Analisa BOW hanya bisa dilakukan pada proses kontruksi yang menggunakan sistim padat karya atau sistim pekerjaan yang menggunakan banyak tenaga kerja secara manual, yang berarti hanya untuk pekerjaan bangunan sederhana saja walaupun pada kenyataannya di beberapa wilayah Indonesia proyek pembangunan ruko setinggi 4 lantai pun, masih banyak dilakukan secara manual padat karya
2. BOW (BURGERLIJKE OPENBARE
WERKEN)
Suatu ketentuan dan ketetapan umum yang ditetapkan
oleh Pemerintah Kolonial Belanda tanggal 28 Pebruari
1921.
Analisa BOW hanya bisa dilakukan pada proses
kontruksi yang menggunakan sistim padat karya
atau sistim pekerjaan yang menggunakan banyak
tenaga kerja secara manual, yang berarti hanya untuk
pekerjaan bangunan sederhana saja walaupun pada
kenyataannya di beberapa wilayah Indonesia proyek
pembangunan ruko setinggi 4 lantai pun, masih banyak
dilakukan secara manual padat karya.
3. Estimasi pada proyek gedung saat ini masih
mengacu pada analisa BOW walaupun dengan
revisi yang dilakukan untuk menyesuai dengan
kondisi pada saat ini .Dalam praktek nya, sebuah
konsultan atau kontraktor biasanya tidak
melakukan analisa berulang kali setiap melakukan
penghitungan tender.
Analisa angka acuan dasar akan dipakai berulang
kali dan yang yang akan dilakukan penyesuaian
adalah angka material bangunan serta upah atau
ongkos pemasangan yang biasanya selalu
berfluktuasi naik turun mengikuti tingkat inflasi.
4. SNI
Melihat banyaknya variasi dalam aplikasi BOW,
maka Pemerintah melalui Puslitbang Bidang
Permukiman pada Tahun 1987 sd 1991 melakukan
penelitian untuk mengembangkan BOW
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
Tahap 1 : Melakukan pengumpulan data sekunder dari
harga yang berlaku di BUMN, Kontraktor skala nasional
Tahap 2 : Penelitian di lapangan sebagai cross check
terhadap data sekunder
5. SNI (STANDART NASIONAL INDONESIA)
Koefisien analisa harga satuan adalah angka yang
menunjukkan jumlah kebutuhan bahan atau tenaga kerja
dalam satuan tertentu
Angka-angka ini digunakan untuk menghitung RAB
(rencana anggaran biaya) suatu pekerjaan bangunan.
Biasa yang kita gunakan adalah koefisien yang diambil
dari SNI
6. Dari tabel di atas dapat diketahui nilai koefisien pada kolom indeks.
Untuk memasang bata merah dengan luasan 1 m2 memerlukan 70 buah bata.
Angka 70 ini tentu berdasarkan penelitian ditambah dengan safety factornya.
Berdasarkan pengalaman pribadi, sebenarnya untuk memasang 1 m2 hanya
membutuhkan sekitar 60 buah. Namun pada SNI ini menjadi 70 karena sudah
ditambah dengan nilai safety factornya. Begitu juga dengan semen dan pasir,
setiap pasangan 1 m2 membutuhkan 8,32 kg semen dan 0,049 m3 pasir.
Untuk tenaga kerja menggunakan satuan OH (orang per hari) yang artinya
adalah untuk memasang 1 m2 bata merah hanya memerlukan 1 pekerja dengan
durasi pekerjaan 0,3 hari. Artinya dalam 1 hari pekerja bisa menghasilkan lebih
dari 1 m2 pasangan bata. 1/0.3 x 1 m2 = 3.33 m2. Sedangkan untuk tukang
batunya mempunyai produktivitas 1/0.1x 1 m2 = 10 m2 pasangan dinding.
7. SIAPA YANG MENENTUKAN ANGKA
KOEFISIEN
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata cara
perhitungan harga satuan pekerjaan dinding untuk konstruksi
bangunan gedung dan perumahan adalah revisi dari SNI 03-
6897-2002 Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
dinding, yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia
dengan melakukan modifikasi terhadap indeks harga satuan.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi
Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja Struktur
dan Konstruksi Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan,
Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman
Standardisasi Nasional 08:2007 serta telah dibahas dalam
rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 7 s/d 8
Desember 2006 oleh Subpanitia Teknis yang melibatkan para
nara sumber, pakar dan lembaga terkait.
9. CONTOH PERHITUNGAN SEDERHANA
Pekerjaan Galian Tanah 1 m3 dengan alat cangkul
a. Produktivitas
Kapasitas Produksi 1 cangkul , P = 200 mm, L = 200 mm, ketebalan 45 mm.
Maka volume = 0,2 x 0,2 x 0,045 = 0,0018 m3
Kapasitas tukang gali = 1m3/0,0018 m3 = 556 kali mencangkul (Asumsi tanah biasa)
Menghitung Waktu Mencangkul+Membuang : (Asumsi 30 detik/1 kali cangkul) = 556 x 30
detik = 16680 dtk = 4,63 jam
b. Analisa Harga
Upah tukang gali = 60.000/hari, 1 hari 7 jam kerja
60.000/4,63 = Rp. 12.958,96 O/jam x 7 = Rp. 90.712,74 OH
c. Koefisien
90.712,74 : 60.000 = 1,512 tukang gali
Untuk perhitungan kepala tukang, 1 kepala tukang membawahi 10 tukang gali, maka
koefisien kepala tukang = 1,512/10 = 0,1512 kepala tukang
Jika 1 mandor membawahi 3 kepala tukang, maka koefisien mandor = 0,1512/3 = 0,053
mandor
10. CONTOH KOEFISISEN ANALISA HARGA SATUAN
BANGUNAN
Untuk 1 m2 pekerjaan plesteran dinding, koefisien analisa harga
satuannya adalah sebagai berikut :
Analisa untuk 1 m2 pekerjaan plesteran 1pc : 4 ps
Keofisien analisa bahan
0,2170 zak semen
0,02830 m2 pasir pasang
Koefisien analisa tenaga
0.0125 hari mandor
0.0200 hari kepala tukang
0.2000 hari tukang batu
0.2500 hari pekerja
11. Angka – angka di atas merupakan koefisien analisa
untuk menyelesaikan 1 m2 plesteran.
Jika akan mengerjakan 100 m2 plesteran, maka kita
harus menyediakan
Bahan
0,2170 x 100 = 21,7 zak semen
0,0283 x 100 = 2,83 m3 pasir
Pekerja
0.0125 x 100 = 1,25 hari mandor
0.0200 x 100 = 20 hari kepala tukang
0.2000 x 100 = 20 hari tukang batu
0.2500 x 100 = 25 hari pekerja