2. Dalam
sejarah
pemikiran
filsafat
abad
pertengahan, sosok Ibnu Sina adalah satu satunya filosof besar Islam yang telah berhasil
membangun sistem filsafat yang lengkap dan
terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi
tradisi filsafat muslim beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud karena ia memiliki jenis jiwa yang jenius dalam
menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk
merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual
Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.
3. Ibnu Sina , nama asli beliau adalah Abu Ali Hosain ibnu bdullah
ibnu Sina. Di Eropa (dunia Barat) ia lebih dikenal dengan sebutan
Avicenna. Ia lahir di sebuah desa Afsyana, di daerah dekat Bukhara
pada tahun 340 H.
Menurut sejarah hidupnya, dari sejak kecil Ibnu Sina telah banyak
mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di zamannya. Dan ia
mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran yang
kemudian terkenal dengan nama al-Qanun fi al-Tibb (The Qanun)
Dalam pendidikannya, Ibnu Sina sangat haus dengan pendidikan,
hidupnya selalu diwarnai dengan belajar, diantara guru yang
mendidiknya ialah ’Abu Abdallah Al-Natali dan Isma’il sang Zahid.
4. Kehebatan Ibnu sina dalam belajar bukan hanya karena ia memiliki
sistem, tetapi sistem yang is miliki menampakkan sebuah keaslian,
menunjukkan jenis jiwa yang genius dalam menemukan metodemetode dan alasan-alasan yang diperlukan untuk merumuskan
kembali pemikiran rasionalis murni dan tradisi Intelektual Hellenisme
yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.
keaslian yang menyebabkan dirinya disebut unik tidak hanya terjadi
di dalam Islam, tetapi juga terjadi di Abad pertengahan, karena itu
terjadi pula perumusan kembali teologi Katolik Roma yang dilakukan
oleh Albert Yang Agung, terutama oleh Thomas Aquinas yang secara
mendasar terpengaruh oleh Ibnu Sina.
5. Beliau menyibukkan dirinya untuk menulis beberapa buku, karya Ibnu Sina antara lain :
A. As-Syifa, buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar, terdiri dari 4 bagian,
yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai
beberapa naskah yang tersebar diberbagai perpustakaan Barat dan Timur
B. An-Najat, buku ini merupakan ringkasan buku yang paling populer, yakni As-Syifa, dan
pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu ketdokteran pada
tahun 1593 M, di Roma dan pada tahun 1331 M, di Mesir.
C. Al-Syarat Wat-Tanbihat, buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, bahkan buku
ini pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M. Sedangkan sebagiannya diterjemahkan
ke dalam bahas Prancis, kemudian diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 M.
D. Al-Hikmat Al-Masyriqiyyah, buku ini banyak dibicarakan orang karena tidak jelasnya
maksud dan judul buku, di tambah lagi naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian
logika. Ada yang mengatakan bahwa isi buku tersebut mengenai tasawuf. Tetapi menurut
Carlos Nallino, berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.
6. Menurut Ibnu Sina, bahwa Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud
Tunggal secara mutlak. Sedangkan segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang
mendua. Karena ketunggalannya, apakah Tuhan itu, dan kenyataan bahwa ia ada,
bukanlah dua unsur dalam satu wujud, tetapi satu unsur anatomik dalam wujud yang
Tunggal.sedangkan adanya sesuatu yang lain hanya mungkin dan diturunkan dari
adanya Tuhan, dan dugaan bahwa Tuhan itu tidak ada mengandung kontradiksi,
karena dengan demikian yang lain pun juga tidak akan ada.
Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Dialah Allah, maka ia
tidak perlu mencari dalil dengan salah satu makhluknya, tetapi cukup dalil adanya
Wujud Pertama, yakni ; Wajibul Wujud. Sedangkan jagad raya ini, yakni mumkinul
wujud memerlukan sesuatu sebab yang mengeluarkannya menjadi wujud karena
wujudnya tidak dari zatnya sendiri.
7. Menurut pendapat Ibnu Sina, jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan
mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada
badan yang sesuai dan dapat menerima jiwa lahir di dunia ini. Sungguhpun jiwa
manusia tidak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dengan demikian tidak berhajat pada
badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berpikir, yakni jiwa yang masih
berhajat pada badan.
Pendapatnya juga searah dengan Aristoteles, Ibnu Sina menekankan eratnya hubungan
antara jiwa dan raga, tetapi semua kecenderungan pemikiran Aristoteles menolak suatu
pandangan dua subtansi, dua subtansi ini di yakininya sebagai bentuk dari dualisme
radikal. Menurut Ibnu Sina, hal ini adalah cara pembuktian yang lebih langsung tentang
subtansialitas nonbadan, jiwa, yang berlaku bukan sebagai argumen, tetapi sebagai
pembuka mata.
8. Mengenai pemikiran Ibnu Sina tentang kenabian, ia berpendapat bahwa Nabi adalah
manusia yang paling unggul, lebih unggul dari filosof karena Nabi memiliki akal aktual
yang sempurna tanpa latihan atau studi keras, sedangkan filosof mendapatkannya
dengan usaha dan susah payah. Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil,
akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad.
Jadi wahyu dalam pengertian di atas yang mendorong manusia untuk beramal dan
menjadi orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka.
Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namun demikian, dalam
rangka mencapai kualitas potensi yang diperlukan, juga tak diragukan lagi karena dalam
kenyataannya wahyu tersebut tidak memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi
kebenaran dalam selubung simbol-simbol. Maka dari itu, Nabi berhak mendapat
mendapatkan derajat seorang filosof.
9. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat seseorang bergantung pada jiwa mana
dari ketiga macam jiwa yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada
dirinya. Jika jiwa tumbuhan atau hewan mempengaruhi seseorang maka orang itu dapat
menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka
orang itu dekat menyerupai malaikat dan dekat dengan kesempurnaan.
Menurut Ibnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari
Tuhan). Tuhan adalah wujud pertama yang immateri dan proses emanasi tersebut
memancar segala yang ada.
Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), beda dengan
mumkinul wujud (jika tidak ada atau ada menimbulkan tidak mujstahil).
Pemikiran tentang kenabian menjelaskan bahwa nabi merupakan manusia yang paling
unggul dari filosof karena nabi memiliki akal aktual yang sempurna tanpa latihan, sedangkan
filosof mendapatkannya dengan usaha yang keras.