1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang mana mereka perlu
dilindungi harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kodratnya. Anak sebagai generasi penerus bangsa, selayaknya
mendapatkan hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan secara memadai. Sebaliknya, mereka
bukanlah objek (sasaran) tindakan kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak
manusiawi dan siapapun maupun dari pihak manapun. Anak yang dinilai rentan terhadap
tindakan kekerasan dan penganiayaan, seharusnya dirawat, diasuh, dididik dengan
sebaik-baiknya agar mereka tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Hal ini
tentu saja perlu dilakukan agar kelak di kemudian hari tidak terjadi generasi yang hilang.1
Mereka seringkali menjadi korban dan perlakuan salah dari orang dewasa. Akhir–
akhir ini marak sekali kasus mengenai pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur
dan pelakunya adalah orang yang lebih dewasa dari korban, dan diduga juga dikenal oleh
korbannya sendiri, yang kemudian disebut dengan pedophilia yang kerap kali mereka
alami. Anak laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban kejahatan itu. Namun,
tak sedikit pula yang menjadi korban merupakan tetangga atau saudara dari pelaku
penyimpangan seksual tersebut.
Kekerasan terhadap anak-anak yang terjadi di sekitar kita, tidak saja dilakukan oleh
lingkungan masyarakat sekitar anak, namun juga dilakukan oleh lingkungan keluarga
anak sendiri baik orang tua maupun orang terdekat. Kasus-kasus kekerasan yang
menimpa anak-anak, tidak saja terjadi di perkotaan tetapi juga di pedesaan. Karena
kurangnya pengawasan, pengarahan, pergaulan bebas dikalangan anak–anak dan remaja.
Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perkembangan sebagai persiapan menjadi
dewasa. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak
mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh–pengaruh
negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks.2
1
Abu Huraerah, Kekerasan Tehadap Anak,(Bandung:Nusantara,2006), hlm.18.
2
Sofyan S. Wilis., Remaja dan Masalahnya, Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja, Narkoba,
Free Sex dan Pemecahannya, (Bandung : Alfabeta, 2012), hlm.1.
1
2. Dikatakan negatif, karena para remaja bersikap menyimpang. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya berbagai macam perilaku seksual yang disalurkan secara salah
dan tidak pada tempatnya, misalnya seperti hubungan seksual sesama jenis, atau dengan
anak di bawah umur. Faktor yang mendorong terjadinya pelecehan seksual tersebut
adalah adanya pengaruh lingkungan, seperti beredarnya video–video berbau porno, film–
film porno, gambar–gambar porno dan lain sebagainya. Dengan adanya media tersebut
menjadi pengaruh yang besar bagi yang melihatnya, akibatnya banyak terjadi
penyimpangan seksual terutama oleh anak di bawah umur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pedhopilia?
2. Contoh kasus apa yang terjadi di Indonesia?
3. Bagaimana Undang-undang tentang perlindungan anak yang berlaku di
Indonesia ?
4. Bagaimana upaya untuk mencegah/meminimalisir kasus pedhopilia ini ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memberikan informasi terkait kasus pedhopilia
2. Untuk memberikan suatu upaya pada masyarakat untuk mencegah terjadinya
kasus pedhopilia
3. Untuk mengetahui UU yang berlaku di Idnonesia tentang perlindungan anak
BAB II
PEMBAHASAN
2
3. A. Pedophilia
a. Pengertian Pedophilia
Secara harafiah pedofilia berarti cinta pada anak-anak. Akan tetapi, terjadi
perkembangan yang kemudian secara umum digunakan sebagai istilah untuk
menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual dimana individu memiliki
hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak.3
Pedofilia merupakan aktifitas seksual
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak di bawah umur. Kadang-kadang,
anak yang menyediakan diri menjadi pasangan orang dewasa setelah melalui bujukan
halus4
.
Pedophilia digunakan untuk orang-orang yang secara eksklusif mempunyai
ketertarikan seksual pada anak-anak pra-remaja yaitu, di bawah usia 13 tahun. Termasuk
di dalamnya adalah Nepiophilia atau Infantophlia yaitu yang tertarik pada bayi dan anak-
anak kecil (toddlers) yang berusia 0-3 tahun. Di luar itu ada juga yang tertarik pada anak-
anak yang berusia antara 11-14 tahun yang disebut Hebephilia. Istilah Pedophilia mulai
dikenal dalam dunia kedokteran sejak istilah itu diluncurkan oleh seorang psikiater dari
Wina (Austria) bernama Dr. Richard von Krafft-Ebing (ia menggunakan istilah
pedophilia erotica) dalam bukunya Psychopathia Sexualis (1886). Istilah ini kemudian
makin populer di abad XX dan mulai masuk dalam berbagai kamus istilah kedokteran.
Pedophilia didefinisikan dalam sebuah kamus diagnosis penyakit sebagai
"kecenderungan ketertarikan seksual (sexual preference) pada anak-anak, baik laki-laki
maupun perempuan atau keduanya, biasanya yang berusia praremaja atau remaja awal".
Dalam kerangka ini, seseorang yang berusia 16 tahun ke atas dianggap memenuhi definisi
ini jika ia mempunyai kecenderungan ketertarikan seksual yang menetap atau yang
dominan pada anak-anak pra-remaja yang paling sedikit lima tahun lebih muda.
Sementara itu kamus diagnostik yang lain menyatakan kriteria diagnostik untuk
kelainan pedophilia dimaksudkan untuk diterapkan pada orang-orang yang secara
sukarela mengakui paraphilia (kelainan seksual) ini ataupun yang tidak mau mengakui
3
Sawatri Supardi S. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. PT. Refika Aditama, Bandung,
2005, hlm. 71.
4
Mohammad Asmawi. Lika-liku Seks Meyimpang Bagaimana Solusinya. Yogyakarta :
Darussalam Offset, 2005, hlm. 93.
3
4. bahwa ia mempunyai ketertarikan seksual pada anak-anak, terlepas dari bukti-bukti
obyektif ke arah yang sebaliknya. Kamus diagnostik tersebut juga menggariskan kriteria
untuk digunakan dalam menegakkan diagnosis dari gangguan ini. Di antaranya adalah
adanya khayalan yang merangsang secara seksual, perilaku atau dorongan untuk terlibat
dalam aktivitas seksual tertentu dengan anak praremaja (sampai batas usia 13 tahun)
selama enam bulan atau lebih, atau jika orang yang bersangkutan melakukan sesuatu
berdasarkan dorongan-dorongan ini atau merasa tertekan sebagai akibat dari adanya
perasaan-perasaan ini.
Kriteria ini juga mengindikasikan bahwa subyek harus berumur minimum 16 tahun
dan anak atau anak-anak yang dikhayalkannya paling sedikit lima tahun lebih muda
darinya, walaupun hubungan seksual yang terjadi antara anak berumur 12-13 tahun
dengan seorang yang berusia remaja akhir perlu dikecualikan. Selanjutnya diagnosis lebih
dikhususkan untuk jenis kelamin tertentu dari anak yang menjadi sasaran kalau
tindakannya terbatas pada inses dan kalau ketertarikannya eksklusif atau non-eksklusif.
Pedophilia eksklusif sering dikatakan sebagai pedophilia sejati. Mereka ini tidak tertarik
secara erotik pada orang-orang dewasa seusianya, dan hanya tertarik pada anak-anak
praremaja, baik dalam khayalan atau kehadiran yang nyata atau kedua-duanya.
Sedangkan pedophilia non-eksklusif, bisa tertarik atau terangsang atau kedua-duanya,
baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Seperti sudah disebutkan di atas. Beberapa kamus diagnostik tidak mengharuskan
adanya aktivitas seksual yang kasat mata terhadap anak praremaja. Jadi orang yang
berkhayal seksual tentang anak praremaja sudah bisa didiagnosis sebagai pedophilia. Juga
yang suka menunjukkan alat kelaminnya pada anak-anak (indicent exposure), suka
mengintip anak-anak, atau suka menonton pornografi anak (voyeuristic) atau suka
meraba-raba bagian kelamin anak-anak (frotteristic) dapat digolongkan sebagai
pedophilia, walaupun selalu dianjurkan untuk memeriksanya dalam konteks sosial dan
penilaian klinis lainnya sebelum menentukan diagnosis.
Perlu diperhatikan pula bahwa di antara penyandang pedophilia ada yang bertipe
ego-systonic dan ego-dystonic. Tipe ego-systonic adalah yang mengakui dirinya sebagai
pedophilia dan menerima keadaan dirinya apa adanya, sedangkan tipe ego-dystonic
4
5. adalah yang tahu bahwa dirinya pedophilia, tetapi ingin mengubah kecenderungan
ketertarikan seksualnya itu, terkait dengan berbagai masalah psikologis atau masalah
perilaku atau gabungan kedua masalah itu yang ditimbulkan sebagai dampak dari
kecenderungan ketertarikan seksual itu.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan Paedofil
Sejumlah penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang terlibat secara seksual
dengan orang dewasa, memiliki latar belakang :
a.Keluarga yang terpisah/orang tua bercerai
b.Kondisi social ekonomi yang kurang/kemiskinan
c.Kurang perhatian orang tua
d.Mengalami hal atau perlakuan kekerasan seksual pada masa kecilnya
e.Kehilangan cinta kasih dari orang-orang sekitarnya/orang yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap dirinya.
Selain tersebut diatas masih banyak factor lain yang membuat seseorang melakukan
pidofilia.
Kenyataan kasus per kasus yang kerap ditemukan di masyarakat, umumnya pelaku
adalah orang yang pernah mengalami kekerasan seksual sebelumnya. Diagnostik dan
Statistik Manual Gangguan Mental Edisi ke-4 Edisi Revisi (DSM-IV-TR) menguraikan
kriteria khusus untuk digunakan dalam diagnosis gangguan ini. Pelaku pidolfia terpacu
dengan adanya fantasi seksual yang membangkitkan gairah, perilaku atau dorongan yang
melibatkan beberapa jenis aktivitas seksual dengan anak praremaja (usia 13 atau lebih
muda, meskipun permulaan pubertas dapat bervariasi) selama enam bulan atau lebih, dan
bahwa subjek telah bertindak atas hal tersebut karena dorongan atau mengalami dari
kesulitan sebagai hasil dari memiliki perasaan ini. Kriteria ini juga menunjukkan bahwa
subjek harus berusia 16 tahun atau lebih tua dan bahwa seorang anak atau anak-anak
mereka berfantasi tentang setidaknya terhadap anak yang berusia lima tahun lebih muda
dari mereka, meskipun hubungan seksual berlangsung antara usia 12-13 tahun dan masa-
masa akhir remaja disarankan untuk dikecualikan. Diagnosis lebih lanjut ditentukan oleh
jenis kelamin anak orang tersebut tertarik, jika impuls atau tindakan terbatas pada inses,
dan jika daya tarik adalah "eksklusif" atau "noneksklusif.
5
6. c. Cara mengatasi pedofilia
Terapi Binaural Beats - Normalizing Phedophilia merupakan sebuah terapi yang
dirancang khusus oleh para ahli untuk mengatasi gangguan kejiwaan pedofilia. Terapi ini
telah melewati proses penelitian panjang dan telah terbukti efektif dalam membantu
seseorang mengurangi dan mencegah ekspresi perilaku pedofilia. Terapi Binaural Beats -
Normalizing Phedophilia bekerja dengan memanfaatkan kekuatan otak manusia. Dimana
saat menggunakan Terapi Binaural Beats - Normalizing Phedophilia ini, gelombang otak
akan diubah frekuensinya menuju frekuensi yang telah ditentukan sehingga akan
merasakan ketenangan dan rileksasi yang sangat dalam. Ketenangan dan rileksasi yang
didapatkan saat menggunakan terapi ini akan memudahkan melepaskan semua masalah,
gangguan dan dorongan seksual yang tidak lazim yang selama ini di rasakan.
Ditambah lagi dengan stimulus positif dari terapi ini serta visualisasi yang di lakukan
saat menggunakan terapi ini, akan memudahkan untuk menghilangkan gangguan
pedofilia dari dalam pikiran bawah sadar. Karena pusat dari otak yang menggerakkan
tubuh secara otomatis adalah pikiran bawah sadar. Saat mampu menghilangkan gangguan
pedofilia dari dalam pikiran bawah sadar dan menggantikannya dengan kepribadian baru
yang lebih positif maka gangguan pedofilia dapat di hilangkan. Namun untuk dapat
menghilangkan gangguan pedofilia dari dalam pikiran bawah sadar tidaklah mudah,
karena harus memiliki keinginan dan keyakinan yang kuat. Karena keyakinan akan
mempengaruhi keberhasilan dalam usaha yang dilakukan untuk menghilangkan gangguan
pedofilia dari dalam diri penyandang. Saat penyandang menggunakan terapi ini,
lakukanlah visualisasi dengan baik dan dengan keyakinan yang kuat.
B. Kasus pedophilia yang terjadi di Indonesia
Kasus pelecehan seksual yang mengguncang sekolah internasional
Karishma Vaswani
Editor Indonesia, BBC News
7 Agustus 2014
6
7. Masuk ke tahanan polisi di Jakarta Pusat bukan pekerjaan mudah. Anda harus
menyerahkan tas dan semua bawaan akan diperiksa.
Secara khusus petugas akan mencari telepon genggam atau peralatan rekaman.
Begitu berada di dalam, saya melihat sejumlah pria -sebagian besar orang Indonesia-
duduk di atas tikar di lantai, menemui keluarga atau kawan mereka.
Sebagian besar penghuni tahanan ini adalah orang-orang yang diduga melakukan
kejahatan kerah putih, penipuan bisnis, atau kasus-kasus penggelapan lain.
Dua di antaranya, Neil Bantleman dan Ferdi Tjiong, masing-masing warga Kanada dan
warga Indonesia, dituduh melakukan kejahatan yang paling memuakkan, yang mereka
klaim tak pernah mereka lakukan.
Saya menemui Neil dan Ferdi di tahanan polisi, hanya beberapa hari setelah masa
penahanan mereka diperpanjang. Awalnya mereka ditahan dengan dugaan terlibat kasus
pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) pada 14 Juli.
Neil dan Ferdi mengatakan mereka dijebak.
"Awalnya saya dan Ferdi dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi," kata Neil.
"Kemudian polisi mengubah status tersebut dan menetapkan kami sebagai tersangka dan
kami ditahan. Saya kira ini memang rencana mereka [polisi] sejak awal.
"Tak satu pun pertanyaan yang diajukan kepada kami layaknya pertanyaan kepada saksi.
Mereka bertanya, apakah kami melakukan pelecahan seksual terhadap anak-anak? Apa
pertanyaan semacam ini layak diajukan kepada saksi?" kata Neil.
"Saya malu," kata Ferdi Thiong kepada saya.
"Sebagai warga Indonesia saya malu dengan hukum Indonesia. Sudah lama saya
mendengar bahwa hukum Indonesia memang kacau. Tapi baru sekarang saya mengalami
sendiri dan merasakan bahwa hukum Indonesia tidak menghormati hak asasi manusia,"
kata Ferdi.
Menggemparkan
Kasus pelecehan seksual dengan korban murid JIS ini menggemparkan Indonesia.
Warga secara dekat mengikuti perkembangan kasus ini melalui media.
Kasusnya sendiri sangat pelik yang terus mengalami perubahan dalam beberapa bulan
terakhir.
7
8. Semuanya berawal pada Maret lalu, ketika kasus pelecehan seksual terhadap murid
muncul di JIS.
Seorang murid di TK JIS diyakini diperkosa beramai-ramai oleh beberapa petugas
kebersihan.
Orang tua murid mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi US$12,5 juta terhadap JIS.
Kemudian pada Juni muncul kasus kedua ketika orang tua murid mengklaim bahwa anak
mereka menjadi korban pelecehan seksual. Kasus kedua inilah yang menjerat Neil dan
Ferdi, dua guru di JIS.
Tak satu pun pertanyaan yang diajukan kepada kami layaknya pertanyaan kepada
saksi. Mereka bertanya, apakah kami melakukan pelecahan seksual terhadap anak-
anak? Apa pertanyaan semacam ini layak diajukan kepada saksi?Neil Bantleman
Kasus ini untuk pertama kalinya menyeret guru atau staf pengajar di sekolah tersebut.
Tidak lama kemudian ibu korban dari kasus pertama juga menyatakan bahwa Neil dan
Ferdi melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya.
Kasus berkembang dan nilai ganti rugi naik tajam menjadi US$125 juta.
Tapi dalam wawancara dengan BBC, sang ibu ini menyatakan bahwa uang bukan
menjadi motivasinya untuk membawa kasus ini ke pengadilan.
Yang ia inginkan adalah keadilan bagi anaknya.
"Saya marah," katanya dalam wawancara melalui telepon.
"Saya menggugat dengan nilai gugatan US$125 juta karena saya marah. Saya tidak ingin
mendapatkan uang tersebut karena sejatinya uang tidak bisa menebus atas apa yang
terjadi terhadap anak saya," katanya.
Tapi ia juga mengatakan siap untuk membatalkan gugatan ini jika JIS meminta maaf dan
membayar kompensasi.
"Ini bukan soal uang, tapi saya lelah dengan semua ini," katanya.
"Saya ingin menatap ke depan. Anak saya masih trauma dan ketakutan setiap kali
mengenakan celananya. Ia juga mengalami infeksi karena perkosaan tersebut. Kami
menderita," katanya.
Bukti kasus.
8
9. Polisi meyakini bahwa mereka punya bukti yang cukup untuk menjerat Neil dan Ferdi,
tapi menolak untuk membeberkan bukti yang dimaksud.
"Ada keyakinan yang kuat bahwa perkara ini memang diyakinkan terjadi dan siap untuk
disidangkan," kata Rikwanto, juru bicara Polda Metro Jaya.
"Di Indonesia, kalau seseorang ditetapkan sebagai tersangka, itu berarti penyidik sudah
punya keyakinan yang kuat bahwa ia bersalah atau kuat diduga bersalah, apalagi sampai
ditahan. Tinggal pemberkasan saja," jelas Rikwanto.
Berdasarkan hukum di Indonesia, seseorang bisa ditahan tanpa didakwa maksimal selama
empat bulan sementara polisi melakukan penyelidikan dan mengembangkan kasus.
JIS sendiri menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat.
Di Indonesia, kalau seseorang ditetapkan sebagai tersangka, itu berarti penyidik
sudah punya keyakinan yang kuat bahwa ia bersalah atau kuat diduga bersalah,
apalagi sampai ditahan. Tinggal pemberkasan saja.Rikwanto
"Neil dan Ferdi tidak pernah diberi tahu soal bukti yang dimaksud," kata Tim Carr,
kepada sekolah JIS.
"Padahal hal itu merupakan persyaratan dalam hukum di Indonesia. Ini adalah masalah
hak asasi manusia dan kami menghendaki Indonesia mengikuti norma-norma mereka.
Kami ingin tahu bukti-bukti yang telah ditemukan sehingga kami bisa merespons," kata
Carr.
Kasus ini juga mendapat kecaman dari kalangan diplomat.
JIS memang didirikan oleh tiga kedutaan asing di Jakarta, yaitu Amerika Serikat,
Australia, dan Inggris.
Dalam pernyataan tertulis kepada BBC, Kementerian Luar Negeri Inggris, menyatakan,
"Kami yakin bahwa JIS dan guru-guru sekolah tersebut kooperatif dengan polisi. Kami
terkejut dengan perpanjangan penahanan staf pengajar JIS karena hukum Indonesia
mengenal asas praduga tak bersalah."
Sementara itu bagi keluarga Neil dan Ferdi kasus ini dirasakan makin berat.
"Saya mencemaskan keadaan suami saya. Indonesia adalah negara demokrasi. Saya ingin
melihat hukum ditegakkan dengan sebaik-baiknya," kata Tracy, istri Neil Bantleman.
"Setiap malam saya berdoa bersama dua anak saya," kata Sisca, istri Ferdi, sambil
menahan tangis.
9
10. "Kami berdoa supaya ayah mereka kembali. Kami berdoa semoga Tuhan mengabulkan
doa-doa kami. Hanya kepada Tuhan kami menggantungkan harapan," katanya.
C. Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga
negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban kejahatan)
dikemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta
yang terungkap pada saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku kejahatan
seksual) diperiksa di persidangan, pada kenyataannya ada beberapa pelaku yang mengaku
bahwa pernah mengalami tindakan pelecehan seksual ketika pelaku masih berusia anak.
Anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa
memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala
bentuk perlakuan tindak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap anak
perlu dilakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui
yakni yang dimaksud dengan:
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
10
11. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah
dan/atau ibu angkat. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya
menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak.
Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik
fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Anak yang Memiliki Keunggulan adalah Anak yang mempunyai kecerdasan luar
biasa atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa tidak terbatas pada kemampuan
intelektual, tetapi juga pada bidang lain.
Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga
Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena Orang Tuanya
atau salah Satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara
wajar.
Kuasa Asuh adalah kekuasaan Orang Tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara,
membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan agama yang
dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah
daerah.
Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau
organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai
11
12. kompetensi profesional dalam bidangnya.
Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak
dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap
ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum.
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab
dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu mendapat kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun
sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan
Anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan
diskriminatif.
Keberadaan undang-undang ini semoga menjadi harapan baru dalam melakukan
perlindungan terhadap anak. Berikut adalah beberapa poin penting dalam undnag-undang
tersebut :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masihdalam kandungan.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 76E UU
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
12
13. Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak
yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan
peraturan perundangundangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat
internasional.
Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak,
yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang
Hak-Hak Anak).
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua
berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi
Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan
bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan
kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya
perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak
asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak.
Sebagai implementasi dari ratifikasi tersebut, Pemerintah telah mengesahkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara
substantif telah mengatur beberapa hal antara lain persoalan Anak yang sedang
berhadapan dengan hukum, Anak dari kelompok minoritas, Anak dari korban eksploitasi
ekonomi dan seksual, Anak yang diperdagangkan, Anak korban kerusuhan, Anak yang
menjadi pengungsi dan Anak dalam situasi konflik bersenjata, Perlindungan Anak yang
13
14. dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
penghargaan terhadap pendapat anak, hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Dalam
pelaksanaanya Undang-Undang tersebut telah sejalan dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait jaminan hak asasi manusia, yaitu
Anak sebagai manusia memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.
Walaupun instrumen hukum telah dimiliki, dalam perjalanannya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dapat berjalan secara efektif karena
masih adanya tumpang tindih antarperaturan perundang-undangan sektoral terkait dengan
definisi Anak.
Di sisi lain, maraknya kejahatan terhadap Anak di Masyarakat, salah satunya adalah
kejahatan seksual, memerlukan peningkatan komitmen dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan Masyarakat serta semua pemangku kepentingan yang terkait dengan
penyelenggaraan Perlindungan Anak. Untuk efektivitas pengawasan penyelenggaraan
Perlindungan Anak diperlukan lembaga independen yang diharapkan dapat mendukung
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga
mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku
kejahatan terhadap Anak, untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah
konkret untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan/atau Anak
pelaku kejahatan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban
dan/atau Anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang
sama.
D. Upaya Orang Tua dalam Menanggulangi Kasus Pedhopilia
Tetap waspada akan pelecehan seksual dan ajarkan anak tentang apa itu pelecehan
seksual. Beritahu bahwa mereka dapat dan harus berkata “Tidak!” atau “Stop!” pada
orang dewasa yang mengancam mereka secara seksual. Pastikan anak tahu bahwa tidak
apa-apa memberitahu Anda tentang orang yang berusaha menganiaya mereka –siapapun
pelakunya. American Academy of Pediatrics menganjurkan untuk mengambil langkah
berikut:
14
15. 1. Cari tahu apakah sekolah anak Anda memiliki program pencegahan
pelecehan untuk anak dan guru. Jika tidak, mulailah adakan program tersebut.
2. Bicarakan dengan anak Anda tentang pelecehan seksual. Waktu yang baik untuk
melakukan hal ini adalah saat sekolahnya mensponsori sebuah program tentang
pelecehan seksual.
3. Ajarkan anak tentang privasi bagian-bagian tubuh.
4. Dengarkan ketika anak berusaha memberitahu Anda sesuatu, terutama ketika ia
terlihat sulit untuk menyampaikan hal tersebut.
5. Berikan anak Anda waktu cukup sehingga anak tidak akan mencari perhatian dari
orang dewasa lain.
6. Ketahui dengan siapa anak Anda menghabiskan waktu. Hati-hatilah dalam
membiarkan anak menghabiskan waktu di tempat-tempat terpecil dengan orang dewasa
lain atau anak-anak yang lebih tua. Rencanakan untuk mengunjungi pengasuh anak Anda
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
7. Beritahu seseorang jika Anda mencurigai anak Anda atau anak orang lain telah
dilecehkan.
Tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga anak-anak Anda sebaiknya dimulai
sejak dini, karena jumlah kasus pelecehan pada anak mencakup anak prasekolah.
Panduan berikut menyediakan berbagai topik sesuai umur untuk didiskusikan dengan
anak Anda:
18 bulan: ajarkan anak nama-nama anggota tubuh dengan benar.
3-5 tahun: ajarkan anak tentang bagian tubuh yang sifatnya pribadi dan bagaimana
cara berkata “tidak” untuk tindakan seksual lebih lanjut. Berikan jawaban yang terus
terang tentang seks.
5-8 tahun: diskusikan keamanan saat jauh dari rumah dan perbedaan antara
“sentuhan baik” dan “sentuhan buruk”. Dorong anak Anda untuk bercerita tentang
pengalaman menakutkan.
8-12 tahun: tekankan keamanan diri sendiri. Mulai diskusikan aturan perilaku seksual
yang diterima oleh keluarga.
15
16. 13-18 tahun: tekankan keamanan diri sendiri. Diskusikan pemerkosaan, pemerkosaan
saat kencan, penyakit menular seksual, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Guru anak
Anda, konselor sekolah, atau dokter anak dapat membantu Anda mengajari anak untuk
menghindari pelecehan seksual. Mereka mengetahui bagaimana cara melakukan hal
tersebut tanpa membuat anak Anda merasa kesal atau takut
E. Upaya Pemerintah dalam menghadapi kasus pedophilia
Pemerintah mempertimbangkan untuk merevisi sanksi bagi pelaku kejahatan seksual
yang selama ini dianggap terlalu ringan. Salah satu yang dikaji adalah sanksi kebiri
kimia. Hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak-anak yang diatur dalam
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu minimal tiga tahun, dan
maksimal 15 tahun penjara. Pemerintah menganggap hukuman ini tidak menimbulkan
efek jera.
Salah satu bentuk hukuman yang menjadi kajian kementerian kesehatan adalah kebiri
kimia. Seperti dijelaskan oleh Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron Mukti.
“Tidak hanya kekerasan seksual tetapi kejahatan seksual, tapi karena itu dorongan
yang memang dari dalam ya maka sekali lagi harus distop, nah, kalau dorongan itu kuat
karena itu hormon, maka kita bisa juga kastrasi [kebiri] bukan dalam bentuk fisik
dipotong alat kelaminnya, tetapi diberikan hormon atau bahan kimia lain, dengan
pemberian hormon itu dampak terhadap yang bersangkutan lama,” jelas Ali.
Sejumlah negara yang disebut telah menerapkan hukuman kebiri kimia itu antara lain
Korea Selatan, Turki, dan Moldova. Sementara itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
mengatakan kastrasi kimia itu merupakan salah satu bentuk pengobatan yang sudah
dilakukan di sejumlah negara sebagai pencegahan bagi pelaku kejahatan seksual.
"Untuk mencegah kejahatan seksual ini, pelaku akan diperiksa secara psikologis dan
medis untuk mengendalikan libidonya," jelas Nafsiah kepada wartawan BBC Indonesia,
Sri Lestari.
16
18. pedophilia. Pedophilia adalah penyimpangan kepribadian seseorang yang memiliki
ketertarikan atau hasrat seksual terhadap anak-anak yang belum memasuki masa remaja.
Sikap dan pengertian orang tua yang baik merupakan usaha yang dapat dilakukan
agar terhindar dari penyimpangan seksual. Kita harus berhati-hati lagi dalam
perkembangan jaman karena semakin maraknya kejahatan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi yang membacanya dan penulis menyarankan
kepada para pembaca agar lebih hati-hati dalam memilih teman sepergaulan dan lebih
meningkatkan peran dan kepedulian masyarakat terhadap korban dan tindakan pedhopilia
di lingkungan sekitar.
18