1. Kasus Indosat dan Freeport membahas privatisasi dan kontrak karya masing-masing perusahaan dengan pemerintah Indonesia.
2. Langkah privatisasi Indosat pada 2002 dan kontrak karya Freeport pada 1967 dan 1991 bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara namun juga ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
3. Kritik atas kedua kasus ini adalah menguranginya kedaulatan Indonesia dan kepentingan rakyat
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Corruption & Fraud...Rachmad Hidayat
More Related Content
Similar to BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and the markets for corporate control, Universitas Mercu Buana, 2017
Similar to BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and the markets for corporate control, Universitas Mercu Buana, 2017 (20)
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Concept and Theory...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and the markets for corporate control, Universitas Mercu Buana, 2017
1. Judul :SHAREHOLDER AND THE MARKET FOR
CORPORATE CONTROL (CASE INDOSAT AND
FREEPORT)
Tugas :Forum 6 BE & GG
Nama Mahasiswa :Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa :55117110127
Dosen Pengampu :Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
=============================================================
Mengenai penguasaan aset strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh
pihak asing terkait kasus privatisasi Indosat dan kontrak karya Freeport dapat
dijelaskan mengenai latar belakang, alasan terjadi, kritik dan solusinya sebagai
berikut:
Kasus Indosat
Sejarah Singkat dan Privatisasi
1967 : PT. Indosat didirikan sebagai perusahaan asing yang menyediakan layanan
telekomunikasi internasional di Indonesia.
1980 : Pemerintah mengambil alih kepemilikan PT. Indosat dan menjadikan Indosat
sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga dimiliki 100%
oleh Indonesia.
1994 : Menjadi perusahaan publik dengan mendaftarkan sahamnya pada Bursa Efek
Jakarta (JSX: ISAT), Bursa Efek Surabaya, dan pada New York Stock
Exchange melalui American Depositary Receipts (NYSE: IIT). Dengan
komposisi pemerintah Indonesia dan publik masing-masing memiliki 65%
saham dan 35% saham.
2001 : Dibangun PT Indosat Multi Media Mobile (IM3), diikuti dengan perolehan
pengawasan penuh dari PT. Satelit Palapa Indonesia, hingga membuat Indosat
Group sebagai operator seluler terbesar kedua di Indonesia.
2002 : Pemerintah masih menguasai 65% saham Indosat dan 35% dimiliki oleh
publik, namun pada akhir tahun 2002 pemerintah Indonesia melakukan
privatisasi terhadap PT. Indosat Tbk dengan melepaskan saham sebesar
41,94% untuk membantu memenuhi komitmen anggaran tahun 2002.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara menetapkan Singapore
Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) sebagai pemenang divestasi
(pelepasan) 434.250.000 saham Seri B Persero PT Indonesian Satellite
Corporation Tbk (Indosat) yang merupakan 41,94 persen dari modal yang
telah ditempatkan dan disetorkan penuh dalam Indosat. Sehingga kepemilikan
pemerintah Indonesia terhadap Indosat mengalami penurunan yang signifikan.
2003 : Pada awal tahun, pemerintah Indonesia hanya memiliki 15% kepemilikan
terhadap Indosat. Jumlah kepemilikan terhadap Indosat lebih didominasi oleh
perusahaan – perusahaan asing dan publik.
2008 : Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik sehingga menjadi
pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65%.
2. Selanjutnya Indosat dimiliki oleh Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (Qtel) atas
nama Ooredoo Asia Pte. Ltd. (dahulu Qtel Asia Pte. Ltd. (65%), pemerintah
Indonesia (14,29%) dan publik (20,71%).
2015 : Indosat resmi berganti nama menjadi Indosat Ooredoo.
Langkah privatisasi yang dilakukan pada tahun 2002 merupakan langkah kebijakan
yang diambil oleh pemerintah untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual
sebagian saham milik negara ke pihak lain. Kebijakan privatisasi sendiri mengacu pada
perundangan sebagai berikut:
TAP MPR No. IV/MPR/1999, Bab IV Tentang Kebijakan Ekonomi (poin B
butir 12 dan 28) - BUMN/BUMD harus efisien, transparan, dan professional.
Bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum
didorong untuk privatisasi melalui pasar modal. 2.
TAP MPR No. VIII/MPR/2000, Tentang Laporan Tahunan Lembaga Tinggi
Negara - Melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan transparan program
restrukturisasi dan privatisasi BUMN sesuai target yang ditetapkan melalui
APBN Tahun 2000. Privatisasi agar dilakukan secaraa sangat selektif dan
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR. 3.
TAP MPR No. X/MPR/2001, Tentang Laporan Tahunan Lembaga Tinggi
Negara (butir 2, a, 1) - Penyusunan action plan yang komprehensif termasuk
kerangka regulasi sektoral yang disepakati bersama DPR. - Privatisasi
dilakukan secara selektif dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR. -
Sosialisasi privatisasi secara sistematis 4.
TAP MPR No. VI/MPR/2002, Tentang Laporan Tahunan LembagaTinggi
Negara (butir 3 Ekonomi, 4d) - Melaksanakan privatisasi BUMN secara sangat
selektif, transparan, dan hati-hati setelah berkonsultasi dengan DPR, sedangkan
UU tentang BUMN yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR agar segera
diselesaikan.
UU No. 25/2000, Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) -
Kriteria: kegiatan usaha bukan merupakan kepentingan umum yang sangat
strategis. - Prinsip pelepasan: sederhana, transparan, dan akuntabel. - Metode:
melalui pasar modal, pembentukan unit trust (reksadana) dan likuidasi. -
Sektor : telekomunikasi, transportasi, perkebunan, hotel dan turisme,
infrastruktur, minyak dan gas.
UU APBN Tahun 2002
Sebagaimana fungsinya, sebuah kebijakan privatisasi merupakan kebijakan yang
diberikan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan
untuk meningkatkan devisa atau penerimaan negara, dan tentunya harus mendapat
persetujuan dari DPR RI terlebih dahulu. Oleh karena itu kebijakan privatisasi
merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik Indonesia yang diharapkan dapat
membawa manfaat yang besar bagi Indonesia.
3. Kasus Freeport
Sejarah Singkat dan Kontrak Karya
1936 : Jacques Dozy dkk menemukan gunung bijih (Ertsberg) yang mengandung
banyak tembaga dan emas.
1960 : Ekspedisi Forbers Wilson untuk menemukan kembali Ertsberg.
1967 : Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) Kontrak ini berlaku selama 30
tahun sejak mulai beroperasi 1973.
1988 : Freeport menemukan cadangan di Grasberg. Investasi berisiko tinggi dan
besar sehingga memerlukan investasi jangka panjang.
1991 : Kontrak Karya II PT Freeport Indonesia (PT FI) berlaku 30 tahun dan akan
berakhir 2021 serta kemungkinan perpanjangan 2 kali 10 tahun (sampai 2041).
2012 : Pemerintah membahas enam isu strategis yaitu renegosiasi amandemen
kontrak karya: luas wilayah, kelanjutan operasi pemurnian, penggunaan
barang, jasa dan tenaga dalam negeri.
2014 : Renegoisasi kontrak karya PT FI dengan pemerintah Indonesia kembali
dibahas.
2015 : MOU tahap I pemerintah dan PT FI berakhir. Pemerintah dan PT FI sepakat
menandatangani MOU tahap II. Tambahan adalah kontribusi PT FI lebih
besar bagi rakyat Papua, peningkatan aspek keselamatan kerja, peningkatan
pemanfaatan kandungan lokal dalam operasional Freeport. Pemerintah
menjamin perpanjangan operasi PT FI di Papua dengan merevisi peraturan
pemerintah soal perpanjangan kontrak. Pemerintah akan mengontrol penuh
PT FI setelah perubahan kontrak dari kontrak kerja sama menjadi izin usaha
pertambahan khusus (IUPK)
2017 : PT FI tidak lagi mendapatkan izin export konsentrat.
Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat
peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada
zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan
dengan Jenderal Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri
Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah
permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil
pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah
untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama
Freeport (KK-I).
4. Alasan terjadi
Kasus Indosat
Langkah privatisasi tersebut ditujukan bukan hanya untuk mendapatkan penerimaan
negara dengan maksud untuk menambal defisit APBN saja. Namun juga untuk
meningkatkan kinerja BUMN itu sendiri, selain mempercepat penerapan prinsip-
prinsip good corporate governance, membuat akses ke pasar internasional, juga transfer
pengetahuan dan transfer base practise kepada BUMN, serta transfer etos kerja dari
kultur lama ke kultur baru.
Kasus Freeport
Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk
segera melakukan berbagai langkah nyata untuk meningkatkan pembanguan ekonomi.
Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan,
pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang
Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967) serta Undang-undang
Dengan keluarnya undang-undang tersebut maka diperolehlah izin dari pemerintah
untuk menerukan proyek Ertsberg. Izin itulah yang menjadi Kontak Karya I Freeport.
Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk
memperkenalkan dan mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke
Australia.
Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk berdatangan ke wilayah sekitar
tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970
pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk
yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar
selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan,
kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-
jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto
menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama
Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk
Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia yaitu Ali
Budiarjo.
Kritik atas Kasus Indosat dan Kasus Freeport
Kasus Indosat
1. Pelanggaran UUD 1945 pasal 33 ayat 2.
PT. Indosat Tbk merupakan penyedia telekomunikasi terbesar di Indonesia yang
cakupan pasarnya sekitar 80 persen dibandingkan dengan penyedia telekomunikasi
yang lain sehingga bisa dikatakan bahwa PT Indosat Tbk merupakan perusahaan
5. vital karena berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Bila mengacu
pada UUD 1945 pasal 33 ayat 2, kepemilikan saham yang begitu besar ini jelas akan
mengurangi peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya publik pada
masyarakat karena semakin besar pemegang saham membeli saham suatu
perusahaan, maka akan semakin besar pula intervensi yang dapat ia lakukan dalam
menentukan kebijakan perusahaan tersebut.
2. Indikasi melakukan praktik monopoli.
Adanya indikasi bahwa adanya monopoli pasar yang dilakukan oleh perusahaan
induk dari Singtel dan dan STT Singapore yaitu PT Temasek Singapura. Kondisi
monopoli pasar ini merupakan kondisi yang tidak diinginkan dalam suatu
lingkungan industri yang dapat merusak iklim bisnis di Indonesia. Walaupun tidak
menguasai seluruh saham kedua perusahaan tersebut, tetapi lebih dari sepertiga
sahamnya dikuasainya dan secara langsung Temasek mempunyai kewenangan yang
sangat besar dalam mengatur kebijaksanaan, strategi dan profit yang didapatkannya.
Selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mengintervensi dan
mengatur perusahaan-perusahaan ini secara langsung, karena selain berhadapan
dengan Temasek, pemerintah juga akan berhadapan dengan hukum Internasional.
3. Mengurangi kedaulatan negara Indonesia.
Pelepasan sejumlah BUMN adalah sama saja mengurangi kedaulatan dan
kemandirian perekonomian secara langsung maupun tak langsung. Penguasaan
cabang produksi yang strategis oleh perusahaan asing hanya akan merugikan
Negara dan rakyat.
Kasus Freeport
1. Bertambah luasnya konsesi wilayah penambangan berlipat-lipat.
Berdasarkan Kontrak Karya I (KK I), Freeport memperoleh konsesi wilayah
penambangan +/- 1,000 ha. Masa berlaku KK I ini adalah 30 tahun. Yang
diperpanjang pada tahun 1991 selama 30 tahun lagi, dengan Kontrak Karya II (KK
II). Dalam KK II, Freeport memperoleh tambaha wilayah konsesi seluas 2.6 juta ha
(2,600 kali konsesi wilayah penambangan KK I).
2. Negara tidak memiliki kontrol sama sekali kecuali memperoleh royalti.
Dalam persepektif umum, dengan Kontak Karya, seluruh urusan manajemen dan
operasional diserahkan kepada penambang. Negara tidak memiliki kontrol sama
sekali atas kegiatan operasional perusahaan. Negara hanya memperoleh royalty
yang besarnya ditentukan dalam Kontak Karya tersebut. yang besarnya sekian
persen dari hasil produksi. Seluruh biaya menjadi tanggungan kontraktor.
3. Kecilnya Royalti yang diterima Indonesia.
Kecilnya royalty yang diterima oleh Indonesia. Untuk tembaga, royalty sebesar
1,5% dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari US$ 0.9/pound) sampai 3.5%
6. dari harga jual (jika harga US$ 1.1/pound). Sedangkan untuk emas dan perak
ditetapkan sebesar 1% dari harga jual.
4. Bertentangan dengan UU NO. 5/1960.
Kontrak Karya I Freeport bertentangan dengan UU No 5/1960 tentang Ketentuan
Pokok Agraria. Dalam UU tersebut, Negara mengakui hak adat sedangkan Kontak
Karya I, memberikan konsesi yang terletak di atas tanah adat. Bahkan dalam satu
klausul Kontak Karyanya, Freeport diperkenankan untuk memindahkan penduduk
yang berada dalam area Kontrak Karya tersebut.
5. Permasalahan lingkungan.
Terkait masalah lingkungan, tanah adat 7 suku, diantaranya Amungme, diambil dan
dihancurkan pada saat awal beroperasi Freeport.
Limbah tailing yang dihasilkan telah menimbun sekitar 110 km2
wilayah Estuari
dan berakibat tercemar, sedangkan 20 – 40 km bentang sungai Ajkwa beracun dan
133 km2
lahan subur terkubur. Dan saat periode banjir datang, kawasan-kawasan
subur pun tercemar. Perubahan arah sungai Ajkwa menyebabkan banjir, dimana
kehancuran hutan hujan tropis (21 km2
) dan menyebabkan daerah yang semula
kering menjadi rawa.
Para ibu tak lagi bisa mencari siput di sekitar sungai yang merupakan sumber
protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat masuknya orang luar
ke Papua. Timika, kota tambang Freeport, adalah kota dengan penderita HIV AIDS
tertinggi di Indonesia”
6. Pelanggaran HAM
Masalah lain adalah masalah HAM. Banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi
di wilayah kerja Freeport yang ditengarai dilakukan untuk menjamin
keberlangsungan operasional perusahaan.
Solusi
Kasus Indosat
1. Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa Indoensia, pemerintah sebaiknya
melakukan program pemberdayaan ekonomi rakyat secara maksimal dalam
pengelolaan BUMN. Karena privatisasi bukanlah solusi yang tepat dalam
pembangunan ekonomi bangsa tetapi merupakan ancaman dalam pembangunan
perekonomian bangsa pada tahun-tahun yang akan datang. Upaya ini harus menjadi
prioritas dengan memanfaatkan berbagai kemampuan sumber daya dan peluang
yang dimiliki. Bergantung kepada bangsa asing hanya membuat bangsa ini menjadi
bangsa yang kerdil.
2. Privatisasi BUMN harus dikembalikan dalam semangat Pasal 33 UUD 1945 agar
privatisasi BUMN tidak selalu kontroversial dan dianggap menjual aset negara ke
7. asing. Menetapkan sebanyak tiga jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal.
Pertama, saham A (A-shares) yaitu saham yang diperuntukkan khusus bagi investor
ritel dan institusi domestik dan diperdagangkan di pasar sekunder. Kedua, saham B
(B-shares) yaitu saham yang diperdagangkan dalam mata uang asing (US$ di
Shanghai Stock Exchange dan Dollar Hongkong di Shenzen Stock Exchange)
kepada investor domestik dan asing. Ketiga, saham H (H-shares) yaitu saham yang
khusus diperuntukkan bagi investor asing melalui IPO di Hongkong Exchange.
3. Pemerintah mengambil alih PT Indosat dari kepemilikan oleh pihak asing untuk
kemudian ditetapkan sebagai BUMN murni.
Kasus Freeport
1. Berdasarkan Kontrak Kerja I, tidak ada kewajiban Freeport untuk melakukan
divestasi saham ke pihak nasional. Baru di Kontrak Kerja II, Freeport diwajibkan
untuk melakukan divestasi saham ke pihak nasional hingga 51% dalam jangka
waktu 20 tahun. Namun dalam kenyataannya, Freeport tidak pernah menjalankan
kewajiban tersebut dengan alasan PP 20/1994 yang mengatur bahwa asing boleh
menguasai 100% saham perusahaan tambang. Padahal ketentuan ini bertentangan
dengan Kontrak Kerja yang mengharuskan divestasi hingga 51%. Sehingga perlu
dengan upaya yang legal agar Freeport melakukan divestasi saham pada pihak
nasional hingga 51%.
2. Freeport harus beralih dari Kontrak Kerja (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) apabila ingin tetap melakukan usaha di pertambangan di Indonesia
sesuai ketentuan IUPK, seperti
a. negara bisa mencabut jika dianggap merugikan negara.
b. besarnya pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut
dari pemegang IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. hanya diperbolehkan seluas 25.000 hektar (Ha).
d. diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter.
e. pemegang IUPK yangg berbentuk PMA harus divestasi sampai sebesar
51 %, Sehingga dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan, perusahaan
akan jadi milik nasional.
3. Tidak memperpanjang Kontrak Karya apabila Freeport menolak beralih kepada Izin
Usaha Pertambangan Khusus.
Daftar Pustaka
Anonim. 2017. Sejarah Indosat Ooredoo. 2017. Diakses pada 3 Oktober 2017 pukul
10:45. https://indosatooredoo.com/id/about-indosat/com pany-profile/history
8. Anonim. 2017. Freeport Indonesia. Diposting pada tanggal 14 September 2017.
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017 pukul 21:10. https://id.wikipedia.org/wiki/Free
port_Indonesia
Anonim. 2017. Sejarah Kontrak Karya. Diposting pada tanggal 21 Februari 2017.
Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 16:17. https://www.pressreader.com/indo
nesia/kompas/20170221 /282518658265420.
Isnani Ayunia. 2017. Privatisasi PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler Tbk.
Diposting pada tanggal 25 Januari 2017. Diakses pada 3 Oktober 2017 pukul 11:00.
http://isnaniayuniaa. blogspot.co.id/2017/01/privatisasi-pt-indosat-tbk-dan-pt.html.
Iswahyudi Sondi. 2011. Data Dan Fakta: Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia
Bentuk Penjajahan ‘VOC Modern’ (1967-2041). Diposting pada tanggal 20 Desember
2011. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017 pukul 21:37. https://saripedia.wordpress.
com/tag/kontrak-karya-freeport/
Joko Suryanto. 2010. Dibalik Kebijakan Privatisasi BUMN: Sebuah Catatan Kritis.
Diposting pada tanggal 28 Mei 2010. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017 pukul 10:40.
https://joksur.wordpress.com/2010/05/28/dibalik-kebijakan-privatisasi-bumn-sebuah-
catatan-kritis/
Mukhsin N. 2017. Analisa Kasus Penjualan Saham Telkomsel dan Indosat ke Sintel.
Diposting pada tanggal 11 Juni 2012. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 12:38.
http://fredy-purnama.blogspot.co.id/2012/06/analisa-kasus-penjualan-saham-
telkomsel.html
Ratna Puspita Dwipa Nugrahhani. 2008. Peran Negara dan Pasar dalam Kasus
Privatisasi PT. Indosat. Diposting pada tanggal 11 Desember 2008. Diakses pada
tanggal 3 Oktober 2017 pukul 15:31. http://ratnadwipa.blogspot.co.id/2008/12/peran-
negara-dan-pasar-dalam-kasus.html.
Riska Ega Wardani. 2015. Tinjauan Yuridis Mengenai Privatisasi BUMN Terkait
Pemenuhan Pasal 33 UUD 1945 (Studi Kasus Kepemilikan saham PT Telkom dan PT
Indonesia oleh Temasek Singapore. Diposting pada tanggal 29 Januari 2015. Diakses
pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 15:49.
http://riskaegawardani.blogspot.co.id/2015/01/tinjauan-yuridis-mengenai-
privatisasi.html.
Sunarsip. 2011. Mencari Format Privatisasi BUMN Yang Tepat Bagi Indonesia.
Diposting pada tanggal 27 Februari 2011. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017 pukul
22:49.
http://sunarsip.com/index.php?option=com_content&view=article&id=83&catid=37:
bumn&Itemid=129
9. Judul :HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM
SERTA PENGENDALIANNYA
Tugas :Forum 6 BE & GG
Nama Mahasiswa :Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa :55117110127
Dosen Pengampu :Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
=============================================================
a. Pemegang Saham:
Adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham
pada perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan tersebut.
Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek berusaha untuk meningkatkan harga
sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah teori bahwa perusahaan hanya
memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya, dan
seharusnya bekerja demi keuntungan mereka
b1. Hak Pemegang Saham:
1. Hak khusus tergantung dari jenis saham yang dimilikinya.
2. Hak memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki) dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal seperti pemilihan dewan direksi
dan/atau Komisaris.
3. Hak untuk mendapatkan pembagian dividen dari pendapatan perusahaan.
4. Hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan.
5. Hak terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan.
6. Hak - hak lainnya yang tercatat di Anggaran Dasar.
7. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perusahaan secara tepat waktu
dan teratur.
b2. Kewajiban Pemegang Saham:
1. Memberikan pengesahan dalam RUPS atas hal-hal berikut: Business Plan, Rencana
Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan
(RKAP), Rencana Kerja Program Kemitraan, serta Laporan Tahunan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perusahaan
2. Melakukan pembinaan kepada perusahaan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku berdasarkan, namun tidak terbatas pada, prinsip-prinsip
GCG, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness
(TARIF).
10. c. Bagaimana Pemegang Saham Mengendalikan Perusahaan
Sesuai pengertian diatas bahwa pemegang saham adalah juga sebagai pemilik
perusahaan maka pemegang saham dapat mengendalikan terhadap perusahaan yang
dilakukan secara tidak langsung berdasarkan persentase kepemilikan saham.
Ada pun bentuk pengendalian berupa penetapan dan pengesahan rencana kerja, laporan
tahunan dan penggunaan laba, penunjukan direksi yang dilakukan saat rapat umum
pemegang saham (RUPS). Adapun penunjukan direksi oleh dewan komisaris bertujuan
memastikan rencana kerja yang telah ditetapkan saat RUPS serta jalannya perusahaan
sesuai dengan kepentingan mayoritas pemegang saham.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham
http://www.gresnews.com/berita/tips/1035299-hak-dan-kewajiban-pemegang-saham-
perusahaan/0/
http://www.apb-group.com/hak-dan-kewajiban-pemegang-saham/