SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA EKSPERIMENTAL
Lab. Radiasi : Hamburan Rutherfort
Pelaksanaan Praktikum
Hari: Rabu Tanggal: 5 November 2014 Jam:14.50-16.30
Oleh:
Arintya Wahyuningtyas (081211331001)
Anggota praktikum:
1. Debbie Lusiana Tambun (081211331010)
2. Eli Krisnawati (081211311141)
3. Susilowati (081211331141)
4. Oktaviana Retna .N (081211332013)
LABORATORIUM RADIASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
ABSTRAK
Praktikum Eksperimen Hambuuran Rutherford ini menggunakan pompa vakum, counter
dan bahan radioaktif. Dan digunakan lempengan Al sebagai lapisan tipis yang tujuannya untuk
memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan keberadaan
inti atom dan untuk mengamati distribusi sudut hamburan partikel-α dan membandingkannya
dengan model attom Rutherford pada range sudut kecil. Dari eksperimen ini akan diperoleh
grafik distribusi sudut hamburan partikel-α terhadap jumlah cacahannya, yang kemudian kami
analisis untuk mendapatkan nomor atom (Z) dari Aluminium. Hasil eksperimen yang
dilakukan, didapatkan nomor atom aluminium yaitu 6.
I. Tujuan
a) Memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan
keberadaan inti atom
b) Mengamati distribusi sudut hamburan partikel alfa dan membandingkannya dengan
model atom Rutherford pada range sudut kecil
c) Memahami konsep difeerensial dan total cross section serta hubungannya dalam
menghasilkan eksperimen hamburan
d) Mampu menurunkan rumus hamburan Rutherford dari serangkaian eksperimen
II. Alat dan Bahan
• Pompa dan Tabung Vakum
• Amplifier
• Counter
III. Dasar Teori
Eksperimen Rutherford pada tahun 1910 dikenal dengan percobaan hamburan partikel
alfa. Partikel alfa yang berasal dari ion He bermuatan positif dari sumber radioaktif
ditembbakkan melalui lempeng/lembaran emas (Au foil) yang sangat tipis. layar fluresen
ditempatkan di belakang Au foil yang sangat tipis. Layar ini ditempatkan di belakang Au
foil untuk mendeteksi hamburan (scattering) partikel alfa.
Partikel alfa adalah partikel bermuatan positif . Oleh karena itu, pantulan partikel alfa
dengan sudut pantul lebih besar dari 90 hanya mungkin disebabkan adanya tumbukan
antara partikel alfa dengan suatu partikel yang memiliki kerapatan sangat tinggi dan
bermuatan sejenis (positif). Akibatnya, partikel alfa yang menuju kepada partikel itu akan
dibelokkan arahnya karena adanya penolakan muatan yang sama. Gejala ini menurut
Rutherford, akibat adanya suatu partikel yang merupakan inti dari lempeng tipis logam
yang dijadikan target.
Gejala lain yang diamati adalah hanya sebagian kecil dari partikel alfa yang
dipantulkan, umumnya partikel alfa diteruskan. Gejala ini menurutnya, menunjukkan
bahwa bagian terbesar dari atom-atom logam dijadikan tabir merupakan ruang kosong.
Dari percobaan tersebut, Rutherford menyimpulkan bahwa atom tersusun dari inti atom
sebagai pusat atom yang bermuatan positif, dan kesimpulan yang lain bahwa elektron berputar
mengelilingi inti dengan jarak tertentu dari inti atom.
Detektor pencacah radiasi diferensial
Detektor berfungsi untuk mengubah energi nuklir menjadi energi lain yang lebih mudah
untuk diolah, seperti energi listrik, sedangkan peralatan penunjang berfungsi untuk mengolah
sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor menjadi suatu informasi. Detektor merupakan
bagian yang sangat penting dari suatu sistem pencacah radiasi karena dialah yang berfungsi
untuk menangkap radiasi dan mengubahnya menjadi, biasanya, sinyal atau pulsa listrik.
Sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor perlu diproses lebih lanjut agar dapat
diamati oleh manusia, misalnya ditampilkan melalui peraga, suara atau bahkan fasilitas
pengolah sinyal yang lebih canggih. Peralatan yang diperlukan untuk melengkapi detektor guna
membentuk suatu sistem pencacah disebut sebagai peralatan penunjang (instrumentasi nuklir).
Peralatan penunjang harus bersifat linier, artinya setiap informasi yang dihasilkan oleh
peralatan penunjang, baik jumlah pulsa maupun tinggi pulsa harus sebanding dengan informasi
yang diterimanya dari detektor. Linieritas merupakan parameter yang sangat mempengaruhi
unjuk kerja dari suatu sistem pencacah. Berdasarkan peralatan penunjangnya, suatu sistem
pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sistem pencacah integral, sistem pencacah
diferensial, dan sistem spektroskopi.
Sistem pencacah integral dan sistem pencacah diferensial mempunyai fungsi yang
hampir sama yaitu mengukur jumlah (kuantitas) radiasi yang mengenainya. Perbedaannya,
sistem pencacah integral tidak mempedulikan energi radiasi yang datang sedang sistem
pencacah diferensial hanya mengukur radiasi yang mempunyai energi tertentu saja. Sistem
spektroskopi mempunyai fungsi yang berbeda yaitu mengukur energi radiasi, atau lebih
tepatnya mengukur distribusi energi dari radiasi yang mengenai detektor.
Sebenarnya sistem pencacah diferensial juga dapat berfungsi sebagai sistem
spektroskopi tetapi dengan resolusi yang sangat rendah. Sebaliknya sistem spektroskopi juga
dapat berfungsi sebagai sistem pencacah tetapi dengan “kecepatan” yang lebih rendah.
Pencacah diferensial digunakan untuk mengukur jumlah radiasi dalam selang energi
tertentu. Sebagai contoh, dua jenis zat radioaktif yang berbeda akan memancarkan radiasi
dengan tingkat energi yang berbeda sehingga bila ingin mengukur aktivitas salah satu zat
radioaktif tersebut maka diperlukan suatu sistem pencacah diferensial.
Detektor yang digunakan di sini tidak boleh detektor geiger muller (GM) karena tidak
dapat membedakan energi radiasi yang mengenainya. Detektor yang sering digunakan adalah
detektor NaI(Tl) untuk pengukuran radiasi gamma dan detektorsurface barrier digunakan untuk
pengukuran radiasi alfa.
Sebagaimana detektor yang lain, detektor sintilasi juga membutuhkan sumber tegangan
tinggi atau high voltage (HV). Penentuan tegangan kerja detektor sintilasi adalah dengan cara
mencari perbandingan cacahan sumber terhadap cacahan latar belakang yang terbaik.
Berbeda dengan detektor GM, detektor sintilasi menghasilkan pulsa listrik yang relatif
sangat kecil, dalam orde mVolt. Oleh karena itu diperlukan peralatan untuk membentuk dan
memperkuat pulsa tersebut yaitu penguat (amplifier).
Pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor biasanya berbentuk pulsa eksponensial yang
sangat cepat rise-timenya dan sangat lambat fall-timenya. Sangatlah sukar untuk mendeteksi
atau mengukur tinggi pulsa yang berbentuk eksponensial ini.Amplifier mempunyai fungsi
utama untuk mengubah pulsa eksponensial menjadi pulsa Gaussian dan memperkuatnya, bila
diperlukan, agar mempunyai tinggi dengan orde Volt.
Peralatan selanjutnya adalah diskriminator yang merupakan ciri dari sebuah pencacah
diferensial karena alat ini yang berfungsi untuk menyaring apakah suatu pulsa listrik keluaran
amplifier diteruskan ke counter atau tidak. Diskriminator mempunyai fasilitas batas atas dan
batas bawah. Pulsa-pulsa yang lebih tinggi dari batas bawah tetapi lebih rendah dari batas atas
saja yang akan diteruskan ke counter untuk dicacah.
Counter adalah peralatan yang digunakan untuk mencacah (menghitung jumlah) pulsa
listrik yang memasukinya. Selang waktu pencacahan dapat dilakukan secara manual
(start/stop) atau secara otomatis menggunakan timer, yaitu alat yang dapat memberikan sinyal
ke counter agar memulai atau menghentikan pencacahan dengan selang waktu tertentu yang
dapat diatur sebelumnya.
Total cross section
Misalkan suatu berkas partikel alfa datang menumbuk suatu target (dalam eksperimen
ini adalah pelat logam aluminium) yang menyebabkan partikel alfa terhambur. Menurut Susilo
(2008), hasil hamburan dalam kasus seperti ini biasa dinyatakan dalam suatu besaran yang
disebut penampang lintang (cross section).
Penampang lintang hamburan total (total cross section) dapat dinyatakan dengan :
; dengan Φ adalah fluks dari partikel alfa yang datang (yang dinyatakan sebagai jumlah partikel
alfa yang menumbuk suatu luasan per detik). Jumlah total yang dimaksud merupakan jumlah
total partikel yang terhambur ke segala arah.
IV. Prosedur Percobaan
Secara umum mekanisme pemasangan alat adalah sebagai berikut:
a. Rangkai alat seperti mekanisme di atas
b. Nyalakan vakum selama ± 2 menit, ini bertujuan agar udara di dalam Scatering
Rutherfort keluar sehingga Scatering Rutherfort dalam keadaan hampa udara.
c. Atur sudut Scatering Rutherfort pada sudut -15, -10, -5, 0, +5, +10. +15.
d. Atur waktu cacahan selama 10 sekon.
e. Catat jumlah cacahan yang terjadi per 10 sekon
V. Hasil dan Pembahasan
Dari eksperimen yang telah di lakukan, di peroleh hasil sebagai berikut:
Sudut
Hamburan (θ)
Cacahan
Pulsa (N)
Cacahan Pulsa
Rata-Rata
-15
54
5,87 340061
61
-10
52
5,13 1700058
44
-5
44
5,53 28000063
59
5
24
3,80 28000050
40
10
43
3,90 1700031
43
15
49
4,20 340037
40
vakum Scattering
Chamber
Amp/Disc
c
Counter
Ac Adaptor
(𝑵̅)
1/sin^4.θ/2
Pembahasan
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel maupun grafik, diperoleh bahwa jumlah
partikel alfa yang tercacah oleh counter paling banyak terdapat pada sudut hamburan yang kecil
dengan slope (kemiringan) yang cukup tajam. Data ini berarti bahwa sebagian besar partikel
alfa yang ditembakkan pada pelat logam aluminium diteruskan dan/atau dihamburkan dengan
sudut hamburan yang cukup kecil.
Pada eksperimen hamburan Rutherford untuk celah sempit, jumlah cacahan terbanyak
ada pada sudut hamburan 2,5° dan semakin menurun seiring pertambahan sudut. Hal ini tidak
bisa dijelaskan jika model atom Thompson digunakan. Fenomena diteruskannya partikel alfa
(dengan sudut 0°) seperti ini dapat terjadi jika terdapat ruang-ruang kosong seperti jalur bebas
hambatan yang memungkinkan partikel alfa lewat tanpa gangguan. Hal ini tidak sesuai dengan
model atom Thompson di mana atom terdiri dari muatan proton yang di dalamnya tersebar
elektron. Begitu pula, fenomena dihamburkannya partikel alfa dengan sudut yang cukup
bervariasi (dari kecil hingga besar) dapat terjadi jika ada suatu massa masif yang mampu
membelokkan arah gerak partikel alfa (yang bermassa 4 sma) ketika bertumbukan dengannya.
Massa masif inilah yang merupakan inti atom dan bermuatan positif, sehingga mampu
membelokkan partikel alfa yang juga bermuatan positif (sesuai prinsip Hukum Coulomb di
mana muatan sejenis tolak-menolak).
Sama halnya dengan hamburan ada celah sempit, pada celah lebar jumlah partikel alfa
cacahan terbanyak ada pada sudut hamburan 2,5°. Dengan demikian, maka percobaan
hamburan Rutherford dapat membuktikan adanya inti atom yang bermuatan positif dan terpusat
pada bagian tengah atom dengan ruang-ruang kosong (yang merupakan orbit elektron)
mengelilinginya.
Model Atom Rutherford
Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Geiger-Marsden itulah, Ernest
Rutherford mengajukan sebuah model atom yang kemudian dikenal dengan sebutan model
atom Rutherford. Model atom Rutherford mengatakan bahwa atom terdiri dari inti yang
bermassa masif dan cenderung diam (jika dibandingkan oleh gerak elektron, namun tidak
benar-benar diam tak bergerak) dikelilingi oleh elektron-elektron. Model atom Rutherford ini
(untuk sementara) dapat menjelaskan terjadinya peristiwa hamburan Rutherford.
Namun belakangan, ditemukan adanya kelemahan model atom Rutherford, yakni :
menurut fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti lama-kelamaan akan kehabisan
energi karena tmemancarkan gelombang elektromagnetik dan pada akhirnya ‘jatuh’ ke inti.
Energi elektron juga menjadi tidak stabil karena memancarkan gelombang EM ketika bergerak,
sehingga model atom Rutherford belum mampu menjelaskan keberadaan elektron juga
mekanisme rotasinya terhadap inti atom. Kelemahan berikutnya adalah model atom Rutherford
belum mampu menjelaskan spektrum garis pada atom Hidrogen. Sehingga muncullah teori
tentang model atom berikutnya yaitu model atom Bohr.
VI. Kesimpulan
• Nomor atom dari lempengan tipis alumunium yang digunakan adalah sebesar 6
dengan persentase kesalahan sebesar 53,85 %
• Secara teoritis, semakin besar sudut hamburannya semakin kecil jumlah partikel alfa
yang dicacah oleh counter dan dideteksi oleh detektor
VII. Daftar Pustaka
Leybold. 1998. General Catalogue of Physics Experiments.
Krane. Kenneth S. 2008. Fisika Modern. Jakarta : UI Press
Knoll, G. F. 1989. Radiation Detection and Measurement. John Wiley and Sons. New
York
Tim Dosen Fisika Radiasi. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut.
Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
VIII. Analisis Data
a. Menentukan Grafik Distribusi Statistik Hamburan Partikel Alfa (α)
Untuk menentukan distribusi statistik hamburan partikel alfa, maka dapat tunjukkan
oleh sebuah grafik hubungan antara jumlah cacahan (n) pada sumbu y terhadap
1
sin4 𝜃/2
pada
pada sumbu x, berikut grafik yang terbentuk dari hubungan keduanya :
1/sin^4
θ/2
rerata cacahan /10
detik
3400 5.87
17000 5.13
280000 5.53
280000 3.8
17000 3.9
3400 4.2
b. Menentukan Nomor Atom Lapisan Tipis Alumunium
Untuk mengetahui nomor atom dari lapisan tipis alumunium yang memisahkan anttara
sumber dengan detektor, dapat digunakan persamaan berikut :
∆𝑛(𝜃) =
𝑄. 𝐴𝑓. 𝑑 𝑓
4𝜋𝑟1
2
𝐴 𝑑
𝑟2
2
. 𝑆.
1
sin4 𝜃
2
𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
r1 = 3 𝑥 10−2
𝑚
r2 = 2,5 𝑥 10−2
𝑚
df = 6 𝑥 10−6
𝑚
AD = 2,83 𝑥 10−5
𝑚2
Af = 3,6 𝑥 10−5
𝑚2
Q = 3,4 𝑥 105
𝐵𝑞
y = -5E-07x + 4.7864
R² = 0.0057
0
1
2
3
4
5
6
7
-100000 0 100000 200000 300000 400000
reratacacahan/10detik
1/sin^4 θ/2
grafik antara 1/sin^4 θ/2 dan rerata cacahan
/10 detik
rerata cacahan /10 detik
Linear (rerata cacahan /10
detik)
Dari grafik diatas diperoleh bahwa nilai y = = -0,0000005 + 4.7864 dengan m = 0,0000005
maka dapat ditentukan nilai S dengan persamaan berikut :
S =
4πr1
2
Q. Af. df
r2
2
AD
. m
S =
1,13 x 10−2
7,34 𝑥 10−5
6,25 𝑥 10−4
2,83 𝑥 10−5
. 0,0000005
S = 0,0017
Berdasarkan nilai S maka akan dapat ditentukan nomor atom Z, dengan persamaan :
S = N
1
4
(
2Ze2
4πε0. 2Eα
)
2
S = N
1
4
(
2Ze2
4πε0. 2Eα
)
2
0,0017 =
2700 x 6,02 x 1023
27
1
4
(
2Z(1,6 x 10−19
)2
4π x 8,8524 x 10−12x 2 x 8,96 x 10−13
)
2
0,0017 =
2700 x 6,02 x 1023
27
1
4
(
Z x 5,12 x 10−38
1992,36 x 10−25
)
2
0,0017 = Z2
1,63 x 1027
27
1
4
6,6 x 10−32
0,0017 = Z2
0,06 x 10−5
Z2
= 35,29
Z = 5,940 = 6
Presentasi Kesalahan : =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟
× 100%
=
13 − 6
13
× 100%
= 𝟓𝟑, 𝟖𝟓%
Laporan Praktikum Rutherford

More Related Content

What's hot

15. optik difraksi gelombang cahaya
15. optik   difraksi gelombang cahaya15. optik   difraksi gelombang cahaya
15. optik difraksi gelombang cahayaHokiman Kurniawan
 
Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2radar radius
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gammaMukhsinah PuDasya
 
Penurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulanPenurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulannooraisy22
 
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikLaporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikNurfaizatul Jannah
 
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balikPpt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balikwindyramadhani52
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom HidrogenKhotim U
 
Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)kemenag
 
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"Nurfaizatul Jannah
 
Statistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracStatistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracAyuShaleha
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika IntiFKIP UHO
 
interaksi radiasi dengan materi
interaksi radiasi dengan materiinteraksi radiasi dengan materi
interaksi radiasi dengan materiDwi Karyani
 
Fisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksiFisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksiRidho Pasopati
 

What's hot (20)

Fisika inti diktat
Fisika inti diktatFisika inti diktat
Fisika inti diktat
 
15. optik difraksi gelombang cahaya
15. optik   difraksi gelombang cahaya15. optik   difraksi gelombang cahaya
15. optik difraksi gelombang cahaya
 
Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2
 
Peluruhan alfa
Peluruhan alfaPeluruhan alfa
Peluruhan alfa
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
 
Penurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulanPenurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulan
 
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek FotolistrikLaporan Eksperimen Efek Fotolistrik
Laporan Eksperimen Efek Fotolistrik
 
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balikPpt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
 
Reaksi inti
Reaksi intiReaksi inti
Reaksi inti
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
 
Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)
 
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"
Eksperimen Fisika "Polarisasi Cahaya"
 
Ketidakpastian Heisenberg
Ketidakpastian HeisenbergKetidakpastian Heisenberg
Ketidakpastian Heisenberg
 
Fisika inti dan radioaktif
Fisika inti dan radioaktifFisika inti dan radioaktif
Fisika inti dan radioaktif
 
Statistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracStatistik Fermi dirac
Statistik Fermi dirac
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
 
Sifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombangSifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombang
 
Peluruhan Radioaktif
Peluruhan RadioaktifPeluruhan Radioaktif
Peluruhan Radioaktif
 
interaksi radiasi dengan materi
interaksi radiasi dengan materiinteraksi radiasi dengan materi
interaksi radiasi dengan materi
 
Fisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksiFisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksi
 

Similar to Laporan Praktikum Rutherford

Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...
Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...
Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...adimputra
 
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang Osiloskop
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang OsiloskopLaporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang Osiloskop
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang OsiloskopLydia Nurkumalawati
 
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksi
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksideteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksi
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksibatan5455
 
14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik
14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik
14708251076_Arna Putri_Sensor ListrikIPA 2014
 
Paper instrumen ssa
Paper instrumen ssa Paper instrumen ssa
Paper instrumen ssa jimmy taopan
 
Spektrofotometer infra merah
Spektrofotometer infra merahSpektrofotometer infra merah
Spektrofotometer infra merahTias Rahestin
 
1 laporan praktikum alat pengukur
1 laporan praktikum alat pengukur1 laporan praktikum alat pengukur
1 laporan praktikum alat pengukurDhea Intan Patya
 
n ,mnkj,Percobaan geiger muller
n ,mnkj,Percobaan geiger mullern ,mnkj,Percobaan geiger muller
n ,mnkj,Percobaan geiger mullerchyrmdhnty
 
Refraktori & polarimetri
Refraktori & polarimetriRefraktori & polarimetri
Refraktori & polarimetriNova Lestary
 
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4mila_indriani
 

Similar to Laporan Praktikum Rutherford (20)

Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...
Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...
Laporan efisiensi detektor, dead time, spektroskopi gamma, dan hukum kuadrat ...
 
Detektor radiasi
Detektor radiasiDetektor radiasi
Detektor radiasi
 
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang Osiloskop
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang OsiloskopLaporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang Osiloskop
Laporan Praktikum Fisika Dasar II Awal tentang Osiloskop
 
Ppt instrumen
Ppt instrumenPpt instrumen
Ppt instrumen
 
Aas 1
Aas 1Aas 1
Aas 1
 
Elektronika 2
Elektronika 2Elektronika 2
Elektronika 2
 
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksi
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksideteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksi
deteksi-radioaktif deteksi radioaktif deteksi
 
Pdte praktikum 4
Pdte   praktikum 4Pdte   praktikum 4
Pdte praktikum 4
 
14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik
14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik
14708251076_Arna Putri_Sensor Listrik
 
Sensor dan transduser_2
Sensor dan transduser_2Sensor dan transduser_2
Sensor dan transduser_2
 
Paper instrumen ssa
Paper instrumen ssa Paper instrumen ssa
Paper instrumen ssa
 
Laporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atomLaporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atom
 
Spektrofotometer infra merah
Spektrofotometer infra merahSpektrofotometer infra merah
Spektrofotometer infra merah
 
1 laporan praktikum alat pengukur
1 laporan praktikum alat pengukur1 laporan praktikum alat pengukur
1 laporan praktikum alat pengukur
 
Spektro uv-vis
Spektro uv-visSpektro uv-vis
Spektro uv-vis
 
n ,mnkj,Percobaan geiger muller
n ,mnkj,Percobaan geiger mullern ,mnkj,Percobaan geiger muller
n ,mnkj,Percobaan geiger muller
 
File halimatus
File halimatusFile halimatus
File halimatus
 
Function generator
Function generatorFunction generator
Function generator
 
Refraktori & polarimetri
Refraktori & polarimetriRefraktori & polarimetri
Refraktori & polarimetri
 
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
 

Recently uploaded

TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanhormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanAprissiliaTaifany1
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxSDN1Wayhalom
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxSitiRukmanah5
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 

Recently uploaded (10)

TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanhormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 

Laporan Praktikum Rutherford

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMENTAL Lab. Radiasi : Hamburan Rutherfort Pelaksanaan Praktikum Hari: Rabu Tanggal: 5 November 2014 Jam:14.50-16.30 Oleh: Arintya Wahyuningtyas (081211331001) Anggota praktikum: 1. Debbie Lusiana Tambun (081211331010) 2. Eli Krisnawati (081211311141) 3. Susilowati (081211331141) 4. Oktaviana Retna .N (081211332013) LABORATORIUM RADIASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014
  • 2. ABSTRAK Praktikum Eksperimen Hambuuran Rutherford ini menggunakan pompa vakum, counter dan bahan radioaktif. Dan digunakan lempengan Al sebagai lapisan tipis yang tujuannya untuk memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan keberadaan inti atom dan untuk mengamati distribusi sudut hamburan partikel-α dan membandingkannya dengan model attom Rutherford pada range sudut kecil. Dari eksperimen ini akan diperoleh grafik distribusi sudut hamburan partikel-α terhadap jumlah cacahannya, yang kemudian kami analisis untuk mendapatkan nomor atom (Z) dari Aluminium. Hasil eksperimen yang dilakukan, didapatkan nomor atom aluminium yaitu 6. I. Tujuan a) Memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan keberadaan inti atom b) Mengamati distribusi sudut hamburan partikel alfa dan membandingkannya dengan model atom Rutherford pada range sudut kecil c) Memahami konsep difeerensial dan total cross section serta hubungannya dalam menghasilkan eksperimen hamburan d) Mampu menurunkan rumus hamburan Rutherford dari serangkaian eksperimen II. Alat dan Bahan • Pompa dan Tabung Vakum • Amplifier • Counter III. Dasar Teori Eksperimen Rutherford pada tahun 1910 dikenal dengan percobaan hamburan partikel alfa. Partikel alfa yang berasal dari ion He bermuatan positif dari sumber radioaktif ditembbakkan melalui lempeng/lembaran emas (Au foil) yang sangat tipis. layar fluresen ditempatkan di belakang Au foil yang sangat tipis. Layar ini ditempatkan di belakang Au foil untuk mendeteksi hamburan (scattering) partikel alfa. Partikel alfa adalah partikel bermuatan positif . Oleh karena itu, pantulan partikel alfa dengan sudut pantul lebih besar dari 90 hanya mungkin disebabkan adanya tumbukan antara partikel alfa dengan suatu partikel yang memiliki kerapatan sangat tinggi dan bermuatan sejenis (positif). Akibatnya, partikel alfa yang menuju kepada partikel itu akan dibelokkan arahnya karena adanya penolakan muatan yang sama. Gejala ini menurut Rutherford, akibat adanya suatu partikel yang merupakan inti dari lempeng tipis logam yang dijadikan target.
  • 3. Gejala lain yang diamati adalah hanya sebagian kecil dari partikel alfa yang dipantulkan, umumnya partikel alfa diteruskan. Gejala ini menurutnya, menunjukkan bahwa bagian terbesar dari atom-atom logam dijadikan tabir merupakan ruang kosong. Dari percobaan tersebut, Rutherford menyimpulkan bahwa atom tersusun dari inti atom sebagai pusat atom yang bermuatan positif, dan kesimpulan yang lain bahwa elektron berputar mengelilingi inti dengan jarak tertentu dari inti atom. Detektor pencacah radiasi diferensial Detektor berfungsi untuk mengubah energi nuklir menjadi energi lain yang lebih mudah untuk diolah, seperti energi listrik, sedangkan peralatan penunjang berfungsi untuk mengolah sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor menjadi suatu informasi. Detektor merupakan bagian yang sangat penting dari suatu sistem pencacah radiasi karena dialah yang berfungsi untuk menangkap radiasi dan mengubahnya menjadi, biasanya, sinyal atau pulsa listrik. Sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor perlu diproses lebih lanjut agar dapat diamati oleh manusia, misalnya ditampilkan melalui peraga, suara atau bahkan fasilitas pengolah sinyal yang lebih canggih. Peralatan yang diperlukan untuk melengkapi detektor guna membentuk suatu sistem pencacah disebut sebagai peralatan penunjang (instrumentasi nuklir). Peralatan penunjang harus bersifat linier, artinya setiap informasi yang dihasilkan oleh peralatan penunjang, baik jumlah pulsa maupun tinggi pulsa harus sebanding dengan informasi yang diterimanya dari detektor. Linieritas merupakan parameter yang sangat mempengaruhi unjuk kerja dari suatu sistem pencacah. Berdasarkan peralatan penunjangnya, suatu sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sistem pencacah integral, sistem pencacah diferensial, dan sistem spektroskopi. Sistem pencacah integral dan sistem pencacah diferensial mempunyai fungsi yang hampir sama yaitu mengukur jumlah (kuantitas) radiasi yang mengenainya. Perbedaannya, sistem pencacah integral tidak mempedulikan energi radiasi yang datang sedang sistem pencacah diferensial hanya mengukur radiasi yang mempunyai energi tertentu saja. Sistem spektroskopi mempunyai fungsi yang berbeda yaitu mengukur energi radiasi, atau lebih tepatnya mengukur distribusi energi dari radiasi yang mengenai detektor. Sebenarnya sistem pencacah diferensial juga dapat berfungsi sebagai sistem spektroskopi tetapi dengan resolusi yang sangat rendah. Sebaliknya sistem spektroskopi juga dapat berfungsi sebagai sistem pencacah tetapi dengan “kecepatan” yang lebih rendah. Pencacah diferensial digunakan untuk mengukur jumlah radiasi dalam selang energi tertentu. Sebagai contoh, dua jenis zat radioaktif yang berbeda akan memancarkan radiasi dengan tingkat energi yang berbeda sehingga bila ingin mengukur aktivitas salah satu zat radioaktif tersebut maka diperlukan suatu sistem pencacah diferensial. Detektor yang digunakan di sini tidak boleh detektor geiger muller (GM) karena tidak dapat membedakan energi radiasi yang mengenainya. Detektor yang sering digunakan adalah
  • 4. detektor NaI(Tl) untuk pengukuran radiasi gamma dan detektorsurface barrier digunakan untuk pengukuran radiasi alfa. Sebagaimana detektor yang lain, detektor sintilasi juga membutuhkan sumber tegangan tinggi atau high voltage (HV). Penentuan tegangan kerja detektor sintilasi adalah dengan cara mencari perbandingan cacahan sumber terhadap cacahan latar belakang yang terbaik. Berbeda dengan detektor GM, detektor sintilasi menghasilkan pulsa listrik yang relatif sangat kecil, dalam orde mVolt. Oleh karena itu diperlukan peralatan untuk membentuk dan memperkuat pulsa tersebut yaitu penguat (amplifier). Pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor biasanya berbentuk pulsa eksponensial yang sangat cepat rise-timenya dan sangat lambat fall-timenya. Sangatlah sukar untuk mendeteksi atau mengukur tinggi pulsa yang berbentuk eksponensial ini.Amplifier mempunyai fungsi utama untuk mengubah pulsa eksponensial menjadi pulsa Gaussian dan memperkuatnya, bila diperlukan, agar mempunyai tinggi dengan orde Volt. Peralatan selanjutnya adalah diskriminator yang merupakan ciri dari sebuah pencacah diferensial karena alat ini yang berfungsi untuk menyaring apakah suatu pulsa listrik keluaran amplifier diteruskan ke counter atau tidak. Diskriminator mempunyai fasilitas batas atas dan batas bawah. Pulsa-pulsa yang lebih tinggi dari batas bawah tetapi lebih rendah dari batas atas saja yang akan diteruskan ke counter untuk dicacah. Counter adalah peralatan yang digunakan untuk mencacah (menghitung jumlah) pulsa listrik yang memasukinya. Selang waktu pencacahan dapat dilakukan secara manual (start/stop) atau secara otomatis menggunakan timer, yaitu alat yang dapat memberikan sinyal ke counter agar memulai atau menghentikan pencacahan dengan selang waktu tertentu yang dapat diatur sebelumnya. Total cross section Misalkan suatu berkas partikel alfa datang menumbuk suatu target (dalam eksperimen ini adalah pelat logam aluminium) yang menyebabkan partikel alfa terhambur. Menurut Susilo (2008), hasil hamburan dalam kasus seperti ini biasa dinyatakan dalam suatu besaran yang disebut penampang lintang (cross section). Penampang lintang hamburan total (total cross section) dapat dinyatakan dengan : ; dengan Φ adalah fluks dari partikel alfa yang datang (yang dinyatakan sebagai jumlah partikel alfa yang menumbuk suatu luasan per detik). Jumlah total yang dimaksud merupakan jumlah total partikel yang terhambur ke segala arah.
  • 5. IV. Prosedur Percobaan Secara umum mekanisme pemasangan alat adalah sebagai berikut: a. Rangkai alat seperti mekanisme di atas b. Nyalakan vakum selama ± 2 menit, ini bertujuan agar udara di dalam Scatering Rutherfort keluar sehingga Scatering Rutherfort dalam keadaan hampa udara. c. Atur sudut Scatering Rutherfort pada sudut -15, -10, -5, 0, +5, +10. +15. d. Atur waktu cacahan selama 10 sekon. e. Catat jumlah cacahan yang terjadi per 10 sekon V. Hasil dan Pembahasan Dari eksperimen yang telah di lakukan, di peroleh hasil sebagai berikut: Sudut Hamburan (θ) Cacahan Pulsa (N) Cacahan Pulsa Rata-Rata -15 54 5,87 340061 61 -10 52 5,13 1700058 44 -5 44 5,53 28000063 59 5 24 3,80 28000050 40 10 43 3,90 1700031 43 15 49 4,20 340037 40 vakum Scattering Chamber Amp/Disc c Counter Ac Adaptor (𝑵̅) 1/sin^4.θ/2
  • 6. Pembahasan Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel maupun grafik, diperoleh bahwa jumlah partikel alfa yang tercacah oleh counter paling banyak terdapat pada sudut hamburan yang kecil dengan slope (kemiringan) yang cukup tajam. Data ini berarti bahwa sebagian besar partikel alfa yang ditembakkan pada pelat logam aluminium diteruskan dan/atau dihamburkan dengan sudut hamburan yang cukup kecil. Pada eksperimen hamburan Rutherford untuk celah sempit, jumlah cacahan terbanyak ada pada sudut hamburan 2,5° dan semakin menurun seiring pertambahan sudut. Hal ini tidak bisa dijelaskan jika model atom Thompson digunakan. Fenomena diteruskannya partikel alfa (dengan sudut 0°) seperti ini dapat terjadi jika terdapat ruang-ruang kosong seperti jalur bebas hambatan yang memungkinkan partikel alfa lewat tanpa gangguan. Hal ini tidak sesuai dengan model atom Thompson di mana atom terdiri dari muatan proton yang di dalamnya tersebar elektron. Begitu pula, fenomena dihamburkannya partikel alfa dengan sudut yang cukup bervariasi (dari kecil hingga besar) dapat terjadi jika ada suatu massa masif yang mampu membelokkan arah gerak partikel alfa (yang bermassa 4 sma) ketika bertumbukan dengannya. Massa masif inilah yang merupakan inti atom dan bermuatan positif, sehingga mampu membelokkan partikel alfa yang juga bermuatan positif (sesuai prinsip Hukum Coulomb di mana muatan sejenis tolak-menolak). Sama halnya dengan hamburan ada celah sempit, pada celah lebar jumlah partikel alfa cacahan terbanyak ada pada sudut hamburan 2,5°. Dengan demikian, maka percobaan hamburan Rutherford dapat membuktikan adanya inti atom yang bermuatan positif dan terpusat pada bagian tengah atom dengan ruang-ruang kosong (yang merupakan orbit elektron) mengelilinginya. Model Atom Rutherford Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Geiger-Marsden itulah, Ernest Rutherford mengajukan sebuah model atom yang kemudian dikenal dengan sebutan model atom Rutherford. Model atom Rutherford mengatakan bahwa atom terdiri dari inti yang bermassa masif dan cenderung diam (jika dibandingkan oleh gerak elektron, namun tidak benar-benar diam tak bergerak) dikelilingi oleh elektron-elektron. Model atom Rutherford ini (untuk sementara) dapat menjelaskan terjadinya peristiwa hamburan Rutherford. Namun belakangan, ditemukan adanya kelemahan model atom Rutherford, yakni : menurut fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti lama-kelamaan akan kehabisan energi karena tmemancarkan gelombang elektromagnetik dan pada akhirnya ‘jatuh’ ke inti. Energi elektron juga menjadi tidak stabil karena memancarkan gelombang EM ketika bergerak, sehingga model atom Rutherford belum mampu menjelaskan keberadaan elektron juga mekanisme rotasinya terhadap inti atom. Kelemahan berikutnya adalah model atom Rutherford belum mampu menjelaskan spektrum garis pada atom Hidrogen. Sehingga muncullah teori tentang model atom berikutnya yaitu model atom Bohr.
  • 7. VI. Kesimpulan • Nomor atom dari lempengan tipis alumunium yang digunakan adalah sebesar 6 dengan persentase kesalahan sebesar 53,85 % • Secara teoritis, semakin besar sudut hamburannya semakin kecil jumlah partikel alfa yang dicacah oleh counter dan dideteksi oleh detektor VII. Daftar Pustaka Leybold. 1998. General Catalogue of Physics Experiments. Krane. Kenneth S. 2008. Fisika Modern. Jakarta : UI Press Knoll, G. F. 1989. Radiation Detection and Measurement. John Wiley and Sons. New York Tim Dosen Fisika Radiasi. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut. Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga VIII. Analisis Data a. Menentukan Grafik Distribusi Statistik Hamburan Partikel Alfa (α) Untuk menentukan distribusi statistik hamburan partikel alfa, maka dapat tunjukkan oleh sebuah grafik hubungan antara jumlah cacahan (n) pada sumbu y terhadap 1 sin4 𝜃/2 pada pada sumbu x, berikut grafik yang terbentuk dari hubungan keduanya : 1/sin^4 θ/2 rerata cacahan /10 detik 3400 5.87 17000 5.13 280000 5.53 280000 3.8 17000 3.9 3400 4.2
  • 8. b. Menentukan Nomor Atom Lapisan Tipis Alumunium Untuk mengetahui nomor atom dari lapisan tipis alumunium yang memisahkan anttara sumber dengan detektor, dapat digunakan persamaan berikut : ∆𝑛(𝜃) = 𝑄. 𝐴𝑓. 𝑑 𝑓 4𝜋𝑟1 2 𝐴 𝑑 𝑟2 2 . 𝑆. 1 sin4 𝜃 2 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 r1 = 3 𝑥 10−2 𝑚 r2 = 2,5 𝑥 10−2 𝑚 df = 6 𝑥 10−6 𝑚 AD = 2,83 𝑥 10−5 𝑚2 Af = 3,6 𝑥 10−5 𝑚2 Q = 3,4 𝑥 105 𝐵𝑞 y = -5E-07x + 4.7864 R² = 0.0057 0 1 2 3 4 5 6 7 -100000 0 100000 200000 300000 400000 reratacacahan/10detik 1/sin^4 θ/2 grafik antara 1/sin^4 θ/2 dan rerata cacahan /10 detik rerata cacahan /10 detik Linear (rerata cacahan /10 detik)
  • 9. Dari grafik diatas diperoleh bahwa nilai y = = -0,0000005 + 4.7864 dengan m = 0,0000005 maka dapat ditentukan nilai S dengan persamaan berikut : S = 4πr1 2 Q. Af. df r2 2 AD . m S = 1,13 x 10−2 7,34 𝑥 10−5 6,25 𝑥 10−4 2,83 𝑥 10−5 . 0,0000005 S = 0,0017 Berdasarkan nilai S maka akan dapat ditentukan nomor atom Z, dengan persamaan : S = N 1 4 ( 2Ze2 4πε0. 2Eα ) 2 S = N 1 4 ( 2Ze2 4πε0. 2Eα ) 2 0,0017 = 2700 x 6,02 x 1023 27 1 4 ( 2Z(1,6 x 10−19 )2 4π x 8,8524 x 10−12x 2 x 8,96 x 10−13 ) 2 0,0017 = 2700 x 6,02 x 1023 27 1 4 ( Z x 5,12 x 10−38 1992,36 x 10−25 ) 2 0,0017 = Z2 1,63 x 1027 27 1 4 6,6 x 10−32 0,0017 = Z2 0,06 x 10−5 Z2 = 35,29 Z = 5,940 = 6 Presentasi Kesalahan : = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 × 100% = 13 − 6 13 × 100% = 𝟓𝟑, 𝟖𝟓%