Situasi Kebebasan Berkumpul dan Berekspresi di Indonesia
Menertibkan Hoax Sebagai Dalih Represi Digital.pdf
1. "Kalau pemerintah sudah
bilang itu hoaks, ya hoaks!”
– Menkominfo Johny G. Plate, Mata
Najwa 2020
Defending Digital Rights
in Southeast Asia
MENERTIBKAN HOAKS SEBAGAI
DALIH ATAS REPRESI DIGITAL
Damar Juniarto
Executive Director SAFEnet
RISOS 9
30 September 2022
2. • Tahun 2018, SAFEnet meluncurkan laporan dengan judul Menertibkan “Hoax” Sebagai
Dalih Pengekangan Kebebasan Ekspresi di Asia Tenggara.
• Di setiap negara Asia Tenggara, hoax memiliki arti yang luas tergantung siapa yang
mendorong kepentingan politik dari histeria hoax.
• Di beberapa negara, pemerintah menggunakan “hoax” sebagai alasan untuk
membungkam kritik. Sementara di beberapa negara lain, pemerintah menggunakan
“hoax” untuk membenarkan tindakan mereka terhadap kejahatan atas kemanusiaan.
• Yang unik dari konteks kawasan Asia Tenggara adalah hoaks atau disinformasi beroperasi
dalam kerangka di mana undang-undang yang ada sudah menghambat kebebasan
berekspresi. Di negara-negara seperti Filipina, Indonesia, dan Myanmar, disinformasi dan
retorika kebencian online memiliki konsekuensi serius bagi opini publik. Dalam kasus
seperti Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Singapura, di mana ada undang-undang yang
membatasi kebebasan berekspresi, media sosial telah menjadi jalan baru bagi pemerintah
untuk melakukan kontrol atas kebebasan berbicara.
• Pemerintah-pemerintah ini mengeksploitasi kekhawatiran atas ”hoax" untuk mengadopsi
proposal untuk meningkatkan kontrol negara atas komunikasi online dan memperluas
penyensoran dan pengawasan Internet.
RINGKASAN LAPORAN
3. Article 27 point 3 UU ITE
Article 28 point 2 UU ITE
Article 14-15 UU No. 1 / 1946
POFMA 2019
Social Media Regulation Act of 2017
Article 88 and 258 of the Criminal Code
and Decree 72
Article 112 of Criminal
Code (lese majeste law)
Akta Berita Tak Benar 2018
11 April 2018.
Social Media
Monitoring Team
Regulation on online web and
social media 28 May 2018
Sumber: How “Hoax” Hysteria Used to Justify Tighter Internet Laws and Repress Free Expression in Southeast Asia
http://safenet.or.id/2018/06/how-hoax-hysteria-used-to-justify-tighter-internet-laws-and-repress-free-expression-in-southeast-asia/
REGULASI ANTI HOAX DI KAWASAN
4. “Social media can empower citizens, boost democracy, and help gauge the pulse of
public opinion. However, there are also worrisome counterexamples of social media
being used as a tool for repression”
– E. Morozov, The Net Delusion: The Dark Side of Internet Freedom, 2012
…. authoritarian regimes in Southeast Asia have adapted to new technologies and
are increasingly using social media and the internet for their own ends. They have
enhanced censorship and online repression and are employing the internet to co-opt
certain social groups, repress critics and legitimize their rule.
Social media is furthering polarization and distrust in Southeast Asian societies,
often based on disinformation campaigns and growing sectarianism.” – Bunte, From
Grassroots Movement to Disinformation: Social Media in Southeast Asia, 2021
KONTEKS SITUASI DI KAWASAN
5. DICAP HOAX
DISIDANG DAN DIPENJARA
DIPUTUS AKSES INTERNET
DITERTIBKAN OLEH POLISI
DITANAM BUKTI PALSU LEWAT PERETASAN
PERINTAH PENGHAPUSAN KE PLATFORM
PRAKTIK DI INDONESIA
7. DASAR PEMIDANAAN
Pasal 27 ayat 3 UU ITE
Tentang Pencemaran
Nama
Pasal 28 ayat 2 UU ITE
Tentang Ujaran
Kebencian
Pasal 40 ayat 1 dan 2 UU
ITE Tentang Pemutusan
Akses Ilegal
Pasal 14 dan 15 UU No. 1
Tahun 1946 tentang
perbuatan onar
Peraturan Pemerintah
No. 71 Tahun 2019
Permenkominfo No. 5
Tahun 2020,
diamandemen dengan
Permenkominfo No. 10
Tahun 2021
10. Surat Telegram Kapolri
No. ST/1100/IV/HUK.7.1.2020
tentang Patroli Siber
Polisi aktif patroli siber untuk monitoring perkembangan situasi, serta opini di ruang siber, dengan sasaran
penyebaran hoax terkait COVID-19, hoaks terkait kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran wabah
COVID-19, penghinaan kepada penguasa/presiden dan pejabat pemerintah. Penerapan polisi virtual di medsos.
SE Kapolri SE/2/II/2021
tentang Polisi Virtual
DITERTIBKAN OLEH POLISI
12. Peraturan Menteri (PM) 5/2020 dan
amandemennya PM 10/2021 adalah
pelanggaran hak asasi manusia (digital)
yang paling invasif. - EFF
Pada tanggal 20 Juli 2022, Kominfo mulai
memblokir Paypal, Yahoo, DOTA 2, Steam,
Counter Strike, Epic games, Origin karena
tidak mendaftar ke platform Online
Submission System (OSS).
Pasal 13
Kewajiban platform untuk menghentikan
akses terhadap Informasi Elektronik dan
Dokumen Elektronik yang dilarang.
Pasal 15
Batas waktu 1x24 jam dan prosedur
untuk menghentikan akses ke konten
terlarang.
PERINTAH PENGHAPUSAN KE PLATFORM
Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/26/google-
indonesia-paling-banyak-minta-penghapusan-konten
13. Online
Censorship
Information
Warfare
Cyber
Surveillance
Internet
Shutdown
Bandwith throttling
Kill Switch/Switch off
Spyware
Cyber Patrol
Virtual Police
Filtering
Blocking website/apps
Computational Propaganda
Cyber Troops/Mercenaries
Definisi:
• penggunaan teknologi informasi digital oleh rezim otoriter untuk mengawasi, menindas, dan memanipulasi populasi
domestik dan asing. (Alina Polyakova & Chris Meserole, 2019)
• penggunaan berbagai teknologi digital dengan tujuan untuk mengawasi, menindas, dan memanipulasi warga (Scott,
2021).
OTORITARIANISME DIGITAL
14. Informasi Sebagai Senjata Hukum sebagai Senjata Teknologi sebagai senjata
Sensor Online
Online Trolling
Disinformasi
Manipulasi opini
• Paid-influencer
• Trending topic
Propaganda
komputasional
Amuk siber
Aturan hukum:
Strategic Lawsuits Against Public Participation
(SLAPP) dengan pidana pencemaran nama baik
dan ujaran kebencian di UU ITE, keonaran di UU
No. 1, kewenangan pemutusan akses di pasal
40 UU ITE, PP 71 Tahun 2019 & Permenkominfo
No. 5 Tahun 2020
Penegakan Hukum:
Polisi Siber untuk memonitor perkembangan
situasi, serta opini di ruang siber, dengan
sasaran penyebaran hoax terkait COVID-19,
Hoaks terkait kebijakan pemerintah dalam
mengantisipasi penyebaran wabah COVID-19,
penghinaan kepada penguasa/presiden dan
pejabat pemerintah.
Ketertiban Umum:
Polisi Virtual melakukan pemolisian narasi
sesuai Surat Edaran No. SE/2/II/2021 tgl 19
Februari 2021
Serangan ringan: doxing, pencurian
identitas digital, peniruan identitas,
demoralisasi, perkataan yang
mendorong kebencian, pembuatan
profiling
Serangan keras: malware, peretasan
akun (media, media sosial, instant
messaging), DDoS, pemblokiran situs
web, deplatforming, robo calls
Pengintaian siber: Fake BTS – IMSI
Catcher, spyware
Serangan ke infrastruktur:
• Bandwith throttling
• Internet shutdown/kill switch
REPRESI DIGITAL