SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬
Melihat Tuhan dari Prespektif Wahdat al-Wujud Ibn Arabi
Oleh : Ade Afriansyah
1. Latar Belakang
Doktrin Ibn ‘Arabi tentang Wahdatul Wujud telah mewarnai keragaman
pemikiran tentang sufistis, dan juga merupakan tokoh tasawuf yang fenomenal
dalam peradaban Islam. Pemikirannya juga spiritualis yang berkelahiran Spanyol
kali ini menghentak-hentak kesadaran dan kemapanan. Terlebih tema-tema yang
diusung menyangkut hakikat dan makna hidup yang tak pernah berhenti. Karena
terpinggirkannya pemikiran dan ajaran Ibn ‘Arabi adalah terbatasnya para
pengikutnya dan literatur yang tersebar dan karakteristik dengan bahasa agama
yang berbenturan dengan bahasa budaya perpaduan dan tradisi tasawuf dengan
mengekspresikan pengalaman, penghayatan komitmen dan konsep keragaman
dimensi metafisis transendental.
Pandangan Barat dan sarjanawan Muslim mengatakan Ibn Arabi mewakili
panteisme atau monisme Islam, dan karena teori-teori monistik, telah
menghancurkan gagasan Islam tentang Tuhan sebagai satu kekuatan hidup dan
aktif. Tetapi, tuduhan wahdat al-wujud yang diberi label panteisme atau monisme
dikecam dan ditolak oleh beberapa sarjana Muslim kontemporer. Seyyed Hossen
Nasr memandang istilah-istilah panteisme tidak dapat dipakai untuk
mendeskripsikan doktrin wahdat al-wujud. Tuhan menurut doktrin ini adalah
transenden terhadap alam. Segala sesuatu yang ada dalam alam ini adalah
penampakannya.1
1 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan,Cet. I, (Jakarta;
Paramadina, 1995), hlm. 5-6.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan dapat pembahasan sebelumnya,
maka sebagai pemfokusan tulisan ini dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut :
bagaimana melihat Tuhan dari prespektif Wahdat al-Wuhud Ibn Arabi?
3. Pentingnya Topik Kajian
Mengaktualisasikan pemahaman kita, bahwasannya Tuhan itu ada dimana-
mana dengan sifat-sifatnya. Dalam hal ini menjelaskan dengan singkat penjelasan
wahdat al-wujud Ibn Arabi, dengan bahasa sederhana dan berbobot dan dengan
sedikit bumbu dari beberapa buku literatur yang lain.
4. Telaah Pustaka
Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli (baik Timur maupun
Barat) tentang Ibn Arabi dan pemikirannya, telah banyak ditulis dan banyak
menghasilkan karya ilmiah, baik berupa buku-buku maupun bentuk tulisan artikel
lainnya. Seperti karya A.E Affifi The Mystical Philosophy Of Muhyid Din Ibnu
Arabi. Memberikan sumbangan sanagat berharga dalam untuk mempelajari
pemikiran Ibn Arabi. Memberikan kajian sistematis pandangan mistik Ibn Arabi,
sekalipun dianggap memutar balikkan pemikiran Ibn Arabi dan pemikir-pemikir
pra-Islam dan Islam. Catatan sistematisasi yang berlebih-lebihan terlihat dalam
penyusunan sistematis banyak tema yang sangat beragam, saling barkait dan sulit
dipisahkan satu sama lain.
Karya Henry Corbin yang berjdul L’Imagination creatrise dans le Soufisme
d’Ibn ‘Arabi merupakan suatu studi yang mendalam tentang perumpamaan mistik
dan simbolisme spiritual Ibn Arabi, dengan menggunakan pendekatan
fenomenologis. Terlalu melibatkan diri dalam pemikiran mistik Ibn Arabi sehingga
Henry sendiri bukan lagi sebagai seorang peneliti yang netral dan objektif tetapi
sebagai seorang filsuf sufi yang berpihak dan subjektif, juga bukan lagi bersifat
penelitian murni tetapi telah berfilsafat.
5. Metodologi
Secara metodologis tuisan ini merupakan penelitian yang berbasis pustaka
(liberary reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan dengan pengumpulan
serta pengolahan suatu data dari berbagai sumber literer yang terkait dengan objek
penelitian ini, baik yang berupa buku-buku, ensiklopedi, artikel ataupun jurnal
lepas. Sebagaimana dalam kajian pustaka buku ini menggunakan data primer dan
skunder. Sumber data primer adalah sumber utama yang dijadikan landasan dasar
yang langsung merujuk pada tema yang diangkat, sumber-sumber yang primer
berkaitan dengan doktrin wahdat al-wujud Ibn Arabi lebih diutamakan dalam buku
ini, yakni al-Futuhat al-Makkiyyah dan Fusus al-Hikam. Sedangkan sumber data
yang sekunder adalah data yang diambil dari literatur-literatur umum yang
berhubungan dan membantu pemahaman dan penganalisisan apa-apa yang
terkandung dalam sumber-sumber buku primer.
6. Pembahasan
Sebelum membicarakan doktrin yang umumnya disebut : kesatuan wujud
(wahdat al-wujud) atau panteisme, perlu menjelaskan apa yang dimaksud dengan
kata “wujud” (Being, al-wujud). Sesuatu bisa diangap wujud bila termanifestasikan
dalam dalam apa yang disebut ‘tahapan wujud’ (marathib al-wujud), yang terdiri
dari 4 hal; (1) eksis dalam wujud sesuatu(wujud al-syai’ fi ainih), (2) eksis dalam
pikiran atau konsepsi (wujud al-syai’ fi al-ilm), (3) eksis dalam ucapan (wujud al-
syai’ fi al-alfazh), eksis dalam tulisan (wujud al-syai’ fi ruqum).2 Wujud
mempunyai pengertian objektif dan juga subjektif. Dalam pengertian objektif kata
2 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.
145.
wujud terletak aspek epistemologis, kata wujud adalah masdar dari wujida, yang
berarti “ditemukan”, dalam pengertian ini wujud dalam bahasa Inggris diartikan
“being” atau “existensi”. Sedangkan pengertian subjektif kata wujud terletak aspek
ontologis, kata wujud adalah masdar dari wajada, yang berarti “menemukan” dan
dalam bahasa Inggris berarti “finding”.3
Bagi Ibn Arabi keduanya ini menyatu dalam bentuk yang harmonis, ketika
berbicara wahdat al-wujud dalam hubungannya dengan Tuhan, pada suatu pihak
wujud merupakan wujud Tuhan sebagai realitas Absolut, dan pihak lain wujud
adalah “menemukan” Tuhan yang dialami oleh Tuhan sendiri dan oleh pencari
Tuhan.4 Wujud yang merupakan untuk menyebutkan wujud Tuhan, satu-satunya
wujud adalah wujud Tuhan, tidak ada wujud selain wujud-Nya. Kata wujud juga
digunakan Ibn Arabi untuk menunjukkan segala sesuatu selain Tuhan, dan
digunakan dalam pengertian metaforis (majaz) untuk tetap mempertahankan bahwa
wujud hanya milik Tuhan, sedangkan wujud yang ada pada alam, pada hakekatnya
adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya. Hubungan Tuhan dengan alam
sering digambarkan dengan hubungan cahaya dengan kegelapan. Kareana wujud
hanya milik Tuhan, maka ‘adam (ketiadaan) adalah milik alam. Karena itu Ibn
Arabi mengatakan bahwa wujud adalah cahaya dan ‘adam adalah kegelapan. Inti
ajaran Tasawuf wahdatul wujud diterangkan Ibn Arabi dengan menekankan
pengertian kesatuan keberadaan hakikat (unity of existence), yakni seluruh yang
ada, walaupun tampaknya, sebenarnya tidak ada dan keberadaannya bergantung
pada Tuhan, yang tampak hanya bayang-bayang dari Yang Satu (Tuhan).
Seandainya Tuhan, yang merupakan sumber bayang-bayang, tidak ada, yang lain
pun tidak ada karena seluruh alam ini tidak memiliki wujud, yang sebenarnya
memiliki wujud hanya Tuhan. Dengan kata lain, yang ada hanya satu wujud, yaitu
wujud Tuhan, sedangkan yang lainnya hanya merupakan bayang-bayang5.
3 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm 42.
4 Ibid., hlm. 42
5 Solihin, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema Penting Tasawuf, (Bandung; Pustaka
Setia, 2003), hlm. 86.
Point utama yang berkaitan dengan wahdat al-wujud ialah konsep tajalli
(penampakan diri) al-haq. Tajalli konsep Tajalli adalah dasar pandangan dan
merupakan keseluruhan filsafat Ibn Arabi, bahkan Tajalli adalah tiang filsafatnya
tentang Wahdat al-Wujud karena ditafsirkan dengan penciptaan, yaitu cara
munculnya yang banyak dari yang satu tanpa akibat, yang satu itu menjadi yang
banyak.Tajalli biasa diterjemhkan penulis-penulis modern kedalam bahasa Ingris
dengan self-disclosure (penyingkapan diri, pembukaan diri), self-revelation
(pembukaan diri, penyatuan diri), self-manifestation (penampakan diri) dan
theophany (penampakan Tuhan). Sedangkan sinonim yang digunakan Ibn Arabi
untuk tajalli adalah fayd (emanasi, pemancaran, pelimpahan), zuhur (pemunculan,
penampakan, pelahiran), tanazzul (penurunan, turunya), dan fath (pembukaan).6
Faham wahdat al-wujud adalah lanjutan dari faham hulul. Dan faham
wahdat al-wujud, nasuf yang ada dalam hulul tersebut, dirubah oleh Ibn al-Arabi
menjadi al-Khalq –makhluk– dan lahut menjadi al-haq –Tuhan–. Khalq dan haq
adalah dua aspek bagi tiap sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek
yang sebelah dalam disebut haq.7 Konsep al-Haq dan al-Khalq dibedakan secara
mendalam dalam pandangan tasawuf non-metafisis. konsep mistis Ibn Arabi
terpengaruh oleh seorang sufi besar yaitu Husein Ibnu Mansur al-Hallaj, dengan
konsepnya nasut dan Lahut, Allah kelihatannya mempunyai dua sifat dasar yaitu
sifat “ketuhanan” (Lahut) dan kemanusiaan (Nasut). Dengan teori ini al-Hallaj
membangun teori tentang kejadian makhluk dan pada ujungnya melahirkan konsep
mistiknya yang menggemparkan, yaitu Hulul. Dalam konsep Hulul ada dua wujud
(Lahut dan Nasut) yang bersatu dalam satu tubuh.8
Konsep dasar pertama dari filsafat Ibn ‘Arabi adalah pengakuan bahwa
hanya ada dzat tunggal saja, dan tidak ada yang mewujud selain itu. Istilah Arab
untuk mewujud-wujud, yang dapat disamakan dengan kepribadian (eksisten).
Perbedaan, yang banyak dilakukan di masa kini, antara mewujud dan mengada
6 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm. 57
7 Harun Nasution, Filsafat Mistisisme dalam Islam, cet.1, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973),
hlm. 92.
8 Ibid., hlm. 88.-90
(being and existence) tidak dilakukan oleh Ibn Arabi. Maka ketika dia mengatakan
bahwa hanya ada zat tunggal, menurutnya yaitu:
a. Bahwa semua yang ada adalah zat tunggal
b. Bahwa zat tunggal tidak terpecah ke dalam bagiannya
c. Bahwa tidaklah ada berlebih di sini atau juga tidak kekurangan di
sana.
Oleh sebab itu, dalam setiap kepribadian tidaklah ada sesuatu kecuali zat
tunggal, yang secara mutlak tak terpecahkan /terbagikan (indivisible) dan seragam
(homogen).9
Zat menentukan diri sendiri, dan dari hasil dari penentuan diri (ta’ayun)
maka pembedaan dan perbedaan akan muncul dalam zat, dan penggandaan akan
berkembang dari kesatuan. Tetapi dalam proses ini, zat tidaklah membagi atau juga
tidak menjarangkan diri sendiri. Sama dengan zat tunggal yang mengada dalam
keseluruhannya, disini dengan satu bentuk dan dilain tempat dengan bentuk yang
lain, tanpa membagi atau menjarangkan diri secara memadai. Sebagai seorang
aktor, tampak dalam berbagai karakter, dengan nama-nama yang berbeda karakter
dengan nama-nama yang berbeda, dan melakukan berbagai fungsi. Ibn al-Arabi
menyamakan penampakan dari sesuatu berbagai air, yang kini berwujud air, atau
sebagai es, atau pula sebagai uap, dan zat juga yang menentukan diri sendiri dalam
berbagai bentuk adalah zat Tuhan, dan tentu tidak bisa lain kecuali Tuhan, baginya
tidak akan ada dua zat yang mengada bersama-Nya. Kemudian juga, bahwa zat
Tuhan adalah zat dunia, perbedaan di antara keduanya adalah di atur dengan nalar
yang sama. Karena Tuhan dan dunia adalah satu zat, maka hubungan antara Tuhan
dan dunia tidaklah merupakan hubungan antara sebab dan akibat, atau hubungan
antara pencipta dan ciptaan sebagai yang diyakini ahli ilmu kalam, atau hubungan
antara yang tunggal dengan yang emanasi (pancaran-Nya).10
Dalam pandangan Ibn Arabi alam adalah penampakan diri (tajalli) al-Haqq
dan demikian segala sesuatu dan segala peristiwa yang ada di alam ini adalah
9 Muhammad Abd.Haq Ansari, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1, (Jakarta, Grafindo
Persada, 1997), hlm. 168-169.
10 Ibid., hlm. 171
entifikasi (ta’ayyun) al-Haqq. Tuhan maupun alam, keduanya tidak bisa dipahami
kecuali sebagai satu kesatuan kontradiksi-kontradiks ontologis dalam realitas yang
bukan hanya bersifat horizontal tapi juga vertical11.
Dengan perumpamaan timbal balik dari sebuah cermin, untuk menjelaskan
hubungan ontologis al-haq dan al-khalaq, al-khalaq adalah cermin bagi al-haq dan
al-haq adalah cermin bagi al-khalaq. Perumpamaan ini mempunyai dua fungsi :
pertama, untuk menjelaskan sebab penciptaan alam, kedua; menjelaskan
bagaimana munculnya yang banyak dari Yang Satu dan hubungan ontologis antara
keduanya. Fungsi pertama menjelaskan bebab Tuhan menciptakan alam semesta,
agar dapat melihat diri-Nya dan memperlihatkan diri-Nya, serta ingin mengenalkan
diri-Nya kepada alam. Fungsi kedua, menjelaskan munculnya dari Yang Satu
menjadi benyak dan hubungan antar keduanya. Kejelasan pada cermin tergantung
pada kualitas tingkat kebeningan cermin cermin. Manusia merupakan cermin bagi
al-haq, dikarenakan manusia memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat dari
al-haq pada dirinya, sedangkan makhluk yang lain memantuklan hanya hanya
sebagian sifat dan nama itu12.
Al-haq dan al-khalaq merupakan sebuah subjek dan objek secara serentak,
keduanya adalah satu dan memiliki peran timbal-balik, dan pembedanya adalah al-
haq mempunyai wujud dan peran yang mutlak, sedangkan al-khalaq mempunyai
wujud dan peran yang relative. Al-Khalq dan al-Haq merupakan dua aspek bagi tiap
segala sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut al-Khalq dan aspek sebelah dalam
disebut al-Haq. Kata kata al-Khalq dan al-Haq merupakan sinonim dari al-Ardh
(accident, fenomena) dan al-Jauhar (subtance, nomena) dan dari al-Zahir (lahir,
luar) dari al-Batin (batin, dalam).
Dilihat dari segi zat-Nya Tuhan berbeda sekali dengan alam, Tuhan diluar
jangkauan manusia. Tetapi dari penamaan dan sifatnya termanifestasikan dalam
alam, karena Tuhan menampakkan diri-Nya ke alam. Pemahaman bahwa Tuhan
berbeda secara mutlak dengan alam dan tidak dapat diketahui melahirkan konsep
tanzih, yang berasal dari kata nazzaha, yang berarti menjauhkan atau
11 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm. 49.
12 Ibid., hlm. 53-55
membersihkan sesuatu dari yang mengotori. Sedangkan penekanan bahwa Tuhan,
meskipun hanya pada tingkat tertentu, mempunyai kemiripan atau keserupaan
dengan manusia dan alam melahirkan konsep tasybih, berasal dari kata syabaha,
dan arti secara harfiah makni meyerupai atau menganggap sesuatu serupa dengan
yang lain.13
Nama-nama (asma-asma) Tuhan ada tiga jenis, yakni satu jenis nama yang
negatif (sulub) seperti tak terbatas, atau memiliki makna negatif seperti abadi dan
tak berpenghabisan yang pertama berarti yang tidak memiliki awal dan yang
terakhir berarti tidak memiliki akhir. Nama-nama yang kedua berjenis hubungan
(nisbi) / idhafi, seperti yang pertama (al-awwal) dan terakhir (al-akhir), Maha
Pencipta (al-khaliq) dan Tuhan (ar-rabb). Nama jenis ketiga yang muncul sebagai
turunan dari suatu sifat-sifat tertentu (shifat) Tuhan, seperti Maha Mengetahui (al-
alim), Maha Kuasa (al-qadir), Maha Melihat (al-bashir) dan lain-lain.14
Falsafat ini timbul dari faham bahwa Allah sebagai diterangkan dalam
uraian tentang hulul, ingin melihat dirinya di luar dirinya dan oleh karena itu
dijadikannya alam ini. Maka alam ini merupakan cermin bagi Allah. Dikala Tuhan
ingin melihat diri-Nya, Tuhan melihat kepada alam, pada benda-benda yang ada
dalam alam, karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat ketuhanan, yang ada
dalam alam itu kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak ubahnya hal ini,
sebagai orang yang melihat dalam beberapa cermin yang diletakkan di
sekelilingnya, di dalam tiap cermin terlihat dirinya : dalam cermin itu dirinya
kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu, sebagai dijelaskan oleh al-Qashani
dalam fushush “Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin, maka
penampakan wajah akan menjadi banyak”.
Sebagai kata Parmenides : “Yang ada itu satu, yang banyak itu tak ada yang
kelihatan banyak dengan panca indera adalah ilusi”. Dengan kata lain, makhluk atau
yang dijadikan, wujudnya tergantung pada wujud Tuhan yang bersifat wajib, yang
13 Ibid, hlm. 87
14 Komaruddin Hidayat, Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, cet.1, (Jakarta, 1995), hlm.
17-19
sebenarnya mempunyai wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan dan wujud selain dari
Tuhan adalah wujud bayangan.15
Hanya Tuhan yang memiliki wujûd Tunggal, secara mutlak, sedangkan
segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Tuhan sebagai sebab
pertama, bebas materi, Esa, dan Tunggal dalam segala hal, tidak memiliki genus
dan deferensia, dua unsur wajib dari sebuah definisi, oleh karena itu tidak ada
definisi baginya, yang ada hanya nama. Bersifat imateriil, karena hanya dalam
materilah sumber segala kekurangan, terletak kejahatan (keburukan). Adanya
segala makhluk, dapat dibenarkan pendapatnya sebagai bukti tentang adanya
Tuhan. Tuhan adalah sebab yang efisien dari alam, tidak didahului oleh waktu.
Dengan kata lain, hubungan antara sebab dan akibat dan dari manapun sebab itu,
datangnya akan sampai kepada Allah sebagai sebab, bertindak dalam alam yang
bergerak terus-menerus dalam wujudnya yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri
atau dibutuhkan oleh yang lain.16
7. Cara Melihat Tuhan
Bagi Ibnu ‘Arabi alam semesta adalah penampakan (tajalli) Tuhan, Tuhan
dan alam semesta tidak bisa dipahami kecuali sebagai kesatuan antara kontradiksi-
kontradiksi ontologis. Kontradiksi ini tidak hanya bersifat horisontal tetapi juga
vertikal, hal ini tampak seperti dalam uraian al-Qur’an bahwa Tuhan adalah yang
tersembunyi (al-Bathin) sekaligus yang tampak (al-Dzahir), yang Esa (al-Wahid)
sekaligus yang banyak (al-Katsir), yang terdaulu (al-Qadim) sekaligus yang baru
(al-Hadits) yang ada (al-Wujud) sekaligus yang tiada (al-Adam). Dalam pandangan
Ibnu ‘Arabi realitas adalah satu tetapi mempunyai sifat yang berbeda : sifat
keTuhanan sekaligus sifat kemakhlukkan, temporal sekaligus abadi, nisbi sekaligus
permanen eksistensi sekaligus non eksistensi. Dua sifat yang bertentangan tersebut
hadir secara bersamaan dalam segala sesuatu yang ada di alam ini.17
15 Harun Nasution, Filsafat Mistisisme..., hlm. 93.
16 Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; Cv Pustaka Setia, 2010), hlm. 136.
17 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat..., hlm. 148.
Untuk melihat Tuhan dari konsep wahdat al-wujud adalah dengan melihat
alam. Islam memandang alam bukan sebagai realitas yang independen, tapi alam
adalah sebagai ayat-ayat Tuhan, untuk memahami-Nya sebagai realitas
absolut. Alam merupakan simbol bagi adanya realitas metefisika, sebagai cermin
universal yang merefleksikan eksistensinya yang berada dunia. Tuhan menciptakan
alam karena ingin melihat “citra diri-Nya”. Alam diciptakan atas dasar citra
Tuhan, sehingga puncak dari kesadaran kehidupan etik manusia dalam
tercapainya kulitas ketuhanan dalam dirinya atau tercapainya citra Ilahi dalam
diri seseorang.
Sebagai pertanda adanya Tuhan, jagad raya menjadi sumber pelajaran dan
ajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran yang diambil dari pengamatan terhadap
alam saemesta ialah keserasian, kearmonisan, dan ketertiban. Alam raya diciptakan
sebagai haq, tidak bathil, tidak dalam keadaan kacau, melainkan tertib dan indah
tanpa cacat,18
maka disebut unsur kualitatif dan kerohanian alam yang merupakan
aspek ontologi alam sendiri.19 Sebagai sesuatu yang serba baik dan serasi, alam
yang juga berhikmah, penuh maksud dan tujuan, tidak sia-sia. Alam raya adalah
eksistensi teleogis. Hakikat alam yang penuh hikmah, harmonis, dan baik itu
mencerminkan hakikat Tuhan, Yang Maha Pencipta.
Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat
alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khaliq dengan
wujud yang baru yang disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara abid
(penyembah) dengan ma'bud (yang disembah). Bahkan antara yang penyembah
dan yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam. Ibnu
Arabi mengemukakannya Kalau antara Khaliq dan makhluk bersatu dalam
wujudnya, mengapa terlihat dua? Ibnu Arabi menjawab, sebabnya adalah manusia
tidak memandangnya dari sisi yang satu. tetapi memandang keduanya dengan
pandangan bahwa keduanya adalah Khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi
yang lain. Jika mereka memandang keduanya dari sisi yang satu, atau keduanya
18 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1986), hlm.90.
19 Ibid., hlm. 239
adalah dua sisi untuk hakikat yang satu, mereka pasti akan dapat mengetahui
hakikat keduanya, yakni Dzatnya satu yang tidak terbilang dan berpisah.20
Alam semesta merupakan wujud yang baru yang keluar dari Yang Qodim,
dengan kehendak Tuhan untuk membedakan sesuatu dari lainnya. Kehendak Tuhan
adalah mutlak, artinya bisa memiliki waktu tertentu, bukan waktu lainnya, tanpa
ditanyakan sebabnya, karena sebab adalah kehendak-Nya itu sendiri. Kalau masih
ditanyakan sebabnya, maka artinya kehendak Tuhan itu terbatas tidak lagi bebas,
sedangkan kehendak itu bersifat bebas mutlak21.
Untuk menjelaskan ontologis Tuhan dan alam semesta, Ibnu Arabi
menggunakan simbol cermin, alam semesta sebagai cermin bagi Tuhan. simbol ini
pertama. untuk menjelaskan sebab penciptaan alam yakni bahwa penciptaan alam
ini adalah sarana untuk memperlihatkan diri-Nya. Dia ingin memperkenalkan
dirinya lewat alam. Dia adalah harta simpanan (kanz nahfi) yang tidak bisa dikenali
kecuali lewat alam, sesuai hadits Rasul yang menyatakan hal itu. Kedua untuk
menjelaskan hubungan yang satu dengan yang banyak dan beragam dalam semesta,
yakni Tuhan yang bercermin adalah satu tetapi gambar-nya banyak dan beragam,
dan apa yang tampak dalam cermin adalah dia, sama sekali bukan selainya, tetapi
bukan Dia yang sesungguhnya.22
Penggambaran tersebut sejalan dengan penyatuan dua paradigma tasybih
dan tanzih, imanen dan transenden yang digunakan Ibnu Arabi dari segi tasybih
Tuhan sama dengan alam, karena alam tidak lain adalah perwujudan dan aktualisasi
sifat-sifatnya. Dari segi tanzih Tuhan berbeda dengan alam, karena alam terikat
ruang dan waktu sedang Tuhan adalah absolut dan mutlak. Secara tegas Ibnu Arabi
menyatakan huwa la huwa (Dia bukan Dia-yang kita bayangkan) sedekat dekat
Manusia menyatu dengan Tuhan, tetapi tidak akan pernah menyatu dengan Tuhan,
manusuia hanya menyatu dengan asma dan sifat-sifatnya menyatu dengan
bayangan-Nya bukan dengan zat-Nya.23
20 Solihin, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 156.
21 Ahmad hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1990), hlm. 146.
22 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat...,hlm. 149.
23 Ibid.,hlm. 150.
Dari segi dzat, Tuhan adalah munazzah, bersih dari dan tidak dapat
diserupakan dengan alam dan ketidaksempurnaa-Nya jauh dari dan tinggi diatas
segala sifat dan segala keterbatasan dan keterikatan, Tuhan tidak dapat di ketahui,
tidak dapat ditangkap, tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dilukiskan. Sedangkan
dari segi nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dengan bentuk-bentuk alam, Tuhan
adalah musyabbah, serupa dengan makhluk-makhluk-Nya pada tingkat tertentu,
Tuhan yang menampakan diri melalui alam.Tanzih menunjukan kemutlakan pada
Tuhan, sedang tasybih menunjukan aspek keterbatasan (taqayyud) pada-Nya.
Al-Haq memiliki sifat al-muhdatsat dan makhluk mempunyai sifat al-Haq,
jika al-Haq adalah yang tampak maka al-khalq tersembunyi di dalam-Nya dan al-
khalq merupakan semua nama al-Haq, pendengara-Nya, penglihatan-Nya, dan
semua hubungan-Nya dan pengetahuan-Nya. Sebaliknya jika al-khalq yang tampak
maka al-Haq tersembunyi di dalamnya dan karena itu al-Haqq menjadi
pendengaran al-khalq, penglihatannya, tanganya, kakinya. Allah, jika dilihat dari
satu aspek, Dia adalah satu, tetapi bila dilihat dari aspek yang lain Dia adalah
semuanya (kull) yang mengandung keanekaan.Apa yang dinamakan Allah jika
dilihat dari segi zat-Nya adalah ke-Esa-an, tetapi Dia jika dilihat dari segi
penampakan-Nya dalam segala yang ada (mawjûdat) dengan bentuk nama-nama
adalah keanekaan.
8. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan,
bahwasannya, untuk melihat Tuhan dari prespektif wahdat al-wujud Ibnu Arabi,
wujud pada hakekatnya adalah satu, dialah wujud Tuhan, yang Absolut, wujud yang
Absolut itu disebut sebagai al-Haqq yang tidak terbatas, aneka ragam wujud di alam
semesta ini pada dasarnya adalah tajalliyat (penampkan) diri yang Absolut dalam
fenomena yang terbatas, yang banyak disebut al-Khalq, dilihat dari segi tanzih
Tuhan berbeda sekali dengan alam, karena Tuhan adalah Zat Mutlak yang tidak
terbatas diluar alam nisbi yang terbatas. Sedangkan tasybih Tuhan adalah identik,
atau serupa dan satu dangan alam, walaupun kedua-duanya tidak setara, karena
Tuhan melalui nama-nama-Nya, menampakkan diri-Nya dalam alam.
Alam semesta ini merupakan perwujudan dari asma-asma Tuhan,
keberadaan Tuhan tidak tersamakan oleh ciptaan Tuhan, ketika Tuhan menciptakan
alam semesta, Tuhan memberikan sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam
ini merupakan mazhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah yang terus-menerus.
Tanpa alam, sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan makna dan senantiasa dalam
bentuk zat yang tinggal dalam ke-mujarrad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang
tidak dikenal oleh siapa pun.
9. Daftar Pustaka
Ansari, Muhammad Abd. Haq, 1997, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1,
Grafindo Persada, Jakarta.
Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam, Jilid III, Yogyakarta; LkiS,
2007.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Filsafat Sains, Bandung, Mizan,
1995.
Fakhry, Majid, 1986, Sejarah Filsafat Islam, Pustaka Jaya, Jakarta.
Hanafi, Ahmad, 1990, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Hidayat, Komaruddin, 1995, Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, cet.1, Jakarta.
Hilal, Ibrahim, 2002, Tasawuf, Agama dan Filsafat, Pustaka Hidayah, Bandung.
Kautsar Azhari Noer, 1995, Ibn al-Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, Cet.
I, Paramadina, Jakarta.
Muhammad Abd. Haq Ansari, 1997, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1,
Grafindo Persada, Jakarta.
Madjid, Nurcholish, 1986, Isla m Doktrin dan Pera daban, Paramadina, Jakarta.
Noer, Kautar Azhari, 1995, Ibnu Arabi : Wihdat al-wujud dalam perdebatan,
Paramadina, Jakarta.
Nasution Harun, 1973, Filsafat Mistisisme dalam Islam, cet.1, Bulan Bintang,
Jakarta.
Soleh, A.Khudori, 2004, Wacana Baru Filsafat Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Solihin, 2007, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, CV Pustaka Setia, Bandung.
______, 2003, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema Penting Tasawuf, Pustaka
Setia Bandung.
Siregar, A. Rivay, 2002, Tasawuf dari Sufisme Klasik keNeo Sufidme, Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Supriyadi, Dedi. 2010, Pengantar Filsafat Islam, Cv Pustaka Setia, Bandung;

More Related Content

What's hot

6. pengelompokan keilmuan dalam islam
6. pengelompokan keilmuan dalam islam6. pengelompokan keilmuan dalam islam
6. pengelompokan keilmuan dalam islamMarhamah Saleh
 
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiOtentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiChi'onk Pemimpin
 
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalam
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalamHubungan tasawuf dengan ilmu kalam
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalamJum Sardie
 
Ibnu sina (avicena)
Ibnu sina (avicena)Ibnu sina (avicena)
Ibnu sina (avicena)elmakrufi
 
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islam
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islamHubungan ilmu kalam dengan filsafat islam
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islamYandra Helira
 
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawufHubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawufM Danial
 
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafat
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafatHubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafat
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafatEvan Farhan
 
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)Ria Widia
 
Islam ditinjau dari aspek teologi
Islam ditinjau dari aspek teologiIslam ditinjau dari aspek teologi
Islam ditinjau dari aspek teologiFarid Okley
 
Al Kindi dan Teori-Teori Pemikirannya
Al Kindi dan Teori-Teori PemikirannyaAl Kindi dan Teori-Teori Pemikirannya
Al Kindi dan Teori-Teori Pemikirannyaamiramumtaza
 
Filsafat Agama Islam
Filsafat Agama IslamFilsafat Agama Islam
Filsafat Agama Islamfikarcool
 
Mistik Jawa dalam Islam Kebatinan
Mistik Jawa dalam Islam KebatinanMistik Jawa dalam Islam Kebatinan
Mistik Jawa dalam Islam KebatinanFAJAR MENTARI
 
Filsafat manusia
Filsafat manusiaFilsafat manusia
Filsafat manusianuzulLaa
 

What's hot (19)

Abdul
AbdulAbdul
Abdul
 
6. pengelompokan keilmuan dalam islam
6. pengelompokan keilmuan dalam islam6. pengelompokan keilmuan dalam islam
6. pengelompokan keilmuan dalam islam
 
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiOtentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
 
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalam
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalamHubungan tasawuf dengan ilmu kalam
Hubungan tasawuf dengan ilmu kalam
 
Ibnu sina (avicena)
Ibnu sina (avicena)Ibnu sina (avicena)
Ibnu sina (avicena)
 
Slide Hakikat Agama
Slide Hakikat AgamaSlide Hakikat Agama
Slide Hakikat Agama
 
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islam
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islamHubungan ilmu kalam dengan filsafat islam
Hubungan ilmu kalam dengan filsafat islam
 
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawufHubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
Hubungan ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
 
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafat
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafatHubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafat
Hubungan tasawuf-ilmu-kalam-filsafat
 
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)
Filsafat dan Agama (Persamaan dan Perbedaannya)
 
Islam ditinjau dari aspek teologi
Islam ditinjau dari aspek teologiIslam ditinjau dari aspek teologi
Islam ditinjau dari aspek teologi
 
Al Kindi dan Teori-Teori Pemikirannya
Al Kindi dan Teori-Teori PemikirannyaAl Kindi dan Teori-Teori Pemikirannya
Al Kindi dan Teori-Teori Pemikirannya
 
Filsafat Agama Islam
Filsafat Agama IslamFilsafat Agama Islam
Filsafat Agama Islam
 
Mistik Jawa dalam Islam Kebatinan
Mistik Jawa dalam Islam KebatinanMistik Jawa dalam Islam Kebatinan
Mistik Jawa dalam Islam Kebatinan
 
Ibnu bajjah
Ibnu bajjahIbnu bajjah
Ibnu bajjah
 
Makalah pancasila
Makalah pancasilaMakalah pancasila
Makalah pancasila
 
Filsafat manusia
Filsafat manusiaFilsafat manusia
Filsafat manusia
 
Al kindi
Al kindiAl kindi
Al kindi
 
Makalah filsafat pancasila
Makalah filsafat pancasilaMakalah filsafat pancasila
Makalah filsafat pancasila
 

Similar to Melihat tuhan dari prespektif wahdatul wujud

Studi pemikiran filsafat islam
Studi pemikiran filsafat islamStudi pemikiran filsafat islam
Studi pemikiran filsafat islamApri Kusanto
 
Filsafat islam (sebuah pengantar)
Filsafat islam (sebuah pengantar)Filsafat islam (sebuah pengantar)
Filsafat islam (sebuah pengantar)arifsulis79
 
Tasawuf amali dan falsafi
Tasawuf amali dan falsafiTasawuf amali dan falsafi
Tasawuf amali dan falsafiAbdul Fauzan
 
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptxSejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx22B027DWIKIDARMAWAN
 
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuEPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
 
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptx
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptxPemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptx
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptxNiaepa
 
Filsafat Ketuhanan
Filsafat KetuhananFilsafat Ketuhanan
Filsafat KetuhananAhmad Rudi
 
Filsafat al ghazali dan ibnu rusyd
Filsafat al ghazali dan ibnu rusydFilsafat al ghazali dan ibnu rusyd
Filsafat al ghazali dan ibnu rusydDwi Andriani
 
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptkuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptAhmadMuzaniMPdI
 
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptkuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptPlanetariumUinWaliso
 
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptx
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptxHUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptx
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptxAsepSuryadiMuharom
 
Epistemologi irfani
Epistemologi irfaniEpistemologi irfani
Epistemologi irfaniAs Faizin
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfEpistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfZukét Printing
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxEpistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxZukét Printing
 
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxPenjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxRahmandaArif
 

Similar to Melihat tuhan dari prespektif wahdatul wujud (20)

Ibnu sina
Ibnu sinaIbnu sina
Ibnu sina
 
Studi pemikiran filsafat islam
Studi pemikiran filsafat islamStudi pemikiran filsafat islam
Studi pemikiran filsafat islam
 
Makalah ontologi filsafat ilmu
Makalah ontologi filsafat ilmuMakalah ontologi filsafat ilmu
Makalah ontologi filsafat ilmu
 
Filsafat islam (sebuah pengantar)
Filsafat islam (sebuah pengantar)Filsafat islam (sebuah pengantar)
Filsafat islam (sebuah pengantar)
 
Tasawuf amali dan falsafi
Tasawuf amali dan falsafiTasawuf amali dan falsafi
Tasawuf amali dan falsafi
 
Ashalat al wujud-inab
Ashalat al wujud-inabAshalat al wujud-inab
Ashalat al wujud-inab
 
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptxSejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
Sejarah Filsafat Islam 22B_027_Dwiki Darmawan.pptx
 
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuEPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
 
Epistemoogi Keilmuan Islam
Epistemoogi Keilmuan IslamEpistemoogi Keilmuan Islam
Epistemoogi Keilmuan Islam
 
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptx
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptxPemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptx
Pemikiran dan Perbandingan Para Filosof Muslim_Kelas A farmasi.pptx
 
makalah PSI kelompok 6
makalah PSI kelompok 6makalah PSI kelompok 6
makalah PSI kelompok 6
 
Filsafat Ketuhanan
Filsafat KetuhananFilsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan
 
Filsafat al ghazali dan ibnu rusyd
Filsafat al ghazali dan ibnu rusydFilsafat al ghazali dan ibnu rusyd
Filsafat al ghazali dan ibnu rusyd
 
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptkuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
 
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.pptkuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
kuliah_i_konsep_ketuhanan_dalam_islam_ok.ppt
 
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptx
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptxHUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptx
HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.pptx
 
Epistemologi irfani
Epistemologi irfaniEpistemologi irfani
Epistemologi irfani
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfEpistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxEpistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
 
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docxPenjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
Penjelasan tentang Falsafah Kesatuan Ilmu (Artikel).docx
 

Recently uploaded

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7Adam Hiola
 
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.pptMichaelPateh1
 
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islamKEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islamsyifaavirarachman
 
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEISIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEIGilbertFibriyantAdan
 
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024GilbertFibriyantAdan
 
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...KangSarungPangeranBe
 
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan SundalPerintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundalelziramagdalene29
 

Recently uploaded (7)

Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
 
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
 
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islamKEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
 
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEISIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
 
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
 
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
 
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan SundalPerintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
 

Melihat tuhan dari prespektif wahdatul wujud

  • 1. ‫الرحيم‬ ‫الرحمن‬ ‫هللا‬ ‫بسم‬ Melihat Tuhan dari Prespektif Wahdat al-Wujud Ibn Arabi Oleh : Ade Afriansyah 1. Latar Belakang Doktrin Ibn ‘Arabi tentang Wahdatul Wujud telah mewarnai keragaman pemikiran tentang sufistis, dan juga merupakan tokoh tasawuf yang fenomenal dalam peradaban Islam. Pemikirannya juga spiritualis yang berkelahiran Spanyol kali ini menghentak-hentak kesadaran dan kemapanan. Terlebih tema-tema yang diusung menyangkut hakikat dan makna hidup yang tak pernah berhenti. Karena terpinggirkannya pemikiran dan ajaran Ibn ‘Arabi adalah terbatasnya para pengikutnya dan literatur yang tersebar dan karakteristik dengan bahasa agama yang berbenturan dengan bahasa budaya perpaduan dan tradisi tasawuf dengan mengekspresikan pengalaman, penghayatan komitmen dan konsep keragaman dimensi metafisis transendental. Pandangan Barat dan sarjanawan Muslim mengatakan Ibn Arabi mewakili panteisme atau monisme Islam, dan karena teori-teori monistik, telah menghancurkan gagasan Islam tentang Tuhan sebagai satu kekuatan hidup dan aktif. Tetapi, tuduhan wahdat al-wujud yang diberi label panteisme atau monisme dikecam dan ditolak oleh beberapa sarjana Muslim kontemporer. Seyyed Hossen Nasr memandang istilah-istilah panteisme tidak dapat dipakai untuk mendeskripsikan doktrin wahdat al-wujud. Tuhan menurut doktrin ini adalah transenden terhadap alam. Segala sesuatu yang ada dalam alam ini adalah penampakannya.1 1 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan,Cet. I, (Jakarta; Paramadina, 1995), hlm. 5-6.
  • 2. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan dapat pembahasan sebelumnya, maka sebagai pemfokusan tulisan ini dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana melihat Tuhan dari prespektif Wahdat al-Wuhud Ibn Arabi? 3. Pentingnya Topik Kajian Mengaktualisasikan pemahaman kita, bahwasannya Tuhan itu ada dimana- mana dengan sifat-sifatnya. Dalam hal ini menjelaskan dengan singkat penjelasan wahdat al-wujud Ibn Arabi, dengan bahasa sederhana dan berbobot dan dengan sedikit bumbu dari beberapa buku literatur yang lain. 4. Telaah Pustaka Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli (baik Timur maupun Barat) tentang Ibn Arabi dan pemikirannya, telah banyak ditulis dan banyak menghasilkan karya ilmiah, baik berupa buku-buku maupun bentuk tulisan artikel lainnya. Seperti karya A.E Affifi The Mystical Philosophy Of Muhyid Din Ibnu Arabi. Memberikan sumbangan sanagat berharga dalam untuk mempelajari pemikiran Ibn Arabi. Memberikan kajian sistematis pandangan mistik Ibn Arabi, sekalipun dianggap memutar balikkan pemikiran Ibn Arabi dan pemikir-pemikir pra-Islam dan Islam. Catatan sistematisasi yang berlebih-lebihan terlihat dalam penyusunan sistematis banyak tema yang sangat beragam, saling barkait dan sulit dipisahkan satu sama lain. Karya Henry Corbin yang berjdul L’Imagination creatrise dans le Soufisme d’Ibn ‘Arabi merupakan suatu studi yang mendalam tentang perumpamaan mistik dan simbolisme spiritual Ibn Arabi, dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Terlalu melibatkan diri dalam pemikiran mistik Ibn Arabi sehingga Henry sendiri bukan lagi sebagai seorang peneliti yang netral dan objektif tetapi
  • 3. sebagai seorang filsuf sufi yang berpihak dan subjektif, juga bukan lagi bersifat penelitian murni tetapi telah berfilsafat. 5. Metodologi Secara metodologis tuisan ini merupakan penelitian yang berbasis pustaka (liberary reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan dengan pengumpulan serta pengolahan suatu data dari berbagai sumber literer yang terkait dengan objek penelitian ini, baik yang berupa buku-buku, ensiklopedi, artikel ataupun jurnal lepas. Sebagaimana dalam kajian pustaka buku ini menggunakan data primer dan skunder. Sumber data primer adalah sumber utama yang dijadikan landasan dasar yang langsung merujuk pada tema yang diangkat, sumber-sumber yang primer berkaitan dengan doktrin wahdat al-wujud Ibn Arabi lebih diutamakan dalam buku ini, yakni al-Futuhat al-Makkiyyah dan Fusus al-Hikam. Sedangkan sumber data yang sekunder adalah data yang diambil dari literatur-literatur umum yang berhubungan dan membantu pemahaman dan penganalisisan apa-apa yang terkandung dalam sumber-sumber buku primer. 6. Pembahasan Sebelum membicarakan doktrin yang umumnya disebut : kesatuan wujud (wahdat al-wujud) atau panteisme, perlu menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata “wujud” (Being, al-wujud). Sesuatu bisa diangap wujud bila termanifestasikan dalam dalam apa yang disebut ‘tahapan wujud’ (marathib al-wujud), yang terdiri dari 4 hal; (1) eksis dalam wujud sesuatu(wujud al-syai’ fi ainih), (2) eksis dalam pikiran atau konsepsi (wujud al-syai’ fi al-ilm), (3) eksis dalam ucapan (wujud al- syai’ fi al-alfazh), eksis dalam tulisan (wujud al-syai’ fi ruqum).2 Wujud mempunyai pengertian objektif dan juga subjektif. Dalam pengertian objektif kata 2 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 145.
  • 4. wujud terletak aspek epistemologis, kata wujud adalah masdar dari wujida, yang berarti “ditemukan”, dalam pengertian ini wujud dalam bahasa Inggris diartikan “being” atau “existensi”. Sedangkan pengertian subjektif kata wujud terletak aspek ontologis, kata wujud adalah masdar dari wajada, yang berarti “menemukan” dan dalam bahasa Inggris berarti “finding”.3 Bagi Ibn Arabi keduanya ini menyatu dalam bentuk yang harmonis, ketika berbicara wahdat al-wujud dalam hubungannya dengan Tuhan, pada suatu pihak wujud merupakan wujud Tuhan sebagai realitas Absolut, dan pihak lain wujud adalah “menemukan” Tuhan yang dialami oleh Tuhan sendiri dan oleh pencari Tuhan.4 Wujud yang merupakan untuk menyebutkan wujud Tuhan, satu-satunya wujud adalah wujud Tuhan, tidak ada wujud selain wujud-Nya. Kata wujud juga digunakan Ibn Arabi untuk menunjukkan segala sesuatu selain Tuhan, dan digunakan dalam pengertian metaforis (majaz) untuk tetap mempertahankan bahwa wujud hanya milik Tuhan, sedangkan wujud yang ada pada alam, pada hakekatnya adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya. Hubungan Tuhan dengan alam sering digambarkan dengan hubungan cahaya dengan kegelapan. Kareana wujud hanya milik Tuhan, maka ‘adam (ketiadaan) adalah milik alam. Karena itu Ibn Arabi mengatakan bahwa wujud adalah cahaya dan ‘adam adalah kegelapan. Inti ajaran Tasawuf wahdatul wujud diterangkan Ibn Arabi dengan menekankan pengertian kesatuan keberadaan hakikat (unity of existence), yakni seluruh yang ada, walaupun tampaknya, sebenarnya tidak ada dan keberadaannya bergantung pada Tuhan, yang tampak hanya bayang-bayang dari Yang Satu (Tuhan). Seandainya Tuhan, yang merupakan sumber bayang-bayang, tidak ada, yang lain pun tidak ada karena seluruh alam ini tidak memiliki wujud, yang sebenarnya memiliki wujud hanya Tuhan. Dengan kata lain, yang ada hanya satu wujud, yaitu wujud Tuhan, sedangkan yang lainnya hanya merupakan bayang-bayang5. 3 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm 42. 4 Ibid., hlm. 42 5 Solihin, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema Penting Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 2003), hlm. 86.
  • 5. Point utama yang berkaitan dengan wahdat al-wujud ialah konsep tajalli (penampakan diri) al-haq. Tajalli konsep Tajalli adalah dasar pandangan dan merupakan keseluruhan filsafat Ibn Arabi, bahkan Tajalli adalah tiang filsafatnya tentang Wahdat al-Wujud karena ditafsirkan dengan penciptaan, yaitu cara munculnya yang banyak dari yang satu tanpa akibat, yang satu itu menjadi yang banyak.Tajalli biasa diterjemhkan penulis-penulis modern kedalam bahasa Ingris dengan self-disclosure (penyingkapan diri, pembukaan diri), self-revelation (pembukaan diri, penyatuan diri), self-manifestation (penampakan diri) dan theophany (penampakan Tuhan). Sedangkan sinonim yang digunakan Ibn Arabi untuk tajalli adalah fayd (emanasi, pemancaran, pelimpahan), zuhur (pemunculan, penampakan, pelahiran), tanazzul (penurunan, turunya), dan fath (pembukaan).6 Faham wahdat al-wujud adalah lanjutan dari faham hulul. Dan faham wahdat al-wujud, nasuf yang ada dalam hulul tersebut, dirubah oleh Ibn al-Arabi menjadi al-Khalq –makhluk– dan lahut menjadi al-haq –Tuhan–. Khalq dan haq adalah dua aspek bagi tiap sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut haq.7 Konsep al-Haq dan al-Khalq dibedakan secara mendalam dalam pandangan tasawuf non-metafisis. konsep mistis Ibn Arabi terpengaruh oleh seorang sufi besar yaitu Husein Ibnu Mansur al-Hallaj, dengan konsepnya nasut dan Lahut, Allah kelihatannya mempunyai dua sifat dasar yaitu sifat “ketuhanan” (Lahut) dan kemanusiaan (Nasut). Dengan teori ini al-Hallaj membangun teori tentang kejadian makhluk dan pada ujungnya melahirkan konsep mistiknya yang menggemparkan, yaitu Hulul. Dalam konsep Hulul ada dua wujud (Lahut dan Nasut) yang bersatu dalam satu tubuh.8 Konsep dasar pertama dari filsafat Ibn ‘Arabi adalah pengakuan bahwa hanya ada dzat tunggal saja, dan tidak ada yang mewujud selain itu. Istilah Arab untuk mewujud-wujud, yang dapat disamakan dengan kepribadian (eksisten). Perbedaan, yang banyak dilakukan di masa kini, antara mewujud dan mengada 6 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm. 57 7 Harun Nasution, Filsafat Mistisisme dalam Islam, cet.1, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), hlm. 92. 8 Ibid., hlm. 88.-90
  • 6. (being and existence) tidak dilakukan oleh Ibn Arabi. Maka ketika dia mengatakan bahwa hanya ada zat tunggal, menurutnya yaitu: a. Bahwa semua yang ada adalah zat tunggal b. Bahwa zat tunggal tidak terpecah ke dalam bagiannya c. Bahwa tidaklah ada berlebih di sini atau juga tidak kekurangan di sana. Oleh sebab itu, dalam setiap kepribadian tidaklah ada sesuatu kecuali zat tunggal, yang secara mutlak tak terpecahkan /terbagikan (indivisible) dan seragam (homogen).9 Zat menentukan diri sendiri, dan dari hasil dari penentuan diri (ta’ayun) maka pembedaan dan perbedaan akan muncul dalam zat, dan penggandaan akan berkembang dari kesatuan. Tetapi dalam proses ini, zat tidaklah membagi atau juga tidak menjarangkan diri sendiri. Sama dengan zat tunggal yang mengada dalam keseluruhannya, disini dengan satu bentuk dan dilain tempat dengan bentuk yang lain, tanpa membagi atau menjarangkan diri secara memadai. Sebagai seorang aktor, tampak dalam berbagai karakter, dengan nama-nama yang berbeda karakter dengan nama-nama yang berbeda, dan melakukan berbagai fungsi. Ibn al-Arabi menyamakan penampakan dari sesuatu berbagai air, yang kini berwujud air, atau sebagai es, atau pula sebagai uap, dan zat juga yang menentukan diri sendiri dalam berbagai bentuk adalah zat Tuhan, dan tentu tidak bisa lain kecuali Tuhan, baginya tidak akan ada dua zat yang mengada bersama-Nya. Kemudian juga, bahwa zat Tuhan adalah zat dunia, perbedaan di antara keduanya adalah di atur dengan nalar yang sama. Karena Tuhan dan dunia adalah satu zat, maka hubungan antara Tuhan dan dunia tidaklah merupakan hubungan antara sebab dan akibat, atau hubungan antara pencipta dan ciptaan sebagai yang diyakini ahli ilmu kalam, atau hubungan antara yang tunggal dengan yang emanasi (pancaran-Nya).10 Dalam pandangan Ibn Arabi alam adalah penampakan diri (tajalli) al-Haqq dan demikian segala sesuatu dan segala peristiwa yang ada di alam ini adalah 9 Muhammad Abd.Haq Ansari, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1, (Jakarta, Grafindo Persada, 1997), hlm. 168-169. 10 Ibid., hlm. 171
  • 7. entifikasi (ta’ayyun) al-Haqq. Tuhan maupun alam, keduanya tidak bisa dipahami kecuali sebagai satu kesatuan kontradiksi-kontradiks ontologis dalam realitas yang bukan hanya bersifat horizontal tapi juga vertical11. Dengan perumpamaan timbal balik dari sebuah cermin, untuk menjelaskan hubungan ontologis al-haq dan al-khalaq, al-khalaq adalah cermin bagi al-haq dan al-haq adalah cermin bagi al-khalaq. Perumpamaan ini mempunyai dua fungsi : pertama, untuk menjelaskan sebab penciptaan alam, kedua; menjelaskan bagaimana munculnya yang banyak dari Yang Satu dan hubungan ontologis antara keduanya. Fungsi pertama menjelaskan bebab Tuhan menciptakan alam semesta, agar dapat melihat diri-Nya dan memperlihatkan diri-Nya, serta ingin mengenalkan diri-Nya kepada alam. Fungsi kedua, menjelaskan munculnya dari Yang Satu menjadi benyak dan hubungan antar keduanya. Kejelasan pada cermin tergantung pada kualitas tingkat kebeningan cermin cermin. Manusia merupakan cermin bagi al-haq, dikarenakan manusia memantulkan keseluruhan nama-nama dan sifat dari al-haq pada dirinya, sedangkan makhluk yang lain memantuklan hanya hanya sebagian sifat dan nama itu12. Al-haq dan al-khalaq merupakan sebuah subjek dan objek secara serentak, keduanya adalah satu dan memiliki peran timbal-balik, dan pembedanya adalah al- haq mempunyai wujud dan peran yang mutlak, sedangkan al-khalaq mempunyai wujud dan peran yang relative. Al-Khalq dan al-Haq merupakan dua aspek bagi tiap segala sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut al-Khalq dan aspek sebelah dalam disebut al-Haq. Kata kata al-Khalq dan al-Haq merupakan sinonim dari al-Ardh (accident, fenomena) dan al-Jauhar (subtance, nomena) dan dari al-Zahir (lahir, luar) dari al-Batin (batin, dalam). Dilihat dari segi zat-Nya Tuhan berbeda sekali dengan alam, Tuhan diluar jangkauan manusia. Tetapi dari penamaan dan sifatnya termanifestasikan dalam alam, karena Tuhan menampakkan diri-Nya ke alam. Pemahaman bahwa Tuhan berbeda secara mutlak dengan alam dan tidak dapat diketahui melahirkan konsep tanzih, yang berasal dari kata nazzaha, yang berarti menjauhkan atau 11 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-Arabi Wahdat..., hlm. 49. 12 Ibid., hlm. 53-55
  • 8. membersihkan sesuatu dari yang mengotori. Sedangkan penekanan bahwa Tuhan, meskipun hanya pada tingkat tertentu, mempunyai kemiripan atau keserupaan dengan manusia dan alam melahirkan konsep tasybih, berasal dari kata syabaha, dan arti secara harfiah makni meyerupai atau menganggap sesuatu serupa dengan yang lain.13 Nama-nama (asma-asma) Tuhan ada tiga jenis, yakni satu jenis nama yang negatif (sulub) seperti tak terbatas, atau memiliki makna negatif seperti abadi dan tak berpenghabisan yang pertama berarti yang tidak memiliki awal dan yang terakhir berarti tidak memiliki akhir. Nama-nama yang kedua berjenis hubungan (nisbi) / idhafi, seperti yang pertama (al-awwal) dan terakhir (al-akhir), Maha Pencipta (al-khaliq) dan Tuhan (ar-rabb). Nama jenis ketiga yang muncul sebagai turunan dari suatu sifat-sifat tertentu (shifat) Tuhan, seperti Maha Mengetahui (al- alim), Maha Kuasa (al-qadir), Maha Melihat (al-bashir) dan lain-lain.14 Falsafat ini timbul dari faham bahwa Allah sebagai diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat dirinya di luar dirinya dan oleh karena itu dijadikannya alam ini. Maka alam ini merupakan cermin bagi Allah. Dikala Tuhan ingin melihat diri-Nya, Tuhan melihat kepada alam, pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat ketuhanan, yang ada dalam alam itu kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak ubahnya hal ini, sebagai orang yang melihat dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya, di dalam tiap cermin terlihat dirinya : dalam cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu, sebagai dijelaskan oleh al-Qashani dalam fushush “Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin, maka penampakan wajah akan menjadi banyak”. Sebagai kata Parmenides : “Yang ada itu satu, yang banyak itu tak ada yang kelihatan banyak dengan panca indera adalah ilusi”. Dengan kata lain, makhluk atau yang dijadikan, wujudnya tergantung pada wujud Tuhan yang bersifat wajib, yang 13 Ibid, hlm. 87 14 Komaruddin Hidayat, Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, cet.1, (Jakarta, 1995), hlm. 17-19
  • 9. sebenarnya mempunyai wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan dan wujud selain dari Tuhan adalah wujud bayangan.15 Hanya Tuhan yang memiliki wujûd Tunggal, secara mutlak, sedangkan segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Tuhan sebagai sebab pertama, bebas materi, Esa, dan Tunggal dalam segala hal, tidak memiliki genus dan deferensia, dua unsur wajib dari sebuah definisi, oleh karena itu tidak ada definisi baginya, yang ada hanya nama. Bersifat imateriil, karena hanya dalam materilah sumber segala kekurangan, terletak kejahatan (keburukan). Adanya segala makhluk, dapat dibenarkan pendapatnya sebagai bukti tentang adanya Tuhan. Tuhan adalah sebab yang efisien dari alam, tidak didahului oleh waktu. Dengan kata lain, hubungan antara sebab dan akibat dan dari manapun sebab itu, datangnya akan sampai kepada Allah sebagai sebab, bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujudnya yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.16 7. Cara Melihat Tuhan Bagi Ibnu ‘Arabi alam semesta adalah penampakan (tajalli) Tuhan, Tuhan dan alam semesta tidak bisa dipahami kecuali sebagai kesatuan antara kontradiksi- kontradiksi ontologis. Kontradiksi ini tidak hanya bersifat horisontal tetapi juga vertikal, hal ini tampak seperti dalam uraian al-Qur’an bahwa Tuhan adalah yang tersembunyi (al-Bathin) sekaligus yang tampak (al-Dzahir), yang Esa (al-Wahid) sekaligus yang banyak (al-Katsir), yang terdaulu (al-Qadim) sekaligus yang baru (al-Hadits) yang ada (al-Wujud) sekaligus yang tiada (al-Adam). Dalam pandangan Ibnu ‘Arabi realitas adalah satu tetapi mempunyai sifat yang berbeda : sifat keTuhanan sekaligus sifat kemakhlukkan, temporal sekaligus abadi, nisbi sekaligus permanen eksistensi sekaligus non eksistensi. Dua sifat yang bertentangan tersebut hadir secara bersamaan dalam segala sesuatu yang ada di alam ini.17 15 Harun Nasution, Filsafat Mistisisme..., hlm. 93. 16 Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; Cv Pustaka Setia, 2010), hlm. 136. 17 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat..., hlm. 148.
  • 10. Untuk melihat Tuhan dari konsep wahdat al-wujud adalah dengan melihat alam. Islam memandang alam bukan sebagai realitas yang independen, tapi alam adalah sebagai ayat-ayat Tuhan, untuk memahami-Nya sebagai realitas absolut. Alam merupakan simbol bagi adanya realitas metefisika, sebagai cermin universal yang merefleksikan eksistensinya yang berada dunia. Tuhan menciptakan alam karena ingin melihat “citra diri-Nya”. Alam diciptakan atas dasar citra Tuhan, sehingga puncak dari kesadaran kehidupan etik manusia dalam tercapainya kulitas ketuhanan dalam dirinya atau tercapainya citra Ilahi dalam diri seseorang. Sebagai pertanda adanya Tuhan, jagad raya menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran yang diambil dari pengamatan terhadap alam saemesta ialah keserasian, kearmonisan, dan ketertiban. Alam raya diciptakan sebagai haq, tidak bathil, tidak dalam keadaan kacau, melainkan tertib dan indah tanpa cacat,18 maka disebut unsur kualitatif dan kerohanian alam yang merupakan aspek ontologi alam sendiri.19 Sebagai sesuatu yang serba baik dan serasi, alam yang juga berhikmah, penuh maksud dan tujuan, tidak sia-sia. Alam raya adalah eksistensi teleogis. Hakikat alam yang penuh hikmah, harmonis, dan baik itu mencerminkan hakikat Tuhan, Yang Maha Pencipta. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khaliq dengan wujud yang baru yang disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara abid (penyembah) dengan ma'bud (yang disembah). Bahkan antara yang penyembah dan yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam. Ibnu Arabi mengemukakannya Kalau antara Khaliq dan makhluk bersatu dalam wujudnya, mengapa terlihat dua? Ibnu Arabi menjawab, sebabnya adalah manusia tidak memandangnya dari sisi yang satu. tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah Khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka memandang keduanya dari sisi yang satu, atau keduanya 18 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1986), hlm.90. 19 Ibid., hlm. 239
  • 11. adalah dua sisi untuk hakikat yang satu, mereka pasti akan dapat mengetahui hakikat keduanya, yakni Dzatnya satu yang tidak terbilang dan berpisah.20 Alam semesta merupakan wujud yang baru yang keluar dari Yang Qodim, dengan kehendak Tuhan untuk membedakan sesuatu dari lainnya. Kehendak Tuhan adalah mutlak, artinya bisa memiliki waktu tertentu, bukan waktu lainnya, tanpa ditanyakan sebabnya, karena sebab adalah kehendak-Nya itu sendiri. Kalau masih ditanyakan sebabnya, maka artinya kehendak Tuhan itu terbatas tidak lagi bebas, sedangkan kehendak itu bersifat bebas mutlak21. Untuk menjelaskan ontologis Tuhan dan alam semesta, Ibnu Arabi menggunakan simbol cermin, alam semesta sebagai cermin bagi Tuhan. simbol ini pertama. untuk menjelaskan sebab penciptaan alam yakni bahwa penciptaan alam ini adalah sarana untuk memperlihatkan diri-Nya. Dia ingin memperkenalkan dirinya lewat alam. Dia adalah harta simpanan (kanz nahfi) yang tidak bisa dikenali kecuali lewat alam, sesuai hadits Rasul yang menyatakan hal itu. Kedua untuk menjelaskan hubungan yang satu dengan yang banyak dan beragam dalam semesta, yakni Tuhan yang bercermin adalah satu tetapi gambar-nya banyak dan beragam, dan apa yang tampak dalam cermin adalah dia, sama sekali bukan selainya, tetapi bukan Dia yang sesungguhnya.22 Penggambaran tersebut sejalan dengan penyatuan dua paradigma tasybih dan tanzih, imanen dan transenden yang digunakan Ibnu Arabi dari segi tasybih Tuhan sama dengan alam, karena alam tidak lain adalah perwujudan dan aktualisasi sifat-sifatnya. Dari segi tanzih Tuhan berbeda dengan alam, karena alam terikat ruang dan waktu sedang Tuhan adalah absolut dan mutlak. Secara tegas Ibnu Arabi menyatakan huwa la huwa (Dia bukan Dia-yang kita bayangkan) sedekat dekat Manusia menyatu dengan Tuhan, tetapi tidak akan pernah menyatu dengan Tuhan, manusuia hanya menyatu dengan asma dan sifat-sifatnya menyatu dengan bayangan-Nya bukan dengan zat-Nya.23 20 Solihin, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 156. 21 Ahmad hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1990), hlm. 146. 22 A.Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat...,hlm. 149. 23 Ibid.,hlm. 150.
  • 12. Dari segi dzat, Tuhan adalah munazzah, bersih dari dan tidak dapat diserupakan dengan alam dan ketidaksempurnaa-Nya jauh dari dan tinggi diatas segala sifat dan segala keterbatasan dan keterikatan, Tuhan tidak dapat di ketahui, tidak dapat ditangkap, tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dilukiskan. Sedangkan dari segi nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dengan bentuk-bentuk alam, Tuhan adalah musyabbah, serupa dengan makhluk-makhluk-Nya pada tingkat tertentu, Tuhan yang menampakan diri melalui alam.Tanzih menunjukan kemutlakan pada Tuhan, sedang tasybih menunjukan aspek keterbatasan (taqayyud) pada-Nya. Al-Haq memiliki sifat al-muhdatsat dan makhluk mempunyai sifat al-Haq, jika al-Haq adalah yang tampak maka al-khalq tersembunyi di dalam-Nya dan al- khalq merupakan semua nama al-Haq, pendengara-Nya, penglihatan-Nya, dan semua hubungan-Nya dan pengetahuan-Nya. Sebaliknya jika al-khalq yang tampak maka al-Haq tersembunyi di dalamnya dan karena itu al-Haqq menjadi pendengaran al-khalq, penglihatannya, tanganya, kakinya. Allah, jika dilihat dari satu aspek, Dia adalah satu, tetapi bila dilihat dari aspek yang lain Dia adalah semuanya (kull) yang mengandung keanekaan.Apa yang dinamakan Allah jika dilihat dari segi zat-Nya adalah ke-Esa-an, tetapi Dia jika dilihat dari segi penampakan-Nya dalam segala yang ada (mawjûdat) dengan bentuk nama-nama adalah keanekaan. 8. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan, bahwasannya, untuk melihat Tuhan dari prespektif wahdat al-wujud Ibnu Arabi, wujud pada hakekatnya adalah satu, dialah wujud Tuhan, yang Absolut, wujud yang Absolut itu disebut sebagai al-Haqq yang tidak terbatas, aneka ragam wujud di alam semesta ini pada dasarnya adalah tajalliyat (penampkan) diri yang Absolut dalam fenomena yang terbatas, yang banyak disebut al-Khalq, dilihat dari segi tanzih Tuhan berbeda sekali dengan alam, karena Tuhan adalah Zat Mutlak yang tidak terbatas diluar alam nisbi yang terbatas. Sedangkan tasybih Tuhan adalah identik,
  • 13. atau serupa dan satu dangan alam, walaupun kedua-duanya tidak setara, karena Tuhan melalui nama-nama-Nya, menampakkan diri-Nya dalam alam. Alam semesta ini merupakan perwujudan dari asma-asma Tuhan, keberadaan Tuhan tidak tersamakan oleh ciptaan Tuhan, ketika Tuhan menciptakan alam semesta, Tuhan memberikan sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam ini merupakan mazhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah yang terus-menerus. Tanpa alam, sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan makna dan senantiasa dalam bentuk zat yang tinggal dalam ke-mujarrad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang tidak dikenal oleh siapa pun.
  • 14. 9. Daftar Pustaka Ansari, Muhammad Abd. Haq, 1997, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1, Grafindo Persada, Jakarta. Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam, Jilid III, Yogyakarta; LkiS, 2007. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Filsafat Sains, Bandung, Mizan, 1995. Fakhry, Majid, 1986, Sejarah Filsafat Islam, Pustaka Jaya, Jakarta. Hanafi, Ahmad, 1990, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta. Hidayat, Komaruddin, 1995, Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, cet.1, Jakarta. Hilal, Ibrahim, 2002, Tasawuf, Agama dan Filsafat, Pustaka Hidayah, Bandung. Kautsar Azhari Noer, 1995, Ibn al-Arabi Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan, Cet. I, Paramadina, Jakarta. Muhammad Abd. Haq Ansari, 1997, Merajut tradisi Syari’ah Sufisme, cet.1, Grafindo Persada, Jakarta. Madjid, Nurcholish, 1986, Isla m Doktrin dan Pera daban, Paramadina, Jakarta. Noer, Kautar Azhari, 1995, Ibnu Arabi : Wihdat al-wujud dalam perdebatan, Paramadina, Jakarta. Nasution Harun, 1973, Filsafat Mistisisme dalam Islam, cet.1, Bulan Bintang, Jakarta. Soleh, A.Khudori, 2004, Wacana Baru Filsafat Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Solihin, 2007, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, CV Pustaka Setia, Bandung.
  • 15. ______, 2003, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema Penting Tasawuf, Pustaka Setia Bandung. Siregar, A. Rivay, 2002, Tasawuf dari Sufisme Klasik keNeo Sufidme, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Supriyadi, Dedi. 2010, Pengantar Filsafat Islam, Cv Pustaka Setia, Bandung;