Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Tugas mata kuliah metakognitif
1. TUGAS MATA KULIAH METAKOGNITIF
METAKOGNITIF PADA ANAK-ANAK
DAN DEWASA
DISUSUN OLEH :
NUR CHAMIMMAH LAILIS INDRIANI
NIM : 190709009
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNESA
2019
2. Perkembangan Metakognitif Pada Anak-Anak Dan Dewasa
Nur Chamimmah Lailis Indriani
Pascasarjana Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Metakognitif adalah sebuah kesadaran mengenai kognitif kita sendiri, cara kerja dan pengaturan
kognitif diri kita sendiri. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk mengefisiensikan penggunaan
kognitif yang terkait problem solving. Secara singkat, metakognitif diistilahkan sebagai “thinking of
thinking”. metakognitif terdiri dari 4 keterampilan: decision making, critical thinking, creative thinking,
problem solving. Perkembangan metakognitif sering dihubungkan dengan Theories of Mind (ToM).
Hubungan antara metakognitif dan ToM adalah bahwa ToM memprediksikan kemampuan metakognitif
serta bertujuan untuk menginvestigasi perkembangan pengetahuan maupun kognisi mengenai fenomena
mental. anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia
fisik, terpisah dari dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan berbagai peristiwa secara akurat
maupun tidak serta secara aktif menerjemahkan realitas dan emosi yang dialami. Anak-anak usia 3 tahun
telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang menyenangkan, yang
referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau khayalan), dan yang unik bagi manusia. Teori
berpikir (Theory of Mind) merupakan bagian dari metakognitif anak yang sangat berkaitan dengan
kemampuan intelektual. Perkembangan intelektual menjelaskan adanya perkembangan kecerdasan,
sehingga kecerdasan dibangun dalam suatu kurun waktu dalam rangkaian yang tersusun dari tahapan-
tahapan yang saling terkait atau berhubungan. Metakognitif dalam pembelajaran sangat erat kaitannya
dengan pemecahan masalah. Siswa yang menggunakan strategi metakognitifnya dengan baik ketika
menyelesaikan soal matematika (pemecahan masalah) memiliki kemampuan lebih dalam menyelesaikan
soal matematika. Demikian juga dalam pembelajaran bahasa maupun sains.
Kata Kunci : metakognitif, Theory of Mind, metamemori, strategi metakognitif
PENDAHULUAN
Flavel dalam Jonassen, 2000 mendefinisikan
metakognitif sebagai kesadaran tentang
bagaiman seseorang belajar, kemampuan untuk
menilai kesulitan sebuah masalah, kemampuan
untuk mengamati tingkat pemahaman diri,
kemampuan menggunakan berbagai informasi
untuk mencapai tujuan serta kemampuan dalam
halpenilaian kemajuan belajar. Sedangkan
menurut Margareth W. Matlin, 2003,
metakognitif merupakan pengetahuan dan
kesadaran tentang proses kognitif atau dapat
juga diartikan sebagai pemikiran tentang
berfikir. Jadi metakognitif adalah sebuah
kesadaran mengenai kognitif kita sendiri, cara
kerja dan pengaturan kognitif diri kita sendiri.
Kemampuan ini sangat penting terutama untuk
mengefisiensikan penggunaan kognitif kita yang
terkait problem solving. Secara singkat,
metakognitif diistilahkan sebagai “thinking of
thinking”.
Anderson & Krathwohl (Sukmadinata &
As’ari, 2006) memberikan rincian dari
pengetahuan yang dapat dikuasi atau diajarkan
pada setiap tahapan kognitif. Dalam lingkup
pengetahuan tersebut,pengetahuan metakognitif
menempati pada tingkat tertinggi setelah
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual
dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan
3. metakognitif meliputi pengetahuan strategik,
pengetahuan tugas-tugas berpikir dan
pengetahuan pribadi. Sementara itu, menurut
Preisseisen (dalam Paulina Panen dkk. 2001
dalam Susanto, 2015) metakognitif terdiri dari 4
keterampilan: decision making,critical thinking,
creative thinking, problem solving. Mengambil
keputusan, berfikir kritis, berfikir kreatif, dan
memecahkan masalah.
PERKEMBANGAN METAKOGNITIF
Penelitian mengenai perkembangan
metakognitif dimulai dari penelitian yang
berfokus pada pengetahuan mengenai memori,
yang diistilahkan sebagai metamemori, namun
konsep tersebut kemudian diperluas dan
menciptakan metakognisi. Metakognisi
berkembang seiring usia dan dipengaruhi juga
oleh latihan (Larkin, 2006 dalam Setya Murti
2011). Interaksi satu sama lain dapat
memberikan stimulus yang diperlukan oleh
individu untuk menjadi lebih menyadari proses
kognitif mereka.
Perkembangan metakognitif sering
dihubungkan dengan Theories of Mind (ToM).
Hubungan antara metakognitif dan ToM adalah
bahwa ToM memprediksikan kemampuan
metakognitif serta bertujuan untuk
menginvestigasi perkembangan pengetahuan
maupun kognisi mengenai fenomena mental.
ToM secara luas didefinisikan sebagai
pengetahuan mengenai keberadaan pikiran dan
isi dari pikiran (misalnya keyakinan, hasrat dan
intensi) sama baik dengan kemampuan dalam
menggunakan pengetahuan ini untuk melakukan
prediksi dan penjelasan mengenai tindakan
manusia.
PERKEMBANGAN METAKOGNITIF
ANAK
Proses metakognitif pada anak usia dini
sesungguhnya didahului oleh kemampuan
kognitif lain seperti perkembangan Theory of
Mind (ToM). Piaget dalam Fatana, menyatakan
bahwa masa kanak-kanak awal dari sekitar usia
2 sampai 6 tahun sebagai tahap Praoperasional,
karena anak-anak belum siap untuk terlibat
dalam operasi atau manipulasi mental yang
mensyaratkan pemikiran logis. Penelitian Flavel
sebenarnya banyak memfokuskan tentang
metakognitif pada anak-anak. Penelitian Flavel
pada perkembangan memori anak-anak di akhir
tahun 1960 menekankan pentingnya
metakognisi dalam mempengaruhi perilaku.
Dalam Desmita, 2006, Flavel menunjukkan
bahwa anak-anak yang masih kecil telah
menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan
dengan dunia fisik, terpisah dari dunia fisik,
dapat menggambarkan objek-objek dan
berbagai peristiwa secara akurat maupun tidak
serta secara aktif menerjemahkan realitas dan
emosi yang dialami. Anak-anak usia 3 tahun
telah mampu memahami bahwa pikiran adalah
peristiwa mental internal yang menyenangkan,
yang referensial (merujuk pada peristiwa-
peristiwa nyata atau khayalan), dan yang unik
bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan
pikiran dengan pengetahuan.
Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 – 2,5
tahun telah mengerti bahwa untuk
menyembunyikan sebuah objek dari orang lain
mereka harus menggunakan taktik penipuan,
seperti berbohong atau menghilangkan jejak
mereka sendiri. (Hala et.al., dalam Desmita,
2006). Pemahaman anak tentang pikiran
manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-
4. tahun pertama kehidupannya. Kemudian pada
usia 3 tahun anak menunjukkan suatu
pemahaman bahwa kepercayaan-kepercayaan
dan keinginan-keinginan internal dari seseorang
berkaitan dengan tindakan-tindakan orang
tersebut.
Pada anak usi 3 tahun, tipe pemahaman
yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis
mereka, yaitu : (1) memahami bahwa pikiran
terpisah dari objek-objek lain; (2) memahami
bahwa pikiran menghasilkan keinginan dan
kepercayaan; (3) memahami tentang bagaimana
tipe-tpe keadaan mental yang berbeda-beda
berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran
diguunakan untuk menggambarkan realitas
eksternal.
Kemampuan metakognitif telah
berkembang sejak masa anak-anak awal dan
terus berlanjut sampai usia sekolah dasar dan
seterusnya mencapai bentuknya yang lebih
mapan. Pada usia sekolah dasar seiring dengan
tuntutan kemampuan kognitif yang harus
dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula
untuk dapat menggunakan dan mengatur
kognitif mereka. Kemampuan metakognitf anak
tidak muncul dengan sendirinya, tetapi
memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan
perkembangan metakognitif dapat diupayakan
melalui cara dimana anak dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui
dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa
yang dia observasi.
Metakognitif dan ToM (Theory of Mind)
Teori berpikir (Theory of Mind)
merupakan bagian dari metakognitif anak yang
sangat berkaitan dengan kemampuan
intelektual. Model Piaget tentang perkembangan
intelektual menjelaskan adanya perkembangan,
sehingga kecerdasan dibangun dalam suatu
kurun waktu dalam rangkaian yang tersusun
dari tahapan-tahapan yang saling terkait atau
berhubungan, dan tiap tahap ini menentukan
perkembangannya. Menurut Jean Piaget,
perkembangan kognitif anak praoperasional
terdiri dari tahapan berikut :
1) Pengetahuan tentang Berpikir dan
Kondisi mental
Anak usia 3 – 5 tahun, mulai memahami
pikiran yang berlangsung dalam jiwa; dan
berkaitan dengan hal-hal yang nyata
maupun yang bersifat imajiner. Seseorang
dapat memikirkan satu hal sambil
melakukan atau melihat hal lain; bahkan
seseorang yang mata dan telinganya
tertutup dapat memikirkan sesuatu. Anak-
anak tersebut juga memahami bahwa
berpikir merupakan aktifitas yang berbeda
dengan melihat, berbicara, menyentuh,dan
mencari tahu (Flavell et al.,1995).
2) Egosentrisme
Pada masa ini, anak-anak berpikir bahwa
pusat dunia adalah diri mereka. Merujuk
kepada Piaget, anak-anak pada masa
egosentris sangat terpusat pada sudut
pandangnya sendiri sehingga mereka tidak
dapat menerima pandangan dari orang lain.
Anak usia tiga tahun sudah berkurang
egosentrisnya dibandingkan bayi yang
baru lahir. Egoisentrisme mungkin dapat
membantu menjelaskan mengapa anak
kecil terkadang mengalami masalah dalam
membedakan realita dengan apa yang ada
diotak mereka dan mengapa mereka
menunjukkan kebinggungan terhadap
terjadinya sesuatu.
5. Perkembangan Metakognitif dari Waktu ke
Waktu
Perkembangan metakognitif menurut
Kuhn (2000), ditandai oleh sebuah pergerakan
yang bersifat gradual untuk memperoleh strategi
lebih baik dalam rangka menggantikan
kemampuan berfikir yang tidak efisien.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa
metakognitif muncul untuk meningkatkan
kemampuan seiring dengan bertambahnya usia
(Cross & Paris, 1988; Hennessey, 1999; Kuhn
& Dean, 2004; Schneider, 2008; Schneider &
Lockl, 2002; Schraw & Moshman, 1995 dalam
Emily, Lai, 2011). Perkembangan metakognitif
menghasilkan pengetahuan yang muncul
pertama kali, kognitif anak-anak muda seperti
usia 6 tahun, mampu merefleksikan ketepatan
dalam kognisi mereka serta melakukan
konsolidasi keterampilan, yang dapat teramati
secara jelas pada rentang usia 8-10 tahun.
Kemampuan untuk mengatur kognisi, muncul
berikutnya dengan peningkatan dramatis dalam
melakukan pengawasan dan pengaturan muncul
oleh anak-anak berusia 10-14 tahun.
Kemampuan kognisi dalam memonitoring dan
mengevaluasi akan lambat berkembang dan
mungkin mencapai ketidaksempurnaan pada
beberapa orang dewasa. Sehingga pada akhirnya
bangunan teori metakognitif akan nampak pada
integrasi pengetahuan kognitif dan pengaturan
kognitif.
Metakognitif dalam Pembelajaran
Matematika
Salah satu kajian yang menarik dalam
topik pemecahan masalah adalah peran
metakognitif dalam pemecahan masalah. Goos
et.al. (2000) melakukan penelitian tentang peran
metakognitif bagi siswa dalam kegiatan
memecahkan masalah matematika. Mereka
melakukan investigasi terhadap strategi siswa
metakognitif siswa sekolah menengah ketika
mereka memecahkan masalah matematika
secara individu. Siswa-siswa diberikan soal
matematikan dan mereka kemudian
menyelesaikannya secara individu. Setelah
siswa menyelesaikan soal tersebut, kemudian
diberikan angket sebagai instrumen untuk
mengetahui aktivitas metakognitif siswa.
Untuk mengetahui aktivitas metakognitif
siswa digunakan instrumen monitoring diri
metakognisi yang memuat pernyataan-
pernyataan metakognitif. Misalnya, saya yakin
bahwa saya memahami masalah yang
ditanyakan pada saya; saya mencoba
menyajikan masalah dengan bahasa saya
sendiri; saya mencoba untuk mengingat jika
saya pernah menyelesaikan masalah yang mirip
dengan masalah seperti ini; saya
mengidentifikasi dan memeriksa setiap
informasi yang terdapat dalam masalah ini; serta
saya berpikir tentang pendekatan yang berbeda
yang akan saya coba untuk mecahkan masalah
ini. Siswa diminta untuk menyatakan “ya”,
“tidak” atau “mungkin”.
Dari penelitian itu disimpulkan bahwa
siswa yang menggunakan strategi
metakognitifnya dengan baik ketika
menyelesaikan soal matematika (pemecahan
masalah) memiliki kemampuan lebih dalam
menyelesaikan soal matematika.
Metakognitif dalam Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran bahasa yang memiliki
kaitan dengan matekognitif adalah strategi
membaca buku. Membaca buku adalah aktivitas
yang menuntut strategi agar dapat membaca
6. secara efisien. Aktivitas membaca yang efektif
harus mengikuti langkah-langkah tertentu.
1) Menetapkan tujuan membaca;
2) Menetapkan urutan membaca bagian-bagian
buku;
3) Menetapkan strategi membaca agar efektif.
Langkah-langkah ini menuntut aktivitas
metakognitif karena siswa yang membaca
harus menentukan terlebih dahulu strategi
apa yang akan dia gunakan. Siswa yang
dilatih strategi membaca akan lebih mudah
membaca buku dan mudah memahami buku
dibandingkan dengan siswa yang tidak
menggunakan strategi.
Metakognitif dalam Pembelajaran Sains
Para ahli pendidikan sains memandang
sains tidak hanya terdiri dari fakta, konsep, dan
teori yang dapat dihafalkan, tetapi juga
terdiri atas kegiatan atau proses aktif
menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam
mempelajari gejala alam yang belum
diterangkan. Dalam pembelajaran sains, siswa
berperan seolah-olah sebagai ilmuan,
menggunakan metode ilmiah untuk mencari
jawaban terhadap suatu permasalahan yang
sedang dipelajari. Sehingga siswa dilatih untuk
memecahkan suatu masalah.
Keterampilan proses sains dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu
keterampilan dasar dan keterampilan
terintegrasi. Pada prinsipnya keterampilan
dasar dan keterampilan terintegrasi memiliki
kesamaan dalam hal merumuskan
permasalahan, mengumpulkan data dan
mengajukan solusi pemecahan masalah.
Metakognitif merujuk pada berpikir tingkat
tinggi yang melibatkan kontrol aktif dalam
proses kognitif belajar dalam memecahkan
suatu masalah. Kegiatan seperti perencanaan
bagaimana pendekatan tugas belajar yang
diberikan, pemantauan pemahaman, dan
mengevaluasi kemajuan penyelesaian tugas
adalah metakognitif alami. Metakognitif
adalah kemampuan berpikir di mana yang
menjadi objek berpikirnya adalah proses
berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Dalam
konteks pembelajaran, siswa mengetahui
bagaimana untuk belajar, mengetahui
kemampuan dan modalitas belajar yang
dimiliki, dan mengetahui strategi belajar terbaik
untuk belajar efektif. Metakognitif sebagai
suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada
diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan
dapat terkontrol secara optimal. Para siswa
dengan pengetahuan metakognitifnya sadar
akan kelebihan dan keterbatasannya dalam
belajar. Artinya saat siswa mengetahui
kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui
bahwa mereka salah, dan berusaha untuk
memperbaikinya. Pembelajaran sains yang
menekankan strategi metakognitif pada siswa,
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah sains yang merupakan
fokus pendidikan sains di Indonesia.
7. DAFTAR PUSTAKA
Emily, Lai,. (2011). Metacognition : A
Literature Review.
www.pearsonassessments.com/research.
Fitri, R,. (2017). Metakognitif Pada Proses
Belajar Anak Dalam Kajian Neurosains.
Jurnal Pendidikan. Volume 2. No 1.
Iskandar, M.S,. (2014). Pendekatan
Keterampilan Metakognitif Dalam
Pembelajaran Sains Di Kelas. Erudio.
Vol 2. No 2.
Jonassen, D.(2000). Toward a Design Theory of
Problem Solving. Educational
Technology Research and Development.
Vol.48. No.4
Lizidinillah, MAD,. Perkembangan
Metakognitif Dan Pengaruhnya Pada
Kemampuan Belajar Anak. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung
Matlin, Margareth. (2013). COGNITION.
United States of America. John Wiley
and Sons, Inc. Eight Edition.
Murti Setya, A.H,. (2011). Metakognisi dan
Theory of Mind (ToM). Jurnal Psikologi
Pitutur. Vol 1. No 2.