Ringkasan dokumen kritikal ini adalah:
1. Dokumen ini melakukan pengakuan dosa para dosen sebagai pendidik akuntansi
2. Dosen menyamakan perilaku mereka dengan sopir angkutan yang sibuk mengejar target
3. Mahasiswa mengakui bahwa mereka terkadang senang dengan jam kuliah yang lebih pendek tapi menyadari pentingnya pembelajaran yang mendalam
1. CRITICAL REVIEW:
PENGAKUAN DOSA [SOPIR] A[NG]KU[N]TAN
PENDIDIK: STUDI SOLIPSISMISH
(Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Matakuliah Akuntansi Multi Paradigma )
Oleh:
1. Elana Era Yusdita (146020300111011)
2. Sri Apriyanti Husain (146020300111009)
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
2. REVIEW
Latar belakang masalah dalam riset ini adalah adanya fenomena yang ditangkap ketiga
penulis (para dosen) terhadap tingkah laku mahasiswanya. Mahasiswa dipandang malas,
tidak serius mengerjakan tugas, datang terlambat, sikap kurang berbudi baik,
mengirimkan sms gaul. Mulanya, yang diduga menjadi penyebab adalah kesalahan
mahasiswa, hasil pola asuh, dan moda pergaulan modern. Namun, perlu diingat bahwa
pendidik berperan dalam proses pendidikan akuntansi serta hasil akhir lulusan.
Tujuan riset ini yaitu mengeksplorasi “dosa-dosa” penulis sebagai pendidik.
Rumusan masalah dalam riset ini adalah bagaimana kesalahan penulis sebagai akuntan
pendidik digunakan untuk menjelaskan praktik pendidikan akuntansi yang terjadi secara
umum.
Dalam riset ini, kami tidak menemukan teori. Namun, ada pernyataan dari KH.
Dewantoro bahwa guru/dosen turut bertanggung jawab atas pendidikan kita yang
mendukung pengakuan dosa peneliti.
Menurut kami, paradigma yang digunakan ada 2, yaitu fenomenologi dan kritis.
Dikatakan fenomenologi karena dalam penelitian ini peneliti menginterpretasikan
pengalaman hidupnya yaitu berupa pengakuan dosa. Namun setelah pengakuan dosa ada
kritikan yang membuat riset ini juga termasuk dalam paradigma kritis.
Metode riset yang digunakan adalah solipsismish yang berasal dari solipsisme, yaitu
yang menyatakan bahwa pengalaman pribadi seseoranglah merupakan satu-satunya fakta
yang dapat dipercaya. Namun, penulis tidak sepenuhnya mengambil ciri-ciri silopsisme
karena mengambil bukti empiris berupa tugas mahasiswa, aktivitas mahasiswa di jejaring
sosial, observasi, dan interaksi sesama akuntan pendidik, mayoritas dari perasaan
penulis. Bukti tersebut diambil di beberapa institusi pendidikan baik negeri (2 institusi)
maupun swasta (1 institusi). Observasi yang dilakukan pada mahasiswa S1, S2, dan S3.
Data diambil dalam rentang semester genap 2012/2013.
Hasil dari riset ini adalah curhat para peneliti tentang kesibukan sehari-hari yang
disamakan dengan perilaku sopir angkutan berupa kejar setoran, menyalip seenaknya,
berhenti mendadak, dan mencari tambahan di luar setoran. Dari bukti yang dikumpulkan,
peneliti menemukan adanya transfer nilai pada mahasiswa. Selain itu juga peneliti
mengemukakan bahwa pendidikan saat ini masih berada dalam kondisi nir-ideal.
3. KRITIK
Menurut kelompok kami, pada dasarnya, artikel ini sudah sesuai dengan realitas yang
ada. Karena berdasarkan pada pengalaman kami, ada beberapa dosen yang menganggap
bahwa kegiatan belajar mengajar cuma sebatas transfer materi dan pemenuhan tanggung
jawab sesuai dengan jatah jam mengajar bahkan sampai menganggap bahwa mereka
melakukan pengajaran hanya sekedar menggugurkan kewajibannya sebagai seorang dosen.
Jika kita merenung kembali, kita akan menemukan bahwa seorang dosen dalam proses
pengajaran tentunya tidak sekedar memenuhi sks yang harus diajarkan, namun harus ada
nilai- nilai yang ditanamkan kepada mahasiswanya, seperti nilai-nilai etika.
Pada beberapa kasus banyak dosen yang menjadikan kampus hanya sebagai ladang
untuk berbisnis. Kebanyakan dosen yang sekaligus berprofesi sebagai pengusaha
memaksakan kehendaknya kepada mahasiswa. Sebagai contoh ketika mahasiswa yang
memperoleh nilai yang rendah, maka dosen tersebut mensyaratkan kepada mahasiswa itu
untuk membeli produk yang dijual dosen itu agar nilai mahasiswa itu menjadi lebih baik.
Bahkan ada dosen-dosen tertentu yang menjadikan skripsi sebagai usaha sampingan dosen
tersebut. Dimana sang dosen menawarkan kepada mahasiswa bimbingannya agar skripsi
mahasiswa tersebut akan dibuatkan oleh dosen tersebut asalkan mahasiswa itu mau
membayar dengan jumlah uang tertentu.
Dari beberapa realitas di atas maka dosen elaku pendidik yang seharusnya menanamkan
nilai-nilai positif malah mengajarkan ketidakjujuran dan mentalitas penyuap kepada
mahasiswanya.
Kami setuju terjadi transfer nilai dari pendidik kepada mahasiswa, karena kamipun
melakukan hal serupa ketika menangkap sebuah nilai atau dimotivasi dosen di kelas. Minimal
kami jadi merenung setiba di kos, bahkan mengutip pernyataan dosen tersebut dalam status
social media kami.
4. ARGUMENTASI ALTERNATIF SECARA RASIONAL
Kami mengusulkan pendalaman riset dengan mengamati lebih jauh tingkah laku mahasiswa
dengan metode dramaturgi, yang merupakan cabang dari interaksi simbolik (kami membaca
materi dari bu Ari Kamayanti). Kita tidak akan pernah tau apakah nilai yang disampaikan
oleh pendidik benar-benar diterima dan diaplikasikan oleh mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari. Kita takkan pernah tau perasaan sesungguhnya dari mahasiswa terhadap suatu
“pelajaran”, jika tidak menyelidikinya diam-diam. Bisa saja seorang mahasiswa pura-pura
paham di depan dosen atau memposting sesuatu di social media hanya untuk menimbulkan
image yang bagus. Peneliti dapat “menyelundupkan” aktor yaitu mahasiswa yang diajak
bekerjasama untuk menyelidiki perilaku mahasiswa dalam suatu kelas mata kuliah tertentu,
apakah nilai-nilai yang ditransfer pendidik benar-benar sampai atau tidak.
5. ARGUMENTASI ALTERNATIF INTUITIF
Menanggapi perilaku pendidik yang dimetaforakan sebagai sopir angkutan, dari sudut
pandang mahasiswa, kami sebagai mahasiswa mengakui bahwa jam kuliah yang selesai lebih
cepat itu menyenangkan, karena kami juga harus mengerjakan tugas kuliah mata kuliah
tersebut atau yang lainnya yang menumpuk. Kelompok kami menyadari pula kalimat
“horeee” yang sering kelepasan dari mulut kami ketika mendengar jam kuliah kosong adalah
kesenangan sesaat. Kami tentunya bukanlah anak kecil lagi yang tidak memikirkan dampak
perbuatan kami sekarang untuk masa depan. Kosong pada saat ini berarti hak kami mendapat
ilmu yang belum kami ketahui tertunda dan kewajiban kami untuk mengumpulkan tugas akan
menumpuk. Kami tidak menganggap kewajiban itu sekedar “selembar kertas yang ditumpuk,
dibaca dosen, dan dinilai”, tapi ada nilai tanggung jawab dan pengasahan entah itu kreativitas
atau intelektual di dalamnya. Bukan lagi “aku harus mengerjakan”, tapi “aku harus
memahami apa yang aku kerjakan”. Waktu yang terbatas namun menuntut pemhaman lebih
untuk setiap yang kami kerjakan inilah yang dirasakan sebagai kendala. Kosongnya jam
kuliah kami rasakan sebagai setan yang mengganggu kami untuk lengah sejenak dan bahkan
lupa, tau-tau tugas-tugas itu menumpuk begitu saja.
Satu kata yang melukiskan perasaan saya (Elana) pada saat membaca jurnal ini adalah galau,
sedangkan Sri merasakan miris.