Ada tiga poin utama dalam dokumen ini:
1) Pengukuran posisi dan elevasi merupakan dasar utama dalam survey pemetaan untuk menentukan koordinat dan rencana proyek konstruksi.
2) Visualisasi spasial dan orientasi spasial adalah dua komponen penting dalam pemikiran spasial yang berkaitan dengan pembelajaran geospasial.
3) Penelitian ini menguji konsep geospasial oleh para ahli, siswa, dan antara siswa den
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
Dasar pemikiran
1. DASAR PEMIKIRAN
Pengukuran dalam bidang geografi adalah pengukuran posisi secara absolut. Dengan
diketahui posisi suatu objek atau titik suatu lokasi, maka dapat diturunkan hingga
informasi jarak ataupun luas baik horizontal ataupun vertikal terhadap objek lainnya.
Selain itu, pengukuran yang dilakukan juga dapat berupa pengukuran intensitas objek,
kerapatan, kapadatan, dan lain sebagainya, bergantung dengan tema kajian yang
diangkat. Pengukuran pada dasarnya menentukan nilai kuantitatif suatu fenomena atau
objek tertentu untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Survey pemetaan juga berkaitan dengan pengukuran. Survey merupakan teknik riset
untuk mengumpulkan data. Perbedaan antara pengukuran dengan survey pemetaan
yaitu, jika pengukuran bertujuan menentukan nilai dari suatu fenomena atau objek,
sedangkan survey pemetaan adalah kegiatan yang menaungi pengukuran khusus yang
dilakukan dengan cara berinteraksi atau observasi langsung dengan objek. Jadi survei
biasanya dilakukan untuk mengumpulkan data primer. Pelaksanaan survey juga perlu
persiapan yang cukup rinci, mengingat data primer jauh lebih sulit diperoleh dan
membutuhkan alat survey yang disesuaikan dengan temanya. Ada yang menggunakan
alat ukur tanah ataupun alat ukur berupa kuisioner. Semua bergantung pada informasi
apa yang ingin diperoleh.
Hasil survey dan pengukuran tersebut nantinya akan diolah dan dijadikan peta untuk
mempermudah melakukan pembacaan atau analisis lanjutan. Proses ini disebut dengan
pemetaan, terlebih dengan terus berkembangnya aplikasi dan teknologi pemetaan digital.
Pemetaan memang tidak mudah dilakukan mengingat banyak kaidah yang perlu
dipertimbangkan untuk menjadikan informasi terrepresentasi dengan baik dan informatif. Namun
bukan berarti tidak mungkin untuk dipelajari karena pada dasarnya jika memiliki tekad kuat dan
tekun akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Selain itu, memahami struktur konsep geospasial penting untuk memahami pemahaman konsep
geospasial oleh siswa pemula di SMK Geomatika dan Geospasial dari perspektif peneliti. Para
ahli dan pemula mungkin berbeda dalam konsepsi mereka karena spesifikasi domain
pengetahuan khusus atau pengalaman (Chi, Feltovich, dan Glaser 1981), dan konsepsi siswa
dapat berbeda tergantung pada kemampuan spasial (Ishikawa 2013). Dengan pemahaman
seperti itu, keterampilan berpikir geospasial dapat diajarkan secara efektif, tanpa ketidaksesuaian
antara konseptualisasi oleh orang-orang yang mengajar dan orang-orang yang diajar (Golledge,
Marsh, dan Battersby 2008b). Oleh karena itu penelitian ini, bertujuan untuk menguji konsepsi
konsep geospasial oleh para ahli dan siswadan dengan membandingkan kemampuan visualisasi
spasial tinggi dan rendah siswa.
2. LANDASAN TEORI
Survey pemetaan merupakan salah satu bidang kompetensi keahlian dalam ilmu
Geodesi yang menjadi dasar teknik geomatika dan geospasial dalam kurikulum sekolah
menengah kejuruan. Dimulai dari Ilmu Ukur Tanah yang mempelajari dasar-dasar
pengukuran elevasi dan posisi menggunakan alat sipat datar (waterpas autolevel). dan
sipat ruang (theodolite), lebih canggih lagi menggunakan Total Station. Dilanjutkan
dengan pemetaan digital (misal, ArcGis, Google Earth, Remote Sansing), dan dengan
konsep satelit menggunakan GPS. Semua terintegrasi dalam sebuah koneksi akademis
yang pada akhirnya mampu memberikan konsep pemetaan terestris secara
komprehensif kepada para calon asisten surveyor. Pengukuran yang akurat sangat
menentukan dimensi, ketelitian, ke-“simetris”-an, dan posisi objek sesuai gambar
rencana. Itulah mengapa surveyor memegang peranan penting, bahkan vital, dalam
menentukan struktur konstruksi seperti, jalan raya, jalan kereta api, bendungan, irigasi
dan lain sebagainya.
Visualisasi Spasial dan Orientasi Spasial
Banyak minat telah dihasilkan, secara teoritis dan pedagogis, dalam masalah pemikiran
spasial, karena pentingnya dalam sains, teknologi, teknik, dan pendidikan matematika
(STEM) dan kegiatan sehari-hari (Hegarty 2010; Newcombe 2010). Laporan National
Research Council (NRC) Learning to Think Spatially (NRC 2006) menunjuk pada
keterlibatan pemikiran spasial yang rumit dalam teorisasi geografi dan visualisasi
geosains. Demikian pula, Kastens dan Ishikawa (2006) membahas tugas-tugas besar
yang memerlukan pemikiran spasial tingkat tinggi dalam geosains. Goodchild (2006)
menyebut pemikiran spasial sebagai "R keempat" untuk menekankan pentingnya dalam
ilmu informasi geografis (GIScience), dan HallWallace dan McAuliffe (2002) menemukan
korelasi positif antara kemampuan spasial siswa dan sistem informasi geografis (GIS)
berbasis geoscience. Solem, Cheung, dan Schlemper (2008) melaporkan bahwa
pemikiran spasial dan GIS adalah salah satu keterampilan geografis teratas yang dicari
oleh pengusaha dalam bisnis, pemerintah, dan pendidikan tinggi.
Definisi pemikiran spasial mensyaratkan bahwa komponen pemikiran spasial harus
diklarifikasi tetapi, seperti yang dikemukakan oleh Golledge, Marsh, dan Battersby
(2008b), memahami struktur konseptual pemikiran geospasial masih terra incognita. Di
antara tiga elemen pemikiran spasial yang dibahas oleh NRC (2006) - konsep ruang, alat
representasi, dan proses penalaran - konsep spasial telah banyak dibahas dalam
kaitannya dengan pemikiran geospasial. Golledge, Marsh, dan Battersby (2008a)
mengklasifikasikan konsep geospasial ke dalam lima tingkatan: primitif, sederhana, sulit,
rumit, dan kompleks.
Meskipun ada tradisi panjang pengujian psikometrik kemampuan spasial, metode formal
untuk menilai pemikiran spasial belum dikembangkan (Lee dan Bednarz 2012).
Akibatnya, persamaan dan perbedaan antara kemampuan spasial dan pemikiran spasial
tidak diklarifikasi, dan pertanyaan tentang apakah dan bagaimana dua konstruksi terkait
3. masih tetap tidak terjawab. Penelitian terdahulu tentang kemampuan spasial telah
memeriksa struktur faktornya dan mengidentifikasi dua faktor utama: visualisasi spasial
dan orientasi spasial (McGee 1979).
Visualisasi spasial adalah kemampuan untuk memanipulasi gambar secara mental dan
untuk membayangkan rotasi atau gerakan objek dan pola; orientasi spasial adalah
kemampuan untuk memahami pola spasial atau mempertahankan orientasi sehubungan
dengan objek di ruang angkasa. Kedua kemampuan itu penting untuk pembelajaran
geospasial (Kastens dan Ishikawa 2006), tetapi terutama yang pertama telah diperiksa
sehubungan dengan berbagai tugas pemikiran geospasial. Sebagai contoh, tes spasial
diklasifikasikan sebagai visualisasi spasial berkorelasi dengan penggunaan peta di
lapangan (Liben dan Downs 1993), membayangkan struktur geologis (Kali dan Orion
1996), dan berbagai kegiatan pembelajaran berbasis GIS (Hall-Wallace dan McAuliffe
2002). Yang penting, Ishikawa (2013) menunjukkan bahwa, berlawanan dengan struktur
kesatuan dimensi kemampuan visualisasi spasial, tugas geografis yang memerlukan
pemikiran spasial (tugas berpikir geospasial) bervariasi dalam karakteristik mereka dan
kekuatan hubungan dengan kemampuan visualisasi spasial.
Ada beberapa dasar utama dalam survey pengukuran, yaitu:
1. Pemetaan Situasi
Pemetaan situasi (detail) menjadi tahap awal dalam pembangunan sebuah gedung
atau bangunan. Pemetaan situasi ini berfungsi sebagai gambaran rencana awal
medan yang akan dikerjakan dalam proyek. Pada pemetaan itu kita harus terlebih
dahulu mengikatkan ke bench mark terdekat dari lokasi proyek, dan dilansir ke area di
sekitar proyek untuk memudahkan dalam mengikat koordinat-koordinat yang
diperlukan.
2. Posisi Planimetris (Koordinat X,Y)
Posisi merupakan gambaran horizontal dari titik-titik yang ada dalam rencana.
Satuannya sudah pasti dalam bentuk koordinat, baik UTM (Universal Transverse
Mercator) berupa koordinat yang diukur dari bench mark tertentu maupun koordinat
lokal yang merujuk pada titik tertentu di dekat lokasi proyek sebagai titik (0,0).
Koordinat ini pada akhirnya digunakan dalam stake out titik-titik tertentu dari
komponen bangunan seperti titik pancang, batas perubahan elevasi galian dan
timbunan tanah, dan untuk membuat patok-patok yang menjadi as dari pile cap, tie
beam, dan kolom. Sekedar tambahan, untuk menentukan as dari pile cap, tie beam,
dan kolom kita harus berpedoman pada patok “pinjaman” tertentu yang pada akhirnya
di sini digunakan konsep sudut menggunakan teodolit (teori ini akan dijelaskan di
artikel berikutnya dalam blog ini).
4. 3. Elevasi
Jika pada point kedua kita membahas posisi planimetris (X,Y) pada point terakhir ini
kita akan membahas elevasi yang biasa direpresentasikan dalam notasi Z. Elevasi
atau ketinggian juga sangat penting dalam konstruksi bangunan karena menjadi dasar
dalam menentukan eleavasi + 0,000 lantai yang menjadi patokan dalam menentukan
elevasi-elevasi yang lain seperti elevasi bottom dan top pile cap, bottom dan top tie
beam, cut and fill, top stack pancang, top cutter pancang, dll. Elevasi + 0,000 lantai
sendiri ditentukan terhadap elevasi kawasan (elevasi yang diukur dari Mean Sea
Level). Di sini penggunaan waterpass (autolevel) menjadi dasar utama. Tulisan ini
hanyalah dasar teknik survey dalam dunia konstruksi bangunan yang dijabarkan
secara komprehensif. Teknik-teknik yang lebih aplikatif tentunya memerlukan ruang
tulis yang lebih besar dan tidak akan mampu dijelaskan dalam satu artikel blog.
Sehingga saya sampaikan di sini bahwa artikel ini hanyalah sebagai pembuka dari
artikel-artikel selanjutnya mengenai survey konstruksi.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji konsepsikonsep geospasialolehpara ahlidan siswa
dan oleh siswa dengan kemampuan visualisasi spasial tinggi dan rendah (Studi 1).
PESERTA
Buku teks sains dan teknologi informasi geografis yang diteliti dalam penelitian ini
Empat puluh empat siswa(dua puluh sembilan laki-lakidan lima belas perempuan) berpartisipasi
dalam percobaan. Mereka adalah siswa Sekolah Menengah Kejuruan Teknik Geomatika (usia
rata-rata tujuh belas tahun). Mereka mengambil kelas SIG sebanyak 920 jam; topik yang dibahas
di kelas termasuk georeferensi, pembacaan peta dan pembuatan peta.
Tabel 1. Buku teks sains dan teknologi informasi geografis yang diteliti dalam penelitian ini
Aronoff, S. 1991 Sistem informasi geografis: Perspektif manajemen.
Ottawa, Kanada: WDL
Bernhardsen, T. 2002 Sistem informasi geografis: Suatu pengantar. Edisi ke-3. New
York: Wiley.
Burrough, P. A., dan R. A.
McDonnell. 1998
Prinsip-prinsip sistem informasi geografis. Oxford, Inggris:
Oxford University Press.
Chrisman, N. 2002. Menjelajahi sistem informasi geografis. 2nd ed. New York:
Wiley.
Clarke, K. C. 2003. Memulai dengan sistem informasi geografis. 4th ed. Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Longley, P. A., M. F.
Goodchild, D. J. Maguire,
dan D. W. Rhind. 2005.
Sistem dan ilmu informasi geografis. 2nd ed. Chichester,
Inggris: Wiley.
Obermeyer, N. J., dan J. K.
Pinto. 1994
Mengelola sistem informasi geografis. New York: Guilford.