SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
GARA – GARA PARAFFIN
Waktu sudah menunjukan pukul setengah empat sore. Langit yang semula cerah
berubah menjadi gelap. Awan – awan mendung bergelayutan di sana – sini. Matahari
yang semula beringas berubah menjadi matahari yang pemalu, bersembunyi di awan –
awan kelabu. Aku masih belum beranjak dari tempat tidur di kamarku. Sebuah pesan
Blackberry Messenger diterima smartphoneku. Pesan itu dari Obed, temanku selama
sepuluh tahun belakangan ini. Jarak rumah kami memang tidak seberapa, hanya
beberapa ratus meter. Hari ini, kami berencana membeli paraffin untuk tugas praktek di
pusat Kota Yogyakarta.
“Hmmm, selanjutnya apa ya? Ah iya! Mandi! Berat sekali rasanya melangkahkan
kaki ke kamar mandi. Tapi demi teman – temanku, aku rela mandi seawal ini.” kataku
bicara sendiri.
Pukul 16.00, sebuah motor hitam sudah bertengger dengan manisnya di
samping rumahku. Setengah berteriak, Obed yang berada di atas motor memanggil
namaku. Aku setengah berlari kearah pintu dan bergegas menurunkan motorku. Untuk
sesaat, aku terdiam. Pesan Blackberry Messenger dari Ivanda membuyarkan
lamunanku yang melayang entah kemana. Aku langsung senyum – senyum tidak
karuan. Aku memberi isyarat untuk segera menjemput Ivanda.
“Sekarang?” Tanya Obed ragu – ragu dan langsung mengikutiku dari belakang.
Ketika sampai di rumah Ivanda, aku tak berkata – kata, tersenyum lalu
mengangguk pelan.
Setelah melewati jalan setapak di area persawahan, kami sampai di rumah
Ivanda. Rumah yang cukup terpencil di kampung yang sangatlah luas.
“Aku bonceng kamu, ya.”
“Sakkarepmu. Biasanya juga seperti itu kok.” aku melempar senyum manis.
Di utara perempatan Palbapang, kami bertemu dengan Dea dan Ristya, yang
kebetulan juga akan membeli paraffin. Dea dan Ristya memilih bergabung bersama
kami bertiga. Di perjalanan, Ivanda tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya
menghabiskan waktu dengan mendengarkan ocehanku tentang berbagai tugas yang
menumpuk dan kekesalanku dengan Yogyakarta yang mulai sering macet. Sekali
ketemu, mungkin akan mengira aku kalem dan tidak banyak bicara, tapi coba duduk
satu meja, mungkin baru bisa berhenti bicara kalau ada orang bilang, “Kamu kok bawel
banget sih?”.
Satu jam pertama, perjalanan masih lancer dan terasa menyenangkan. Ternyata
Obed membawa kami melewati jalan yang cukup terkenal di Yogyakarta. Jalan
Mataram ini memang selalu menjadi tempat favorit para pencari barang – barang
berdiskon. Sesekali aku mengangguk – anggukkan kepala mengikuti irama lagu yang
menghentak melalui earphone, sekedar melepas jenuh dan menghilangkan penat.
Obed yang berada di depanku terlihat menepi ketakutan di area toko sepatu. Tak
butuh waktu lama, motor kami berdua sudah terparkir di depan toko. Dea dan Ristya
tetap melanjutkan perjalanannya, sepertinya mereka tidak memperhatikan kami bertiga
menepi. Sekejap Obed berubah menjadi kasihan, hampir tak tega memperhatikan
wajahnya terlalu lama. Sulit memang menjadi orang yang mudah kasihan. Ternyata,
didepan sana, samar - samar tampak beberapa polisi berjajar, mereka hanya mengatur
arus lalu lintas. Obed memang takut dengan polisi, entah apa yang ada dibenaknya.
Melakukan perjalanan sendiri, jadi apapun resikonya, harus dihadapi sendiri.
Tetapi ini berbeda! Kami kehilangan jejak Dea dan Ristya.
Tut… tut… tut… sambungan terputus.
Sudah dua kali aku menghubungi Dea dan Ristya, tetapi tidak ada jawaban, tak
ada sinyal. Aku menutup smartphone, semakin kesal dan cemas rasanya. Aku
memaksakan untuk tersenyum. Bagaimanapun, semuanya harus selesai secepat
mungkin.
Di Jalan Mataram, puluhan kendaraan berlalu – lalang mengejar waktu, sudah
saatnya istirahat. Kami duduk di antara etalase – etalase dan kursi – kursi yang mulai
terisi pasangan – pasangan yang sedang memilih sepatu di tempat ini. Obed masih
membuka status update di BBM-nya dan menghubungi teman - teman lain, untuk
mencari informasi keberadaan Dea dan Ristya. Ia tentu sadar akan kesalahannya.
Aku mencoba tetap tenang dan santai dengan berandai – andai memiliki
berbagai sepatu yang ada di depanku. Aku masih membuang – buang langkah
diberbagai toko. Aku menikmati waktuku untuk mengagumi keindahan warna – warna
dan bentuk berbagai macam sepatu. Beberapa kali aku menyentuh dan
mengabadikannya dengan kamera.
“Bagus – bagus, ya, sepatu – sepatunya.” Aku mendekati Ivanda dan Obed yang
sedang duduk dibangku kayu dibawah sebuah pohon rindang.
Berhubung kondisi keuangan sedang menipis, aku memutuskan membeli
masker, meskipun sebenarnya di rumah memiliki beberapa. Tak ada salahnya memberi
sedikit rezeki kepada pedagang kaki lima di sana.
“Masker satu berapa, Bu?”
“Murah, Dik. Buat sampeyan saya beri harga grosir, empat belas ribu saja.” Kata
ibu penjual tersenyum sambil menerima uang dua lembar uang sepuluh ribuan.
“Kembaliannya buat sampeyan saja.”
“Oh, ya, terimakasih, Dik. Boleh ibu tahu nama kamu? Sinten asmane?”
“Hendy.” Aku mengangguk dan menjawab dengan senyum malu – malu khas
anak Yogya.
Ibu itu menggulurkan tangannya. Tadinya aku tidak ingin menyambut jabat
tangannya, tetapi aku tidak ingin dianggap menyepelekan lawan bicara, nanti bisa
dinilai orang aku tidak sopan.
Tenang. Aku kembali memasang earphone untuk menutupi kedua telingaku.
Bisa dikatakan aku tidak akan bisa berpikir tanpa mendengarkan music. Aku mulai
berpikir dengan logika. Dea dan Ristya tentu sudah terbiasa dengan jalan kota, bukan
anak kampung yang baru sekali masuk kota.
Kurang dari satu jam matahari akan tenggelam. Ini belum berakhir. Matahari
masih saja bercahaya. Bahkan, matahari memberikan penampilan terbaiknya pada
detik – detik sebelum dia tenggelam di ufuk barat. Dengan penuh keyakinan, kami
berencana mencari paraffin di lokasi lain.
“Pak, kalau Purawisata lokasinya di mana, ya?” tanyaku pada petugas parkir
berbadan tambun.
“Jalan Brigjen Katamso, dari sini ke selatan, melewati tiga lampu merah, kanan
jalan.”
“Terimakasih, Pak.” Aku mengangguk seolah paham.
Kami ke Purawisata bukan untuk melihat konser dangdut, tetapi didekat
Purawisata terdapat toko kimia yang cukup terkenal.
“Mas, minta tolong, mau menyebrang.” Pintaku kepada petugas parkir muda.
“Kamu tidak bisa menyeberang sendiri? Anak sekarang manja.” Jawabnya ketus
sambil mengunyah beberapa biji kacang tanah rebus.
Sengaja aku tak memberi uang parkir. Petugas parkir itu mengumpat pelan. Aku
membalasnya dengan acungan jari tengah, telunjuk, jari manis, kelingking, dan jempol
sekalian. Kami meninggalkan deretan toko secepat yang kami bisa dengan setengah
kesal sebelum hujan turun membasahi Kota Yogyakarta, sebelum semua orang tumpah
ruah di jalan raya untuk pulang ke rumah masing – masing.
Kurang dari setengah jam berikutnya, setelah memanfaatkan GPS yang kadang
kurang akurat, kami telah tiba di Purawisata yang kondisi bangunannya rusak parah.
Perkampungan padat itu terlihat sepi. Aku melihat seorang sedang duduk klesotan di
antara remang cahaya lampu. Antara ingin tanya dan malu bertanya. Antara ingin tahu,
mau tahu, dan mau tidak mau. Kami buru – buru mematikan mesin motor, lalu turun
dan menghampiri penarik becak.
“Permisi, Pak. Maaf, lokasi toko kimia disekitar Purawisata di mana, ya?” tanyaku
tanpa basa - basi.
“Kalau setahu saya, di sini tidak ada toko yang menjual bahan – bahan kimia.”
ungkap penarik becak memandang datar sambil menaikkan penumpang.
“Oh, ya, makasih.” tukasku kalem, melempar senyum lalu melangkah begitu saja
meninggalkan penarik becak yang menaikkan penumpang.
Aku menggelengkan kepala dan menghela napas panjang, lalu duduk di
kompleks Purawisata. Ivanda dan Obed tampak melamun. Kami tetap duduk di kursi
kayu selama beberapa menit, lantas kemudian bersama – sama meninggalkan
Purawisata.
Aku mendapati sebuah alamat disebuah papan petunjuk, “Sari Toko Bahan Batik
dan Kimia. Jalan Brigjen Katamso No. 91B, Prawirodirjan, Gondomanan, Kota
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.” Google Maps menginformasikankan bahwa
toko sudah berada di depan mata. Dengan penuh harap, aku tersenyum membaca
informasi tersebut.
Lamat – lamat terdengar adzan maghrib dari sebuah masjid. Mataku kemudian
fokus membaca keterangan waktu buka toko. Aku menepuk keningku sendiri. Toko
kimia tutup sebelum maghrib datang. Smartphone kembali kututup dan tersenyum
kecut. Kami bertiga memandang ke mana saja mata ingin memandang, sembari
menenangkan pikiran. Menghirup dalam – dalam atmosfer seni sebagai daerah
istimewa yang seolah bertebaran di seluruh penjuru kota.
_ _ _
Aku lantas memutuskan untuk mengambil dompet dan melangkahkan kaki
mencari minum di sebuah mini kantin lantai dasar Mall Jogjatronik. Baru ingat ternyata
aku belum minum dari siang. Kami duduk lalu memesan teh melati, daun teh dengan
campuran bunga melati.
Sekitar lima belas menit kemudian . . .
“Ini Mas, es tehnya.”
Terdengar suara lembut yang jelas – jelas bukan suara yang dilembut –
lembutkan. Suara yang terdengar seksi.
Hening. Terkadang, ketika aku mulai lelah dengan pertanyaan – pertanyaan
mereka yang mungkin saya anggap sepele, jawaban sekenanyalah yang saya
sampaikan sampai tetes penghabisan terakhir segelas teh cup dinginku. Diam – diam,
sesekali aku mengalihkan pandanganku pada perempuan penjaga kedai,
kecantikannya sungguh sulit untuk ditolak dan mengalihkan pandangan. Dengan
kemeja putih yang sudah dibuat body fit alias pas dengan badannya yang mempesona.
Setiap kali ia melirik ke arahku, aku selalu berusaha berpura - pura tidak
memandangnya. Malu juga kalau ketahuan. Mungkin memang banyak wanita
sepertinya pada zaman sekarang. Aku tidak menyalahkan, toh aku melihat sendiri
perjuangannya mencari uang dengan memanfaatkan keindahan wajah dan tubuhnya
sebagai penjaga kedai, jadi pusat perhatian setiap kali melintas kedai.
Kulihat jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Lima jam
sudah berlalu dari waktu pulang sekolah. Tak terasa malam telah menjelang, udara
dingin mulai merasuk, langit tak lagi biru, dan kegelapan merayapi kota menambah
syahdunya malam. Kutengadahkan kepalaku sejenak, kupandangi langit yang
bertaburan penuh bintang.
Rasa hati sebenarnya masih ingin mencari dan terus mencari. Ah sudahlah.
Rasa malas telah menjalar disekujur tubuhku.
Aku memutuskan untuk segera pulang. Aku menerima feeling yang kurang baik.
“Sudah malam, pulang saja, yuk!”
“Lah, kita kan belum beli paraffin, kalau dimarahi Bu Kristin?” Obed mulai merasa
was – was.
“Hm. Nggak usah takut. Lha wong Bu Kristin aja guru baru kok.”
Aku tertawa mendengar kalimat yang dilontarkan Ivanda.
“Hm. Apa bedane? Kita juga siswa baru di sekolah.” Kataku dalam hati sambil
mengernyitkan dahi.
Tidak dipungkiri, kadang aku kebingungan untuk menyalahkan atau
membenarkan keputusanku untuk pulang.
“Henceeek…” suara Obed memecah lamunanku, memanggil nama ngetrend –
ku.
“Ya?” sahutku.
“Cepat sedikit!” ajaknya. Kaki – kaki kecil kami berjalan begitu gesit mencari –
cari celah jalan diantara roda – roda kendaraan yang terparkir.
Perjalanan belum selesai. Kami menuju ke toko Mayar, toko yang sebenarnya
lebih mirip dengan minimarket. Toko Mayar terkenal di Bantul, karena memiliki letak
yang strategis dekat dengan perumahan warga dan keramahan serta harganya yang
murah. Ketika masuk toko, sang kasir memberi salam.
“Selamat datang di toko Mayar, selamat belanja.”
Ah, kata – kata itu sungguh sangat familiar di telinga.
“Ini saja? Ada tambahan lain? Isi pulsanya sekalian? Ada kartu member?”
Aku menggeleng.
“Ada uang pas? Uangnya sepuluh ribu, ya.”
Aku menggeleng lalu tersenyum.
_ _ _
Malam itu, Obed berinisiatif mengajak aku dan Ivanda untuk melewati jalan desa
tengah bulak demi menghindari polisi. Jalan yang akan kami lewati sangat popular bagi
pengendara yang tidak bersurat – surat lengkap, jalan gaburan dara. Tetapi, sepertinya
jalan yang kami lalui bukan seperti biasanya. Tak kulihat satu orangpun yang muncul
dari ujung jalan itu, bahkan tidak ada ayam berseliweran, apalagi berebutan makan. Di
depan kami, tampak pengendara motor yang tiba – tiba menghilang seperti ditelan
gelapnya malam.
Hari pun semakin beranjak gelap dan semakin mencekam. Sekilas, aku
melemparkan pandangan ke sekitar. Pohon – pohon tua berakar gantung yang berdiri
angker di pinggir jalan, daun – daun kering yang berseliweran tertiup angin persawahan
membangkitkan pikiran – pikiran burukku.
Aku menarik napas dalam – dalam. Kuburan. Glek… Aku merasa telingaku
berdengung keras, membuatku mendadak tuli. Jantungku baru saja berhenti berdetak.
Dadaku terasa begitu sesak, seperti ditindih beban yang lumayan berat, membuatku
tidak dapat bernapas dengan baik.
Rasa dingin menghujam tubuhku tanpa terduga, membuatku mendadak
menggigil hebat membeku. Rasanya ingin berteriak dan berlari , tak akan pernah
kembali lagi untuk berada di sini. Kami lalu putar balik dan terus mempercepat laju
kendaraan tanpa menoleh lagi diikuti.
Kami berhenti di dekat toko Mayar lagi. Tak seperti tadi, kami menepi di pinggir
jalan raya. Tangan masih terasa kaku. Kaki lemas, seakan – akan persendian siap
ditarik. Hmm. Aku menghela napas panjang. Rasa sesak di dada mulai berkurang. Aku
bisa bernapas sedikit lega.
Aku bercermin. Kupandang wajahku, tampak raut wajah pusat pasi diantara
kabut – kabut dingin dan debu yang menempel di kaca spion. Maklumlah, jalan di
daerah kampung masih berbatu dan bertanah lempung.
“Ah, ternyata kita masih tetap hidup.” Kataku kepada Ivanda, yang sedari tadi
duduk terdiam dibelakangku.
Kembali ku tatap wajah kedua temanku. Wajah mereka pun basah karena
keringat. Dingin yang kami rasakan seolah – olah larut bersama keringat ini. Aku
tersenyum. Sebaris senyum lebar menghias wajah ku. Tanganku berkacak di kedua
pinggangku.
“Tadi itu kuburan?” “Kok ada pendapanya?” tanya Obed dan Ivanda hampir
bersamaan.
Aku tidak mengiyakan betul atau salah pertanyaan mereka. Biarkan mereka
sendiri yang mencari tahu jawabnya.
“Ah ha ha ha… Dasar pengecut! Penakut! Hah.” Kalimat bernada bullying
terlontar dari mulutku untuk mencairkan suasana. Namanya juga berteman, serasa ada
yang kurang tanpa bullying.
Ya, sejak awal aku akrab dengan dunia supranatural. Penakut tapi dekat dengan
hal – hal horror, tetapi sama sekali tak berminat dengan hal – hal berbau makhluk gaib.
---
Jam menunjukan pukul 21.00, aku sudah tidak sabar untuk segera tiba di rumah.
Sembari melewati jalan setapak menuju rumah, aku memandang gelapnya langit
malam sambil tak henti berucap, “Terima kasih, Tuhan”.
Waktu menunjukan pukul setengah sembilan. Pintu rumah belum tertutup rapat.
Aku kemudian mulai masuk rumah.
Kreeek.. Ngiiik…
Bersamaan dengan suara menderit, kayu berdinding gebyog terbuka. Aku
melepas sandal dan membersihkan kakiku di keset bertuliskan Welcome.
Sesampainya di dalam rumah, aku menyapa seisi rumah, “Halloo?”. Tidak ada
satupun orang yang menjawab. “Halloo?” sapaku lagi. Tetap tidak ada yang membalas.
Televisi layar cembung hitam putih menyuguhkan sinetron Tukang Bubur Naik
Haji di RCTI. Televise masih menyala, merupakan indikasi masih adanya kehidupan di
rumah. Ya, sinetron ini merupakan kesukaan simbah putri. Tetapi, di mana simbah?
Mungkin simbah sibuk menyeterika baju kebaya dan kain jariknya lusuhnya.
Waktu sangat cepat berputar. Aku memutuskan untuk beringsut masuk ke kamar
tidur. Kain seprai tampak lungset. Begitu juga bantal dan guling sudah tidak beraturan
letaknya. Lelah, satu kata penuh makna.
Seandainya aku punya mesin waktu, seandainya aku boleh meminta kepada
Tuhan, aku ingin memutar kembali waktu pulang sekolah hari ini. Cukup membeli lilin
merk cap Matador di warung Mbak Marsih atau Mbokdhe Koso, atau bahkan cukup
meminta lilin – lilin bekas yang mengeras dan menempel di pelataran Candi Ganjuran,
tanpa perlu membuang – buang bensin ke sana ke sini mencari paraffin. Ah, suatu
kebodohan!
Deru angin memasuki jendela menambah indah dan syahdunya malam. Aku
menatap ke luar jendela dan merenung dan terbang tinggi dalam khayalanku malam itu.
Beberapa SMS diterima smartphoneku, tertanda pukul 19.00 WIB. Kali ini, SMS
berasal dari Ristya.
“Kamu di mana?”
“Aku sudah di rumah.”
Aku masih linglung karena tadi sudah menerawang jauh entah ke mana sambil
membuka beberapa pesan.
“Wis. Sakkarepmu.” jawabku agak ketus.
Kembali sebuah pesan SMS diterima smartphoneku.
“Maaf pulsa Anda tidak mencukupi. Silahkan isi ulang pulsa untuk mengakses
layanan.” tulis operator Indosat.
Esok pagi hari Selasa. Biasanya, selepas mandi aku mulai mempersiapkan
materi dan buku – buku yang akan kubawa. Namun, malam ini merasa layak mendapat
pengecualian untuk beristirahat sejenak dari padatnya aktivitas. Beristirahat akan
sangat berguna untuk mengembalikan semangatku menjalani aktivitas pada hari – hari
berikutnya. Kalau sampai malam ini tidak tidur pulas, tentu saja esok pagi badan berasa
pegal semua, padahal Selasa merupakan hari panjang bagiku. Bukan hanya itu, faktor
guru piket yang terkenal tidak santai selalu membayangiku, Pak Iskiyat Widihargo dan
Pak Bambang Hermanto. Aku mulai memejamkan mata, menenangkan diri.

More Related Content

What's hot

Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberZahrotin Niza
 
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahMardhatillah Ibrahim
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenMuhammad Jaenal
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanIrfan Rosyidin
 
Cerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotCerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotdesiDesiAmalia
 
Cerita dongeng dunia
Cerita dongeng duniaCerita dongeng dunia
Cerita dongeng duniaDAHNIARLUBIS
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binalchristineong2212
 
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsikAnalisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsikttanitaaprilia
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanWarnet Raha
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Nazdiana Juma'ad
 
Benih Papa Mertua
Benih Papa MertuaBenih Papa Mertua
Benih Papa Mertuabeesingle41
 
Contoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour IContoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour Ilingga prasetyo
 

What's hot (20)

Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
 
Drama Tentang Pendidikan
Drama Tentang PendidikanDrama Tentang Pendidikan
Drama Tentang Pendidikan
 
Cerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotCerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hot
 
Drama 3 orang persahabatan
Drama 3 orang persahabatanDrama 3 orang persahabatan
Drama 3 orang persahabatan
 
Naskah drama 7 orang
Naskah drama 7 orangNaskah drama 7 orang
Naskah drama 7 orang
 
Cerita dongeng dunia
Cerita dongeng duniaCerita dongeng dunia
Cerita dongeng dunia
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
 
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsikAnalisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik
Analisis drama berdasarkan unsur intrinsik dan ekstrinsik
 
RATA-RATA RAPORT UNTUK SNMPTN
RATA-RATA RAPORT UNTUK SNMPTNRATA-RATA RAPORT UNTUK SNMPTN
RATA-RATA RAPORT UNTUK SNMPTN
 
Teks anekdot
Teks anekdotTeks anekdot
Teks anekdot
 
Autobiografi
AutobiografiAutobiografi
Autobiografi
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
 
Naskah drama 7 orang
Naskah drama 7 orangNaskah drama 7 orang
Naskah drama 7 orang
 
Benih Papa Mertua
Benih Papa MertuaBenih Papa Mertua
Benih Papa Mertua
 
Legenda malin kundang
Legenda malin kundangLegenda malin kundang
Legenda malin kundang
 
Contoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour IContoh Laporan Study Tour I
Contoh Laporan Study Tour I
 

Viewers also liked

Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenMenceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenErin Damayanti
 
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman MengesankanMenceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman Mengesankanlaylialbahirah
 
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman MengesankanMenceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman Mengesankanlaylialbahirah
 
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3Materi Bahasa Indonesia Kelas 3
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3Firda_123
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiDevi Putri
 
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koran
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koranInfo pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koran
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koranAhmad Ajir
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiDevi Putri
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiDevi Putri
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiDevi Putri
 
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrango
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrangocerita ku- Liburan ke gunung gede pangrango
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrangoJawa Timur
 
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPATSugeng Sulistiyawan
 
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk Cerpen
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk CerpenMengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk Cerpen
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk CerpenDhea Yulia Ningsih
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiDevi Putri
 
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaCerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaNingrum Handayani
 
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)Phaphy Wahyudhi
 
Cerita pendek selama liburan
Cerita pendek selama liburanCerita pendek selama liburan
Cerita pendek selama liburanHusni Hasyim
 

Viewers also liked (20)

Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenMenceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
 
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman MengesankanMenceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
 
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman MengesankanMenceritakan Pengalaman Mengesankan
Menceritakan Pengalaman Mengesankan
 
Teks Cerita Pendek
Teks Cerita PendekTeks Cerita Pendek
Teks Cerita Pendek
 
1.1 menganalisis laporan
1.1 menganalisis laporan1.1 menganalisis laporan
1.1 menganalisis laporan
 
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3Materi Bahasa Indonesia Kelas 3
Materi Bahasa Indonesia Kelas 3
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman Pribadi
 
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koran
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koranInfo pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koran
Info pengiriman naskah ke majalah, tabloid, koran
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman Pribadi
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman Pribadi
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman Pribadi
 
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrango
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrangocerita ku- Liburan ke gunung gede pangrango
cerita ku- Liburan ke gunung gede pangrango
 
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT
2.3 MENCERITAKAN BERBAGAI PENGALAMAN DENGAN PILIHAN KATA DAN EKSPRESI YANG TEPAT
 
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk Cerpen
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk CerpenMengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk Cerpen
Mengubah Pengalaman Diri Sendiri dan Orang Lain ke dalam Bentuk Cerpen
 
Cerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman PribadiCerpen Pengalaman Pribadi
Cerpen Pengalaman Pribadi
 
Permen esdm 17 2014
Permen esdm 17 2014 Permen esdm 17 2014
Permen esdm 17 2014
 
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaCerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
 
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)
Menulis Naskah Drama dari Cerpen (KD 16.1- 2)
 
Winda (po)
Winda (po)Winda (po)
Winda (po)
 
Cerita pendek selama liburan
Cerita pendek selama liburanCerita pendek selama liburan
Cerita pendek selama liburan
 

Similar to MENCARI PARAFFIN

NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang Mai
NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang MaiNOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang Mai
NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang MaiEddy Roesdiono
 
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxPelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxSarif Hidayat
 
Perjalanan terindah
Perjalanan terindahPerjalanan terindah
Perjalanan terindahAnhiza Fitri
 
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Fajar Sany
 
Alia zalea miss pesimis
Alia zalea   miss pesimisAlia zalea   miss pesimis
Alia zalea miss pesimisFirli Isnaeni
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadilanadyaera24
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaGhina Siti Ramadhanty
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhAmore Tsuki
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaDelina Rahayu
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxBackLinking
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxBackLinking
 

Similar to MENCARI PARAFFIN (20)

NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang Mai
NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang MaiNOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang Mai
NOVELET : Gadis pemandu wisata Chiang Mai
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxPelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
 
Perjalanan terindah
Perjalanan terindahPerjalanan terindah
Perjalanan terindah
 
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
 
Alia zalea miss pesimis
Alia zalea   miss pesimisAlia zalea   miss pesimis
Alia zalea miss pesimis
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
 
Perjalanan terindah
Perjalanan terindahPerjalanan terindah
Perjalanan terindah
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
 
rumah masa kecil.docx
rumah masa kecil.docxrumah masa kecil.docx
rumah masa kecil.docx
 
B. indo
B. indoB. indo
B. indo
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuh
 
4 negara
4 negara4 negara
4 negara
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garuda
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 

Recently uploaded

Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 

MENCARI PARAFFIN

  • 1. GARA – GARA PARAFFIN Waktu sudah menunjukan pukul setengah empat sore. Langit yang semula cerah berubah menjadi gelap. Awan – awan mendung bergelayutan di sana – sini. Matahari yang semula beringas berubah menjadi matahari yang pemalu, bersembunyi di awan – awan kelabu. Aku masih belum beranjak dari tempat tidur di kamarku. Sebuah pesan Blackberry Messenger diterima smartphoneku. Pesan itu dari Obed, temanku selama sepuluh tahun belakangan ini. Jarak rumah kami memang tidak seberapa, hanya beberapa ratus meter. Hari ini, kami berencana membeli paraffin untuk tugas praktek di pusat Kota Yogyakarta. “Hmmm, selanjutnya apa ya? Ah iya! Mandi! Berat sekali rasanya melangkahkan kaki ke kamar mandi. Tapi demi teman – temanku, aku rela mandi seawal ini.” kataku bicara sendiri. Pukul 16.00, sebuah motor hitam sudah bertengger dengan manisnya di samping rumahku. Setengah berteriak, Obed yang berada di atas motor memanggil namaku. Aku setengah berlari kearah pintu dan bergegas menurunkan motorku. Untuk sesaat, aku terdiam. Pesan Blackberry Messenger dari Ivanda membuyarkan lamunanku yang melayang entah kemana. Aku langsung senyum – senyum tidak karuan. Aku memberi isyarat untuk segera menjemput Ivanda. “Sekarang?” Tanya Obed ragu – ragu dan langsung mengikutiku dari belakang. Ketika sampai di rumah Ivanda, aku tak berkata – kata, tersenyum lalu mengangguk pelan. Setelah melewati jalan setapak di area persawahan, kami sampai di rumah Ivanda. Rumah yang cukup terpencil di kampung yang sangatlah luas. “Aku bonceng kamu, ya.” “Sakkarepmu. Biasanya juga seperti itu kok.” aku melempar senyum manis. Di utara perempatan Palbapang, kami bertemu dengan Dea dan Ristya, yang kebetulan juga akan membeli paraffin. Dea dan Ristya memilih bergabung bersama kami bertiga. Di perjalanan, Ivanda tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya menghabiskan waktu dengan mendengarkan ocehanku tentang berbagai tugas yang menumpuk dan kekesalanku dengan Yogyakarta yang mulai sering macet. Sekali ketemu, mungkin akan mengira aku kalem dan tidak banyak bicara, tapi coba duduk satu meja, mungkin baru bisa berhenti bicara kalau ada orang bilang, “Kamu kok bawel banget sih?”. Satu jam pertama, perjalanan masih lancer dan terasa menyenangkan. Ternyata Obed membawa kami melewati jalan yang cukup terkenal di Yogyakarta. Jalan Mataram ini memang selalu menjadi tempat favorit para pencari barang – barang berdiskon. Sesekali aku mengangguk – anggukkan kepala mengikuti irama lagu yang menghentak melalui earphone, sekedar melepas jenuh dan menghilangkan penat. Obed yang berada di depanku terlihat menepi ketakutan di area toko sepatu. Tak butuh waktu lama, motor kami berdua sudah terparkir di depan toko. Dea dan Ristya
  • 2. tetap melanjutkan perjalanannya, sepertinya mereka tidak memperhatikan kami bertiga menepi. Sekejap Obed berubah menjadi kasihan, hampir tak tega memperhatikan wajahnya terlalu lama. Sulit memang menjadi orang yang mudah kasihan. Ternyata, didepan sana, samar - samar tampak beberapa polisi berjajar, mereka hanya mengatur arus lalu lintas. Obed memang takut dengan polisi, entah apa yang ada dibenaknya. Melakukan perjalanan sendiri, jadi apapun resikonya, harus dihadapi sendiri. Tetapi ini berbeda! Kami kehilangan jejak Dea dan Ristya. Tut… tut… tut… sambungan terputus. Sudah dua kali aku menghubungi Dea dan Ristya, tetapi tidak ada jawaban, tak ada sinyal. Aku menutup smartphone, semakin kesal dan cemas rasanya. Aku memaksakan untuk tersenyum. Bagaimanapun, semuanya harus selesai secepat mungkin. Di Jalan Mataram, puluhan kendaraan berlalu – lalang mengejar waktu, sudah saatnya istirahat. Kami duduk di antara etalase – etalase dan kursi – kursi yang mulai terisi pasangan – pasangan yang sedang memilih sepatu di tempat ini. Obed masih membuka status update di BBM-nya dan menghubungi teman - teman lain, untuk mencari informasi keberadaan Dea dan Ristya. Ia tentu sadar akan kesalahannya. Aku mencoba tetap tenang dan santai dengan berandai – andai memiliki berbagai sepatu yang ada di depanku. Aku masih membuang – buang langkah diberbagai toko. Aku menikmati waktuku untuk mengagumi keindahan warna – warna dan bentuk berbagai macam sepatu. Beberapa kali aku menyentuh dan mengabadikannya dengan kamera. “Bagus – bagus, ya, sepatu – sepatunya.” Aku mendekati Ivanda dan Obed yang sedang duduk dibangku kayu dibawah sebuah pohon rindang. Berhubung kondisi keuangan sedang menipis, aku memutuskan membeli masker, meskipun sebenarnya di rumah memiliki beberapa. Tak ada salahnya memberi sedikit rezeki kepada pedagang kaki lima di sana. “Masker satu berapa, Bu?” “Murah, Dik. Buat sampeyan saya beri harga grosir, empat belas ribu saja.” Kata ibu penjual tersenyum sambil menerima uang dua lembar uang sepuluh ribuan. “Kembaliannya buat sampeyan saja.” “Oh, ya, terimakasih, Dik. Boleh ibu tahu nama kamu? Sinten asmane?” “Hendy.” Aku mengangguk dan menjawab dengan senyum malu – malu khas anak Yogya. Ibu itu menggulurkan tangannya. Tadinya aku tidak ingin menyambut jabat tangannya, tetapi aku tidak ingin dianggap menyepelekan lawan bicara, nanti bisa dinilai orang aku tidak sopan. Tenang. Aku kembali memasang earphone untuk menutupi kedua telingaku. Bisa dikatakan aku tidak akan bisa berpikir tanpa mendengarkan music. Aku mulai
  • 3. berpikir dengan logika. Dea dan Ristya tentu sudah terbiasa dengan jalan kota, bukan anak kampung yang baru sekali masuk kota. Kurang dari satu jam matahari akan tenggelam. Ini belum berakhir. Matahari masih saja bercahaya. Bahkan, matahari memberikan penampilan terbaiknya pada detik – detik sebelum dia tenggelam di ufuk barat. Dengan penuh keyakinan, kami berencana mencari paraffin di lokasi lain. “Pak, kalau Purawisata lokasinya di mana, ya?” tanyaku pada petugas parkir berbadan tambun. “Jalan Brigjen Katamso, dari sini ke selatan, melewati tiga lampu merah, kanan jalan.” “Terimakasih, Pak.” Aku mengangguk seolah paham. Kami ke Purawisata bukan untuk melihat konser dangdut, tetapi didekat Purawisata terdapat toko kimia yang cukup terkenal. “Mas, minta tolong, mau menyebrang.” Pintaku kepada petugas parkir muda. “Kamu tidak bisa menyeberang sendiri? Anak sekarang manja.” Jawabnya ketus sambil mengunyah beberapa biji kacang tanah rebus. Sengaja aku tak memberi uang parkir. Petugas parkir itu mengumpat pelan. Aku membalasnya dengan acungan jari tengah, telunjuk, jari manis, kelingking, dan jempol sekalian. Kami meninggalkan deretan toko secepat yang kami bisa dengan setengah kesal sebelum hujan turun membasahi Kota Yogyakarta, sebelum semua orang tumpah ruah di jalan raya untuk pulang ke rumah masing – masing. Kurang dari setengah jam berikutnya, setelah memanfaatkan GPS yang kadang kurang akurat, kami telah tiba di Purawisata yang kondisi bangunannya rusak parah. Perkampungan padat itu terlihat sepi. Aku melihat seorang sedang duduk klesotan di antara remang cahaya lampu. Antara ingin tanya dan malu bertanya. Antara ingin tahu, mau tahu, dan mau tidak mau. Kami buru – buru mematikan mesin motor, lalu turun dan menghampiri penarik becak. “Permisi, Pak. Maaf, lokasi toko kimia disekitar Purawisata di mana, ya?” tanyaku tanpa basa - basi. “Kalau setahu saya, di sini tidak ada toko yang menjual bahan – bahan kimia.” ungkap penarik becak memandang datar sambil menaikkan penumpang. “Oh, ya, makasih.” tukasku kalem, melempar senyum lalu melangkah begitu saja meninggalkan penarik becak yang menaikkan penumpang. Aku menggelengkan kepala dan menghela napas panjang, lalu duduk di kompleks Purawisata. Ivanda dan Obed tampak melamun. Kami tetap duduk di kursi kayu selama beberapa menit, lantas kemudian bersama – sama meninggalkan Purawisata. Aku mendapati sebuah alamat disebuah papan petunjuk, “Sari Toko Bahan Batik dan Kimia. Jalan Brigjen Katamso No. 91B, Prawirodirjan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.” Google Maps menginformasikankan bahwa
  • 4. toko sudah berada di depan mata. Dengan penuh harap, aku tersenyum membaca informasi tersebut. Lamat – lamat terdengar adzan maghrib dari sebuah masjid. Mataku kemudian fokus membaca keterangan waktu buka toko. Aku menepuk keningku sendiri. Toko kimia tutup sebelum maghrib datang. Smartphone kembali kututup dan tersenyum kecut. Kami bertiga memandang ke mana saja mata ingin memandang, sembari menenangkan pikiran. Menghirup dalam – dalam atmosfer seni sebagai daerah istimewa yang seolah bertebaran di seluruh penjuru kota. _ _ _ Aku lantas memutuskan untuk mengambil dompet dan melangkahkan kaki mencari minum di sebuah mini kantin lantai dasar Mall Jogjatronik. Baru ingat ternyata aku belum minum dari siang. Kami duduk lalu memesan teh melati, daun teh dengan campuran bunga melati. Sekitar lima belas menit kemudian . . . “Ini Mas, es tehnya.” Terdengar suara lembut yang jelas – jelas bukan suara yang dilembut – lembutkan. Suara yang terdengar seksi. Hening. Terkadang, ketika aku mulai lelah dengan pertanyaan – pertanyaan mereka yang mungkin saya anggap sepele, jawaban sekenanyalah yang saya sampaikan sampai tetes penghabisan terakhir segelas teh cup dinginku. Diam – diam, sesekali aku mengalihkan pandanganku pada perempuan penjaga kedai, kecantikannya sungguh sulit untuk ditolak dan mengalihkan pandangan. Dengan kemeja putih yang sudah dibuat body fit alias pas dengan badannya yang mempesona. Setiap kali ia melirik ke arahku, aku selalu berusaha berpura - pura tidak memandangnya. Malu juga kalau ketahuan. Mungkin memang banyak wanita sepertinya pada zaman sekarang. Aku tidak menyalahkan, toh aku melihat sendiri perjuangannya mencari uang dengan memanfaatkan keindahan wajah dan tubuhnya sebagai penjaga kedai, jadi pusat perhatian setiap kali melintas kedai. Kulihat jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Lima jam sudah berlalu dari waktu pulang sekolah. Tak terasa malam telah menjelang, udara dingin mulai merasuk, langit tak lagi biru, dan kegelapan merayapi kota menambah syahdunya malam. Kutengadahkan kepalaku sejenak, kupandangi langit yang bertaburan penuh bintang. Rasa hati sebenarnya masih ingin mencari dan terus mencari. Ah sudahlah. Rasa malas telah menjalar disekujur tubuhku. Aku memutuskan untuk segera pulang. Aku menerima feeling yang kurang baik. “Sudah malam, pulang saja, yuk!” “Lah, kita kan belum beli paraffin, kalau dimarahi Bu Kristin?” Obed mulai merasa was – was.
  • 5. “Hm. Nggak usah takut. Lha wong Bu Kristin aja guru baru kok.” Aku tertawa mendengar kalimat yang dilontarkan Ivanda. “Hm. Apa bedane? Kita juga siswa baru di sekolah.” Kataku dalam hati sambil mengernyitkan dahi. Tidak dipungkiri, kadang aku kebingungan untuk menyalahkan atau membenarkan keputusanku untuk pulang. “Henceeek…” suara Obed memecah lamunanku, memanggil nama ngetrend – ku. “Ya?” sahutku. “Cepat sedikit!” ajaknya. Kaki – kaki kecil kami berjalan begitu gesit mencari – cari celah jalan diantara roda – roda kendaraan yang terparkir. Perjalanan belum selesai. Kami menuju ke toko Mayar, toko yang sebenarnya lebih mirip dengan minimarket. Toko Mayar terkenal di Bantul, karena memiliki letak yang strategis dekat dengan perumahan warga dan keramahan serta harganya yang murah. Ketika masuk toko, sang kasir memberi salam. “Selamat datang di toko Mayar, selamat belanja.” Ah, kata – kata itu sungguh sangat familiar di telinga. “Ini saja? Ada tambahan lain? Isi pulsanya sekalian? Ada kartu member?” Aku menggeleng. “Ada uang pas? Uangnya sepuluh ribu, ya.” Aku menggeleng lalu tersenyum. _ _ _ Malam itu, Obed berinisiatif mengajak aku dan Ivanda untuk melewati jalan desa tengah bulak demi menghindari polisi. Jalan yang akan kami lewati sangat popular bagi pengendara yang tidak bersurat – surat lengkap, jalan gaburan dara. Tetapi, sepertinya jalan yang kami lalui bukan seperti biasanya. Tak kulihat satu orangpun yang muncul dari ujung jalan itu, bahkan tidak ada ayam berseliweran, apalagi berebutan makan. Di depan kami, tampak pengendara motor yang tiba – tiba menghilang seperti ditelan gelapnya malam. Hari pun semakin beranjak gelap dan semakin mencekam. Sekilas, aku melemparkan pandangan ke sekitar. Pohon – pohon tua berakar gantung yang berdiri angker di pinggir jalan, daun – daun kering yang berseliweran tertiup angin persawahan membangkitkan pikiran – pikiran burukku. Aku menarik napas dalam – dalam. Kuburan. Glek… Aku merasa telingaku berdengung keras, membuatku mendadak tuli. Jantungku baru saja berhenti berdetak. Dadaku terasa begitu sesak, seperti ditindih beban yang lumayan berat, membuatku tidak dapat bernapas dengan baik. Rasa dingin menghujam tubuhku tanpa terduga, membuatku mendadak menggigil hebat membeku. Rasanya ingin berteriak dan berlari , tak akan pernah
  • 6. kembali lagi untuk berada di sini. Kami lalu putar balik dan terus mempercepat laju kendaraan tanpa menoleh lagi diikuti. Kami berhenti di dekat toko Mayar lagi. Tak seperti tadi, kami menepi di pinggir jalan raya. Tangan masih terasa kaku. Kaki lemas, seakan – akan persendian siap ditarik. Hmm. Aku menghela napas panjang. Rasa sesak di dada mulai berkurang. Aku bisa bernapas sedikit lega. Aku bercermin. Kupandang wajahku, tampak raut wajah pusat pasi diantara kabut – kabut dingin dan debu yang menempel di kaca spion. Maklumlah, jalan di daerah kampung masih berbatu dan bertanah lempung. “Ah, ternyata kita masih tetap hidup.” Kataku kepada Ivanda, yang sedari tadi duduk terdiam dibelakangku. Kembali ku tatap wajah kedua temanku. Wajah mereka pun basah karena keringat. Dingin yang kami rasakan seolah – olah larut bersama keringat ini. Aku tersenyum. Sebaris senyum lebar menghias wajah ku. Tanganku berkacak di kedua pinggangku. “Tadi itu kuburan?” “Kok ada pendapanya?” tanya Obed dan Ivanda hampir bersamaan. Aku tidak mengiyakan betul atau salah pertanyaan mereka. Biarkan mereka sendiri yang mencari tahu jawabnya. “Ah ha ha ha… Dasar pengecut! Penakut! Hah.” Kalimat bernada bullying terlontar dari mulutku untuk mencairkan suasana. Namanya juga berteman, serasa ada yang kurang tanpa bullying. Ya, sejak awal aku akrab dengan dunia supranatural. Penakut tapi dekat dengan hal – hal horror, tetapi sama sekali tak berminat dengan hal – hal berbau makhluk gaib. --- Jam menunjukan pukul 21.00, aku sudah tidak sabar untuk segera tiba di rumah. Sembari melewati jalan setapak menuju rumah, aku memandang gelapnya langit malam sambil tak henti berucap, “Terima kasih, Tuhan”. Waktu menunjukan pukul setengah sembilan. Pintu rumah belum tertutup rapat. Aku kemudian mulai masuk rumah. Kreeek.. Ngiiik… Bersamaan dengan suara menderit, kayu berdinding gebyog terbuka. Aku melepas sandal dan membersihkan kakiku di keset bertuliskan Welcome. Sesampainya di dalam rumah, aku menyapa seisi rumah, “Halloo?”. Tidak ada satupun orang yang menjawab. “Halloo?” sapaku lagi. Tetap tidak ada yang membalas. Televisi layar cembung hitam putih menyuguhkan sinetron Tukang Bubur Naik Haji di RCTI. Televise masih menyala, merupakan indikasi masih adanya kehidupan di rumah. Ya, sinetron ini merupakan kesukaan simbah putri. Tetapi, di mana simbah? Mungkin simbah sibuk menyeterika baju kebaya dan kain jariknya lusuhnya.
  • 7. Waktu sangat cepat berputar. Aku memutuskan untuk beringsut masuk ke kamar tidur. Kain seprai tampak lungset. Begitu juga bantal dan guling sudah tidak beraturan letaknya. Lelah, satu kata penuh makna. Seandainya aku punya mesin waktu, seandainya aku boleh meminta kepada Tuhan, aku ingin memutar kembali waktu pulang sekolah hari ini. Cukup membeli lilin merk cap Matador di warung Mbak Marsih atau Mbokdhe Koso, atau bahkan cukup meminta lilin – lilin bekas yang mengeras dan menempel di pelataran Candi Ganjuran, tanpa perlu membuang – buang bensin ke sana ke sini mencari paraffin. Ah, suatu kebodohan! Deru angin memasuki jendela menambah indah dan syahdunya malam. Aku menatap ke luar jendela dan merenung dan terbang tinggi dalam khayalanku malam itu. Beberapa SMS diterima smartphoneku, tertanda pukul 19.00 WIB. Kali ini, SMS berasal dari Ristya. “Kamu di mana?” “Aku sudah di rumah.” Aku masih linglung karena tadi sudah menerawang jauh entah ke mana sambil membuka beberapa pesan. “Wis. Sakkarepmu.” jawabku agak ketus. Kembali sebuah pesan SMS diterima smartphoneku. “Maaf pulsa Anda tidak mencukupi. Silahkan isi ulang pulsa untuk mengakses layanan.” tulis operator Indosat. Esok pagi hari Selasa. Biasanya, selepas mandi aku mulai mempersiapkan materi dan buku – buku yang akan kubawa. Namun, malam ini merasa layak mendapat pengecualian untuk beristirahat sejenak dari padatnya aktivitas. Beristirahat akan sangat berguna untuk mengembalikan semangatku menjalani aktivitas pada hari – hari berikutnya. Kalau sampai malam ini tidak tidur pulas, tentu saja esok pagi badan berasa pegal semua, padahal Selasa merupakan hari panjang bagiku. Bukan hanya itu, faktor guru piket yang terkenal tidak santai selalu membayangiku, Pak Iskiyat Widihargo dan Pak Bambang Hermanto. Aku mulai memejamkan mata, menenangkan diri.