS. Al-Baqarah: 283), menyampaikan ceramah (QS. An-Nahl: 125; QS. As-Sajdah:
33), meminta fatwa (QS. An-Nahl: 43), dan sebagainya. Yang kesemuanya itu hampir mustahil tidak
menggunakan aktivitas suara/ berbicara.
B. Hadits Nabi dan Atsar para shahabat
1. Shahabiyah (shahabat wanita) mereka berbicara dengan Rasulullah n.
Banyak hadits yang menceritakan bahwa para shahabat wanita dahulu juga bertanya kepada
Rasulullah n,,, bahkan ketika Nabi n sedang berada di tengah-tengah para sahabat laki-laki.
Diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini :
َ‫ر‬ْ‫ام‬ َّ‫َن‬‫أ‬َّ‫ج‬‫ن‬َ‫َت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫ت‬َ‫ر‬َ‫ذ‬َ‫ن‬ ‫ي‬ِ
‫ي‬‫نم‬‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ : ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ،َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ن‬‫هللا‬ ‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫َل‬ِ‫إ‬ ْ‫ت‬َ‫اء‬َ‫ج‬ ،َ‫ة‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ه‬‫ن‬‫ج‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ة‬َ‫أ‬َّ‫ج‬‫ن‬َ‫َت‬ ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬
:َ‫ال‬َ‫ق‬ ‫ا؟‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ ُّ‫ج‬‫ن‬‫َح‬‫أ‬َ‫ف‬َ‫أ‬ ، ْ‫ت‬َ‫ات‬َ‫م‬ َّ‫َّت‬َ‫ح‬«‫ن‬‫ك‬َ‫أ‬ ٌ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫د‬ ِ‫ك‬ِ
‫ي‬‫نم‬‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫و‬َ‫ل‬ ِ‫ت‬ْ‫َي‬‫أ‬َ‫َر‬‫أ‬ ،‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ ‫ي‬ِ
‫ي‬‫ج‬‫ن‬‫ح‬ ْ‫م‬َ‫ع‬َ‫ن‬‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ض‬ْ‫ق‬‫ا‬ ‫؟‬‫ا‬‫ة‬َ‫ي‬ِ‫اض‬َ‫ق‬ ِ‫ت‬ْ‫ن‬
ِ‫اء‬َ‫ف‬َ‫الو‬ِ‫ب‬ ُّ‫ق‬َ‫َح‬‫أ‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬َ‫ف‬ ََّ‫اَّلل‬
Dari Ibnu Abbas h, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah n, lalu berkata
: “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat
haji, apakah saya bisa berhaji atas nama ibu saya?” Beliau bersabda: “Ya, berhajilah untuknya, apa
pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah
lebih layak untuk ditunaikan.” (HR. Bukhari no : 1852)
2. Para Shahabat mendatangi ummul mukminin untuk bertanya hukum agama.
Dan para sahabat sendiri juga pernah pergi kepada ummahatul mukminin (para isteri
Rasulullah) untuk meminta fatwa dan mereka pun memberikan fatwa dan berbicara dengan orang-
orang yang datang. Dan tidak ada seorang pun mengatakan, “Sesungguhnya ini dari Aisyah atau selain
Aisyah telah melihat aurat yang wajib ditutupi,” padahal isteri-isteri Nabi mendapat perintah dengan
keras yang tidak pernah dirasakan bagi wanita lainnya.[3]
Al Ahnaf ibn Qais berkata : “Aku telah mendengar hadits dari mulut Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits sebagaimana aku
mendengarnya dari mulut ‘Aisyah.” (HR. Al Hakim)
Musa bin Thalhah ra. berkata :
َ‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ائ‬َ‫ع‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ح‬َ‫ص‬ْ‫ف‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫د‬َ‫َح‬‫أ‬ ‫ن‬‫ت‬ْ‫َي‬‫أ‬َ‫ر‬ ‫ا‬َ‫م‬
“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih bicaranya daripada Aisyah.” (HR. Tirmidzi)
1. Pendapat ulama mazhab
Berikut perkataan para ulama dan yang termaktun dalam kitab-kitabmu’tabarah yang
menjelaskan tentang hukum suara wanita :
- Hanafiyah
Ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah berpendapat suara wanita adalah
aurat. Namun, menurut khabar yang kuat adalah bahwa kalangan Hanafiyah menyatakan suara wanita
bukan aurat.[4]
- Malikiyah dan Hanabilah
Dalam al Mausu’ah Fiqihiyah al Kuwaitiyah juz 4 halaman 91 dapat disimpulkan tentang pandangan
kedua mazhab ini bahwa suara wanita bukanlah aurat. Yaitu ketika mereka berpendapat dibencinya
mendengarkan nyanyian wanita.
- Syafi’iyah
Diketahui secara pasti pendapat dari mazhab ini, bahwa suara wanita bukanlah aurat. Dan
bahkan menurut syafi’iyah, boleh mendengarkan suara wanita menyanyi dengan catatan aman dari
fitnah.[5]
2. Pendapat para ulama lainnya.
- Umairah mengatakan : “Suara perempuan bukan aurat berdasarkan pendapat sahih, maka tidak
haram mendengarnya.”[6]
- Zainuddin al-Malibary berkata : “Suara tidak termasuk aurat, karena itu tidak haram
mendengarnya kecuali dikuatirkan fitnah atau berlezat-lezat dengannya sebagaimana yang telah
dibahas oleh Zarkasyi.”[7]
- Syaikh al Jaziri Hafizhahullah berkata : “Suara wanita bukanlah aurat. Karena istri-istri Nabi
dahulu juga bercakap-cakap dengan para shahabat.[8]
Kalangan Yang Mengatakan Bahwa Suara Wanita Aurat
Namun, sebuah fakta yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa ada sebagian ulama yang memang
berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat. Pendapat mereka ini didasarkan kepada beberapa dalil
diantaranya
1. Hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda :
َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫خ‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ٌ‫ة‬َ‫ر‬ْ‫و‬َ‫ع‬ ‫ن‬‫ة‬َ‫أ‬ْ‫ر‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ن‬‫ا‬َ‫ط‬ْ‫َّي‬‫الش‬ ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ف‬َ‫ر‬ْ‫ش‬َ‫ت‬ْ‫اس‬ ْ‫ت‬
“Wanita adalah aurat, jika dia keluar maka syetan akan mengawasinya.”(HR. Tirmidzi, Ibnu
Khuzaimah Thabarani ; shahih)
Berdasarkan makna dzahir hadits ini, kalangan ini menyimpulkan bahwa semua bagian dari
wanita adalah aurat termasuk suaranya.
Bantahan : Dalam Ilmu fiqih tidak asing lagi diketahui adanya dalil yang bersifat ‘aam (umum) dan
dalil khosh (khusus). Jadi sebuah dalil terkadang bermakna mujmal (global) tetapi ada pula
yang muqayad (terbatasi).Contohnya firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 3 yang
menjelaskan keharaman semua bangkai, tetapi kemudian dikhususkan bangkai binatang laut darinya,
dalil takhsisnya adalah sabda Nabi : “Dihalalkan bagi kami dua bangkai…. Yaitu (bangkai) ikan dan
belalang.”
Oleh karena itu para ahli ushul membuat kaidah, Hamlul Muthlaq ilal Muqayyad (Memahami dalil yang
umum harus dibatasi oleh yang khusus).
Hadits diatas adalah hadits umum yang menginformasikan secara umum bahwa tubuh wanita adalah
aurat, yang kemudian ditakhsis (dibatasi) dengan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa wajah,
telapak tangan dan termasuk suara adalah yang dikecualikan.
2. Firman Allah ta’ala :
َ‫ين‬ِ‫ز‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ْي‬ِ‫ف‬ْ‫ن‬‫ُي‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ن‬‫ج‬ْ‫َر‬‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ب‬ِ‫ر‬ْ‫ض‬َ‫ي‬ َ‫ًل‬َ‫و‬َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (An
Nuur : 31)
Menurut kalangan ini, jika gelang kaki wanita saja dilarang untuk digetarkan sehingga terdengar
suaranya, maka suara wanita lebih layak dilarang karena lebih merdu dibanding suara gelang.
Namun dalil ini dibantah oleh para ulama, dan nampak dalil dengan ayat ini tidaklah tepat. Karena
yang dilarang dari seorang wanita pada ayat diatas adalah pada perbuatannya yang memamerkan
perhiasannya. Jika dikiaskan dengan suara wanita tentu tidak tepat, karena suara manusia itu
termasuk kebutuhan yang sangat penting, keharaman barulah ada apabila mempergunakannya untuk
merayu dan mengundang syahwat.
3. Cara menegur imam bagi makmum yang tidak menggunakan suara.
Dalil lainnya yang digunakan adalah dengan adanya ketentuan bagi makmum wanita yang menegur
imam yang keliru, yaitu hanya diperbolehkan menggunakan tepukan tangan. Sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits ketika Rasulullah n ditanya tentang cara menegur imam yang keliru, beliau
menjawab :
ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫لن‬ِ‫ل‬ ‫ن‬‫يح‬ِ‫ف‬ْ‫َّص‬‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬ََّ‫َّن‬ِ‫إ‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ َ‫ت‬ِ‫ف‬‫ن‬‫ت‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ح‬َّ‫ب‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ‫ن‬‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ْ‫ح‬ِ‫ي‬‫ب‬َ‫س‬‫ن‬‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫َل‬َ‫ص‬ ِ‫ِف‬ ٌ‫ء‬ْ‫ى‬َ‫ش‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اب‬َ‫ن‬ ْ‫ن‬َ‫م‬
“Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca
tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus
untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 7190 dan Muslim no. 421)
Logikanya, jika bukan aurat, tentunya kaum wanita pun juga sama dengan laki-laki,
yakni diperbolehkan menggunakan suaranya mengucapsubhanallah.
Namun, lagi-lagi alasan ini juga lemah dan penakwilan yang berlebihan, sebab apa yang wanita lakukan
dengan bertepuk tangan ketika meluruskan kekeliruan imam, itu adalah sebuah aturan baku yang ada
dalam shalat yang sifatnya ta’abudiyah, yang tidak ada kaitannya dengan aurat atau bukan.
Penutup
Suara wanita menurut pendapat yang shahih bukanlah aurat, karena itu tentunya tidak
mengapa bila seorang wanita berkata-kata dengan siapapun dengan perkataan yang baik. Namun,
untuk berbicara dengan lelaki asing maka hendaknya tidak berkata-kata dengan intonasi yang
menyerupai desahan, yang akan mengundang fitnah dan keburukan.[9]
Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita,
baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Hendaknya ini di jauhi oleh setiap muslimah,
karena Allah ta’ala telah mengingatkan : “Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara
sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang
ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)
Wallahu A’lam
[1]
Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr.
[2]
Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 4/91.
[3]
Allah ta’ala berfirman :
ٍ‫د‬َ‫َح‬‫أ‬َ‫ك‬َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫س‬َ‫ل‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬ ‫ا‬َ‫ي‬ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫الن‬ َ‫ن‬ِ‫م‬
“Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain.
Diantara bentuk perlakuan yang lebih ‘keras’ bila dibandingkan dengan wanita lain pada umumnya
adalah kewajiban untuk berbicara dengan mereka dipisah oleh tabir. Sebagaimana yang ditegaskan
dalam al Qur’an :
َ‫ك‬‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ َّ‫ن‬ِِ‫وِب‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬‫ق‬َ‫و‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ب‬‫و‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬‫ق‬ِ‫ل‬ ‫ن‬‫ر‬َ‫ه‬ْ‫ط‬َ‫أ‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ ٍ‫اب‬َ‫ج‬ِ‫ح‬ ِ‫اء‬َ‫ر‬َ‫و‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬‫ن‬‫وه‬‫ن‬‫ل‬َ‫أ‬ْ‫اس‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫اع‬َ‫ت‬َ‫م‬ َّ‫ن‬‫ن‬‫وه‬‫ن‬‫م‬‫ن‬‫ت‬ْ‫ل‬َ‫أ‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ا‬‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ذ‬ْ‫ؤ‬‫ن‬‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬َ‫ل‬
‫ا‬‫ا‬‫يم‬ِ‫ظ‬َ‫ع‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ن‬ِ‫ع‬ َ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬‫ا‬‫د‬َ‫َب‬‫أ‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اج‬َ‫و‬ْ‫َز‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ح‬ِ‫ك‬ْ‫ن‬َ‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ًل‬َ‫و‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫ول‬‫ن‬‫س‬َ‫ر‬
“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang
tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi allah.” ( Al-ahzab: 53)
[4]
Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr.
[5]
Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 31/47.
[6]
Hasyiah Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, I/ 177.
[7]
Fath al-Mu’in, Thaha Putra, Semarang, III/260.
[8]
Fiqh ‘Ala Mazhabil ‘Arba’ah, I/170.
[9]
Ada pun jika suara wanita, maka jika si pendengarnya berlezat-lezat dengannya, atau khawatir
terjadi fitnah pada dirinya, maka diharamkan mendengarkannya, jika tidak demikian, maka tidak
diharamkan. Para sahabat –semoga Allah meridhai mereka- mendengarkan suara wanita ketika
berbincang dengan mereka. Janganlah wanita memerdukan suaranya, mengeraskan, dan
melembutkannya, karena di dalamnya memiliki dampak lahirnya fitnah. Hal itu ditegaskan dalam
firmanNya: Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya. {Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, (4/90)}
HUKUM MUSIK DALAM ISLAM
Firman Allah ‘Azza wa jalla,
‫و‬َ‫م‬ِ‫ن‬ََ ‫و‬ِ‫َّن‬‫ا‬‫س‬ِ ‫و‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫ي‬ََِْ‫ر‬َ‫ي‬ ‫و‬ََََْ ‫و‬ِ‫يح‬ََِِ ِ ‫و‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ض‬ِ‫ل‬ِ ‫و‬َ‫م‬َْ ‫و‬ِ‫لي‬ِ‫ل‬َِ ‫و‬ِ‫ا‬‫ِه‬ ‫و‬َََِِِْ ‫و‬ِ‫ل‬َ‫م‬ِْ ََّ‫ي‬َََِّ‫ا‬ََِ‫ي‬ََ َُِِ‫و‬ِ‫ي‬ ‫و‬َ‫و‬ََََِِ ‫و‬َ‫ل‬ََِ ‫و‬َ‫ِذ‬َََْ
‫و‬َ‫ه‬ِ‫ي‬ِ‫ن‬
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan
tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat
petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari
bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang
sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju nyanyian
dan musik. 1
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya
tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan
mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.2
Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau dalam
menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga
mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian.3
Al-Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4
Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.
Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkabarkan kepada umatnya
tentang musik?
Saudaraku, termasuk mukjizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang. Dahulu, beliau
pernah bersabda,
‫م‬ ‫لكْن‬ ‫نم‬ ‫يت‬ ‫َن‬ ‫ِم‬ْ ‫َق‬ ‫مْن‬ ‫ِح‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ِ ‫ر‬ ‫ي‬‫ر‬ َِ ‫مر‬ ‫ِخل‬َ ‫َّزف‬‫ع‬ ‫ِمل‬َ
”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-
alat musik.”5
Saudaraku, bukankah apa yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada zaman kita saat
ini?
Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan
tentang musik. Beliau pernah bersabda,
‫ين‬ ‫إ‬ ‫مل‬ ‫ه‬ ‫َن‬ ‫م‬ْ ‫َّء‬‫ك‬‫ل‬ ِ ‫ين‬ ‫ك‬ َ ‫لت‬ ‫هن‬ ‫م‬ْ ‫هص‬ ‫َت‬ ‫ه‬ ‫ق‬ ‫َمح‬ ‫م‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫َّج‬ ‫ف‬ : ‫صْت‬
ِ‫س‬ ْ ‫ْمة‬ ‫ن‬ ْ َ ‫عب‬ َ َ ‫ِن‬‫و‬ ‫َن‬ ‫َّن‬‫ط‬‫ل‬ ‫ر‬ ِ ‫صْت‬ َ ِ‫س‬ ْ ‫لة‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫طل‬ ‫ه‬ْ ‫َج‬ ‫شق‬َ
‫لْذ‬ ‫ج‬ ‫ة‬ ‫ن‬‫ر‬َ ‫َّن‬‫ط‬‫ل‬ ‫ش‬
“Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan
maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta suara
ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.”6
Kedua hadis di atas telah menjadi bukti untuk kita bahwasanya Allah dan Rasul-Nya telah melarang
nyanyian beserta alat musik.
Sebenarnya, masih banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun perkataan ulama yang
menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap nyanyian dan alat musik. Dan hal ini bisa
dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim yang berjudul Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama
lainnya yang membahas tentang hal ini.
Lalu, bagaimana dengan musik Islami?
Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu
bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada kebaikan
atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah? Bukankah hal itu
mengandung kebaikan?
Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan Rasul-
Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik dalam berdakwah, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama
kali melakukan hal tersebut. Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.
Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini
itu, bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan ketika mereka
melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan tetapi nasyid-nasyid saat ini itu
merupakan budaya kaum sufi yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala. Mereka menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal
hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka
dari mana mereka mendapatkan hal ini?
Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat
suatu bentuk pendekatan diri kepada AllahTa’ala dengan cara melantunkan nasyid yang hal tersebut
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 7
Waktu-waktu yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat
musik
Saudaraku, ternyata Islam tidak melarang kita secara mutlak untuk bernyanyi dan bermain alat
musik. Ada waktu-waktu tertentu yang kita diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Kapan itu?
1. Ketika Hari raya
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua
anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh kaum
Anshar pada masa perang Bu’ats.” Lalu aku berkata, “Keduanya bukanlah penyanyi.” Lalu Abu Bakar
berkata, “Apakah seruling setan ada di dalam rumah Rasulullah?” Hal itu terjadi ketika Hari Raya.
Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan
ini adalah hari raya kita.” 8
2. Ketika pernikahan
Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan tentang
anak kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi’ bintu Mu’awwidz
yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari adanya hal tersebut.
Dan juga berdasarkan dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, “Pembeda antara yang
halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.”9
Jadi, telah jelas bukan, bahwa keadaan yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik
hanyalah ketika hari raya dan pernikahan. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah duff (rebana)
yang hanya dimainkan oleh wanita.
Beberapa karakter khas yang ada dalam nyanyian dan musik
1. Dapat melalaikan hati
2. Menghalangi hati untuk memahami Al-Qur’an dan merenungkannnya serta mengamalkan
kandungannya
3. Al-Qur’an dan nyanyian tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati selamanya. Karena Al
Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu dan memerintahkan untuk menjaga kesucian hati.
Sedangkan nyanyian memerintahkan sebaliknya, bahkan menghiasinya dan merangsang jiwa
manusia untuk mengikuti hawa nafsu.
4. Nyanyian dan minuman keras ibarat saudara kembar dalam merangsang jiwa untuk melakukan
keburukan. Saling mendukung dan menopang satu sama lain.
5. Nyanyian itu pencabut kewibawaan seseorang
6. Nyanyian dapat menyerap masuk ke dalam pusat khayalan, lalu membangkitkan nafsu dan
syahwat yang terpendam di dalamnya.
Dan masih banyak lagi yang lainnya.10
Karakter-karakter khas yang terdapat pada musik tersebut mencakup semua jenis musik, baik itu
musik rock, pop, dangdut, maupun musik Islami. Karena hal ini memang telah terbukti di kalangan
para pecinta musik. Dan memang, nyanyian dan musik ini sangat besar pengaruhnya bagi para pel aku
dan pendengarnya dari segala sisi, baik dari akidahnya, akhlaknya, maupun dari akal pikirannya yang
telah menunjukkan adanya kemerosotan yang sangat signifikan jika dibanding dengan generasi kakek
nenek kita, yang mana dulu masih jarang ditemukan adanya nyanyian ataupun musik.
Renungan
Wahai Saudara, kami rasa ketiga dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas dan penjelasan setelahnya,
sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa Islam melarang adanya nyanyian dan alat-alat musik.
Dan juga, sudah cukup melegakan hati saudaraku yang memang sebelumnya kontra dengan musik. Dan
menjadikan terang dan jelas bagi saudaraku yang sebelumnya pro dengan musik. Dan telah terjawab
sudah, pertanyaan pada judul pembahasan kita saat ini. Bukankah demikian?
Namun memang sudah seharusnya bagi kita seorang muslim, untuk menerima dengan tunduk apa yang
telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada rasa berat dan penolakan sedikit pun dari dalam hati
kita. Karena jika hal itu terjadi, maka itu adalah salah satu tanda adanya kesombongan yang ada
dalam hati kita. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫و‬َ‫ا‬ ‫و‬ِ‫ي‬ِ‫خ‬ََِ‫ي‬ ‫و‬َ‫ة‬‫ا‬‫س‬ََ ِ ‫و‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫و‬َ‫ن‬َََّ ‫و‬ِ‫ي‬ ‫و‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬َ‫م‬ََ‫ق‬ ‫و‬ِ‫َّث‬َ‫ق‬ََ‫ل‬ِ‫ن‬ ‫و‬ِ‫ر‬‫ا‬‫ر‬ٍَ ‫و‬َ‫م‬ِ‫ن‬ ‫و‬ََِِْ» ‫و‬َ‫َّث‬َ‫ق‬ ‫و‬َ‫ي‬ِ‫ج‬َ‫:ر‬ ‫و‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬ ‫و‬َ‫ي‬ِ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ِ ‫و‬‫ح‬‫ب‬ُِِّ ‫و‬َ‫ن‬ََ ‫و‬َ‫ن‬ِْ‫ك‬َ‫ي‬ ‫و‬ِ‫ه‬َََُِِْ
َُّ‫س‬َ‫س‬َ‫ا‬ ‫و‬ِ‫ه‬ِ‫م‬َ‫ع‬ََ‫ن‬ََ ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ة‬َ‫س‬َ‫،س‬ ‫و‬َ‫َّث‬َ‫ق‬: «‫و‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬ ‫و‬ََ ‫و‬َ‫لي‬ٌَِ ‫و‬‫ح‬‫ب‬ُِِّ ‫و‬َ‫َّث‬َ‫م‬ََ ِ، ‫و‬ِ‫ر‬ََ‫ل‬ِ‫ك‬َِ ‫و‬ِ‫ر‬َ‫ط‬َِ ‫و‬ِ‫ح‬‫ق‬ََ ِ، ‫و‬ِ‫غ‬َ‫م‬َ‫ط‬ََ ‫و‬ِ‫َّن‬‫ا‬‫س‬ِ
“Tidak akan masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya ada setitik kesombongan.” Lalu
ada seorang laki-laki bertanya pada beliau, “Sesungguhnya manusia itu menyukai baju yang indah dan
sandal yang bagus.” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.
Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” 11
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa
melakukan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang. Sesungguhnya
Allah Ta’ala-lah yang Maha Pemberi taufik dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanyalah milik
Allah semata. Wallahu waliyyut taufiq.

More Related Content

What's hot

Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu Rasytah
Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu RasytahTafsir al Fatihah Syekh Atha Abu Rasytah
Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu RasytahWahyu Nugroho
 
Biografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattabBiografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattabreriaraa
 
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURAN
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURANTADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURAN
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURANParadigma Ibrah Sdn. Bhd.
 
Salawat of Tremendous Blessings
Salawat of Tremendous BlessingsSalawat of Tremendous Blessings
Salawat of Tremendous BlessingsAbdurrauf Kurniadi
 
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasr
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasrPelajaran 1 mari belajar surah an nasr
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasrfitriani2909
 
Tafsir Surah al-Fatihah
Tafsir Surah al-FatihahTafsir Surah al-Fatihah
Tafsir Surah al-FatihahIdrus Abidin
 
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islam
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islamTi 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islam
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islamAtri Yuliansyah
 
MATERI SEMESTER 2 BAB VII
MATERI SEMESTER 2 BAB VIIMATERI SEMESTER 2 BAB VII
MATERI SEMESTER 2 BAB VIIRifkamaliaS
 
Tafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahTafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahIdrus Abidin
 
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Ahmad Zainuddin
 
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin ppt
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin pptBab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin ppt
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin pptsoleh solehudin
 
Akhlak mulia dalam rumah tangga
Akhlak mulia dalam rumah tanggaAkhlak mulia dalam rumah tangga
Akhlak mulia dalam rumah tanggadewi anggraeni
 

What's hot (18)

Kitab tafsir
Kitab tafsirKitab tafsir
Kitab tafsir
 
ushul fiqh
ushul fiqhushul fiqh
ushul fiqh
 
Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu Rasytah
Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu RasytahTafsir al Fatihah Syekh Atha Abu Rasytah
Tafsir al Fatihah Syekh Atha Abu Rasytah
 
Biografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattabBiografi umar bin khattab
Biografi umar bin khattab
 
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURAN
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURANTADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURAN
TADABBUR KECEMERLANGAN DIRI BERASASKAN PARADIGMA ALQURAN
 
Salawat of Tremendous Blessings
Salawat of Tremendous BlessingsSalawat of Tremendous Blessings
Salawat of Tremendous Blessings
 
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasr
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasrPelajaran 1 mari belajar surah an nasr
Pelajaran 1 mari belajar surah an nasr
 
Agama 1
Agama 1Agama 1
Agama 1
 
Tafsir Surah al-Fatihah
Tafsir Surah al-FatihahTafsir Surah al-Fatihah
Tafsir Surah al-Fatihah
 
Dosa Wanita dalam Pergaulan
Dosa Wanita dalam PergaulanDosa Wanita dalam Pergaulan
Dosa Wanita dalam Pergaulan
 
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islam
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islamTi 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islam
Ti 12 def atri yuliansyah-12312151-wanita sholehah dalam ajaran islam
 
MATERI SEMESTER 2 BAB VII
MATERI SEMESTER 2 BAB VIIMATERI SEMESTER 2 BAB VII
MATERI SEMESTER 2 BAB VII
 
Tadabbur Surah al-Asr
Tadabbur Surah al-AsrTadabbur Surah al-Asr
Tadabbur Surah al-Asr
 
Tafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihahTafsir surah al fatihah
Tafsir surah al fatihah
 
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3Surat an nashr KI 3 kd 3.3
Surat an nashr KI 3 kd 3.3
 
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin ppt
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin pptBab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin ppt
Bab 3 lanjutan hadits-hadits ttg Sabar riyadus shalihin ppt
 
Akhlak mulia dalam rumah tangga
Akhlak mulia dalam rumah tanggaAkhlak mulia dalam rumah tangga
Akhlak mulia dalam rumah tangga
 
Juzuk Amma : Munasabah 37 Surah
Juzuk Amma : Munasabah 37 SurahJuzuk Amma : Munasabah 37 Surah
Juzuk Amma : Munasabah 37 Surah
 

Similar to HUKUM SUARA WANITA

Ciri ciri wanita penghuni neraka
Ciri ciri wanita penghuni nerakaCiri ciri wanita penghuni neraka
Ciri ciri wanita penghuni nerakaHelmon Chan
 
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad saw
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad sawKeistimewaan wudhu umat nabi muhammad saw
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad sawErman Hidayat
 
Ppt salat jenazah
Ppt salat jenazahPpt salat jenazah
Ppt salat jenazahSigitpga
 
Hukum wanita haid masuk
Hukum wanita haid masukHukum wanita haid masuk
Hukum wanita haid masukEdi Candra
 
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'manAnta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'manEdi Awaludin
 
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuan
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuancontoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuan
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuanRoisMansur
 
Bab ii siap!
Bab ii siap!Bab ii siap!
Bab ii siap!yogzz05
 
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptxsuwarnohaji
 
Hadits Shohih, Hasan, Dha'if
Hadits Shohih, Hasan, Dha'ifHadits Shohih, Hasan, Dha'if
Hadits Shohih, Hasan, Dha'ifJimatul Arrobi
 
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanKaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanUzairi Azali
 
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docx
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docxPeran dan Tanggung Jawab Muslimah.docx
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docxInayah62
 
Hukum doa berjamaah
Hukum doa berjamaahHukum doa berjamaah
Hukum doa berjamaahEl Wafi
 

Similar to HUKUM SUARA WANITA (20)

Ciri ciri wanita penghuni neraka
Ciri ciri wanita penghuni nerakaCiri ciri wanita penghuni neraka
Ciri ciri wanita penghuni neraka
 
Tahlilan madzhab syafi'i rmi project syndication - www.rmi-nu.or.id
Tahlilan madzhab syafi'i    rmi project syndication - www.rmi-nu.or.idTahlilan madzhab syafi'i    rmi project syndication - www.rmi-nu.or.id
Tahlilan madzhab syafi'i rmi project syndication - www.rmi-nu.or.id
 
Risalatul mahidl
Risalatul mahidl Risalatul mahidl
Risalatul mahidl
 
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad saw
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad sawKeistimewaan wudhu umat nabi muhammad saw
Keistimewaan wudhu umat nabi muhammad saw
 
Wanita muslimah
Wanita muslimahWanita muslimah
Wanita muslimah
 
Ppt salat jenazah
Ppt salat jenazahPpt salat jenazah
Ppt salat jenazah
 
Hukum wanita haid masuk
Hukum wanita haid masukHukum wanita haid masuk
Hukum wanita haid masuk
 
Kitab tafsir
Kitab tafsirKitab tafsir
Kitab tafsir
 
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'manAnta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
Anta tas’al nahnu nujib-farid nu'man
 
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuan
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuancontoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuan
contoh makalah Tafsir tentang kepemimpinen perempuan
 
Bab ii siap!
Bab ii siap!Bab ii siap!
Bab ii siap!
 
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx
1_Wanita-Wanita dalam islam_edit.pptx
 
Beautiful Akhwat with Hijab
Beautiful Akhwat with HijabBeautiful Akhwat with Hijab
Beautiful Akhwat with Hijab
 
Hadits Shohih, Hasan, Dha'if
Hadits Shohih, Hasan, Dha'ifHadits Shohih, Hasan, Dha'if
Hadits Shohih, Hasan, Dha'if
 
Tanya jawab kitab talak
Tanya jawab kitab talakTanya jawab kitab talak
Tanya jawab kitab talak
 
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanKaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
 
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docx
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docxPeran dan Tanggung Jawab Muslimah.docx
Peran dan Tanggung Jawab Muslimah.docx
 
Tanya jawab ucapan salam
Tanya jawab  ucapan salamTanya jawab  ucapan salam
Tanya jawab ucapan salam
 
PPT PERADILAN ISLAM
PPT PERADILAN ISLAM PPT PERADILAN ISLAM
PPT PERADILAN ISLAM
 
Hukum doa berjamaah
Hukum doa berjamaahHukum doa berjamaah
Hukum doa berjamaah
 

HUKUM SUARA WANITA

  • 1. HUKUM SUARA WANITA Ulama berbeda pendapat tentang hukum suara wanita. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat. Namun, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, suara wanita bukanlah aurat. Sehingga siapapun boleh saja mendengar suara seorang wanita atau mendengarnya berbicara, karena tidaklah termasuk hal yang terlarang dalam Islam. Ini adalah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini. Syaikh Wahbah ZuhailiHafizhahullah berkata : “Suara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat, karena para sahabat nabi mendengarkan suara para isteri Nabi Saw untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita yang disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya, walaupun dalam membaca Al Quran, dengan sebab khawatir timbul fitnah.[1] Dikatakan : “Ada pun jika suara wanita, maka jika si pendengarnya berlezat-lezat dengannya, atau khawatir terjadi fitnah pada dirinya, maka diharamkan mendengarkannya, jika tidak demikian, maka tidak diharamkan. Para sahabat radhiyallahu’anhum mendengarkan suara wanita ketika berbincang dengan mereka (dan itu tidak mengapa).[2] Dalil yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat sangatlah banyak, diantaranya adalah sebagai berikut : A. Dalil Al Qur’an Berikut ini diantara ayat al Qur’an yang menyebutkan secara tersurat maupun tersirat bahwa suara wanita itu bukanlah aurat. 1. Allah memerintahkan para istri Rasulullah n agar berkata-kata, namun dengan perkataan dan cara yang baik. Dan tentunya perkataan istri Nabi itu akan di dengar bukan saja oleh para shahabiyah tetapi juga para shahabat g. FirmanNya : ‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ِف‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ط‬َ‫ي‬َ‫ف‬ ِ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ض‬َْ‫َت‬ َ‫َل‬َ‫ف‬ َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫ي‬َ‫ق‬َّ‫ات‬ ِ‫ن‬ِ‫إ‬ ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫الن‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ٍ‫د‬َ‫َح‬‫أ‬َ‫ك‬ َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫س‬َ‫ل‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ل‬‫ن‬‫ق‬َ‫و‬ ٌ‫ض‬َ‫ر‬َ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ْ‫ل‬َ‫ق‬ ‫ا‬‫ا‬‫ف‬‫و‬‫ن‬‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ ‫ا‬‫ًل‬ْ‫و‬َ‫ق‬ “Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32) Meskipun konteks ayat diatas membicarakan para umahatul mukminin, tetapi sudah maklum dan ma’fum dipahami, hukum ayat ini tentunya berlaku untuk semua kaum muslimah. 2. Allah l menceritakan wanita yang menggugat kepada Nabi n tentangdzihar yang dilakukan suami wanita tersebut. FirmanNya : ِ‫ِت‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ق‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬ َ‫ع‬َِ‫َس‬ ْ‫د‬َ‫ق‬ٌ‫ي‬ِ‫ص‬َ‫ب‬ ٌ‫يع‬َِ‫َس‬ ََّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬َ‫م‬‫ن‬‫ك‬َ‫ر‬‫ن‬‫او‬ََ‫َت‬ ‫ن‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫ي‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬َ‫و‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫َل‬ِ‫إ‬ ‫ي‬ِ‫ك‬َ‫ت‬ْ‫ش‬َ‫ت‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ج‬ْ‫و‬َ‫ز‬ ِ‫ِف‬ َ‫ك‬‫ن‬‫ل‬ِ‫اد‬َ‫ن‬‫ُت‬ “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar hiwar (dialog) antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Al Mujadilah : 1) Dan tentu saja pengaduan wanita tersebut kepada Nabi nmengunakan kata-kata, bukan dengan bahasa isyarat. Dan mustahil Rasulullah n akan mau mendengar suara wanita tersebut bila hal tersebut adalah aurat. 3. Dalam al Qur’an terdapat kisah tentang dialog Nabi Musa w dengan dua wanita kakak beradik, yakni putri nabi Syu’aib, FirmanNya :
  • 2. َ‫د‬َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬ْ‫ط‬َ‫خ‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ ِ‫ان‬َ‫ود‬‫ن‬‫ذ‬َ‫ت‬ ِْ‫ْي‬َ‫َت‬‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ام‬ ‫ن‬‫م‬ِِ‫وِن‬‫ن‬‫د‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫د‬َ‫ج‬َ‫و‬َ‫و‬ َ‫ن‬‫و‬‫ن‬‫ق‬ْ‫س‬َ‫ي‬ ِ‫َّاس‬‫ن‬‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ة‬َّ‫نم‬‫أ‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫د‬َ‫ج‬َ‫و‬ َ‫ن‬َ‫ي‬ْ‫د‬َ‫م‬ َ‫اء‬َ‫م‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬‫ك‬‫ن‬‫ب‬ ٌ‫ي‬ِ‫ب‬َ‫ك‬ٌ‫خ‬ْ‫ي‬َ‫ش‬ ‫ا‬َ‫ن‬‫و‬‫ن‬‫َب‬‫أ‬َ‫و‬ ‫ن‬‫اء‬َ‫ع‬ِ‫ي‬‫الر‬ َ‫ر‬ِ‫د‬ْ‫ص‬‫ن‬‫ي‬ َّ‫َّت‬َ‫ح‬ ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫س‬َ‫ن‬ َ‫ًل‬ ‫ا‬َ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?"Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya." (Al Qashash : 23) Dan disambung diayat selanjutnya : ‫ا‬َ‫ن‬‫اُه‬َ‫د‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬ ‫ن‬‫ه‬ْ‫ت‬َ‫اء‬َ‫ج‬َ‫ف‬َّ‫ص‬َ‫ق‬َ‫و‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اء‬َ‫ج‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ل‬ َ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ق‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫ر‬ْ‫َج‬‫أ‬ َ‫ك‬َ‫ي‬ِ‫ز‬ْ‫ج‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ َ‫وك‬‫ن‬‫ع‬ْ‫د‬َ‫ي‬ ِ‫َِب‬‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ ٍ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬ِ‫ت‬ْ‫اس‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ي‬ِ‫ش‬َْ‫َت‬ َ‫ْي‬ِ‫م‬ِ‫ال‬َّ‫ظ‬‫ال‬ ِ‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ت‬ْ‫و‬ََ‫َن‬ ْ‫ف‬ََ‫َت‬ َ‫ًل‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ َ‫ص‬َ‫ص‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu."(Al-Qashash: 25) Demikianlah, masih banyak dalil dalam kitabullah yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat. Baik dalil-dalil tersebut bersifat umum yang mewajibkan, menyunnahkan, atau memubahkan berbagai aktivitas, yang berarti mencakup pula bolehnya wanita melakukan aktivitas-aktivitas itu. Seperti para wanita berhak dan berwenang melakukan aktivitas jual beli (QS. Al-Baqarah: 275; QS. An-Nisa’:29), berhutang-piutang (QS. Al-Baqarah: 282), sewa-menyewa (ijarah) (QS. Al- Baqarah: 233; QS. Ath-Thalaq: 6), memberikan persaksian (QS. Al-Baqarah: 282), menggadaikan barang (rahn)(QS. Al-Baqarah: 283), menyampaikan ceramah (QS. An-Nahl: 125; QS. As-Sajdah: 33), meminta fatwa (QS. An-Nahl: 43), dan sebagainya. Yang kesemuanya itu hampir mustahil tidak menggunakan aktivitas suara/ berbicara. B. Hadits Nabi dan Atsar para shahabat 1. Shahabiyah (shahabat wanita) mereka berbicara dengan Rasulullah n. Banyak hadits yang menceritakan bahwa para shahabat wanita dahulu juga bertanya kepada Rasulullah n,,, bahkan ketika Nabi n sedang berada di tengah-tengah para sahabat laki-laki. Diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini : َ‫ر‬ْ‫ام‬ َّ‫َن‬‫أ‬َّ‫ج‬‫ن‬َ‫َت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫ت‬َ‫ر‬َ‫ذ‬َ‫ن‬ ‫ي‬ِ ‫ي‬‫نم‬‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ : ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ،َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ن‬‫هللا‬ ‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫َل‬ِ‫إ‬ ْ‫ت‬َ‫اء‬َ‫ج‬ ،َ‫ة‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ه‬‫ن‬‫ج‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ة‬َ‫أ‬َّ‫ج‬‫ن‬َ‫َت‬ ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬ :َ‫ال‬َ‫ق‬ ‫ا؟‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ ُّ‫ج‬‫ن‬‫َح‬‫أ‬َ‫ف‬َ‫أ‬ ، ْ‫ت‬َ‫ات‬َ‫م‬ َّ‫َّت‬َ‫ح‬«‫ن‬‫ك‬َ‫أ‬ ٌ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫د‬ ِ‫ك‬ِ ‫ي‬‫نم‬‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫و‬َ‫ل‬ ِ‫ت‬ْ‫َي‬‫أ‬َ‫َر‬‫أ‬ ،‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ ‫ي‬ِ ‫ي‬‫ج‬‫ن‬‫ح‬ ْ‫م‬َ‫ع‬َ‫ن‬‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ض‬ْ‫ق‬‫ا‬ ‫؟‬‫ا‬‫ة‬َ‫ي‬ِ‫اض‬َ‫ق‬ ِ‫ت‬ْ‫ن‬ ِ‫اء‬َ‫ف‬َ‫الو‬ِ‫ب‬ ُّ‫ق‬َ‫َح‬‫أ‬ ‫ن‬َّ‫اَّلل‬َ‫ف‬ ََّ‫اَّلل‬ Dari Ibnu Abbas h, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah n, lalu berkata : “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat haji, apakah saya bisa berhaji atas nama ibu saya?” Beliau bersabda: “Ya, berhajilah untuknya, apa pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.” (HR. Bukhari no : 1852)
  • 3. 2. Para Shahabat mendatangi ummul mukminin untuk bertanya hukum agama. Dan para sahabat sendiri juga pernah pergi kepada ummahatul mukminin (para isteri Rasulullah) untuk meminta fatwa dan mereka pun memberikan fatwa dan berbicara dengan orang- orang yang datang. Dan tidak ada seorang pun mengatakan, “Sesungguhnya ini dari Aisyah atau selain Aisyah telah melihat aurat yang wajib ditutupi,” padahal isteri-isteri Nabi mendapat perintah dengan keras yang tidak pernah dirasakan bagi wanita lainnya.[3] Al Ahnaf ibn Qais berkata : “Aku telah mendengar hadits dari mulut Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits sebagaimana aku mendengarnya dari mulut ‘Aisyah.” (HR. Al Hakim) Musa bin Thalhah ra. berkata : َ‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ائ‬َ‫ع‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ح‬َ‫ص‬ْ‫ف‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫د‬َ‫َح‬‫أ‬ ‫ن‬‫ت‬ْ‫َي‬‫أ‬َ‫ر‬ ‫ا‬َ‫م‬ “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih bicaranya daripada Aisyah.” (HR. Tirmidzi) 1. Pendapat ulama mazhab Berikut perkataan para ulama dan yang termaktun dalam kitab-kitabmu’tabarah yang menjelaskan tentang hukum suara wanita : - Hanafiyah Ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah berpendapat suara wanita adalah aurat. Namun, menurut khabar yang kuat adalah bahwa kalangan Hanafiyah menyatakan suara wanita bukan aurat.[4] - Malikiyah dan Hanabilah Dalam al Mausu’ah Fiqihiyah al Kuwaitiyah juz 4 halaman 91 dapat disimpulkan tentang pandangan kedua mazhab ini bahwa suara wanita bukanlah aurat. Yaitu ketika mereka berpendapat dibencinya mendengarkan nyanyian wanita. - Syafi’iyah Diketahui secara pasti pendapat dari mazhab ini, bahwa suara wanita bukanlah aurat. Dan bahkan menurut syafi’iyah, boleh mendengarkan suara wanita menyanyi dengan catatan aman dari fitnah.[5] 2. Pendapat para ulama lainnya. - Umairah mengatakan : “Suara perempuan bukan aurat berdasarkan pendapat sahih, maka tidak haram mendengarnya.”[6] - Zainuddin al-Malibary berkata : “Suara tidak termasuk aurat, karena itu tidak haram mendengarnya kecuali dikuatirkan fitnah atau berlezat-lezat dengannya sebagaimana yang telah dibahas oleh Zarkasyi.”[7] - Syaikh al Jaziri Hafizhahullah berkata : “Suara wanita bukanlah aurat. Karena istri-istri Nabi dahulu juga bercakap-cakap dengan para shahabat.[8]
  • 4. Kalangan Yang Mengatakan Bahwa Suara Wanita Aurat Namun, sebuah fakta yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa ada sebagian ulama yang memang berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat. Pendapat mereka ini didasarkan kepada beberapa dalil diantaranya 1. Hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda : َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫خ‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ٌ‫ة‬َ‫ر‬ْ‫و‬َ‫ع‬ ‫ن‬‫ة‬َ‫أ‬ْ‫ر‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ن‬‫ا‬َ‫ط‬ْ‫َّي‬‫الش‬ ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ف‬َ‫ر‬ْ‫ش‬َ‫ت‬ْ‫اس‬ ْ‫ت‬ “Wanita adalah aurat, jika dia keluar maka syetan akan mengawasinya.”(HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah Thabarani ; shahih) Berdasarkan makna dzahir hadits ini, kalangan ini menyimpulkan bahwa semua bagian dari wanita adalah aurat termasuk suaranya. Bantahan : Dalam Ilmu fiqih tidak asing lagi diketahui adanya dalil yang bersifat ‘aam (umum) dan dalil khosh (khusus). Jadi sebuah dalil terkadang bermakna mujmal (global) tetapi ada pula yang muqayad (terbatasi).Contohnya firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 3 yang menjelaskan keharaman semua bangkai, tetapi kemudian dikhususkan bangkai binatang laut darinya, dalil takhsisnya adalah sabda Nabi : “Dihalalkan bagi kami dua bangkai…. Yaitu (bangkai) ikan dan belalang.” Oleh karena itu para ahli ushul membuat kaidah, Hamlul Muthlaq ilal Muqayyad (Memahami dalil yang umum harus dibatasi oleh yang khusus). Hadits diatas adalah hadits umum yang menginformasikan secara umum bahwa tubuh wanita adalah aurat, yang kemudian ditakhsis (dibatasi) dengan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa wajah, telapak tangan dan termasuk suara adalah yang dikecualikan. 2. Firman Allah ta’ala : َ‫ين‬ِ‫ز‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ْي‬ِ‫ف‬ْ‫ن‬‫ُي‬ ‫ا‬َ‫م‬ َ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬‫ن‬‫ي‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ن‬‫ج‬ْ‫َر‬‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ب‬ِ‫ر‬ْ‫ض‬َ‫ي‬ َ‫ًل‬َ‫و‬َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬ “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (An Nuur : 31) Menurut kalangan ini, jika gelang kaki wanita saja dilarang untuk digetarkan sehingga terdengar suaranya, maka suara wanita lebih layak dilarang karena lebih merdu dibanding suara gelang. Namun dalil ini dibantah oleh para ulama, dan nampak dalil dengan ayat ini tidaklah tepat. Karena yang dilarang dari seorang wanita pada ayat diatas adalah pada perbuatannya yang memamerkan perhiasannya. Jika dikiaskan dengan suara wanita tentu tidak tepat, karena suara manusia itu termasuk kebutuhan yang sangat penting, keharaman barulah ada apabila mempergunakannya untuk merayu dan mengundang syahwat. 3. Cara menegur imam bagi makmum yang tidak menggunakan suara. Dalil lainnya yang digunakan adalah dengan adanya ketentuan bagi makmum wanita yang menegur imam yang keliru, yaitu hanya diperbolehkan menggunakan tepukan tangan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits ketika Rasulullah n ditanya tentang cara menegur imam yang keliru, beliau menjawab : ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫لن‬ِ‫ل‬ ‫ن‬‫يح‬ِ‫ف‬ْ‫َّص‬‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬ََّ‫َّن‬ِ‫إ‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ َ‫ت‬ِ‫ف‬‫ن‬‫ت‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ح‬َّ‫ب‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ‫ن‬‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ْ‫ح‬ِ‫ي‬‫ب‬َ‫س‬‫ن‬‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫َل‬َ‫ص‬ ِ‫ِف‬ ٌ‫ء‬ْ‫ى‬َ‫ش‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اب‬َ‫ن‬ ْ‫ن‬َ‫م‬ “Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 7190 dan Muslim no. 421)
  • 5. Logikanya, jika bukan aurat, tentunya kaum wanita pun juga sama dengan laki-laki, yakni diperbolehkan menggunakan suaranya mengucapsubhanallah. Namun, lagi-lagi alasan ini juga lemah dan penakwilan yang berlebihan, sebab apa yang wanita lakukan dengan bertepuk tangan ketika meluruskan kekeliruan imam, itu adalah sebuah aturan baku yang ada dalam shalat yang sifatnya ta’abudiyah, yang tidak ada kaitannya dengan aurat atau bukan. Penutup Suara wanita menurut pendapat yang shahih bukanlah aurat, karena itu tentunya tidak mengapa bila seorang wanita berkata-kata dengan siapapun dengan perkataan yang baik. Namun, untuk berbicara dengan lelaki asing maka hendaknya tidak berkata-kata dengan intonasi yang menyerupai desahan, yang akan mengundang fitnah dan keburukan.[9] Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Hendaknya ini di jauhi oleh setiap muslimah, karena Allah ta’ala telah mengingatkan : “Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32) Wallahu A’lam [1] Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr. [2] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 4/91. [3] Allah ta’ala berfirman : ٍ‫د‬َ‫َح‬‫أ‬َ‫ك‬َّ‫ن‬‫ُت‬ْ‫س‬َ‫ل‬ ِ‫ي‬ِ‫َّب‬‫ن‬‫ال‬ َ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬ ‫ا‬َ‫ي‬ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫الن‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ “Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain. Diantara bentuk perlakuan yang lebih ‘keras’ bila dibandingkan dengan wanita lain pada umumnya adalah kewajiban untuk berbicara dengan mereka dipisah oleh tabir. Sebagaimana yang ditegaskan dalam al Qur’an : َ‫ك‬‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ َّ‫ن‬ِِ‫وِب‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬‫ق‬َ‫و‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ب‬‫و‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬‫ق‬ِ‫ل‬ ‫ن‬‫ر‬َ‫ه‬ْ‫ط‬َ‫أ‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ ٍ‫اب‬َ‫ج‬ِ‫ح‬ ِ‫اء‬َ‫ر‬َ‫و‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬‫ن‬‫وه‬‫ن‬‫ل‬َ‫أ‬ْ‫اس‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫اع‬َ‫ت‬َ‫م‬ َّ‫ن‬‫ن‬‫وه‬‫ن‬‫م‬‫ن‬‫ت‬ْ‫ل‬َ‫أ‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬َ‫ن‬‫ا‬‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ذ‬ْ‫ؤ‬‫ن‬‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬َ‫ل‬ ‫ا‬‫ا‬‫يم‬ِ‫ظ‬َ‫ع‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ن‬ِ‫ع‬ َ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫م‬‫ن‬‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬‫ا‬‫د‬َ‫َب‬‫أ‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ن‬‫ه‬َ‫اج‬َ‫و‬ْ‫َز‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬‫ن‬‫ح‬ِ‫ك‬ْ‫ن‬َ‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ًل‬َ‫و‬ َِّ‫اَّلل‬ َ‫ول‬‫ن‬‫س‬َ‫ر‬ “Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi allah.” ( Al-ahzab: 53) [4] Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr. [5] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 31/47. [6] Hasyiah Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, I/ 177. [7] Fath al-Mu’in, Thaha Putra, Semarang, III/260. [8] Fiqh ‘Ala Mazhabil ‘Arba’ah, I/170. [9] Ada pun jika suara wanita, maka jika si pendengarnya berlezat-lezat dengannya, atau khawatir terjadi fitnah pada dirinya, maka diharamkan mendengarkannya, jika tidak demikian, maka tidak diharamkan. Para sahabat –semoga Allah meridhai mereka- mendengarkan suara wanita ketika berbincang dengan mereka. Janganlah wanita memerdukan suaranya, mengeraskan, dan melembutkannya, karena di dalamnya memiliki dampak lahirnya fitnah. Hal itu ditegaskan dalam firmanNya: Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. {Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, (4/90)}
  • 6. HUKUM MUSIK DALAM ISLAM Firman Allah ‘Azza wa jalla, ‫و‬َ‫م‬ِ‫ن‬ََ ‫و‬ِ‫َّن‬‫ا‬‫س‬ِ ‫و‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫ي‬ََِْ‫ر‬َ‫ي‬ ‫و‬ََََْ ‫و‬ِ‫يح‬ََِِ ِ ‫و‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ض‬ِ‫ل‬ِ ‫و‬َ‫م‬َْ ‫و‬ِ‫لي‬ِ‫ل‬َِ ‫و‬ِ‫ا‬‫ِه‬ ‫و‬َََِِِْ ‫و‬ِ‫ل‬َ‫م‬ِْ ََّ‫ي‬َََِّ‫ا‬ََِ‫ي‬ََ َُِِ‫و‬ِ‫ي‬ ‫و‬َ‫و‬ََََِِ ‫و‬َ‫ل‬ََِ ‫و‬َ‫ِذ‬َََْ ‫و‬َ‫ه‬ِ‫ي‬ِ‫ن‬ “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6) Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju nyanyian dan musik. 1 Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.2 Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian.3 Al-Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4 Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini. Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkabarkan kepada umatnya tentang musik? Saudaraku, termasuk mukjizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang. Dahulu, beliau pernah bersabda, ‫م‬ ‫لكْن‬ ‫نم‬ ‫يت‬ ‫َن‬ ‫ِم‬ْ ‫َق‬ ‫مْن‬ ‫ِح‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ِ ‫ر‬ ‫ي‬‫ر‬ َِ ‫مر‬ ‫ِخل‬َ ‫َّزف‬‫ع‬ ‫ِمل‬َ ”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat- alat musik.”5 Saudaraku, bukankah apa yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada zaman kita saat ini?
  • 7. Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang musik. Beliau pernah bersabda, ‫ين‬ ‫إ‬ ‫مل‬ ‫ه‬ ‫َن‬ ‫م‬ْ ‫َّء‬‫ك‬‫ل‬ ِ ‫ين‬ ‫ك‬ َ ‫لت‬ ‫هن‬ ‫م‬ْ ‫هص‬ ‫َت‬ ‫ه‬ ‫ق‬ ‫َمح‬ ‫م‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫َّج‬ ‫ف‬ : ‫صْت‬ ِ‫س‬ ْ ‫ْمة‬ ‫ن‬ ْ َ ‫عب‬ َ َ ‫ِن‬‫و‬ ‫َن‬ ‫َّن‬‫ط‬‫ل‬ ‫ر‬ ِ ‫صْت‬ َ ِ‫س‬ ْ ‫لة‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫طل‬ ‫ه‬ْ ‫َج‬ ‫شق‬َ ‫لْذ‬ ‫ج‬ ‫ة‬ ‫ن‬‫ر‬َ ‫َّن‬‫ط‬‫ل‬ ‫ش‬ “Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.”6 Kedua hadis di atas telah menjadi bukti untuk kita bahwasanya Allah dan Rasul-Nya telah melarang nyanyian beserta alat musik. Sebenarnya, masih banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun perkataan ulama yang menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap nyanyian dan alat musik. Dan hal ini bisa dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim yang berjudul Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama lainnya yang membahas tentang hal ini. Lalu, bagaimana dengan musik Islami? Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah? Bukankah hal itu mengandung kebaikan? Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan Rasul- Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik dalam berdakwah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama kali melakukan hal tersebut. Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu. Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini itu, bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan ketika mereka melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan tetapi nasyid-nasyid saat ini itu merupakan budaya kaum sufi yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka dari mana mereka mendapatkan hal ini? Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat suatu bentuk pendekatan diri kepada AllahTa’ala dengan cara melantunkan nasyid yang hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 7 Waktu-waktu yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik Saudaraku, ternyata Islam tidak melarang kita secara mutlak untuk bernyanyi dan bermain alat musik. Ada waktu-waktu tertentu yang kita diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Kapan itu? 1. Ketika Hari raya Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh kaum Anshar pada masa perang Bu’ats.” Lalu aku berkata, “Keduanya bukanlah penyanyi.” Lalu Abu Bakar berkata, “Apakah seruling setan ada di dalam rumah Rasulullah?” Hal itu terjadi ketika Hari Raya. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.” 8 2. Ketika pernikahan Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan tentang anak kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi’ bintu Mu’awwidz yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari adanya hal tersebut. Dan juga berdasarkan dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, “Pembeda antara yang halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.”9
  • 8. Jadi, telah jelas bukan, bahwa keadaan yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik hanyalah ketika hari raya dan pernikahan. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah duff (rebana) yang hanya dimainkan oleh wanita. Beberapa karakter khas yang ada dalam nyanyian dan musik 1. Dapat melalaikan hati 2. Menghalangi hati untuk memahami Al-Qur’an dan merenungkannnya serta mengamalkan kandungannya 3. Al-Qur’an dan nyanyian tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati selamanya. Karena Al Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu dan memerintahkan untuk menjaga kesucian hati. Sedangkan nyanyian memerintahkan sebaliknya, bahkan menghiasinya dan merangsang jiwa manusia untuk mengikuti hawa nafsu. 4. Nyanyian dan minuman keras ibarat saudara kembar dalam merangsang jiwa untuk melakukan keburukan. Saling mendukung dan menopang satu sama lain. 5. Nyanyian itu pencabut kewibawaan seseorang 6. Nyanyian dapat menyerap masuk ke dalam pusat khayalan, lalu membangkitkan nafsu dan syahwat yang terpendam di dalamnya. Dan masih banyak lagi yang lainnya.10 Karakter-karakter khas yang terdapat pada musik tersebut mencakup semua jenis musik, baik itu musik rock, pop, dangdut, maupun musik Islami. Karena hal ini memang telah terbukti di kalangan para pecinta musik. Dan memang, nyanyian dan musik ini sangat besar pengaruhnya bagi para pel aku dan pendengarnya dari segala sisi, baik dari akidahnya, akhlaknya, maupun dari akal pikirannya yang telah menunjukkan adanya kemerosotan yang sangat signifikan jika dibanding dengan generasi kakek nenek kita, yang mana dulu masih jarang ditemukan adanya nyanyian ataupun musik. Renungan Wahai Saudara, kami rasa ketiga dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas dan penjelasan setelahnya, sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa Islam melarang adanya nyanyian dan alat-alat musik. Dan juga, sudah cukup melegakan hati saudaraku yang memang sebelumnya kontra dengan musik. Dan menjadikan terang dan jelas bagi saudaraku yang sebelumnya pro dengan musik. Dan telah terjawab sudah, pertanyaan pada judul pembahasan kita saat ini. Bukankah demikian? Namun memang sudah seharusnya bagi kita seorang muslim, untuk menerima dengan tunduk apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada rasa berat dan penolakan sedikit pun dari dalam hati kita. Karena jika hal itu terjadi, maka itu adalah salah satu tanda adanya kesombongan yang ada dalam hati kita. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‫و‬َ‫ا‬ ‫و‬ِ‫ي‬ِ‫خ‬ََِ‫ي‬ ‫و‬َ‫ة‬‫ا‬‫س‬ََ ِ ‫و‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫و‬َ‫ن‬َََّ ‫و‬ِ‫ي‬ ‫و‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬َ‫م‬ََ‫ق‬ ‫و‬ِ‫َّث‬َ‫ق‬ََ‫ل‬ِ‫ن‬ ‫و‬ِ‫ر‬‫ا‬‫ر‬ٍَ ‫و‬َ‫م‬ِ‫ن‬ ‫و‬ََِِْ» ‫و‬َ‫َّث‬َ‫ق‬ ‫و‬َ‫ي‬ِ‫ج‬َ‫:ر‬ ‫و‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬ ‫و‬َ‫ي‬ِ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ِ ‫و‬‫ح‬‫ب‬ُِِّ ‫و‬َ‫ن‬ََ ‫و‬َ‫ن‬ِْ‫ك‬َ‫ي‬ ‫و‬ِ‫ه‬َََُِِْ َُّ‫س‬َ‫س‬َ‫ا‬ ‫و‬ِ‫ه‬ِ‫م‬َ‫ع‬ََ‫ن‬ََ ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ة‬َ‫س‬َ‫،س‬ ‫و‬َ‫َّث‬َ‫ق‬: «‫و‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬ ‫و‬ََ ‫و‬َ‫لي‬ٌَِ ‫و‬‫ح‬‫ب‬ُِِّ ‫و‬َ‫َّث‬َ‫م‬ََ ِ، ‫و‬ِ‫ر‬ََ‫ل‬ِ‫ك‬َِ ‫و‬ِ‫ر‬َ‫ط‬َِ ‫و‬ِ‫ح‬‫ق‬ََ ِ، ‫و‬ِ‫غ‬َ‫م‬َ‫ط‬ََ ‫و‬ِ‫َّن‬‫ا‬‫س‬ِ “Tidak akan masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya ada setitik kesombongan.” Lalu ada seorang laki-laki bertanya pada beliau, “Sesungguhnya manusia itu menyukai baju yang indah dan sandal yang bagus.” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” 11 Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa melakukan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang. Sesungguhnya Allah Ta’ala-lah yang Maha Pemberi taufik dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanyalah milik Allah semata. Wallahu waliyyut taufiq.