Dokumen tersebut membahas tantangan otoritarianisme digital pada demokrasi, termasuk penyempitan ruang warga di ranah digital, weaponisasi media sosial, hukum, dan teknologi untuk menekan suara-suara kritis, serta serangan siber yang dialami kelompok-kelompok berisiko seperti jurnalis dan aktivis. Dokumen ini menyimpulkan bahwa Indonesia telah mencapai status "siaga satu" menghadapi ancaman otoritarianisme digital.
1. Tantangan Otoritarianisme
Digital Pada Demokrasi
19 November 2020
Seminar
”Wajah Demokrasi 4.0: Menjaga Ruang Aman Mereka yang Bersuara”
Anti-Corruption Summit 4
2. Hak digital adalah hak asasi dan hak hukum yang menjamin tiap warga
negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan
menyebarluaskan media digital.
HAK AKSES
INFORMASI
HAK UNTUK
BEREKSPRESI
HAK UNTUK
MERASA AMAN
HAK DIGITAL SEBAGAI HAK ASASI
4. RANAH DIGITAL MENJADI
ARENA PERTEMPURAN
“Social media can empower citizens, boost democracy, and help gauge the pulse of public opinion.
However, there are also worrisome counterexamples of social media being used as a tool for
repression”, (E. Morozov, The Net Delusion: The Dark Side of Internet Freedom, PublicAffairs, 2012)
8. 2019
2015
2017
2018
2014
RONNY MARJANTO (KP2KN Jateng)
Pasal 310-311 KUHP, Pasal 27 ayat 3 UU ITE
Melaporkan politik uang
dalam kampanye pilpres
MOHAMMAD AKSA (TCW)
Pasal 27 ayat 3 UU ITE
Melaporkan dugaan korupsi
polisi ke Propam
MUHAMMAD ASRUL (JURNALIS)
Pasal 28 ayat 2 UU ITE, pasal 14-15 UU No 1/1946
Menurunkan laporan berita dugaan
korupsi anak walikota
RUDY LOMBOK (Whistleblower)
Pasal 27 ayat 3 UU ITE
Melaporkan dugaan korupsi
pejabat di instansi pariwisata
MOHAMMAD TRIJANTO (KRPK)
Pasal 27 ayat 3 UU ITE, pasal 14-15 UU No 1/1946
Melaporkan dugaan korupsi
pimpinan daerah
2020
FRANS JOSUA NAPITU
Diskorsing 6 bulan
Melaporkan dugaan korupsi
pimpinan universitas
9. Serangan Siber Terarah adalah upaya terus-
menerus untuk menyusup dan menginfiltrasi ke
perangkat dan infrastruktur jaringan dari individu,
kelompok, organisasi, dan komunitas tertentu.
Serangan siber yang terarah dan sistematis ini
bukan seperti spam atau penipuan finansial biasa
yang mungkin ditemui secara acak di Internet.
Sebaliknya, serangan siber jenis ini berfokus
pada target tertentu, yakni kelompok beresiko
seperti jurnalis, akademisi, aktivis mahasiswa,
pembela HAM, pejuang masyarakat adat, aktivis
lingkungan, aktivis anti korupsi, jurnalis/aktivis
perempuan dan serangan siber ini dimotivasi
oleh tujuan politik.
WEAPONIZATION OF TECHNOLOGY
10. Sep-19 Nov-19 Apr-20 Mei 2020 Juni 2020 Juli 2020
Agustus
2020
Sep-20 Oct-20 Nov-20
Kasus 6 1 2 3 15 7 9 9 31 2
0
5
10
15
20
25
30
35
JUMLAHINSIDEN
KASUS
ANGKA SERANGAN SIBER TERARAH
11. 20202019
3 ORANG KOALISI MAHASISWA UNPAD
Peretasan Whatsapp, dipakai untuk
sebarkan terror palsu, pemesanan fiktif,
ancaman pembunuhan
Sudah dilaporkan ke Polda Jabar
INDONESIA CORRUPTION WATCH
Peretasan 2 akun Instagram dan percobaan
pengambilan akun humas ICW di Telegram
Sudah dilaporkan ke Platform
2 AKADEMISI DI YOGYA
Peretasan Whatsapp, dipakai untuk
Kampanye palsu, teror telpon gelap.
Percobaan pengambilan akun Telegram
1 AKTIVIS DI JAKARTA
Peretasan Whatsapp/ponsel, penyebaran
Foto intim dengan narasi miring di medsos
12. Online Censorship
Cyber Surveillance
Internet Shutdown Bandwith throttling
Kill Switch/Switch off
Spyware
Cyber Patrol
Filtering
Blocking website/apps
PRAKTIK OTORITARIANISME DIGITAL
Indonesia telah mencapai status “siaga satu” menghadapi Otoritarianisme Digital.
13. PEMBELAJARAN BERSAMA
• Mayantara yang diharapkan menjadi ruang subur demokrasi (utopia)
menjadi ruang yang anti-demokrasi karena algoritma gelap dan
banyaknya disinformasi (technological dystopia).
• Demokrasi (digital) harus berhadap-hadapan langsung dengan
weaponization of social media, law, technology.
• Serangan siber dialami oleh kelompok beresiko: pembela HAM,
aktivis anti-korupsi, jurnalis.
• Represi teknologi merupakan karakter utama dari Otoritarianisme
Digital
• Banyak individu dan kelompok kritis yang belum punya standar
keamanan digital dalam melindungi dirinya