Dokumen tersebut membahas tentang kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain: (1) masalah kesehatan reproduksi merupakan permasalahan besar bagi remaja Indonesia; (2) salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami remaja adalah leukorea yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan antiseptik berlebihan; (3) diperlukan upaya peningkatan pengetahuan dan
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut WHO merupakan suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan. Kesehatan menurut WHO ini mengandung 3
karakteristik, yaitu merefleksikan perhatian pada individu sebagai
manusia, memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan
eksternal, dan sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Menurut Undang-undang No. 36 pasal 1 tahun 2009, kesehatan
merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
International Conference on Population and Development / ICPD
(Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan) bertujuan
meningkatkan kualitas hidup bagi semua manusia di seluruh dunia yang
menitikbertakan pada pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan;
dan Millenium Development Goals / MDGs (2000) merupakan tujuan
dengan titik berat pada peranan perempuan yang akan dicapai pada 2015
(Jazila, 2008, CEDAW, ICPD, dan MDGs Melihat Hak Kesehatan
Reproduksi, ¶ 1, www.ihap.or.id, diperoleh pada tanggal 7 Mei 2012).
1
2. 2
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan
dengan alat, fungsi serta proses reproduksi bukannya kondisi yang bebas
dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan
seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Reproduksi sehat berarti perilaku individu yang berkaitan dengan fungsi
dan proses reproduksi termasuk prilaku seksual yang sehat (Depkes RI,
2000).
Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan
suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung
kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan
penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup
kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan
hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan
perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan
melalaui hubungan seks (Harahap, 2003).
Remaja di Indonesia mencakup seperempat dari seluruh jumlah
penduduk di Indonesia. Mengingat remaja merupakan masa transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa maka remaja memiliki tugas
perkembangan yang tidak mudah. Mereka harus mendapatkan identitas
diri yang positif agar dapat berkembang sebagai dewasa muda yang
sehat dan produktif. Dengan jumlah populasi yang mencapai seperempat
penduduk di Indonesia maka permasalahan yang timbul akan menjadi
sedemikian besarnya. Permasalahan utama yang timbul pada remaja
adalah tentang kesehatan reproduksi ( Yunike, 2009).
3. 3
Keadaan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia saat ini masih
belum seperti yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan keadaan di
negara ASEAN lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak aspek
kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak
secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi,
keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial (Departemen Kesehatan RI,
2001).
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan,
hubungan seksual pranikah, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh
media masa, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan
keluarganya. Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana
remaja tersebut dalam merawat dan menjaga kebersihan vaginanya. Bila
alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan
itu memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja putri mudah terkena infeksi
genital bila tidak menjaga kebersihan vaginanya karena organ vagina
yang letaknya dekat dengan anus (Anonym, 2011, Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja, ¶ 1,
http://repository.usu.ac.id/, diperoleh tanggal 26 Februari 2012).
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
khususnya kebersihan vagina salah satunya disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara
reproduksi. Hal tersebut diperkuat oleh Mubarak (2011) bahwa
pengetahuan merupakan domain yang berpengaruh dalam membentuk
4. 4
perilaku seseorang. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Lawrence Green (1980, dalam Mubarak, 2011) bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, pendukung dan
pendorong. Dari ketiga faktor tersebut, pengetahuan merupakan faktor
predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian
perilaku yang kurang baik dalam membersihkan genitalia disebabkan oleh
pengetahuan yang kurang.
Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting untuk remaja
khususnya remaja putri karena pada saat usia remaja terjadi
perkembangan yang sangat dinamis baik secara biologi maupun psikologi
dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja
seperti informasi yang di terima, orang tua, teman, orang terdekat, media
massa dan seringnya diskusi (Putriani, 2010).
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Sehingga kondisi mereka dikatakan
masih labil. Hal ini terbukti dengan kejadian mereka yang mudah tergoda
dengan segala macam hal yang baru. Banyak remaja khususnya remaja
putri yang tidak percaya diri dengan daerah pribadi mereka. Sehingga
memilih untuk menggunakan berbagai macam produk yang ditawarkan
tanpa mengetahui lebih lanjut resiko yang akan terjadi (Sugata, 2010,
remaja, ¶ 3, http://scribd.com, diperoleh pada tanggal 27 Februari 2012).
Diantara produk-produk yang ditawarkan kepada para remaja ini
tentunya dari berbagai merk. Namun isi dari produk tersebut salah
satunya adalah daun sirih yang telah diolah menjadi sabun antiseptik
5. 5
untuk pembersih vagina yang telah dicampur dengan bahan-bahan lain
seperti stelechocarpus burahol, gambir, pinang, kencur ekstrak dan
sebagainya. Karena sabun antiseptik daun sirih ini berbagai macam
merk,sehingga kandungannya pun berbeda.
Sabun antiseptik daun sirih adalah sabun dari daun sirih yang
memiliki kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antiseptik.
Minyak atsiri daun sirih mengandung fenol dan kavinol. Fenol yang
dihasilkan dari ekstrak daun sirih merupakan senyawa golongan alkohol,
yang memiliki daya antiseptik lima kali lebih lama dari pada senyawa
fenol biasa (Dalimartha, 2006).
Sabun antiseptik daun sirih ini dapat digunakan sebagai antiseptik,
tetapi apabila penggunaannya berlebihan dapat meningkatkan keasaman
vagina. Dampaknya, kuman jahat hidup subur, jamur salah satunya.
Vagina yang terserang jamur candida memiliki ciri-ciri leukorea seperti
susu pecah, gatal, dan terasa perih saat kencing. Secara alamiah dalam
setiap vagina terdapat bakteri baik (flora normal vagina). Bakteri baik itu
berfungsi mengusir kuman yang merugikan. Pemakaian sabun vagina
berlebihan justru membunuh bakteri baik yang kemudian mempermudah
kuman masuk ke vagina (Ilmiah, 2011).
Leukorea (keputihan) merupakan gejala yang sangat sering dialami
oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua
sesudah gangguan haid. Leukorea seringkali tidak ditangani dengan
serius oleh para remaja. Padahal, leukorea bisa jadi indikasi adanya
penyakit. Leukorea yang fisiologis terjadi pada saat seorang perempuan
6. 6
terangsang sistem birahinya menjelang menstruasi, sesudah menstruasi,
atau ditengah-tengah siklus, jumlahnya tidak begitu banyak, berwarna
jernih, putih (kadang-kadang meninggalkan bekas kuning di celana
dalam), tidak berbau dan tidak disertai keluhan seperti gatal, nyeri,
bengkak pada alat kelamin. Kebanyakan leukorea yang berbau dan
warnanya kuning harus diwaspadai karena beresiko timbulnya penyakit
atau infeksi genitalia (Wahyudi, 2002).
Para remaja harus waspada terhadap gejala leukorea. Kejadian
leukorea akibat kesalahan cara perawatan vagina dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan akan menimbulkan berbagai penyakit infeksi
genitalia diantaranya vulvitis (infeksi vulva), vaginitis kandidiasi (leukorea
kental bergumpal dan terasa sangat gatal), servisitis dan endometritis
(infeksi pada lapisan dalam dari rahim) (Manuaba, 2009).
Menurut Kusmanto (2012), leukorea dapat disebabkan karena
penggunaan antiseptik yang berlebihan. Antiseptik tersebut dapat
menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina bisa ikut mati. Selain itu,
kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan yang berlebihan
dapat meningkatkan keasaman daerah vagina. Penelitian yang telah
dilakukan menyebutkan 3 dari 4 wanita di sana pernah mengalami
keputihan akibat penggunaan sabun pembersih vagina yang berlebihan
(Anonym, 2012, penyebab penggunaan antiseptik berlebihan terhadap
leukorea, ¶ 4, http://indonesiaindonesia.com, diperoleh tanggal 14 maret
2012).
7. 7
Data penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukan bahwa
75% wanita di dunia pasti mengalami leukorea paling tidak sekali seumur
hidup dan 45% diantaranya mengalami leukorea sebanyak 2 kali atau
lebih (Medica holistik, 2008). Di Indonesia kejadian leukorea semakin
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa tahun 2002,
50% wanita Indonesia pernah mengalami leukorea, kemudian pada tahun
2003 60% wanita pernah mengalami leukorea, sedangkan pada tahun
2004, hampir 70% wanita di Indonesia pernah mengalami leukorea
setidaknya sekali dalam hidupnya (Prasetyowati, 2009).
Di Indonesia kejadian leukorea lebih tinggi yaitu mencapai 70%
remaja mengalami leukorea yang disebabkan oleh jamur dan parasit
seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini
berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja, karena cuaca di
Indonesia yang lembab sehingga mudah terinfeksi jamur Candida
albicans yang merupakan salah satu penyebab leukorea. Kondisi seperti
ini bisa dicegah dengan kebiasaan hygiene pribadi yang baik, sedangkan
kebisaan ini sendiri merupakan perilaku yang harus dibiasakan oleh
setiap individu, untuk itu dalam hal ini perawat mempunyai peranan
penting untuk mendidik masyarakat khususnya remaja tentang
pentingnya hygiene pribadi yang baik untuk mencegah terjadinya
leukorea yang patologis (Dianis, 2010).
Jumlah remaja usia 10-24 tahun di Jawa Barat tahun 2008 sudah
mencapai 11.662.000 orang. Jumlah remaja yang semakin meningkat
diikuti oleh permasalahan remaja yang semakin meluas terutama yang
terkait dengan kesehatan reproduksinya. Di Jawa Barat, tidak banyak
8. 8
lembaga yang khusus menangani permasalahan kesehatan reproduksi
remaja apalagi mengikutsertakan layanan yang ramah remaja. Total
remaja yang dijangkau oleh 3 youth centre di Jawa Barat (Bandung,
Tasikmalaya dan Cirebon) dan program-program lainnya selama tahun
2007 – 2008 hanya 0.72 % dari total remaja usia 10-24 tahun di Jawa
Barat. Angka ini menggambarkan betapa kecilnya jumlah remaja yang
terpapar informasi dan layanan yang terkait dengan KRR (Mukaromah,
2009, Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja Jawa Barat, ¶ 1,
http://mcrpkbi.wordpress.com/, diperoleh tanggal 27 Juni 2012).
Penelitian Afriani (2005, dalam Prasetyowati, 2009) yang dilakukan
di SMAN 1 Kota Salatiga diperoleh 76% remaja mengalami leukorea
normal, sedangkan 23% remaja mengalami leukorea tidak normal.
Sedangkan hasil penelitian Farah (2009) tentang kejadian leukorea pada
siswi kelas XI di SMA Negeri 1 Jepara didapatkan dari 80 remaja terdapat
44 (62,5%) mengalami leukorea. Sebanyak 36 (52,5%) yang mengalami
leukorea karena tidak tahu cara membersihkan alat genitalianya dengan
baik dan benar.
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat telah membentuk komisi
kesehatan reproduksi sebagai keberlanjutan dari kesepakatan nasional,
menerapkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dilaksanakan secara
terpadu, berkualitas, dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan
melalui paket pelayanan kesehatan reproduksi, tetapi tidak semua daerah
melakukannya. Pemerintahan Daerah Kabupaten Tasikmalaya
mengeluarkan sejumlah kebijakan yang selanjutnya dituangkan dalam
peraturan daerah, diantaranya kebijakan penyelenggaraan Kesehatan
9. 9
Reproduksi untuk para remaja, sehingga remaja dapat menambah
wawasan tentang cara menjaga kesehatan reproduksinya (Yunike, 2010).
Secara geografis, Kota Garut terbagi menjadi tiga bagian yaitu
Garut Utara, Garut Kota dan Garut Selatan. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk di Kota Garut mencapai 874.920 jiwa. Jumlah remaja wanita di
Kota Garut mencapai 108.701 jiwa. Pemerintahan Daerah Kabupaten
Garut belum memberikan penyuluhan ataupun mengadakan bimbingan
konseling mengenai kesehatan reproduksi pada kalangan remaja,
sehingga belum ditemukan data mengenai jumlah remaja di Kota Garut
yang mengalami infeksi genitalia (Badan Pusat Statistik Garut, 2010).
Dari berbagai bagian di wilayah Garut ini terdapat banyak SMA baik
yang negeri maupun swasta. Salah satu SMA yang di ambil sebagai
sampel penelitian dari berbagai wilayah Garut ini adalah SMAN 19 Garut
yang jaraknya mencapai 10km dari pusat kota kearah selatan.
Sedangkan untuk pembandingnya di ambil dari Garut Utara yaitu SMAN 1
Leuwigoong dan Garut Selatan yaitu SMA 1 Handayani Pameungpeuk.
Setelah dilakukan wawancara dari ketiga SMA ini, didapatkan hasil
bahwa setiap remaja yang dilakukan wawancara mengaku tidak tahu cara
menjaga dan merawat vaginanya dengan baik dan tidak tahu efek
samping dari penggunaan sabun antiseptik daun sirih dalam jangka waktu
yang panjang dan pemakaian yang berlebihan.
Adapun hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan
memberikan angket kepada masing-masing sampel di SMAN 19 Garut,
10. 10
SMA 1 Leuwigoong dan SMA Handayani 1 Pameungpeuk, didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 1.1 Data Hasil Studi Pendahuluan siswi yang Menggunakan
Sabun Antiseptik Daun Sirih dan Kejadian Leukorea di
Berbagai SMA di Kota Garut Tahun 2012
No
Letak
Wilayah
Nama
Sekolah
Banyak
Respond
en
Jumlah
Pengguna Sabun
antiseptik
daunsirih
Jumlah
Pengguna
air biasa
Kejadian
leukorea
patologis
Kejadian
leukorea
normal
1
Garut
Utara
SMA 1
Leuwigoong
20 orang 10 orang 10 orang 11 orang 9 orang
2
Garut
Kota
SMAN 19
Garut
20 orang 12 orang 8 orang 12 orang 8 orang
3
Garut
Selatan
SMA
Handayani 1
Pameungpe
uk
20 orang 9 orang 11 orang 8 orang 12 orang
Berdasarkan tabel diatas, jumlah responden tertinggi yang
menggunakan sabun antiseptik daun sirih adalah SMAN 19 Garut. Saat
ini tercatat jumlah siswa perempuan kelas X dan XI SMAN 19 Garut
tahun 2011/2012 yaitu sebanyak 230 siswa, yang terdiri dari siswa kelas
X 113 orang dan siswa kelas XI 117 orang. Siswa yang sekolah di SMA ini
belum mendapatkan informasi yang jelas tentang pentingnya menjaga
kebersihan vagina, sehingga siswa remaja wanita yang sekolah di SMA
ini dapat dengan mudah menggunakan berbagai macam produk untuk
membersihkan alat genitalianya.
Studi pendahuluan di SMAN 19 Garut ini dilakukan pada kelas XI
IPA dan XI IPS. Kelas XI IPA sebanyak 10 orang, kelas XI IPS sebanyak
10 orang dengan jumlah siswa 20 orang, didapatkan 12 orang (60%)
mengatakan setiap mandi menggunakan sabun antiseptik daun sirih
sebagai pembersih vaginanya dan mengalami leukorea yang berwarna
11. 11
kuning dan berbau, sehingga mengalami gatal-gatal pada vaginanya.
Sementara 8 orang lainnya mengatakan tidak menggunakan sabun
antiseptik daun sirih untuk membersihkan vaginanya dan mengalami
leukorea berwarna bening dan tidak berbau. Siswa lain yang tidak
menggunakan sabun antiseptik daun sirih mengatakan hanya
menggunakan air biasa untuk mencuci vaginanya dan hanya mengalami
leukorea yang berwarna putih. Kebanyakan siswa ini malu untuk
mengungkapkan ketidaktahuannya tentang cara menjaga kebersihan
vaginanya, sehingga angka terjadinya leukorea akibat dari kesalahan
cara membersihkannya pun lebih tinggi di banding SMA lainnya.
Dari fenomena yang didapat, penulis tertarik untuk mengetahui
“Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Sabun Antiseptik Daun
Sirih dengan Kejadian Leukorea di SMAN 19 Garut”. Dengan demikian,
untuk meminimalkan keadaan tersebut, perawat perlu mengidentifikasi
pengetahuan remaja tentang sabun antiseptik daun sirih dan kejadian
leukorea sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah hubungan
Pengetahuan Remaja Putri tentang Penggunaan Sabun Antiseptik Daun
Sirih dengan Kejadian leukorea di SMAN 19 Garut tahun 2012?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
12. 12
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Remaja Putri tentang
Penggunaan Sabun Antiseptik Daun Sirih dengan Kejadian leukorea di
SMAN 19 Garut tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih di SMAN 19 Garut tahun
2012.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian leukorea di SMAN 19 Garut
tahun 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian leukorea di
SMAN 19 Garut tahun 2012.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan dalam kesehatan reproduksi tentang cara personal
hygiene yang baik.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
kesehatan reproduksi dalam menentukan banyaknya kejadian
leukorea yang behubungan dengan penggunaan sabun antiseptik
daun sirih sebagai sabun pembersih vagina.
13. 13
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi kesehatan di masyarakat
Hasil penelitian ini bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Garut
dapat menjadi data dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan program
kesehatan reproduksi remaja tentang kejadian leukorea yang
disebabkan karena penggunaan sabun antiseptik daun sirih yang
nantinya dapat berkembang menjadi penyakit infeksi genitalia.
b. Bagi institusi sekolah
Bagi institusi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun
antiseptik daun sirih terhadap pengetahuan Remaja tentang Sabun
Antiseptik Daun Sirih dengan Kejadian Leukorea sehingga mampu
menentukan risiko terjadinya leukorea pada remaja dan dapat
memotivasi supaya mampu melakukan personal hygiene yang lebih
baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR LEUKOREA (KEPUTIHAN)
1. Definisi Leukorea
14. 14
Leukorea (Fluor albus) yaitu cairan putih yang keluar dari liang
senggama secara berlebihan (Manuaba, 2009).
Menurut Saydam (2012), leukorea adalah satu nama penyakit
reproduksi kaum wanita, yang berupa keluarnya cairan berwarna putih
dari vaginanya.
Leukorea adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang
dikeluarkan dari alat-alat genitalia yang tidak berupa darah (Sibagariang,
at al, 2010).
Kesimpulan dari definisi leukorea diatas yaitu suatu cairan putih
yang keluar dari liang vagina secara berlebihan dan tidak berupa darah,
biasanya terjadi pada siklus menstruasu, sebelum menstruasi dan setelah
menstruasi, atau pada saat wanita terangsang birahinya.
2. Jenis-jenis Leukorea
Menurut Manuaba (2009), leukorea dapat dibedakan dalam
beberapa jenis diantaranya leukorea normal (fisiologis) dan leukorea
abnormal (patologis). Leukorea normal dapat terjadi pada masa
menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari
ke-10 – 16 menstruasi, juga terjadi melalui rangsangan seksual. Leukorea
abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir
kemaluan, liang senggama, mulut rahim dan jaringan penyangganya, dan
pada infeksi penyakit hubungan kelamin).
Ada 2 jenis leukorea yang dijelaskan oleh Sibagariang, et al (2011),
yaitu:
15. 15
a. Leukorea Fisiologis
Leukorea fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa
muskus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang,
sedangkan leukorea patologis banyak mengandung leukosit. Alat kelamin
wanita dipengaruhi oleh berbagai hormon yang dihasilkan berbagai organ
yakni: hipotalamus, hipofisis, ovarium dan adrenal. Estrogen dapat
mengakibatkan maturasi epitel vagina, serviks, proliferasi stroma dan
kelenjar sedangkan progesteron akan mengakibatkan fungsi sekresi.
Leukorea normal dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah
menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 siklus menstruasi.
saat terangsang, hamil, kelelahan. stress dan sedang mengkonsumsi
obat-obat hormonal seperti pil KB. Leukorea ini tidak berwarna atau
jernih, tidak berbau dan tidak menyebabkan rasa gatal.
b. Leukorea Patologis
Merupakan cairan eksudat dan cairan ini mengandung banyak leukosit.
Eksudat terjadi akibat reaksi tubuh terhadap adanya jejas (luka). Jejas ini
dapat diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme, benda asing, neoplasma
jinak, lesi, prakanker dan neoplasma ganas. Kuman penyakit yang
menginfeksi vagina seperti jamur Kandida Albikan, parasit Tricomonas.
E.Coli, Staphylococcus. Treponema Pallidum, Kondiloma aquiminata dan
Herpes serta luka di daerah vagina, benda asing yang tidak sengaja atau
sengaja masuk ke vagina dan kelainan serviks. Akibatnya, timbul gejala-
gejala yang sangat menganggu, seperti berubahnya cairan yang bewarna
jernih menjadi kekuningan sampai kehijauan, jumlahnya berlebihan,
16. 16
kental, berbau tak sedap, terasa gatal atau panas dan menimbulkan luka
di daerah mulut vagina (Asri, 2003 dalam Sibagariang, et al. 2010).
3. Patogenesis Leukorea
Leukorea merupakan gejala dimana terjadinya pengeluran cairan
dari alat kelamin wanita yang tidak berupa darah. Dalam perkembangan,
alat kelamin wanita mengalami berbagai perubahan mulai bayi hingga
menopause. Leukorea merupakan keadaan yang dapat terjadi fisiologis
dan dapat menjadi leukorea yang patologis karena terinfeksi kuman
penyakit. Bila vagina terinfeksi kuman penyakit seperti jamur, parasit,
bakteri dan virus maka keseimbangan ekosistem vagina akan terganggu,
yang tadinya bakteri doderlein atau lactobasillus memakan glikogen yang
dihasilkan oleh estrogen pada dinding vagina untuk pertumbuhannya dan
menjadikan pH vagina menjadi asam, hal ini tidak dapat terjadi bila pH
vagina basa. Keadaan pH vagina basa membuat kuman penyakit
berkembang dan hidup subur di dalam vagina (Sibagariang, et al. 2010).
4. Penyebab Leukorea
Leukorea yang fisiologis dapat disebabkan oleh:
a. Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin
sehingga bayi baru lahir sampai umur 10 hari mengeluarkan leukorea.
b. Pengaruh estrogen yang maningkat pada saat menarche.
c. Rangsangan saat koitus sehingga menjelang persetubuhan seksual
menghasilkan sekret, yang merupakan akibat adanya pelebaran
17. 17
pembuluh darah di vagina atau vulva, sekresi kelenjar serviks yang
bertambah sehingga terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
Hal ini diperlukan untuk melancarkan persetubuhan atau koitus.
d. Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat
masa ovulasi.
e. Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan sehingga menutup
lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga
uterus.
Leukorea patologis terjadi karena disebabkan oleh:
a. Infeksi
Tubuh akan memberikan reaksi terhadap mikroorganisme yang masuk ini
dengan serangkaian reaksi radang. Penyebab infeksi, yakni :
1) Jamur
Jamur yang sering menyebabkan leukorea ialah Kandida Albikan.
Penyakit ini disebut juga Kandidasis genetalia. Jamur ini merupakan
saprofit yang pada keadaan biasa tidak menimbulkan keluhan gejala,
tetapi pada keadaan tertentu menyebabkan gejala infeksi mulai dari
yang ringan hingga berat. Penyakit ini tidak selalu akibat PMS dan
dapat timbul pada wanita yang belum menikah. Ada beberapa faktor
predisposisi untuk timbulnya kanidosis genetalis, antara lain :
a) Pemakai obat antibiotika dan kortikosteroid yang lama
b) Kehamilan
18. 18
c) Kontrasepsi hormonal
d) Kelainan endokrin seperti diabetes melitus
e) Menurunya kekebalan tubuh seperti penyakit-penyakit kronis
f) Selalu memakai pakaian dalam yang ketat dan terbuat dari bahan
yang tidak menyerap keringat.
Keluhan penyakit ini adalah rasa gatal atau panas pada alat kelamin,
keluarnya lendir yang kental, putih dan bergumpal seperti butiran
tepung. Keluarnya cairan terutama pada saat sebelum menstruasi
dan kadang-kadang disertai rasa nyeri pada waktu senggama. Pada
pemeriksaan klinis terlihat vulva berwarna merah (eritem) dan
sembab, kadang-kadang ada erosi akibat garukan. Terlihat leukorea
yang berwarna putih, kental. bergumpal seperti butiran tepung
melengket di dinding vagina.
2) Bakteri
1. Gonokokus
Penyakit ini disebut dengan Gonerhoe dan penyebab penyakit ini
adalah bakteri Neisseria Gonorhoe atau gonokokus. Penyakit ini
sering terjadi akibat hubungan seksual (PMS). Kuman ini
berbentuk seperti ginjal yang bepasangan disebut diplokokus
dalam sitoplasma sel. Gonokokus yang purulen mempunyai silia
yang dapat menempel pada sel epitel uretra dan mukosa vagina.
Pada hari ketiga, bakteri tersebut akan mencapai jaringan ikat di
19. 19
bawah epital dan menimbulkan reaksi radang. Gejala yang
ditimbulkan adalah leukorea yang berwarna kekuningan atau
nanah, rasa sakit pada waktu berkemih maupun saat senggama.
2. Klamidia Trakomatis
Kuman ini sering menjadi penyebab penyakit mata trakoma dan
menjadi penyakit menular seksual. Klamidia adalah organisme
intraselular obligat, pada manusia bakteri ini umumnva berkoloni
secara lokal di permukaan mukosa. Termasuk mukosa serviks.
Klamidia sering menjadi faktor etiologi pada penyakit radang
pelvis, kehamilan di luar kandungan dan infertilitas. Gejala utama
yang ditemukan adalah servisitis pada wanita dan uteritis pada
pria.
3. Grandnerella
Menyebabkan peradangan vagina tak spesifik, biasanya mengisi
penuh sel-sel epitel vagina membentuk khas clue cell.
Menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa
amin, bau amis, berwarna keabu-abuan. Gejala klinis yang
ditimbulkan ialah leukorea yang berlebihan dan berbau disertai
rasa tidak nyaman di perut bagian bawah.
4. Treponema Pallidum
Penyebab penyaltit kelamin sifilis, ditandai kondilomalata pada
vulva dan vagina. Kuman ini berbentuk spiral, bergerak aktif.
20. 20
5. Parasit
Parasit yang sering menyebabkan leukorea adalah Trikomonas
vaginalis, berbentuk lonjong, bersilia, dapat bergerak berputar-
putar dengan cepat. Walaupun infeksi ini dapat terjadi dengan
berbagai cara, penularan dengan jalan koitus ialah cara yang
paling sering terdapat. Pada pria dengan trikomonas biasanya
parasit ini terdapat di uretra dan prostat. Gejala yang ditimbulkan
ialah leukorea yang encer sampai kental, berwarna kekuningan
dan agak bau serta terasa gatal dan panas.
6. Virus
Sering disebabkan oleh Human papilloma virus (HPV) dan
Herpes simpleks. HPV sering ditandai dengan kondiloma
akuminata, cairan berbau, tanpa rasa gatal.
b. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan
Adanya fistel vesikovaginalis atau rektovaginalis akibat cacat bawaan,
cedera persalinan dan radiasi kanker genitalia atau kanker itu sendiri.
c. Benda asing
Kondom yang tertinggal dan pesarium untuk penderita hernia atau
prolaps uteri dapat merangsang secret vagina berlebihan.
d. Neoplasma jinak
Berbagai tumor jinak yang tumbuh ke dalam lumen, akan mudah
mengalami peradangan sehingga menimbulkan leukorea.
21. 21
e. Kanker
Leukorea ditemukan pada neoplasma jinak maupun ganas, apabila
tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya
memasuki lumen saluran alat-alat genetalia. Sel akan tumbuh sangat
cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibat dari pembusukan dan
perdarahan akibat pemecahan pembuluh darah pada hipervaskularisasi.
Gejala yang ditimbulkan ialah cairan yang banyak, berbau busuk disertai
darah tak segar.
f. Fisik
Tampon, trauma dan IUD.
g. Menopause
Pada Menopause sel-sel dan vagina mengalami hambatan dan dalam
pematangan sel akibat tidak adanya harmon estrogen sehingga vagina
kering, sering timbul gatal karena tipisnya lapisan sel sehingga mudah
luka dan timbul infeksi penyerta.
Sedangkan menurut Manan (2011), leukorea secara umum
disebabkan oleh:
a. Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis;
b. Sering menggunakan WC umum yang kotor, terutama WC duduk;
22. 22
c. Tidak mengganti panty liner;
d. Membilas vagina dari arah yang salah, yaitu dari anus kearah depan;
e. Sering bertukar celana dalam/handuk dengan orang lain;
f. Kurang menjaga kebersihan vagina;
g. Kelelahan yang amat sangat;
h. Stress;
i. Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi;
j. Memakai sembarangan sabun untuk membasuh vagina, atau
menggunakan sabun yang berlebihan untuk pembersih vagina;
k. Tinggal di daerah tropis yang lembab;
l. Lingkungan sanitasi yang kotor;
m. Sering mandi berendam dengan air hangat dan panas (jamur yang
menyebabkan leukorea lebih mungkin tumbuh di kondisi hangat);
n. Sering berganti pasangan dalam berhubungan seks;
o. Hormone tidak seimbang; dan
p. Sering menggaruk vagina.
5. Gejala Leukorea
Menurut Saydam (2012), gejala yang dapat diamati adalah cairan
atau lendir yang berwarna putih atau kekuning-kuningan pada vagina.
23. 23
Jumlah lendir ini bisa tidak begitu banyak namun adakalanya banyak
sekali. Kadang-kadang diikuti oleh rasa gatal yang amat mengganggu
kenyamanan wanita itu. Bisa saja cairan yang keluar dari vagina itu
sedikit, jernih dan tidak berbau. Namun adakalanya berbau tidak sedap.
Jika cairan dari vagina berlebihan keadaan tersebut biasanya sering
disebut dengan leukorea.
Selama kehamilan, menjelang haid, pada saat ovulasi, dan akibat
dari rangsangan seksual yang berlebihan, vagina cenderung lebih banyak
cairan. Namun gejala tersebut masih dianggap normal dan biasa saja
bagi seorang perempuan.
Ada beberapa gejala yang ditimbulkan oleh kuman penyakit
berbeda-beda, yaitu (Manan, 2011):
a. Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari
saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang
berbusa. Mungkin, gejala ini merupakan proses normal sebelum atau
sesudah haid pada wanita tertentu.
b. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.
c. Biasanya leukorea yang normal tidak disertai rasa gatal. Keputihan juga
dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya
lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim,
walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi atau alat kelamin
luar.
24. 24
d. Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh
hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang
dihasilkan oleh plasenta atau ari-ari.
e. Gadis muda kadang-kadang juga mengalami leukorea sesaat sebelum
masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya.
6. Pencegahan Leukorea
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya leukorea, yaitu (Manan, 2011):
a. Menjaga kebersihan genitalia, membersihkan vagina dengan air bersih
yang mengalir dengan cara mengusap dari depan ke belakang;
b. Minimalisir penggunaan sabun antiseptik karena dapat menggangu
keseimbangan pH vagina;
c. Menghindari penggunaan produk berbentuk bedak karena akan memicu
pertumbuhan jamur;
d. Memastikan vagina selalu dalam keadaan kering saat berpakaian;
e. Menggunakan celana dalam yang kering dan menyerap keringat.
f. Menghindari penggunaan celana yang ketat, karena akan mengganggu
masuknya udara ke organ vital;
g. Mengganti pembalut tepat waktu minimal 3 kali sehari.
7. Penatalaksanaan Leukorea
25. 25
Untuk menghindari komplikasi yang serius dari leukorea, sebaiknya
penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher
rahim yang juga memberikan gejala leukorea berupa sekret encer,
berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta
berbau busuk.
Penatalaksanaan leukorea tergantung dari penyebab infeksi seperti
jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk
mengatasi keluhan dan rnenghentikan proses infeksi sesuai dengan
penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi leukorea
biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi
candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan
parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal
seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan langsung ke
dalam liang vagina. Untuk leukorea yang ditularkan melalui hubungan
seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan.
Selain itu, dianjurkan untuk selalu rnenjaga kebersihan daerah intim
sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya leukorea
yaitu dengan (Sibagariang, et al. 2010):
a. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat
cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
b. Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom
untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.
26. 26
c. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar
tetap kering misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang
menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan
untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah
bakteri berkembang biak.
d. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu
dari arah depan ke belakang.
e. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan
karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan
konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih
vagina.
f. Hindari penggunaan bedak talcum atau sabun dengan pewangi pada
daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
g. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi dan sebagainya. Sedapat mungkin tidak
duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan
kloset sebelum menggunakannya.
B. KONSEP DASAR SABUN ANTISEPTIK DAUN SIRIH
1. Definisi Sabun Antiseptik Daun Sirih
27. 27
Sabun antiseptik daun sirih adalah sabun dari daun sirih yang
memiliki kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antiseptik
(Dalimartha, 2006).
Sedangkan menurut Haviva (2011), sabun antiseptik daun sirih
adalah sabun dari daun sirih yang mengandung flavonoid, senyawa
polevenolad, tanin dan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antiseptik.
. Sabun antiseptik daun sirih merupakan sabun antiseptik yang
berkhasiat untuk berbagai penyakit (Sudewo, 2005).
Sabun antiseptik daun sirih dapat disimpulkan sebagai sabun yang
mengandung minyak atsiri, flavonoid, senyawa polevenolad, dan tannin
yang berfungsi sebagai antiseptik untuk berbagai macam penyakit.
2. Kandungan Kimia Sabun Antiseptik Daun Sirih
Sabun antiseptik daun sirih mengandung minyak atsiri 0,8–1,8%
(terdiri atas chavikol, chavibetol (betel phenol), allylpyrocatechol
(hydroxychavikol), allylpyrocatechol-mono dan diacetate, karvakrol,
eugenol, eugenol methylether, p-cymene, cineole, caryophyllene,
cadinene, estragol), terpenena, seskuiterpena, fenil propane, tannin,
diastase, karoten, tiamin, riboflamin, asam nikotinat, vitamin C, gula, pati
dan asam amino.
Chavikol yang menyebabkan sirih berbau khas dan memiliki khasiat
antibakteri (daya bunuh bakteri lima kali lebih kuat dari pada fenol biasa)
serta imunomodulator (Dalimartha, 2006).
3. Manfaat dan Efek Samping Sabun Antiseptik Daun Sirih
28. 28
Penggunaan sabun pembersih vagina secara berlebihan bisa
meningkatkan keasaman vagina. Secara alamiah, dalam setiap vagina
terdapat bakteri baik (flora normal vagina). Flora normal itu berfungsi
mengusir kuman yang merugikan. Pemakaian sabun vagina berlebihan
justru membunuh bakteri baik yang kemudian mempermudah kuman
masuk ke vagina.
Sabun antiseptik daun sirih, sebaiknya hanya digunakan pada saat
tertentu saja, seperti saat dan sesudah menstruasi atau setelah
hubungan seks sebanyak 2 kali sehari. Jadi sebenarnya tidak diperlukan
bahan khusus untuk membersihkannya, cukup dengan air bersih.
Namun, untuk kasus tertentu, pada leukorea gatal, produk
pembersih dapat digunakan sebanyak 2 kali sehari. Karena biasanya
sabun pembersih tersebut mengandung antiseptik yang berfungsi untuk
membunuh kuman. Produk pembersih daerah kewanitaan hendaknya
dipilih yang memiliki pH kurang lebih sama dengan pH organ intim wanita
yakni sekitar 4,5. Pada pH tersebut, kuman-kuman tidak dapat tumbuh
dan berkembang biak (Fadilah, 2010 dalam Ilmiah, 2011).
Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada Indonesia telah
membuktikan secara klinis tentang penggunaan sabun sirih dan PH
sabun antiseptik daun sirih yang memiliki PH yang sama dengan vagina
yaitu 3,5 – 4,5 (Sumber PD.Unico Miratama).
Sabun antiseptik daun sirih sangat efektif untuk membasmi jamur
candida albicans dan mengurangi sekresi cairan pada vagina. Jika
pembersih berbahan daun sirih ini digunakan dalam waktu lama, semua
29. 29
bakteri di vagina ikut mati, termasuk bakteri laktobasillus sehingga
keseimbangan ekosistem menjadi terganggu (Sasongko, 2010).
Kondisi lingkungan sekitar kadang mempengaruhi kesehatan dan
kebersihan organ kewanitaan, misalnya, jika tinggal di daerah tropis yang
panas, maka hal ini akan membuat berkeringat. Keringat yang keluar bisa
membuat tubuh menjadi lembab, terutama pada organ kewanitaan (organ
seksual dan reproduksi) yang tertutup dan berlipat. Akibatnya, bakteri
akan sangat mudah berkembang biak dan proses ekosistem pada vagina
pun akan terganggu. Jika sudah terganggu maka bisa menimbulkan bau
tidak sedap dan infeksi. Oleh karena itu, sangat penting bagian kaum
wanita untuk terus menjaga organ kewanitaan. Mereka pun perlu
menjaga keseimbangan ekosistem vagina (Manan, 2011).
Sedangkan menurut Murtiastutik penggunaan sabun pembersih
vagina secara berlebihan dapat meningkatkan keasaman vagina. Karena
sabun antiseptik daun sirih bersifat asam dan mempunyai PH yang sama
dengan vagina sehingga apabila penggunaannya berlebihan kuman jahat
hidup subur. Jamur salah satunya. Vagina yang terserang jamur candida
memiliki ciri-ciri keputihan seperti susu pecah, gatal, dan terasa perih saat
kencing. Bahkan, dalam kondisi parah, bisa terjadi candidiasis
vulvovaginalis. (Satria, 2009, Keasaman Berubah, Kuman Jahat
Berkembang Biak, ¶ 4, http://www.hariansumutpos.com/ diperoleh tanggal
7 Mei 2012).
Sabun antiseptik daun sirih diakui sebagai antibiotik dan antiseptik
yang aman untuk berbagai infeksi di daerah kewanitaan yang sangat vital.
30. 30
Berdasarkan sumber dari PT. Victoria Care Indonesia ada beberapa
kegunaan dari sabun antiseptik daun sirih diantaranya:
1) Membantu mengurangi pertumbuhan bakteri dan jamur candida
penyebab leukorea;
2) Menjaga kebersihan dan kenyamanan daerah genetalia perempuan;
3) Mengurangi bau vagina yang tidak sedap;
4) Menghilangkan leukorea dan gatal-gatal disekitar vagina.
4. Kandungan Sabun Antiseptik Daun Sirih
Menurut Dalimartha (2006), minyak atsiri dari daun sirih
mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, hidroksikavikol,
cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Sedangkan menurut Haviva,
2011, sirih juga mengandung pati, diatase, gula dan zat samak dan
chavicol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan anti
jamur, dapat digunakan sebagai obat antiseptik untuk keputihan
(leukorea).
5. Cara Kerja Sabun Antiseptik Daun Sirih
Nurswida (2010, dalam Ilmiah 2011) membuktikan bahwa ekstrak
daun sirih yang terkandung dalam sabun antiseptik daun sirih, pada
konsentrasi 3,25% sudah terjadi penghambatan pertumbuhan candida
albican, tetapi hambatan total (tidak didapatkan koloni kuman) baru terjadi
pada konsentrasi 7,5%. Efek hambat ekstrak daun sirih yang terkandung
dalam sabun antiseptik daun sirih terhadap pertumbuhan candida albican,
31. 31
disebabkan komponen derivate fenol, seperti eugenol, isueugenol,
allypirocathechol, chavichol, safrol, anethole, cavibetol, carvacrol,
betlefenol. Fenol adalah denaturan protein yang poten. Mekanisme kerja
phenolic melalui perusakan membran plasma, inaktivasi enzim, dan
denaturasi protein, sehingga kuman mati.
C. KONSEP DASAR PENGETAHUAN
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak di dasari
oleh pengetahuan (Mubarak, 2011).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2010).
Pengetahuan merupakan hasil dari mengingat suatu hal, termasuk
mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja
maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak
atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, 2011).
32. 32
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan
merupakan hasil penginderaan seseorang terhadap objek tertentu yang
dapat membentuk perilaku seseorang terhadap suatu objek tersebut.
2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunayai 6 tingkatan :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk men-
jelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Aplication)
33. 33
Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. aplikasi
dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
stuktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat
mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahakan,
mengelompokan dan sebagianya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesisi adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang
telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
34. 34
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan
dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek.
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evalution (menimbang-nimbang) terhadap baik atau buruknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan yang dimilki seseorang akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Mubarak, 2011) :
a. Tingkat Pendidikan
35. 35
Tingkat pendidikan seseorang dapat menambah wawasan atau
pengetahuan seseorang, dimana seseorang yang berpendidikan lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang berpendidikan rendah.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambah umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis
besar ada empat katagori perubahan pertama yaitu perubahan ukuran,
kedua yaitu perubahan posisi, ketiga yaitu hilangnya ciri-ciri lama,
keempat yaitu timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi
organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang
semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni
sesuatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuann yang lebih
mendalam.
e. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman
yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
36. 36
pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara
psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas
dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap
positif dalam kehidupannya. Pengalaman dapat diperoleh dari
pengalaman sendiri maupun orang lain. Seiring dengan bertambahnya
umur dan pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.
f. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan
dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap
kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan karena
lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau
sikap seseorang.
g. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru. Sumber
informasi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang seperti; TV,
radio, majalah dan buku.
4. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari
subjek penelitian atau responden. Bila seseorang dapat menjawab
37. 37
pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu secara lisan
maupun tulisan, maka dikatakan ia mengetahui bidang tersebut.
Sekumpulan bidang tersebut dinamakan pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), pertanyaan yang dapat di gunakan
untuk mengukur pengetahuan umum dapat dikelompokkan menjadi 2
jenis, yaitu :
a. Pertanyaan subjektif berupa jenis pertanyaan essay, disebut pertanyaan
subjektif dari penilai sehingga nilainya akan berada dari penilaian satu
dengan yang lain dari satu waktu yang lainnya.
b. Pertanyaan objektif merupakan pertanyaan pilihan ganda, salah-betul
dan menjodohkan. Penilaian dari bentuk pertanyaan bersifat pasti, tanpa
melibatkan subjektifitas dari pelaku.
5. Indikator Hasil Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), hasil pengetahuan dapat dikelompokkan
dengan kriteria hasil :
a. Kurang, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden
adalah < 56%.
b. Cukup, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden
adalah 56%-75%.
c. Baik, apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden
dengan presentase 76%-100%.
38. 38
D. KONSEP DASAR REMAJA
1. Definisi Remaja
Pendapat tentang rentang usia remaja bervariasi antara beberapa
ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan
periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia
antara 10-24 tahun. Secara etimiologi, remaja berarti "tumbuh menjadi
dewasa". Definisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan
dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk
usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health
Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat,
rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu remaja awal(11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan
remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam
terminologi kaum muda (youngpeople) yang mencakup usia 10-24 tahun.
Menurut Poltekes Depkes RI, 2010, definisi remaja sendiri dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
b. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12
tahun sampai 20-21 tahun;
c. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik
dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual;
39. 39
d. Secara psikologis, remaja merupakan masa di mana individu mengalami
perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral di
antara masa anak-anak menuju masa dewasa.
Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan
kehidupan manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan
antara masa kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang
menuntut tanggung jawab (Kusmiran, 2011).
Gunarsa (1978, dalam Poltekes Depkes RI, 2010) mengungkapkan
bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai
persiapan menuju masa dewasa.
Secara psikologis, masa remaja adalah usia saat individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa (Al-Mighwar, 2006).
Dari beberapa definisi remaja dapat ditarik kesimpulan, bahwa
masa remaja yaitu masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa
yang mengalami beberapa perubahan baik fisik maupun psikologis
dengan rentan usia dari 10 sampai 19 tahun.
2. Karakteristik Masa remaja
Menurut Depkes (2010), karakteristik perkembangan yang normal
terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya
mencapai identitas diri, antara lain: menilai diri secara objektif dan
merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan
demikian, pada fase ini, seorang remaja akan:
a. Menilai rasa identitas pribadi,
40. 40
b. Meningkatkan minat pada lawan jenis,
c. Menggabungkan perubahan seks sekunder kedalam citra tubuh,
d. Memulai perumusan tujuan okupasional,
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga.
Hurlock (1994, dalam Poltekes Depkes RI, 2010) mengemukakan
berbagai ciri dari remaja sebagai berikut:
a. Masa remaja adalah masa peralihan
Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan
berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan
masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk
membentuk gaya hidup dan menentukan pola prilaku, dan nilai-nilai dan
sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan
prilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar terjadi
pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola prilaku
(perubahan sikap menjadi ambivalen).
c. Masa remaja adalah masa yang penuh masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini
terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri
41. 41
tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya terkadang terjadi
penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya
dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama
dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai
individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan
dirinya terhadap kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi,
tidak dapat dipercaya, cenderung berprilaku merusak, sehingga
menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi
kehidupan remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke
dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti
ini akan selalu mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan
dan membuat jarak antara orangtua dan remaja.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri,
baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum
melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
42. 42
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang
berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang
hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada prilaku yang
dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian
dan bertindak.
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
Menurut Depkes RI (2002), ada tiga hal yang menjadikan masa
remaja pentlng sekali bagi kesehatan reproduksi:
a. Masa remaja (usia 10-19 tahun), merupakan masa yang khusus dan
penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi
manusia, dan sering disebut masa pubertas merupakan periode
peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Masa remaja merupakan
masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik,
emosi dan psikhis.
b. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologik) secara cepat,
yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-emosional).
Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang
mengalaminya. Karena itu perlu pengertian, bimbingan dan dukungan
lingkungan disekitarnya, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang
menjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun
psikososial.
c. Dalam lingkungan sosial tertentu, sering terjadi perbedaan perlakuan
terhadap remaja laki-laki dan perempuan. Bagi Laki-laki masa remaja
43. 43
merupakan saat diperolehnya kebebasan, sementara untuk remaja
perempuan merupakan saat dimulainya segala bentuk pembatasan
(pada masa lalu; gadis mulai dipingit ketika mereka mulai mengalami
haid).
Walaupun dewasa ini praktek seperti itu telah jarang ditemukan, namun
perbedaan perlakuan terhadap remaja laki-laki dan perempuan ini dapat
menempatkan remaja perempuan dalam posisi yang dirugikan.
Kesetaraan perlakuan terhadap remaja laki-laki dan perempuan
diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja,
agar masalahnya dapat tertangani secara tuntas.
Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu (Depkes RI, 2002):
b. Masa remaja awal (10-I2 tahun), dengan ciri khas antara lain:
1) Lebih dekat dengan teman sebaya,
2) Ingin bebas,
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir
abstrak.
c. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
1. Mencari identitas diri,
2. Timbulnya keinginan untuk kencan.
3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam.
44. 44
4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak,
5. Berkhayal tentang aktifitas seks.
d. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain :
1) Pengungkapan kebebasan diri.
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya,
3) Mempunyai citra jasmani dirinya,
4) Dapat mewujudkan rasa cinta,
5) Mampu berpikir abstrak.
Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, temasuk
pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk rnencapai
kematangan, sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi
Perubahan ini ditandai dengan munculnya:
a. Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan
organ seks (terjadinya haid pada remaja puteri / menarche dan
terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki)
b. Tanda-tanda seks sekunder, yaitu: pada remaja puteri: pinggul
melebar, pertumbuhan rahim dan vagina. payudara membesar,
tumbuhnya rambut di ke!iak dan sekitar kemaluan (pubis).
Petumbuhan fisik dalam masa remaja ini merupakan hal yang
sangat penting bagi kesehatan reproduksi.
45. 45
Perubahan kejiwaan pada masa remaja. berlangsung lebih lambat
dibandingkan perubahan fisik, yang meliputi:
a. Perubahan emosi : sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan
tertawa), agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang
berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi.
b. Perkembangan intelegensia : mampu berpikir abstrak, senang
memberikan kritik. ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba. Perilaku ingin mencoba hal-hal yang
baru merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan reproduksi
dalam masa remaja.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono,
46. 46
2011). Metode penelitian ini terdiri dari beberapa macam, salah satunya
yaitu: metode penelitian deskriptif korelasi yang merupakan suatu jenis
penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna
menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua
variable atau lebih (Budiman, 2010). Pendekatan cross sectional
merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau
observasi data variabel dan dependen hanya satu kali pada satu saat
(Nursalam, 2008).
1. Paradigma Penelitian
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak di dasari
oleh pengetahuan (Mubarak, 2011).
Salah satu perilaku yang dipengaruhi oleh pengetahuan ialah
perilaku penggunaan sabun antiseptik daun sirih. Hal tersebut
sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1980 dalam
Mubarak, 2011) bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang
mempengaruhi perilaku seseorang.
Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting untuk remaja
khususnya remaja putri karena pada saat usia remaja terjadi
perkembangan yang sangat dinamis baik secara biologi maupun psikologi
dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja
seperti informasi yang di terima, orang tua, teman, orang terdekat, media
massa dan seringnya diskusi (Putriani, 2010).
47. 47
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Sehingga kondisi mereka dikatakan
masih labil. Hal ini terbukti dengan kejadian mereka yang mudah tergoda
dengan segala macam hal yang baru. Salah satunya produk sabun
antiseptik sabun sirih yang sering digunakan untuk pembersih organ
kewanitaan. Sabun antiseptik daun sirih ini dapat digunakan sebagai
antiseptik, tetapi apabila penggunaannya berlebihan dapat meningkatkan
keasaman vagina dan menyebabkan bakteri di daerah vagina bisa ikut
mati.. Dampaknya, jamur dapat tumbuh disekitar vagina. Hal itu
menyebabkan terjadinya leukorea yang patologis (Ilmiah, 2011).
Para remaja harus waspada terhadap gejala leukorea. Leukorea
yang terus menerus dan tidak ditangani dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan akan menimbulkan berbagai penyakit infeksi
genitalia diantaranya vulvitis (infeksi vulva), vaginitis kandidiasi (leukorea
kental bergumpal dan terasa sangat gatal), servisitis dan endometritis
(infeksi pada lapisan dalam dari rahim) (Manuaba, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka konsep peneltian
sebagai berikut :
Variabel Independen
Kurang
Faktor Predisposisi Prilaku:
48. 48
Penggetahuan penggunaan sabun antiseptik daun sirih
1. Pengetahuan
Cukup
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai-nilai
Baik
Personal Hygiene
Salah
Benar
Leukorea Patologis
Leukorea normal
Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : Mubarak (2011), Notoatmodjo (2007) dan Sibagariang, at.al (2010)
49. 49
Keterangan:
: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian Deskriptive Corelative yaitu merupakan rancangan penelitian
yang bertujuan menerangkan atau menggambarkan tingkat pengetahuan
remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih terhadap
kejadian leukorea serta berusaha mencari hubungan antara variabel
independen (pengetahuan remaja putri tentang sabun antiseptik daun
sirih) dengan variabel dependen (kejadian leukorea) dengan
menggunakan pendekatan cross sectional dimana peneliti melakukan
pengukuran variabel independen dan dependen dalam waktu yang
bersamaan.
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dalam sebuah taksiran atau referensi yang
dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan
fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan
digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya
(Good dan Scater, 1954 dalam Budiman, 2010). Dalam hal ini peneliti
melakukan penelitian hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian leukorea.
50. 50
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian
leukorea.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian
leukorea.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun
sirih dengan kejadian leukorea.
4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan objek yang akan diteliti sehingga kita
sudah bisa pastikan bahwa variabel penelitian yang kita pilih sudah
memenuhi syarat untuk diteliti (Budiman, 2010). Variabel adalah sesuatu
yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dua variabel, yaitu :
a. Variabel Bebas ( Independen Variable)
Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan
remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih.
51. 51
b. Variabel Terikat (Dependen variable)
Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian
leukorea.
5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Konseptual
Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil ukur Skala
52. 52
Independen :
Pengetahuan
remaja putri
tentang
penggunaan
sabun
antiseptik daun
sirih.
Hasil dari tahu,
dan ini terjadi
setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
sesuatu objek
tertentu
(Notoatmodjo,
2010).
Segala macam
hal yang
diketahui oleh
remaja putri di
SMAN 19 Garut
tentang
penggunaan
sabun antiseptik
daun sirih yang
meliputi definisi,
kandungan
kimia, manfaat,
efek samping
dan cara
penggunaan
sabun antiseptik
daun sirih
sebagai
pembersih
vagina.
Angket
tertutup
1.Kurang, jika
skor < 56%
2.Cukup, jika skor
antara 56-75%
3.Baik , jika skor
75%-100%
(Arikunto, 2006)
Ordinal
Dependen :
Leukorea
Leukorea
adalah satu
nama penyakit
reproduksi
kaum wanita,
yang berupa
keluarnya
cairan
berwarna putih
dari vaginanya
(Saydam,
2012).
Adanya cairan
yang keluar dari
vagina yang
dirasakan oleh
remaja putri di
SMAN 19 Garut
yang berwarna
putih bergumpal
atau kuning dan
berbau, yang
disebabkan oleh
bakteri atau
parasit.
Angket
tertutup
1. Leukorea
patologis
(sering terjadi,
kuning, berbau)
2. Leukorea
normal (tidak
sering terjadi,
bening/putih,
tidak berbau)
(Sibagariang,
at.al, 2010)
Mengacu pada
nomor 1,2 dan 3
pada kuisioner
leukorea.
Nominal
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2011). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas X dan XI
53. 53
SMAN 19 Garut periode 2011/2012 yang menggunakan sabun antiseptik
daun sirih sebanyak 230 remaja putri.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini
diambil dari semua remaja putri kelas X dan XI yang menggunakan sabun
antiseptik daun sirih yang tersebar di SMAN 19 Garut sebanyak 230
orang remaja putri. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung
jumlah sampel yaitu (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011):
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal
N : Jumlah populasi
d : Ketepatan yang diinginkan (5%= 0,05)
Dengan menggunakan rumus diatas maka dapat ditentukan jumlah
sampel yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut:
Adapun sampel yang diambil tersebar di kelas X dan XI di SMAN 19
Garut dan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah
54. 54
147 orang remaja putri, untuk mengambil sampel remaja putri yang
tersebar di kelas yang berbeda, dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011):
nx
N
n
ni
1
=
Keterangan :
ni = Sampel strata ( masing – masing kelas)
n
1
= Populasi strata ( masing – masing kelas )
N = Populasi
n = Sampel minimal
Tabel 3.2 Perhitungan sampel tiap kelas di SMAN 19 Garut
Kelas
Jumlah remaja
putri tahun
2011/2012
Perhitungan
sampel
Sampel
yang
diambil
Kelas X
X1 17 (17 :230) x 146 11
X2 15 (15 :230) x 146 10
X3 19 (19 :230) x 146 12
X4 18 (18 :230) x 146 11
X5 16 (16 :230) x 146 10
X6 17 (17 :230) x 146 11
X7 14 (14 :230) x 146 9
XI IPA
Kelas
XI IPA
IPA 1 17 (17 :230) x 146 11
IPA 2 15 (15 :243) x 146 10
IPA 3 15 (15 :230) x 146 10
IPA 4 18 (18 :230) x 146 11
XI IPS
Kelas
XI IPS
IPS 1 14 (14 :230) x 146 9
IPS 2 19 (19 :230) x 146 12
IPS 3 16 (16 :230) x 146 10
Jumlah 230 147
Adapun beberapa kriteria yang menjelaskan supaya karakteristik
sampel tidak menyimpang dari populasinya, yaitu kriteria inklusi dan
ekslusi. Kriteria inklusi dalam penelitiani ini yaitu:
nx
N
n
ni
1
=
55. 55
a. Siswa kelas X dan XI SMAN 19 Garut
b. Siswa perempuan yang sedang atau pernah menggunakan sabun
antiseptik daun sirih.
c. Siswa perempuan yang sudah menstruasi
d. Siswa yang bersedia dijadikan responden penelitian.
C. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu proses kegiatan
penelitian untuk mengumpulkan data melalui alat ukur pengumpulan data
agar dapat memperkuat hasil (Hidayat, 2007). Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari responden dengan menggunakan angket yaitu dengan cara
mengedarkan suatu daftar pertanyaan, angket diajukan secara tertulis
kepada sejumlah responden untuk mendapatkan informasi jawaban yang
diperlukan dalam penelitian. Data primer digunakan untuk menjawab
variabel pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik
daun sirih dan leukorea. Proses pengumpulan data dibantu oleh teman
dan pihak guru.
Pada waktu penelitian, setelah diperoleh jumlah responden untuk
setiap kelas, pengambilan sampel dilakukan dengan Proportionate
Stratified Random Sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel yang
56. 56
digunakan bila anggota populasinya tidak homogen secara proporsional
(Sugiyono, 2011). Alasan menggunakan teknik ini karena populasi
tersebar di beberapa kelas. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan
mengocok jumlah responden untuk setiap kelasnya, sehingga didapatkan
hasil sampel dari masing-masing kelas sesuai jumlah responden yang
dibutuhkan. Apabila responden yang akan diteliti tidak ada maka
responden diganti oleh responden lain yang pada saat dikocok tidak
terpilih.
Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu hari. Responden
yang ada di 14 kelas antara kelas X dan kelas XI di bagi menjadi 4
kelompok. Kelas 1 yang terdiri dari 7 kelas di bagi dalam 2 kelompok,
sementara untuk kelas XI di bagi sesuai jurusannya masing-masing yaitu
XI IPA dan IPS, sehingga terdapat 4 kelompok dan masing-masing
kelompok dilakukan penelitian selama 1 hari dalam waktu yang sama.
Penelitian ini dibantu oleh teman dan pihak guru SMAN 19 Garut dengan
terlebih dahulu diberikan pengarahan untuk menyamakan persepsi.
Persepsi yang disamakan bersama pihak guru dan teman yaitu mengenai
bahasa medis yang terdapat dalam kuisioner yang belum tentu semua
responden bisa mengerti dan memberi kelonggaran waktu kepada
responden untuk mengisi kuisioner supaya tidak merasa terburu-buru
Setelah responden dikumpulkan dalam 4 ruangan, peneliti
memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan penelitian serta
meminta kesediaan dari yang bersangkutan untuk dijadikan sebagai
responden penelitian. Setelah itu peneliti membagikan lembar
pertanyaan, sebelum kuesioner atau angket diisi, responden diberikan
57. 57
waktu untuk bertanya, dilanjutkan dengan pengisian kuesioner atau
angket.
Tata cara penelitian adalah responden memberikan tanda silang
(X) pada lembar kuesioner atau angket tertutup sesuai dengan apa yang
diketahui, selama pengambilan data berlangsung, peneliti mendampingi
responden agar dapat memberikan penjelasan apabila ada hal yang
kurang dimengerti oleh responden, peneliti kemudian memeriksa jawaban
yang telah diisi oleh responden. Supaya penelitian lebih akurat, maka
memerlukan alat pengumpulan data atau instrumen yang tepat.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat untuk pengumpulan data yang
menggunakan suatu metode (Arikunto, 2010). Jenis angket yang
digunakan adalah angket tertutup yang berbentuk pertanyaan multiple
choice untuk mengukur pengetahuaan responden tentang penggunaan
sabun antiseptik daun sirih, dimana responden tinggal memilih jawaban
sesuai dengan yang diketahuinya, jika responden menjawab pertanyaan
dengan benar maka diberi skor = 1, namun jika responden menjawab
salah maka diberi skor = 0. Jumlah pertanyaan yang diberikan sebanyak
14 soal. Sedangkan untuk mengetahui kejadian leukorea normal dan
patologis, diberikan angket tertutup berbentuk pertanyaan multiple choice
sebanyak 5 soal dimana terdapat 3 pertanyaan kritikal point yang
nantinya akan diperhatikan untuk menentukan kejadian leukorea dari
responden. Setiap responden dapat memilih jawaban sesuai dengan
yang dialaminya. Apabila jawaban yang dipilih responden termasuk
leukorea patologis maka diberi skor = 1 tetapi apabila jawaban yang
58. 58
dipilih responden termasuk leukorea normal maka diberi skor = 2. Setelah
diketahui jumlahnya, maka peneliti menentukan apakah yang terjadi pada
responden merupakan leukorea patologis atau normal. Jika leukorea
patologis maka kodenya = 1, jika leukorea normal maka kodenya = 2.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpulan data menggunakan angket
tertutup yang akan digunakan harus memenuhi dua syarat utama yaitu
validitas dan reliabilitas. Instrumen ini harus diuji coba dulu sebelum
diberikan kepada seluruh sampel. Ada dua uji coba yang dilakukan
terhadap instrumen, yaitu :
a. Validitas
Menurut Notoatmodjo (2010), validitas adalah suatu indeks yang
menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur.
Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,
instrumen yang kurang valid memiliki validitas rendah. Ada dua syarat
penting yang berlaku pada sebuah kuisioner, yaitu keharusan sebuah
kuisioner untuk valid dan reliabel. Suatu kuisioner dikatakan valid kalau
pertanyaan pada suatu kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuisioner tersebut (Hastono, 2008).
Teknik uji validitas dalam penelitian ini menggunakan koefisen
korelasi biserial karena pertanyaan menggunakan butir dis-kontinum.
Adapun rumus koefisien korelasi biserial seperti berikut ini:
59. 59
Keterangan :
Rbis (i) : Koefisien korelasi biseral antara skor butir soal nomor i dengan
skor total
xi : Rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal
nomor i
xt : Rata-rata skor total responden
St : Standar deviasi skor total semua responden
pi : Proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i
qi : Proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
Setelah melakukan pengujian dengan teknik koefisien korelasi
biseral, maka dilakukan analisa atau pembahasan, dimana bila r hasil
> r tabel, maka instrumen tersebut valid dan sebaliknya jika r hasil ≤ r
tabel, maka instrument tersebut tidak valid. Nilai r hasil terlihat pada
Point Biseral. Uji validitas dilakukan di SMAN 16 Garut, karena untuk
menghindari adanya bias data pada sampel yang diambil, dimana
nantinya akan berpengaruh pada hasil penelitian. Selain itu SMAN 16
Garut mempunyai karakteristik yang sama dengan SMAN 19 Garut
yaitu latar belakang sosial yang sama dan jumlah siswa yang sama
banyak. Uji validitas ini disebarkan pada 20 responden, sehingga
batasan yang digunakan (r tabel = 0,444).
Hasil uji validitas yang telah dilakukan didapatkan 14 soal yang
valid dengan rata-rata nilai >0,444 dan 1 soal tidak valid dengan nilai
0,038, sehingga soal yang tidak valid dibuang dari daftar pertanyaan
karena pertanyaan yang ada sudah cukup mewakili untuk menjawab
hal yang ingin di teliti.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan atau kehandalan hasil
suatu pengukuran (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011). Uji reliabilitas
60. 60
dilakukan dengan membandingkan nilai r hasil dengan konstanta (0,6)
atau dengan r tabel (cronbach’s alpha) (Riyanto, 2010). Pada
penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus
alpha cronbach (Arikunto, 2010), yaitu :
Keterangan:
: Reliabilitas instrument
K : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
: Jumlah varian butir
: Varian total
Selanjutnya dikatakan reliabel jika nilai alpha cronbach > 0,6
(konstanta). Nilai alpha cronbach dari hasil uji reliabilitas didapatkan
hasil yaitu 0,874.
D. Prosedur Penelitian
Adapun beberapa tahapan sebelum melakukan penelitian, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Mencari masalah yang terjadi di masyarakat
Peneliti memilih pemilihan tempat untuk melakukan penelitian sesuai
dengan data yang ada dan masalah yang ditemukan dimulai pada
tanggal 18 Februari 2012.
b. Mengajukan judul penelitian kepada LPPM STIKes A.Yani dan
pembimbing dalam menentukan judul penelitian hubungan pengetahuan
remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan
kejadian Leukorea di SMAN 19 Garut pada tanggal 18 Februari 2012.
61. 61
c. Mengajukan surat pengambilan data awal ke DINKES kota Garut,
KESBANG kota Garut dan SMAN 19 Garut pada tanggal 29 Februari
2011.
d. Mendapatkan surat izin pengambilan data awal dari KESBANG dengan
Nomor surat 072/55-Kesbangpollinmas-2012 dan izin dari DINKES pada
tanggal 29 Februari 2012.
e. Melakukan studi pendahuluan ke SMAN 19 Garut pada bulan Februari.
f. Melakukan studi pustaka tentang hal-hal yang berkaitan dengan
masalah penelitian.
g. Menyusun proposal dan instrumen penelitian pada bulan April 2012.
h. Melaksanakan seminar proposal penelitian pada tanggal 3 Mei 2012.
i. Melakukan perbaikan hasil seminar bulan Mei
Perbaikan hasil seminar proposal sesuai dengan masukan dari penguji
dan pembimbing.
j. Mengajukan surat izin uji validitas ke SMAN 16 Garut untuk penelitian
pada tanggal 11 Mei 2012.
k. Mendapatkan surat izin melaksanakan uji validitas ke SMAN 16 Garut
pada tanggal 11 Mei 2012.
l. Melaksanakan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian di SMAN
16 Garut pada tanggal 11 Mei 2012.
2. Tahap Pelaksanaan
62. 62
a. Izin melakukan penelitian dari sekolah setempat
Permohonan izin penelitian pada institusi yang terkait meliputi Prodi Ilmu
Keperawatan (S-1) dan SMAN 19 Garut. Mengurus surat izin penelitian
dan menyerahkan surat izin penelitian ke SMAN 19 Garut pada tanggal
28 Mei 2012.
b. Melakukan penelitian
Melakukan penelitian dan pengumpulan data dengan memberikan
lembar persetujuan kepada responden untuk meminta kesediannya
menjadi responden dan memberikan kuisioner kepada para responden
di SMAN 19 Garut pada tanggal 28 Mei 2012.
c. Mengumpulkan hasil penelitian
Melakukan pengolahan data dengan memasukan data melalui komputer
(Program Komputer).
d. Menarik kesimpulan dan mengambil kesimpulan dari data yang telah
diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisis yang telah dilakukan
sebelumnya.
3. Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian pada bulan Juni.
b. Presentasi hasil penelitian pada tanggal 26 Juni 2012.
c. Pendokumentasian hasil penelitian pada bulan Juni.
E. Pengolahan Data
Sebelum dilakukan pengolahan data, variabel penelitian diberi
skor sesuai dengan bobot jawaban pada tiap-tiap pilihan jawaban dari
63. 63
pertanyaan yang disediakan. Pengolahan data yang dilakukan dengan
tahap berikut (Notoatmodjo, 2010):
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuisioner
apakah kuisioner sudah diisi dengan lengkap, jelas, dan relevan jawaban
dengan pertanyaan, dan konsisten. Pada saat penelitian responden
sudah menjawab seluruh daftar pertanyaan yang ada pada kuisioner.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka atau bilangan.
Kode untuk variabel pengetahuan sabun antiseptik daun sirih:
1 = Kurang, jika skor < 56%
2 = Cukup, jika skor antara 56%-75%
3 = Baik, jika skor 75%-100%
Kode untuk variabel kejadian leukorea :
1 = Leukorea patologis
2 = Leukorea normal
3. Proccessing
Merupakan kegiatan melakukan entry data dari kuisioner ke dalam
program komputer. Data penelitian dimasukan terlebih dahulu ke program
SPSS, selanjutnya untuk variabel pengetahuan dijumlahkan data untuk
hasil tahu dan prersentase pengetahuan remaja, setelah itu dimasukan
64. 64
code dari setiap hasil yang telah diketahui presentasinya sesuai dengan
nilai yang telah ditentukan. Sementara untuk variabel kejadian leukorea
peneliti langsung memasukan code sesuai hasil yang telah diketahui.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah data dimasukan, tidak
ada kesalahan atau missing yang ditemukan dari hasil entry data.
F. Analisa Data
Data yang telah diperoleh dianalisis dan interpretasikan untuk
menguji hipotesis dengan menggunakan aplikasi komputer.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah teknik analisis yang berfungsi untuk
meringkas, mengklasifikasikan, dan menyajikan data yang merupakan
langkah awal dari analisis lebih lanjut dalam penggunaan uji statistik. Data
disajikan dalam bentuk tabel atau grafik berupa distribusi frekuensi dan
persentase (Hidayat, 2007).
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi
dan proporsi dari variabel-variabel yang diamati, terdiri dari variabel
pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun
65. 65
sirih dan kejadian leukorea. Data yang diperoleh dikumpulkan dan
disajikan dalam bentuk tabel.
Untuk menghitung distribusi frekuensi yaitu dengan rumus (Budiarto
E, 2004) :
Interpretasi untuk menentukan hasil penelitian (Arikunto, 2006):
1. 0% = Tak seorangpun dari responden
2. <40% = Sebagian kecil dari responden
3. 40%-49% = Hampir sebagian dari responden
4. 50% = Setengahnya dari responden
5. 51%-79% = Sebagian besar dari responden
6. 80%-99% = Hampir seluruh dari responden
7. 100% = Seluruhnya dari responden
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan uji hipotesis variabel bebas dan variabel
terikat untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu variabel bebas
(pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun
sirih) dengan variabel terikat (kejadian leukorea).
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-
Square (Chi Kuadrat). Adapun yang digunakan ialah sebagai berikut:
66. 66
∑
−
=
fe
fefo
X
2
2 )(
Rumus yang digunakan untuk menghitung Chi Square, yaitu
(Riyanto, 2010):
Keterangan :
X2
= Nilai chi square
ƒo = Frekuensi yang diobservasi
ƒe = Frekuensi yang diharapkan
∑
∑ ∑=
T
fbxfk
fe
)()(
Rumus mencari frekuensi teoritis:
Keterangan :
ƒe = Frekuensi yang
∑ƒk = Jumlah frekuensi pada kolom
∑ƒb = Jumlah frekuensi pada baris
∑T = Jumlah keseluruhan baris atau kolom
67. 67
Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α = 0,05 dan
Confidence Interval (CI) 95% (penelitian di kesehatan masyarakat)
dengan ketentuan bila :
1. p-value > 0,05 berarti Ho gagal ditolak (p>α). Uji statistik menunjukan
tidak ada hubungan yang bermakna.
2. p-value ≤ 0,05 berarti Ho ditolak (p≤α). Uji statistik menunjukan ada
hubungan yang bermakna.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil dengan nilai p-value 0,000 (≤
0,05) berarti Ho ditolak (p≤α). Uji statistik menunjukan ada hubungan
antara pengetahuan remaja tentang penggunaan sbaun antiseptik daun
sirih dengan kejadian leukorea.
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus memegang teguh sikap
ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak
memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subjek
penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan
menjungjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004
dalam Nugrahaeni dan Mauliku, 2011). Etika penelitian memiliki berbagai
macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu
dipahami, yaitu (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011):
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya
68. 68
penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari
paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat
dan martabat manusia adalah: peneliti mempersiapkan formulir
persetujuan subjek (informed consect), peneliti menjelaskan tujuan dan
manfaat dari penelitian, peneliti menjelaskan tentang pengunduran diri
responden untuk yang tidak siap dijadikan objek penelitian, peneliti
memberikan formulir lembar persetujuan dengan jaminan kerahasiaan
(anonimitas). Pada saat dilakukan penelitian tidak ada responden yang
merasa keberatan untuk dilakukan penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek peneliti (respect for privacy
and confidentiality)
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi
dan kebebasan individu, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak
dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh
menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat
asal subjek dalam kuisioner dan alat ukur untuk menjaga anonimitas dan
kerahasiaan identitas subjek. Sehingga peneliti menggunakan koding
(inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.
Pada saat penelitian ada beberapa responden yang mencantumkan
namanya pada lembar kesediaan responden, dan setelah peneliti pantau
lembar tersebut langsung diganti dengan lembar yang baru untuk
menjaga kerahasiaan dari responden yang dijadikan objek penlitian.
69. 69
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk
memenuhi ptrinsip keterbukaan, peneliti dilakukan secara jujur, hati-hati,
professional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor
ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta
perasaan religious subjek penelitian.
Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip
keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki
bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah
keuntungan dan beban harus didistribusikan diantara anggota kelompok
masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan
penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau
menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi, dan pilihan bebas
masyarkat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti
mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subjek untuk
mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama maupun
sesudah berpartisipasi dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti
memperhatikan seluruh responden secara sama dan merata.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi
subjek penelitian dan dapat digeneralisasikan ditingkat populasi
(beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi
70. 70
subjek (non maleficence). Penelitian ini tidak berpotensi mengakibatkan
cedera atau stress tambahan sehingga tidka ada subjek yang dikeluarkan
dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan,
stress, maupun kematian subjek penelitian.
H. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SMAN 19 Garut.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Mei 2012.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi responden berdasarkan pengetahuan remaja tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dan kejadian leukorea di SMAN
19 Garut tahun 2012.
71. 71
Berikut disajikan hasil analisis univariat untuk masing-masing
variabel penelitian.
a. Gambaran pengetahuan remaja tentang penggunaan sabun
antiseptik daun sirih di SMAN 19 Garut
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja tentang
Penggunaan Sabun Antiseptik Daun Sirih di SMAN 19
Garut Tahun 2012
Variabel Independen Kategori
Frekuensi
(F)
Presentase
(%)
Pengetahuan penggunaan
sabun antiseptik daun sirih
Kurang 88 59,9
Cukup 40 27,2
Baik 19 12,9
Total 147 100
Hasil analisis univariat variabel independen pada tabel diatas
menunjukan bahwa dari 147 responden berdasarkan pengetahuan
penggunaan sabun antiseptik daun sirih didapatkan hasil bahwa sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang kurang, yaitu sebanyak 88
responden (59,9%).
b. Gambaran kejadian leukorea di SMAN 19 Garut
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Leukorea di SMAN 19
Garut Tahun 2012
Variabel Dependen Kategori
Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
Kejadian Leukorea
Leukorea Patologis 88 59,9
Leukorea Normal 59 40,1
72. 72
Total 147 100
Hasil analisis univariat variabel dependen pada tabel diatas
menunjukan bahwa dari 147 responden berdasarkan kejadian leukorea
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengalami leukorea
patologis, yaitu sebanyak 88 responden (59,9%).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi dengan tujuan untuk melihat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Dalam penelitian ini analisis bivariat meliputi analisa hubungan
antara pengetahuan remaja tentang penggunaan sabun antiseptik daun
sirih dengan kejadian leukorea.
Berikut ini disajikan hasil analisis bivariat antara variabel
independen dan variabel dependen.
Tabel 4.3 Distribusi Hubungan Pengetahuan Remaja tentang
Penggunaan Sabun Antiseptik Daun Sirih dengan
Kejadian Leukorea di SMAN 19 Garut Tahun 2012
Pengetahuan
Penggunaan Sabun
Antiseptik Daun Sirih
Kejadian Leukorea
p-value
Leukorea
Patologis
Leukorea
Normal
Total
F % F % F %
Kurang 87 98,9 1 1,1 88 100 0,000
Cukup 1 2,5 39 97,5 40 100
Baik 0 0 19 100 19 100
73. 73
Total 88 59,9 59 40,1 147 100
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel diatas menunjukan
bahwa dari 88 responden yang mengalami leukorea patologis, hampir
seluruh responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih yaitu sebanyak 87 responden
(98,9%). Uji statistik menunjukan hasil p-value 0,000 (< = 0,05), artinya
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian leukorea.
B. Pembahasan
Jenis penelitian ini adalah deskriptive corelative dengan teknik
pengumpulan data menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian
deskriptive corelative yaitu suatu jenis penelitian yang melibatkan
tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan
dan tingkat hubungan antara dua variable atau lebih (Budiman, 2010).
Pendekatan cross sectional merupakan jenis penelitian yang
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel dan
dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008).
Berdasarkan hasil pengolahan data dan sesuai dengan tujuan
khusus dalam penelitian yaitu mengidentifikasi pengetahuan remaja
tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih, mengidentifikasi
kejadian leukorea yang dialami siswi, dan mengetahui hubungan
pengetahuan remaja tentang penggunaan sabun antiseptik daun sirih
dengan kejadian leukorea diperoleh uraian sebagai berikut:
74. 74
1. Pengetahuan Remaja Tentang Penggunaan Sabun Antiseptik Daun
Sirih
Hasil penelitian telah diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang kurang tentang penggunaan sabun antiseptik
daun sirih yaitu sebanyak 88 responden (59,9%). Kurangnya
pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun antiseptik daun
sirih disebabkan oleh kurangnya pengalaman, sumber informasi dan
budaya. Dari hasil penelitian kebanyakan remaja menggunakan sabun
antiseptik daun sirih setiap mandi tanpa mengetahui kondisi vagina
terlebih dahulu. Selain itu ada beberapa sabun antiseptik daun sirih yang
penggunaannya langsung dioles ke vagina, padahal hal tersebut akan
membuat konsentrasi sabun antiseptik daun sirih dalam vagina semakin
meningkat dan bakteri baik dalam vagina ikut mati, serta menyebabkan
sekresi di vagina akan berkurang, sehingga tumbuh bakteri jahat dalam
vagina dan terjadi leukorea patologis.. Hal itupun yang dilakukan oleh
banyak remaja tentang cara penggunaan sabun antiseptik daun sirih
tanpa mengetahui efek yang akan terjadi selanjutnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Perubahan tingkat pengetahuan seseorang dapat terjadi karena adanya
75. 75
komunikasi yang merupakan proses pengoperasian rangsangan dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak.
Sabun antiseptik daun sirih, sebaiknya hanya digunakan pada
saat tertentu saja, seperti saat dan sesudah menstruasi atau untuk kasus
tertentu, pada leukorea gatal yaitu sebanyak 2 kali sehari. Jadi
sebenarnya tidak diperlukan bahan khusus untuk membersihkannya,
cukup dengan air bersih. Faktor pengetahuan seperti pengetahuan
kesehatan reproduksi merupakan pengetahuan yang sangat penting
untuk remaja khususnya remaja putri karena pada saat usia remaja
terjadi perkembangan yang sangat dinamis baik secara biologi maupun
psikologi dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
remaja seperti informasi yang di terima, orang tua, teman, orang terdekat,
media massa dan seringnya diskusi (Putriani, 2010).
Pengetahuan yang dimilki seseorang akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, umur, minat,
pengalaman, kebudayaan, dan sumber informasi (Mubarak, 2011).
Pengetahuan dan sikap merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap prilaku seseorang dalam melakukan tindakan terhadap suatu
objek tertentu (Notoatmojo, 2007). Hal tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Sasongko (2010) yang berjudul, “tingkat
pengetahuan remaja putri dalam menggunakan cairan pembersih
genetalia di SMA Negeri 1 Glenmore Kecamatan Glenmore Kabupaten
Banyuwangi” dimana siswi yang menggunakan sabun antiseptik daun
sirih memiliki pengetahuan kurang. Dari hasil penelitian tersebut, dapat
dilihat bahwa remaja putri yang mempunyai tingkat pengetahuan dalam
76. 76
kategori kurang baik lebih banyak dibanding kategori pengetahuan yang
baik dan cukup baik. Ini dapat terjadi karena kurangnya informasi yang
didapat.
Kondisi ini membuktikan bahwa pengetahuan sangat penting demi
tercapainya prilaku yang baik dalam penggunaan sabun antiseptik daun
sirih. Selain dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang baik, hal ini juga
dipengaruhi oleh cara fikir dan keyakinan yang dimiliki oleh masing-
masing remaja yang berbeda, sehingga remaja putri sulit untuk menerima
hal-hal baru yang diperkenalkan oleh tenaga kesehatan.
Sebagian siswi yang dilakukan penelitian menggunakan sabun
antiseptik daun sirih bukan dilatarbelakangi oleh kehendak sendiri
melainkan karena diajak temannya dan korban iklan yang semakin
banyak muncul sehingga wawasan tentang penggunaan sabun antiseptik
daun sirihpun masih relatif kurang. Penggunaan sabun antiseptik daun
sirih ini dapat mempengaruhi keadaan vagina. Sehingga sabun antiseptik
daun sirih hanya dapat digunakan pada saat menstruasi dan keputihan
sebanyak 2x sehari (Fadilah, 2010 dalam Ilmiah, 2011).
Tingkat pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun
antiseptik daun sirih ini berbeda–beda, hal ini dapat mempengaruhi
remaja putri dalam cara penggunaannya, apakah sudah benar atau
belum. Sebagian besar remaja putri mempunyai pengetahuan yang
kurang baik ini dapat dipengaruhi oleh usia remaja putri yang berkisar
antara 16 – 18 tahun. Selain itu karena remaja putri tersebut masih dalam
jenjang SMA yaitu siswi kelas 1 dan 2, dimana jenjang tersebut belum ada
pendidikan mengenai kesehatan reproduksi wanita secara lebih spesifik.
77. 77
Sehingga pengetahuan yang kurang merupakan salah satu faktor
penyebab remaja putri menggunakan sabun antiseptik daun sirih dengan
cara yang salah.
2. Kejadian Leukorea yang Dialami oleh Remaja Putri
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
mengalami leukorea patologis, yaitu sebanyak 88 responden (59,9%).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kebanyakan remaja sering
mengalami leukorea. Hal itu yang menentukan salah satu ciri leukorea
patologis. Leukorea yang mereka alami berwarna putih dan sebagian
kecil berwarna kuning, Selain itu leukorea yang mereka alamipun banyak
yang berbau. Hal itu yang harus mereka waspadai supaya tidak menjadi
infeksi vagina yang berkelanjutan.
Leukorea merupakan keadaan yang fisiologis dan dapat menjadi
leukorea yang patologis karena terinfeksi kuman penyakit. Bila vagina
terinfeksi kuman penyakit seperti jamur, parasit, bakteri dan virus maka
keseimbangan ekosistem vagina akan terganggu, yang tadinya bakteri
doderlein atau lactobasillus memakan glikogen yang dihasilkan oleh
estrogen pada dinding vagina untuk pertumbuhannya dan menjadikan pH
vagina menjadi asam. (Sibagariang, et al. 2010).
Menurut Saydam (2012), gejala yang dapat diamati adalah cairan
atau lendir yang berwarna putih atau kekuning-kuningan pada vagina.
Jumlah lendir ini bisa tidak begitu banyak namun adakalanya banyak
sekali. Kadang-kadang diikuti oleh rasa gatal yang amat mengganggu
kenyamanan. Menurut Kusmanto (2012), leukorea dapat disebabkan
karena penggunaan antiseptik yang berlebihan. Antiseptik tersebut dapat
78. 78
menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina bisa ikut mati. Selain itu,
kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan yang berlebihan
dapat meningkatkan keasaman daerah vagina.
Menurut Murtiastutik (2009) bahwa sabun antiseptik daun sirih ini
dapat digunakan sebagai antiseptik, penggunaan sabun pembersih
vagina secara berlebihan dapat meningkatkan keasaman vagina. Karena
sabun antiseptik daun sirih bersifat asam dan mempunyai PH yang sama
dengan vagina sehingga apabila penggunaannya berlebihan maka akan
mengurangi skeresi vagina, selain itu kuman jahat hidup subur. Jamur
salah satunya. Vagina yang terserang jamur candida akan menyebabkan
terjadinya leukorea patologis. Dimana ciri-ciri dari leukorea patologis
tersebut adalah berubahnya cairan yang bewarna jernih menjadi
kekuningan sampai kehijauan, berbentuk seperti susu pecah, jumlahnya
berlebihan, kental, berbau tak sedap terasa gatal-gatal atau panas, dan
terasa perih saat kencing. Bahkan, dalam kondisi parah, bisa terjadi
candidiasis vulvovaginalis.
Para remaja harus waspada terhadap gejala leukorea. Kejadian
leukorea akibat kesalahan cara perawatan vagina dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan akan menimbulkan berbagai penyakit infeksi
genitalia diantaranya vulvitis (infeksi vulva), vaginitis kandidiasi (leukorea
kental bergumpal dan terasa sangat gatal), servisitis dan endometritis
(infeksi pada lapisan dalam dari rahim) (Manuaba, 2009).
Hasil penelitian inim sejalan dengan hasil penelitian yang terdapat
dalam jurnal yang di kemukakan oleh Prasetyowati,dkk (2009) yang
berjudul “Hubungan personal hygiene dengan kejadian keputihan pada
79. 79
siswi SMU Muhamadiyah Metro tahun 2009” bahwa personal hygiene
mempengarui terjadinya leukorea, karena kurangnya personal hygiene
dapat mempengaruhi terjadinya perubahan keasaman didaerah vagina.
Perubahan keasaman daerah vagina berkaitan dengan leukorea karena
dapat mengakibatkan pH vagina tidak seimbang. Ketidakseimbangan pH
dalam vagina akan mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman
sehingga dapat terjadi infeksi yang akhirnya mengakibatkan leukorea
patologis.
Leukorea patologis yang dialami oleh remaja putri ini dapat terjadi
karena berbagai sebab. Perawatan dalam menjaga dan merawat vagina
yang kurang baik selalu menjadi penyebab utamanya. Leukorea pada
remaja harus diwaspadai secara dini. karena pada saat usia remaja
terjadi perkembangan yang sangat dinamis baik secara biologi maupun
psikologi. Apabila kejadian leukorea tidak diatasi dan disadari secara dini
dikhawatirkan dapat terjadi infeksi vagina yang berkelanjutan. Hal ini
dapat diawasi dengan mengetahui kapan saja waktu keluarnya leukorea
yang baik. Untuk mengatasi secara dini, harus diketahui cici-ciri leukorea
yang patologis. Sehingga kejadian leukorea patologis tidak terjadi lagi
pada remaja putri yang sedang dalam masa perkembangan kesehatan
reproduksi.
3. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Penggunaan Sabun
Antiseptik Daun Sirih dengan Kejadian Leukorea
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa dari 88 responden
yang mengalami leukorea patologis, didapatkan hasil hampir seluruh
responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang penggunaan
80. 80
sabun antiseptik daun yaitu sebanyak 87 responden (98,9%). Hal ini
menunjukan bahwa masih banyak remaja putri yang belum tahu cara
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan benar sehingga
kebanyakan dari remaja putri menggunakan sabun antiseptik daun sirih
setiap hari tanpa mengetahui kondisi vagina yang akhirnya berdampak
pada leukorea patologis.
Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada Indonesia telah
membuktikan secara klinis tentang penggunaan sabun sirih dan PH
sabun antiseptik daun sirih yang memiliki PH yang sama dengan vagina
yaitu 3,5 – 4,5 (Sumber PD.Unico Miratama). Sabun antiseptik daun sirih
ini digunakan dengan cara mencampurnya terlebih dahulu dengan air, lalu
dibilas dan kemudian dicuci pada vagina bagian luar. Apabila penggunaan
sabun antiseptik daun sirih ini tidak dicampur dengan air maka
konsentrasi dari sabun antiseptik daun sirih tersebut akan lebih tinggi
masuk ke dalam vagina sehingga akan mempercepat proses perubahan
pH vagina. Selain itu, apabila sabun sirih tersebut dipakai untuk vagina
bagian dalam akan menyebabkan perubahan pH sehingga pH vagina
akan meningkat menjadi semakin asam.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dikemukakan oleh Ayuningtyas (2011) yang berjudul “hubungan antara
pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan
kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang” bahwa angka
kejadian leukorea patologis terjadi lebih banyak karena pengetahuan
remaja dalam menjaga kebersihan vaginanya buruk. Sebagian besar
siswi tidak tahu bagaimana cara membersihkan genitalia eksterna dengan