Elektrokardiogram (EKG) adalah alat untuk memeriksa aktivitas listrik jantung. EKG mencatat perbedaan potensial antara dua elektrode pada permukaan tubuh yang diakibatkan oleh perubahan polarisasi membran sel otot jantung saat beraktivitas. Sistem konduksi jantung memulai dari nodus sinuatrial yang memacu jantung lalu berlanjut ke atrium, nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinje untuk menyebarkan
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
materi ekag 2
1. ELEKTRO KARDIOGRAM
Hamka
Bagian Cath lab. Cardiac Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
a. Pengertian
Elektrokardiogram (EKG)adalah suatu gambaran secara grafis mengenai aktifitas
elektris dari serabut otot jantung. Yang secara sederhana sebagai alat untuk
memeriksa penderita yang mempunyai gejala atau tanda yang mengarah pada
penyakit kardiovaskular.
b. Dasar Fisiologik EKG
EKG dapat digunakan menurut jalan pemikiran ini dengan sedikit pengertian
tentang proses fisiologik yang terlibat.
Aktifitas listrik dari jantung mempunyai keunikan dan setiap bagian dari jantung
mempunyai karakteristik elektrofisiologis yang khas.
Gambar 1. Gambaran potensial aksi yang berbeda pada setiap jaringan jantung
1
+50
0
-50
-100
+50
0
-50
-100
+50
0
-50
-100
+50
0
-50
-100
+50
0
-50
-100
+50
0
-50
-100
300 msec
SA NODE ATRIUM AV NODE
VENTRICLEPURKINJE
NETWORK
BUNDLE OF HIS
Membranepotential(mV)
2. Dengan pemahaman ini diharapkan bahwa dasar-dasar aktifitas listrik
jantung baik pada keadaa normal maupun pada berbagai gangguan irama jantung
dapat dipahami.
Aktifitas listrik jantung didasari oleh adanya arus pergerakan ion dari luar
sel ke dalam sel atau sebaliknya melalui saluran ion atau ion channel.
Masukya ion-ion melalui salurannya bersifat pasif dan arahnya ditentukan oleh
perbedaan konsentrasi ion-ion diluar dan di dalam sel.
Komposisi
Ekstrasel
Intrasel
Plasma Interstitiel
Kation
Na+
K+
Ca++
Mg++
143,0
4,2
1,3
1,3
140,0
4,0
1,2
0,7
14,0
140,0
<1
20,0
Anion
Cl-
HCO3-
HPO4-
Protein
108,0
24,0
2,0
1,2
108,0
28,3
2,0
0,2
4,0
10,0
11,0
4,0
Tabel 1. Komposisi cairan ekstrasel dan intrasel (mEq/liter)
Proses terbukanya dan tertutupnya saluran ion dikenal sebagai proses Gating.
Proses gatingi salurang ion selalu berada dalam tiga keadaan fungsional yang
dinamis.
- Tertutup
- Terbuka (aktivasi)
- Refrakter (in aktivasi)
2
3. Kanal-kanal ion bersifat relative spesifik terhadap ion-ion tertentu misalnya :
- Kanal kalsium terutama dilalui Ca++
- Kanal kalium terutama dilalui K+
- Kanal natrium terutama dilalui Na+
Kanal-kanal tersebut dikontrol oleh suatu mekanisme “Pintu Gerbang”
sehingga dapat membuka dan menutup tergantung pada kondisi transmembran.
Terbukanya kanal tersebut akan mengakibatkan ion mengalir melewati
membran menurut konsetrasi gradiennya (Concentration Gradients) yaitu dari sisi
konsentrais tinggi ke sisi konsetrasi rendah.
Pada waktu sel tidak aktif (resting potensial) tingakat permeability
membran sel jantung terhadap berbagai elektrolit juga berbeda.
Membran sel jantung sangat permeabel terhadap K+
dan Cl, sedikit
permeabel terhadap Na+
dan tidak permeabel anion organic.
Untuk mmeprtahankan gradien tertentu agar ion-ion dapat kontinyu
berdifusi melalui kanal ion, pada membrane sel terdapat suatu carrier transport
system ( Na+
, K+
, ATP- ase) yang dikenal sebagai pompoa sodium, yang
berfungsi memompa Na+
keluar dan K+
masuk ke dalam sel, maka bila sel dalam
keadaan tidak aktif, terjadilah distribusi yang tidak seimbang dari ion –ion
dimana Na+
dan Cl-
lebih banyak berkumpul di dalam membran sel.
Karena ion-ion yang sejenis cenderung membentuk persamaan elektron di
dalam dan di luar sel, maka distribusi yang tidak seimbang ini menimbulkan gaya
tarik menarik antara ion-ion dimana ion negatif berkumpul di permukaan dalam,
3
4. sedangkan ion positif berkumpul di permukaan luar membrane sel, keadaan ini
dikatakan sel dalam keadaan stadium polarisasi.
Karena ion-ion memiliki muatan listrik, maka pada waktu sel tidak aktif,
terdapat perbedaan potensial (resting membrn potensial) antara permukaan dalam
dan luar membaran sel sebesar kira-kira 95 mv dimana muatan intra seluler lebih
negatif dibandingkan muatan ekstraseluler sehingga ditulis -95 mv.
Gambar 2. A. Potensial Aksi Otot Ventrikel
B. Petensial Aksi Nodus SA
4
+20
0
-40
-80
1 2 30
Detik
Serat otot
ventrikel
Serat nodus sinus
Ambang batas untuk pelepasan
potensial aksi
“Potensial istirahat”
Potensialmembrane
(mV)
20
0
20
40
60
80
100
4
0
(A)
1
2
3
+
mV
–
95
0 1 2 mdet
4
0
1
2
3
(B)
Na+
Ca++
K+
Na+
K+
5. Apabila membran mengadakan depolarisasi dari – 95 mv mencapai thressold
(Nilai Ambang Potensial) untuk sel otot jantung yaitu – 70 mv, maka perubahan
oiltase ini akan menjadi trigger untuk membuka kanal ion Na+
secara mendadak,
sehingga terjadilah pengaliran Na+
yang sekonyong-konyong masuk ke dalam sel.
Perpindahan muatan positif yang tiba-tiba masuk dari luar ke dalam sel
mengakibatkan potensial membran secara mendadak pula berubah dari nilai negatif
menjadi positif. Ini disebut proses depolarisasi.
Setelah fase depolarisasi berlalu, membrane sel akan mengalami proses
redistribusi ion-ion kembali ke stadium istirahat yang disebut sebagai proses repolarisasi.
Jadi setiap faktor yang tiba-tiba merubah permeabilitas membrane sel
terhadap ion Na+
, dapat memulai suatu rangkaian perubahan yang berlangsung dalam
waktu yang sangat singkat dan nantinya kembali ke keadaan semula. Kejadian ini
disebut “ Action Potential”.
C. Sistem Konduksi Jantung
I. Nodus SA
Nodus sinus merupakan kepingan otot khusus, kecil, tipis, dan berbentuk elips,
dengan lebar kira-kira 3 milimeter, panjangnya 15 mili meter dan tebalnya 1 mili
meter, yang terletak di dalam dinding lateral superior dari atrium kanan tepat
disebelah bawah dan sedikit lateral VCS. Serat –serat sinus secara langsung
berhubungan dengan serat-serat atrium, sehingga setiap potensial aksi yang mulai di
dalam nodus sinus akan menyebar ke dalam atrium.
5
6. Gambar 3. Sistem Konduksi Jantung.
Perhatikan bahwa potensial nodus sinus mempunyai muatan negatif antara
lepasan hanya sebesar -55 sampai – 60 milivolt,sedangkan serat ventrikel mempunyai
– 85 sampai -95 milivolt. Penyebab dari berkurangnya muatan negatif ini adalah
membrane sel sinus membocorkan ion-ion natrium.
Pada tingkat negativitas kurang dari -60 milivolt maka sebagian besar, saluran
cepat, natrium sudah menjadi inaktif. Dan jika potensial mencapai ambang batas
voltase kira-kira -40 mv mak yang terbuka adalah saluran lambat kalsium – natrium
yang dapat menyebabkan potensial aksi. Jadi pada dasarnya sifat pembocoran dari
serat-serat nodus sinus terhadap ion-ion natrium menyebabkan timbulnya
peransangan sendiri.
Perhatikan gambar fase 4 pada otot ventrikal itu datar adanya samapai ada
ransangan berikutnya. Tetapi pada nodus SA, fase 4 mengalami depolarisasi lambat
atau depolarisasi diastolic spontan. Yang dikenal sebagai pacemaker potensial.
6
7. Pacemaker potensial ini mempersiapkan depolarisasi selalu dalam keadaan siap untuk
mencapai nilai ambang rangsang, karasteristik potensial aksi nodus SA lainnya adalah
bahwa potensial membran istirahat lebih positif, fase 0 yang landai, fase 2 yang
pendek, dan fase repolarisasi yang lebih cepat.
Dasar ionis dari potensial aksi ini akibat pengaruh yang dominan oleh saluran Ca2+
tipe T dan Ik. Dan ini semua memberi konstribusi terhadap aktifitas jaringan ini
sebagai Pemacu Jantung.
II. Traktus Internodal
Terdiri atas : - Traktus internodal anterior
- Tractus media (Wenckebach)
- Tractus posterior (Thorel)
Penyebab kecepatan konduksi yang tinggi dalam berkas-berkas ini adalah sejumlah
serat-serat konduksi khusus yang mirip serabut purkinje yang bercampur dengan otot
atrium.
III. Nodus A-V
Nodus ini terletak pada dinding posterior septum atrium kanan, tepat di belakang
katup trikuspidalis dan berdekatan dengan pembukaan sinus koronarius.
Setelah berjalan melalui jalur internodus, impuls akan mencapai nodus A-V kira-kira
0,03 detik dari Nodus Sinus, kemudian terjadi penundaan lebih lanjut selama 0,09
detik di dalam nodus AV sendiri sebelum impuls masuk ke bagian penembusan
berkas A-V. penundaan terakhir selama 0,04 detik terjadi di dalam penembusan
berkas A-V ini. Sehingga jumlah penundaan seluruhnya 0,16 detik.
7
8. Tujuan penundaan ini adalah :
1. Pengisian ventrikel secara optimal selama kontraksi atrium.
2. Optimalisasi kontraksi ventrikel dengan jalan stabilisasi daun katup dan
septum sebelum kontraksi.
3. Memaksimalkan proses ejeksi dengan menyamakan aktivasi kontraksi pada
dinding ventrikel.
IV. Serabut Purkinje
Serabut purkinje ini berjalan dari nodus A-V melalui berkas A-V dan
membelah menjadi berkas cabang kiri dan kanan yang terletak di bawah endokardium
pada kedua sisi septum. Tiap-tiap cabang menyebar ke bawah menuju apeks
ventrikel, secara bertahap akan memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil,
yang berjalan mengelilingi tiap ruang ventrikel dan kembali menuju basis jantung.
Serat purkinje merupakan serat yang sangat besar daripada serat otot ventrikel
normal yang menjalarkan potensial aksi dengan kecepatan 2 – 4,0 m/detik. Keadaan
ini memungkinkan penjalaran yang cepat impuls jantung ke seluruh system
ventrikular.
Jaringan Kecepatan Konduksi
Frekuensi rangsang
Yang dihasilkan (koli/menit)
Nodus SA
Otot Atrial
Nodus AV
Berkas His
Serabut Purkinje
Otot Ventrikel
0,05
1,0 – 1,2
0,02 – 0,05
1,2 – 2,0
2,0 – 4,0
0,3 – 1,0
60 – 100
–
40 – 45
–
25 – 40
–
Tabel 2. Kecepatan konduksi pada jaringan jantung (Modifikasi dari ganong WF,
1999 dan Katz, AM 1997)
8
9. Gambar 4. Depolarisasi dari atrium kanan dan kiri pada bidang frontal
dengan vektor-vektor yang juga diproyeksikan pada segitiga
einthoven.
Gambar 5. Perjalanan depolarisasi yang bertahap dari ventrikel kiri dan
kanan, dengan potensial 1a, 1b, 2b, 2c, 2d, 3a, 3b, dan 3c.
Penjelasan :
- Depolarisasi dimulai dari sisi kiri septum ventrikulorum dan kemudian sisi
kanannya (1a + 1b = vector 1)
- Kemudian depolarisasi pad apeks 2a + 2b ; lalu menyusul depolari dinding
bebas ventrikel 2c + 2d (2a + 2b + 2c + 2d = vektor 2)
9
2d
2b 2a
1b
1a
3a
3b3c
R
L 2c
LA
RA
I
III
II
10. - Bagian terakhir adalah konus arteriosus, bosal septum dan posterobosal
ventrikel kiri (3a + 3b + 3c = vector 3)
Gambar 6. Depolarisasi dari kedua ventrikel yang digambarkan secara
skematis, sebagai tiga vektor potensial yang sudah dipadukan
Gambar 7. Segi tiga Einthoven dengan ketiga vector pada bidang frontal
10
3
1 2
+–
–
R L
–
1
3
22
3 1
2II III
+ +
I
1
2
3
11. D. Prinsip Dasar EKG
Jaringan tubuh berperan sebagai penghantar listrik yang baik karena
mengandung elektrolit. Perubahan aktifitas listrik pada otot jantung akan dibesarkan
kepermukaan tubuh dan dicatat oleh EKG. EKG mencatat perbedaan potensial listrik
antara dua elektrode yang diletakkan pada permukaan tubuh.
Bila jantung dalam keadaan diastol membrane sel otot jantung mengalami
polarisasi-muatan positif lebih banyak di luar sel dan muatan negatif lebih banyak di
dalam sel. Pada saat tersebut, electrode pada permukaan tubuh tidak mendeteksi
adanya perbedaan listrik, karena semua bagian jantung mengalami polarisasi. Jadi
pencatatan pada EKG tidak memperlihatkan adanya defeksi dari garis potensial nol.
11
+ + + + + + + + + +
– – – – – – – – – –
+–
A.
– – – – – – + + + +
+ + + + + + – – – –
+–
B.
– – – – – – – – – –
+ + + + + + + + + +
+–
Istirahat
Sedang
depolarisasi
C.
Setelah
depolarisasi
12. Gambar 8. Pengaruh depolarisasi dan repolarisasi terhadap defleksi EKG.
Eksitasi pada jantung menyebabkan sel-sel otot jantung mengalami
depolarisasi. Bagian luar dari sel menjadi lebih bermuatan negatif. Jadi, terjadi
perbedaan potensial antara sel yang mengalami depolarisasi dan sel yang belum
tereksitasi. Perbedaan potensial ini dicatat oleh elektroda dipermukaan tubuh, dan
arah defleksi tergantung dari polaritas elektroda. Bila seluruh sel otot jantung telah
mengalami depolarisasi, semua bagian luar sel telah bermuatan negatif, dan defleksi
EKG akan kembali menjadi nol.
Bila proses repolarisasi mempunyai arah yang sama dengan proses
depolarisasi, defleksi EKG akan berlawanan selama proses repolarisasi. Hasil
pencatatan dikenal sebagai biphasic action potential oleh karena kedua gelombang
mempunyai defleksi yang berlawanan.
Potensial permukaan, atau besarnya arus listrik yang terekam di permukaan
tubuh tergantung dari posisi elektroda, orientasi dan besarnya dipole. Menurut
12
+ + + + + – – – – –
– – – – – + + + + +
+–
D.
+ + + + + + + + + +
– – – – – – – – – –
+–
E.
Sedang
repolarisasi
Setelah
repolarisasi
13. kesepakatan, gelombang depolarisasi yang mendekati elektroda positif akan
memberikan defleksi keatas (positif) pada pencatatan EKG. Gelombang depolarisasi
yang mendekati elektroda negatif akan memberikan defleksi kebawah (negatif). Bila
gelombang depolarisasi tegak lurus terhadap elektroda tidak terjadi defleksi. Pada
gambar 9 dapat dilihat hubungan antara gelombang depolarisasi dan defleksi yang
sangat penting dalam melakukan analisa perekaman EKG.
Gambar 9. Defleksi EKG. (A) gelombang depolarisasi mendekati elektroda
posistif menimbulkan defleksi keatas. (B) gelombang depolarisasi
mendekati elektroda negatif menimbulkan defleksi negatif. (C)
gelombang depolarisasi tegak lurus terhadap elektroda tidak
`menimbulkan defleksi.
`
13
2
2
31
1,3
0
A.
– +
311,3
0
B.
– +
2 2
1,4
0
C.
– +
3
2 41
3
2
14. E. Pencatatan EKG
Oleh einthoven telah diperkenalkan tiga sadapan standar (standar limb lead) :
I. ↔ lengan kanan (negatif) – lengan kiri (positif)
II. ↔ lengan kanan (negatif) – tungkai kiri (positif)
III. ↔ lengan kiri (negatif) – tungkai kiri (positif)
Pada sadapan I, diukur perbedaan potensial antara lengan kanan dan lengan
kiri, pada sadapan II dan III, berturut-turut antara lengan kanan – kaki kiri, dan lengan
kiri – kaki kiri. (gamb. 10)
Gambar 10. Ketiga sadapan standar dari Einthoven
Wilson memperkenalkan elektrokardiografi unipoler. Di sini diukur antara
terminal sentral (CT) dan suatu titik pada permukaan tubuh (satu pool = satu kutub).
CT diperoleh dengan cara menghubungkan ketiga ekstremitas dengan pertolongan
14
RA
I
II
III
LA
LF
- +
+
–
+
–
15. suatu saklar-hambatan tertentu, melalui mana kita dapat memperoleh satu titik,
dengan potensial yang konstan, yang mempunyai nilai mendekati nol.
Elektroda yang menjelajah (explore) (unipoler) diletakkan pada pundak
Kanan (VR), pada pundah kiri (VL), dan pada kaki kiri atau pinggul (VF).
Dengan cara memutuskan hubungan antara CT dan ekstremitas yang
bersangkutan, kita akan memperoleh hasil diperkuat (augmented = a), berturut-turut
aVR, aVL dan AVF (gamb. 11, 12 dan 13).
Gambar 11. Sadapan pundak kanan (VR) dan yang dihantarkan (aVR).
Gambar 12 Sadapan pindak kiri (VL) dan yang dihantarkan (aVL)
15
RA LA
CT
LF
RA LA
CT
LF
RA LA
CT
LF
RA LA
CT
LF
16. Gambar 13. Sadapan kaki kiri (VF) dan yang dihantarkan (aVF)
Dalam keadaan yang sebenarnya, elektroda tidak diletakkan pada pundak
dan/atau pinggul, tetapi berturut-turut pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki;
sebab, pergelangan tangan atau pergelangan kaki, adalah sama saja seperti pundak
atau pinggul, karena lengan atau tungkai bawah yang terletak di antaranya, adalam
merupakan ”sambungan kawat elektroda”.
Terdapat enam sadapan unipoler pada dinding toraks yang diketahui. Dengan
cara ini, kita mengukur perbedaan potensial antara titik CT dan elektroda yang
menjelajah, pada dinding toraks (Gamb. 14). Elektroda dipasang pada enam tempat
yang berbeda-beda pada dinding toraks (gamb. 15):
V1 : sela interkostal keempat kanan, bersebelahan dengan stermum,
V2 : sela interkostal keempat kiri, bersebelahan dengan stermum,
V3 : diantara V2 dan V4
V4 : pada garis medioklavikuler dalam sela interkostal kelima,
16
RA LA
CT
LF
RA LA
CT
LF
17. V5: diantara V4 dan V6
V6 : pada garis aksiler dan tengah, setelah kiri horizontal dari V4.
Gambar -14 .Titik CT dan elektroda yang menjelajah
Gambar -15.Keenam lokasi yang berbeda-beda dari sadapan
pada dinding thorax
F. Segitiga Einthoven
Elektrokardiogram dapat juga merupakan perpaduan dari ketiga vektor dalam
bidang frontal (lihat gambar - 6). Untuk itu digunakan suatu segi tiga sama sisi. Segi
tiga ini adalah ciptaan Einthoven sebagai bentuk khayal untuk menggambarkan
keterkaitan antara sadapan I, II dan III.
RA LA
LF
CT
17
v
18. Jantung dianggap sebagai titik khayal yang terletak di tengah-tengah segitiga.
Aktivasi otot jantung secara elektris menyebabkan terjadinya vektor yang tergambar
sebagai panah dalam segitiga.
Karena proyeksi dari ketiga vektor tersebut (gambar – 7 ) pada sisi-sisi
segitiga, maka dapat dihitung bagaimana wujud dari sadapan I, II dan III itu (lihat
juga gambar – 5 dan 6 ). Alat EKG sudah disambungkan sedemikian rupa, sehingga
apabila pundah kiri menjadi positif, maka defleksi pada sadapan I mengarah ke atas.
Begitu pula, apabila kaki kiri menjadi positif, maka defleksi pada sadapan II dan III
juga mengarah ke atas (gambar. 16).
Gambar -16. A. Sadapan I., B. Sadapan II, C. Sadapan III
Pada gambar 7 , vektor 1 mengarah ke kanan dengan begitu menyebabkan
terjadinya gelombang negatif (gelimbang Q) pada sadapan I, yang mempunyai
elektroda positif pada lengan kirinya.
Vektor 2 menuju ke arah kiri bawah, dan menyebabkan puncar R yang relatif
besar, pada sadapan I dan II, tetapi tidak pada sadapan III.
Akhirnya vektor 3 menuju ke arah kanan atas, dan dengan begitu menyebabkan
gelombang S pada sadapan I, II dan III. Dengan ini, konfigurasi dari sadapan I, II dan
III, seperti yang diperlihatkan pada gambar 16, telah dapat dijelaskan.
18
BA C
19. Sadapan V1 s/d V6 adalah sadapan aVR, aVL dan aVF telah diperkuat secara
artifisial (buatan), dan karena itu sebenarnya tidak lagi unipoler, tetapi walaupun
demikian, mereka dapat dianggap unipoler.
Vektor yang mengarah pada elektroda yang menjelajah, direkam positif 9ke
atas), dan sebaliknya vektor yang menjauhi elektroda yang menjelajah, direkam
negatif (gamb. 17).
Gambar 17. Ketiga Vektor pada bidang frontal, dengan sadapan unipoler
aVR, aVL, V1, V6.
Sadapan aVR. Sadapan ini memperlihatkan terutama suatu defleksi yang
negatif. Vektor kedua mengarah menjauhi elektroda, vektor ketiga mengarah menuju
ke elektroda. Dengan begitu terjadi pertama-tama suatu defleksi negatif yang besar
(gelombang Q), diikuti oleh gelombang positif yang kecil (puncak r): terdapatlah
suatu kompleks Qr (gambar (18A).
19
aVLaVR
aVF
3
2
1
V1
V6
20. Gambar 18. (A) Sadapan aVR, (B) Sadapan aVL, (C) Sadapan aVF
Sadapan aVL. Vektor pertama direkam negatif, yang kedua dapat terekam
positif yang cukup kuat, apabila sumbu elektrisnya mengarah ke horisontal, atau
bahkan bila mengarah ke kiri atas. Kita melihat suatu kompleks qR (gamb. 18B).
Sadapan AVF. Vektor pertama boleh darinya dalam konfigurasi aVF. Vektor
kedua, tergantung dari kedudukan sumbu elektrisnya, akan menyebabkan puncak R
(pada sumbu vertikal) atau suatu gelombang S (pada sumbuh horisontal). Vektor
ketiga, berperan pada pembentukan gelombang S. Suatu kompleks Rs (gamb. 18C).
Sadapan V1. Vektor pertama direkan positif, yang
kedua negatif, yang ketiga kadang-kadang masih agak
positif. Terdapat suatu kompleks rS, kadang-kadang
kompleks rSr’ (gambar 19).
Gambar 19. Sadapan V1
20
A B C
A
21. Sadapan V6. Vektor pertama direkam negatif, kedua
positif, ketiga negatif. Terdapat suatu kompleks qRs
(gambar 20 ).
Gambar 20. Sadapan V6
G. Penamaan Gelombang EKG
Gambar. 21. Potensial aksi yang diplot menjadi kompleks EKG
21
B
P
TQ S
Otot Ventrikel
Atrium
22. - Gelombang P adalah depolarisasi atrium
- Gelombang Q, R, S membentuk kompleks QRS adalah depolarisasi ventrikel
Diukur dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang S
- Gelombang T adalah repolarisasi ventrikel
- Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama
- Gelombang R adalah defleksi positif pertama
- Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah R
- Defleksi ke dua pisitif disebut R’
- Huruf kecil q, r dan s dan berturut-turut r’ dan s’ digunakan bila defleksi kecil
- Gelombang U adalah defleksi yang mengikuti gelombang T dan timbul sebelum P
berikutnya.
- PR Interval diukur dari awal gelombang P sampai awal gelombang Q/R
- QT Interval diukur dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang T
- ST segment diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T
Gambar 22. EKG dengan puncak, segmen dan jarak – waktu
22
Jarak waktu QT
Titik J
23. DAFTAR PUSTAKA
1. Katheleen Dracup, RN, DNSc. In : Meltzer’s Intensive Coronary Care : a manual
for nurses : Los Angeles, California, 1995.
2. A. A. H. Meurs, A.C Arntzenius : Practische Elektrocardiografie. Jakarta, 1995.
3. Mary. M. Canibbio, RN, MN. In : Cardiovascular Disorders . Los Angeles,
California. 1990.
4. John. R. Hampton, In : The ECG in Practice, London, 1989.
5. Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Edisi 9 EGG, Jakarta, 2000.
6. Dr. Sjukri Karim, Dr. Peter Kabo : EKG dan Penanggulangan beberapa
Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta, 2001.
7. Dr. Irawan Yusuf, PhD. Sistem Kardiovaskuler. Makassar, 2001.
23