Dokumen tersebut membahas tentang kesulitan belajar matematika, yang dijelaskan melalui beberapa poin utama seperti karakteristik anak yang berkesulitan belajar matematika, jenis-jenis kesulitan belajar termasuk disleksia dan dyscalculia, serta pendekatan pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan tersebut.
1. KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
Oleh : Silvyani Eka Putri
Kita ketahui bahwa intelektual yaitu akal budi atau intelegensi yang berarti
kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berpikir, kemampuan untuk
melakukan pemikiran yang bersifat abstrak atau tidak bisa di lihat (abstraksi), serta
berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi
baru. Dalam hal ini orang yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan
persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan
cermat serta mampu bertindak cepat.
Permasalahan yang dihadapi dengan rendahnya kemampuan intelektual seseorang
adalah sulitnya siswa dalam mempelajari sesuatu hal, contohnya matematika. Kesiapan
belajar siswa harus sangat diperhatikan dengan cermat, sehingga anak dapat menyerap
pembelajaran yang sedang berjalan dengan optimal. Kegiatan pembelajaran
matematika yang dianggap sulit oleh siswa dapat berjalan dengan lancar, apabila kita
dapat mengetahui permaslahan apa saja yang sering dialami siswa. Dengan itu, kita
dapat mencari jalan terbaik untuk membantu siswa dalam memahami dengan baik dan
mudah.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculia). Istilah
diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan
gangguan sistem syaraf pusat. Dapat kita temui tidak sedikit orang yang mengalami
kesulitan dalam belajar matematika, dan diantaranya memiliki semangat yang tinggi
untuk dapat mempelajari matematika lebih lanjut. Menurut honson dan Myklebust
(1967:244), matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Sehingga banyak orang berpandangan
bahwa matematika penting untuk dipelajari dan dipahami lebih lanjut.
Kesulitan belajar dan masalah belajar menjadi istilah yang menggambarkan
seorang anak mulai mengalami kesulitan belajar di sekolah. Di beberapa negara juga
digunakan sebagai sinonim untuk ketidakmampuan belajar. Setiap orang mungkin
mengalami kesulitan belajar ringan dan berat, yang disebabkan oleh faktor internal atau
eksternal. Anak-anak, yang dilengkapi dengan program pendidikan di bawah hukum
federal, berada di sebagian besar negara dibedakan dari anak-anak lain dengan kesulitan
belajar pada dua alasan.
2. Pertama, dasar dari masalah skolastik mereka diduga karena beberapa disfungsi
neurologis. Kategori LD (Learning Difficult) termasuk anak-anak yang memiliki
kesulitan belajar sebagai akibat dari visual, pendengaran atau cacat motor,
keterbelakangan mental, gangguan emosi, atau yang merugikan lingkungan, budaya
atau ekonomi.
Kedua, untuk dapat didiagnosis sebagai "cacat belajar," harus ada perbedaan
antara potensi dan prestasi anak. Biasanya 50% perbedaan digunakan sebagai kriteria
untuk identifikasi. Perbedaan 50% itu berarti bahwa anak hanya mencapai setengah dari
potensinya yang diharapkan.
Selain itu, yang harus diketahui adalah hasil belajar matematika yang harus
dikuasai siswa meliputi: perhitugan matematis (mathematics calculation) dan penalaran
matematis (mathematics reasoning). Menurut Lerner (1988:430) kurikulum bidang
matematika hendaknya mencakup tiga elemen, yaitu: konsep, keterampilan dan
pemecahan masalah.
a. Jenis-jenis Kesulitan Belajar
1) Disleksia
Disleksia adalah kombinasi dari kemampuan dan kesulitan, kesulitan
mempengaruhi proses belajar dalam aspek bahasa dan berhitung. Ditandai dari
kelemahan yang terus-menerus dapat diidentifikasi dalam memori jangka
pendek, kecepatan pemrosesan, urutan keterampilan, pendengaran dan persepsi
visual, bahasa lisan, dan keterampilan motorik, termasuk masalah membaca,
menulis, ejaan, berbicara. Kemampuan berupa kemampuan visuo-spasial
(berhubungan dengan bentuk, pola, desain, dan dengan seluruh spektrum warna,
serta dengan penempatan dan hubungan objek dalam ruang, termasuk jarak dan
arah) yang baik, berpikir kreatif dan pemahaman intuitif.
2) Dyspraxia (Gangguan Integrasi Sensory)
Siswa dengan dyspraxia dipengaruhi oleh penurunan nilai dan sering canggung.
Keterampilan motorik halus (berkaitan dengan keseimbangan dan koordinasi)
dan keterampilan motorik halus (yang berkaitan dengan manipulasi objek) sulit
untuk belajar dan sulit untuk mempertahankan belajar. Pengucapan juga
terpengaruh dan orang-orang dengan dyspraxia sensitif terhadap suara, cahaya,
dan sentuhan. Masalah dengan koordinasi tangan-mata, keseimbangan, dan
ketangkasan manual.
3. 3) Dyscalculia
Dyscalculia adalah kesulitan belajar yang melibatkan aspek paling dasar dari
keterampilan aritmatika. Kesulitannya terletak pada pemahaman, penerimaan,
atau produksi informasi kuantitatif dan spasial. Siswa dengan dyscalculia
mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep angka sederhana,
kurangnya pemahaman intuitif sebuah angka dan memiliki masalah belajar
dalam penjumlahan dan prosedur. Ini dapat berhubungan dengan konsepkonsep
dasar seperti mengatakan waktu, menghitung harga, dan mengukur hal-hal
seperti suhu dan kecepatan. Jenis Dyscalculia menurut Kosc (1974) ada enam,
yaitu:
a) Verbal, yaitu kesulitan menggunakan konsep matematika dalam bahasa
lisan. Kosc mencatat dua aspek jenis dyscalculia ini: (1) kesulitan
mengidentifikasi pengucapan angka (meskipun individu dapat membaca
angka), dan (2) kesulitan mengingat nama suatu besaran (walaupun mereka
bisa membaca dan menulis nomor).
b) Practognostic, yaitu kesulitan memanipulasi atau pencacahan kuantitas.
Kesulitan di sini melibatkan mengkonversi aritmatika atau prosedur
sehubungan dengan jumlah.
c) Lexical, yaitu kesulitan membaca simbol matematika seperti angka. Siswa
dengan kesulitan ini dapat berbicara tentang ide-ide matematika dan
memahami diskusi lisan mereka namun mengalami kesulitan membaca
simbol dan nomor kalimat.
d) Grafis, yaitu kesulitan menulis simbol matematika. Siswa dapat memahami
ide-ide matematika secara diskusi lisan dan dapat membaca informasi
numerik tetapi mengalami kesulitan menulis pemahaman simbolisme
matematika.
e) Ideognostic, yaitu kesulitan untuk memahami ide-ide yang berhubungan
dengan matematika.
f) Operasional , yaitu kesulitan melakukan operasi matematika.
4) Dysgraphia
Dysgraphia merupakan kesulitan dengan menulis. Masalah dengan tulisan
tangan, ejaan, mengorganisasi ide-ide.
4. 5) Auditory Processing Disorder
Auditory Processing Disorder merupakan kesulitan mendengar perbedaan
antara suara. Masalah dengan membaca, dan pemahaman bahasa.
6) Visual Processing Disorder
Visual Processing Disorder merupakan kesulitan menafsirkan informasi visual.
Masalah dengan membaca, matematika, peta, grafik, simbol, dan gambar.
7) Attention Difficult Disorder (ADD)
Attention Deficit Disorder (ADD) ada dengan atau tanpa hiperaktivitas.
Gangguan ini terjadi pada orang yang sering pergi tugas, mengalami kesulitan
tertentu dimulai dan beralih tugas bersama-sama dengan rentang perhatian yang
sangat pendek dan tingkat tinggi. Mereka gagal menggunakan umpan balik yang
yang mereka terima dengan efektif dan mereka memiliki kemampuan
mendengarkan yang lemah. Mereka yang hiperaktif dapat bertindak impulsif
dan tak menentu, mengalami kesulitan meramalkan hasil, gagal untuk
merencanakan ke depan dan menjadi gelisah. Mereka yang tidak memiliki sifat
hiperaktif cenderung melamun berlebihan, kehilangan jejak dari apa yang
mereka lakukan dan gagal untuk terlibat dalam belajar mereka kecuali mereka
sangat termotivasi. Perilaku orang dengan AD (H) D dapat tidak tepat dan tak
terduga, sehingga menjadi penghalang untuk belajar lebih lanjut.
b. Pendekatan Dalam Pembelajaran Matematika
Ada 4 pendekatan yang paling berpengaruh dalam pengajaran matematika,
yaitu: urutan belajar yang bersifat perkembangan (developmental learning
sequences), belajar tuntas (mastery learning), strategi belajar (learning strategies),
pemecahan masalah (problem solving).
1) Pendekatan urutan belajar yang bersifat perkembangan menekankan pada
pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar dan
keterampilan matematika prasyarat. Pengajaran matematika harus dimulai dari
yang konkrit menuju ke semi konkrit dan akhirnya ke abstrak.
2) Pendekatan belajar tuntas menekankan pada pengajaran matematika melalui
pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
5. a) Menentukan sasaran atau tujuan pembelajaran khusus yang dapat diukur
dan diamati. Contoh: siswa dapat menuliskan jawaban terhadap 20 soal
penjumlahan 1 sampai 10 dalam waktu 10 menit dengan 90% benar.
b) Menguraikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
c) Menentukan langkah-langkah yang sudah dikuasai oleh siswa.
d) Mengurutkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan.
3) Pendekatan strategi belajar memusatkan pada bagaimana belajar matematika
(how to learn mathematics).
4) Pendekatan pemecahan masalah menekankan pada pengajaran untuk berfikir
tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi.
c. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Matematika
Menurut Lerner (1981: 35), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan
belajar matematika, yaitu: adanya gangguan dalam hubungan keruangan,
abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual motor, perseverasi, kesulitan
mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh, kesulitan dalam
bahasa dan membaca, scor Performance IQ jauh lebih rendah dari pada skor verbal
IQ.
1) Gangguan hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat,
tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak
sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika
memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang
berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga
adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan
tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angka-angka dan garis
bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih
dekat ke angka 3 daripada ke angka 8.
2) Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk
melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak
mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri
dari tiga dan empat anggota. Anak juga sering tidak mampu membedakan
bentuk-bentuk geometri.
6. 3) Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-
benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua
tetapi mengucapkan empat.
4) Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada satu objek dalam waktu relatif lama.
Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat
mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat
pada satu objek saja.
Contoh:
4 + 3 = 7
4 + 4 = 8
5 + 4 = 8
3 + 6 = 8
5) Kesulitan mengenal dan memahami simbol
Anak kesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam
mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+). (-), (×), (:),
(=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh
gangguan persepsi visual.
6) Gangguan penghayatan tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya
gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan
bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar
tubuh, maka tiadak ada yang utuh.
7) Kesulitan dalam membaca dan bahasa
Anak berkesulitan belajar matematika akan mengalami kesulitan dalam
memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.
8) Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale
for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika
memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah
7. daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Sub tes verbal mencakup:
Informasi, persamaan, aritmetika, perbendaharaan kata, dan pemahaman. Sub
tes kinerja mencakup: melengkapi gambar, menyusun gambar, menyusun
balok, dan menyusun obyek.
9) Kekeliruan Umum Anak Berkesulitan Belajar Matematika
Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar matematika, guru perlu
memahami berbagai kesalahan umum yang dilakukan anak dalam
menyelesaikan tugas-tugas matematika. Menurut Lerner (1981: 367),
kekurangan itu meliputi pemahaman tentang: simbol, nilai tempat,
perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak terbaca.
a) Kekurangan pemahaman tentang simbol
Anak-anak pada umumnya tidak terlalu sulit jika dihadapkan pada soal-
soal 4+3 = ....., 8 - 6 = ....., tetapi akan mengalami kesulitan jika dihadapkan
pada soal-soal seperti 4 + ....= 7, 8 = .....+ 5, atau 8 - .....= 3. Kesulitan
semacam ini umumnya karena anak tidak memahami simbol-simbol
seperti (=), (+), (-), dsb. Agar anak dapat menyelesaikan soal-soal itu,
mereka harus lebih dahulu memahami simbol-simbol tersebut.
b) Nilai tempat
Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak ditunjukkan oleh anak-anak
seperti berikut:
75 68
27 - 13 +
58 71
c) Perhitungan
Ada anak yang belum mengenal dengan baik konsep perkalian, tetapi
menghafal perkalian tersebut. Kesalahan tersebut umumnya tampak
sebagai berikut:
6 8
7 × 7 ×
46 54
Daftar perkalian mungkin dapat membantu memperbaiki kekeliruan anak
jika anak telah memahami konsep dasar perkalian.
8. d) Penggunaan proses yang keliru
Kekeliruan dalam penggunaan proses penghitungan dapat dilihat pada
contoh berikut:
1) Mempertukarkan simbol-simbol
6 15
2 x 3 -
12 18
Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan nilai tempat
83 66
67 29 +
1410 815
2) Semua digit ditambah bersama
67 58
31 + 12 +
17 16
Anak menghitung 6 + 7 + 3 +1 = 17 dan 5 + 8 + 1 + 2 = 16.
3) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan
68 73
8 + 9 +
166 172
4) Bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa
memperhatikan nilai tempat
627 761
486 - 489 –
261 328
5) Tulisan yang tidak dapat dibaca
Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya sendiri karena bentuk-
bentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis. Akibatnya
anak banyak mengalami kekeliruan.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Kesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Mulyadi. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan
Belajar Khusus. Malang : Nuha Litera.