Teks tersebut membahas tentang meditasi Satipatthana yang terdiri dari empat bagian utama yaitu perenungan jasmani, perenungan perasaan, perenungan pikiran, dan perenungan obyek pikiran. Metode meditasi ini digunakan untuk meningkatkan kesadaran diri dan memperoleh pembebasan.
9. I. PERENUNGAN JASMANI
(KAYANUPASSANA)
Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu
dengan tekun melakukan perenungan jasmani sebagai
jasmani ?
1. Pernafasaan
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu setelah
pergi ke hutan, atau pergi ke bawah sebuah pohon, atau
ke satu tempat yang sunyi; kemudian ia duduk bersila
dengan badan yang tegak dan menetapkan perhatian
murni di hadapannya (artinya ia memperhatikan
dengan waspada obyek meditasinya, yaitu pernapasan).
Ia memperhatikan saat menarik nafas dan mengeluarkan
nafas.
10. 2. posisi tubuh (iriyapatha)
Selanjutnya, para bhikkhu, saat seorang bhikkhu
(1)berjalan, ia menyadari "berjalan".
(2) berdiri, ia menyadari: "berdiri".
(3) duduk, ia menyadari: "duduk".
(4) berbaring, ia menyadari: "berbaring".
Bagaimanapun posisi tubuhnya, ia
menyadarinya.
11. 3. Perhatian murni dengan
kewaspadaan (sati sampajanna)
• Selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu sewaktu berangkat atau
kembali, ia menerapkan kewaspadaan.
• Sewaktu ia melihat ke depan atau berpaling ke belakang, ia menerapkan
kewaspadaan.
• Sewaktu ia membungkukkan badan atau meluruskan badan, ia
menerapkan kewaspadaan.
• Sewaktu mengenakan jubah atau membawa mangkuk, ia menerapkan
kewaspadaan.
• Sewaktu makan, minum, mengunyah dan mengenyam, ia menerapkan
kewaspadaan.
• Sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ia menerapkan
kewaspadaan.
• Sewaktu berjalan, berdiri, duduk, berbaring, terjaga, berbicara dan
• berdiam diri, ia menerapkan kewaspadaan.
12. 4. Perenungan terhadap jasmani yang penuh kekotoran
(kayagatasati)
Selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan jasmani ini,dari telapak kaki ke atas sampai ke ujung kepala yang terselubung kulit dan penuh kekotoran, ia
merenungkan demikian:
" Di dalam jasmani ini terdapat :
1. rambut,
2. bulu,
3. kuku,
4. gigi,
5. kulit,
6. daging,
7. otot,
8. tulang,
9. sumsum,
10. ginjal,
11. jantung,
12. hati,
13. selaput otot,
14. limpa,
15. paru-paru,
16. perut,
17. isi perut,
18. usus halus,
19. tinja,
20. empedu,
21. getah lambung,
22. nanah,
23. darah,
24. keringat,
25. lemak,
26. air mata,
27. Minyak,
28. ludah,
29. ingus,
30. cairan sendi dan
31. air kemih".
13. 5. Perenungan unsur (dhatu)
Selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan jasmani
ini,yang diletakkan dan diuraikan, sehubungan dengan unsur-
unsurnya,demikian: "Terdapat empat unsur dalam jasmani ini:
• unsur tanah,
• unsur cair,
• unsur panas dan
• unsur udara."
Seperti seorang penjagal sapi atau pembantunya setelah menyembelih
seekor sapi, dan kemudian duduk di perempatan jalan, lalu meletakkan
potongan-potongan daging di setiap jalan. Demikian pula, seorang
bhikkhu merenungkan jasmani ini, yang diletakkan dan diuraikan,
sehubungan dengan unsur-unsurnya, demikian: "Terdapat empat
unsur dalam jasmani ini:
14. 6. sesosok tubuh
yang terbuang di pembuangan mayat
(1) sudah menjadi mayat satu hari, dua hari atau tiga hari, membengkak, membiru dan membusuk;
maka ia merenungkan mayat tersebut terhadap tubuhnya sendiri, demikian: "Jasmaniku ini juga
mempunyai sifat alami yang sama, tidak akan luput dari keadaan demikian."
(2) sudah dikoyak-koyak oleh burung gagak, alap-alap atau burung nasar, oleh anjing atau anjing hutan,
atau oleh berbagai macam binatang-binatang kecil; maka ia merenungkan
.......................................................
(3) sudah merupakan kerangka tulang belulang yang terangkai oleh otot-otot, dagingnya masih ada dan
berlumuran darah; maka ia merenungkan ........
(4) sudah merupakan kerangka tulang belulang yang terangkai oleh otot-otot, dagingnya sudah tidak
ada, masih berlumuran darah; maka ia merenungkan .
(5) sudah merupakan belulang terangkai oleh otot-otot, tidak berdaging dan tidak dilumuri darah lagi;
maka ia merenungkan .........................................
(6) sudah merupakan tulang belulang, yang tidak bersambungan, bercerai berai dan berserakan ke
semua arah; di sini tulang tangan, di sana tulang kaki, di sini tulang kering, di sana tulang paha, di sini
tulang panggul, di sana tulang punggung, di sini tulang tengkorak; maka ia merenungkan ....
(7) sudah merupakan tulang belulang yang sudah memutih menyerupai kulit kerang, maka ia
merenungkan.....
(8) sudah merupakan tumpukan tulang yang sudah bertumpuk selama beberapa tahun; maka ia
merenungkan
(9) sudah merupakan tulang belulang yang oleh karena hujan dan panas telah berubah menjadi
tumpukan tulang lapuk dan menjadi debu; maka ia merenungkan mayat tersebut pada dirinya sendiri; ia
merenungkan:
15.
16. II.PERENUNGAN TERHADAP PERASAAN
(VEDANANUPASSANA)
Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu
senantiasa terus menerus melakukan perenungan
perasaan sebagai perasaan ?
• Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu
mengalami perasaan yang menyenangkan, ia
menyadari "mengalami perasaan yang
menyenangkan".
• Jika ia mengalami perasaan yang tidak
menyenangkan, ia menyadari:"mengalami
perasaan yang tidak menyenangkan".
17. • Jika ia mengalami perasaan keduniawian yang menyenangkan, ia menyadari:
"mengalami perasaan keduniawian yang menyenangkan".
• Jika ia mengalami perasaan keduniawian yang tidak menyenangkan, ia
menyadari: "mengalami perasaan keduniawian yang tidak menyenangkan".
Atau
• jika ia mengalami perasaan keduniawian yang bukan menyenangkan
dan juga bukan tidak menyenangkan, ia menyadari: "mengalami
perasaan keduniawian yang bukan menyenangkan dan juga bukan tidak
menyenangkan".
• Jika ia mengalami perasaan bukan keduniawian yang menyenangkan, ia
menyadari: "mengalami perasaan bukan keduniawian yang menyenangkan".
• Jika ia mengalami perasaan bukan keduniawian yang tidak menyenangkan, ia
menyadari: "mengalami perasaan bukan keduniawian yang tidak
menyenangkan".
18. III.PERENUNGAN TERHADAP PIKIRAN
(CITTANUPASSANA)
"Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa dengan tekun
melakukan perenungan pikiran sebagai pikiran ?
“ Dalam hal ini, para bhikkhu,
1. seorang bhikkhu bila pikirannya disertai hawa nafsu, ia menyadari: "pikiran disertai
hawa nafsu".
2. Jika pikirannya bebas dari hawa nafsu, ia menyadari: "pikiran bebas dari hawa
nafsu".
3. pikirannya disertai kebencian, ia menyadari: "pikiran disertai kebencian".
4. Jika pikirannya bebas dari kebencian, ia menyadari: "pikiran bebas dari kebencian".
5, Jika pikirannya disertai kegelapan batin, ia menyadari: "pikiran disertai kegelapan
batin".
6. Jika pikirannya bebas dari kegelapan batin, ia menyadari: "pikiran bebas dari
kegelapan batin".
7. jika pikirannya teguh, ia menyadari: "pikiran teguh".
8. jika pikiran disertai keragu-raguan, ia menyadari: "pikiran disertai keragu-
raguan".
19. • Jika pikirannya berkembang, ia menyadari: "pikiran berkembang";Atau
pikirannya tidak berkembang, ia menyadari: "pikiran tidak berkembang".
• Atau jika pikirannya luhur, ia menyadari: "pikiran luhur".
• Atau pikirannya rendah, ia menyadari: "pikiran rendah".
• Atau jika pikirannya terpusat, ia menyadari: "pikiran terpusat".
• Atau jika pikirannya bebas, ia menyadari: "pikiran bebas".
• Atau jika pikirannya tidak bebas, ia menyadari: "pikiran tidak bebas".
Demikianlah ia senantiasa melakukan perenungan terhadap pikiran di dalam
dirinya, melakukan perenungan terhadap pikiran di luar dirinya, ia melakukan
perenungan pikiran di dalam dan di luar dirinya, ia melakukan perenungan
proses timbulnya pikiran, ia melakukan perenungan proses padamnya pikiran,
ia melakukan perenungan proses timbulnya dan padamnya pikiran, atau bila
ia sadar "ada pikiran", sebegitu jauh hanya sekedar untuk pengetahuan dan
perhatian murni.Ia hidup bebas tidak melekat lagi kepada apa pun di dunia.
Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa dengan tekun
melakukan perenungan pikiran sebagai pikiran.
20. IV.PERENUNGAN TERHADAP OBYEK PIKIRAN
(DHAMMANUPASSANA)
Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa dengan tekun melakukan perenungan obyek pikiran sebagai obyek pikiran
?"
Lima Rintangan Kemajuan Batin (Panca nivarana) Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa dengan tekun
melakukan perenungan obyek pikiran sebagai obyek pikiran dalam aspek Lima Rintangan Kemajuan Batin.
Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan perenungan obyek pikiran sebagai obyek
pikiran dalam aspek Lima Rintangan Kemajuan Batin ? Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu jika dalam dirinya
terdapat
(1) keinginan pada kesenangan indera (kama-chanda), ia menyadari, ia merenungkan: "ada keinginan pada kesenangan indera";
atau jika dalam dirinya tidak ada keinginan pada kesenangan indera, ia menyadari, ia merenungkan: "tidak terdapat keinginan
pada kesenangan indera"; dan ia mengetahui bagaimana timbulnya keinginan pada kesenangan indera yang tidak ada sebelumnya; ia
mengetahui juga bagaimana padamnya keinginan pada kesenangan indera yang telah timbul, ia juga mengetahui untuk waktu yang akan
datang tidak munculnya keinginan pada kesenangan indera yang telah padam. Dalam hal ini, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu dalam
dirinya terdapat
(2) itikad jahat (vyapada) ..............................
(3) kemalasan dan kelambanan batin (thina middha) .......
(4) kegelisahan dan kekuatiran (uddhacca-kukkucca) ......
(5) keragu-raguan (vicikiccha), ia menyadarinya, merenungkan: "ada keragu-raguan"; atau dalam dirinya tidak ada keragu-raguan, ia
menyadari, merenungkan: "tidak ada keragu-raguan"; dan ia mengetahui bagaimana timbulnya keragu-raguan yang tidak ada
sebelumnya; ia mengetahui juga bagaimana padamnya keragu- raguan yang telah timbul; ia mengetahui juga untuk waktu yang akan
datang tidak munculnya keragu-raguan yang telah padam.
Demikianlah ia senantiasa melakukan perenungan terhadap obyek pikiran di dalam dirinya, melakukan perenungan terhadap obyek
pikiran di luar dirinya, ia melakukan perenungan obyek pikiran di dalam dan di luar dirinya, ia melakukan perenungan proses timbulnya
obyek pikiran, ia melakukan perenungan proses padamnya obyek pikiran, ia melakukan perenungan proses timbulnya dan padamnya
obyek pikiran, atau bila ia sadar "ada obyek pikiran", sebegitu jauh hanya sekedar untuk pengetahuan dan perhatian murni. Ia hidup
bebas tidak melekat lagi kepada apa pun di dunia. Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa dengan tekun melakukan
perenungan obyek pikiran sebagai obyek pikiran dalam aspek Lima Rintangan Kemajuan Batin. Lima kelompok perpaduan yang menjadi
obyek kemelekatan
21. Lima Kelompok Perpaduan Yang
Menjadi Obyek Kemelekatan.
Dan bagaimanakah, para bhikkhu, ia melakukan perenungan terhadap
lima kelompok perpaduan yang menjadi obyek kemelekatan ?
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan:
demikianlah :
• jasmani (rupa), demikianlah timbulnya, demikianlah padamnya;
• demikianlah perasaan (vedana), demikianlah timbulnya,
demikianlah padamnya;
• demikianlah pencerapan (sanna), demikianlah timbulnya,
demikianlah padamnya;
• demikianlah faktor pikiran (sankhara),demikianlah timbulnya,
demikianlah padamnya;
• Demikianlah kesadaran (vinnana), demikianlah timbulnya,
demikianlah padamnya.
22. aspek Enam Landasan
Indria dalam dan luar.
(1) landasan indria penglihatan, ia menyadari obyek penglihatan, dan juga
menyadari setiap belenggu yang timbul dari kedua hal tersebut; dan juga
ia menyadari timbulnya belenggu yang belum ada sebelumnya; dan juga
ia menyadari padamnya belenggu yang telah timbul; dan ia menyadari
pada waktu yang akan datang tidak akan timbul lagi belenggu yang telah
padam.Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari
(2) landasanindria pendengaran, ia menyadari suara .....................
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari
(3) Landasan indria pembauan, ia menyadari bau-bauan .......................
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari
(4) Landasan indria pengecapan, ia menyadari kecapan ..........................
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari
(5) Landasan indria sentuhan, ia menyadari sesuatu sentuhan badan ..........
Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari
(6) Landasan indria pikiran, ia menyadari obyek pikiran, dan menyadari
23. Tujuh Faktor Penerangan Sempurna (Satta Bojjhanga)
Dan selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan perenungan obyek pikiran
sebagai obyek pikiran dalam aspek Tujuh Faktor Penerangan Sempurna. Dan bagaimanakah, para
bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan perenungan obyek pikiran sebagai obyek pikiran
dalam aspek Tujuh Faktor Penerangan Sempurna ?
(1) Perhatian Murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna (sati-sambojjhanga), ia
menyadari: "ada perhatian murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna"; bila tidak ada
perhatian murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna dalam dirinya, ia menyadari:
"tidak ada perhatian murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna". Ia menyadari
bagaimana timbulnya perhatian murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna yang
belum ada sebelumnya; ia menyadari bagaimana mengembangnya dengan penuh ketika
perhatian murni (yang merupakan) faktor penerangan sempurna itu telah timbul.
(2) Penyelidikan terhadap Dhamma (yang merupakan) faktor penerangansempurna
(dhammavicaya-sambojjhanga)
(3) Semangat (yang merupakan) faktor penerangan sempurna (viriyasambojjhanga)
(4) Kegiuran (yang merupakan) faktor penerangan sempurna (pitisambojjhanga)
(5) Ketenangan (yang merupakan) faktor penerangan sempurna (passaddhi- sambojjhanga)
(6) Konsentrasi (yang merupakan) faktor penerangan sempurna (samadhi-sambojjhanga)
(7) Keseimbangan Batin (yang merupakan) faktor penerangan sempurna(upekkha-sambojjhanga),
ia menyadari: "ada keseimbangan batin
24. Empat Kesunyataan Mulia (Catu Ariya Sacca)
• para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan
perenungan obyek pikiran sebagai obyek pikiran dalam
aspek Empat Kesunyataan Mulia (Catu Ariya Sacca).
• Dan bagaimanakah, para bhikhu, seorang bhikkhu
senantiasa melakukan perenungan obyek pikiran sebagai
obyek pikiran dalam aspek Empat Kesunyataan Mulia ?
• Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari:
(1) "ini Dukkha"; ia menyadari:
(2) "inilah sebab dari Dukkha"; ia menyadari:
(3) "inilah padamnya Dukkha"; ia menyadari:
(4) "inilah jalan yang menuju padamnya Dukkha."