Laporan ini membahas tiga modul praktikum Pengetahuan Bahan Teknik, yaitu Non Destructive Test menggunakan metode penetran cair pada spesimen baja ST-37, pengukuran laju korosi pada baja SS-400 yang direndam dalam larutan HCl, dan pembuatan fiberglass dengan variasi komposisi resin dan katalis.
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Bahan Teknik
1. L A P O R A N R E S M I
P R A K T I K U M
P E N G E T A H U A N B A H A N T E K N I K
Semester Genap 2015/2016
L A B O R A T O R I U M S I S T E M M A N U F A K T U R
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O M A D U R A
Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal, Bangkalan – Madura 69162
DISUSUN OLEH :
1. IRDA REBEKKA S. 140421100003
2. FARID ADE W. 140421100076
3. ANDY P. 140421100105
4. KHAIRUN R. 140421100125
KELOMPOK 29
P B T
2015
2. ii
L E M B A R P E R S E T U J U A N
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Disusun oleh :
Irda Rebekka Simanjuntak (14.04.211.00003)
Farid Ade Wijayanto (14.04.211.00076)
Andy Purnawirawan (14.04.211.00105)
Khairun Rahmatullah (14.04.211.00125)
Telah Disetujui Pada Tanggal………………….2015
Kepala Laboratorium
Sistem Manufaktur
MU’ALIM, ST., MT.
NIP. 19781226 200312 1 001
3. c
Ilrratltr + ttutoJoro
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROCRAM STUDI TEKNIK INDIISTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
TAHUN AKADEMIK 201512016
Disusun oleh :
Irda Rebekka Simanjuntak
Farid Ade Wijayanto
Andy Purnawirawan
Khairun Rahmatullah
(14.04.211.00003)
(14.04.211.00076),
(r4.04.211.00r0s)
(14.04.2 r L00125)
Telah Disahkan Pada Tanggal.,.,....,..,.,........2015
Dosen Pengampu
Praktikum Pengetahuan Bahan Teknik
It
Iml IHN'I
NrP. I9790s22 200604 l 002
03 Juni
4. uttvaltttll ttutoJtto
LEMBAR PENGtrSAHAN
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDTISTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
TAHUN AKADEMIK 2OT 5/2016
Disusun oleh :
lrda Rebekka Simanjuntak
Farid Ade Wijayanto
Andy Purnawirawan
Khairun Rahmatullah
(14.04.211.00003)
( 14.04.21r.00076)
(r 4.04.2r1.0010s)
(14.04.2 r r.0012s)
Telah Disahkan Pada Tanggal......................20t5
Dosen Pengampu
Pmktikum Pengetahuan Bahan Teknik
AGUS SALIM. ST.. M.T.
NIP. 19750806200501 1 002
lltll nlIT]
03 Juni
5.
6. vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai kelulusan
mata kuliah Pengetahuan Bahan Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas
Teknik Universitas Trunojoyo Madura. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sangat sulit bagi kami untuk menyelesaikan
laporan ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bpk. Anis Arendra, ST., MT, dan juga Bpk. Agus Salim, ST., MT selaku dosen
pengampu mata kuliah “Pengetahuan Bahan Teknik” yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mendidik kami.
2. Bpk. Mu’alim, ST., MT selaku Kepala Laboratorium Sistem Manufaktur,
dengan adanya fasilitas dari lab kami bisa dengan nyaman dan tenang dalam
melaksanakan kegiatan praktikum.
3. Pihak Asisten Praktikum yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang kami perlukan dan yang telah membantu mengarahkan
kami dalam penyusunan laporan ini.
4. Orang tua dan keluarga kami yang tiada hentinya memberikan bantuan
dukungan moral, doa serta perhatian yang teramat dalam.
5. Semua sahabat kami yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan
motivasi dalam menyelesaikan laporan ini.
Bangkalan, 5 Mei 2015
Penyusun
7. vii
ABSTRAK
Pengetahuan Bahan Teknik adalah mata kuliah yang mempelajari tentang
pengetahuan pemilihan bahan dengan sifat dan strukturnya. Dalam pemilihan
bahan, untuk mengetahui sifat mekanik kita harus melakukan pengujian, yaitu
pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test), pengujian laju korosi dan lain-
lain.
Dalam praktikum ini kami telah menyelesaikan tiga modul. Modul 1 tentang
pengujian tanpa merusak menggunakan metode inspeksi cairan penetran untuk
spesimen baja ST-37. Modul 2 tentang laju korosi menggunakan spesimen baja
SS-400 yang direndam dalam larutan HCl selama 22,45 jam dan 48 jam, sehingga
kita tahu perbandingan kecepatan korosi selama perendaman 22,45 jam dengan
kecepatan korosi selama perendaman 48 jam. Modul 3 tentang pembuatan
fiberglass dengan perbandingan komposisi resin dan katalis 1:1/40.
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui sifat-sifat dan struktur suatu
bahan, sehingga kita dapat menganalisis sifat mekanik dan struktur dari bahan
tersebut.
Kata Kunci: Pengujian, NDT, Laju korosi, Fiberglass
8. viii
ABSTRACT
Tech Material science is wink college that studies about material elect
science with character and its structure. In material choosing, to know the
mechanical character we must do an examination, which is examination without
wrecks (Non Destructive Test ), corrosions rate examination etc.
In this practice we are have solved three modules. Module 1 about
examination without wrecks using liquid penetrants inspection method to
specimen ST-37 steel. Module 2 about corrosion rate using specimen SS-400 steel
which is soaked in HCl's liquid until 22,45 hours and 48 hours, so we know the
comparing result of corrosion speed soaking until 22,45 hours with corrosion
speed soaking until 48 hours. Module 3 about makings fiberglass with resin and
catalyst’s composition 1:1/40.
The goal of this practice to know characters and structure of materials, so we
can analyze the mechanical character and structured of that material.
Key word: Examination, NDT, Corrosion rate, Fiberglass
9. ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Lembar Pengesahaan KA Lab. Sistem Manufaktur ii
Lembar Pengesahan Dosen Pengampu iii
Lembar Pengesahan Koordinator Asisten dan Praktikum v
Kata Pengantar vi
Abstrak vii
Abstract viii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xiii
Daftar Gambar xiv
MODUL 1 NON DESTRUCTIVE TEST
LEMBAR PENGESAHAN ASISTEN
RINGKASAN
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Praktikum 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Pengertian Non Destructive Test 2
2.2 Macam-Macam Metode Pengujian Non Destructive Test 2
2.2.1 Magnetic Particle Inspection 2
2.2.2 Liquid Penetrants Inspection 3
2.2.3 Eddy Current 3
2.2.4 Visual Inspection 4
2.2.5 Ultrasonic Inspection 4
2.2.6 Leak Test 4
2.2.7 Proof Test 4
2.3 Kelebihan dan Kekurangan metode NDT 4
2.3.1 Kelebihan 4
2.3.2 Kekurangan 5
10. x
2.4 Pengertian Baja ST-37 6
BAB III METODE PENELITIAN 7
3.1 Bahan 7
3.2 Peralatan 7
3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktikum 7
3.4 Flowchart Pelaksanaan Praktikum 8
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 9
4.1 Gambar AutoCAD 2D dan 3D Spesimen 9
4.1.1 Gambar AutoCAD 2D 9
4.1.2 Gambar AutoCAD 3D 10
4.2 Proses Pengujian 10
4.3 Analisa Kecacatan 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 13
5.1 Kesimpulan 13
5.2 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
MODUL 2 LAJU KOROSI
LEMBAR PENGESAHAN ASISTEN
RINGKASAN
BAB I PENDAHULUAN 15
1.1 Latar Belakang 15
1.2 Tujuan Praktikum 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16
2.1 Pengertian Korosi 16
2.2 Mekanisme Laju Korosi 16
2.3 Klasifikasi Korosi 16
2.3.1 Klasifikasi Korosi Berdasarkan Bentuknya 16
2.3.2 Klasifikasi Korosi Berdasarkan Jenis Reaksinya 19
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi 19
2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi 19
2.4.2 Faktor Temperatur 19
11. xi
2.4.3 Faktor pH 20
2.4.4 Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria 20
2.4.5 Faktor Padatan Terlarut 20
2.5 Cara Mencegah dan Menghambat Laju Korosi 20
2.5.1 Cara Mencegah Laju Korosi 20
2.5.2 Cara Menghambat Laju Korosi 21
2.6 Laju Korosi 22
2.7 Baja SS 400 22
2.7.1 Unsur Kimia Baja SS 400 22
2.7.2 Sifat Fisis dan Kimia Baja SS 400 22
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1 Alat dan Bahan 23
3.1.1 Bahan 23
3.1.2 Peralatan 23
3.2 Prosedur Pelaksanaan Praktikum 23
3.3 Flowchart Praktikum 25
BAB IV HASIL DAN ANALISA 26
4.1 Rekapan Data Hasil Pengukuran 26
4.1.1 Rekapan Data Hasil Pengukuran Dimensi 26
4.1.2 Rekapan Data Hasil Pengukuran Massa 27
4.2 Perhitungan Laju Korosi Metode Weight Loss 27
4.2.1 Perhitungan Laju Korosi 22,45 Jam 28
4.2.2 Perhitungan Laju Korosi 48 Jam 28
4.2.3 Analisa Data 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 30
5.1 Kesimpulan 30
5.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
12. xii
MODUL 3 FIBERGLASS
LEMBAR PENGESAHAN ASISTEN
RINGKASAN
BAB I PENDAHULUAN 32
1.1 Latar Belakang 32
1.2 Tujuan Praktikum 32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 33
2.1 Sejarah Ditemukannya Fiberglass 33
2.2 Pengertian Fiberglass 33
2.3 Resin 33
2.4 Katalis 33
2.5 Mirror 34
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Fiberglass 34
2.7 Penggunaan Fiberglass 34
BAB III METODE PENELITIAN 35
3.1 Bahan 35
3.2 Peralatan 35
3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktikum 35
3.4 Flowchart 37
BAB IV HASIL DAN ANALISA 26
4.1 Proses Pembuatan Fiberglass 38
4.2 Analisa Produk Fiberglass 42
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Produk Fiberglass Hasil Praktikum 42
4.4 Perbandingan Produk yang Dihasilkan 43
4.4.1 Perbandingan Produk 1 dan Produk 2 43
4.4.2 Perbandingan Produk 1 dan Produk 3 44
4.4.3 Perbandingan Produk 1 dan Produk 4 45
4.5 Analisa Produk Keseluruhan Hasil Praktikum 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 30
5.1 Kesimpulan 47
5.2 Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
13. xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2.1 Komposisi kimia Baja SS 400 22
Tabel 2.4.2 Data pengukuran dimensi spesimen 26
Tabel 2.4.2 Data pengukuran dimensi spesimen 27
Tabel 3.4.1 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 30 43
Tabel 3.4.2 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 31 44
Tabel 3.4.3 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 32 45
14. xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2.1 Dasar pengujian dengan serbuk magnit 2
Gambar 1.2.2 Proses tahapan Liquid penetrant inspection 3
Gambar 1.3.3 Flowchart pelaksanaan praktikum 8
Gambar 1.4.4 Gambar benda kerja 2D 9
Gambar 1.4.5 Gambar benda kerja 3D 10
Gambar 1.4.6 Proses pengukuran benda kerja 10
Gambar 1.4.7 Proses penggosokan benda kerja menggunakan kertas gosok 11
Gambar 1.4.8 Proses penyemprotan cleaner 11
Gambar 1.4.9 Proses penyemprotan cairan penetrant 11
Gambar 1.4.10 Proses penyemprotan developer 12
Gambar 1.4.11 Gambar permukaan Baja ST-37 yang terdapat kecacatan 12
Gambar 2.2.1 Gambar jenis-jenis korosi 18
Gambar 2.3.2 Flowchart praktikum 25
Gambar 3.3.1 Flowchart praktikum 37
Gambar 3.4.2 Gambar pengolesan cetakan dengan mirror 38
Gambar 3.4.3 Gambar cetakan yang telah ditempelin plastisin 38
Gambar 3.4.4 Gambar penuangan resin kedalam gelas air mineral 39
Gambar 3.4.5 Gambar pengambilan katalis dengan suntikan 39
Gambar 3.4.6 Gambar pencampuran resin dengan katalis 40
Gambar 3.4.7 Gambar mengaduk campuran resin dan katalis hingga rata 40
Gambar 3.4.8 Gambar penuangan adonan resin dan katalis kedalam cetakan 41
Gambar 3.4.9 Gambar penjemuran adonan fiberglass di bawah sinar matahari 41
Gambar 3.4.10 Gambar produk fiberglass 42
Gambar 3.4.11 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a)
dan kelompok 30 gambar (b) 43
Gambar 3.4.12 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a)
dan kelompok 31 gambar (b) 44
Gambar 3.4.13 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a)
dan kelompok 31 gambar (b) 45
15. ltta, ,-od
AcL
tt
lrl; nHlx
rtwttllttt tlllxoJoto
PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
TAEUN AKADEMIK 201 5/201 6
PBT 01
NON DESTRACTIW TEST
Disusun oleh:
Kelompok 29
Irda Rebeka Simanjuntak
Farid Ade Wijayanto
Andy Pumawirawan
Khairun Rahmatullah
( 14.04.21 1.00003)
(14.04.211 .00076)
( 14.04.21 1.00105)
(14.04.211.00125)
ASISTEN:
Puthut Prasetivo
13.04.211.00084
LABORATORIUM SISTEM MANI]FAKTUR
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAIOLTAS TEKNIK
UNTVERSITAS TRUNOJOYO MADI'RA
201s
16.
17. RINGKASAN
Rebekka Simanjuntak Irda, Ade Wijayanto Farid, Purnawirawan Andy, Rahmatullah
Khairun. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo
Madura, PBT 01 NDT, Juni 2015
Pengujian NDT merupakan suatu pengujian yang prosesnya tidak merusak baik sifat
mekanik maupun struktur dari benda ujinya. Pada praktikum pengujian NDT ini, kami
menggunakan metode Liquid penetrant inspection yang merupakan salah satu metode dari
pengujian tak merusak (NDT), dimana cara kerja dari Liquid penetrant inspectioni ini adalah
menggunakan cairan penetran yang nantinya disemprotkan pada permukaan benda uji (pada
hal ini adalah Baja ST-37). Adapun proses praktikum dimulai dari membersihkan permukaan
benda uji baja ST-37 menggunakan amplas dan cairan pembersih, kemudian disemprotkan
cairan penetran dan dibiarkan selama 5-10 menit. Setelah itu, permukaan benda uji baja ST-
37 dibersihkan dengan kain lap lalu disemprotkan cairan developer. Setelah itu akan nampak
bercak-bercak merah pada permukaan benda uji baja ST-37 yang menunjukkan bahwa pada
benda uji baja ST-37 terdapat cacat yang disebabkan dari pengelasan.
18. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini kebutuhan akan logam yang berkualitas pada
industri-industri sangat di butuhkan untuk pembuatan alat-alat penunjang yang di
butuhkan oleh manusia. Hampir dari semua hal ciptaan manusia di dominasi oleh
logam, mulai dari mobil, sepeda, sepeda motor, jembatan dan lain sebagainya.
Tentu saja logam yang di gunakan bukanlah satu jenis logam saja melainkan dari
banyak jenis logam. Selain pemilihan jenis logam yang di gunakan, produsen-
produsen pengguna logam juga harus memikirkan bagaimana kualitas dari logam
tersebut, apakah logam itu akan mampu menahan beban yang akan diberikan.
Oleh karena itu sebuah logam pasti melalui proses quality control atau uji
kelayakan sebelum di pasarkan.
Dalam pengujian sebuah logam kita harus memahami metode-metode yang
digunakan, salah satunya dengan metode NDT (pengujian tak merusak).
Metode NDT merupakan metode yang mudah dilakukan untuk mengetahui cacat
atau retakan yang ada pada suatu bahan. Dengan metode NDT benda uji yang
diteliti lebih mudah diketahui cacat atau retakannya yang ada pada permukaannya.
Beberapa metode NDT yang paling sering digunakan diantaranya adalah Liquid
penetrants inspection, Magnetic particle inspection, Eddy current, Visual
inspection, Leak test, Proof test (IAEA, 2000).
1.2 Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui ada atau tidaknya retakan pada suatu benda dengan
memanfaatkan NDT menggunakan metode Liquid penetrants inspection.
2. Mengetahui proses inspeksi pengujian NDT menggunakan metode Liquid
penetrants inspection.
19. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Non Destructive Test
Non Destructive Test adalah sebuah metode pengujian yang digunakan untuk
mengetahui adanya discontinuity (cacat) pada suatu bahan yang diuji, tetapi
proses pengujiannya bersifat tidak merusak bahan tersebut. Tujuan dilakukannya
Non Destructive Test tersebut biasanya untuk mengetahui kualitas dari bahan yang
diuji serta untuk menjamin tidak adanya kecacatan pada bahan yang dapat
mengganggu penggunaannya (Surdia T, 2005).
2.2 Macam-Macam Metode Pengujian Non Destructive Test
Ada beberapa metode pengujian yang saat ini banyak digunakan
sepert Magnetic particle inspection, Liquid penetrant inspection, Eddy current,
Visual test, Ultrasonic inspection, Radiographic inspection, Leak test, Proof test
dan sebagainya. Metode-Metode tersebut mempunyai kegunaannya masing-
masing, sehingga metode-metode tersebut dapat digunakan untuk meneliti
macam-macam bahan dengan proses yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa
penjelasan tentang jenis-jenis metode NDT yang umum digunakan: (Wibowo,
2012 : 7).
2.2.1 Magnetic Particle Inspection
Pada metode Magnetic particle inspection logam yang mempunyai cacat
diletakkan dalam medan magnit akan terjadi kebocoran magnit, dan bila pada
cacat ditaburkan serbuk besi maka serbuk besi akan mengikuti pola medan
magnit. Kepekaan menurun bila cacat berbentuk bulat atau sejajar dengan arah
medan magnit. Bila arah cacat tidak diketahui, maka perlu diadakan pengujian
dari dua arah.
Gambar 1.2.1 Dasar pengujian dengan serbuk magnit (Wibowo H, 2012 : 7).
20. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 3
2.2.2 Liquid Penetrants Inspection
Liquid penetrants inspection merupakan salah satu metode pengujian NDT,
pengujian ini adalah cara yang paling peka untuk menentukan cacat halus pada
permukaan, seperti retak, lubang halus atau kebocoran. Cara ini menggunakan
cairan berwarna yang dapat menembus cacat. Setelah cairan yang ada di
permukaan dibersihkan maka cacat akan kelihatan dengan jelas. Berikut gambar
cara kerja Liquid penetrants inspection (Wibowo H, 2012 : 1-13).
Gambar 1.2.2 Proses tahapan Liquid penetrant inspection (IAEA, 2000 : 4).
2.2.3 Eddy Current
Eddy current merupakan metode yang secara luas dipergunakan untuk
mendeteksi cacat permukaan, untuk mengurutkan materi, dan hanya untuk
mengukur tembok tipis dari satu permukaan, untuk mengukur lapisan pembalut
21. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 4
tipis dan di beberapa aplikasi untuk mengukur kedalaman kasus. Pada metode
eddy current pengaplikasiannya memanfaatkan induksi arus listrik (Wibowo H,
2012 : 1-13).
2.2.4 Visual Inspection
Visual inspection umum dilakukan sebelum melakukan inspeksi lainnya, dan
pengaplikasiannya hanya menggunakan mata tetapi dapat menggunakan alat bantu
seperti kaca pembesar, fiberscopes, borescopes dan sebagainya (Wibowo H, 2012
: 1-13).
2.2.5 Ultrasonic Inspection
Ultrasonic inspection memanfaatkan gelombang ultrasonik 1-5 MHz yang
merambat dalam bahan dan memantul di tempat cacat dari deteksi gelombang
pemantulan tersebut dapat dietahui adanya kecacatan dalam suatu bahan.
Gelombang ultrasonik dapat memantul 100% dari celah dan retakan suatu bahan
oleh karena itu, kepekaan pengamatan sangat tinggi dibandingkan dengan
pengujian yang lain (Surdia T, 2005).
2.2.6 Leak Test
Leak test merupakan metode pengujian terhadap suatu bahan yang mana
pengujian yang dilakukan adalah dengan menguji kebocoran. Kebocoran yang
biasa terjadi di batas tekanan atau kumpulan komponen bahan teknik, pipa atau
komponen pipa. Tidak hanya pengujian, metode ini juga dapat digunakan untuk
mendeteksi letak kebocoran pada suatu bahan (IAEA, 2000).
2.2.7 Proof Test
Proof test adalah pengujian bahan terhadap tekanan dan kebocoran
menggunakan tekanan hidrostatis. Perlu diperhatikan bahwa udara yang
terperangkap pengujian ini harus dikeluarkan karena bisa membahayakan
(KAPAL, 2007).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode NDT
2.3.1 Kelebihan
Kelebihan dari masing-masing metode NDT dibawah ini sebagai berikut:
22. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 5
1. Magnetic particle inspection kelebihannya praktis, peka terhadap kecacatan
kecil dan dalam mendeteksi cacat pada permukaan maupun bawah permukaan
relatif cepat.
2. Liquid penetrants inspection kelebihannya praktis, peka terhadap kecacatan
yang sangat kecil, dan pengujiannya kurang dari 30 menit.
3. Eddy current kelebihannya peka terhadap kecacatan yang kecil dan tipis,
pengujiannya juga lumayan cepat.
4. Visual inspection kelebihannya sangat praktis karena hanya menggunakan
media penglihatan mata.
5. Ultrasonic inspection kelebihannya praktis, peka terhadap kecacatan yang
sangat kecil, lebar dan tebal bahan dapat terinspeksi.
6. Leak test kelebihannya sangat peka terhadap kecacatan seperti bocor karena
pengujiannya menggunakan cairan fluorescents.
7. Proof test kelebihannya sangat peka dalam mendeteksi kecacatan karena
medianya menggunakan tekanan hidrostatis (Engineers Edge, 2015).
2.3.2 Kekurangan
(Engineers Edge, 2015) Kekurangan dari masing-masing metode NDT
dibawah ini sebagai berikut:
1. Magnetic particle inspection kekurangannya permukaan harus bisa diakses
secara langsung, butuh persiapan cukup lama.
2. Liquid penetrants inspection kekurangannya permukaan harus benar-benar
bersih dari porosi. Memerlukan tenaga yang cukup untuk menggosok
permukaan supaya benar-benar bersih.
3. Eddy current kekurangannya permukaan benda kerja harus bisa diakses
langsung oleh aliran listrik pada saat diuji.
4. Visual inspection kekurangannya kurang peka terhadap kecacatan karena
mengandalkan penglihatan mata.
5. Ultrasonic inspection kekurangannya membutuhkan keahlian yang sangat
tinggi karena menggunakan alat yang canggih.
6. Leak test kekurangannya membutuhkan cairan mengandung fluorescents
yang harganya lumayan mahal.
23. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 6
7. Proof test kekurangannya membutuhkan alat penekan hidrostatis yang
harganya cukup mahal, pengerjaannya tidak praktis dan membahayakan
terhadap benda yang diuji apabila ada udara yang terperangkap tidak
dikeluarkan.
2.4 Pengertian Baja ST-37
Pelat baja ST-37 merupakan bahan bangunan yang sangat kuat dan liat
dengan struktur butir yang halus, dan dapat dilakukan pengerjaan dalam keadaan
panas dan dingin. Arti dari ST itu sendiri adalah singkatan dari steel (baja)
sedangkan angka 37 berarti menunjukkan batas minimum untuk kekuatan tarik 37
km/mm2
(Kuswanto B, 2010).
24. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 7
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah:
1. Benda uji Baja St – 37
2. Liquid penetrant (cairan penetran)
3. Developer
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Kertas gosok (amplas)
2. Kain lap halus
3. Pembersih (cleaner)
4. Jangka sorong
5. Kamera
3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Prosedur praktikum PBT modul 1 adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan bagian permukaan benda kerja menggunakan kain lap.
2. Membersihkan permukaan benda kerja dengan menyemprotkan cleaner.
3. Menghapus cleaner dengan kain pada permukaan benda kerja dan ditunggu
sampai kering.
4. Menyemprotkan cairan penetrant pada daerah yang diselidiki dan
membiarkannya selama 5-10 menit.
5. Menghapus cairan penetrant dari permukaan benda kerja dengan kain.
6. Menyemprotkan developer pada permukaan benda kerja, membiarkannya
beberapa saat.
7. Mengamati garis-garis merah atau bercak-bercak merah maka pada garis-
garis atau bercak-bercak inilah terdapat keretakan.
8. Gambarkan hasil pengamatan yang diperoleh.
25. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 8
3.4 Flowchart Pelaksanaan Praktikum
Berikut merupakan tahapan proses pelaksanaan praktikum yang kami susun
dalam bentuk flowchart:
Gambar 1.3.3 Flowchart pelaksanaan praktikum
26. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 9
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambar AutoCAD 2D dan 3D Spesimen
Benda kerja yang dipakai dalam praktikum NDT ini adalah Baja ST-37.
Untuk gambaran benda kerja akan dituangkan dalam 2 versi bentuk, yaitu versi
2D dan 3D.
4.1.1 Gambar AutoCAD 2D
Dibawah ini merupakan gambar benda kerja 2D menggunakan proyeksi
Amerika yang digambar dengan aplikasi AutoCAD:
Gambar 1.4.4 Gambar benda kerja 2D
27. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 10
4.1.2 Gambar AutoCAD 3D
Dibawah ini merupakan gambar benda kerja 3D menggunakan proyeksi
Amerika yang digambar dengan aplikasi AutoCAD:
Gambar 1.4.5 Gambar benda kerja 3D
4.2 Proses Pengujian
Tahapan-Tahapan beserta dokumentasi proses pengujian yang kami lakukan
selama praktikum NDT dengan menggunakan metode Liquid penetrant inspection
adalah sebagai berikut:
1. Mengukur panjang, lebar dan tebal benda kerja yang akan diuji.
Gambar 1.4.6 Proses pengukuran benda kerja
28. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 11
2. Membersihkan permukaan benda kerja menggunakan kertas gosok.
Gambar 1.4.7 Proses penggosokan benda kerja menggunakan kertas gosok
3. Membersihkan permukaan benda kerja menggunakan kain lap kemudian
menyemprotkan cleaner.
Gambar 1.4.8 Proses penyemprotan cleaner
4. Membersihkan lagi permukaan benda kerja dengan kain lap kemudian
menyemprotkan cairan penetrant dan diamkan selama 5-10 menit. Dianjurkan
untuk didiamkan ditempat yang terik untuk hasil yang maksimal.
Gambar 1.4.9 Proses penyemprotan cairan penetrant
29. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 12
5. Membersihkan lagi permukaan benda kerja dengan kain lap kemudian
menyemprotkan developer.
Gambar 1.4.10 Proses penyemprotan developer
6. Mengamati hasil tahapan pengujian
Setelah permukaan benda kerja disemprot developer, diamkan beberapa menit
kemudian diamati apakah pada permukaan benda kerja tersebut terdapat bercak
merah atau tidak, kalau misalnya ada berarti pada permukaan benda kerja tersebut
terdapat discontinuity atau kecacatan.
4.3 Analisa Kecacatan
Setelah semua tahapan pengujian selesai, ternyata pada permukaan benda
kerja (Baja ST-37) ketika diamati terdapat bercak merah yang menunjukkan
bahwa pada permukaan benda kerja tersebut terdapat kecacatan. Bercak merah
tersebut timbul karena pada permukaan benda kerja ada retakan ataupun lubang
sehingga ketika disemprotkan cairan penetrant itu masuk semua pada permukaan
yang retak atau berlubang tersebut. Seperti yang ditunjukkan oleh gambar di
bawah ini.
Gambar 1.4.11 Gambar permukaan Baja ST-37 yang terdapat kecacatan
30. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 13
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan-kesimpulan dari praktikum NDT yang telah
kami lakukan:
1. Dari praktikum NDT dengan memanfaatkan metode Liquid penetrants
inspection yang sudah kami lakukan terhadap benda kerja (Baja ST-37) dapat
diketahui bahwa pada permukaan benda kerja tersebut terdapat kecacatan
berupa lubang dan retakan, karena ketika disemprotkan cairan penetrants
kemudian disemprotkan developer ternyata pada permukaan benda kerja
timbul bercak merah.
2. Dapat diketahui bahwa proses inspeksi pengujian NDT dengan menggunakan
metode Liquid penetrant inspection prosesnya sangat mudah, praktis dan
dalam mendeteksi kecacatan pada permukaan benda kerja sangat peka
meskipun ukuran kecacatannya sangat kecil, selain itu waktu inspeksinya
juga relatif cepat yaitu kurang dari satu jam.
3. Metode NDT banyak diaplikasikan dalam dunia industri perlogaman/baja
untuk mendeteksi kecacatan pada logam/baja yang dihasilkan, karena metode
NDT sangat efektif dalam mendeteksi kecacatan yang terdapat pada
logam/baja. Selain itu biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian
dengan metode NDT murah dan bahannya mudah didapat.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya lebih dipersiapkan lagi terutama pada
bahan dan peralatan diusahakan semua kelompok kebagian semua supaya
jalannya praktikum dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
31. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 14
DAFTAR PUSTAKA
Engineers Edge. 2015. Advantages and Disadvantages of Selected Non-
Destructive Inspection Method.
IAEA. 2000. Liquid penetrants and Magnetic particle testing at level 2. Februari
2000, Vienna, Austria.
KAPAL.Vol. 4. No.1, Februari 2007.
Kuswanto, B. 2010. Perubahan Harga Tegangan Tarik Yield Material Baja
Karbon Rendah Setelah Melalui Proses Pack Carburizing. Fakultas Teknik
Universitas Wahid Hasyim Semarang. 2010, Semarang, Indonesia. Halaman
14-19.
Surdia T., Saito S. 2005. Pengetahuan bahan teknik. Edisi 4. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Wibowo, H. 2012. Pengujian las. Universitas Negeri Yogyakarta. 08, Februari
2012, Yogyakarta, Indonesia. Halaman 1-13.
32. rW
lI$ rltsf,
mNltlrrl ltl|loloYo
oW
PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
PBT 02
LAJU KOROSI (CORRO SIO N RATE)
Disusun oleh:
KelomPok 29
Irda Rebeka Simanjuntak (14.04.21 1.00003)
Farid Ade Wijayanto (14.04.211.00076)
Andy Pumawirawan
e ( 14.04.211.00105)
Khairun Rahmatullah (14.04.21 1.00125)
ASISTEN:
Siti Maehfiroh
12.04.211.00063
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PRODI TEXNIK INDUSTRI
FAKULTASTEKNIK
UNWERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
33.
34. RINGKASAN
Rebekka Simanjuntak Irda, Ade Wijayanto Farid, Purnawirawan Andy, Rahmatullah
Khairun. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo
Madura, PBT 02 Laju Korosi, Juni 2015
Korosi akan terjadi pada semua logam. Butuh pemilihan bahan logam yang tepat
sebelum bahan itu dipergunakan, salah satu caranya adalah mengetahui laju korosi pada
bahan tersebut. Bahan yang akan diuji laju korosinya pada praktikum ini adalah Baja SS400.
Metode yang digunakan untuk mengetahui laju korosi pada baja SS400 adalah pencelupan,
yaitu mencelupkan baja SS400 pada larutan cair pengkorosi (pada hal ini adalah HCl) selama
22,45 jam dan 48 jam. Setelah diberi perlakuan maka akan terjadi pengurangan massa pada
baja SS400 karena baja SS400 telah bereaksi dengan HCl. Kemudian dihitung laju korosinya,
sehingga dapat diketahui perbedaan laju korosi antara yang pencelupan atau perendaman
selama 22,45 jam dengan yang 48 jam.
35. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman yang kian modern ini korosi tidak dapat dihindari oleh logam,
banyak sekali logam yang terkorosi. Korosi sendiri adalah degradasi atau
penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan lingkungannya.
Korosi merupakan masalah besar bagi bangunan dan peralatan yang
menggunakan material dasar logam seperti gedung, jembatan, mesin, pipa, mobil,
kapal dan lain sebagainya. Dampak yang dapat ditimbulkan akibat kerusakan oleh
korosi akan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Dari segi
ekonomi misalnya tingginya biaya perawatan, dari segi keamanan misalnya
robohnya bangunan atau jembatan, dan dari segi lingkungan misalnya adanya
proses pengkaratan besi yang berasal dari berbagai konstruksi yang dapat
mencemarkan lingkungan (Jasron J.U, 2014).
Beberapa cara yang dapat mencegah ataupun memperlambat laju korosi
antara lain dengan cara pelapisan permukaan logam agar terpisah dari medium
korosif, membuat paduan logam yang cocok sehingga tahan korosi, dan dengan
penambahan zat tertentu yang berfungsi sebagai inhibitor reaksi korosi (Sari D.M,
2013).
Pada praktikum modul 2 ini kami melakuan pengujian laju korosi dengan
menggunakan spesimen baja SS 400 yang direndam dalam larutan HCl selama
22,45 jam dan 48 jam, sehingga kami tahu perbandingan laju korosi selama
perendaman 22,45 jam dengan laju korosi selama perendaman 48 jam.
1.2 Tujuan Praktikum
Berikut ini merupakan tujuan praktikum modul 2:
1. Mengetahui proses pengujian laju korosi.
2. Mengetahui klasifikasi korosi berdasarkan bentuk dan jenis reaksinya.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi.
4. Mengetahui cara menghambat terjadinya korosi.
5. Mampu menghitung laju korosi berdasarkan hukum weight loss.
36. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan
lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan (Jasron J.U, 2014).
2.2 Mekanisme Laju Korosi
Peristiwa korosi itu sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu perubahan
reaksi kimia yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu besi ataupun
logam berperan sebagai kutub negatif (anoda) sementara bagian yang lain sebagai
kutub positif (katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda sehingga terjadilah
peristiwa korosi (Ramlan R, 2014).
2.3 Klasifikasi Korosi
Secara umum klasifikasi korosi didasarkan pada dua bagian sebagai berikut:
2.3.1 Klasifikasi Korosi Berdasarkan Bentuknya
(Sidiq M.F, 2013) Korosi berdasarkan bentuknya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)
Korosi seragam merupakan korosi dengan serangan merata pada seluruh
permukaan logam. Korosi terjadi pada permukaan logam yang terbuka pada
lingkungan korosif.
2. Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi jika dua logam yang berbeda tersambung melalui
elektrolit sehingga salah satu dari logam tersebut akan terserang korosi
sedang lainnya terlindungi dari korosi. Untuk memprediksi logam yang
terkorosi pada korosi galvanik dapat dilihat pada deret galvanik.
37. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 17
3. Korosi Celah
Korosi celah mirip dengan korosi galvanik, dengan pengecualian pada
perbedaan konsentrasi media korosifnya. Celah atau ketidak teraturan
permukaan lainnya seperti celah paku keling, baut, washer, gasket, deposit
dan sebagainya, yang bersentuhan dengan media korosif dapat menyebabkan
korosi terlokalisasi.
4. Korosi Sumuran
Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan
logam sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam.
Korosi logam pada baja tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung
(passive film).
5. Retak Pengaruh Lingkungan (Environmentally Induced Cracking)
Retak pengaruh lingkungan merupakan patah getas dari logam paduan ulet
yang beroperasi di lingkungan yang menyebabkan terjadinya korosi seragam.
Ada tiga jenis tipe perpatahan pada kelompok ini, yaitu: Stress corrosion
cracking (SCC), Corrosion fatigue cracking (CFC), dan Hydrogen-induced
cracking (HIC).
6. Kerusakan Akibat Hidrogen (Hydrogen Damage)
Kerusakan ini disebabkan karena serangan hidrogen yaitu reaksi antara
hidrogen dengan karbida pada baja dan membentuk metana sehingga
menyebabkan terjadinya dekarburasi, rongga, atau retak pada permukaan
logam. Pada logam reaktik seperti titanium, magnesium, zirconium dan
vanadium, terbentuknya hidrida menyebabkan terjadinya penggetasan pada
logam.
7. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi batas butir merupakan korosi yang menyerang pada batas butir akibat
adanya segregasi dari unsur pasif seperti krom meninggalkan batas butir
sehingga pada batas butir bersifat anodik.
8. Dealloying
Dealloying adalah lepasnya unsur-unsur paduan yang lebih aktif (anodik) dari
logam paduan, sebagai contoh: lepasnya unsur seng atau Zn pada kuningan
(Cu – Zn) dan dikenal dengan istilah densification.
38. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 18
9. Korosi Erosi
Korosi erosi adalah naiknya korosi dikarenakan benturan secara fisik pada
permukaan oleh partikel yang terbawa fluida. Korosi erosi disebabkan oleh
kombinasi fluida korosif dan kecepatan aliran yang tinggi. Bagian fluida yang
kecepatan alirannya rendah akan mengalami laju korosi rendah, sedangkan
fluida kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya erosi dan dapat menggerus
lapisan pelindung sehingga mempercepat korosi.
10. Korosi Aliran (Flow Induced Corrosion)
Korosi aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi.
Korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh turbulensi
fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida diatas permukaan
logam.
Gambar 2.2.1 Gambar jenis-jenis korosi (Sidiq M.F, 2013)
39. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 19
2.3.2 Klasifikasi Korosi Berdasarkan Jenis Reaksinya
(Lestariningsih T, 2012) Korosi berdasarkan jenis reaksinya dibagi menjadi
dua, yaitu sebagai berikut:
1. Dry Corrosion (Korosi Kering)
Dry corrosion merupakan proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia
secara murni yang terjadi tanpa adanya elektrolit atau bisa dikatakan tidak
melibatkan air. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi suhu tinggi atau
dalam keadaan kering yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen,
sulfida.
2. Aqueous Corrosion (Korosi Basah)
Aqueous corrosion merupakan korosi yang terjadi bila reaksinya berlangsung
dalam suatu elektrolit dan terjadi perpindahan elektron antara bahan-bahan
yang bersangkutan. Reaksi inilah yang banyak terjadi pada proses korosi.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi
(Sidiq M.F, 2013) Pada umumnya korosi disebabkan oleh air, tetapi ada
beberapa faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi, diantaranya:
2.4.1 Faktor Gas Terlarut
Faktor gas terlarut terdiri dari dua senyawa gas sebagai berikut:
1. Oksigen (O2), adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada
metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan
meningkatnya kandungan oksigen.
2. Karbondioksida (CO2), jika karbondioksida dilarutkan dalam air maka akan
terbentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH air dan
meningkatkan korosifitas.
2.4.2 Faktor Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun
kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur.
Apabila metal pada temperatur yang tidak merata, maka akan besar kemungkinan
terbentuk korosi.
40. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 20
2.4.3 Faktor pH
pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan
untuk pH > 7 bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada
pH antara 7 sampai 13. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH >
13.
2.4.4 Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)
Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S,
yang mana jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan terjadinya
korosi.
2.4.5 Faktor Padatan Terlarut
Beberapa jenis padatan terlarut yang dapat mempengaruhi terjadinya korosi
adalah sebagai berikut:
1. Klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel.
Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga
menyebabkan pecahnya alloys.
2. Karbonat (CO3), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol
korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung
permukaan metal.
3. Sulfat (SO4), ion sulfat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion
sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat
kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah menjadi sulfide yang korosif.
2.5 Cara Mencegah dan Menghambat Laju Korosi
Korosi pada dasarnya memang tidak dapat dihindari, akan tetapi korosi masih
bisa dicegah dan dihambat.
2.5.1 Cara Mencegah Laju Korosi
(Ramlan R, 2014) Korosi hampir mustahil untuk dicegah, salah satu cara
untuk mencegah korosi yaitu membatasi kontak secara langsung antara besi atau
logam dengan oksigen, air serta udara yang bersifat korosif. Meskipun demikian,
masih ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah laju korosi, yaitu
sebagai berikut:
41. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 21
1. Pengecatan
Fungsi pengecatan adalah untuk melindungi kontak secara langsung antara
besi atau logam dengan air dan udara. Cat yang mengandung timbal dan seng
akan lebih melindungi besi atau logam dari korosi. Pengecatan harus
sempurna karena jika terdapat bagian yang tidak tertutup oleh cat, maka besi
atau logam yang tidak tertutup cat tersebut akan terkorosi.
2. Dibalut Plastik
Fungsi plastik juga sama dengan cat, yaitu melindungi besi atau logam untuk
kontak langsung dengan air dan udara.
3. Pelapisan dengan Krom (Chromium Plating)
Krom memberi lapisan pelindung sehingga besi yang dikrom akan tampak
mengkilap. Selain mengkilapkan, lapisan krom tersebut dapat mencegah
terjadinya korosi pada besi ataupun logam. Chromium plating dilakukan
dengan proses elektrolisis. Krom dapat memberikan perlindungan meskipun
lapisan krom tersebut ada yang rusak.
4. Pelapisan dengan Timah (Tin Plating)
Timah termasuk logam yang tahan karat. Proses pelapisan dengan timah
dilakukan secara elektrolisis atau elektroplating. Lapisan timah akan
melindungi besi atau logam dari korosi selama lapisan tersebut masih utuh.
Apabila terdapat goresan, maka timah justru mempercepat proses korosi
karena potensial elektrode besi atau logam lebih positif daripada timah.
5. Pelapisan dengan Seng (Galvanisasi)
Seng dapat melindungi besi atau logam dari korosi karena potensial elektroda
besi lebih negatif dari seng, maka besi atau logam yang kontak dengan seng
akan membentuk sel elektrokimia dengan besi atau logam sebagai katode
sehingga seng mengalami oksidasi sedangkan besi atau logam terlindungi.
2.5.2 Cara Menghambat Laju Korosi
Berikut ini merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menghambat laju
korosi sebagai berikut: (Sidiq M.F, 2013).
1. Penggunaan Inhibitor Korosi
Secara umum suatu inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat
atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah
42. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 22
suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan dapat
menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam.
Inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu
lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada
pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang nampak
dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan
menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif.
2.6 Laju Korosi
Laju korosi dapat didefinisikan sebagai besarnya kehilangan berat bahan per
satuan waktu. Laju korosi dapat juga didefinisikan sebagai besarnya kehilangan
elektrokimia, yaitu laju korosi pada waktu pengukuran. Satuan laju korosi yang
digunakan adalah miles per years (mpy), millimeter per years (mmpy) dan
micrometer per years (μmpy). Dengan asumsi bahwa serangan korosi terjadi
secara merata, maka laju korosi dapat dinyatakan sebagai laju penetrasi atau
kehilangan ketebalan per satuan waktu (Ridha M, 2014).
2.7 Baja SS 400
Baja SS 400 merupakan baja karbon rendah dengan sedikit kandungan
silikon. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa kandungan silikonnya
antara 0.06 dan 0.037% (Febri B.Y, 2011).
2.7.1 Unsur Kimia Baja SS 400
Berikut ini merupakan tabel komposisi kimia yang terdapat pada Baja SS
400.
Tabel 2.2.1 Komposisi kimia Baja SS 400 (Febri B.Y, 2011)
C Si Mn P S Ni Cr Fe
0.20 0.09 0.53 0.01 0.04 0.03 0.03 Balance
2.7.2 Sifat Fisis dan Kimia Baja SS 400
Sifat Baja SS 400 secara fisis memiliki keuletan yang baik dan kekuatan yang
sedang. Sedangkan secara kimia Baja SS 400 kandungan silikonnya sedikit (Febri
B.Y, 2011).
43. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum sebagai berikut:
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
1. Baja SS 400
2. Larutan HCl
3.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
1. Neraca analitik
2. Jangka sorong
3. Kertas gosok (amplas)
4. Wadah (gelas air mineral)
5. Kain lap
6. Karet dan Plastik
7. Masker
3.2 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Berikut merupakan prosedur pelaksanaan praktikum:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum melakukan
praktikum.
2. Membersihkan bagian permukaan spesimen yang akan diuji dari
kotoran menggunakan kertas gosok.
3. Menimbang massa awal dan dimensi awal spesimen sebelum direndam
dalam larutan HCl dengan alat yang sudah disediakan. catat hasil
pengukuran dalam lembar checksheet sebagai pengukuran pertama.
4. Merendam spesimen yang diuji didalam larutan HCl yang telah
disediakan.
5. Mengangkat dan mengeringkan spesimen yang telah direndam
selama kurang lebih 24 jam untuk pengukuran hari pertama.
44. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 24
6. Kemudian timbang massa ke-2 setelah mengalami perendaman selama 24
jam. Catat pada lembar data checksheet.
7. Setelah itu rendam kembali spesimen pada larutan HCl dan biarkan
selama 2 hari.
8. Pada hari ke-2 ambil spesimen dari larutan HCl, lihat apakah spesimennya
mengalami korosi secara total atau tidak? Jika spesimennya tidak mengalami
korosi total yakni masih terdapat sisanya, kemudian keringkan dan timbang
massa ke-3 setelah mengalami perendaman selama 2 x 24 jam.
45. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 25
3.3 Flowchart Praktikum
Berikut merupakan prosedur praktikum yang kami susun dalam bentuk
flowchart:
Gambar 2.3.2 Flowchart praktikum
46. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 26
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1 Rekapan Data Hasil Pengukuran
Pengukuran spesimen dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengukuran dimensi
dan pengukuran massa.
4.1.1 Rekapan Data Hasil Pengukuran Dimensi
Berikut merupakan rekapan data hasil pengukuran dimensi spesimen.
Tabel 2.4.2 Data pengukuran dimensi spesimen
Diameter
(cm)
Tinggi
(cm)
Luas alas
(cm2
)
Luas selimut
(cm2
)
Luas permukaan
(cm2
)
0,99 1,26 0,769 3,917 5,45
Perhitungan Manual
Berikut data pengukuran dimensi spesimen yang dilakukan secara manual.
Luas alas = π x r2
Luas alas = 3,14 x (0,495)2
Luas alas = 0,769 cm2
Luas alas total = Luas alas atas + Luas alas bawah
Luas alas total = 0,769 + 0,769
Luas alas total = 1,538 cm2
Luas selimut = 2 x π x r x t
Luas selimut = 2 x 3,14 x 0,495 x 1,26
Luas selimut = 3,917 cm2
Luas permukaan tabung = 2 x π x r x (r + t)
Luas permukaan tabung = 2 x 3,14 x 0,495 x (0,495 + 1,26)
Luas permukaan tabung = 5,45 cm2
47. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 27
4.1.2 Rekapan Data Hasil Pengukuran Massa
Berikut merupakan rekapan data hasil pengukuran massa spesimen.
Tabel 2.4.3 Data pengukuran massa spesimen
Waktu perendaman
(jam)
Massa
awal
(gr)
Massa
akhir
(gr)
Kehilangan
massa
(gr)
Laju
korosi
(ipm)
0 7,616 7,616 0 0
22,45 7,616 6,424 1,192 0,355
48 6,424 5,8302 0,593 0,0827
Baja SS 400 sebelum direndam kedalam larutan HCL memiliki massa awal
sebesar 7,616 gr, dan ketika direndam dalam larutan HCl selama 22,45 jam
ternyata massa Baja SS 400 menjadi 6,424 gr, itu berarti Baja SS 400 mengalami
kehilangan massa sebesar 1,192 gr, dengan demikian diketahui laju korosinya
selama 22,45 jam sebesar 0,355 ipm. Sedangkan selama mengalami proses
perendaman selama 48 jam dalam larutan HCl massa benda uji Baja SS 400 yang
sebelumnya 6,424 gr menjadi 5,8302 gr. Ini berarti benda uji Baja SS 400
mengalami kehilangan massa sebesar 0,593 gr. Maka dari itu, dapat diketahui laju
korosinya sebesar 0,0827 ipm.
4.2 Perhitungan Laju Korosi Metode Weight Loss
Perhitungan laju korosi metode weight loss dapat digunakan untuk mencari
selisih massa dari sebuah benda uji (spesimen). Massa awal spesimen merupakan
massa benda uji sebelum mengalami perendaman dalam larutan HCl, sedangkan
massa akhir benda uji merupakan massa benda uji setelah mengalami proses
perendaman dalam larutan HCl. Persamaannya adalah sebagai berikut:
W = W0 - Wi (1)
Keterangan:
W = Selisih massa benda uji (gr)
W0 = Massa awal benda uji (gr)
Wi = Massa akhir benda uji (gr)
Diatas merupakan persamaan selisih massa, sedangkan persamaan laju
korosinya adalah sebagai berikut:
Laju korosi (2)
48. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 28
Keterangan:
K = Konstanta (tergantung dari unit satuan yang akan digunakan karena setiap
unit satuan memiliki nilai K yang berbeda-beda).
W = Selisih massa benda uji (gr)
D = Massa jenis benda (g/cm3
)
A = Luas permukaan benda uji (cm2
)
T = Waktu perendaman
4.2.1 Perhitungan Laju Korosi 22,45 Jam
Perhitungan laju korosi ini dilakukan pada keesokan harinya setelah
perendaman pertama pada tanggal 6 April 2015, waktu perendamannya
berlangsung selama 22,45 jam karena pada saat merendam pertama kali yaitu
pukul 16.30 dan pengambilannya pada keesokan harinya pukul 15.15. Jadi lama
perendamannya 22 jam 45 menit. Berikut perhitungan laju korosinya:
Diketahui:
W0 = 7,616 gr
Wi = 6,424 gr
D = 7,86 g/cm3
K = 2,87 x 102
A = 5,45 cm2
T = 22,45 jam
W = W0 - Wi = 7,616 – 6,424 = 1,192 gr
Laju korosi
Laju korosi
Laju korosi
Laju korosi
Jadi, laju korosi benda uji selama perendaman 22,45 jam dalam larutan HCl
adalah sebesar 0,355 ipm.
4.2.2 Perhitungan Laju Korosi 48 Jam
Perhitungan laju korosi ini dilakukan dua hari kemudian setelah perendaman
ke-2 pada tanggal 7 April 2015, waktu perendamannya berlangsung selama 48
jam karena pada saat merendam yang ke-2 yaitu pukul 15.30 dan pengambilannya
49. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 29
dua hari kemudian tepatnya tanggal 9 April 2015 pukul 15.30. Jadi lama
perendamannya 48 jam. Berikut perhitungan laju korosinya:
Diketahui:
W0 = 6,424 gr
Wi = 5,8302 gr
D = 7,86 g/cm3
K = 2,87 x 102
A = 5,45 cm2
T = 22,45 jam
W = W0 - Wi = 6,424 – 5,8302 = 0,593 gr
Laju korosi
Laju korosi
Laju korosi
Laju korosi
Jadi, laju korosi benda uji selama perendaman 48 jam dalam larutan HCl adalah
sebesar 0,0827 ipm.
4.2.3 Analisa Data
Berdasarkan analisa perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa
perendaman yang pertama perbandingan laju korosinya lebih besar daripada
perendaman yang kedua meskipun waktu perendamannya lebih singkat daripada
perendaman yang ke-2. Hal itu dikarenakan waktu perendaman yang ke-2
menggunakan larutan HCl bekas perendaman pertama. Jadi, konsentrasi keasaman
larutan HCl rendah pada waktu perendaman yang ke-2, sehingga laju korosinya
juga menurun.
50. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah melaksanakan praktikum telah diketahui bahwa spesimen (Baja SS
400) yang terkorosi apabila direndam semakin lama dalam larutan HCl maka
laju korosinya semakin berkurang karena semakin banyak waktu bagi logam
untuk memperbaiki lapisan pasif logam yang kemungkinan telah rusak oleh
ion-ion korosif klorida sehingga dapat menurunkan laju korosinya.
2. Setelah melaksanakan praktikum, telah diketahui klasifikasi korosi baik
berdasarkan bentuknya maupun jenis reaksinya yaang terdiri dari korosi
merata, korosi sumuran, korosi celah, korosi batas butir, korosi erosi, korosi
galvanik dan sebagainya.
3. Setelah melaksanakan praktikum, diketahui ternyata faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju korosi sangat beragam. Tapi faktor yang paling umum
mempengaruhi terjadinya korosi adalah faktor lingkungan, seperti air dan
udara yang bersifat korosif.
4. Setelah melaksanakan praktikum, telah diketahui cara untuk menghambat
terjadinya korosi, yaitu dengan penggunaan suatu inhibitor korosi.
5. Setelah melaksanakan praktikum, telah diketahui bagaimana cara menghitung
laju korosi berdasarkan hukum weight loss, misalnya pada perendaman yang
berlangsung selama 22,45 jam spesimen mengalami kehilangan massa
sebesar 1,192 gr dan laju korosinya sebesar 0,355 ipm. Sedangkan pada
perendaman yang berlangsung selama 48 jam spesimen mengalami
kehilangan massa sebesar 0,593 gr dan laju korosinya sebesar 0,0827 ipm.
5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya persiapannya lebih ditingkatkan lagi
dan usahakan untuk tidak adanya keterbatasan pada peralatan supaya jalannya
praktikum dapat terlaksana dengan baik dan tidak molor waktu, karena waktu itu
sangat berharga.
51. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 31
DAFTAR PUSTAKA
Febri, B.Y. 2011. Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS 400
Studi Kasus di PT INKA Madiun. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Iman Kurnia, R.D., Abdullah., Ridha, M. 2014. Studi Laju Korosi Tulangan Pada
Beton Ringan Busa. Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala. 3 (2): 85-95.
Jasron, J.U. 2014. Analisa Laju Korosi Logam tak Sejenis pada Berbagai Jenis
Logam. LONTAR Jurnal Teknik Mesin Undana. 1 (2): 26-33.
Lestariningsih, T., Febrianto, E.Y. 2012. Analisis Korosi Pada Refraktori Tungku
Pembakar Kapur. Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahan. 3, Oktober 2012, Serpong, Indonesia: 133-136.
Ramlan, R. 2014. Makalah Mekanisme Korosi. http://www.slideshare.net/.
Diakses tanggal 4 april 2015.
Sari, D.M. 2013. Pengendalian Laju Korosi Baja ST-37 Dalam Medium Asam
Klorida dan Natrium Klorida Menggunakan Inhibitor Ekstrak Daun Teh
(Camelia sinensis). Jurnal Fisika Unand. 2 (3): 204-211.
Sidiq, M.F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. 3 (1):
25-30.
52. #llr tllIl
trlrEl{nt llercel.
" PRAKTIKUM
PtrNGETAHUAN BAEAN TEKNIK
TAHTIN AKADEMIK 2015/2016
PBT 03
FIBERGLASS
Disusun oleh:
Kelompok 29
kda Rebekka Simanjuntak
Farid Ade Wijayanto
Andy Pumawirawan
Khairun Rahmatullah
.
I
!
!!'Gl*- _
I.t EF -= '*5..#-
e
ASISTEN:
Asus f,afdvansvah
13.M.211.m015
LA.BORATORIUM SISTEM MAI{IIFAKTUR
PRODI TEI$IIK INDUSTRI
FAKUIJ.TAS TEKNIK ,
UNIYDRSTTAS TRUNOJOYO MADURA
..'Ov
d'
lL los
I
(14.04.21r.00003)
(t4.04.211.00076)
(14.04.211.00105)
(r4.04.211.00125)
2015
53.
54. RINGKASAN
Rebekka Simanjuntak Irda, Ade Wijayanto Farid, Purnawirawan Andy, Rahmatullah
Khairun. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo
Madura, PBT 03 Fiberglass, Juni 2015
Praktikum kali ini bertujuan salah satunya untuk mengetahui cara membuat produk
fiberglass. Fiberglass merupakan bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia (bahan
komposit) yang terdiri dari cairan resin (water glass) dan katalis (zat peningkat laju reaksi)
yang saling bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu. Bahan fiberglass ini mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan bahan logam, diantaranya: lebih ringan, lebih mudah
dibentuk, dan lebih murah. Pada praktikum ini, kita belajar membuat produk fiberglass
dengan perbandingan komposisi antara resin dan katalis 1:1/40, dimana proses pembuatannya
dimulai dari pembuatan adonan dasar yaitu dengan mencampurkan resin dan katalis
kemudian diaduk sampai rata lalu dijemur dibawah sinar matahari.
55. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman yang semakin maju seperti sekarang ini dan dengan semakin
mahalnya bahan logam, banyak orang-orang dan perusahan yang bergerak dalam
bidang industri berpikir dan mencari alternatifnya yang lebih murah tetapi sifat
fisis maupun mekaniknya tidak kalah dari bahan logam. Karena adanya dorongan
seperti itulah ditemukan alternatif yang tepat untuk menggantikan bahan logam
yang semakin mahal untuk membuat produk-produk sesuai kebutuhan, alternatif
tersebut adalah fiberglass.
Fiberglass merupakan sebuah material yang terbuat dari fiber yang
mempunyai kekuatan sangat bagus. Fiberglass dapat digunakan sebagai pengganti
besi dalam kapal, pagar, dan bumper mobil, dimana material ini mempunyai
massa yang jauh lebih ringan, kekuatan tarik dan penekanan yang besar daripada
bahan logam (Munasir, 2011).
Pada praktikum modul 3 ini praktikan belajar membuat produk fiberglass
dengan perbandingan komposisi yang berbeda-beda antara resin dan katalis.
Perbandingan komposisinya antara lain 1:1/40, 1:1/60, 1:1/80 dan 1:1/100. Pada
proses pembuatan fiberglass ini dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu, kemudian membuat adonan dasar dengan mencampurkan resin
dan katalis sesuai ketentuan, kemudian menuangkan adonan dasar pada cetakan
dan mengeringkannya di bawah sinar matahari.
1.2 Tujuan Praktikum
Berikut ini merupakan tujuan praktikum modul 3:
1. Mengetahui cara pembuatan fiberglass.
2. Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan fiberglass.
3. Mengetahui fungsi dari bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
fiberglass.
4. Mampu membuat produk fiberglass.
5. Mampu menganalisa hasil dari pembuatan fiberglass.
56. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Ditemukannya Fiberglass
Fiberglass atau serat kaca telah dikenal orang sejak lama, dan bahkan
peralatan-peralatan yang terbuat dari kaca mulai dibuat sejak awal abad ke 18.
Mulai akhir tahun 1930-an, fiberglass dikembangkan melalui proses filament
berkelanjutan (continuous filament process) sehingga mempunyai sifat-sifat yang
memenuhi syarat untuk bahan industri, seperti kekuatannya tinggi, elastis, dan
tahan terhadap temperatur tinggi (Haryono A, 2011).
2.2 Pengertian Fiberglass
Fiberglass merupakan bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia
(bahan komposit) yang terdiri dari cairan resin (water glass) dan katalis (zat
peningkat laju reaksi) yang saling bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu.
Bahan fiberglass ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan bahan
logam, diantaranya: lebih ringan, lebih mudah dibentuk, dan lebih murah
(Haryono A, 2011).
2.3 Resin
Resin merupakan cairan kental yang mengeras menjadi padatan transparan.
Resin terutama terdiri dari metabolit sekunder, senyawa resin beracun dapat
menghancurkan berbagai herbivora, serangga dan patogen (Hysocc, 2014).
2.4 Katalis
Katalis merupakan bahan baku untuk membuat fiberglass yang bening dan
berbau sangat menyengat. Katalis mempengaruhi cepat atau lambatnya proses
pengeringan. Pada cuaca yang dingin akan dibutuhkan katalis yang lebih banyak.
Selain itu, katalis juga sebagai peningkat laju reaksi saat dicampur dengan resin
(Haryono A, 2011).
57. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 34
2.5 Mirror
Mirror merupakan bahan berbentuk pasta atau krim padat. Mirror berfungsi
sebagai pelicin dan pengkilap, oleh karena itu, mirror digunakan untuk melapisi
bidang mal atau cetakan supaya antara cetakan dengan adonan tidak saling
menempel apabila adonan dituangkan kedalam cetakan (Haryono A, 2011).
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Fiberglass
Bahan fiberglass mempunyai banyak kelebihan, diantaranya: ringan, mudah
dibentuk, murah, kekuatannya tinggi, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan
benturan, mudah diperbaiki apabila rusak serta anti korosi (Haryono A, 2011).
Meskipun bahan fiberglass banyak kelebihannya, tapi bahan fiberglass juga
mempunyai kekurangan, salah satu kekurangannya adalah modulus elastiknya
rendah (Surdia T, 1999).
2.7 Penggunaan Fiberglass
Fiberglass banyak dimanfaatkan atau digunakan dalam dunia otomotif, bahan
fiberglass kerap kali dipakai untuk pembuatan body serta aksesoris pada
kendaraan. Keterampilan dalam pembuatan body dan aksesoris dengan bahan
fiberglass ini juga dapat sebagai alternatif untuk berwirausaha sendiri (Haryono
A, 2011).
Fiberglass juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup. Salah
satunya dimanfaatkan sebagai bahan pendukung panel akustik. Secara umum
fiberglass dibentuk dari penguat (filler) dan matrik, yang merupakan kombinasi
serat dan polystyrene sebagai filler dan epoksi resin yang berfungsi sebagai
material alternatif pengganti bahan sintesis yang sering digunakan. Material ini
bersifat murah dan ramah lingkungan, sehingga dapat menghasilkan suatu panel
akustik yang dapat menyerap bunyi yang berasal dari sumber bunyi tertentu
(Sunardi, 2013).
58. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
1. Resin
2. Katalis
3. Mirror
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
1. Master mal
2. Gelas air mineral
3. Pengaduk
4. Suntikan
5. Plastisin
6. Kaca
7. Kuas
8. Sarung tangan
9. Masker
3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Berikut merupakan prosedur pelaksanaan praktikum:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menyiapkan cetakan yang digunakan dalam pembuatan produk fiberglass.
3. Mengoleskan mirror pada cetakan.
4. Membuat adonan dasar campuran resin dan katalis dengan perbandingan
komposisi 1:1/40.
5. Mengaduk adonan resin dan katalis hingga merata.
6. Menuangkan adonan campuran resin dan katalis kedalam cetakan hingga
merata.
7. Meratakan adonan resin dan katalis pada cetakan.
59. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 36
8. Mengeringkan adonan resin dan katalis dibawah sinar matahari.
9. Menunggu adonan resin dan katalis hingga mengeras pada cetakan.
10. Setelah mengeras dan kering, lepaskan produk fiberglass dari cetakan.
11. Menghaluskan bagian-bagian sisa hasil cetakan dengan amplas.
12. Membandingkan dan menganalisa dengan produk kelompok lain.
60. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 37
3.4 Flowchart
Berikut merupakan alur praktikum pembuatan fiberglass yang kami susun
dalam bentuk flowchart:
Gambar 3.3.1 Flowchart praktikum
61. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 38
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1 Proses Pembuatan Fiberglass
Dalam pembuatan produk fiberglass tentu saja prosesnya tidak asal-asalan,
ada tahapan-tahapan tertentu supaya hasilnya bagus. Berikut ini merupakan
tahapan-tahapan dalam pembuatan produk fiberglass:
1. Tahap yang pertama adalah menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Tahap yang kedua adalah mengoleskan mirror pada cetakan seperti gambar di
bawah ini.
Gambar 3.4.2 Gambar pengolesan cetakan dengan mirror
Gambar di atas merupakan gambar proses pengolesan mirror pada cetakan
yang bertujuan agar adonan resin dan katalis tidak menempel dengan cetakan
ketika dituangkan kedalam cetakan.
3. Tahap yang ketiga adalah menempelkan plastisin pada pinggiran cetakan
seperti gambar dibawah ini.
Gambar 3.4.3 Gambar cetakan yang telah ditempelin plastisin
62. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 39
Gambar di atas merupakan gambar proses menempelkan plastisin pada
pinggiran cetakan yang bertujuan untuk memastikan adonan resin dan katalis
tidak keluar dari cetakan dengan kata lain untuk menutup celah bagian bawah
cetakan.
4. Tahap yang keempat adalah menuangkan resin kedalam gelas air mineral
sesuai takaran yang telah ditentukan. Gambarannya sebagai berikut.
Gambar 3.4.4 Gambar penuangan resin kedalam gelas air mineral
Gambar di atas merupakan proses penuangan resin pada gelas air mineral
yang nantinya resin tersebut akan dijadikan sebagai adonan dasar untuk membuat
produk fiberglass.
5. Tahap yang kelima adalah pengambilan katalis menggunakan suntikan sesuai
dengan takaran yang telah ditentukan. Berikut gambarannya.
Gambar 3.4.5 Gambar pengambilan katalis dengan suntikan
Gambar di atas merupakan proses pengambilan katalis dengan cara
menyedotnya menggunakan suntikan, dimana katalis tersebut nantinya
dicampurkan dengan resin.
63. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 40
6. Tahap yang keenam adalah mencampurkan resin dengan katalis
Gambar 3.4.6 Gambar pencampuran resin dengan katalis
Gambar di atas merupakan proses pencampuran resin dan katalis yang
nantinya dari pencampuran tersebut akan menghasilkan produk fiberglass.
7. Tahap yang ketujuh adalah meratakan campuran resin dan katalis dengan cara
mengaduknya hingga rata. Berikut gambarnya.
Gambar 3.4.7 Gambar mengaduk campuran resin dan katalis hingga rata
Gambar di atas merupakan proses mengaduk adonan campuran resin dan
katalis supaya adonan tersebut tercampur rata dan supaya produk yang dihasilkan
bagus.
64. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 41
8. Tahap kedelapan adalah menuangkan campuran resin dan katalis kedalam
cetakan. Berikut gambarannya.
Gambar 3.4.8 Gambar penuangan adonan resin dan katalis kedalam cetakan
Gambar di atas merupakan proses menuangkan adonan fiberglass kedalam
cetakan yang nantinya produk yang dihasilkan akan menyerupai cetakan tersebut.
9. Tahap terakhir adalah mengeringkan adonan resin dan katalis (adonan
fiberglass) dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari. Berikut
gambarnya.
Gambar 3.4.9 Gambar penjemuran adonan fiberglass di bawah sinar matahari
Gambar di atas merupakan proses menjemur adonan resin dan katalis yang
telah dituang kedalam cetakan. Proses ini bertujuan supaya produk fiberglass
cepat kering dan mengeras, intinya supaya produk fiberglass cepat jadi.
65. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 42
4.2 Analisa Produk Fiberglass
Setelah melaksanakan praktikum dihasilkan produk fiberglass seperti gambar
di bawah ini.
Gambar 3.4.10 Gambar produk fiberglass
Gambar di atas merupakan gambar produk fiberglass yang dihasilkan setelah
mengikuti praktikum. Produk fiberglass tersebut karakteristiknya berwarna cerah,
pada permukaannya terdapat gelmbung dan cekungan. Produk tersebut dibuat
dengan perbandingan komposisi resin dan katalis 1:1/40.
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Produk Fiberglass Hasil Praktikum
Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan produk fiberglass hasil
Praktikum:
1. Kelebihan produk fiberglass diantaranya adalah bahan yang digunakan untuk
membuat produk fiberglass tidak banyak, proses pembuatannya relatif cepat,
produk yang dihasilkan memiliki kekuatan yang tinggi serta anti korosi.
2. Kekurangan produk fiberglass diantaranya adalah proses pengeringannya
lumayan lama meskipun proses pembuatannya relatif cepat, produk yang
dihasilkan tidak dapat terurai.
66. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 43
4.4 Perbandingan Produk yang Dihasilkan
Berikut ini merupakan perbandingan antara produk fiberglass yang kami
hasilkan dengan produk fiberglass kelompok-kelompok lain.
4.4.1 Perbandingan Produk 1 dan Produk 2
Berikut ini merupakan perbandingan antara produk kelompok 29 dengan
produk kelompok 30.
(a) (b)
Gambar 3.4.11 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a) dan
kelompok 30 gambar (b)
Tabel 3.4.1 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 30
No Keterangan
Perbandingan
Komposisi
Karakteristik
1 Produk 1 (kelompok 29) 1:1/40
Lebih cerah, lebih
sedikit gelembung,
lebih tipis, lebih
halus
2 Produk 2 (kelompok 30) 1:1/60
Lebih keruh, lebih
banyak gelembung,
lebih tebal, lebih
kasar
67. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 44
4.4.2 Perbandingan Produk 1 dan Produk 3
Berikut ini merupakan perbandingan antara produk kelompok 29 dengan
produk kelompok 31.
(a) (b)
Gambar 3.4.12 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a) dan
kelompok 31 gambar (b)
Tabel 3.4.2 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 31
No Keterangan
Perbandingan
Komposisi
Karakteristik
1 Produk 1 (kelompok 29) 1:1/40
Permukaan lebih
halus, lebih cerah,
lebih banyak
gelembung
2 Produk 2 (kelompok 31) 1:1/80
Permukaan lebih
kasar, lebih keruh,
lebih sedikit
gelembung
68. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 45
4.4.3 Perbandingan Produk 1 dan Produk 4
Berikut ini merupakan perbandingan antara produk kelompok 29 dengan
produk kelompok 32.
(a) (b)
Gambar 3.4.13 Gambar perbandingan antara produk kelompok 29 gambar (a) dan
kelompok 31 gambar (b)
Tabel 3.4.3 Tabel perbandingan produk kelompok 29 dengan kelompok 32
No Keterangan
Perbandingan
Komposisi
Karakteristik
1 Produk 1 (kelompok 29) 1:1/40
Lebih keruh, lebih
halus, lebih tebal,
lebih sedikit
gelembung
2 Produk 2 (kelompok 32) 1:1/100
Lebih cerah, lebih
kasar, lebih tipis,
lebih banyak
gelembung
4.5 Analisa Produk Keseluruhan Hasil Praktikum
Setelah melakukan praktikum, dihasilkan berbagai produk fiberglass dari
masing-masing kelompok dengan perbandingan komposisi yang berbeda-beda.
Karakteristik yang dihasilkan juga berbeda-beda tergantung perbandingan
komposisi antara resin dan katalis. Perbandingan komposisi antara resin dan
katalis yang baik adalah 1:1/40 karena pada perbandingan komposisi tersebut
69. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 46
produk yang dihasilkan memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan dengan
produk fiberglass yang perbandingan komposisinya 1:1/60, 1:1/80 dan 1:1/100.
Selain itu, waktu pengeringannya relatif lebih cepat.
70. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah melaksanakan praktikum ternyata dalam membuat produk fiberglass
sangat mudah, simpel dan prosesnya cepat hanya saja waktu yang diperlukan
produk fiberglass untuk kering dan mengeras lumayan lama, tapi itu
tergantung perbandingan takaran antara resin dan katalis. Takaran katalis
banyak maka semakin cepat pula produk fiberglass mengering dan mengeras,
begitu juga sebaliknya. Selain itu, cuaca juga menentukan terhadap cepat atau
tidaknya produk fiberglass untuk mengering dan mengeras. Apabila cuaca
terik maka produk fiberglass akan cepat kering dan keras begitu juga
sebaliknya.
2. Untuk membuat produk fiberglass bahan yang digunakan tidak banyak, hanya
dengan bermodalkan resin, katalis dan mirror kita sudah bisa membuat suatu
produk fiberglass.
3. Bahan-Bahan yang digunakan dalam pembuatan fiberglass mempunyai
fungsi masing-masing. Resin berfungsi sebagai bahan dasar fiber atau
campuran perekat. Katalis berfungsi sebagai pengering sekaligus peningkat
laju reaksi saat dicampur dengan resin. Mirror berfungsi untuk melapisi
bidang mal atau cetakan supaya antara cetakan dengan adonan tidak saling
menempel apabila adonan dituangkan kedalam cetakan, atau dengan kata lain
untuk memberikan efek licin.
4. Setelah melaksanakan praktikum, kita mampu membuat suatu produk
fiberglass yang berbentuk menyerupai bidang lambang Universitas
Trunojoyo Madura yang berbentuk segi lima.
5. Setelah mengikuti praktikum, diketahui perbandingan antara produk yang
kami hasilkan dengan produk kelompok lain. Kami menghasilkan produk
fiberglass dengan perbandingan komposisi resin dan katalis 1:1/40, kelompok
yang lain 1:1/60, 1:1/80 dan 1:1/100. Secara keseluruhan produk yang paling
baik adalah yang perbandingan komposisi resin dan katalisnya 1:1/40.
71. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 48
5.2 Saran
Diusahakan untuk persiapan praktikum lebih ditingkatkan lagi supaya
jalannya praktikum dapat terlaksana dengan baik dan tidak molor waktu.
72. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 49
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, A, ST. 2011. Pemanfaatan Fiberglass Untuk Pembuatan Body Plastik
Kendaraan. POLITEKNOSAINS. X (1): 9-20.
Hysocc. 2014. Queen Hatshepsut’s Expedition to the Land of Punt: The First
Oceanographic Cruise. Department of Oceanography, Texas A&M
University.
Munasir, 2011. Studi Pengaruh Orientasi Serat Fiberglass Searah dan Dua Arah
Single Layer terhadap Kekuatan Tarik Bahan Komposit Polypropylene.
Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya. 1 (1): 1-9.
Sunardi., Sari, K. 2013. Sifat Optik Dari Material Fiberglass dengan Filler Serat
Sansivieria Trifasciata dan Polystyrene Sebagai Panel Akustik. Jurnal
Fisika Indonesia. XVII (50): 36-39.
Surdia, T., Saito, S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi Keempat, Pradnya
Paramita. Jakarta.
77. DOKUMENTASI
Dibawah ini merupakan proses pelaksanaan praktikum yang berhasil kelompok
kami dokumentasikan selama praktikum berlangsung.
78.
79. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
FAKULTASTEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Jl- Raya Telanq, l(amal, Bangkalan, 69162
GAMBAR OBJEK PENGAMATAN
c
'#.-Wr*.*
v
*
{-l
N^mu Kebrrapr e-g $hift I
tr4a febeFFa $ma3funtae
lv.dg P ^(horrun [4
'{arid A' c^l'
,t ,
+'
3.
4
l'
81. DOKUMENTASI
Dibawah ini merupakan proses pelaksanaan praktikum yang berhasil
kelompok kami dokumentasikan selama praktikum berlangsung.
82.
83. LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
FAKULTASTEKNIK
UNIVERSITAS TRU NOJOYO MADURA
Nama Spesimen
Nb:
Checksheet I kelompok 1.
w'psffil'ffi[s
Kelompok
shift
: "?9
.:4
: tAaja SS 4oa
Data pengukuran dimensi
09q Ln l,2b (m O,lLg >,15 tm
Diamete r
(cm)
Tinggi
(cm)
Luas Alas
(cm2)
Luas
Selimut
(cm2)
Luas Permukaan
(cm2)
4# .Z;@:a+ l*54!st l,grS cnL lffiinz
Data pengukuran berat spesimen
Waktu
Pe re ndapaman
(iam)
Massa
Awal (gr)
Ma.ssa
Akhir (gr)
Ke hilangan
Massa (gr)
Laju I(orosi
(ipm)
tHo 1, 610 7,eic 0 (,
1,ltl A,qu ltciz 0, 355
q8 ffi6,124 tr63'0: fia b,tq3 0*(}0,084
Proses saat mengambil data
Tanggal Proses Benda Waktu Total waktu
(, Apr, I -', 1q
Dimasukkan I
la. )a
)2ja^ 49 n,"n
I Aprrl )ot
Diambil I
ir, iq
7 Ap,Itas
Dimasukkan 2
15, )a 4B ,hvn
tl Ao',1 )aB Diambil 2 ,s .30
90. : E=:i E:=-E I I li{ii:i.i- :-;::'{-
=
F i!-+ I--r= E F-! E ItsIlF- I l aF{
FAKULTAS TEKNIK
:J!!iy-=i---&! i !ii. ! l'tuFtt.,.Jl. tt-t lglAlJ:JfiF-
ry;ii:ii;i!i;i1;:;;.
Nama KetDmFF a3 $tt o4
t .ArUE ttrnalD(atoari
a.taid &le a:
3 Khorrun R
4 rda RebeKB S
t4o{zU'. 'ootos
4p42CCD1G
U0q2(o iol29
l4o4zUoocog
*HSIifi'fl.'0
P*hna*g^ Vo,;rne I t '3
40
Kb61it 3 b,49 cr
: t9r9l res[n
- at)rFt)
*Tot t
_ r,3:*
rnenwgFnr ked^tarn crtaFan s 13.oO- [LbKtu
&g^*b,,"n podur.
flbegtass dan cetatran
H" ao
fii*gl^* bmr_hrurr mergeEs s l{.zb
coaFtu ,pgeasan
?*drr fkgbss sgb nteit..
Tu..,i.+,1,,: -=--=t=i-,,,.- h. i--', i-1.-,1