Demokrasi Parlementer : Pengertian, kelebihan & kekurangan, pelaksanaan dalam bidang politik di Indonesia, dan bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia
2. PENGERTIAN DEMOKRASI
Demos =
Rakyat
Kratos =
Pemerintahan
Demokrasi
Sehingga demokrasi dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau
yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Jadi, Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warga negara) atas
negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Berasal dari Yunani Kuno
yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM
3. Jadi, DEMOKRASI PARLEMENTER itu apa???
Demokrasi Parlementer dikenal juga
sebagai Demokrasi Liberal
Demokrasi parlementer (liberal)
merupakan salah satu sistem
demokrasi yang menitik beratkan
kedudukan badan legislatif sebagai
lembaga tertinggi daripada badan
eksekutif.
Perdana menteri dan menteri-
menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer
Presiden menjabat sebagai kepala
negara.
Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri.
4. Kalau menurut para ahli, Demokrasi Parlementer itu…
• Demokrasi Parlementer yaitu sebuah
perjanjian yang dilakukan oleh
Institusi dalam upaya untuk
mencapai hasil keputusan dalam
mengambil kebijakan dan
memberikan peran yang lebih tinggi
kepada Legistatif, serta
membelakangi peranannya dari
lembaga lain dalam tugas
kenegaraannya
Schumpeter’s
• Demokrasi parlementer yaitu sebuah
sistemisasi yang dihasilkan oleh
tokoh-tokoh politik melalui beberapa
rangkaian pemilihan umum yang
dilakukan dan dilaksanakan oleh
masyarakat dalam upaya mencari
seorang pemimpin yang
bertanggung jawab untuk
menjalankan tugas-tugas kenegaraan
di dalam ataupun luar negeri
Raymond
Williams
• Demokrasi Parlementer yaitu
pengorganisasian dalam sebuah
lembaga negara yang berbeda di
dalam pengambilan keputusan
dengan cara delegasi (keterwakilan)
yaitu salah satunya tanpa melibatkan
peranan lembaga lain yang berusaha
untuk menjaga keterbukaan
Kaare Strom
5. Ciri-ciri Demokrasi Parlementer itu apa saja ya?
Kepala Pemerintahan diambil alih oleh Perdana Menteri, sedangkan yang menjadi Kepala Negara
adalah seorang Presiden atau Raja
Kekuasaan Eksekutif yang diberikan oleh Presiden ditentukan oleh Lembaga Legislatif. Sedangkan,
Raja harus diseleksi berdasarkan dengan undang-undang.
Seorang Perdana Menteri mempunyai hak proregatif untuk mengangkat atau memberhentikan
para menteri yang menjadi pemimpin di Departemen dan Non-Departemen
Para menteri hanya akan melakukan tanggungjawabnya kepada kekuasaan Legislatif.
Kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga Eksekutif bisa dijatuhkan oleh lembaga Legislatif.
6. Terbentuknya beberapa kabinet yang terdiri dari anggota Menteri dan Perdana Menteri
berdasarkan dengan kekuatan yang terdapat pada parlemen.
Secara umum, partai politik yang memiliki kekuasaan paling besar akan memiliki
peluang besar untuk menjadi Perdana Menteri.
Masa jabatan kabinet tidak ditentukan, meskipun mempunyai masa jabatan dalam
kurun waktu tertentu atau sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh mosi.
Kekuasaan yang dimiliki oleh Eksekutif memiliki tanggung jawab terhadap kekuasaan
yang dimiliki oleh Legislatif.
Kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga Eksekutif bisa dijatuhkan oleh lembaga Legislatif.
8. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
Tanggung jawab yang
diberikan atas
pembuatan dan
pelaksanaan dari
kebijakan rakyat
sudah tertera secara
jelas.
Penentuan keputusan
jauh lebih singkat, hal
ini disebabkan karena
keputusan diambil
oleh parlemen yang
memiliki anggota
banyak.
Penyesuaian
pendapat yang terjadi
antara Lembaga
Eksekutif dan
Legislatif akan
menghasilkan
kebijakan yang begitu
cepat untuk
diputuskan. Hal
tersebut disebabkan
karena kedua lembaga
tersebut masih
berasal dari satu
partai.
Adanya pengawasan
yang sangat ketat dari
Parlemen akan
menyebabkan kabinet
harus lebih berhati-
hati didalam
menjalankan sistem
pemerintahannya.
9. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
Kekurangan dari Lembaga
Eksekutif atau sebuah
kabinet sangat bergantung
kepada mayoritas dari
dukungan parlementer
sehingga sewaktu-waktu
lembaga ini dapat
dijatuhkan oleh parlemen.
Kekuasaan yang dimiliki
oleh Lembaga Eksekutif
tidak dapat ditentukan
sampai kapan masa
jabatannya, karena
sewaktu-waktu kabinet
dapat bubar dengan
sendirinya.
Sebuah Parlemen dapat
dikendalikan oleh anggota
Kabinet apabila, anggota
Kabinet tersebut berasal
dari anggota Parlemen
serta berasal dari partai
yang sama atau sebuah
partai mayoritas.
Parlemen merupakan
sebuah tempat untuk
membentuk pemimpin
yang akan menjadi
penerus dari kekuasaan
Eksekutif. Pemimpin yang
mempunyai pengalaman
lebih banyak akan sangat
mudah untuk
mendapatkan dukungan
dari berbagai aspek pada
saat menjadi kepala
pemerintahan.
11. Perkembangan politik
Sistem Demokrasi Parlementer
• Pada masa pasca revolusi kemerdekaan
(18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
• Kurun waktu kedua
(27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
• Kurun waktu ketiga
(17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
12. Pada masa pasca revolusi kemerdekaan
(18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Pada masa ini ternyata masih terbagi lagi ke dalam dua periode, yakni:
14 November 1945 – 27 Desember 1949
Dimana berlaku sistem
pemerintahan parlementer 18 Agustus 1945 -14 November 1945
Dimana berlaku sistem
pemerintahan presidensiil
13. Kurun waktu kedua
(27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Berubahnya NKRI menjadi negara RIS merupakan konsekuensi
diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dituangkan
dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.
Wujud dari campur tangan PBB tersebut adalah adanya konferensi
KMB.
15. Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer,
Kekuasaan Negara terbagi dalam 6 lembaga negara (alat-alat kelengkapan federal
RIS) yakni sebagai berikut:
Badan Eksekutif
(Presiden &
Menteri-menteri)
Badan Legislatif
(Senat &
Dewan Perwakilan Rakyat)
Badan Yudikatif
(Dewan Pengawas Keuangan
& MA)
16. Rancangan konstitusi RIS pada saat itu berada di bawah pengawasan PBB,
dengan menetapkan:
Menentukan negara yang berbentuk serikat
(FEDERALISTIS), yang dibagi dalam 16 daerah
bagian, yaitu:
• Negara Republik Indonesia
• Negara Indonesia Timur
• Negara Pasundan termasuk Distrik Federal
Jakarta
• Negara Jawa Timur
• Negara Madura
• Negara Sumatera Timur
• Negara Sumatera Selatan
Wilayah yang berdiri sendiri (OTONOM) dan
tidak tergabung dalam federasi, yaitu:
• Jawa Tengah
• Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
• Dayak Besar
• Daerah Banjar
• Kalimantan Tenggara
• Kalimantan Timur (tidak termasuk bekas
wilayah Kesultanan Pasir)
• Bangka
• Belitung
• Riau
17. Kurun waktu ketiga
(17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Kabinet Natsir
(6 September 1950 –
21 Maret 1951)
Kabinet Soekiman
(26 April 1951 –
3 April 1952)
Kabinet Wilopo
(3 April 1952 –
3 Juni 1953)
Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
(31 Juli 1953 –
12 Agustus 1955)
Kabinet
Burhanuddin
Harahap
(12 Agustus 1955 –
3 Maret 1956)
Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
(20 Maret 1956 –
4 Maret 1957)
18. Kabinet Natsir
(6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Programkerjakabinet
Natsir:
Mempersiapkan dan
menyelenggarakan pemilihan
umum untuk memilih Dewan
Konstituante
Menyempurnakan susunan
pemerintahan dan membentuk
kelengkapan negara
Menggiatkan usaha mencapai
keamanan dan ketenteraman
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
dengan mengembangkan dan
memperkuat ekonomi rakyat
Menyempurnakan organisasi
angkatan perang
Memperjuangkan penyelesaian
soal Irian Barat
Hasil:
Berlangsungnya perundingan
antara Indonesia-Belanda
untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat
Kendalaataumasalah
yangdihadapi:
Upaya memperjuangkan
masalah Irian Barat dengan
Belanda mengalami jalan
buntu (kegagalan)
Timbul masalah keamanan
dalam negeri yaitu terjadi
pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia,
seperti Gerakan DI/TII,
Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS
19. Berakhirnya kekuasaan kabinet:
– Belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh
pada 21 Maret 1951 dalam usia 6.5 bulan.
– Jatuhnya kabinet ini karena adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan
DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun 1950
mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi.
– Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden
20. Kabinet Sukiman-Suwirjo
(26 April 1951 - 3 April 1952)
Programkerjakabinet
Sukiman:
Menjalankan tindakan tegas sebagai negara hukum
untuk menjamin keamanan & ketenteraman serta
menyempurnakan organisasi alat kekuasaan negara
Membuat & melaksanakan rencana kemakmuran
nasional dalam jangka pendek untuk meningkatkan
kehidupan sosial & perekonomian rakyat serta
memperbaharui hukum agraria sesuai dengan
kepentingan petani
Mempercepat usaha penempatan mantan pejuang
dalam lapangan pembangunan
Mempercepat & menyelesaikan persiapan pemilihan
umum untuk membentuk dewan konstituante &
menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu yang
singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi
daerah
Menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat
buruh, perjanjian kerja sama (collective
arbeidsovereenkomst), penetapan upah minimum, &
penyelesaian pertikaian perburuhan
Menjalankan politik luar negeri yang bebas & aktif serta
menuju perdamaian dunia, menyelenggarakan hubungan
antara Indonesia dengan Belanda yang sebelumnya
berdasarkan asas unie-statuut menjadi hubungan
berdasarkan perjanjian internasional biasa,
mempercepat peninjauan kembali persetujuan
hasil KMB, serta meniadakan perjanjian yang merugikan
rakyat & negara
Memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah
Republik Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya
Hasil
Hasil dari program kerja ini
tidak terlalu berarti sebab
programnya melanjutkan
program Natsir, hanya saja
terjadi perubahan skala
prioritas dalam pelaksanaan
programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha
keamanan dan ketenteraman
namun selanjutnya
diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan
ketentraman.
Kendala:
adanya Pertukaran Nota Keuangan antara
Menteri Luar Negeri Indonesia Soebadjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle
Cockran mengenai pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah
Amerika Serikat kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act
(MSA) . Dimana di dalam MSA terdapat
pembatasan kebebasan politik luar negeri
RI karena RI diwajibkan untuk
memperhatikan kepentingan Amerika.
adanya krisis moral yang ditandai dengan
munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan
kegemaran akan barang-barang mewah.
masalah Irian Barat belum juga teratasi
hubungan Sukirman dengan militer
kurang baik, ditunjukkan dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah
menghadapi pemberontakan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi.
21. Kabinet Wilopo
(3 April 1952 - 3 Juni 1953)
Programkerja
kabinetWilopo:
Mempersiapkan dan melaksanakan
pemilihan umum
Berupaya untuk mengembalikan Irian
Barat agar kembali menjadi wilayah
Republik Indonesia
Meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan
Memperbarui bidang pendidikan dan
pengajaran
Melaksanakan politik luar negeri bebas
aktif
Kendala
Mengatasi gerakan separatisme yang
terjadi di berbagai daerah
Penekanan Presiden Soekarno yang
dilakukan oleh sejumlah perwira
Angkatan Darat pada tanggal 17 Oktober
1952 agar parlemen dibubarkan
Kejadian Tangjung Morawa yang terjadi
di Sumatra Utarayang mengakibatkan
Kabinet Wilopo memperoleh mosi tidak
percaya dari Sidik Kertapati dari Serikat
Tani Indonesia atau Sakti. Lalu Wilopo
mengembalikan mandatnya kepada
Presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
22. Kabinet Ali Sastroamidjojo I
(31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
ProgramkerjaKabinetAli
SastroamidjojoI:
Menumpas pemberontakan
DI/TII di berbagai daerah
Meningkatkan keamanan dan
kemakmuran serta
melaksanakan pemilihan
umum
Memperjuangkan kembalinya
Irian Barat kepada RI
Menyelenggarakan
Konferensi Asia Afrika
Pelaksanaan politik bebas -
aktif dan peninjauan kembali
persetujuan KMB
Penyelesaian pertikaian
politik
Hasil:
Konferensi Asia Afrika
Pada masa ini juga terjadi
persiapan pemilu untuk
memilih anggota parlemen
yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955
Kendala:
Gangguan keamanan makin
meningkat, antara lain
munculnya pemberontakan
DI/TII di Jawa Barat, Daud
Beureuh Aceh, dan Kahar
Muzakar di Sulawesi Selatan
23. Kabinet Burhanuddin Harahap
(12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)
ProgramkerjaKabinet
Burhanuddin:
Mengembalikan kewibawaan
moral pemerintah, dalam hal
ini kepercayaan Angkatan
Darat dan masyarakat
Akan dilaksanakan pemilihan
umum, desentralisasi,
memecahkan masalah inflasi,
dan pemberantasan korupsi
Perjuangan mengembalikan
Irian Barat
PrestasidanKeberhasilan:
Mengadakan perbaikan ekonomi,
termasuk di dalamnya keberhasilan
pengendalian harga dengan menjaga
agar tidak terjadi inflasi dan
sebagainya. Dalam masalah ekonomi,
kabinet ini telah berhasil cukup baik.
Dapat dikatakan bahwa kehidupan
rakyat semasa kabinet ini cukup
makmur karena harga-harga barang
kebutuhan pokok tidak melonjak naik
akibat inflasi.
Berhasil menyelenggarakan pemilihan
umum untuk anggota-anggota DPR.
Berhasil mengembalikan wibawa
pemerintah Republik Indonesia di
mata pihak Angkatan Darat.
KelemahanKabinet:
Kabinet ini merupakan
kabinet koalisi. Sebenarnya
kabinet ini masih berjalan
baik, hanya presiden kurang
merestui kabinet ini, karena
yang menunjuk Burhanuddin
Harahap sebagai formatir
kabinet adalah drs. Muh.
Hatta.
24. Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(20 Maret 1956 - 4 Maret 1957)
ProgramkerjaKabinetAli
SastroamidjojoII
Menyelesaikan pembatasan hasil
KMB
Menyelesaikan masalah Irian Barat
Pembentukan provinsi Irian Barat
Menjalankan politik luar negeri bebas
aktif
Pembentukan daerah - daerah
otonomi dan mempercepat
terbentuknya anggota- anggota
DPRD
Mengusahakan perbaikan nasib
kaum buruh dan pegawai
Menyehatkan keseimbangan
keuangan negara
Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional
Programpokok:
Pembatalan KMB
Pemulihan keamanan
dan ketertiban
Melaksanakan
keputusan KAA
HasilKerja:
Mendapat dukungan
penuh dari presiden
dan dianggap sebagai
titik tolak dari
periode planning and
investment, hasilnya
adalah pembatalan
seluruh perjanjian
KMB.
Kendala:
Mundurnya sejumlah
menteri dari Masyumi
membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan
mandatnya pada
Presiden
25. Kabinet Djuanda
(9 April 1957 - 5 Juli 1959)
ProgramkerjaKabinet
Djuanda(Pancakarya):
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan RI
Melanjutkan pembatalan KMB
Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
Mempercepat pembangunan
26. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Djuanda sekaligus akhir
dari Demokrasi Parlementer
di Indonesia:
– Berakhirnya demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kegagalan
Konstituante menetapkan UUD membawa Indonesia ketepi jurang kehancuran. Keadaan Negara yang
telah merongrong sejumlah pemberontakan menjadi bertambah gawat.
– Atas dasar pertimbangan menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden Soekarno terpaksa melakukan
tindakan inkontitusional.
– Tindakan presiden tersebut berupa pengeluaran dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
– Tindakan itu didukung oleh militer karena mereka sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan
akibat krisis politik.
27. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.
Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah menolak
menghadiri sidang.
Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negera, dan merintangi
pembangunan nasional.
Lebih lanjut Dekrit Presiden 5 Juli dikeluarkan dengan berbagai
pertimbangan diantaranya:
28. Konstituante dibubarkan.
UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia.
Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli
1959 adalah: