Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) merupakan pendekatan penganggaran berbasis kebijakan untuk periode lebih dari satu tahun anggaran guna memastikan kesinambungan program dan mengoptimalkan pencapaian tujuan. KPJM telah diatur dalam peraturan daerah dan RKA-SKPD guna mengintegrasikan perencanaan, anggaran, dan kinerja untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Konsep dan Paradigma Baru dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
KPJM dalam APBD
1. erangka pengeluaran jangka menengah
(KPJM) dalam APBD
FEBRUARI 8, 2010
tags: apbd, APBN, dana cadangan, kegiatan, Kerangka pengeluaran
jangka menengah, kesinambungan, KPJM, MTEF, multi-term
expenditure framework, multi-
years, pembiayaan, pemda,pendanaan, Permendagri No.13/2006., PP
No.58/2005, program,proyek, Public Expenditure
Management, RKPD, RPJM, RPJP
by syukriy
Kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) atau multi-term
expenditure framework (MTEF) merupakan konsep terbaik dalam
pengelolaan keuangan publik (public expenditure
management/PEM) saat ini, khususnya di negara berkembang yang
memiliki kelemahan dalam manajemen keuangan publiknya. MTEF
mengintegrasikan kebijakan ekonomi makro dan fiskal dalam
beberapa tahun anggaran, dan menghubungkan antara kebijakan
(policy), perencanaan (planning), dan penganggaran (budgeting)
secara komprehensif.
A. Tujuan KPJM/MTEF
Secara umum, tujuan MTEF adalah
1. Memperbaiki situasi fiskal secara makro, sehingga dapat
menurunkan defisit anggaran, meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, dan lebih rasional dalam menjaga stabilitas ekonomi.
2. Meningkatkan dampak kebijakan pemerintah dengan cara
mengaitkan prioritsa dan kebijakan pemerintah dengan
program-program yang dilaksanakan
3. Meningkatkan kinerja dan dampak program, salah satunya
dengan cara mengubah kultur birokrasi dari administratif ke
manajerial
4. Menciptakan fleksibilitas manajerial dan inovasi sehingga
tercapai rasio cost/output yang lebih rendah, peningkatan
2. efektifitas program/kebijakan, dan meningkatkan prediktabilitas
sumberdaya.
Menurut World Bank (1998) tujuan MTEF adalah:
1. Mengembangkan keseimbangan dalam kebijakan ekonomi
makro dan penegakan disiplin fiskal;
2. Mengalokasikan sumberdaya sektoral secara lebih baik;
3. Prediktabilitas anggaran yang lebih baik untuk setiap urusan
atau kewenangan;
4. Akuntabilitas politik yang lebih baik untuk outcome pengeluaran
publik dalam suatu proses pembuatan keputusan
yang legitimate;
5. Menghasilkan pengambilan keputusan penganggaran yang lebih
kredibel.
World Bank (1998: 47-51) menyebutkan enam tahapan dalam
MTEF, yakni:
1. Pembentukan kerangka ekonomi makro dan fiscal: Tahap ini
dicirikan dengan pembentukan model ekonomi kamro yang
dapat pemproyeksi pendapatan dan pengeluaran dalam jangka
menengah (multi-year);
2. Pengembangan program-program sektoral, yang dilaksanakan
dengan melakukan: (a) kesepakatan atas objectives, outputs,
dan activities setiap sektor, (b) mereviu dan mengembangkan
program dan sub-program, dan (c) membuat estimasi kebutuhan
biaya untuk masing-masing program.
3. Pengembangan kerangka pengeluaran sektoral, yakni dengan
menganalisis trade-off yang terjadi antar-sektor dan di dalam
sektor sendiri dan membangun konsensus terkait dengan
pengalokasian sumberdaya dalam jangka panjang (stratejik).
4. Mendefinisikan alokasi-alokasi sumberdaya sektoral dengan
cara menentukan budgetceilings sektor untuk jangka menengah
(3-5 tahun).
3. 5. Penyiapan anggaran sektoral: program-program sektoral yang
bersifat jangka menengah didasarkan pada budget ceilings.
6. Pengesahan MTEF secara politik, yakni melalui pemaparan
estimasi anggaran ke kabinet dan parlemen untuk disahkan.
B. KPJM/MTEF dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di
Indonesia
Pasal 1 angka 33 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dan
pasal 1 angka 35 Peraturan Menteri Dalam Negeri No13/2006
menyatakan: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah
pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan
pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan
dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan
mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang
bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju.
Prakiraan maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan
dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang
direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan
kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan
anggaran tahun berikutnya.[i]Konsep yang juga tidak dapat
dipisahkan adalah anggaran terpadu (unified budgeting), yang
didefinisikan sebagai penyusunan rencana keuangan tahunan yang
dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip
pencapaian efisiensi alokasi dana.
Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat ditemukan beberapa hal
penting dalam KPJM, yakni:
1. Penggunaan pendekatan penganggaran berdasarkan
kebijakan. Kebijakan dibuat untuk memecahkan masalah atau
memenuhi suatu kebutuhan yang teridentifikasi dan disepakati
oleh pelaksana (eksekutif) dan lembaga perwakilan (legislatif).
Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia, kebijakan ini
disebut Kebijakan Umum APBD (KUA), yang dilengkapi dengan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan harus
4. disepakati dulu dalam bentuk penandatanganan Nota
Kesepakatan antara kepala daerah dan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam persepktif lebih luas,
klausul kebijakan tentang pelaksanaan suatu program/kegiatan
yang melebihi satu tahun anggaran dicantumkan dalam
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
2. Pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan
dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Tahun
anggaran dengan menggunakan durasi satu tahun kalender,
yakni 1 Januari sampai 31 Desember, dipandang tidak selalu
memadai untuk menampung kebutuhan daerah dalam
mencapai outcome dari suatu program/kegiatan. Untuk itu
dimungkinkan suatu program/kegiatan dilaksanakan melebihi
waktu satu tahun anggaran.
3. Implikasi biaya atau kebutuhan dana. Kebutuhan biaya untuk
pelaksanaan program/kegiatan yang melebihi waktu satu tahun
harus diestimasi sejak awal (bersifat indikatif). Hal ini secara
implisit telah diprediksi ketika target kinerja (outcome) yang
hendak dicapai pada akhir priode jangka menengah (multi-year)
telah dapat ditentukan, baik untuk akhir periode program
maupun untuk masing-masing tahun pelaksanaan.
4. Memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah
disetujui. Hakikat dari penganggaran berbasis kinerja bukanlah
periode pelaksanaan anggaran, tetapi hasil (outcome) yang
hendak dicapai. Outcome merupakan solusi atas
masalah/kebutuhan yang dihadapi pemerintah dan/atau
masyarakat, sementara periode anggaran adalah mekanisme
untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban anggaran. Dengan demikian,
kesinambungan pelaksanaan program/kegiatan selama
beberapa tahun anggaran merupakan keniscayaan untuk
mencapai hasil (outcome) yang telah ditetapkan.
5. Menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Besaran alokasi anggaran yang telah diestimasi sejak awal akan
memudahkan dalam penyusunan anggaran periode selanjutnya.
5. Pencapaian tahun berjalan akan menjadi dasar pengalokasian
tahun mendatang.
6. Terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan
kegiatan pemerintahan. Hal ini bermakna bahwa pelaksanaan
program/kegiatan dapat mencakup semua jenis belanja, yakni
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal,
yang dianggarkan dalam satu dokumen yang sama. Pemda
membuat aturan khusus terkait besaran, komposisi dan proporsi
jenis belanja yang dibutuhkan dalam suatu program/kegiatan.
C. KPJM/MTEF dalam RKA-SKPD
Format RKA-SKPD telah mengakomodasi konsep KPJM ini. Dalam
format Formulir Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (RKA-SKPD) 2.2.1, yakni dokumen yang memuat
rencana kegiatan (dengan menggunakan anggaran belanja
langsung), dapat ditemukan anggaran untuk tahun sebelumnya (n-
1), tahun berjalan/yang akan dilaksanakan (n), dan tahun yang akan
datang (n + 1)
Dokumen RKA-SKPD 2.2.1 bisa dibuat oleh SKPD apabila telah ada:
Perda tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah yang memuat pasal KPJM/MTEF.
Perda atau peraturan kepala daerah yang mengatur tentang KPJM/MTEF (karakteristik/persyaratan,
mekanisme, penatausahaan, pertanggungjawaban, pengukuran kinerja).
Sumber pendanaan yang sudah “terjamin”, misalnya dari dana cadangan atau pinjaman daerah.
Nama program/kegiatan sudah tercantum dalam RKPD, KUA, dan PPAS.
Sesuai dengan Tupoksi SKPD yang bersangkutan.
Referensi
World Bank. 1998. Public Expenditure Management Handbook. Washington, DC: The World Bank.
Allen, Richard and Daniel Tommasi. 2001. Managing Public Expenditre: A Reference Book for
Transition Countries. Paris: OECD.
Le Houerou, Philippe and Robert Taliercio. 2002. Medium Term Expenditure Frameworks: From
Concept to Practice. Preliminary Lessons from Africa. The World Bank, African Region Working Paper
Series No. 28.
Peraturan Pemerintah No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.