Inilah gambaran mengenai pengadaan barang di institusi pendidikan khususnya sekolah dan bagaimana aturan yang sebenarnya menurut perpres no 54 tahun 2010
2. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan
melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan,
transparansi, akuntabilitas serta prinsip
persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai
APBN/APBD
3. TUJUAN DITERBITKANNYA
PERPRES NO. 54 TAHUN 2010
diperoleh
barang/jasa yang
terjangkau dan
berkualitas serta
dapat
dipertanggung-
jawabkan baik dari
segi fisik,
keuangan, maupun
manfaatnya bagi
kelancaran tugas
Pemerintah dan
pelayanan
masyarakat
meningkatkan iklim
investasi yang
kondusif, efisiensi
belanja negara, dan
percepatan
pelaksanaan
APBN/ APBD.
meningkatkan
keberpihakan
terhadap industri
nasional dan usaha
kecil, serta
menumbuhkan
industri kreatif,
inovasi, dan
kemandirian
bangsa dengan
mengutamakan
penggunaan
industri strategis
dalam negeri.
meningkatkan
ownership
Pemerintah Daerah
terhadap proyek/
kegiatan yang
pelaksanaannya
dilakukan melalui
skema pembiayaan
bersama
(cofinancing) antara
Pemerintah Pusat
dan Pemerintah
Daerah.
4. ISTILAH (BAB I Pasal 1)
Istilah-istilah ini harus dipahami terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaan
pengadaan, banyak aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan.
Khususnya pada pengadaan barang dan pengadaan jasa konsultasi.
LKPP =
Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang
Adalah
lembaga Pemerintah
yang
bertugas
mengembangkan dan
merumuskan kebijakan
Pengadaan
Barang/Jasa
PA=
Pengguna anggaran
Adalah
Pejabat
pemegang
kewenangan
penggunaan anggaran
Kementerian/
Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau
Pejabat yang
disamakan pada
Institusi lain Pengguna
APBN/APBD.
KPA =
Kuasa Pengguna
Anggaran
Adalah
pejabat yang
ditetapkan oleh PA
untuk menggunakan
APBN
atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk
menggunakan APBD.
PPK =
Pejabat Pembuat
Komitmen
Adalah
pejabat yang
bertanggung jawab
atas pelaksanaan
Pengadaan
Barang/Jasa
ULP =
Unit Layanan
Pengadaan
Adalah
unit organisasi
pemerintah yang
berfungsi
melaksanakan
Pengadaan
Barang/Jasa di K/L/D/I
yang bersifat
permanen,
dapat berdiri sendiri
atau melekat pada unit
yang sudah ada.
5. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui:
1- Swa Kelola
• pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan
dan diawasi sendiri oleh institusi, dimana
dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan
oleh PPK, instansi pemerintah lain atau
kelompok masyarakat/LSM penerima hibah
2-
Menggunakan
penyedia
barang/jasa
(pihak ketiga)
• Penunjukan langsung
• Pemilihan langsung (pembanding)
• Lelang
*Alur Pengadaan Barang dan Jasa
1. Alur Lelang
2. Alur Lelang melalui LPSE
*Alur Pengadaan Swakelola
6. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Perpres ini meliputi:
1. Barang
2. Pekerjaan Konstruksi
3. Jasa Konsultansi;
4. Jasa Lainnya.
7. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #1:
Desember 2011 Kemdikbud mengeluarkan petunjuk teknis (Juknis) Dana
Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2012 dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 56 dan 57 Tahun 2011, isinya antara
lain menyebutkan:
1. Sekolah melaksanakan rehabilitasi ruang kelas rusak berat beserta
perabotnya dan/atau pembangunan ruang perpustakaan beserta
perabotnya secara swakelola sesuai peraturan perundang-undangan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat sesuai prinsip Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
2. Pengadaan peralatan pendidikan dilakukan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dengan mekanisme penyedia barang/jasa sesuai
peraturan perundang-undangan.
*Paparan DAK Pendidikan Tahun 2012
8. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #2:
Pengertian swakelola dijelaskan pada
Pasal 26 Ayat 1, yaitu Swakelola merupakan kegiatan Pengadaan
Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau
diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran,
instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.
Artinya:
Sebuah kegiatan pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan melalui
swakelola sepenuhnya (artinya perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dikerjakan sendiri), atau penyedia barang/jasa sepenuhnya
(artinya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh penyedia
barang/jasa), maupun gabungan antara swakelola dengan penyedia
barang/jasa.
9. 1. Swakelola di lingkungan Depdikbud #3:
Tidak seluruh pekerjaan juga dapat dilaksanakan
dengan cara swakelola. Persyaratan sebuah
pekerjaan dapat diswakelolakan dituangkan dalam
Pasal 26 Ayat 2 Perpres Nomor 54 Tahun 2010
10. MBS dan Swakelola pada DAK Bidang Pendidikan 2012
1. Swakelola untuk melaksanakan rehabilitasi sekolah bukan berarti
seluruh pelaksanaan kegiatan rehabilitasi harus dilaksanakan oleh
sekolah sebagai perwujudan MBS, melainkan tetap harus tunduk
pada perundang-undangan dalam bidang Pengadaan Barang.Jasa,
yaitu Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan aturan Jasa Konstruksi
dalam bentuk Undang-Undang Jasa Konstruksi.
2. Pelaksanaan rehabiliatasi dapat menggunakan pihak ketiga melalui
proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dilaksanakan sendiri
oleh sekolah. Penyedia dipilih berdasarkan besarnya HPS yang
disusun oleh sekolah, yaitu melalui lelang umum, pemilihan
langsung, atau pengadaan langsung.
kaitan antara swakelola dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah:
11. 2- Menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga)
CONTOH: RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA KAB.BELU ATAMBUA
• Penunjukan langsung
• Pemilihan langsung (pembanding)
• Lelang
15. CONTOH KASUS-KASUS PENGADAAN
BARANG/JASA YANG MELIBATKAN
SEKOLAH
1. Pengadaan Alat Praktek SMK Pelayaran Bermasalah
2. Dugaan Markup Alat Peraga SMK Banten 3
3. Mantan Kepsek SMK 5 Diperiksa di Kejari Makassar
4. Dua Rekanan Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan
Laptop Sekolah
16. Problem Pengadaan Di Sekolah:
Inefisiensi:
1. Proses dan tatacara yang tidaksederhana
2. Persaingan tidak sempurna dalam suatu
lingkungan usaha
3. Rendahnya daya saing barang/jasa domestik
Governance:
1. Transparansi bagi semua stakeholder
2. Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam
rangka checks and balances
3. Akuntabilitas
17. Analisis Permasalahan Terhadap
Munculnya Problem Pengadaan Di
Sekolah:
1. Panitia tidak mempunyai kapasistas memahami spesifikasi barang yang akan
dibelanjakan. (untuk peralatan praktek yang sangat spesifik dan jarang
penyedianya)
2. Kesulitan dalam pembuatan HPS untuk barang-barang yang sulit referensinya
3. Panitia pengadaan diambilkan dari lembaga di luar sekolah, karena keterbatasan
SDM di sekolah yang mempunyai sertifikat pengadaan
4. Keterbatasan kemampuan SDM di sekolah yang memahami proses pengadaan
barang/jasa pemerintah menggiring pelaksana swakelola ke ranah hukum.
5. kelemahan juklak dan juknis (Pada DAK Swakelola Pendidikan)
6. sebagian besar pelanggaran yang terjadi adalah ketidak mengertian kepala
sekolah terhadap prosedur swakelola
7. pemahaman bahwa setiap pengadaan barang/jasa dalam swakelola adalah
pengadaan langsung yang cukup dilengkapi kwitansi/nota saja. Pemahaman
simplikasi ini banyak menjerumuskan pelaksana swakelola ke dalam pasal
merugikan negara atau korupsi
18. Solusi :
1. Perlu dilakukan langkah-langkah komprehensif meningkatkan
kompetensi terhadap kepala sekolah tentang swakelola lebih jauhnya
tentang pengadaan barang/jasa.
2. Sekolah harus didorong untuk mengikuti bimtek pengadaan
barang/jasa.
3. Kepala Sekolah, sebagai penanggunjawab pelaksanaan swakelola,
harus memiliki sertifikat ahli pengadaan. Untuk keperluan bimtek
Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) telah menyusun
standarisasi bimtek pengadaan barang/jasa yang telah teruji.
19. KESIMPULAN:
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengambil langkah
pengadaan/swakelola kepada sekolah ini tentu telah melalui kajian yang
komprehensif. Namun adalah satu kewajiban bagi seluruh entitas pengadaan untuk
mengingatkan sebelum dampak negatif benar-benar terjadi.
2. niat baik tentang percepatan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan jangan
sampai justru memakan korban dari entitas pendidikan itu sendiri. Kita sudah punya
Unit Layanan Pengadaan, LPSE, Ahli Pengadaan, Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa (LKPP) dan perangkat profesional pengadaan lainnya. Kenapa
perangkat yang sedemikian lengkap tidak dimanfaatkan, kemudian harus
membebani para guru dan kepala sekolah dengan urusan pengadaan?
Pada pasal ini jelas bahwa swakelola bukanlah sebuah kegiatan yang 100% dilaksanakan sendiri, melainkan dapat salah satu atau seluruh tahap pekerjaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pengawasan.
Pengadaan barang/jasa tidak hanya terdiri atas pelelangan atau tender melainkan kegiatan yang dimulai dari perencanaan kebutuhan hingga diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa (Pasal 1 Ayat 1 Perpres Nomor 54 Tahun 2010).
Jadi pendapat yang selama ini menyatakan “apabila sebuah pekerjaan ditenderkan maka pekerjaan tersebut bukan pekerjaan swakelola” tidak sepenuhnya benar, karena bisa saja pekerjaan tersebut dikerjakan oleh penyedia barang/jasa namun perencanaan dan pengawasannya dilaksanakan sendiri oleh institusi pemerintah pemilik anggaran atau institusi pemerintah lain yang bukan penanggung jawab anggaran, atau kelompok masyarakat dalam bentuk swakelola.
pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I;
pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat;
pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa;
pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar
penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;
pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri
Yang agak aneh adalah mengapa perlakuan rehabilitasi sekolah berbeda dengan pengadaan peralatan pendidikan, padahal menurut prinsip MBS, sekolah justru yang lebih mengetahui peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam proses belajar-mengajar di masing-masing sekolah. Kalaupun proses pengadaan hendak dipusatkan di dinas pendidikan kabupaten/kota, maka penyusunan kebutuhan dan HPS tetap harus berasal dari sekolah sebagai pengguna barang karena yang jauh lebih mengetahui spesifikasi dan harga adalah sekolah.
*tanpa mengurus pengadaan saja pihak sekolah sudah menanggung tanggungjawab yang besar dalam core businessnya yaitu pendidikan. Akan menjadi lucu kalau kemudian pihak sekolah lebih konsentrasi mengurus pengadaan daripada usaha peningkatan kualitas pendidikan.