Penelitian ini membahas pembelajaran literasi media sosial pada remaja melalui metode Problem Based Learning (PBL). Penelitian menunjukkan bahwa karakter penggunaan media sosial remaja memiliki dampak positif dan negatif terhadap perkembangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial mereka. Penelitian ini juga menguraikan topik literasi media sosial yang sesuai untuk remaja serta manfaat penerapan metode PBL dalam pembelaj
1. 28 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
PEMBELAJARAN LITERASI MEDIA SOSIAL
PADA REMAJA MELALUI METODE
PROBLEM BASED LEARNING
Oleh : Faradhiba Salsabila1
, Dina Julita2
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran1
,
Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Provinsi Jawa Barat2
e-mail: faradhiba18001@mail.unpad.ac.id, dina.julita@kemdikbud.go.id
Abstrak: Indonesiamerupakannegaradengantingkatkeberadabaninternetpalingrendahse-AsiaTenggara.
Hal ini menunjukkan pentingnya pemberian literasi media sosial bagi remaja. Untuk itu, Problem Based
Learning (PBL) dapat digunakan sebagai model pembelajaran karena dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter remaja dalam menggunakan media
sosial, topik yang dapat digunakan dalam pembelajaran literasi media sosial, penerapan PBL dalam literasi
media sosial, dan tantangan dalam pembelajaran literasi media sosial menggunakan PBL. Batasan penelitian
ini adalah menyajikan pandangan argumentatif peneliti mengenai pembelajaran literasi media sosial
bagi remaja usia 13–17 tahun berdasarkan kajian pustaka. Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter remaja dalam media sosial bersifat positif dan
negatif dalam perkembangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial; topik dalam literasi media sosial remaja
adalah pengetahuan serta pemahaman mengenai media sosial, mengevaluasi teks dari media sosial, dan
memanfaatkan media sosial untuk memproduksi konten; penerapan PBL tepat diterapkan dalam literasi
mediasosialremajakarenamemakaipendekatankonstruktivisme,dapatmengambilkasusdaripermasalahan
di kehidupan sehari-hari, dan sesuai karakter remaja.Tantangan utama dalam penerapan PBL dalam literasi
media sosial pada remaja adalah sikap remaja sehingga dibutuhkan peran pendidik untuk mengatasi sikap
remaja tersebut. Saran diberikan kepada pemerintah, pendidik, orang tua, dan remaja untuk bersama-sama
meningkatkan literasi media sosial remaja.
Kata-kata kunci: literasi media sosial, remaja, pendidikan masyarakat, Problem Based Learning
SOCIAL MEDIA LITERATION LEARNING FOR ADOLESCENTS
THROUGH PROBLEM-BASED LEARNING METHOD
Abstract: Indonesia came last in Southeast Asia in Digital Civility Index survey. The significance of teaching
social media literacy to adolescents is demonstrated by this fact. Since it can develop critical thinking skills,
Problem Based Learning (PBL) can be used as a learning model. The research aims to find out the character
of adolescents in using social media, the topics used in learning of social media literacy for adolescents, the
implementation of PBL in social media literacy for adolescents, and the challenges in learning of social media
literacy for adolescents by using PBL. The study’s limitation is to present an argumentative view of social media
literacy for adolescent aged 13 to 17 years based on literature review. The research method used is qualitative
analysis. The results shows that the character of adolescents in using social media has given positive and negative
influences for their physical, cognitive, emotional, and social development; the topics used in social media literacy
for adolescents are the knowledge and understanding of social media, the evaluation of text from social media,
and the utilization of social media to produce content; the PBL method can be implement in social media literacy
ARTIKEL
2. 29
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
PENDAHULUAN
Media sosial merupakan satu di antara
teknologi yang muncul sebagai dampak dari
globalisasi. Adanya media sosial membawa dampak
positif pada manusia. Dengan media sosial,
manusia menjadi mudah berinteraksi dan bertukar
informasi. Tidak hanya itu, media sosial juga dapat
dijadikan ladang penghasilan, seperti membuat
konten dan mempromosikan barang.
Meskipun memiliki dampak positif, media
sosial tidak terlepas dari dampak negatif. Media
sosial memudahkan akses bagi pengguna internet
melakukan hal-hal yang kurang beradab, seperti
penyebaran hoaks, penipuan, bersikap kasar,
trolling, ujaran kebencian, diskriminasi, online
harassment, perundungan di dunia maya, dan lain-
lain. Hal tersebut dibuktikan oleh Microsoft melalui
survei Indeks Keberadaban Digital (Digital Civility
Index) yang menampilkan tingkat keberadaban
pengguna internet selama tahun 2020. Berdasarkan
hasil survei tersebut, Indonesia menempati
rangking 29 dari 32 negara, dan menjadi negara
dengan tingkat keberadaban di internet paling
rendah se-Asia Tenggara (Microsoft, 2021a).
Dalam survei ini, terungkap pula sebanyak 47%
generasi Z di Indonesia mengalami perundungan
(Microsoft, 2021b).
Generasi Z merupakan generasi dengan
jumlah penduduk paling banyak di Indonesia
dibandingkan generasi Baby Boomer, generasi X,
dan generasi milenial. Berdasarkan Hasil Sensus
Penduduk 2020, Badan Pusat Statistik (2021)
menyatakan jumlah generasi Z mencapai 27,94%
penduduk Indonesia.
Generasi Z adalah kelompok orang yang
terlahir pada tahun 1999-2012 dengan rentang
usia 8-23 tahun. Artinya, remaja masuk ke dalam
generasi Z. Terdapat berbagai pendapat mengenai
batasan usia remaja. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (dalam Farida, 2014) menya-
takan remaja adalah orang berusia 10–19 tahun,
sedangkan Wirawan (dalam Putro, 2017) berpen-
dapat remaja adalah orang yang berusia 11–24
tahun serta belum menikah. Pendapat lainnya,
Marlina, Jalinus, & Rahmat (2018) menyatakan
for adolescents because it uses a constructivist approach, based on daily life problems, and matches the character
of adolescents; the main challenge in implementing PBL in social media literacy for adolescents is the attitude of
adolescents therefore the role of teachers is needed to overcome adolescent’s attitudes. To improve the social media
literacy of adolescents, the collaboration of the government, educators, parents, and adolescents is needed.
Key words: social media literacy, adolescents, community education, Problem Based Learning
Gambar 1. Hasil Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Stastistik (2020)
3. 30 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
usia remaja adalah 10–21 tahun. Keseluruhan
pernyataan tersebut sependapat bahwa remaja
termasuk ke dalam Generasi Z.
Hasil survei Indeks Keberadaban Digital
(Digital Civility Index) menunjukkan sebagai
bagian dari generasi Z, remaja tidak terlepas dari
berbagai ancaman di media sosial. Oleh sebab itu,
literasi media sosial bagi remaja penting untuk
dilakukan. Sari (2019) mengemukakan bahwa
literasi media adalah kemampuan dasar yang
diperlukan untuk memahami cara menggunakan
media serta pesan yang ditampilkan di media.
Oleh karena itu, dengan berliterasi media
sosial, peserta didik dapat bersikap bijak ketika
menggunakan media sosial, seperti memakai
media sosial sesuai fungsinya dan meminimalisir
risiko terkena dampak negatif media sosial, seperti
menyebarkan hoaks, kecanduan terhadap media
sosial, perundungan di dunia maya, dan lain-lain.
Terkait hal tersebut, Student Center Learning
dapat menjadi alternatif dalam melakukan
pembelajaran literasi media sosial. Student Center
Learning adalah sistem pembelajaran dengan
memusatkan peserta didik dalam proses kegiatan
sehingga peserta didik menjadi aktif selama
kegiatan berlangsung. Melalui Student Center
Learning, peserta didik dapat menjadi pribadi
yang lebih percaya diri dalam menyampaikan
pendapatnya serta mandiri dalam menyelesaikan
suatu permasalahan. Sikap tersebut sesuai dengan
sikap yang dibutuhkan peserta didik pada masa
Revolusi Industri 4.0, yang mana kehadiran
media sosial menjadi bagian dari era ini. Muhadjir
Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia periode 2016–2019 (dalam
Mardliyah, 2018) mengemukakan bahwa terdapat
lima kompetensi yang dibutuhkan pada masa
Revolusi Industri 4.0, yaitu kemampuan untuk
berpikir kritis, kreatif dan inovatif, keterampilan
dalam berkomunikasi, kemampuan untuk bekerja
sama, serta percaya diri.
PBL merupakan satu di antara strategi Student
Center Learning yang mendukung kompetensi
yang diperlukan pada masa Revolusi Industri
4.0. Berbagai penelitian menunjukkan penerapan
PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, menumbuhkan toleransi, meningkatkan
kemampuan dalam literasi digital, dan kemampuan
untuk berkolaboratif (Amin, 2017; Fitrianawati &
Hartono, 2016; Prasutri, Muzaqi, Purwati, Nisa,
& Susilo, 2019; Rokhim, Suparmi, & Prayitno,
2018).
PBL dianggap tepat untuk diterapkan
dalam literasi media sosial bagi remaja. Melalui
penerapan literasi media berbasis PBL, remaja
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
terhadap keberadaban dalam menggunakan media
sosial. Pada akhirnya, literasi media sosial terhadap
remaja dapat membuat generasi muda dapat
memanfaatkan media sosial untuk kegiatan yang
produktif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti
memutuskan untuk menulis tentang pembelajaran
literasi media sosial pada remaja melalui metode
PBL. Penelitian ini berfokus pada bagaimana
karakter remaja dalam menggunakan media
sosial, topik dalam literasi media sosial bagi
remaja, penerapan PBL Indonesia dalam literasi
media sosial bagi remaja, serta tantangan dalam
penerapan model pembelajaran tersebut. Untuk
membatasi penelitian, usia remaja yang menjadi
objek penelitian adalah remaja usia sekolah, yakni
usia 13–17 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Yusuf (2014) mengemukakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
berfokus pada pencarian jawaban dari suatu
fenomena dengan cara menjelaskan prosedur
ilmiah yang dilakukan secara sistematis. Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi metode
pembelajaran PBL yang dapat diterapkan dalam
literasi media sosial.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
adalah studi pustaka dan studi dokumentasi.
4. 31
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
Darmalaksana (2020) berpendapat bahwa studi
pustaka adalah suatu kegiatan mengumpulkan
data primer maupun sekunder yang bersumber
dari kepustakaan, kemudian data tersebut
dikelompokkan, dipilih, ditampilkan, data
mengalami proses abstraksi, dan dilakukan proses
analisis untuk memberikan interpretasi terhadap
datatersebut.Studidokumentasidilakukandengan
mencari data yang bersumber dari dokumen
untuk mendapatkan data maupun informasi
yang dibutuhkan. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah referensi dari buku
maupun artikel ilmiah yang memiliki keterkaitan
dengan penelitian literasi media sosial dan metode
pembelajaran PBL.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakter Remaja dalam Penggunaan Media
Sosial
Terdapat berbagai referensi mengenai karakter
remaja terhadap media sosial. Ada empat
hasil penelitian yang diambil peneliti sebagai
sumber pustaka utama untuk mendalami
karakter remaja terkait media sosial, seperti
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan
Karakter Remaja
No Peneliti Judul Tahun Hasil
1. Wright
dan
Randall
(dalam
Masykur
Ihsan)
Pengaruh
Terpaan Media
Internet dan
Pola Pergaulan
terhadap
Karakter
Peserta Didik
2016 1. Perkembangan
fisik
2. Perkembangan
kognitif
3. Perkembangan
emosional
4. Perkembangan
sosial
2. Anna
Farida
Pilar-Pilar
Pembangunan
Karakter
Remaja; Metode
Pembelajaran
Aplikatif untuk
Guru Sekolah
Menengah
2014 Karakter remaja
dipengaruhi
oleh lingkungan
remaja tersebut,
yaitu dukungan
positif dan
dukungan negatif.
No Peneliti Judul Tahun Hasil
3. Witanti
Prihati-
ningsih
Motif
Penggunaan
Media Sosial
Instagram
di Kalangan
Remaja
2017 1. Kebutuhan
kognitif
2. Kebutuhan
afektif
3. Kebutuhan
integrasi
personal
4. kebutuhan
integrasi sosial
5. kebutuhan
berkhayal atau
hiburan
4. Engkus,
Hikmat,
dan Karso
Samin-
nurahmat
Perilaku
Narsis pada
Media Sosial
di Kalangan
Remaja
dan Upaya
Penanggu-
langannya
2017 Remaja memiliki
sikap narsis
sebagai upaya
aktualisasi diri.
Sumber: Ihsan, 2016; Farida., 2014; Prihatiningsih., 2020; Engkus
et al., 2017.
Wright dan Randall (dalam Ihsan, 2016)
mengemukakan dalam penelitian mereka
bahwa karakter remaja dalam menggunakan
media sosial adalah kecenderungan untuk
kecanduan dalam menggunakan media
sosial sehingga dapat mengacaukan pola
hidup, keinginan untuk mendapatkan segala
sesuatu dengan instan, kecenderungan untuk
membuktikan eksistensi diri, dan menutup
diri dari dunia nyata. Hal tersebut berkaitan
dengan perkembangan fisik, perkembangan
kognitif, perkembangan emosional, dan
perkembangan sosial.
Selanjutnya, Farida (2014) mengemukakan
hasil penelitian yang menunjukkan karakter
remaja bergantung pada bentuk dukungan
yang didapat terhadap dirinya. Remaja
yang mendapat dukungan positif dapat
mempersiapkan diri ketika menghadapi
masalah,mengendalikanemosidirisendiriserta
bersimpati pada lingkungannya, sedangkan
remaja yang mendapatkan dukungan
negatif cenderung agresif, seperti memiliki
kecenderungan untuk membuat keributan dan
regresif, seperti sulit menerima kenyataan.
5. 32 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
Tabel 2
Hasil Penelitian Terkait Penggunaan Topik dalam
Literasi Media Sosial
No Peneliti Judul Tahun Hasil
1. Wilson
(dalam
Herlina)
Literasi
Media:
Teori dan
Fasilitasi
2019 1. Pengetahuan
serta pemahaman
tentang media.
2. Mengevaluasi teks
dari media.
3. Memanfaatkan
media untuk
memproduksi
konten
2. Simarmata,
Iqbal,
Hasibuan,
Limbong, &
Albra.
Hoaks dan
Media
Sosial:
Saring
Sebelum
Sharing
2019 1. Program INCAKAP
(Internet Cerdas
Kreatif dan
Produktif) dari
Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
2. Cara untuk
mengecek berita
hoaks dan berita
asli
3. Irfan, Bela,
Putri,
Aryanti, Ari,
& Susanti.
Fenomena
Cyber-
Bullying
dalam
Teknologi
Media Baru
(Instagram)
Perspektif
Ilmu
Komunikasi
2020 1. Etika dalam dunia
maya.
2. Cara mengatasi
perundungan
dunia maya.
Sumber: Herlina, 2019; Simarmata et al., 2019; Irfan et al., 2020.
Penelitian dari Wilson (Herlina, 2019)
menunjukkan berdasarkan teori literasi media,
terdapat tiga topik umum dalam literasi media,
yaitu: Pertama, pengetahuan serta pemahaman
tentang media mengenai konten positif dan
konten negatif. Kedua, mengevaluasi teks
dari media agar masyarakat dapat memahami
gagasan tersirat dalam media. Ketiga,
memanfaatkan media untuk memproduksi
konten. Pada topik ini, masyarakat diharapkan
dapat mengetahui cara kerja media serta
pengaruhnya terhadap masyarakat.
Selanjutnya, penelitian oleh Simarmata et
al. (2019) menunjukkan topik mengenai
Sementara itu, penelitian Prihatiningsih
(2017) mengemukakan bahwa motif remaja
dalam menggunakan media sosial adalah untuk
memenuhi kebutuhan kognitif, kebutuhan
afektif, kebutuhan integrasi personal,
kebutuhan integrasi sosial, dan kebutuhan
berkhayal atau hiburan. Semua kebutuhan
tersebut berkaitan dengan rasa penasaran
remaja. Mereka membutuhkan tempat untuk
berekspresi, membentuk identitas personal,
berkomunikasi dengan orang lain, dan
menghibur diri atau berkhayal.
Berikutnya, penelitian dari Engkus et al. (2017)
memaparkan bahwa remaja cenderung ber-
sikap narsis di media sosial. Hal tersebut dika-
renakan remaja berada dalam masa pencarian
jati diri sehingga melakukan upaya aktualisasi
diri sebagai bukti eksistensi agar diakui oleh
orang-orang.
Berdasarkan keempat penelitian tersebut,
dapat diambil benang merah bahwa di satu
sisi karakter remaja dalam menggunakan
media sosial adalah memenuhi rasa penasaran,
keinginan untuk berekspresi, mencari identitas
diri, berinteraksi dengan orang lain, dan
menghibur diri atau berkhayal.
Akan tetapi, di sisi lain remaja dapat memiliki
pola hidup yang buruk jika kecanduan media
sosial, memiliki keinginan untuk mendapatkan
segala sesuatu dengan instan, menutup diri
dari dunia nyata, bergantung pada dukungan
dari lingkungan, dan memiliki kecenderungan
untuk narsis melalui media sosial.
Topik dalam Literasi Media Sosial
Terdapat beberapa referensi berkenaan
dengan topik yang dapat digunakan dalam
pembelajaran literasi media sosial bagi remaja.
Peneliti menemukan tiga hasil penelitian
terkait hal tersebut. Berikut ini tabel mengenai
penggunaan topik dalam literasi media sosial.
6. 33
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
cara mengatasi hoaks. Cara pertama ada-
lah pengenalan program INCAKAP (Inter-
net Cerdas Kreatif dan Produktif) dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Program tersebut bertujuan agar masyarakat
dapat memanfaatkan internet termasuk media
sosial untuk kegiatan yang produktif. Cara
kedua adalah pengecekan berita hoaks dan
berita asli sehingga masyarakat melakukan
verifikasi sumber berita (Simarmata et al.,
2019).
Sementara itu penelitian Irfan et al. (2020)
mengemukakan topik mengenai fenomena
perundungan di dunia maya. Hasil penelitian
mengungkapkan etika dapat menjadi cara
untuk mencegah adanya perundungan dunia
maya.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dapat
disimpulkan topik yang digunakan dalam
literasi media sosial adalah pengetahuan serta
pemahaman media sosial, mengevaluasi teks
dari media, memanfaatkan media untuk
memproduksi konten positif, cara untuk
mengatasi hoaks, dan fenomena perundungan
di dunia maya.
Penerapan PBL dalam Literasi Media Sosial
bagi Remaja
PBL adalah model pembelajaran berlandaskan
permasalahan yang berfokus pada kemampuan
peserta didik dalam berpikir kritis dan kreatif
untuk menyelesaikan masalah sehingga
membantu peserta didik dalam memahami
materi pelajaran (Fadilah & Surya, 2017;
Fakhriyah, 2014; Pradipta & Sofyan, 2015).
Penerapan PBL terhadap remaja dapat
dilakukan dengan lima langkah, yaitu
pengenalan peserta didik terhadap masalah,
pengorganisasian peserta didik dalam
pembelajaran, pembimbingan peserta didik
untuk menyelidiki permasalahan secara
individu maupun kelompok, pengembangan
dan penampilan hasil penyelidikan,
penganalisisan dan pengevaluasi proses
penyelesaian masalah (Subchan, Winarni,
Mufid, Fahim, & Syaifudin, 2018). Berikut
penjabaran lima langkah tersebut:
a. Pengenalan peserta didik terhadap masalah
Pendidikmemberikanpengenalanterhadap
masalah terkait literasi media sosial beserta
tujuan dan manfaat dari pembelajaran.
Misalnya, pendidik memberikan materi
mengenai cyberbullying. Pengetahuan
mengenai jenis cyberbullying serta dampak
dari cyberbullying dapat membuat
peserta didik menolong orang yang
mengalami cyberbullying dan menghindari
perbuatan merundung orang secara
daring. Pemahaman mengenai tujuan
serta manfaat dari materi yang diberikan
berfungsi untuk memotivasi remaja untuk
turut menyelesaikan masalah.
b. Pengorganisasian dalam pembelajaran
Pendidik memberikan bantuan pada
peserta didik dalam mengorganisasi tugas
dari materi terkait literasi media yang
diberikan. Misalnya, pendidik dapat
menjelaskan hubungan antara masalah
yang diberikan dalam tugas dengan
cyberbullying untuk mempermudah peserta
didik dalam memahami materi.
c. Pembimbingan peserta didik dalam
menyelidiki permasalahan secara individu
maupun kelompok
Pendidik membimbing peserta didik untuk
mencari informasi maupun data mengenai
masalah tersebut dari dalam maupun luar
kelompok. Pada tahap ini, kemampuan
berpikir kritis, kreativitas, dan diskusi
dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Informasi dan data yang didapat kemudian
dihimpun.
7. 34 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
d. Pengembangan dan penampilan hasil
penyelidikan
Pendidik membantu peserta didik
membuat perencanaan untuk menam-
pilkan hasil penyelidikan. Media sosial
dapat dimanfaatkan sehingga bentuk hasil
penyelidikan dapat bervariasi, tidak hanya
laporan tertulis, tetapi bisa berbentuk
poster, infografik, video, dan lain-lain.
e. Penganalisisan dan pengevaluasian proses
penyelesaian masalah
Peserta didik mempresentasikan laporan
yang merupakan hasil penyelidikan
mandiri maupun diskusi dengan
kelompok. Pertanyaan, kritik, dan saran
dari pendidik maupun peserta didik lain
dapat memperkaya pemahaman peserta
didik tersebut.
Tantangan dalam Penerapan PBL
Penerapan PBL memiliki berbagai tantangan
yang perlu diatasi. Sanjaya (dalam Tyas, 2017)
mengungkapkan PBL memiliki kekurangan
berupa ketergantungan proses keberhasilan
pembelajaran terhadap kepercayaan diri
peserta didik dalam menyelesaikan masalah,
membutuhkan buku penunjang pembelajaran,
membutuhkan waktu yang lama, dan model
pembelajaran hanya dapat diterapkan di
bidang studi tertentu.
Senada dengan itu, Shoimin (2014) pun
menyatakan kekurangan dalam penerapan
PBL, yaitu penerapan model pembelajaran
ini hanya cocok diterapkan secara terbatas
pada materi tertentu yang membutuhkan
pemecahan masalah. Selain itu, PBL memiliki
kendala untuk diterapkan pada kelas dengan
keragaman yang tinggi karena sulit untuk
membagi tugas.
Hal lainnya yang dapat menjadi tantangan
dalam penerapan PBL adalah karakteristik
peserta didik yang dapat menghambat proses
pembelajaran dalam kelompok, yaitu free
rider type, orang yang dalam kerja kelompok
minim kontribusi, sucker type, orang yang sama
sekali tidak mau berkontribusi dalam kerja
kelompok, dan rich get richer type, orang yang
mengambil alih diskusi untuk mendapatkan
informasi lebih dari anggota kelompok yang
mempunyai informasi (Hariyanti, 2017).
Dari berbagai pendapat di atas, tantangan
dalam penerapan PBL adalah sikap remaja
dalam menjalankan pembelajaran, fasilitas
yang menunjang, waktu yang lama dibutuhkan
dalam penerapan model tersebut, dan
keterbatasan materi yang dapat diterapkan.
Pembahasan
Karakter Remaja dalam Penggunaan Media
Sosial
Berdasarkan hasil penelitian, karakter remaja
dalammenggunakanmediasosialdapatbersifat
positif dan bersifat negatif. Menggunakan
empat parameter Wright dan Randall (dalam
Ihsan, 2016), berikut karakter remaja dalam
menggunakan media sosial.
a. Perkembangan fisik
Penggunaan media sosial tidak terlepas
dari kedisiplinan yakni kontrol diri
(self control) untuk tidak menggunakan
media sosial secara berlebihan hingga
menganggu kegiatan sehari-hari (Siwi
dalam Ningtyas, 2012). Penggunaan
media sosial yang diiringi dengan kontrol
diri memberikan manfaat dalam melatih
kedisiplinan diri, seperti membagi waktu
antara menggunakan media sosial dengan
aktivitas sehari-sehari mulai dari waktu
makan, tidur, berolahraga, dan aktivitas
fisik lainnya.
Sebaliknya, jika remaja tidak memiliki
kontrol diri, hal ini dapat mengakibatkan
kecanduan media sosial yang akan
berdampak pada gangguan kesehatan.
8. 35
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
Seperti pernyataan Wright dan Randall
(dalam Ihsan, 2016) bahwa kecanduan
media sosial dapat mempengaruhi pola
makan, pola tidur, dan fisik menjadi lelah.
Pola makan menjadi tidak teratur karena
remaja menunda makan untuk bermain
media sosial. Remaja juga membuang
waktu istirahat yang penting bagi kesehatan
untuk bermain media sosial. Kelelahan
fisik pun tak dapat dihindari jika remaja
bermain media sosial secara terus-menerus.
b. Perkembangan kognitif
Media sosial dapat membantu
perkembangan kognitif remaja. Hal
tersebut dikarenakan remaja memiliki
keinginan untuk mengetahui dan
mencoba hal-hal baru (Diananda,
2019; Sari, Ilyas, & Ifdil, 2017; Yunia,
Liyanovitasari, & Saparwati 2019). Rasa
penasaran yang dimiliki remaja dapat
membuat remaja mengeksplorasi media
sosial, mulai dari pencarian secara mandiri
maupun berdiskusi di forum dunia maya
mengenai pemikiran yang mereka miliki
serta mencari jawaban dari permasalahan
mereka. Remaja dapat menambah banyak
pengetahuan dari media sosial karena
media sosial menyediakan wadah tempat
berdiskusi.
Meskipun begitu, keinginan untuk
mengetahui dan mencoba hal-hal
baru dapat membawa dampak buruk
bagi remaja. Penggunaan media sosial
dapat membuat remaja mengalami
ketergantungan sehingga mengandalkan
media sosial untuk menyelesaikan
permasalahan sehingga remaja menjadi
malas untuk berpikir. Remaja pecandu
internet tidak memikirkan kebenaran
mengenai informasi yang mereka dapatkan
dan mempercayai informasi yang mereka
temukan di media sosial. Misalnya,
remaja mengandalkan Brainly.com dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya
sehingga mengurangi perkembangan
kemampuan untuk berpikir kritis maupun
kreatif. Sisi buruk lainnya, remaja dapat
memiliki kebiasaan menyimpang karena
terpapar berbagai informasi yang belum
diperlukan oleh remaja seusianya,
seperti merokok, meminum alkohol,
dan pornografi (Haidar & Apsari, 2020;
Maseda, Suba, & Wongkar, 2013; Maula
& Yuniastuti, 2017).
c. Perkembangan emosional
Hurlock (dalam Ningrum, 2013)
mengemukakan bahwa masa remaja adalah
masa pembentukan identitas diri. Media
sosial dapat menjadi tempat bagi remaja
untuk membagikan berbagai macam
hal seperti kehidupannya sehari-hari
maupun pendapatnya, seperti membuat
status WhatsApp, story Instagram, kiriman
beranda Facebook, dan lain-lain. Remaja
mencari perhatian dari orang lain sebagai
bukti bahwa dirinya eksis. Jumlah follower,
subscriber, viewer, maupun like dapat
dijadikan sebagai tolak ukur popularitas.
Sikap tersebut tidak hanya mengundang
respons positif dari pengguna media sosial
seperti bertambahnya follower, subscriber,
viewer, maupun like, tetapi respons negatif
seperti hate comment dari haters. Hal ini
dapat membawa perkembangan emosional
yang buruk bagi remaja. Kecanduan media
sosial dapat menimbulkan depresi serta
kecemasan (Haniza, 2019).
d. Perkembangan sosial
Media sosial kerap terhubung dengan
perkembangan sosial remaja. Hal ini karena
media sosial dapat menjadi tempat untuk
berinteraksi terbebas jarak dan waktu.
Remaja dapat memiliki teman-teman dari
dunia maya. Akan tetapi, kemudahan
dalam berkomunikasi secara daring juga
dapat membuat remaja menyebabkan
9. 36 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
kecanduan sehingga remaja membatasi
lingkungan pergaulan dengan hanya
berkomunikasi dengan pengakses media
sosial. Media sosial dapat berdampak
buruk pada hubungan remaja dengan
lingkungan sekitarnya, seperti keluarga
dan teman-teman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tewal, Mewengkang, & Londa
(2018) yang menyatakan media sosial
dapat membuat remaja menjadi tertutup
dari kelompoknya.
Topik dalam Literasi Media Sosial
bagi Remaja
Berdasarkan hasil penelitian, topik yang dapat
disampaikan dalam pembelajaran literasi media
sosial bagi remaja dapat dibagi ke dalam tiga
kategori sesuai dengan pengklasifikasian topik
bermedia sosial menurut Wilson (Herlina,
2019) dengan penyesuaian-penyesuaian
terhadap sifat dan karakteristik remaja dalam
menggunakan media sosial. Berikut ketiga
topik tersebut:
a. Pengetahuan serta pemahaman tentang
media sosial
Pada topik ini, pendidik dapat memberikan
pembelajaran terkait hal-hal dasar di media
sosial, seperti sejarah media sosial, etika
dalam menggunakan media sosial, peluang,
dan risiko yang dapat ditemui. Dengan
pengetahuan ini, remaja mengetahui cara
menggunakan media sosial dengan baik
sehingga mencegah remaja dari perbuatan
yang melanggar keberadaban dalam
menggunakan media sosial.
Pengetahuan dasar yang paling relevan
dengan kebutuhan dan kondisi literasi
mediasosialremajasaatiniadalahnetiquette,
yakni etika tidak tertulis bagi pengguna
internet. Nasrullah (dalam Ramadhon,
2019) mengungkapkan bahwa etika di
dunia maya dibutuhkan karena pengguna
media sosial memiliki latar belakang
yang berbeda-beda, terjadinya peralihan
dari komunikasi lisan menjadi tulisan,
munculnya pandangan bahwa media sosial
berbeda dengan dunia nyata, dan adanya
penggunaan media sosial sebagai kegiatan
bisnis. Dengan memahami netiquette,
remaja dapat mengetahui baik, buruk,
benar, dan salah dalam menggunakan
media sosial.
Dalam perspektif New Media Literacy
menurut Lin et al. (dalam Hariyanto,
2017) topik ini dapat dikategorikan ke
dalam functional consuming. Functional
consuming adalah kemampuan individu
untuk menggunakan gadget dan media
sosial dengan baik serta memahami gagasan
dalam konten di media sosial.
b. Mengevaluasi teks dari media sosial
Media sosial memiliki banyak konten
yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat. Tidak semua konten media
sosial bernilai positif. Dengan kemudahan
penyebaraninformasi,remajadapatterpapar
konten negatif seperti hoaks, penipuan
online, hate speech, cyberbullying sampai
pembentukan karakter yang konsumtif.
Untuk itu, remaja memerlukan
kemampuan untuk menganalisis secara
tekstual, mengklasifikasikan konten
berdasarkan sudut pandang mereka,
serta mengkritisi kredibilitas konten
media. Dalam literasi media sosial, topik
ini terkait dengan kemampuan critical
consuming, yakni kemampuan untuk
membuat interpretasi dari konten media
(Lin et al. dalam Hariyanto, 2017).
Dengan kemampuan ini remaja tidak
hanya menerima informasi begitu saja dari
media sosial, tapi mereka mampu untuk
mengkritisi,mempertanyakan,meragukan,
membandingkan, mengevaluasi, dan
mengambil keputusan terhadap informasi
10. 37
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
yang diterimanya. Dengan demikian,
remaja dapat terhindar dari paparan negatif
informasi yang tidak baik.
c. Pemanfaatan media sosial untuk
memproduksi konten
Cara untuk memanfaatkan media sosial
perlu dibahas di dalam literasi media
agar remaja dapat menjadi pribadi yang
produktif dan tidak hanya menjadi
konsumen. Topik ini dalam literasi media
sosial dikategorikan ke dalam functional
presuming, yakni kemampuan untuk dapat
berperan dalam membuat konten media
(Hariyanto, 2017). Banyaknya kategori
dalam media sosial membuka peluang
untuk membuat konten di berbagai media
sosial bergantung dengan minat serta bakat
remaja. Misalnya, remaja yang tertarik
di bidang jurnalistik dapat mempelajari
cara membuat dan menyebarkan konten
terkait jurnalistik melalui media internet.
Remaja yang tertarik pada sastra dapat
menjadikan cyber sastra sebagai alternatif.
Begitu pun dengan remaja yang berminat
dalam bidang menggambar, perfilman,
teater, dan konten kreatif lainnya dapat
membagikannya di media sosial.
Penerapan PBL dalam Literasi Media Sosial
bagi Remaja
Kelima langkah dalam penerapan PBL
mencerminkan model pembelajaran ini
menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Hal ini karena dalam PBL, peserta didik
secara aktif membangun pengetahuan melalui
pengalamannya sendiri. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student center
learning) ini menunjukkan ciri khas dari
pendekatan konstruktivisme (Mulyati, 2009;
Prasetya, 2014; Supardan, 2016).
Dengan karakteristik tersebut, penerapan
PBL sangat tepat diaplikasikan dalam konteks
literasi media sosial bagi remaja. Hal ini
dikarenakan pembelajaran literasi media sosial
memerlukan pengenalan terhadap kasus yang
berasal dari masalah yang dialami di kehidupan
sehari-hari. Misalnya, pada kasus perundungan
dunia maya. Dengan menganalisis secara kritis
fenomena perundungan, remaja tidak hanya
mendapatkaninformasi,tetapijugamemahami
dampak dari bahaya melakukan perundungan
dunia maya serta memahami fungsi netiquette
dalam bermedia sosial untuk menghindari
perbuatan merundung orang lain di dunia
maya. Pada akhirnya, pembelajaran literasi
media sosial diharapkan dapat mengubah
sikap remaja.
Selain itu, kelima langkah dalam penerapan
PBL juga menunjukkan pendekatan ini
sesuai dengan perkembangan kognitif remaja.
Dikatakan Cole (dalam Putro, 2017), remaja
memerlukan pemahaman terhadap bukti
agar dapat mempercayai informasi dan
mulai dapat berpikir objektif. Dalam PBL,
remaja mengonstruksi pengetahuan melalui
berbagai tahap, seperti merumuskan masalah,
melakukan pencarian informasi dari referensi
yang dapat dipercaya, melakukan klasifikasi
data, dan berdiskusi dengan anggota kelompok
sampai dapat menemukan bukti-bukti
terhadap pemecahan masalah. Proses ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
remaja (Amin, 2017; Rokhim et al., 2018).
Tantangan dalam Penerapan PBL
Tantangan utama dalam penerapan PBL ada
pada sikap remaja sebagai peserta didik, baik
itu menjaga kepercayaan diri remaja dalam
menyelesaikan masalah, maupun sikap remaja
yang bisa bersifat dominan atau pasif dalam
kelompok.
Kepercayaan diri remaja yang rendah
dapat membuat remaja menganggap suatu
permasalahan terlalu sulit untuk diatasi
sehingga menyerah sebelum mencoba. Hal ini
dapat mengakibatkan tujuan pembelajaran,
11. 38 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
yaitu kemandirian pelajar dalam mengon-
struksi pengetahuan dengan cara menyelesai-
kan permasalahan, menjadi tidak tercapai.
Kepercayaan diri yang rendah dapat berkaitan
dengan pola asuh orang tua. Orang tua yang
tidak memberikan ruang bagi anaknya untuk
mengembangkan potensi diri ataupun orang
tua yang jarang memberikan perhatian pada
anak dapat membuat anak tersebut tumbuh
menjadi remaja dengan kepercayaan diri yang
rendah dan kurang memiliki kemampuan
bersosialisasi. Media sosial juga secara tidak
langsung dapat memberikan dampak negatif
pada kepercayaan diri remaja. Sering kali media
sosial menampilkan gambaran kehidupan
yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga
menimbulkan kecemasan pada remaja yang
tidak dapat memenuhi ekspektasi tinggi
tersebut. Olehsebabitu,remajamembutuhkan
dukungan sehingga mereka dapat mengatasi
kecemasan yang mereka miliki (Dewi, Supriyo
& Suharso, 2013; Fitri, Zola, & Ifdil, 2018;
Kartini, 2019).
Tantangan berikutnya adalah sikap remaja
dalam diskusi kelompok. Jika remaja terlalu
pasif maupun terlalu mendominasi kelompok,
maka alur diskusi kelompok dapat terhambat.
Sikap remaja tersebut dapat dikaitkan
dengan karakter remaja yang menginginkan
penerimaan dari teman sebaya. Triani (2012)
mengungkapkan bahwa remaja membutuhkan
penerimaandaritemansebayaagartidakmerasa
kesepian. Remaja bersikap mendominasi
dalam diskusi kelompok untuk mendapatkan
perhatian dan terlihat memberikan kontribusi
dalam kelompok. Remaja juga dapat
bersikap pasif karena merasa takut ditolak
oleh kelompok jika mengeluarkan pendapat
mereka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Hurlock (dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004)
yang menjelaskan bahwa remaja berusaha
memenuhi ekspetasi dari kelompok teman
sebayanya demi memiliki identitas.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, pen-
didik dapat menjadi kunci keberhasilan pem-
belajaran. Walaupun PBL terpusat pada siswa,
pendidik tetap memiliki peran penting dalam
proses pembelajaran. Seperti yang dikatakan
Amir (2016), penerapan PBL memerlukan
dukungan dari pendidik. Pendidik perlu untuk
memahami dan memiliki kecakapan dalam
memfasilitasi pelaksanaan PBL.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri
remaja dalam pemecahan masalah, pendidik
perlu untuk memfasilitasi remaja dalam
proses berpikir. Pada tahap ini, penting bagi
pendidik untuk memberikan pertanyaan
yang dapat memancing motivasi remaja dan
membantu berjalannya diskusi. Pendidik
dapat mengaitkan materi mengenai literasi
media sosial dengan pengalaman maupun
berita yang diketahui oleh remaja sehingga
ia dapat merasakan bahwa hal tersebut dekat
dengan kehidupan sehari-hari. Pendidik
perlu memberikan motivasi bahwa remaja
mampu dapat menyelesaikan permasalahan
tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Perdana (2019) yang mengungkapkan bahwa
mengenalkan tujuan yang realistis untuk
dicapai dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Sementara itu, untuk mengatasi sikap
dominan-pasif remaja dalam PBL, pendidik
dapat memberikan pemahaman mengenai
manfaat yang didapat dari belajar secara
berkelompok. Dikatakan Amir (2016),
penerapan PBL secara berkelompok memiliki
manfaat dalam meningkatkan kemampuan
dalam menyelesaikan masalah, kemampuan
berpikir kritis, kemampuan interpersonal
dan berkomunikasi, serta kemampuan untuk
mencari serta mengolah informasi. Manfaat
dari belajar secara berkelompok tersebut dapat
dirasakan oleh remaja jika remaja membagi
tugas kelompok dengan adil dan berkontribusi
dalam kelompok. Pemberian materi mengenai
manfaat belajar secara kelompok dapat
12. 39
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
dilakukan oleh pendidik di awal pertemuan.
Pendidik dapat meminta pengertian remaja
untuk saling bekerja sama. Selama proses
pembelajaran berlangsung, pendidik perlu
memperhatikan sikap remaja dalam kelompok.
Pendidik dapat memperhatikan pembagian
tugas dalam kelompok untuk memastikan
pembagian tugas tersebut berjalan dengan
adil. Pendidik dapat mendekati remaja dengan
sikap pasif dan menanyakan kesulitan yang
mereka hadapi agar mereka ikut berkontribusi
dalam kelompok. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Taat, Abdullah, & Talip (2014)
mengenai pentingnya interaksi antara pendidik
dengan peserta didik dalam membuat proses
pembelajaran menjadi lancar. Remaja sebagai
peserta didik dapat aktif dalam berdiskusi
jika menyadari pentingnya belajar secara
berkelompok.
PENUTUP
Berdasarkan analisis pembahasan, dapat
disimpulkan empat hal: Pertama, karakter remaja
dalam menggunakan media sosial bersifat positif
dan negatif baik dalam perkembangan fisik,
kognitif, emosional, maupun sosial.
Kedua, topik pembelajaran dalam literasi
mediasosialuntukremajaadalahpengetahuanserta
pemahaman tentang media sosial, mengevaluasi
teks dari berbagai sumber media sosial, dan
memproduksi konten serta menggunakan media
sosial.
Ketiga, penerapan PBL tepat digunakan untuk
pembelajaran literasi media sosial remaja. Hal ini
dikarenakan model pembelajaran ini merupakan
pendekatan konstruktivisme yang mendorong
remaja secara aktif membangun pengetahuannya
sendiri. Selain itu, model pembelajaran ini juga
sesuai dengan perkembangan kognitif remaja yang
membutuhkan bukti dalam menerima informasi.
Keempat, tantangan utama penerapan PBL
dalam pembelajaran literasi media sosial pada
remaja adalah sikap remaja yang rentan dalam
kepercayaan diri dan sikap dominan-pasif dalam
kerja kelompok. Pendidik dapat mengatasi
tantangan itu dengan memfasilitasi peserta didik
dalamprosesberpikirdanmemberikanpemahaman
mengenai pentingnya belajar kelompok.
Adapun saran dalam penelitian ini, Peneliti
memberikan saran kepada pemerintah untuk
memasukkan literasi media sosial ke dalam
kurikulum. Kepada pendidik, disarankan untuk
memberikan materi literasi media sosial kepada
peserta didik remaja, di antaranya dengan
menggunakan PBL. Kepada orang tua diharapkan
dapat membimbing remaja dalam menggunakan
media sosial, dan kemudian untuk remaja
disarankan dapat meningkatkan literasi media
sosial dirinya secara aktif dan mandiri.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan
melakukan kajian mengenai evaluasi penerapan
PBL dalam pembelajaran literasi media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Problem
Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Hasil Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan
Geografi, 4(3), 25–36. Retrieved from http://ppjp.
unlam.ac.id/journal/index.php/jpg
Amir, T. M. (2016). Inovasi Pendidikan melalui Problem Based
Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan
Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Prenada
Media.
Badan Pusat Statistik. (2021). Berita Resmi Statistik No.
07/01/Th. XXIV. Retrieved from https://www.bps.
go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-
penduduk-2020.html
Dadang Supardan, H. (2016). Teori dan Praktik Pendekatan
Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Edunomic
Jurnal Pendidikan Ekonomi, 4(1), 1–12. Retrieved from
https://www.fkip-unswagati.ac.id/ejournal/index.
php/edunomic/article/view/199
Darmalaksana, W. (2020). Cara Menulis Proposal Penelitian.
Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Dewi, D. M., Supriyo, & Suharso. (2013). Kepercayaan Diri
Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua pada Siswa Kelas
VII (Studi Kasus). Indonesian Journal of Guidance
13. 40 Jurnal AKRAB! Volume XII Edisi 1/Mei/2021
and Counseling: Theory and Application, 2(4), 9–16.
Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/jbk
Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja dan
Permasalahannya. Istighna: Jurnal Pendidikan Islam,
1(1), 116–133. https://doi.org/10.33853/istighna.
v1i1.20
Engkus, Hikmat, & Saminnurahmat, K. (2017). Perilaku
Narsis pada Media Sosial di Kalangan Remaja
dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian
Komunikasi, 20(2), 121–134. https://doi.
org/10.20422/jpk.v20i2.220
Fadilah, N., & Surya, E. (2017). Perbandingan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Menggunakan Model Eliciting Activities dan
Problem Based Learning di Kelas VIII SMP Negeri 38
Medan. Inspiratif: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1),
1–9. https://doi.org/10.24114/jpmi.v3i1.8792
Fakhriyah, F. (2014). Penerapan Problem Based Learning
dalam Upaya Mengembangkan Kemampuan
Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 3(1), 95–101. https://doi.org/10.15294/jpii.
v3i1.2906
Farida, A. (2014). Pilar-Pilar Pembangunan Karakter Remaja;
Metode Pembelajaran Aplikatif untuk Guru Sekolah
Menengah. Bandung: Nuansa Cendekia.
Fitri, E., Zola, N., & Ifdil, I. (2018). Profil Kepercayaan Diri
Remaja serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.
JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 4(1),
1–5. https://doi.org/10.29210/02017182
Fitrianawati, M., & Hartono, H. (2016). Perbandingan
Keefektifan PBL Bersetting TGT dan GI Ditinjau dari
Prestasi Belajar, Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Toleransi. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 3(1),
55–65. https://doi.org/10.21831/jrpm.v3i1.9684
Haidar, G., & Apsari, N. C. (2020). Pornografi pada Kalangan
Remaja. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, 7(1), 136–143. https://doi.org/10.24198/
jppm.v7i1.27452
Haniza, N. (2019). Pengaruh Media Sosial terhadap
Perkembangan Pola Pikir, Kepribadian dan
Kesehatan Mental Manusia. In F. G. Sukmono,
F. Junaedi, & E. Rasyid (Eds.), Komunikasi dan
Multikulturalisme di Era Disrupsi : Tantangan dan
Peluang (pp. 21–31). Yogyakarta: Buku Litera
Yogyakarta. Retrieved from https://core.ac.uk/
download/pdf/345243132.pdf#page=32
Hariyanti, T. (2017). Keunggulan Metode Kolaboratif dan
Kooperatif dalam Pendidikan. Malang: UB Press.
Hariyanto, Y. P. (2017). Literasi Media di Kalangan Remaja
Kota dalam Penggunaan Media Sosial (Studi
Deskriptif tentang Literasi Media di Kalangan
Remaja Kota dalam Penggunaan Media Sosial di
Surabaya). Journal Unair, 6(3), 1–13. Retrieved from
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
lnf76d17d6e5full.pdf
Herlina, D. (2019). Literasi Media: Teori dan Fasilitasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihsan, M. (2016). Pengaruh Terpaan Media Internet dan
Pola Pergaulan terhadap Karakter Peserta Didik.
Jurnal Tsamrah Al-Fikri, 10, 103–120. Retrieved from
https://riset-iaid.net/index.php/TF/article/view/8
Irfan, M., Bela, S., Putri, R., Aryanti, T., Ari, A., & Susanti, K.
(2020). Fenomena Cyber-Bullying dalam Teknologi
Media Baru (Instagram) Perspektif Ilmu Komunikasi.
Jurnal Public Relations (J-PR), 1(1), 1–7. Retrieved
from http://jurnal.bsi.ac.id/index.php/jpr/article/
view/176
Kartini, S. (2019). Krisis Percaya Diri. Semarang: Mutiara
Aksara.
Mardliyah, A. A. (2018). Budaya Literasi sebagai Upaya
Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis di Era
Industri Revolusi 4.0. Seminar Nasional Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat UNIM, 171–176. Mojokerto.
Retrieved from http://snp2m.unim.ac.id/index.php/
snp2m/article/view/334
Marlina, H., Jalinus, N., & Rahmat, R. (2018). Pendidikan
Kesehatan Reproduksi bagi Remaja (Literatur
Review). INVOTEK: Jurnal Inovasi Vokasional dan
Teknologi, 18(1), 83–90. https://doi.org/10.24036/
invotek.v18i1.256
Maseda, D. R., Suba, B., & Wongkar, D. (2013). Hubungan
Pengetahuan dan Sikap tentang Bahaya Merokok
dengan Perilaku Merokok pada Remaja Putra di SMA
Negeri I Tompasobaru. Jurnal Keperawatan, 1(1), 1–8.
Retrieved from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.
php/jkp/article/view/2176
Maula, L. K., & Yuniastuti, A. (2017). Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Penyalahgunaan dan Adiksi Alkohol
pada Remaja di Kabupaten Pati. In Public Health
Perspective Journal (Vol. 2). Retrieved from http://
journal.unnes.ac.id/sju/index.php/phpj
Microsoft. (2021a). Digital Civility 2021 Global Report.
Retrieved March 19, 2021, from Microsoft website:
https://aka.ms/Digital_Civility_Year_Five
Microsoft. (2021b). Indonesia Digital Civility Year 5.
Retrieved March 19, 2021, from Microsoft website:
https://query.prod.cms.rt.microsoft.com/cms/api/
am/binary/RE4MM8l
Mulyati, T. (2009). Pendekatan Konstruktivisme dan
Dampaknya bagi Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Siswa SD. EduHumaniora: Jurnal
Pendidikan Dasar, 1(2), 1–8. Retrieved from http://
journey.maesuri.com
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian Orang Tua dan
Penyesuaian Diri Remaja Studi pada Remaja Sekolah
Menengah Atas/Kejuruan di Kota Samarinda.
14. 41
Pembelajaran Literasi Media Sosial pada Remaja melalui Metode Problem Based Learning
Faradhiba Salsabila, Dina Julita
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(1), 39–44.
Retrieved from http://e-journals.unmul.ac.id/index.
php/psikoneo/article/view/3278
Nisfiannoor, M., & Kartika, Y. (2004). Hubungan antara
Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman
Sebaya pada Remaja. Jurnal Psikologi, 2(2), 160–178.
Perdana, F. J. (2019). Pentingnya Kepercayaan Diri dan
Motivasi Sosial dalam Keaktifan Mengikuti Proses
Kegiatan Belajar. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial
& Ekonomi, 8(2), 70. https://doi.org/10.24235/
edueksos.v8i2.5342
Pradipta, A. W., & Sofyan, H. (2015). Implementasi PBL
untuk Meningkatkan Motivasi, Kreativitas dan
Pemahaman Konsep. Jurnal Inovasi Teknologi
Pendidikan, 2(1), 32–48. https://doi.org/10.21831/
tp.v2i1.5202
Prasetya, S. P. (2014). Memfasiltasi Pembelajaran Berpusat
pada Siswa. Jurnal Geografi, 12(1), 1–11.
Prasutri, D. R., Muzaqi, A. F., Purwati, A., Nisa, N. C., & Susilo,
H. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Literasi
Digital dan Keterampilan Kolaboratif Siswa SMA
pada Pembelajaran Biologi. Seminar Nasional dan
Workshop Biologi-IPA dan Pembelajarannya Ke-4,
489–496. Malang. Retrieved from https://www.
researchgate.net/publication/346970399
Prihatiningsih, W. (2017). Motif Penggunaan Media
Sosial Instagram di Kalangan Remaja. Jurnal
Communication, 8(1), 51–65. https://doi.
org/10.36080/comm.v8i1.651
Putro, K. Z. (2017). Memahami Ciri dan Tugas
Perkembangan Masa Remaja. Aplikasia: Jurnal
Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), 25–32. https://doi.
org/10.14421/aplikasia.v17i1.1362
Ramadhon, F. N. (2019). Pasar Masyarakat Digital dan
Degradasi Netiquette. Jurnal Komunikasi, 13(1), 73–
82. https://doi.org/10.21107/ilkom.v13i1.5218
Rokhim, A. R., Suparmi, & Prayitno, B. A. (2018).
Pengembangan Modul IPA Berbasis Problem Based
Learning pada Materi Kalor dan Perpindahan untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
Kelas VII. In INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA (Vol. 7).
https://doi.org/10.20961/INKUIRI.V7I1.19804
Sari, A. P., Ilyas, A., & Ifdil, I. (2017). Tingkat Kecanduan
Internet pada Remaja Awal. JPPI (Jurnal Penelitian
Pendidikan Indonesia), 3(2), 45. https://doi.
org/10.29210/02018190
Sari, S. (2019). Literasi Media pada Generasi Milenial
di Era Digital. Professional: Jurnal Komunikasi
dan Administrasi Publik, 6(2), 30–42. https://doi.
org/10.37676/professional.v6i2.943
Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Simarmata, J., Iqbal, M., Hasibuan, M. S., Limbong, T., &
Albra, W. (2019). Hoaks dan Media Sosial: Saring
Sebelum Sharing. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Subchan, Winarni, Mufid, M. S., Fahim, K., & Syaifudin,
W. H. (2018). Buku Guru Matematika SMP/MTS
Kelas IX Kurukulum 2013 Edisi Revisi 2018. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Taat, M. S., Abdullah, M. Y., & Talip, R. (2014). Sains
Humanika Motivasi sebagai“Mediator”antara
Proses Pengajaran dan Bimbingan Guru dengan
Pembelajaran Terarah Kendiri (PTK) Pelajar: Satu
Kajian Menggunakan“Model SEM/AMOS.”Sains
Humanika, 2(4), 127–132. Retrieved from www.
sainshumanika.utm.my
Tewal, A. Y., Mewengkang, N. N., & Londa, J. W. (2018).
Pengaruh Media Sosial terhadap Gaya Hidup
Remaja di Desa Raanan Baru Kecamatan Motoling
Barat Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
Acta Diurna Komunikasi, 7(4), 1–10. Retrieved
from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
actadiurnakomunikasi/article/view/20994
Triani, A. (2012). Pengaruh Persepsi Penerimaan Teman
Sebaya terhadap Kesepian pada Remaja. Jurnal
Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 1(1), 128–134.
https://doi.org/10.21009/jppp.011.18
Tyas, R. (2017). Kesulitan Penerapan Problem Based
Learning dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Tecnoscienza, 2(1), 43–52. Retrieved from http://
ejournal.kahuripan.ac.id/index.php/TECNOSCIENZA/
article/view/26
Yunia, S. A. P., Liyanovitasari, & Saparwati, M. (2019).
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kenakalan
Remaja pada Siswa. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa,
2(1), 55–64. https://doi.org/10.32584/JIKJ.V2I1.296
Yusuf, A. M. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif
dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenada Media.