Hadits Nabi Muhammad SAW menjelaskan keutamaan puasa di bulan Ramadhan. Puasa merupakan amalan yang paling dicintai Allah dibanding amalan lain, dan pahalanya akan dilipatgandakan berkali-kali lipat. Puasa juga berfungsi sebagai perisai yang melindungi dari berbagai dosa. Orang berpuasa diperintahkan untuk menahan diri dari perkataan kasar dan bertengkar. Mereka juga akan mendapat pahala dan kegemb
1. .
.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Pada hari ini kita sedang melaksanakan puasa Ramadhan, bulan yang mulia dan penuh keberkahan. Tentu
semangat dan kecintaan kita perlu disegarkan kembali dengan membaca hadits-hadits tentang keutamaan
bulan tersebut.
Hal ini perlu diingatkan kembali agar kita semakin berharap segera bertemu, semakin cinta, dan semakin
sadar akan agungnya bulan Ramadhan.
Terdapat sebuah hadits yang mulia dari Nabi Muhammad tentang keutamaan bulan Ramadhan.
Yang artinya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Semua amal perbuatan anak Adam untuk dirinya kecuali
puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya’. Puasa adalah perisai.
Apabila seseorang di antara kamu berpuasa, janganlah berkata kotor atau keji (cabul) dan berteriak-teriak.
Apabila ada orang yang mencaci makinya atau mengajak bertengkar, katakanlah, ‘Sesungguhnya aku
sedang berpuasa.’ Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut
orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi. Bagi orang yang
berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu
dengan Rabb-nya’.”(Muttafaqun ‘Alaihi, dan ini lafazh Al-Bukhari).
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Betapa agungnya hadits ini karena didalamnya disebutkan amalan secara umum, kemudian disebutkan
puasa secara khusus, keutamaannya, kekhususannya, pahala yang akan diperoleh dengan segera maupun
yang akan datang, penjelasan hikmahnya, tujuannya, dan segala yang harus diperhatikan seperti adab-
adab yang mulia. Dan masya Allah, semua hal tersebut tercakup dalam hadits ini.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan pokok yang menyeluruh, bahwa semua amal shalih
akan dilipatgandakan (amal shalih tersebut) sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga
berkali-kali lipat lebih dari itu pada saat bulan Ramadhan.
Ini menunjukkan keagungan dan luasnya rahmat Allah dan kebaikan-Nya kepada para hamba-Nya yang
beriman. Hal ini karena Allah akan membalas satu perbuatan buruk dan menyelisihi syari’at, dengan satu
balasan. Namun hal itu berbeda jika kita melakukan kebaikan dan amal shalih.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah orang
yang tertahan dalam gua. Dan kisah pezina yang memberi minum seekor anjing lalu Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengampuninya. Dan juga seperti suatu amalan yang dapat menumbuhkan amalan lain dan diikuti
oleh orang lain. Dan juga seperti menolak bahaya-bahaya yang besar atau menghasilkan kebaikan-
kebaikan yang besar. Dan juga seperti amalan-amalan yang berlipat ganda karena keutamaan waktu dan
tempat, serta keutamaan seorang hamba di sisi Allah. Semua dilipat gandaan ini mencakup semua amalan
shalih.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
2. Hikmah dari pengkhususan tersebut yaitu bahwa orang yang berpuasa ketika dia meninggalkan hal-hal
yang dicintai oleh hawa nafsunya karena Allah, maka itu artinya ia telah mendahulukan kecintaannya
kepada Allah dari segala kecintaan jiwanya, ia lebih mengharap ridha-Nya dan ganjaran-Nya daripada
meraih keinginan hawa nafsu. Oleh karena itu, Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan
menjadikan pahala orang yang berpuasa di sisi-Nya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Hadits nabi muhammmad SAW menunjukkan bahwa puasa yang sempurna yaitu jika seorang hamba
meninggalkan dua perkara:
Pertama: Pembata-pembatal puasa seperti makan, minum, jima’ (bersetubuh) dan lainnya.
Kedua: Hal-hal yang mengurangi (kesempurnaan) amalan, seperti berkata kotor, jorok, cabul dan
berteriak-teriak, mengerjakan perbuatan haram dan pembicaraan haram. Jauhkanlah semua
maksiat, pertengkaran, dan perdebatan yang menyebabkan dendam. Karena itulah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Janganlah berkata kotor atau
keji (cabul)”.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya, “Janganlah berteriak-
teriak!”, yaitu perkataan yang menyebabkan fitnah dan permusuhan. Sebagaimana Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang lain:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah tidak butuh kepada
(puasanya) yang hanya meninggalkan makan dan minumnya”. (HR. Bukhari)
Barangsiapa menerapkan dua perkara tersebut di atas maka sempurnalah pahala puasanya. Siapa yang
tidak menerapkannya, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki orang yang berpuasa bahwa apabila ada yang
mengajak untuk bertengkar dan mencelanya, hendaklah ia mengatakan:
“Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Faidahnya yaitu bahwa seakan-akan ia berkata, “Ketahuilah bahwa aku bukannya tidak bisa membalas
apa yang engkau katakan, tapi sesungguhnya aku sedang berpuasa. Aku menghormati puasaku dan
menjaga kesempurnaannya, serta perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketahuilah bahwa puasa mengajakku
untuk tidak membalas semua itu dan memerintahkanku untuk bersabar. Maka apa yang aku lakukan ini
lebih baik dan lebih mulia dari apa yang engkau perbuat kepadaku, wahai orang yang mengajak
bertengkar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa adalah perisai.” Yaitu penjaga yang menjaga seorang hamba dari dosa-dosa di dunia,
membiasakannya untuk mengerjakan kebajikan, dan menjaga dari siksa neraka.
Ini adalah hikmah syariat yang paling agung dari faidah puasa, Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah 2 : 183)
Jadi, puasa menjadi perisai dan sebab untuk mendapat ketakwaan. Karena puasa mencegah dari perbuatan
haram dan apa-apa yang dilarang serta memerintahkan untuk memperbanyak amal ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
:
“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan
kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya”.
3. Kedua ganjaran ini, ganjaran pertama, segera didapat dan ganjaran kedua, ganjaran yang didapatkan di
akhirat. Yang langsung didapat yaitu ketika orang yang berpuasa itu berbuka, ia gembira karena nikmat
Allah yang diberikan kepadanya sehingga bisa menyempurnakan ibadah puasanya.
Sedangkan ganjaran yang akan datang yaitu kegembiraannya ketika bertemu Rabb-nya dengan keridhaan-
Nya dan kemuliaan-Nya. Kegembiraan yang didapat langsung di dunia ini adalah contoh dari
kegembiraan yang akan datang, dan Allah akan mengumpulkan keduanya bagi orang yang berpuasa.
Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpuasa jika
sudah mendekati waktu berbuka, maka ia mendapat kegembiraan. Itu merupakan balasan dari apa yang
telah ia lalui pada siang hari berupa kesulitan menahan nafsu. Ini untuk menumbuhkan semangat dan
berlomba dalam berbuat kebaikan.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sungguh, bau mulut orang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi”.
Al-Khuluf yaitu pengaruh bau dalam mulut ketika kosong dari makanan dan naiknya uap. Walaupun ini
tidak disukai oleh orang, tapi janganlah engkau bersedih, wahai orang yang berpuasa! Karena
sesungguhnya ia lebih wangi di sisi Allah dari pada minyak kesturi dan berpengaruh pada ibadah dan
pendekatan diri kepada-Nya.
Mudah-mudahan Allah menganugerahkan kita usia yang sampai kepada bulan suci Ramadhan yang
penuh mulia dan berkah. Kemudian kita juga memohon kepada Allah agar memberikan kita taufik supaya
bisa mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baik amalan. Aamiin Yaa Robbal ‘Alam.
Khutbah Kedua:
.
. .