1. EPRESI
2 Senang-Sedih - Adaptif Setiap spesies akan survive bilamana melakukan sosialisasi. Sosialisasi
ini dapat membangkitkan rasa senang dan rasa sedih. Ikatan relasi jangka panjang demikian juga.
Kesedihan, biasanya terjadi ketika seseorang kehilangan obyek/peristiwa/karakteristik personal
berharganya serta ketrampilan berelasi. Keadaan yang menyenangkan membuat mereka
memelihara dengan baik relasi. Mood ekstrim seperti mania dan depresi merupakan mood yang
kurang adaptif. Orang dengan gangguan bipolar mempunyai dua kutub mood yang berlawanan
ditandai dengan episode mania dan depresi (Jamison, 1995)
3 Gambaran Klinis Sedih: kehilangan relasi penting, seseorang yang disayangi, kemampuan yang
dimiliki, kesehatan ataupun status. Orang dengan depresi selalu membuat perhatian dari sisi sedih,
sehingga perasaan dan kognisinya beralih kepada hal yang tidak menyenangkan, dengan demikian
perilakunya terikut. Ketika mengalami depresi berat, seseorang dapat mengalami mood-congruent
auditory hallucinations. Kita dapat menilai dari pernyataan pasien yang mengatakan bahwa ia
mendengar suara mengritik atau memberi kabar bertema kesedihan
4 Gambaran Klinis Mereka yang depresi menilai dirinya rendah, bersalah, tidak mampu, tidak
berdaya – suatu penilaian bersifat negatif. Akibatnya lingkungannyapun dinilai mengritik, memusuhi,
atau tidak peduli terhadap dirinya baik di rumah, sekolah/pekerjaan atau di masyarakat Pikiran
mereka sulit berkonsentrasi atau fokus Membuat simpulan atas peristiwa/pembicaraan/keadaan pun
menjadi salah karena menekankan pada sisi negatif saja Perasaan mereka sedih, kesepian, atau
putus asa dan tak mampu menikmati keseangan yang dulu disenanginya
5 Gambaran Klinis Simpulan yang selalu negatif, perasaan sedih dan putus asa, membuat mereka
mudah tersinggung Motorik melamban dalam gerak dan bicara (psychomotor retardation) atau
meningkat tetapi aktivitas inefektif (psychomotor agitation). Semangat hilang, energi menurun, lekas
lelah, gangguan tidur, gangguan makan, terasa sakit dibagian2 tubuh, mood bervariasi secara
diurnal Minat seksual menurun, gangguan neurofisologi, hormon, kekebalan, pola tidur
6 Gambaran Klinis Karena hilangnya energi, pikiran negatif, mereka menarik diri dari
kawan/keluarga/ rekan kerja/ teman sekolah dsb Orang dilingkungan melihat mereka sebagai malas,
tak berdaya, tak bermanfaat Perilaku lanjut menjadi kesepian, tak berguna lalu destruksi diri,
mutilasi diri, berpikir mengakhiri kehidupan dan bunuh diri
7 Klasiifikasi DSM IV & ICD 10 Depresi mayor Gangguan mood bipolar Dysthymia Cyclothymia
8 Gambaran Klinis Episode Depresi Mayor Episode mood rendah, kognisi negatif, gangguan makan
dan gangguan tidur Distimia Kondisi kronis non- episodic Simtom depresi kronis Ganguan Mood
episodik Sama Dengan tambahan episode mania : elasi, grandiosity, flight of ideas dan perilaku
ekspansif Siklotimia Kondisi kronis non episodik Mood berfluktuasi antara depresi dan mania tetapi
lebih ringan daripada gangguan bipolar
2. 9 Epidemiologi Prevalensi seumur hidup depresi mayor 10–25 % pada perempuan dan 5–12 %
pada laki-laki. Untuk gangguan bipolar prevalensi seumur hidup laki- laki dan perempuan 1 %(APA,
1994). Depresi lebih banyak pada dewasa daripada anak dan remaja (Harrington, 1993). Dalam
komunitas prevalensi depresi pra remaja berkisar antara % dan pada remauja 2-8 %. Depresi sama
besarnya antara anak laki dan anak perempuan pra remaja, pada paska remaja lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki
10 Epidemiologi Komorbid dysthymia, gangguan anxietas gangguan penggunaan Napza,
gangguan makan, gangguan personaliti ambang biasa terjadi pada depresi mayor (APA, 1994).
Awitan dini, komorbid dysthymia (sering disebut depresi ganda), simtom depresif berat, depresi
maternal, dan tidak adanya komorbid
11 Teori Etiologi Biologi Psikoanalitik, Perilaku kognitif, Sistem tradisi Keluarga
12 Teori Biologi Teori genetik Disregulasi amine, abnormalitas endokrin, disfungsi sistem
kekebalan tubuh, abnormalitas sistem sirkadian, dan pada beberapa kasus (utamanya dinegeri
empat musim) ada depresi musiman Gangguan pada sistem ini pada dasarnya terletak pada
kerentanan biologik yang bersifat genetik diturunkan
13 Teori Biologies Teori disregulasi Amine Hipoaktivitas sistem amine dalam pusat-pusat
neuroanatomi terkait reward and punishment (Deakin, 1986) Disregulasi sistem amine di berkas
syaraf medial otak depan (reward system) dan sistem periventricular (punishment system) yang
mempengaruhi dorongan untuk mencari kenikmatan dan appetite Gangguan neurotransmitter,
utamanya noradrenalin dan serotonin
14 Teori Biologi Tricyclic antidepressants (TCAs) seperti imipramine/Tofranil meningkatkan
disfungsi sensitivitas reseptor pada neurotransmitters, terutama noradrenalin. Monoamine oxidase
inhibitors (MAOIs) seperti phenelzine/Nardil melindungi ensim —monoamine oxidase—dari
pemecahan neurotransmitter dalam celah sinapik dan mendorong peningkatan level amin. Selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine/Prozac mencegah serotonin direabsorbsi
kedalam membran presynaptic dan dengan demikian meningkatkan kadar neurotransmitter ini. Hasil
uji terapi menunjukan ada tiga klas antidepresan yang efektif memengauhi depresi pada duapertiga
kasus dewasa (Nemeroff and Schatzberg, 1998) tetapi nyata inefektif pada anak dan remaja
(Gadow, 1992).
15 Teori Biologi Teori Disregulasi Endokrin thyroxin dan cortisol merupakan hormon utama terkait
dengan depresi (Deakin, 1986) Disregulasi aksis hypothalamic-pituitary thyroid yang memandu
kadar tiroid terjadi ketika kadar tiroksin dibawah normal Depresi kronik (bukan akut) meningkatkan
kadar kortisol, ritme sirkadian kortisol abnormal cortisol Dibanding dengan individu tidak depresif,
terapi deksametason-suatu sintesa mirip kortisol- pada orang dengan depresi akan memerbaiki
ganguan ini dalam 24 jam
3. 16 Teori Biologi Teori Disfungsi Sistem Immunitas Paparan stres kronik atau kehilangan akut akan
membuat fungsi sistem imunitas dan munculnya simtom depresi Kerusakan sistem fungsi immun
membuat infeksi mudah masuk tubuh, sehingga orang sakit. Sakit sendiri merupakan stres. Stres
akan membuat kambuhan depresi
17 Teori Biologi Teori Ritme Sirkadian desinkroni Disregulasi atau desinkroni ritme sirkadian
membuat siklus tidur-terjaga terganggu. Studi orang dengan depresi menunjukan ganguan irama
sirkadian khas dengan pendeknya fase rapid eye movement (REM), awitan fase laten, tidur rusak,
bangun dini hari dan sulit tidur kembali (Kupfer and Reynolds, 1992). Dasarnya adalah sistem
neuroanatomi reticular activating system mengalami desinkroni. Sistem reticular activating
merupakan sistem pengatur bangun dan siklus tidur-terjaga
18 Teori Biologi Teori Disregulasi Ritme Musiman (Seasonal rhythm dysregulation theories)
Beberapa orang mengalami depresi dalam musim dingin (Wehr and Rosenthal, 1989)-bentuk derivat
hibernasi phylogenetik. Simpomnya : lelah, tidur terusmenerus, dan nafsu makan meningkatyang
dikendalikan melatonin. Melatonin disekresi oleh kelenjar pineal selama waktu gelap tanoa cahaya.
Terapinya adalah menyalakan lampu supaya selalu terang benderang juga dicoba untuk mengaur
keluarnya melatonin
19 Teori Psikoanalitik Teori Psikoanalitik Klasik Freud Pada saat bayi dipisahkan dari ibunya misal
penyapihan akan terjadi perasaan hilangnya obyek cinta, terjadilah regresi. Anak masuk lagi ke fase
oral domana diri dan obyek yang dilekati menjadi tanpa batas lagi dan obyek cinta yang hilang
diintrojeksi. Aggresi yang menyertai introjeksi mbua diri lekat dengan obyek yang hilang, sehingga
kemarahan ditujukan pada diri sendiri, tanda yang khas pada orang dengan depresi
20 Teori Psikoanalitik Teori Ego Psikologi Bibring Bibring (1965), seorang psikolog ego psikodiamik
mengatakan depresi merupakan hasil akhir rendahnya self-esteem karena besarnya diskrepansi
antara self dan the ideal self. Internalisasi kritik pedas orangtua atau suntikan kesempurnaan
orangtua selama masa kanak awal membuat berkembangnya egp ideal. Rendahnya self-esteem
penting korelasinya dengan cikal bakal depresi, dan pada beberapa kasus, tidak semua, terkait
dengan orangtua yang suka menghukum atau mengritik (Blatt and Zuroff, 1992).
21 Teori Psikoanalitik Teori relasi obyek Blatt Dua jenis depresi dari dua jenis pengasuhan relasi
orangtua-anak pada awal perkembangan Kehilangan perlekatan membuat kerentanan anak akan
depresi- misal pada anak yang diabaikan atau sangat dimanjakan Kehilangan otonomi membuat
kerentanan depresi yang berakar dari pengalaman pengasuhan orangtua yang terlalu mengritik atau
menghukum
22 Teori Psikoanalitik Blatt dan Zuroff, anak yang diabaikan atau terlalu dimanja pada pengasuhan
orangtuanya akan mengembangkan model pola relasi yang sama ketika ia berhubungan dengan
orang yang dilekatinya. Bagi individu tetentu, denial dan represi merupakan mekanisme defensif
umum untuk menghadapi ancaman. Individu ini umumnya rentan terkena stres dikemudian hari jika
relasinya mengalami gangguan seperti perpisahan atau penolakan
4. 23 Terapi Individual psychodynamic psychotherapy atau classical psychoanalysis merupakan terapi
pilihan (Bateman and Holmes, 1995). Pada terapi tetentu, berkembang transferen sehingga terjadi
self-directed hostility, selfcriticism, and ideas of abandonment atau hilangnya otonomi diri
diproyeksikan pada terapis Transferen ini diinterpretasikan. Therapis menunjuk secara paralel relasi
pasien-orangtua dan relasi terapis-pasien dan mengasnalisisnya. Interpretasi ini merupakan
pelajaran pasien mengidentifikasi dirinya ketika masuk dalam hubungan bermasalah dikemudian
hari brief psychodynamic psycho-therapy merupakan terapi yang efektif pada orang dengan simtom
depresi (Holmes, 1999)
24 Teori Kognitif-behavioral Teori Perilaku Lewinsohn Depresi dipertahankan oleh rendahnya
response- contingent positive reinforcement (RCPR) (Lewinsohn and Gotlib, 1995). Ini dapat terjadi
karena orang dengan depresi miskin ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk memberi balasan
perhatian ketika berinteraksi dengan orang lain. Program terapi berbasis model ini termasuk
individual atau group social-skills training dengan tujuan melatih klien trampil menerima response-
contingent positive reinforcement dan mengatur lingkungan sehingga banyak kesempatan
menggunakan ketrampilan sosial ini
25 Teori Kognitif-behavioral Teori Kendali Diri Rehm Depresi muncul dari defisit dalam self-
monitoring, self- evaluation dan self-reinforcement (Kaslowand Rehm, 1991). Secara spesifik
depresi timbul ketika orang secara selektif memonitor diri dengan hal negatif dan mengeksklusi yang
positif ; lebih memutuskan segera daripada menimbang konsekuensi jagka panjang ; mengevaluasi
cepat tindakan dengan kriteria pendek ; tidak mendorong perilaku adaptif ; dan masuk kedalam
menghukum diri sendiri Program terapi derivat model ini memperbaiki ketrampilan diri untuk secara
efektif melakukan self-monitoring, self- evaluation and self-reinforcement
26 Teori Kognitif dan Perilaku Teori Kognitif Beck Ketika terjadi kehilangan dalam kehidupan
terjadilah reaktivasi skema kognitif negatif masa kanak sebagai akibat dari pengalaman kehilangan.
Skema negatif memicu asumsi negatif seperti : Saya hanya berharga ketika oranglain menyukai
saya. Skema negatif berakar pada pengalaman kehilangan di masa kanak dini, termasuk: -
kematian orangtua atau saudara, sakit atau terpisah - kehilangan rawatan positif orangtua karena
orangtua menolak - anak melalui kritikan, hukuman berat, overprotection, diabaikan atau kekerasan
masa kanak - kehilangan kesehatan personal - kehilangan atau kurangnya relasi positif melalui
bullying atau pengucilan kawan sebaya - Ekspektasi kehilanan, misal orangtua sakit kronis atau
sekarat
27 Teori Kognitif dan Perilaku Menurut Beck, dua skema negatif, yang berisi sikap laten tentang the
self, the world dan masa depan, merupakan kunci pada depresi. Yang pertama terhadap relasi
interpersonal dan yang kedua terhadap capaian personal. Ia menyebutnya sebagai sociotropy and
autonomy. Individu dengan negative self-schemas disebut sociotropy, orang yang menyatakan
dirinya sendiri secara negatif ketika dirinya gagal dalam mempertahankan positive relationships.
Jadi asumsi intinya adalah If I am not liked by everybody, then I am worthless. Individu yang
mempunyai negative self-schemas dimana otonominya merupakan pusat pengorganisasian negatif
5. diri nya menyatakan dirinya negaif jika gagal mencapai work-related goals. Asumsi inti tentang self
nya adalah If I am not a success and in control, then I am worthless
28 Teori Kognitif dan Perilaku Distorsi kognitif Beck : All or nothing thinking. Thinking dalam
terminologi kategori ekstrim— misal, saya sukses atau gagal Selective abstraction. Secara selektif
fokus pada aspek kecil situasi dan kemudian embuat simpulan darinya—misal, Saya membuat
kesalahan,maka semua yang saya lakukan salah. Overgeneralization. Melakukan generalisasi pada
semua hal— misal, ia tidak meyapa saya, jadi ia mebenci saya. Magnification. Membesar-besarkan
kejadian—misal, he said she didn’t like me so that must mean she hates me. Personalization.
Mengatribusi perasaan negatif orang lain untuk diri—misal, ketika ia masuk ruanan ia marah, jadi
saya telah membuat kesalahan Emotional reasoning. Mengambil perasaan sebagai fakta—misal
perasaan saya masa depan gelap, jadi masa depan tak ada harapan
29 Teori Kognitif dan Perilaku Reformulasi Teori pembelajaran ketidak berdayaan -Seligman’s
reformulated learned helplessness theory Orang yang gagal berulang untuk mengendalikan kejadian
stimuli aversif atau pengalaman gagal lalu membuat kendali internal, global, atribusi stabil bagi
kegagalan ini dan mencapai keberhasilan melalui atribusi tidak stabil yang spesifik (Abramson et al.,
1978). Model pelatihan kembali atribusi dimana klien belajar menghadapi kegagalan mencari faktor
penyebab eksternal, spesifik dan tidak stabil dan mengubahnya menjadi keberhasilan dalam faktor
internal, global, stabil sebagai prinsip terapi untuk bangun. Sebagai tambahan lingkungan individu
mesti dimodifikasi untuk dapat menimbang the likelihood of non-aversive successful experiences
dengan the likelihood of aversive failure experiences. Klien juga dilatih mengurangi preferensi
pengalaman sukses diluar kemampuannya (Seligman, 1981).
30 Teori Kognitif dan Perilaku Teori Sistem Keluarga Keluarga seringkali mempunyai sistem
dukungan, keyakinan dan pola interaksi yang menimbulkan stress, dan ini merupakan dasar
penyebab dipertahankannya depresi Baik faktor genetik maupun lingkunan mempunyai kontribusi
terhadap perkembangan kondisi depresi Pengalaman kehilangan termasuk tidak adanya dukungan
ketika terjadi perpisahan dari pengasuh utama; ketiadaan kehadiran orangtua secara psikologik;
misal kematian orangtua, atau sedih karena perginya pengasuh utama. Stresses akan ketiadaan
perlindungan dan rasa aman seperti kekerasan pada anak, konflik orangtua, keluarga berantakan,
anak dipindah-pindah penitipannya dan paparan panjang budayakeluarga pesimistik
31 Teori Kognitif dan Perilaku Teori Sistem Keluarga Mungkin dipicu oleh siklus kehidupan
keluarga transisi penuh ketegangan Dapat karena dipertahankannya tipe tertentu dari sistem
personal dan keyakinan keluarga, ditekakannya kehilanan masa lalu, pandangan negatif ketidak
berdayaan dan ketidak berhargaan tentang masa depan. Sistem keyakinan depresif tertentu
membuat aktivitas menurun dan penghindaran partisipasi dalam relasi Interaksi keluarga seringkali
menjadi pemelihara rasa depresif dalam keluarga
32 Pendekatan Integratif Dalam praktek klinis umumnya terapis menggunakan pendekatan
integratif untuk memahami dan melakukan terapi depresi. Depresi dapat dimlai karena adanya faktor
predisposisi genetik atau pengalaman kehilangan masa lalu. Depresi dapat dipicu oleh stress atau
6. perubahan siklus kehidupan. Dapat dipertahankan oleh faktor biologi, psychodynamic, kognitif,
behavioural atau interaksi keluarga. Paling efektif adalah pendekatan multimodalitas, pemberian
medikasi antidepresan agar ada perbaikan neurobiologik sehingga simtom menurun, terapi
psikologik tertuju pada faktor psychodynamic, cognitive, behavioural atau ineraksi keluarga
(Nemeroff andSchatzberg, 1998; Craighead et al., 1998a; Prince and Jacobson,1995; Baucom et al.,
1998).
33 Pendekatan Integratif Untuk gangguan mood bipolar, terapi jagka panjang dengan lithium
carbonate atau anticonvulsants (seperti carbamezapine) akan membuat mood stabil (Keck and
McElroy, 1998). Kalau stabilisasi tidak sempurna dapat terhadi kambuhan. Maka perlu kepatuhan
berobat yang didukung keluarga, perbaikan relasi dalam keluarga (Craighead et al., 1998b). Clarkin
et al. (1988) yakin psikoedukasi keluarga dalam terapi keluarga akan membuat penyesuaian jangka
panjang pada klien. Intervensi psikoedukasi anggota keluarga dengan pemberian informasi
mengenai ganguan bipolar sebagai ganguan yang bersifat kronis ; membantu mengembangkan cara
menurunkan stre dalam keluarga dan meningkatkan dukungan pada pasien ; mendorong kepatuhan
atas medikasi
34 Simpulan Depresi mayor merupakan gangguan mood merendah episodik kambuhan yang
bersifat kronis; atensi selektif pada hal negatif ; sistem keyakinan pesimistik; pola perilaku menyiksa
diri, terutama dalam relasi intim, gangguan tidur dan makan Pusat tema adalah KEHILANGAN –
relasi penting, kesehatan, harta, kedudukan, status- Depresi mayor berbeda dari gangguan bipolar.
Ganguan bipolar mempunyai episode manik dengan elasi. Pada distimia gangguan ringan mood
non-episodic. Depresi merupakan ganguan yang biasa terjadi dan diatas 15 % orang dengan
depresi major melakukan bunuh diri. Depresi berkembang dalam biological, psychoanalytic,
cognitive- behavioural, dan sistem tradisi keuarga. Dalam praktek klinik pendekatan etiologi dan
terapi menggunakan pendekatan integratif multimodalitas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Depresiadalah gangguanafektifyang ditandaidengan suasana perasaan yang murung,hilangnya minat
dan kegembiraan, serta berkurangnya energi untuk aktivitas sehari-hari. Kondisi tersebut dapat
memengaruhi pikiran, tingkah laku, dan keadaan fisik seseorang. Depresi adalah gangguan jiwa yang
dapat kita temui di mana-mana. Akan tetapi, banyak dan beragamnya gejala fisik dan kognitif
menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menderita depresi akan mengeluhkan gejala emosional.
Satu dari tujuh orang penderita depresi memang mudah dikenali karena mengalami penurunan fungsi
psikososial yang khas. Namun demikian, masih banyak orang lain dengan episode depresi yang tidak
terdiagnosis kecuali mereka mengunjungi layanan kesehatan secara rutin. Hal ini berarti bahwa tidak
hanya dokter keluarga, psikiater, dan klinisi kesehatan jiwa saja yang perlu mendeteksi gejala depresi.
7. Internis, onkolog, kardiolog, dokter bedah, neurolog, ataupun spesialis lainnya harus menyadari dan
mengatasi depresi pada pasien mereka.
Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan kini mengerti atas beban ekonomi tersembunyi yang
diakibatkan oleh depresi mayor. Depresi benar-benar dapat menguras kapasitas ekonomi karena
disabilitas dan penurunan produktivitas kerja. WHO memperkirakan bahwa depresi adalah penyebab
medis kedua terbanyak yang mengakibatkan disabilitas global pada tahun 2030, setelah HIV/AIDS.
Permasalahan memori dan dan konsentrasi yang berhubungan dengan depresi menurunkan kapasitas
kerja pada lapangan kerja berbasis pengetahuan.
Mengenali gejala depresi saja tidaklah cukup. Kabar baiknya adalah bahwa depresi dapat ditangani
dengan sangat efektif dengan berbagai macam cara. Ada begitu banyak antidepresan yang dapat
digunakan. Dengan penanganan yang adekuat, sebagian besar pasien akan pulih dari depresi dan
mampu melanjutkan aktivitas sepertibiasanya.Kini pun sudah banyak penelitian yang dikerahkan untuk
memperluas pengetahuan kita tentang patofisiologidepresisehingga nantinya dapat menjanjikan suatu
pengobatan baru yang lebih efektif dan dapat ditoleransi.
Kabar buruknya adalah bahwa masih banyak penderita depresi yang tidak bisa mendapatkan akses
terhadap pengobatan yang adekuat tersebut, baik psikoterapi, medikasi baru, ataupun teknologi yang
mumpuni. Meskipun tersedia, sistem kesehatan sekarang ini belum memiliki pelayanan kesehatan rutin
yang baik untuk depresi. Untuk pasien-pasien dengan depresi kronis atau persisten, pelayanan
kesehatan kolaboratif yang berpusat pada kemandirian pasien dalam menghadapi penyakitnya dapat
meningkatkan mutu pelayanan.
Kepustakaan
Adli M, Bauer M, Rush AJ (2006) Algorithms and collaborative-care system for depression: are they
effective and why? A systematic review. Biol Psychiatry 59: 1029-38.
Kennedy SH, Lam RW, Parikh SV, et al. (2009) Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) clinical guidelines for the management of major depressive disorders in adult. J Affect
Disord 117(Suppl 1): S1-S64.
Prince M, Patel V, Saxena S, et al. (2007) No health without mental health. Lancet370: 859-77.
Schulberg HC, Block MR, Madonia MJ, et al. (1997) The ‘usual care’ of major depression in primary
care. Arch Fam Med 6: 334-9.
Wells KB, Sherbourne C, Schoenbaum M, et al. (2004) Five-year impact of quality improvement for
depression: results of a group-level randomized controlled trial.Arch Gen Psychiatry 61: 378-86.
BAB 2
EPIDEMIOLOGI
2.1 Prevalensi
2.1.1 Prevalensi Umum
Gangguan depresif adalah suatu kondisi klinis yang umum diderita. Di sepanjang usia kehidupan
seseorang, kemungkinannya menderita depresi adalah 15%. Sebanyak 1 dari 7 orang akan mengalami
episode depresi. Depresi kini juga mulai banyak menyerang remaja dan dewasa muda.
2.1.2 Jenis Kelamin
8. Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa Barat menunjukkan bahwa prevalensi depresi lebih sering
terjadi pada wanita hingga 1,6-3,1 kali. Perbedaan prevalensi antara kedua jenis kelamin mulai terlihat
pada usia pubertas. Hipotesis lain mengemukakan bahwa gejala depresi memburuk pada periode
menstruasi. Hal ini mungkin terjadi karena faktor hormonal, stresor psikososial, dan kelahiran anak.
Perbedaan prevalensi antara kedua jenis kelamin menurun ketika wanita mulai memasuki masa
menopause (50-55 tahun).
2.1.3 Usia
Pada populasi dunia dengan sampel usia 18-64 tahun, usia onset depresi bervariasi antara usia 24-35
tahun, dengan rata-rata 27 tahun. Ada suatu kecenderungan bahwa depresi kini menyerang penduduk
berusia remaja, 40% penderita depresi mengalami episode pertama mereka pada usia 20 tahun. 50%
penderita depresi mengalami episode pertama mereka pada usia 20-50 tahun.
Gejala depresi pun bervariasi berdasarkan penggolongan usia. Depresi pada masa anak-anak lebih
melibatkan gejala somatik, iritabilitas, dan penarikan diri secara sosial. Dewasa muda mengalami
depresi yang lebih atipikal seperti terlalu banyak makan atau tidur terlalu lama (hipersomnia). Depresi
pada orang lanjut usia sering menimbulkan perasaan melankolis (hilangnya minat dan kegembiraan,
penurunan afek, dan lain sebagainya).
2.2 Perjalanan Klinis
Sekitar setengah dari individu mengalami periode prodromal sebelum episode depresi pertama mereka.
Gejala prodromal tersebut serupa dengan gejala depresi pada umumnya dan dapat terjadi selama
beberapa minggu hingga beberapa tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Gejala tersebut termasuk
kecemasan dan gejala depresi ringan lainnya. Depresi ringan biasa berlangsung antara 4-30 minggu.
Episode yang lebih berat dapat terjadi hingga 6-8 bulan.
Kepustakaan
Alonso J, Angermeyer MC, Bernert S, et al. (2004) 12-month comorbidity patterns and associated
factors in Europe: Results from the European Study of The Epidemiology of Mental Disorders (ESEMeD)
project. Acta Psychiatr Scand Suppl420: 28-37.
Kessler RC, Berglund P, Demier O, et al. (2003) The epidemiology of major depressive disorder: Results
from National Comorbidity Survey Replication (NCS-R).JAMA 289: 3095-105.
Lepine J-P, Briley M (2011) The increasing burden of depression. Neuropsychiatr Dis Treat 7(1): 3-7.
BAB 3
PATOGENESIS
3.1 Patogenesis Depresi
Penyebab spesifik dari gangguan depresi mayor belum diketahui. Patofisiologi gangguan depresi mayor
juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling sering ditemukan,
gangguan depresi mayor tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan heterogen. Faktor biologi,
psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis gangguan depresi mayor. Gangguan
depresi mayor melibatkan baik aspek genetik maupun faktor lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan
anak kembar menunjukkan bahwa depresi yang berkembang pada anak usia dini lebih dipengaruhi oleh
pengaruh psikososialdaripada genetik.Onset depresipada remaja atau dewasa,meskipun lebih bersifat
herediter daripada depresi prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan
stresor lingkungan.
3.2 Faktor Genetik
9. Studi keluarga menunjukkan bahwa risiko kerabat dekat dalamketurunan pertama meningkat sebanyak
dua hingga tiga kali, yaitu sekitar 15-20%. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya variasi genetik
yang terjadi pada beberapa endofenotip depresi. Endofenotip NMDAR dan 5-HTTLPR (transporter
serotonin) akan memengaruhi peningkatan atau penurunan volume amigdala ketika seorang individu
terpapar stres. Hal ini berpengaruh terhadap munculnya afek depresif dan terganggunya fungsi belajar
dan memori.
Gen BDNF (brain-derived neurotrophic factor), MR (reseptor mineralokortikoid), dan bcl-2 (B-cell
lymphoma-2) memengaruhi volume hipokampus. Hal tersebut akan menyebabkan gangguan dalam
belajar dan memori, serta meningkatkan sensitivitas terhadap stres. Gen bcl-2 juga menyebabkan
berkurangnya volume korteks cinguli anterior yang dapat mengakibatkan gejala anhedonia.
Disfungsi serotonergik yang dipengaruhi oleh gen transporter, reseptor, dan promoter serotonin akan
mengakibatkan peningkatan sensitivitas individu terhadap stres. Gen-gen yang sama juga dapat
memunculkan afek depresif. Disfungsi pada sistem CRH (corticotropin-releasing hormone) dan aksis
HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal) akan menimbulkan gangguan fungsi kognisi eksekutif dan
perubahan psikomotor, baik retardasi maupun agitasi.
Disfungsi pada sistem katekolaminergik (deplesi katekolamin) akan menyebabkan perubahan
psikomotor, gangguan fungsi kognitif, dan gejala anhedonia. Mutasi pada gen-gen lain seperti CHAM2,
CREB, dan 5-HT2AR akan menyebabkan abnormalitas fase tidur REM. Terganggunya fungsi tidur
tersebut akan menyebabkan berkurangnya fungsi memori dan pembelajaran.
Abnormalitas gen pada gangguan depresi mayor ditengarai tak mungkin disebabkan karena satu lokus
gen saja.Diperlukan interaksidaribeberapa jenis gen yang berbedauntuk memunculkan gejala depresi
pada satu individu. Pemindaian genom adalah cara baru yang sangat baik untuk mendeteksi pengaruh
genetik,tetapipemindaigenomrentan memberikan hasilpositifpalsu dan diperlukan sampelyang lebih
besar untuk mendapatkan hasil yang pasti.
3.3 Faktor Neurobiologi
Faktor neurobiologi yang memengaruhi depresi, antara lain: (1) hipotesis monoamin, (2) aksis HPA,
serta (3) tidur dan ritme sirkadian.
Hipotesis monoamin
Hipotesis monoamin telah menjadifondasiteorineurobiologis terhadap depresidalam50 tahun terakhir.
Berdasarkan observasi terhadap kerja antidepresan, dapat diketahui bahwa depresi disebabkan oleh
defisit serotonin atau noradrenalin pada celah sinaps pada beberapa sirkuit yang penting dalam
patofisiologi depresi. Antidepresan diketahui bekerja dengan memblok transporter serotonin sehingga
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter tersebut pada celah sinaps. Sebaliknya, peningkatan
glutamat pada celah sinaps dapat mencetuskan gejala depresi.Ketidakseimbangan antara glutamat dan
dopamin akan menyebabkan gejala psikosis.
Pengetahuan tentang fungsi normal bagian-bagian otak tertentu dapat menjelaskan manifestasi klinis
depresi. Gangguan pada neokorteks dan hipokampus dapat memediasi timbulnya gejala kognitif
depresi, seperti gangguan memori, perasaan tidak berharga, rasa bersalah, pikiran yang dipenuhi
malapetaka, dan tendensi untuk bunuh diri. Striatum (terutama striatum ventral atau nucleus
accumbens), amigdala, dan area otak terkait yang penting dalam memori emosional, dapat memediasi
timbulnya gejala anhedonia (menurunnya ketertarikan terhadap kegiatan yang menyenangkan),
kecemasan, dan berkurangnya motivasi yang sebelumnya mendominasi dalam diri pasien.
Depresi neurovegetatif dengan gejala-gejala seperti terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur, perubahan
nafsu makan, berkurangnya energi, berkurangnya minat terhadap seks, dan juga aktivitas
10. menyenangkan lainnya, tampaknya diperantarai oleh hipotalamus. Tentu saja, berbagai daerah otak
beroperasi dalam serangkaian sirkuit paralel yang saling berinteraksi. Hal ini dapat memungkinan kita
untuk mengetahui berbagai sirkuit saraf yang terlibat dalam depresi.
Lesi vaskular juga dapat berkontribusi terhadap depresi dengan mengganggu jaringan saraf yang
terlibat dalam regulasi emosi, terutama jalur frontostriatal yang menghubungkan korteks prefrontal
dorsolateral, korteks orbitofrontal, cinguli anterior, dan cinguli posterior. Komponen lain dari sirkuit
limbik, khususnya hipokampus dan amigdala, telah terbukti terlibat dalam depresi.
Aksis HPA
Alterasi pada aksis HPA telah lama diketahui berhubungan dengan gangguan depresi mayor. Efek
biologis daripaparan stres akan memediasisekresi CRH (corticotropin-releasing hormone). SekresiCRH
tersebut juga akan meningkatkan pelepasan ACTH (adrenocorticotrophic hormone) dan glukokortikoid.
Glukokortikoid menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor adrenergik melalui regulasi sistem
adenilat siklase adrenoreseptor beta.
Stres kronik akan menghasilkan hipersensitivitas terhadap aksis HPA. Gangguan depresi mayor
berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi CRF pada cairan serebrospinal, meningkatnya
imunoreaktivitas terhadap CRF, ekspresi gen CRF pada nukleus paraventrikular hipotalamik, dan
regulasi turun reseptor CRF-R1 di korteks frontal. Sekresi glukokortikoid memiliki efek neurotoksik,
terutama terhadap neurogenesis pada hipokampus.
Tidur dan ritme sirkadian
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama diketahui sebagai salah satu gejala utama gangguan
depresi.Polisomnografitelah banyak digunakan dalamstudibiologis untuk mengetahuidisregulasitidur
pada pasien dengan gangguan depresi mayor. Beberapa ilmuwan beranggapan bahwa depresi dapat
mencetuskan gangguan pola tidur, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hal yang sebaliknya.
Sistem sirkadian manusia dikontrol oleh pacemaker biologis yang berlokasi pada nukleus
suprakiasmatik di hipotalamus. Jam biologis ini diregulasi oleh zeitgebereksternal, termasuk siklus
gelap/terang, paparan sinar terang dari lingkungan, maupun kegiatan sosial. Banyak ritme sirkadian,
seperti kortisol, melatonin, danthyroid stimulating hormone (TSH) terganggu pada depresi.
Gangguan afektif musiman adalah bentuk penyakit depresi yang biasanya muncul selama musim gugur
dan musim dingin. Depresi tersebut akan berakhir setelah musim semi dan musim panas. Studi
menunjukkan bahwa gangguan afektif musiman juga dimediasi oleh perubahan kadar serotonin dalam
sistem saraf pusat. Hal ini juga dipengaruhi oleh ritme sirkadian dan paparan sinar ma tahari.
3.4 Neuropsikologi
Depresi biasa mengikuti suatu stresor psikososial yang berat, terutama pada episode depresi pertama
atau kedua.Pengalaman masa kecilsepertiperlakuan yang tidak seharusnya,penelantaran,kehilangan
orang tua, dan dukungan sosial yang tidak adekuat seringkali dialami oleh pasien depresi. Bukti dari
studi ini menunjukkan bahwa stres dan trauma dapat memengaruhi sistem biologis pada depresi.
Sebagai contoh, kehilangan ibu pada hewan percobaan akan menyebabkan hipersensitivitas aksis HPA
pada individu tersebut.Padahewan percobaan tersebut ditemukan volume hipokampusyang berkurang.
Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada pasien depresi dan yang mengalami trauma masa kecil. Pasien
depresi yang disebabkan oleh trauma masa kecil pun ternyata lebih responsif terhadap psikoterapi
dibandingkan dengan terapi antidepresan saja.
Kepustakaan
Armitage R (2007) Sleep and circadian rhythms in mood disorders. Acta Psychiatr Scand 115(433):
104-14.
11. Goldberg D (2006) The aetiology of depression. Psychol Med 36: 1341-7.
Hasler G, Nothoff G (2011) Discovering imaging endophenotypes for major depression. Mol
Psychiatry 16: 604-19.
BAB 4
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
4.1 Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak padapenderita depresiantaralain:(1) suasanaperasaan/afek yang menurun,
(2) berkurangnya minat dan kegembiraan, (3) gangguan pola tidur, (4) berkurangnya energi, (5)
perasaan bersalah, (6) berkurangnya konsentrasi dan perhatian, (7) perubahan berat badan, (8)
perubahan aktivitas psikomotor, (9) keinginan untuk bunuh diri, (10) dan gejala lainnya.
Suasana perasaan/afek yang menurun
Meskipun pasien depresi mengeluhkan penurunan suasana perasaan, tetapi kesedihan yang terjadi
pada pasien depresi berbeda dari rasa sedih pada umumnya. Pasien depresi mengalami perubahan
suasa perasaan tersebut selama lebih dari 2 minggu. Pasien mungkin dapat menangis tersedu-sedu,
merasa ingin menangis, atau bahkan ia sama sekali kehilangan respons emosional.
Berkurangnya minat dan kegembiraan
Pasien depresi kehilangan minat dan kegembiraannya dalam aktivitas ataupun interaksi sosial yang
sebelumnya menarik dan menyenangkan baginya. Anhedonia ini juga bisa muncul sebagai perasaan
tawar hati ataupun rasa bosan. Perasaan tersebut tetap dapat muncul, walaupun pasien tidak mengaku
kehilangan minat dan kegembiraan. Berkurangnya ketertarikan seksual ataupun fungsi sehari-hari juga
dapat ditemukan pada pasien depresi. Hal tersebut bisa mengakibatkan kesulitan dalam hubungan
akrab dan konflik pernikahan.
Gangguan pola tidur
Sebagian besar pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Manifestasi klasiknya adalah bahwa pasien
terbangun ketika hari masih sangat pagi dan tidak bisa tidur lagi (insomnia terminal). Akan tetapi, tidur
yang tidak nyenyak dan sering terbangun pada malam hari (middle insomnia) juga sering ditemukan.
Kesulitan tidur pada permulaan malam (early insomnia) biasanya dapat ditemukan apabila depresi
tersebut disertai dengan gejala cemas. Begitu pula sebaliknya, tidur yang terlalu lama (hipersomnia)
juga merupakan bagian dari gejala depresi.
Berkurangnya energi
Berkurangnya energi atau kelelahan adalah hal yang seringkali dikeluhkan oleh pasien depresi. Pasien
merasa sulit untuk memulai mengerjakan suatu tugas. Kelelahan ini dapat dirasakan baik secara fisik
ataupun mental, serta dapat menyertai gangguan pola tidur dan gangguan pola makan. Dalam kasus
yang berat,aktivitas rutin sepertihigiene sehari-hari,menggantipakaian,dan aktivitas makan mungkin
terganggu. Beberapa pasien bahkan mengaku bahwa mereka merasa kaku ataupun merasa seperti
berjalan di dalam air.
Perasaan bersalah
Perasaan bersalah dapat dirasakan oleh seseorang yang sedang berada dalam episode depresi. Pasien
depresi merasa bahwa hal-hal atau kesulitan kecil yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari
merupakan hasil dari kesalahannya. Ia merasa bertanggung jawab atas segala hal buruk yang terjadi
di luar kendalinya.Kecemasan dan kekhawatiran yang luar biasa dapat menyertaieksaserbasiperasaan
bersalah.
Berkurangnya konsentrasi dan perhatian
12. Kesulitan memusatkan perhatian bisa terjadi pada episode depresi. Gangguan memori juga seringkali
dikeluhkan sebagai akibat dari berkurangnya perhatian dan adanya distraktibilitas. Pada pasien berusia
lanjut, keluhan kognitif tersebut dapat disalahtafsirkan sebagai awal dari demensia. Masalah memori
dan konsentrasi ini dapat sangat memengaruhi kapasitas kerja, terutama pada para karyawan.
Perubahan berat badan
Berkurangnya nafsu makan,selera,dan kenikmatan makan dapat menyebabkanpenurunanberat badan
yang signifikan. Beberapa pasien bahkan harus memaksa diri mereka untuk makan. Bagaimana pun,
pasien yang lain mungkin justru menambah asupan karbohidratnya secara berlebihan.Mereka berusaha
untuk mendapatkan perasaan nyaman dengan makan terus menerus.
Aktivitas makan yang berlebihan dan berkurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan peningkatan
berat badan dan sindrom metabolik. Perubahan berat badan juga dapat memengaruhi citra diri dan
kepercayaan diri.
Perubahan aktivitas psikomotor
Perubahan psikomotor dirasakan secara subjektif. Retardasi psikomotor dapat tampak sebagai
perlambatan gerakan tubuh, berkurangnya ekspresi wajah, dan lamanya respons terhadap
pembicaraan. Apabila gejala-gejala ini berat, maka akan tampak sebagai mutisme dan manifestasi
katatonik.
Selain retardasi psikomotor, pasien juga mungkin mengalami agitasi psikomotor. Cemas merupakan
salah satu bentuknya. Kecemasan tersebut dapat berupa cara berbicara yang cepat, berlomba -lomba,
kegelisahan, dan tidak dapat duduk diam. Pikiran yang berlomba-lomba mungkin merupakan gejala
mania, tetapi dapat juga mengindikasikan kecemasan.
Keinginan bunuh diri
Ide bunuh diri dapat muncul sebagai pikiran-pikiran melayang dan rencana untuk mengakhiri segala
sesuatu melalui bunuh diri. Hal ini terjadi pada dua dari tiga orang dengan depresi. Walaupun ide-ide
bunuh diri ini serius, pasien depresi biasanya tidak memiliki cukup energi dan motivasi untuk bunuh
diri.
Bagaimana pun juga,masalah bunuh diriini masih merupakan masalah signifikan yang terjadidirumah
sakit. Hal tersebut terjadi pada 10-15% pasien depresi yang dirawat inap. Periode yang paling
berbahaya adalah pada permulaan pengobatan, yaitu ketika energi dan motivasi pasien membaik lebih
dahulu daripada gejala kognitif (misalnya putus harapan). Oleh karena itulah, pasien yang memiliki ide
bunuh diri dimungkinkan untuk melaksanakan pikiran dan rencana mereka.
Gejala lainnya
Meskipun bukan merupakan indikasi formal sebagai kriteria diagnosis, beberapa gejala dan tanda
lainnya dapat menyertai depresi. Gejala tersebut antara lain kecemasan, iritabilitas, disfungsi kognitif,
dan rasa nyeri.
4.2 Klasifikasi Depresi dan Diagnosis
Menurut DSM-IV-TR, terdapat tiga subklasifikasi depresi, yaitu gangguan depresi mayor, distimia, dan
gangguan depresi yang tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis depresi mayor menurut DSM-V adalah
sebagai berikut:
1. Lima atau lebih gejala berikut terdapat, paling sedikit dalam dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada,
13. yaitu (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Tidak boleh memasukkan
gejala yang jelas-jelas disebabkan oleh kondisi medis umum atau halusinasi atau waham
yang tidak serasi dengan mood.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, rasa sedih atau hampa), atau
yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis). Pada anak-
anak atau remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas padasemua,atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh
laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan
berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan)
atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh orang
lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau perasaan
menjadi lamban).
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
7. Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang tidak pantas atau
sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah
karena berada dalam keadaan sakit).
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain).
9. Berulangnya pemikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya
ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri atau
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau terjadinya
hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat
atau obat) atau kondisi medis umum (misalnya, hipotiroid).
5. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang dicintai, gejala
menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh hendaya fungsi yang jelas, preokupasi
dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
Berbeda dengan depresi, distimia adalah penyakit kronis, gangguan afektif tingkat rendah selama
kriteria pada episode depresi mayor tidak ditemukan. Gejala-gejala distimia berkembang perlahan,
seringkali tidak dikenali oleh pasien, dan menetap untuk waktu minimum 2 tahun (rata -rata 5 tahun).
Individu dengan distimia sering berkembang menjadi episode depresi mayor (dalam bentuk “depresi
ganda”), hal inilah yang akan mendorong pasien untuk pergi berobat.
Kriteria diagnosis untuk gangguan distimia adalah sebagai berikut:
14. 1. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan
subjektif atau dapat diobservasi oleh orang lain, paling tidak selama 2 tahun. Pada anak dan
remaja,mood sangat iritabel dan durasinya minimal 1 tahun.
2. Kondisi yang dapat ditemukan saat depresi, dua atau lebih :
1. Nafsu makan yang buruk atau makan berlebihan
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Sedikit tenaga atau kelelahan
4. Harga diri yang rendah
5. Sulit berkonsentrasi atau kesulitan dalam membuat suatu keputusan
6. Putus asa
3. Selama 2 tahun (1 tahun untuk anak) terdapat gangguan, tidak pernah tanpa gejala-gejala
pada kriteria A dan B lebih dari 2 bulan pada satu waktu.
4. Tidak terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun awal gangguan (1 tahun untuk anak
dan remaja), gangguan ini lebih baik tidak dihitung sebagai gangguan depresi mayor kronik
atau gangguan depresi mayor yang sembuh sebagian.
5. Tidak pernah ada episode mania, episode campuran, atau hipomania, dan tidak termasuk
dalam gangguan siklotimik.
6. Gangguan tidak terjadi saat terdapatnya gangguan psikotik kronis, seperti skizofrenia atau
gangguan waham.
7. Gejala bukan karena efek fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
pengobatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid).
8. Gejala menunjukkan dengan jelas distress dan gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
Subklasifikasi ketiga dari gangguan depresi adalah gangguan depresi yang tidak dapat dispesifikasikan.
Depresi yang tidak dapat dispesifikasikan adalah depresi yang memiliki gejala yang tidak ditemui pada
kriteria gangguan depresi utama. Beberapa kondisi seperti depresi minor dan depresi kambuhan yang
berlangsung tidak lama, masih dalam penelitan untuk masuk dalam klasifikasi diagnosis dimasa yang
akan datang. Contoh-contoh depresi yang tidak dapat dispesifikasikan tersebut, antara lain:
1. Gangguan disforik premenstrual: pada kebanyakan siklus menstruasi yang sudah
berlangsung selama satu tahun, gejala biasanya terjadi pada minggu akhir fase luteal dan
membaik beberapa hari setelah onset menstruasi.
2. Gangguan depresi minor: episode terjadi selama 2 minggu dari gejala depresi, tetapi lebih
sedikit dari 5 kategori untuk gangguan depresi mayor.
3. Gangguan depresi singkat berulang: episode depresi yang berlangsung 2 hari sampai 2
minggu, paling tidak satu kali dalamsatu bulan dalamwaktu 12 bulan dan tidak berhubungan
dengan siklus menstruasi.
4. Gangguan depresi post psikotik skizofrenia: pada episode depresi mayor yang terjadi saat
fase skizofrenia residual.
5. Episode depresimayor ikutan:gangguan waham,gangguanpsikotik yang tidak tergolongkan,
atau fase aktif skizofrenia.
6. Keadaan saat dokter sudah menyimpulkan adanya depresi, tetapi tidak dapat dipastikan
sebagai depresi primer, depresi karena suatu kondisi medis, atau depresi karena zat.
15. 4.3 Tipe Depresi
Subtipe gangguan depresi mayor dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola
dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi
yang diberikan lebih baik dan dapat memprediksi prognosis. Tabel 4.1 memperlihatkan kriteria-kriteria
depresi dengan beberapa manifestasi khasnya.
Walaupuntidak teridentifikasidengan DSM-IV-TR, “depresicemas” dapat terjadipada pasien depresi
(60-90%) bila terdapat gejala ansietas(kekhawatiran yang berlebihan,tegang,dan gejala somatik yang
berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi cemas memperlihatkan disabilitas fungsi dan
psikososial yang lebih hebat. Risiko bunuh diri pada depresi cemas juga lebih besar dan prognosis lebih
buruk, walaupun hanya dengan tingkat kecemasan yang rendah.
Tabel 4.1 DSM-IV-TR Subtipe dan Spesifikasi Gangguan DepresiMayor
Subtipe Spesifikasi DSM-IV-TR Ciri Khas
Depresimelankolis Dengan gambaran melankolis
Mood nonreaktif, anhedonia, kehilangan
berat badan, rasa bersalah, agitasi dan
retardasi psikomotor, moodyang memburuk
pada pagi hari, terbangun di pagi buta
Depresiatipikal Dengan gambaran atipikal
Mood reaktif, terlalu banyak tidur, makan
berlebihan, paralisis yang dibuat, sensitif
pada penolakan interpersonal
Depresipsikotik (waham) Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham
Depresikatatonik Dengan gambaran katatonik
Katalepsia, katatonik, negativisme, mutisme,
manerisme, ekolalia, ekopraksia (tidak lazim
pada klinis sehari-hari)
Depresikronik Gambaran kronis
2 tahun atau lebih dengan kriteria gangguan
depresi mayor
Gangguan afektif musiman Musiman
Onset yang teratur dan kambuh padasaat
musim tertentu (biasanyamusim
gugur/dingin)
Depresipostpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu postpartum
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan gangguan depresi mayor
menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat (Tabel 4.2). DSM-IV-TR membagi tingkat keparahannya
berdasarkan pengaruh depresi dalam hal sosial atau pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada
atau tidaknya gejala psikotik.ICD-10, sebaliknya,membedakan tingkat keparahan depresiberdasarkan
jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorangmenderitadepresi.Penggunaan skala depresi
sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.
Keparahan depresimenentukan pemilihan terapiyang diberikan.Sebagaicontoh,psikoterapiadalah
terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan dan sedang, tetapi depresi
16. berat memperlihatkan respons yang baik terhadap terapi kombinasi. Bukti terbaru menyatakan bahwa
antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya untuk depresi berat.
Tabel. Derajat Keparahan Depresi
Keparahan
Depresi
Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Ringan
1. Mood depresiatau kehilangan minat + 4
gejala depresi lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
1. 2 gejala tipikal
2. 2 gejala inti lainnya
Sedang
1. Mood depresiatau kehilangan minat + 4 atau
lebih gejala depresi lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang bervariasi
1. 2 gejala tipikal
2. 3 atau lebih gejala inti
lainnya
Berat
1. Mood depresiatau kehilangan minat + 4 atau
lebih gejala depresi lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang berat
atau ada gambaran psikotik
1. 3 gejala tipikal
2. 4 atau lebih gejala inti
lainnya
Juga dapat dengan atau
tanpa gejala psikotik
4.4 Diagnosis Banding
4.4.1 Bereavement
Bereavement atau rasa kesedihan yang mendalam karena hilangnya suatu hubungan dapat
memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan, durasi gejala,
dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang
mendalam dan gangguan depresi mayor.
Tabel 4.3 Perbedaan antara Bereavement dan Episode Depresi Mayor
Gejala Bereavement Episode Depresi Mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna atau
tidak pantas
Tidak ada Ada
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah dan lain-lain Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
17. Gangguan fungsi Ringan Sedang – berat
4.4.2 Gangguan Afektif yang Disebabkan oleh Kondisi Medis Umum
Gejala depresi dapat menjadi efek fisiologis suatu kondisi medis yang terjadi sebelumnya.
Sebaliknya, gejala fisik dari suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis karena adanya
gangguan depresi mayor komorbid ini. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat
berguna sebagai alat pendeteksi pasien dengan penyakit medis. Dalam skala tersebut digunakan
pertanyaan yang berfokus pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi
berat sering terjadi pada pasien penyakit kronis (Tabel 4.4), terutama pada diabetes, penyakit tiroid,
dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).
Tabel 4.4 Kondisi Medis Umum yang Berhubungan dengan Gejala Depresi
Gangguan Neurologis
· Penyakit Alzheimer
· Penyakit serebrovaskular
· Neoplasma serebral
· Trauma serebral
· Infeksi SSP
· Demensia
· Epilepsi
· Penyakit Ekstrapiramidal
· Penyakit Huntington
· Hidrosefalus
· Migrain
· Multiple sklerosis
· Narkolepsi
· Penyakit Parkinson
· Supranuclear palsy progresif
· Sleep apnea
· Penyakit Wilson
Gangguan Sistemik
· Infeksi virus dan bakteri
Gangguan Endokrin
· Adrenal
o Cushing
o Addison
o Hiperaldosteronisme
· Berhubungan dengan haid
· Penyakit paratiroid
· Penyakit tiroid
· Defisiensi vitamin
o B12/folat
o Vitamin C
o Niasin
o Tiamin
Gangguan Lainnya
· AIDS
· Kanker
· Sindrom Klinefelter
· Infak miokard
· Porfiria
· Sebelum operasi
· Penyakit ginjal dan uremia
18. Inflamasi
· Rheumatoid arthritis
· Sindrom Sjogren
· Systemic lupus erythematosus
· Arteritis temporal
· Neoplasma sistemik
4.4.3 Gangguan Afektif yang Disebabkan oleh Zat
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak)dapat menimbulkan gejala depresi.Maka itulah,
gangguan afektif yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam mendiagnosis gangguan
depresi mayor. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium dapat digunakan untuk
menentukan adanya suatu penyalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi atau keracunan, atau kondisi
putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi.
Gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat
tersebut. Gejala putus obat ini dapat berlangsung selama beberapa bulan. Obat yang umum
disalahgunakan tersebut antara lain alkohol, amfetamin, ansiolitik, kokain, zat-zat halusinogen,
hipnotik, inhalan, opioid, fensiklidin, dan sedatif.
4.4.4 Gangguan Bipolar
Adanya riwayat mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar, tetapi karena
(1) gangguan bipolar sering berawaldengan episode depresi,dan (2) pasien bipolar mengalamiepisode
depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk
mempertimbangkan diagnosis bipolar ketika hendak mendiagnosis gangguan depresi mayor. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode
hipomanik atau manik di dalam kehidupannya.
Gejala depresiyang mengindikasikan adanyasuatu gangguan bipolar,antara lain pemikiran yang kacau,
gejala psikotik, gambaran atipikal (hipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode
kekambuhan. Gangguan bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak
mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal. Mereka menganggap itu sebagai perasaan
senang semata. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering
menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang valid, seperti
kuesioner gangguan afektif, dapat membantu dalam mengidentifikasi hipomania.
Kepustakaan
American Psychiatric Association (2000) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
4th
edition, Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Press.
19. Patten SB, Kennedy SH, Lam RW, et al. (2009) Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) clinical guidelines for the management of major depressive disorders in adults. I.
Classification, burden, and principles of management. J Affect Disord 117: S5-S14.
World Health Organization (2005) International Statistical Classification of Diseases and Health Related
Problems (The) ICD-10 Second Edition. Geneva: World Health Organization.
BAB 5
MANAJEMEN KLINIS
5.1 Manajemen Klinis Depresi
Manajemen klinis untuk pasien dengan depresi melibatkan prinsip-prinsip umum berikut penilaian
yang hati-hati terhadap perawatan yang diberikan, mengembangkan lini terapi, memilih pengobatan
berbasis bukti, memantau hasil pengobatan, dan melaksanakan program tindak lanjut yang tepat.
Memahami bahwa pengobatan depresi memiliki dua fase, akut dan pemeliharaan, akan membantu
memastikan bahwa pasien tidak hanya sembuh, tetapi juga tetap sehat.
Bagi banyak pasien, depresi dapat dianggap sebagai penyakit kambuhan atau kronis sehingga
dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan penyakit kronis (CDM – chronic disease management)
akan membantu meningkatkan keberhasilan pengobatan.Pengelolaan penyakit kronis,yang secara luas
digunakan untuk kondisi medis seperti diabetes dan artritis, meliputi screening, manajemen diri,
pengawasan, perawatan kolaboratif, dan rehabilitasi.
5.2 Screening
Depresi seringkali tidak mudah didiagnosis, terutama pada pelayanan kesehatan strata pertama,
karena sering bermanifestasisebagaikeluhan fisik (sakit tubuh,misalnya kelelahan,insomnia,dan lain-
lain). Beberapaorang yang tertekan tidak menyadariadanya suasana sedih atau rasa tawar hati.Dalam
hal ini, pertanyaan mengenai adanya kehilangan minat atau kesenangan bisa membantu penegakan
diagnosis. Orang dengan faktor-faktor risiko tinggi berikut perlu mengikutiscreening untuk penyakit
depresi:
Nyeri kronis
Penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, dan sebagainya)
Gejala somatik yang tidak diketahui sebabnya
Kunjungan yang sering pada layanan kesehatan tingkat pertama
Postpartum
Baru mengalami stresor psikososial
5.3 Penegakan Diagnosis
Tidak ada satu pun tes laboratorium khusus untuk menegakkan diagnosis sehingga wawancara
psikiatri tetap merupakan “standar emas”. Namun, wawancara yang semi-terstruktur dan kuesioner
dapat membantu dokter untuk lebih efisien dalammenetapkan kriteria diagnosis dan untuk memastikan
20. telah dilakukannya penyelidikan fungsional secara menyeluruh. Contoh instrumen yang dapat
digunakan adalah PRIME-MD (berguna untuk digunakan pada pelayanan kesehatan strata pertama),
Wawancara Klinis Terstruktur untuk DSM-IV-TR (SCID, yang digunakan oleh banyak pusat penelitian
psikiatrik), dan Mini International Neuropsychiatric Interview.
5.4 Penegakan Diagnosis Risiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan konsekuensi paling tragis dari depresi. Sulit untuk memprediksi risiko bunuh
diri dalam masa penilaian yang singkat. Dalam penegakan diagnosis risiko bunuh diri, perhatian harus
diberikan terhadap ada tidaknya dukungan sosial, metode potensial yang akan digunakan, ancaman
kematian pada metode dan kesempatan bunuh diri sebelumnya, dan sifat-sifat kepribadian seperti
impulsivitas.
Awal pengobatan menjadi periode yang penting diperhatikan. Risiko bunuh diri menjadi lebih tinggi
karena sebagian gejala mungkin memberat sebelum pasien sempat mencari pertolongan, pasien dapat
mengalami efek samping dini (seperti kecemasan atau agitasi), yang dapat memperburuk risiko bunuh
diri, dan gejala fisik pasien dapat meningkat secara nyata (energi misalnya) sebelum gejala kognitif
(putus asa misalnya). Kesemuanya itu dapat menjadi dorongan untuk bunuh diri.
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan episode depresi:
Terdapat rencana bunuh diri
Pernah mencoba bunuh diri sebelumnya
Depresi berat
Adanya keputusasaan dan rasa bersalah
Pasien yang baru keluar dari rawat inap
Gangguan bipolar
Mixed state (dengan agitasi), mania disforik
Gejala psikotik
Komorbiditas (ansietas, penyalahgunaan zat, kondisi medis yang serius)
Faktor risiko bunuh diri yang berhubungan dengan keadaan demografis:
Pria
Remaja atau usia tua
Gangguan afektif usia dini
Gangguan kepribadian (terutama Cluster B)
Riwayat keluarga dengan bunuh diri
Pengalaman traumatik pada masa kanak-kanak (trauma, penyakit, perpisahan dengan orang tua)
Peristiwa traumatik dalam sirkumstansi kehidupan (pemutusan hubungan kerja, isolasi sosial)
Stresor psikososial sebelumnya
Kurangnya dukungan
5.5 Tahap Pengobatan
Pengobatan depresi dapat dibagi menjadi dua fase, akut dan pemeliharaan. Masing-masing memiliki
kegiatan dan tujuan yang berbeda. Pada kebanyakan pasien, keberhasilan pengelolaan depresi
memerlukan setidaknya 1 tahun, bahkan untuk beberapa pasien, pengobatan harus dilanjutkan selama
21. 2 tahun atau lebih. Pada fase akut, remisi gejala sering dianggap sebagai target pengobatan. Namun,
pemulihan fungsi lebih bermakna bagi pasien dan harus menjadi tujuan utama pengobatan. Pemulihan
penuh fungsi sosial, bagaimana pun, mungkin akan lebih lama untuk tercapai, dan tidak bisa terjadi
kecuali ada remisi gejala.
Tabel 5.1 Tahap Pengobatan Depresi
Fase Durasi Tujuan Aktivitas yang Dilakukan
Akut 8 – 12 minggu
· Remisi dari gejala
· Perbaikan fungsi sosial dan
pekerjaan
· Menetapkan lini pengobatan
· Edukasi dan promosi
manajemen diri
· Memilih pengobatan
· Mengatasi efek samping
· Tindak lanjut dan
pengawasan hasil pengobatan
Pemeliharaan
6 – 24 bulan,
atau lebih
· Pasien dapat kembali pada
fungsi sosial dan pekerjaannya
seperti sediakala
· Mencegah kekambuhan
· Edukasi dan promosi
manajemen diri
· Mengatasi efek samping
· Rehabilitasi fungsi sosial dan
pekerjaan
· Mengawasi kemungkinan
terjadinya kekambuhan
5.6 Pengawasan Hasil Akhir Pengobatan
Hasil akhir terapi diawasi menggunakan skala penilaian gejala yang telah divalidasi. Manfaat dari
skala penilaian ini meliputi penilaian yang komprehensif dari gejala, pengukuran efek pengobatan yang
dapat diandalkan, memastikan telah terjadi remisi penuh, dan mengedukasi pasien dan membantunya
melakukan manajemen diri.
Skala penilaian dapat berbasis klinisi maupun berbasis pasien. Skala penilaian dapat membantu
meningkatkan efisiensi kerja dokter karena dapat dikerjakan di rumah atau di ruang tunggu klinik dan
juga dapat digunakan oleh pasien untuk mengendalikan suasana hati mereka sendiri. Skala penilaian
depresi yang umum digunakan adalah Hamilton Depression Rating (HAM-D) Montgomery-Asberg
Depression Rating Scale (MDARS). Dapat juga digunakan the Beck Depression Inventory II, the Hospital
Anxiety and Depression Scale (HADS), Patient Health Questionnaire (PHQ-9, yang terutama dibuat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan strata pertama), Quick Inventory for Depressive
Symptomatology(QIDS-SR, yang digunakan dalam studi STAR*D), dan skala depresi dari Zung Self-
rating.
Respons klinis sering didefinisikan sebagaiterdapatnya 50% ataulebih penurunan berdasarkan skala
penilaian depresi, yang menunjukkan telah terjadi perbaikan yang substansial dan signifikan. Namun,
22. meskipun telah terjadi perbaikan klinis, pasien tetap dapat memiliki gejala sisa depresi. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa gejala sisa depresi berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk, termasuk risiko yang lebih tinggi untuk kambuh, kecenderungan menjadi kronis, risiko bunuh
diri, perburukan dalamfungsisosial,dan pekerjaan.Target pengobatanharus meliputiperbaikangejala,
yang didefinisikan sebagai skor penilaian dalam rentang normal tanpa depresi (misalnya nilai MADRS ≤
10, nilai HAM-D ≤ 7, nilai QIDS-SR ≤ 5 ).
Gambar 5.1 Hamilton Depression Rating
Kepustakaan
Badamgarav E, Weingarten SR, Henning JM, et al. (2003) Effectiveness of disease management
programs in depression: a systematic review. Am J Psychiatry 160: 2080-90.
Law RW, Filteau MJ, Milev R (2011) Clinical effectiveness: the importance of psychosocial functioning
outcomes. J Affect Disord 132(Suppl 1):S9-S13.
Young AS, Alpers DH, Norland CC, et al. (2001) The quality care for depressive and anxiety disorders in
the United States. Arch Gen Psychiatry 58: 55-61.
BAB 6
PENATALAKSANAAN
6.1 Penatalaksanaan Depresi
Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi mayor.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-perilaku, terapi
interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan obat-obatan, juga telah
23. terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai sedang, serta untuk mencegah
kekambuhan.
Pada anak-anak dan remaja, bagaimana pun, farmakoterapi saja tidak cukup. Selain itu, dalam
semua populasi pasien, kombinasi obat dan psikoterapi umumnya memberikan respons yang paling
cepat dan paling lama bertahan. Terapi kombinasi juga diasosiasikan dengan perbaikan gejala depresi
secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kualitas hidup, kepatuhan pengobatan yang
lebih baik, terutama apabila perawatan diperlukan selama lebih dari 3 bulan.
Biasanya setelah 2-12 minggu dalam dosis terapi, respons klinis sudah dapat dinilai. Pemilihan
pengobatan haruslah berdasarkan keselamatan dan toleransi pasien agar dapat meningkatkan
kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Keakraban dokter juga diperlukan untuk mendidik pasien
dalammengatasiefek sampingyang mungkin terjadi.Seringkalikegagalan pengobatan disebabkan oleh
ketidakpatuhan, durasi terapi yang tidak memadai, atau dosis yang tidak memadai.
Berdasarkan pedoman ACP, pengobatan untuk gangguan depresi mayor harus diubah jika pasien
tidak memiliki respons yang memadai untuk farmakoterapi dalam waktu 6-8 minggu. Setelah respons
yang memuaskan tercapai,pengobatan harus dilanjutkan selama 4-9 bulan pada pasien episode depresi
berat pertama yang tidak berhubungan dengan ide bunuh diri ataupun akibat bencana. Pada mereka
yang memiliki dua atau lebih episode depresi, diperlukan waktu perawatan yang lebih lama untuk
mendapatkan bukti manfaat.
Pengobatan haruslah memaksimalkan fungsi pasien dalam tujuan spesifik dan realistis. Modalitas
awal harus dipilih atas dasar berikut:
Penilaian klinis
Adanya gangguan lain
Stresor
Keinginan pasien
Reaksi terhadap pengobatan sebelumnya
6.2 Farmakoterapi
Tabel 6.1 Jenis Obat Antidepresan, Dosis, dan Efek Samping
Nama Obat Dosis Harian (mg) Efek Samping
SSRI
Escitalopram
Fluoksetin
Sertralin
Fluvoksamin
10-60
10-40
50-150
150-300
Semua SSRI dapat
menimbulkan insomnia,
agitasi, sedasi, gangguan
saluran cerna, dan disfungsi
seksual
Trisiklik/Tetrasiklik
Amitriptilin
Maprotilin
Imipramin
75-300
100-225
75-300
Antikolinergik (mulut kering,
retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus
takikardia, dan lain-lain)
24. SNRI
Duloksetin
Venlafaksin
40-60
150-375
Mengantuk, kenaikan berat
badan, hipertensi, gangguan
saluran cerna
RIMA
Moklobemid 150-300
Pusing, sakit kepala, mual,
berkeringat, mulut kering,
penglihatan kabur
NaSSA
Mirtazapin 15-45
Somnolen, mual
SSRE
Tianeptin 12,5-37,5
Somnolen, mual, gangguan
kardiovaskular
Agonis Melatonin
Agomelatin 25-50
Sakit kepala
6.3 Psikoterapi
Jenis psikoterapi yang telah digunakan untuk pengobatan penyakit depresi, terutama pada populasi
anak, adalah sebagai berikut:
Terapi perilaku
Terapi kognitif-perilaku (cognitive-behavioral therapy (CBT))
Terapi kognitif-perilaku adalah pengobatan lini pertama untuk depresi. Hal ini bersifat terarah dan
dalam waktu yang terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan 20 kali perawatan. Terapi kognitif-
perilaku secara khususdirancang untuk mengobatidepresi.Penggunaannya dalammengobatigangguan
depresimayor didasarkan padapremis bahwapasien yang mengalamidepresimemiliki pandangan yang
menyimpang atas diri mereka sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi
terhadap depresi dan dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif-perilaku.
Terapi kognitif-perilaku efektif pada pasien dari segala usia. Hal ini penting terutama untuk pasien
usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap masalah atau efek samping obat. Pada anak-anak dan
remaja, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat terapi kognitif-
perilaku menampakkan kemajuan yang lebih baik daripada kelompok yang tidak mendapat terapi
tersebut.Kemajuan tersebut dapat dinilaidalamhalpengurangan gejala depresidan peningkatan harga
diri.
Bahkan pada sebagian besar sampel klinis pediatrik, terapi kognitif-perilaku tampak lebih unggul
dibandingkan dengan perawatan manual lainnya, termasuk pelatihan relaksasi, keluarga, dan terapi
suportif. Namun, semua studi klinis atas terapi kognitif-perilaku menemukan bahwa dapat terjadi
kekambuhan pada saat tindak lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan harus tetap berlanjut.
Mengingat tingginya tingkat relaps dan kekambuhan depresi, terapi lanjutan direkomendasikan bagi
semua pasien untuk setidaknya 6-12 bulan.
Terapi keluarga
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi interpersonal
Terapi interpersonal
25. Terapi interpersonal berfokus pada penyebab kesedihan, peran interpersonal, perselisihan, transisi
peran, dan kesulitan interpersonal. Mufson dan Fairbanks menemukan bahwa terapi interpersonal
mungkin berguna dalam pengobatan fase akut pada remaja dengan gangguan depresi mayor. Tingkat
kekambuhan relatif rendah setelah terapi interpersonal pada fase akut.
Terapi kognitif berbasis kesadaran (Mindfulness-based cognitive therapy(MBCT))
Psikoterapi psikodinamik
Banyak dokter percaya psikoterapi psikodinamik berguna dalam pengobatan depresi. Psikoterapi
psikodinamik dapat membantu melakukan hal berikut: (1) mengubah pola perilaku maladaptif, (2)
mengatasi konflik yang sedang berlangsung dan juga konflik masa lalu, (3) mengenali perasaan, (4)
meningkatkan wawasan,(5) meningkatkan hargadiri, (6) meningkatkan kekuatan ego,(7) berinteraksi
lebih efektif dengan orang lain, dan (8) memahami diri sendiri.
Psikoterapi suportif
6.4 Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi. Onset aksi mungkin
lebih cepat daripada perawatan dengan obat, dengan keuntungan yang sering sudah dapat terlihat
dalam waktu 1 minggu sejak awal pengobatan. Satu seri terapi elektrokonvulsif (biasanya sampai 12
sesi) adalah pengobatan pilihan untuk pasien yang tidak merespons terhadap terapi obat, pada pasien
dengan gejala psikotik, ide bunuh diri, atau membahayakan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, indikasi untuk penggunaan terapi elektrokonvulsif adalah sebagai berikut:
Perlu respons cepat terhadap antidepresan
Kegagalan terapi obat
Riwayat respons yang baik terhadap terapi elektrokonvulsif
Keinginan pasien
Risiko tinggi bunuh diri
Risiko tinggi morbiditas dan mortalitas
Meskipun kemajuan dalam anestesi singkat dan kelumpuhan neuromuskuler telah meningkatkan
keamanan dan toleransiterhadap terapielektrokonvulsif,tindakan initetap menimbulkan banyak risiko,
termasuk yang berhubungan dengan anestesi umum, kebingungan postiktal, dan yang lebih jarang,
kesulitan memori jangka pendek. Terutama pada pasien usia lanjut, hasil pemeriksaan sebelum
tindakan prosedural ini harus dilakukan dan harus diperiksa ada tidaknya risiko jantung dan pembuluh
darah. Prosedur elektrokonvulsif ini berisiko tinggi terhadap fungsi kardiovaskular pasien lanjut usia.
Kepustakaan
Chiesa A, Serretti A (2011) Mindfullness based cognitive therapy for psychiatric disorders: a systematic
review and meta-analysis. Psychiatry Res 187: 441-53.
Frank E, Grochocinski VJ, Spanier CA, et al. (2000) Interpersonal psychotherapy and antidepressant
medication: evaluation of a sequential treatment strategy in women with recurrent major depression. J
Clin Psychiatry 61: 51-7.
26. Lam RW, Kennedy SH, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) clinical guidelines for the management of major depressive disorder in adults. II.
Pharmacotherapy. J Affect Disord 117: S26-S43.
Parikh SV, Segal ZV, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) clinical guidelines for the management of major depressive disorder in adults. II.
Psychotherapy alone and in combination with antidepressant medications. J Affect Disord 117: S15-S25.
Stahl SM (2008) Stahl’s Essential Psychopharmacology: Depression and Bipolar Disorder. Cambridge:
Cambridge University Press.
BAB 7
PENCEGAHAN DAN PROGNOSIS
7.1 Pencegahan Depresi
Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan membangun suasana perasaan yang baik, nyaman,
dan menyenangkan bagi pasien. Beberapa macam kegiatan yang dapat dilakukan sebagai pencegahan,
antara lain:
Membangun hubungan yang mendukung (keluarga, saudara, teman)
Ikut kegiatan sosial atau komunitas atau organisasi
Berpikir positif
Melakukan hal-hal yang disukai
Mengembangkan hobi yang disenangi seperti bermain musik dan menulis
Olahraga
Makan makanan sehat
Bersyukur
7.2 Prognosis
Bagi banyak pasien, gangguan depresi mayor dapat menjadi penyakit yang kronis dan dapat
relaps.Relaps dalam6 bulan masa penyembuhan terjadipada 25% pasien.Relaps depresidalamwaktu
5 tahun terjadi pada 58% pasien. Relaps depresi dalam waktu 15 tahun terjadi pada 85% pasien.
Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi, 40% mengalami
kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus mengalami gejala depresi, tetapi tidak
memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor. Sebanyak 40% pasien sisanya tetap mengalami
episode depresi mayor.
Beberapa indikator untuk prognosis yang kurang baik, antara lain:
Episode depresi berat
Durasi episode depresi yang panjang (lebih dari 6 bulan)
Adanya penyakit komorbid
Adanya gejala psikotik
Onset usia muda
27. Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang
Adanya riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya (misalnya riwayat depresi atau gangguan cemas)
Pernah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 3 kali
Dukungan sosial yang kurang, fungsi keluarga yang buruk, dan lemahnya keadaan ekonomi
keluarga
Kurangnya kemampuan kerja selama 5 tahun sebelum terserang depresi
Kepustakaan
Cuipers P,Smit F (2002) Excess mortality in depression:A meta-analysis ofcommunity studies. J Affect
Disord 72: 227-36.
Kennedy SH, Lam RW, Parikh SV, et al. (2009) Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) clinical guidelines for the management of major depressive disorders in adult. J Affect
Disord 117(Suppl 1): S5-S14.