SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
MENEGUHKANSYARIATRAHMATANLIL-ALAMINDIBUMIACEH:
TOLERANSIAKTIFUNTUKKEWARGAANYANGSETARA
KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
POLICY BRIEF
TENTANG CONTENDING MODERNITIES
Kajian ini berpusat di University of Notre Dame, Amerika Serikat, di bawah Keough School of Global
Affairs. Anggota pengarahnya sendiri berasal dari ilmuwan terkemuka dari berbagai perguruan tinggi di
Amerika. Kajian ini memiliki tujuan utama membahas isu-isu keagamaan dan modernitas, lalu kemudian
dikaji secara kritis dalam bingkai ras, nasionalisme, dan perdamaian di berbagai negara, salah satunya
Indonesia.
Salah satu dari lima bidang kajian Contending Modernities adalah mengenai “Otoritas, Komunitas dan
Identitas”, dan topik ini yang menjadi fokus untuk dilihat di Aceh. Hampir genap tiga tahun, kajian ini telah
mengamati sejumlah isu yang menjadi tantangan bagi modernitas yang sedang berlangsung di Aceh.
Mulai dari isu tentang etnisitas, keagamaan, dan tatakelola pemerintahan sejak Aceh memperoleh status
sebagai daerah otonomi khusus, lalu kemudian diikuti oleh proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
bencana besar gempa dan tsunami di tahun 2004, dan proses reintegrasi setelah penandatanganan MoU
Helsinki antara pemerintah RI dan GAM menjadi satu dinamika yang terus menantang pembangunan
Aceh ke depan. Kajian ini telah mencatat sejumlah hal untuk dicermati oleh semua pihak di Aceh, atau
siapa saja yang berkepentingan untuk pembangunan Aceh.
masyarakat Aceh. Hal ini telah melahirkan budaya
dominan, dengan Islam sebagai faktor
determinannya dan Muslim sebagai aktor
utamanya. Sebagai mayoritas, Muslim telah,
sedang dan terus akan mendefinisikan apa, siapa,
bagaimana dan akan dibawa ke mana Aceh itu ke
depan. Analisis yang mengabaikan faktor syariah
sulit dipertahankan, termasuk dalam hal hubungan
antaragama. Banyak dinamika terjadi dalam
hubungan Muslim dan non-Muslim setelah
diterapkannya syariah ini. Banyak muncul
pertanyaan seputar posisi minoritas dalam
masyarakat Aceh, apakah mereka setara di depan
hukum? Apakah hak-hak kewargaannya terpenuhi
dengan baik? Sejauh mana syariah berdampak
pada kehidupan antaragama? Apakah syariah
dapat mengantarkan masyarakat pada modernitas
alternatif non-Barat yg bukan modern saja tetapi
juga maju? Dinamika itulah yang kami kaji dalam
penelitian kami selama tiga tahun (2016-2018),
yang kemudian di antaranya kami tuangkan dalam
Policy Brief ini.
B. TUJUAN
Policy Brief ini bertujuan untuk menyampaikan
kepada khalayak publik, terutama kepada para
pemangku kepentingan di Aceh, tentang sejumlah
masalah atau isu krusial yang diamati, pendekatan
atau strategi penanggulangan yang diupayakan,
serta beberapa rekomendasi perumusan kebijakan
yang perlu dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti
POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
2
A. PENDAHULUAN
Aceh adalah Seuramoe Mekah yang bukan hanya
bermakna bahwa mayoritas penduduknya Muslim,
namun juga Islam menjadi faktor penting dalam
mewarnai semua bidang kehidupan di dalamnya,
apalagi setelah diterapkannya (kembali) syariat
Islam secara resmi sejak 2001. Dengan
perbandingan jumlah penduduk berdasarkan
kepemelukan agama, sebagai berikut:
Sumber: Sensus Kependudukan Indonesia oleh
Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, 2015.
Berdasarkan data, maka secara keagamaan Aceh
bersifat homogen. Oleh karena itu, wajarlah jika
ketika nama Aceh disebut, maka Islam dan syariat-
lah yang muncul. Non-Muslim tidak begitu
tampak, tertutup oleh budaya dominan. Mereka
tidak banyak mewarnai Aceh, walaupun tidak
dapat dikatakan mereka tidak mempunyai
kontribusi juga--mereka berkontribusi dengan
caranya sendiri. Mereka banyak diwarnai oleh, dan
harus menyesuaikan diri dengan masyarakat Aceh
yang bersyariah. Namun justru di sinilah tantangan
yang berat bagi masyarakat homogen, yakni
bagaimana menempatkan minoritas di dalamnya,
karena perlakuan terhadap minoritas ini akan
banyak disorot oleh masyarakat luas, baik nasional,
regional, maupun internasional.
Tidak dapat dipungkiri, syariah kini telah menjadi
fakta hukum, politik, sosial, dan ekonomi
Agama Islam Kristen Hindu Buddha Katolik
Jumlah(Penduduk) 5,013,152 64,015 4,447 172 8,336
Langkah-langkah tindak lanjut menjadi penting
guna menghindari konsekuensi-konsekuensi
buruk yang mungkin terjadi lebih jauh, seperti
menurunnya kualitas hubungan antar kelompok
masyarakat baik atas nama etnis maupun
keyakinan; munculnya ketegangan sosial yang
dapat berujung pada konflik berdarah; timbulnya
kerugian harta benda bahkan hilangnya nyawa;
yang semuanya ini membutuhkan energi besar dan
upaya yang tidak sederhana untuk membangun
keharmonisan sosial seperti semula. Tidak hanya
sekedar sebagai sumber informasi, Policy Brief ini
diharapkan juga akan mendorong dan
menggerakkan berbagai pihak untuk melahirkan
sikap positif sekaligus pro-aktif dalam rangka
menemukan mekanisme penyelesaian masalah
sosial, yang lebih inovatif dan tentu saja dengan
cara yang persuasif.
C. SASARAN
Policy Brief ini menyasar sejumlah pihak yang
berkepentingan secara langsung maupun tidak
langsung antara lain adalah: 1) Pemerintah, 2)
Partai politik dan anggota legislatif, 3) Tokoh
agama dan pemimpin komunitas, 4) Aktivis dan
pekerja sosial, 5) Akademisi, 6) Jurnalis baik media
cetak maupun online, 7) Aparat penegak hukum,
dan bahkan 8) masyarakat luas utamanya anak
muda generasi milenial. Semua komponen
stakeholder ini diharapkan mampu dengan cerdas
memahami akar masalah sosial di Aceh dan
tanggap memberi perhatian dan kontribusi untuk
memantapkan kehidupan keagamaan yang
harmonis dan penuh toleransi. Sedapat mungkin
Policy Brief ini dapat dijadikan kerangka acuan oleh
berbagai pihak dalam menghadirkan syariat
rahmatan lil-alamin di bumi Aceh.
D. KONTEKS DAN CAKUPAN
Kehadiran Islam pertama kali di kepulauan
nusantara melalui pantai Aceh membuat orang-
orang Aceh bangga sebagai suku bangsa yang
p e r t a m a - t a m a m e m e l u k a g a m a I s l a m
dibandingkan dengan etnis atau penduduk
wilayah pulau lain di Indonesia. Maka sungguh
tidak heran jika faktanya pemeluk Islam di Aceh
adalah mayoritas. Menurut hasil sensus tahun
2010, penduduk beragama Islam sebanyak 98.81
persen dari total populasi, sementara sisanya,
(1.19%) terdiri dari pemeluk Kristen, Budha,
Konghucu, Katolik dan Hindu. Penduduk minoritas
ini kebanyakannya tinggal di wilayah kota dan
kabupaten yang bertetangga dengan provinsi
Sumatra Utara, seperti Aceh Singkil, Aceh Tenggara
dan Aceh Tamiang.
Dari segi keanekaragaman populasi secara
keseluruhan, penduduk Aceh terdiri dari etnis yang
cukup heterogen. Tidak hanya suku Aceh yang
mendominasi di pantai Timur, tetapi juga terdapat
suku Gayo dan suku Alas di dataran tinggi
pegunungan, suku Aneuk Jamee di pantai Barat
hingga pantai Selatan, suku Melayu di wilayah
perbatasan Timur provinsi (Tamiang), suku Batak
Pakpak di wilayah perbatasan Barat provinsi
(Singkil) hingga termasuk etnis Tionghoa yang
tersebar di beberapa kota besar provinsi Aceh.
Menurut Bowen (2003) dan Schröter (2010),
kemajemukan Aceh tidak hanya berdasarkan latar
etnik budaya dan kepenganutan agama, tetapi
p e m a h a m a n d a n p r a k t e k k e a g a m a a n
penduduknya juga sungguh plural.
Setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru
(1998), Aceh mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan syariat Islam secara formal sebagai
bagian dari bentuk otonomi khusus yang diberikan
oleh pemerintah Indonesia. Sejumlah institusi
penegakan syariat Islam dibentuk dan aktor
pelaksananya direkrut. Hampir dua puluh tahun
sudah pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Namun
tidak dipungkiri masih banyak dirasakan
kelemahan dan kekurangan di berbagai sektor.
Salah satu aspek yang sering menerima kritikan
adalah dampak pelaksanaan syariat Islam bagi
kelompok minoritas yang tinggal menetap di Aceh.
Meski kelompok minoritas ini merasa aman dan
tenteram hidup di Aceh, pelaksanaan syariat Islam
tak jarang mengusik perhatian ataupun
memunculkan kekhawatiran mereka. Ini sedikit
banyak terkait dengan pemberitaan sebagian
media cetak dan online, baik yang lokal maupun
nasional, yang cenderung lebih bersifat provokatif
dan insinuatif. Tidak heran jika timbul pertanyaan-
pertanyaan seperti: (1) sejauhmana pelaksanaan
syariat Islam berdampak negatif bagi kehidupan
masyarakat minoritas dan perorangan di Aceh; (2)
Sejauhmana kelompok minoritas itu merasa
terdiskriminasi oleh keberadaan Qanun atau
3
POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
regulasi syariat Islam; (3) Sejauhmana berbagai
kelompok etnis atau keagamaan minoritas itu
merasa terpinggirkan akibat dominannya identitas
ke-Aceh-an; dan (4) sejauhmana kelompok
minoritas tersebut mengalami isolasi sosial seolah-
olah merasa layaknya tamu meski sebenarnya
mereka berada dan telah tinggal di bumi Aceh
sejak beberapa generasi.
E. ISU-ISU KRUSIAL
Studi ini memberi perhatian secara seksama
kepada sejumlah isu penting yang muncul di
berbagai tempat dan waktu yang berbeda, sebagai
berikut:
Pertama, penguatan identitas kelompok tertentu
tidak berbanding lurus dengan perlindungan hak-
hak kewargaan dan kemajemukan Aceh. Kesan
bahwa Aceh seyogyanya adalah wilayah majemuk
tidak muncul ke permukaan dan seakan-akan
semuanya seragam. Dari sudut pandang internal
umat Islam, isu identitas sektarian yang
memperhadap-hadapkan antara Wahabi dan
Ahlussunnah wal-jamaah (Aswaja) berakibat
munculnya pertentangan antarmasyarakat yang
tidak produktif. Dari segi interaksi antarpemeluk
agama, meski kelompok minoritas mendapatkan
ruang untuk mengekspresikan identitas
kekhasannya di suatu daerah, di wilayah yang lain
ekspresi identitas semacam itu berlangsung
secara minimal, kalau tak ingin dikatakan tidak ada
sama sekali. Dominannya kelompok mayoritas
memang dapat dipahami, namun dalam konteks
meu-Aceh (menjadi Aceh) semestinya artikulasi
tiap-tiap identitas minoritas walaupun sebatas
simbolis perlu mendapatkan ruang artikulasi yang
memadai. Minimnya perasaan aman terlindungi
sedemikian itu bagi kelompok minoritas
menimbulkan kesan bahwa penerapan syariat
Islam di Aceh masih jauh dari cita-cita ideal sebagai
rahmatan lil-al amien.
Kedua, konsep toleransi yang masih dipahami
secara pasif dan asimetris. Kesadaran untuk
mendorong diri dan warga untuk saling
menghargai perbedaan tiap-tiap kelompok warga
dalam beragama, menjalankan ibadah, dan tradisi
keyakinan masing-masing agaknya belum menjadi
mainstream etika sosial. Di antara ragam persoalan
tersebut, masalah pendirian rumah ibadah adalah
topik utama yang paling sering menimbulkan
gejolak dan ketegangan di tengah kehidupan antar
komunitas beragama. Bukan hanya itu, tampaknya
dalam hal pendidikan keagamaan juga masih
merupakan persoalan tersendiri. Acapkali
kelompok minoritas menemukan pengalaman di
sekolah dan perguruan tinggi yang kurang
memberi keuntungan bagi pemenuhan hak-hak
mereka secara proporsional termasuk dalam hal
mendapatkan materi pengajaran agamanya.
Ketiga, lemahnya status atau posisi dalam
kesetaraan hak dan kesempatan kelompok-
kelompok minoritas untuk berpartisipasi dalam
lapangan politik, hukum atau kebijakan, termasuk
juga hak untuk bekerja. Keadaan ini jika dibiarkan
berlanjut dapat berujung pada eksklusi sosial.
Dalam berbagai keadaan, kelompok minoritas
hanya diperebutkan suaranya pada saat pilkada
atau pemilu, tetapi aspirasi mereka nyaris tak
terdengar dalam penentuan regulasi Qanun dan
kebijakan pemerintah tempatan, bahkan sekalipun
yang mempunyai implikasi atau akibat langsung
kepada mereka. Kesempatan kelompok minoritas
dalam bekerja dan menduduki posisi-posisi kunci
di sektor pemerintahan pun kecil karena, disadari
ataupun tidak, faktor agama seringkali masih
dijadikan kriteria pertimbangan rekrutmen. Apatah
lagi, upaya membela hak-hak mereka oleh
kelompok-kelompok masyarakat sipil dalam
perumusan dan evaluasi kebijakan masih sangat
terbatas, kalau tidak ingin mengatakan 'dibatasi'.
Keempat, tata kelola kemajemukan agama yang
bukan saja bias mayoritas dan Banda Aceh-sentris,
tetapi juga lemah dalam sinergi antarlembaga dan,
dalam kasus tertentu, terdapat disorientasi dan
disfungsi kelembagaan. Belum tampak adanya
suatu koordinasi dan sinergi yang kuat antara
unsur-unsur pemerintah daerah kota ataupun
kabupaten dengan lembaga instansi pemerintah
lainnya, seperti Kantor Kementerian Agama di
masing-masing tingkatan wilayah. Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang
semestinya merupakan forum representatif bagi
kelompok minoritas dalam menyuarakan
p e n d a pa t d a n ke p e n t i n g a n n y a b e l u m
memperoleh perhatian yang selayaknya dalam
mendorong optimalisasi kerukunan antarumat
beragama.
POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
4
Kelima, kebijakan pelaksanaan syariat Islam masih
d i a n g g a p m e m i l i k i ke l e m a h a n d a l a m
memanfaatkan pengetahuan yang berbasis data
dan fakta (knowledge based policy). Data dan fakta
pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang tersedia
saat ini belum memiliki landasan akademis yang
memadai. Meski selama ini telah ada indikasi kuat
pelibatan kalangan akademisi, tapi pendekatan
yang digunakan masih bersandar pada asumsi
teologis dan legalistik. Banyak informasi yang
dapat digali dari lapangan, termasuk kearifan lokal
(local wisdom), yang belum sempat dipromosikan
sebagai mekanisme perumusan kebijakan ataupun
penyelesaian masalah sosial.
F. PENDEKATAN DAN STRATEGI
Merespon keadaan dan isu-isu kritis yang terus
berkembang, pemerintah Aceh termasuk para
tokoh masyarakat sejauh ini telah melakukan
sejumlah pendekatan, terutama dengan
memfungsikan pengambilan kebijakan yang lebih
berbasis pada pelaksanaan syariat Islam sebagai
momentum baru pembangunan Aceh. Respon
yang diberikan kemudian lebih menitikberatkan
pada pengembangan institusi dan penerbitan
regulasi.
Saat merespon keragaman keyakinan dan budaya,
pemerintah Aceh membentuk FKUB mulai dari
tingkat provinsi hingga ke kabupaten dan kota.
Dengan mengakomodir keanggotaan dari
sejumlah agama resmi, FKUB telah diarahkan untuk
memikul mandat pembinaan kesatuan
kebangsaan yang diawasi bersama antara Badan
Kesbangpol dan Linmas dan Kementerian Agama.
Dari sisi regulasi, Pemerintah Aceh terakhir kali
telah merespon dengan mensahkan Qanun Aceh
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan
Pendirian Tempat Ibadah. Di satu sisi Qanun ini
telah memberi indikasi atas kesadaran akan
kemajemukan yang ada di Aceh. Meski belum
memuat prinsip kesetaraan dengan kuat,
setidaknya Qanun ini telah mencoba menjawab
tuntutan masyarakat yang mendesak Pemerintah
Aceh meninjau ulang Peraturan Gubernur nomor
25 tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah
Ibadah Nanggroe Aceh Darussalam yang dianggap
kurang mencerminkan realitas keadaan
masyarakat Aceh.
Di atas segalanya, studi ini menemukan betapa
nuansa teknokratik sangat kental mewarnai
pendekatan yang dipilih pemerintah. Akibatnya,
tak jarang kearifan lokal yang ada menjadi
terabaikan. Ketidakharmonisan sosial yang
meningkat dalam tiga tahun ini cenderung dinilai
secara reaktif. Isu-isu pluralitas yang muncul ke
permukaan public dipandang sebagai nuansa
politik yang mengancam mayoritas ummat Islam.
Tidak heran jika akhirnya kebijakan yang muncul
lebih bersifat represif bagi penganut keyakinan
lainnya.
Pendekatan sentralistik sebagai ciri khas nuansa
teknokratik pemerintah cukup tampak dalam
menyikapi isu-isu sosial yang berkembang di
berbagai wilayah. Kendali dan kontrol pemerintah
provinsi dirasakan kuat mencengkram dalam
penanganan kasus-kasus lokal. Penyelesaian
polemik tempat ibadah non-Muslim di Singkil
adalah salah satu contoh kasus bagaimana pihak
pemerintah provinsi mencoba menunjukkan
kemampuannya yang besar dalam menghentikan
semua persoalan konflik di tingkat bawah.
Pendekatan sentralistik semacam ini justru
menyajikan sebuah fakta kelemahan serta
ketergantungan pemerintah di tingkat bawah
dalam menyelesaikan masalah di lapangan dan
sekaligus memperkecil tingkat partisipasi publik.
Bagi banyak kalangan di Aceh, pelaksanaan syariat
Islam sebagai salah satu kebijakan pembangunan
Aceh masih terus dinantikan efeknya untuk
memberikan resolusi atas semua persoalan di
berbagai sektor. Syariat Islam di Aceh diyakini tidak
hanya melulu sebagai persoalan reformasi hukum
Islam (Islamic legal reform), tapi sebagai suatu
ajaran agama yang mampu mengembangkan
seluruh sendi kehidupan manusia (Kaffah).
Langkah-langkah khusus untuk itu telah mulai
ramai didiskusikan di kalangan pemerintah dan
akademisi sejak tahun 2014. Melalui peninjauan
kembali desain (redesign) pelaksanaan syariat
Islam, pemerintah berusaha menghadirkan
strategi pendekatan yang lebih pro kepentingan
rakyat banyak. Hal ini juga tampak pada upaya
pemerintah yang menyusun indeks pembangunan
sebagai instrumen indikatif dari pelaksanaan
syariat Islam itu sendiri.
POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
5
Meskipun hingga saat ini belum terlihat langkah-
l a n g k a h y a n g l e b i h k o n k r e t d a l a m
menterjemahkan desain baru pelaksanaan syariat
Islam ataupun mengaktualisasikan indeks
pembangunan dalam proses pelaksanaan syariat
Islam di Aceh, semua upaya tersebut patut
dihargai. Betapapun, pemerintah Aceh masih
membutuhkan waktu dan upaya-upaya lanjutan
merintis implementasi desain baru itu, sekalipun
kemudian hal tersebut belum terakomodasi
dengan baik secara politik dan juga belum diakui
dengan kuat sebagai bentuk inovasi dari tatakelola
pembangunan Aceh yang lebih maju.
Menimbang semua hal di atas, studi ini ingin
menegaskan bahwa berbagai upaya pemerintah
yang telah dicobalakukan tersebut sesungguhnya
belum cukup terarah atau masih mencari-cari
bentuk yang seharusnya (unconsolidated). Oleh
karena itu, studi ini hendak menyarankan bahwa
dinamika pemahaman dan pelaksanaan syariat
Islam di beberapa kabupaten dan kota di Aceh
seyogyanya dapat menunjukkan arah dan
merealisasikan langkah-langkah yang seiring
dengan visi pembangunan global, yaitu
Sustainable Development Goals (SDG). Visi
pembangunan global ini (SDG) tidak dapat
dipungkiri memiliki semangat yang serupa dan
merupakan rangkaian yang tak terpisahkan
dengan cita-cita syariat yang rahmatan lil`alamin.
Karena itulah, SDG tentu sangat layak untuk
dipertimbangkan menjadi kerangka dan rujukan
bagi keberhasilan pelaksanaan syariat Islam di
Aceh. SDG secara konkret merefleksikan tujuan
utama dari syariat Islam itu sendiri (maqasid).
Dalam hal ini, sejumlah kasus imbauan dan
keputusan ad hoc kepala daerah yang reaktif dan
sporadik mengenai praktek kehidupan bersyariah
di Aceh sungguh tidak signifikan untuk
mewujudkan syariat rahmatan lil-alamin.
POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
G. REKOMENDASI
1. Pemerataan akses, par tisipasi, dan
representasi kelompok masyarakat
D a l a m d i n a m i k a s e b u a h m a s y a r a k a t
yangmajemuk, dan perkembangan serta
perubahan masyarakat, maka kewajiban negara
salah satunya adalah memastikan bahwa hak-hak
kewargaan masyarakat dijaga dan dikelola dengan
baik. Dalam hal ini termasuk memastikan adanya
sebuah sistem yang mengakomodir akses dan
partisipasi masyarakat secara setara dan
berkeadilan. Kondisi ini akan terjadi melalui
perwujudan inklusi sosial, baik dalam aspek legal,
politik maupun kultural. Misalnya, melalui
pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal).
Partisipasi juga perlu diwujudkan lewat kebijakan
afirmatif dalam hal penerimaan keragaman
[identitas] dalam masyarakat, karena perbedaan
identitas sosial dan keagamaan seringkali
membuka ruang konflik antar kelompok sosial
yang berbeda-beda. Dalam situasi demikian,
afirmasi akan menjadi penyeimbang dalam sebuah
dinamika sosial yang memiliki budaya dominan
(dominant culture).
2. Pengembangan toleransi aktif melalui
berbagai media pendidikan
Model edukasi dapat dilakukan melalui berbagai
bentuk metode dan strategi, baik dalam lembaga
Pendidikan Islam seperti sekolah, madrasah, dan
lembaga Pendidikan, media sosial, dan media
lainnya. Hal ini terefleksi dari narasi buku teks dan
persepsi yang dibangun oleh guru dalam
pengajarannya yang dapat menyumbang
terbentuknya tolerance literacy. Edukasi ini mesti
diperluas juga dalam muatan ceramah keagamaan
dan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Upaya untuk
memperkuat respect dan trust perlu diperkuat,
misalnya melalui “duek pakat” lintas komunitas.
Pada tataran kebijakan, pengetahuan, yang
terwujud dalam knowledge based policy perlu
mendapat perhatian serius dari para pemangku
kepentingan (stakeholder).
3. Penguatan FKUB untuk bersinergi dengan
institusi dan komunitas terkait
Forum kerukunan umat beragama (FKUB) memiliki
peran strategis dalam upaya membangun
komunikasi dan sinergi yang berkelanjutan dengan
berbagai kelompok keagamaan yang ada di Aceh
6
Proporsi kepengurusan yang mempertimbangkan
dinamika yang ada, akan memberikan dampak
pada pemahaman dan pemaknaan keberagaman,
serta upaya untuk memperkuat toleransi. Kondisi
ini juga akan meminimalisir disfungsi yang terjadi
di beberapa institusi. Di pihak eksekutif, sinergisitas
PEMDA dengan Kementrian Agama juga perlu
diperkuat. Sementara itu, pada sisi lain, pihak
legislatif juga dapat mengambil peran-peran yang
lebih aktif misalnya seperti melakukan diskusi
publik refleksi 20 tahun pelaksanaan syariat Islam
(DPRA/DPRK) dalam upaya memperkuat,
melakukan advokasi, serta me-mainstreamkan
“syariat yang rahmatan lil'alamin”.
4. P e n e g a s a n s i k a p p e n y e l e n g g a r a
pemerintahan yang nonpartisan dalam
mencegah dominasi pemahaman dan praktek
keberagamaan tunggal
Di tengah potensi konflik yang ada di kalangan
kelompok sosial dengan identitas yang berbeda-
beda, maka kehadiran pemerintah atau negara
sangat dibutuhkan untuk mengambil peran-peran
mediasi dan fasilitasi. Pendekatan ini dilakukan
dengan berlandaskan pada “sikap” atau tafsir
pemerintah yang jelas terhadap konsep ideal
syariat rahmatan lil alamin yang relevan untuk Aceh
sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, salah satu
peran yang perlu dilakukan oleh pemerintah
adalah memberi ruang yang cukup untuk
mengakomodir kontestasi dan partisipasi dari
berbagai kelompok sosial/agama yang berbeda-
beda secara fair (berimbang).
REFERENSI
Ansor, Muhammad. 2014. “We are from the same
ancestors': Christian-Muslim relations in
contemporary Aceh Singkil”, Borneo Journal of
Religious Studies 3 (1).
Barth, Fredrik (ed.) 1998. Ethnic groups and
boundaries: The social organization of culture
difference, (Long Grove: Waveland Press).
Bowen, John. 2003. Islam, Law and Equality in
Indonesia: An Anthropology of Public Reasoning,
Cambridge: Cambridge University Press.
Bruner, E.M. 1974 “The Expression of Ethnicity in
Indonesia”, in Abner Cohen (ed.) Urban Ethnicity.
(London: Tavistock).
Feener, Michael. 2013. Shari`a and Social
Engineering: The Implementation of Islamic Law in
Contemporary Aceh, Indonesia (Oxford: Oxford
University Press).
Schröter, Susanne. 2010. Acehnese culture (s):
plurality and homogeneity. In A. Graf, S. Schröter
and E. Wieringa (eds). Aceh: History, Politics and
Culture. (Singapore: ISEAS), pp. 157-179.
Suparlan, Parsudi. 2006. “Kemajemukan, Hipotesis
Kebudayaan Dominan dan Kesukubangsaan”,
Antropologi Indonesia 30 (3)
Viner, A.C. and E.L Kaplan. 1981. The Changing
Pakpak Batak. In Journal of the Malaysian Branch,
Royal Asiatic Society, 54 (1) pp. 93-105.
Weng, Hew Wei, Chinese Ways of Being Muslim;
Negotiating Ethnicity and Religiousity in Indonesia
(Denmark: NIAS – Nordic Institute of Asian Studies,
2018)
TIM CONTENDING MODERNITIES ACEH
ARSKAL SALIM adalah Professor Politik Hukum Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia.
Dia menyelesaikan PhD di bidang hukum pada Melbourne Law School, Australia, tahun 2006. Disertasinya telah
dipublikasikan oleh Hawaii University Press tahun 2008 dengan judul: Challenging the Secular State: The Islamization of
Laws in Modern Indonesia. Setelah menyelesaikan PhD, dia melanjutkan postdoctoral di Jerman, pada Max Planck Institute
for Social Anthropology dari tahun 2006 sampai 2009. Hasil penelitian postdoctoralnya telah dipublikasikan pada tahun
2015 oleh Edinburgh University Press dengan judul: Contemporary Islamic Law in Indonesia: Sharia and Legal Pluralism.
Arskal Salim
MOCH NUR ICHWAN telah menyelesaikan jenjang PhD di bidang Religious Studies and Islamic Politics pada Tilburg
University (2006) dan saat ini dia sebagai Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta,
Indonesia. Publikasi terbarunya adalah “Neo-Sufism, Shari'atism, and Ulama Politics: Abuya Shaykh Amran Waly and
Tauhid-Tasawuf Movement in Post-Conflict Aceh,” di dalam C. van Dijk and N. Kaptein (Eds.), Islam, Politics and Change: The
Indonesian Experience after the Fall of Suharto, Leiden: Leiden University Press, 2016.
Moch Nur Ichwan
EKA SRIMULYANI adalah Professor di bidang Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, Banda Aceh, Indonesia. Di antara publikasinya yang terakhir adalah “Analysing the Spectrum of Female Education
Leaders Agency in Islamic Boarding Schools in Postconflict Aceh, Indonesia.” Di dalam jurnal Gender and Education,
Routledge, Talor and Francis Group tahun 2018.
Eka Srimulyani

More Related Content

Similar to SYARIAT_ACEH

UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdf
UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdfUTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdf
UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdfsnur73946
 
Makalah Analisis Pancasila
Makalah Analisis PancasilaMakalah Analisis Pancasila
Makalah Analisis PancasilaDewi Annisa
 
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCik BaCo
 
Rizky darmawan tugas.1 perbatasan
Rizky darmawan tugas.1 perbatasanRizky darmawan tugas.1 perbatasan
Rizky darmawan tugas.1 perbatasanRizkyDarmawan49
 
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCik BaCo
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiSeptian Muna Barakati
 
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptx
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptxroadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptx
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptxssuser276519
 
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...Yogyakarta State University
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_pointWidodo Imanly
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_pointWidodo Imanly
 
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negara
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negaraSumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negara
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negaraNovitaSari398
 
Presentasi Agama
Presentasi AgamaPresentasi Agama
Presentasi AgamaIndra West
 
Hubungan etnik presentation bab1
Hubungan etnik presentation bab1Hubungan etnik presentation bab1
Hubungan etnik presentation bab1Erwina Masir
 
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madanileojw
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinFelix Juanto
 

Similar to SYARIAT_ACEH (20)

UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdf
UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdfUTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdf
UTS, Siti Nur Khasanah, Akuntansi (1).pdf
 
Makalah Analisis Pancasila
Makalah Analisis PancasilaMakalah Analisis Pancasila
Makalah Analisis Pancasila
 
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
 
Rizky darmawan tugas.1 perbatasan
Rizky darmawan tugas.1 perbatasanRizky darmawan tugas.1 perbatasan
Rizky darmawan tugas.1 perbatasan
 
3. pancasia dalam sejarah indonesia
3. pancasia dalam sejarah indonesia3. pancasia dalam sejarah indonesia
3. pancasia dalam sejarah indonesia
 
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnikCabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
Cabaran cabaran dalam mengeratkan hubungan etnik
 
Agama di malaysia
Agama di malaysiaAgama di malaysia
Agama di malaysia
 
Makalah agama dan ekonomi
Makalah agama dan ekonomiMakalah agama dan ekonomi
Makalah agama dan ekonomi
 
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasiMakalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
Makalah pencegahan dan penanggulangan ancaman disintegrasi
 
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptx
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptxroadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptx
roadmapmoderasiberagama2020-2024-211201055658-1.pptx
 
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...
Pro dan Kontra Sebutan Pancasila sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa...
 
BAB 3.pptx
BAB 3.pptxBAB 3.pptx
BAB 3.pptx
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point
 
1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point1. intergrasi nasional power_point
1. intergrasi nasional power_point
 
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negara
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negaraSumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negara
Sumber historis, sosiologis, politis pancasila sebagai dasar negara
 
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan KesederajatanManusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
 
Presentasi Agama
Presentasi AgamaPresentasi Agama
Presentasi Agama
 
Hubungan etnik presentation bab1
Hubungan etnik presentation bab1Hubungan etnik presentation bab1
Hubungan etnik presentation bab1
 
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddin
 

More from Ridho Fitrah Hyzkia

The Civil Service System of The Republic of Korea
The Civil Service System of The Republic of KoreaThe Civil Service System of The Republic of Korea
The Civil Service System of The Republic of KoreaRidho Fitrah Hyzkia
 
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019Pemilu dan Turbulensi Politik 2019
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019Ridho Fitrah Hyzkia
 
Manajemen Media Sosial Instansi Pemerintah
Manajemen Media Sosial Instansi PemerintahManajemen Media Sosial Instansi Pemerintah
Manajemen Media Sosial Instansi PemerintahRidho Fitrah Hyzkia
 
Hoax dan tanggungjawab sosial media pers
Hoax dan tanggungjawab sosial media persHoax dan tanggungjawab sosial media pers
Hoax dan tanggungjawab sosial media persRidho Fitrah Hyzkia
 
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual Currency
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual CurrencyKebijakan Bank Indonesia terkait Virtual Currency
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual CurrencyRidho Fitrah Hyzkia
 
Indonesia Digital Landscape 2018
Indonesia Digital Landscape 2018 Indonesia Digital Landscape 2018
Indonesia Digital Landscape 2018 Ridho Fitrah Hyzkia
 
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017Ridho Fitrah Hyzkia
 
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017Ridho Fitrah Hyzkia
 
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan PolitikAda Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan PolitikRidho Fitrah Hyzkia
 
Merekam Data e-Commerce Indonesia
Merekam Data e-Commerce IndonesiaMerekam Data e-Commerce Indonesia
Merekam Data e-Commerce IndonesiaRidho Fitrah Hyzkia
 
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk NegeriKH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk NegeriRidho Fitrah Hyzkia
 
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...Ridho Fitrah Hyzkia
 
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi  Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi Ridho Fitrah Hyzkia
 
The Global Competitiveness Report 2016-2017
The Global Competitiveness Report 2016-2017The Global Competitiveness Report 2016-2017
The Global Competitiveness Report 2016-2017Ridho Fitrah Hyzkia
 
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024Ridho Fitrah Hyzkia
 

More from Ridho Fitrah Hyzkia (20)

The Civil Service System of The Republic of Korea
The Civil Service System of The Republic of KoreaThe Civil Service System of The Republic of Korea
The Civil Service System of The Republic of Korea
 
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019Pemilu dan Turbulensi Politik 2019
Pemilu dan Turbulensi Politik 2019
 
Manajemen Media Sosial Instansi Pemerintah
Manajemen Media Sosial Instansi PemerintahManajemen Media Sosial Instansi Pemerintah
Manajemen Media Sosial Instansi Pemerintah
 
Media sosial dan hoax
Media sosial dan hoaxMedia sosial dan hoax
Media sosial dan hoax
 
Hoax dan tanggungjawab sosial media pers
Hoax dan tanggungjawab sosial media persHoax dan tanggungjawab sosial media pers
Hoax dan tanggungjawab sosial media pers
 
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual Currency
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual CurrencyKebijakan Bank Indonesia terkait Virtual Currency
Kebijakan Bank Indonesia terkait Virtual Currency
 
Indonesia Digital Landscape 2018
Indonesia Digital Landscape 2018 Indonesia Digital Landscape 2018
Indonesia Digital Landscape 2018
 
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2017
 
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017
Perjalanan Ekonomi Indonesia 1945 - 2017
 
Why indonesia & Why Now
Why indonesia & Why NowWhy indonesia & Why Now
Why indonesia & Why Now
 
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan PolitikAda Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik
Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik
 
E-book Milenial
E-book MilenialE-book Milenial
E-book Milenial
 
Merekam Data e-Commerce Indonesia
Merekam Data e-Commerce IndonesiaMerekam Data e-Commerce Indonesia
Merekam Data e-Commerce Indonesia
 
Informasi APBN 2018
Informasi APBN 2018Informasi APBN 2018
Informasi APBN 2018
 
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk NegeriKH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri
KH. Hasyim Asyari - Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri
 
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...
Hasil Penilaian dan Kompetensi Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan dan Kompe...
 
Hasil Survey Keanekaragaman
Hasil Survey KeanekaragamanHasil Survey Keanekaragaman
Hasil Survey Keanekaragaman
 
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi  Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi
Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi
 
The Global Competitiveness Report 2016-2017
The Global Competitiveness Report 2016-2017The Global Competitiveness Report 2016-2017
The Global Competitiveness Report 2016-2017
 
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024
Rancangan Teknokratik Pembangunan ASN 2020 - 2024
 

Recently uploaded

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxWahyudinHioda
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfsrengseng1c
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Ustadz Habib
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Adam Hiola
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratpuji239858
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDAprihatiningrum Hidayati
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxArdianAlaziz
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.KennayaWjaya
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 

Recently uploaded (14)

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 

SYARIAT_ACEH

  • 2. TENTANG CONTENDING MODERNITIES Kajian ini berpusat di University of Notre Dame, Amerika Serikat, di bawah Keough School of Global Affairs. Anggota pengarahnya sendiri berasal dari ilmuwan terkemuka dari berbagai perguruan tinggi di Amerika. Kajian ini memiliki tujuan utama membahas isu-isu keagamaan dan modernitas, lalu kemudian dikaji secara kritis dalam bingkai ras, nasionalisme, dan perdamaian di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Salah satu dari lima bidang kajian Contending Modernities adalah mengenai “Otoritas, Komunitas dan Identitas”, dan topik ini yang menjadi fokus untuk dilihat di Aceh. Hampir genap tiga tahun, kajian ini telah mengamati sejumlah isu yang menjadi tantangan bagi modernitas yang sedang berlangsung di Aceh. Mulai dari isu tentang etnisitas, keagamaan, dan tatakelola pemerintahan sejak Aceh memperoleh status sebagai daerah otonomi khusus, lalu kemudian diikuti oleh proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana besar gempa dan tsunami di tahun 2004, dan proses reintegrasi setelah penandatanganan MoU Helsinki antara pemerintah RI dan GAM menjadi satu dinamika yang terus menantang pembangunan Aceh ke depan. Kajian ini telah mencatat sejumlah hal untuk dicermati oleh semua pihak di Aceh, atau siapa saja yang berkepentingan untuk pembangunan Aceh. masyarakat Aceh. Hal ini telah melahirkan budaya dominan, dengan Islam sebagai faktor determinannya dan Muslim sebagai aktor utamanya. Sebagai mayoritas, Muslim telah, sedang dan terus akan mendefinisikan apa, siapa, bagaimana dan akan dibawa ke mana Aceh itu ke depan. Analisis yang mengabaikan faktor syariah sulit dipertahankan, termasuk dalam hal hubungan antaragama. Banyak dinamika terjadi dalam hubungan Muslim dan non-Muslim setelah diterapkannya syariah ini. Banyak muncul pertanyaan seputar posisi minoritas dalam masyarakat Aceh, apakah mereka setara di depan hukum? Apakah hak-hak kewargaannya terpenuhi dengan baik? Sejauh mana syariah berdampak pada kehidupan antaragama? Apakah syariah dapat mengantarkan masyarakat pada modernitas alternatif non-Barat yg bukan modern saja tetapi juga maju? Dinamika itulah yang kami kaji dalam penelitian kami selama tiga tahun (2016-2018), yang kemudian di antaranya kami tuangkan dalam Policy Brief ini. B. TUJUAN Policy Brief ini bertujuan untuk menyampaikan kepada khalayak publik, terutama kepada para pemangku kepentingan di Aceh, tentang sejumlah masalah atau isu krusial yang diamati, pendekatan atau strategi penanggulangan yang diupayakan, serta beberapa rekomendasi perumusan kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH 2 A. PENDAHULUAN Aceh adalah Seuramoe Mekah yang bukan hanya bermakna bahwa mayoritas penduduknya Muslim, namun juga Islam menjadi faktor penting dalam mewarnai semua bidang kehidupan di dalamnya, apalagi setelah diterapkannya (kembali) syariat Islam secara resmi sejak 2001. Dengan perbandingan jumlah penduduk berdasarkan kepemelukan agama, sebagai berikut: Sumber: Sensus Kependudukan Indonesia oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, 2015. Berdasarkan data, maka secara keagamaan Aceh bersifat homogen. Oleh karena itu, wajarlah jika ketika nama Aceh disebut, maka Islam dan syariat- lah yang muncul. Non-Muslim tidak begitu tampak, tertutup oleh budaya dominan. Mereka tidak banyak mewarnai Aceh, walaupun tidak dapat dikatakan mereka tidak mempunyai kontribusi juga--mereka berkontribusi dengan caranya sendiri. Mereka banyak diwarnai oleh, dan harus menyesuaikan diri dengan masyarakat Aceh yang bersyariah. Namun justru di sinilah tantangan yang berat bagi masyarakat homogen, yakni bagaimana menempatkan minoritas di dalamnya, karena perlakuan terhadap minoritas ini akan banyak disorot oleh masyarakat luas, baik nasional, regional, maupun internasional. Tidak dapat dipungkiri, syariah kini telah menjadi fakta hukum, politik, sosial, dan ekonomi Agama Islam Kristen Hindu Buddha Katolik Jumlah(Penduduk) 5,013,152 64,015 4,447 172 8,336
  • 3. Langkah-langkah tindak lanjut menjadi penting guna menghindari konsekuensi-konsekuensi buruk yang mungkin terjadi lebih jauh, seperti menurunnya kualitas hubungan antar kelompok masyarakat baik atas nama etnis maupun keyakinan; munculnya ketegangan sosial yang dapat berujung pada konflik berdarah; timbulnya kerugian harta benda bahkan hilangnya nyawa; yang semuanya ini membutuhkan energi besar dan upaya yang tidak sederhana untuk membangun keharmonisan sosial seperti semula. Tidak hanya sekedar sebagai sumber informasi, Policy Brief ini diharapkan juga akan mendorong dan menggerakkan berbagai pihak untuk melahirkan sikap positif sekaligus pro-aktif dalam rangka menemukan mekanisme penyelesaian masalah sosial, yang lebih inovatif dan tentu saja dengan cara yang persuasif. C. SASARAN Policy Brief ini menyasar sejumlah pihak yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung antara lain adalah: 1) Pemerintah, 2) Partai politik dan anggota legislatif, 3) Tokoh agama dan pemimpin komunitas, 4) Aktivis dan pekerja sosial, 5) Akademisi, 6) Jurnalis baik media cetak maupun online, 7) Aparat penegak hukum, dan bahkan 8) masyarakat luas utamanya anak muda generasi milenial. Semua komponen stakeholder ini diharapkan mampu dengan cerdas memahami akar masalah sosial di Aceh dan tanggap memberi perhatian dan kontribusi untuk memantapkan kehidupan keagamaan yang harmonis dan penuh toleransi. Sedapat mungkin Policy Brief ini dapat dijadikan kerangka acuan oleh berbagai pihak dalam menghadirkan syariat rahmatan lil-alamin di bumi Aceh. D. KONTEKS DAN CAKUPAN Kehadiran Islam pertama kali di kepulauan nusantara melalui pantai Aceh membuat orang- orang Aceh bangga sebagai suku bangsa yang p e r t a m a - t a m a m e m e l u k a g a m a I s l a m dibandingkan dengan etnis atau penduduk wilayah pulau lain di Indonesia. Maka sungguh tidak heran jika faktanya pemeluk Islam di Aceh adalah mayoritas. Menurut hasil sensus tahun 2010, penduduk beragama Islam sebanyak 98.81 persen dari total populasi, sementara sisanya, (1.19%) terdiri dari pemeluk Kristen, Budha, Konghucu, Katolik dan Hindu. Penduduk minoritas ini kebanyakannya tinggal di wilayah kota dan kabupaten yang bertetangga dengan provinsi Sumatra Utara, seperti Aceh Singkil, Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang. Dari segi keanekaragaman populasi secara keseluruhan, penduduk Aceh terdiri dari etnis yang cukup heterogen. Tidak hanya suku Aceh yang mendominasi di pantai Timur, tetapi juga terdapat suku Gayo dan suku Alas di dataran tinggi pegunungan, suku Aneuk Jamee di pantai Barat hingga pantai Selatan, suku Melayu di wilayah perbatasan Timur provinsi (Tamiang), suku Batak Pakpak di wilayah perbatasan Barat provinsi (Singkil) hingga termasuk etnis Tionghoa yang tersebar di beberapa kota besar provinsi Aceh. Menurut Bowen (2003) dan Schröter (2010), kemajemukan Aceh tidak hanya berdasarkan latar etnik budaya dan kepenganutan agama, tetapi p e m a h a m a n d a n p r a k t e k k e a g a m a a n penduduknya juga sungguh plural. Setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru (1998), Aceh mendapatkan kesempatan untuk menerapkan syariat Islam secara formal sebagai bagian dari bentuk otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Sejumlah institusi penegakan syariat Islam dibentuk dan aktor pelaksananya direkrut. Hampir dua puluh tahun sudah pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Namun tidak dipungkiri masih banyak dirasakan kelemahan dan kekurangan di berbagai sektor. Salah satu aspek yang sering menerima kritikan adalah dampak pelaksanaan syariat Islam bagi kelompok minoritas yang tinggal menetap di Aceh. Meski kelompok minoritas ini merasa aman dan tenteram hidup di Aceh, pelaksanaan syariat Islam tak jarang mengusik perhatian ataupun memunculkan kekhawatiran mereka. Ini sedikit banyak terkait dengan pemberitaan sebagian media cetak dan online, baik yang lokal maupun nasional, yang cenderung lebih bersifat provokatif dan insinuatif. Tidak heran jika timbul pertanyaan- pertanyaan seperti: (1) sejauhmana pelaksanaan syariat Islam berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat minoritas dan perorangan di Aceh; (2) Sejauhmana kelompok minoritas itu merasa terdiskriminasi oleh keberadaan Qanun atau 3 POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH
  • 4. regulasi syariat Islam; (3) Sejauhmana berbagai kelompok etnis atau keagamaan minoritas itu merasa terpinggirkan akibat dominannya identitas ke-Aceh-an; dan (4) sejauhmana kelompok minoritas tersebut mengalami isolasi sosial seolah- olah merasa layaknya tamu meski sebenarnya mereka berada dan telah tinggal di bumi Aceh sejak beberapa generasi. E. ISU-ISU KRUSIAL Studi ini memberi perhatian secara seksama kepada sejumlah isu penting yang muncul di berbagai tempat dan waktu yang berbeda, sebagai berikut: Pertama, penguatan identitas kelompok tertentu tidak berbanding lurus dengan perlindungan hak- hak kewargaan dan kemajemukan Aceh. Kesan bahwa Aceh seyogyanya adalah wilayah majemuk tidak muncul ke permukaan dan seakan-akan semuanya seragam. Dari sudut pandang internal umat Islam, isu identitas sektarian yang memperhadap-hadapkan antara Wahabi dan Ahlussunnah wal-jamaah (Aswaja) berakibat munculnya pertentangan antarmasyarakat yang tidak produktif. Dari segi interaksi antarpemeluk agama, meski kelompok minoritas mendapatkan ruang untuk mengekspresikan identitas kekhasannya di suatu daerah, di wilayah yang lain ekspresi identitas semacam itu berlangsung secara minimal, kalau tak ingin dikatakan tidak ada sama sekali. Dominannya kelompok mayoritas memang dapat dipahami, namun dalam konteks meu-Aceh (menjadi Aceh) semestinya artikulasi tiap-tiap identitas minoritas walaupun sebatas simbolis perlu mendapatkan ruang artikulasi yang memadai. Minimnya perasaan aman terlindungi sedemikian itu bagi kelompok minoritas menimbulkan kesan bahwa penerapan syariat Islam di Aceh masih jauh dari cita-cita ideal sebagai rahmatan lil-al amien. Kedua, konsep toleransi yang masih dipahami secara pasif dan asimetris. Kesadaran untuk mendorong diri dan warga untuk saling menghargai perbedaan tiap-tiap kelompok warga dalam beragama, menjalankan ibadah, dan tradisi keyakinan masing-masing agaknya belum menjadi mainstream etika sosial. Di antara ragam persoalan tersebut, masalah pendirian rumah ibadah adalah topik utama yang paling sering menimbulkan gejolak dan ketegangan di tengah kehidupan antar komunitas beragama. Bukan hanya itu, tampaknya dalam hal pendidikan keagamaan juga masih merupakan persoalan tersendiri. Acapkali kelompok minoritas menemukan pengalaman di sekolah dan perguruan tinggi yang kurang memberi keuntungan bagi pemenuhan hak-hak mereka secara proporsional termasuk dalam hal mendapatkan materi pengajaran agamanya. Ketiga, lemahnya status atau posisi dalam kesetaraan hak dan kesempatan kelompok- kelompok minoritas untuk berpartisipasi dalam lapangan politik, hukum atau kebijakan, termasuk juga hak untuk bekerja. Keadaan ini jika dibiarkan berlanjut dapat berujung pada eksklusi sosial. Dalam berbagai keadaan, kelompok minoritas hanya diperebutkan suaranya pada saat pilkada atau pemilu, tetapi aspirasi mereka nyaris tak terdengar dalam penentuan regulasi Qanun dan kebijakan pemerintah tempatan, bahkan sekalipun yang mempunyai implikasi atau akibat langsung kepada mereka. Kesempatan kelompok minoritas dalam bekerja dan menduduki posisi-posisi kunci di sektor pemerintahan pun kecil karena, disadari ataupun tidak, faktor agama seringkali masih dijadikan kriteria pertimbangan rekrutmen. Apatah lagi, upaya membela hak-hak mereka oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil dalam perumusan dan evaluasi kebijakan masih sangat terbatas, kalau tidak ingin mengatakan 'dibatasi'. Keempat, tata kelola kemajemukan agama yang bukan saja bias mayoritas dan Banda Aceh-sentris, tetapi juga lemah dalam sinergi antarlembaga dan, dalam kasus tertentu, terdapat disorientasi dan disfungsi kelembagaan. Belum tampak adanya suatu koordinasi dan sinergi yang kuat antara unsur-unsur pemerintah daerah kota ataupun kabupaten dengan lembaga instansi pemerintah lainnya, seperti Kantor Kementerian Agama di masing-masing tingkatan wilayah. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang semestinya merupakan forum representatif bagi kelompok minoritas dalam menyuarakan p e n d a pa t d a n ke p e n t i n g a n n y a b e l u m memperoleh perhatian yang selayaknya dalam mendorong optimalisasi kerukunan antarumat beragama. POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH 4
  • 5. Kelima, kebijakan pelaksanaan syariat Islam masih d i a n g g a p m e m i l i k i ke l e m a h a n d a l a m memanfaatkan pengetahuan yang berbasis data dan fakta (knowledge based policy). Data dan fakta pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang tersedia saat ini belum memiliki landasan akademis yang memadai. Meski selama ini telah ada indikasi kuat pelibatan kalangan akademisi, tapi pendekatan yang digunakan masih bersandar pada asumsi teologis dan legalistik. Banyak informasi yang dapat digali dari lapangan, termasuk kearifan lokal (local wisdom), yang belum sempat dipromosikan sebagai mekanisme perumusan kebijakan ataupun penyelesaian masalah sosial. F. PENDEKATAN DAN STRATEGI Merespon keadaan dan isu-isu kritis yang terus berkembang, pemerintah Aceh termasuk para tokoh masyarakat sejauh ini telah melakukan sejumlah pendekatan, terutama dengan memfungsikan pengambilan kebijakan yang lebih berbasis pada pelaksanaan syariat Islam sebagai momentum baru pembangunan Aceh. Respon yang diberikan kemudian lebih menitikberatkan pada pengembangan institusi dan penerbitan regulasi. Saat merespon keragaman keyakinan dan budaya, pemerintah Aceh membentuk FKUB mulai dari tingkat provinsi hingga ke kabupaten dan kota. Dengan mengakomodir keanggotaan dari sejumlah agama resmi, FKUB telah diarahkan untuk memikul mandat pembinaan kesatuan kebangsaan yang diawasi bersama antara Badan Kesbangpol dan Linmas dan Kementerian Agama. Dari sisi regulasi, Pemerintah Aceh terakhir kali telah merespon dengan mensahkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah. Di satu sisi Qanun ini telah memberi indikasi atas kesadaran akan kemajemukan yang ada di Aceh. Meski belum memuat prinsip kesetaraan dengan kuat, setidaknya Qanun ini telah mencoba menjawab tuntutan masyarakat yang mendesak Pemerintah Aceh meninjau ulang Peraturan Gubernur nomor 25 tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah Nanggroe Aceh Darussalam yang dianggap kurang mencerminkan realitas keadaan masyarakat Aceh. Di atas segalanya, studi ini menemukan betapa nuansa teknokratik sangat kental mewarnai pendekatan yang dipilih pemerintah. Akibatnya, tak jarang kearifan lokal yang ada menjadi terabaikan. Ketidakharmonisan sosial yang meningkat dalam tiga tahun ini cenderung dinilai secara reaktif. Isu-isu pluralitas yang muncul ke permukaan public dipandang sebagai nuansa politik yang mengancam mayoritas ummat Islam. Tidak heran jika akhirnya kebijakan yang muncul lebih bersifat represif bagi penganut keyakinan lainnya. Pendekatan sentralistik sebagai ciri khas nuansa teknokratik pemerintah cukup tampak dalam menyikapi isu-isu sosial yang berkembang di berbagai wilayah. Kendali dan kontrol pemerintah provinsi dirasakan kuat mencengkram dalam penanganan kasus-kasus lokal. Penyelesaian polemik tempat ibadah non-Muslim di Singkil adalah salah satu contoh kasus bagaimana pihak pemerintah provinsi mencoba menunjukkan kemampuannya yang besar dalam menghentikan semua persoalan konflik di tingkat bawah. Pendekatan sentralistik semacam ini justru menyajikan sebuah fakta kelemahan serta ketergantungan pemerintah di tingkat bawah dalam menyelesaikan masalah di lapangan dan sekaligus memperkecil tingkat partisipasi publik. Bagi banyak kalangan di Aceh, pelaksanaan syariat Islam sebagai salah satu kebijakan pembangunan Aceh masih terus dinantikan efeknya untuk memberikan resolusi atas semua persoalan di berbagai sektor. Syariat Islam di Aceh diyakini tidak hanya melulu sebagai persoalan reformasi hukum Islam (Islamic legal reform), tapi sebagai suatu ajaran agama yang mampu mengembangkan seluruh sendi kehidupan manusia (Kaffah). Langkah-langkah khusus untuk itu telah mulai ramai didiskusikan di kalangan pemerintah dan akademisi sejak tahun 2014. Melalui peninjauan kembali desain (redesign) pelaksanaan syariat Islam, pemerintah berusaha menghadirkan strategi pendekatan yang lebih pro kepentingan rakyat banyak. Hal ini juga tampak pada upaya pemerintah yang menyusun indeks pembangunan sebagai instrumen indikatif dari pelaksanaan syariat Islam itu sendiri. POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH 5
  • 6. Meskipun hingga saat ini belum terlihat langkah- l a n g k a h y a n g l e b i h k o n k r e t d a l a m menterjemahkan desain baru pelaksanaan syariat Islam ataupun mengaktualisasikan indeks pembangunan dalam proses pelaksanaan syariat Islam di Aceh, semua upaya tersebut patut dihargai. Betapapun, pemerintah Aceh masih membutuhkan waktu dan upaya-upaya lanjutan merintis implementasi desain baru itu, sekalipun kemudian hal tersebut belum terakomodasi dengan baik secara politik dan juga belum diakui dengan kuat sebagai bentuk inovasi dari tatakelola pembangunan Aceh yang lebih maju. Menimbang semua hal di atas, studi ini ingin menegaskan bahwa berbagai upaya pemerintah yang telah dicobalakukan tersebut sesungguhnya belum cukup terarah atau masih mencari-cari bentuk yang seharusnya (unconsolidated). Oleh karena itu, studi ini hendak menyarankan bahwa dinamika pemahaman dan pelaksanaan syariat Islam di beberapa kabupaten dan kota di Aceh seyogyanya dapat menunjukkan arah dan merealisasikan langkah-langkah yang seiring dengan visi pembangunan global, yaitu Sustainable Development Goals (SDG). Visi pembangunan global ini (SDG) tidak dapat dipungkiri memiliki semangat yang serupa dan merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dengan cita-cita syariat yang rahmatan lil`alamin. Karena itulah, SDG tentu sangat layak untuk dipertimbangkan menjadi kerangka dan rujukan bagi keberhasilan pelaksanaan syariat Islam di Aceh. SDG secara konkret merefleksikan tujuan utama dari syariat Islam itu sendiri (maqasid). Dalam hal ini, sejumlah kasus imbauan dan keputusan ad hoc kepala daerah yang reaktif dan sporadik mengenai praktek kehidupan bersyariah di Aceh sungguh tidak signifikan untuk mewujudkan syariat rahmatan lil-alamin. POLICY BRIEF KAJIAN CONTENDING MODERNITIES ACEH G. REKOMENDASI 1. Pemerataan akses, par tisipasi, dan representasi kelompok masyarakat D a l a m d i n a m i k a s e b u a h m a s y a r a k a t yangmajemuk, dan perkembangan serta perubahan masyarakat, maka kewajiban negara salah satunya adalah memastikan bahwa hak-hak kewargaan masyarakat dijaga dan dikelola dengan baik. Dalam hal ini termasuk memastikan adanya sebuah sistem yang mengakomodir akses dan partisipasi masyarakat secara setara dan berkeadilan. Kondisi ini akan terjadi melalui perwujudan inklusi sosial, baik dalam aspek legal, politik maupun kultural. Misalnya, melalui pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal). Partisipasi juga perlu diwujudkan lewat kebijakan afirmatif dalam hal penerimaan keragaman [identitas] dalam masyarakat, karena perbedaan identitas sosial dan keagamaan seringkali membuka ruang konflik antar kelompok sosial yang berbeda-beda. Dalam situasi demikian, afirmasi akan menjadi penyeimbang dalam sebuah dinamika sosial yang memiliki budaya dominan (dominant culture). 2. Pengembangan toleransi aktif melalui berbagai media pendidikan Model edukasi dapat dilakukan melalui berbagai bentuk metode dan strategi, baik dalam lembaga Pendidikan Islam seperti sekolah, madrasah, dan lembaga Pendidikan, media sosial, dan media lainnya. Hal ini terefleksi dari narasi buku teks dan persepsi yang dibangun oleh guru dalam pengajarannya yang dapat menyumbang terbentuknya tolerance literacy. Edukasi ini mesti diperluas juga dalam muatan ceramah keagamaan dan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Upaya untuk memperkuat respect dan trust perlu diperkuat, misalnya melalui “duek pakat” lintas komunitas. Pada tataran kebijakan, pengetahuan, yang terwujud dalam knowledge based policy perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan (stakeholder). 3. Penguatan FKUB untuk bersinergi dengan institusi dan komunitas terkait Forum kerukunan umat beragama (FKUB) memiliki peran strategis dalam upaya membangun komunikasi dan sinergi yang berkelanjutan dengan berbagai kelompok keagamaan yang ada di Aceh 6
  • 7. Proporsi kepengurusan yang mempertimbangkan dinamika yang ada, akan memberikan dampak pada pemahaman dan pemaknaan keberagaman, serta upaya untuk memperkuat toleransi. Kondisi ini juga akan meminimalisir disfungsi yang terjadi di beberapa institusi. Di pihak eksekutif, sinergisitas PEMDA dengan Kementrian Agama juga perlu diperkuat. Sementara itu, pada sisi lain, pihak legislatif juga dapat mengambil peran-peran yang lebih aktif misalnya seperti melakukan diskusi publik refleksi 20 tahun pelaksanaan syariat Islam (DPRA/DPRK) dalam upaya memperkuat, melakukan advokasi, serta me-mainstreamkan “syariat yang rahmatan lil'alamin”. 4. P e n e g a s a n s i k a p p e n y e l e n g g a r a pemerintahan yang nonpartisan dalam mencegah dominasi pemahaman dan praktek keberagamaan tunggal Di tengah potensi konflik yang ada di kalangan kelompok sosial dengan identitas yang berbeda- beda, maka kehadiran pemerintah atau negara sangat dibutuhkan untuk mengambil peran-peran mediasi dan fasilitasi. Pendekatan ini dilakukan dengan berlandaskan pada “sikap” atau tafsir pemerintah yang jelas terhadap konsep ideal syariat rahmatan lil alamin yang relevan untuk Aceh sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, salah satu peran yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memberi ruang yang cukup untuk mengakomodir kontestasi dan partisipasi dari berbagai kelompok sosial/agama yang berbeda- beda secara fair (berimbang). REFERENSI Ansor, Muhammad. 2014. “We are from the same ancestors': Christian-Muslim relations in contemporary Aceh Singkil”, Borneo Journal of Religious Studies 3 (1). Barth, Fredrik (ed.) 1998. Ethnic groups and boundaries: The social organization of culture difference, (Long Grove: Waveland Press). Bowen, John. 2003. Islam, Law and Equality in Indonesia: An Anthropology of Public Reasoning, Cambridge: Cambridge University Press. Bruner, E.M. 1974 “The Expression of Ethnicity in Indonesia”, in Abner Cohen (ed.) Urban Ethnicity. (London: Tavistock). Feener, Michael. 2013. Shari`a and Social Engineering: The Implementation of Islamic Law in Contemporary Aceh, Indonesia (Oxford: Oxford University Press). Schröter, Susanne. 2010. Acehnese culture (s): plurality and homogeneity. In A. Graf, S. Schröter and E. Wieringa (eds). Aceh: History, Politics and Culture. (Singapore: ISEAS), pp. 157-179. Suparlan, Parsudi. 2006. “Kemajemukan, Hipotesis Kebudayaan Dominan dan Kesukubangsaan”, Antropologi Indonesia 30 (3) Viner, A.C. and E.L Kaplan. 1981. The Changing Pakpak Batak. In Journal of the Malaysian Branch, Royal Asiatic Society, 54 (1) pp. 93-105. Weng, Hew Wei, Chinese Ways of Being Muslim; Negotiating Ethnicity and Religiousity in Indonesia (Denmark: NIAS – Nordic Institute of Asian Studies, 2018) TIM CONTENDING MODERNITIES ACEH ARSKAL SALIM adalah Professor Politik Hukum Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia. Dia menyelesaikan PhD di bidang hukum pada Melbourne Law School, Australia, tahun 2006. Disertasinya telah dipublikasikan oleh Hawaii University Press tahun 2008 dengan judul: Challenging the Secular State: The Islamization of Laws in Modern Indonesia. Setelah menyelesaikan PhD, dia melanjutkan postdoctoral di Jerman, pada Max Planck Institute for Social Anthropology dari tahun 2006 sampai 2009. Hasil penelitian postdoctoralnya telah dipublikasikan pada tahun 2015 oleh Edinburgh University Press dengan judul: Contemporary Islamic Law in Indonesia: Sharia and Legal Pluralism. Arskal Salim MOCH NUR ICHWAN telah menyelesaikan jenjang PhD di bidang Religious Studies and Islamic Politics pada Tilburg University (2006) dan saat ini dia sebagai Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta, Indonesia. Publikasi terbarunya adalah “Neo-Sufism, Shari'atism, and Ulama Politics: Abuya Shaykh Amran Waly and Tauhid-Tasawuf Movement in Post-Conflict Aceh,” di dalam C. van Dijk and N. Kaptein (Eds.), Islam, Politics and Change: The Indonesian Experience after the Fall of Suharto, Leiden: Leiden University Press, 2016. Moch Nur Ichwan EKA SRIMULYANI adalah Professor di bidang Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Ar- Raniry, Banda Aceh, Indonesia. Di antara publikasinya yang terakhir adalah “Analysing the Spectrum of Female Education Leaders Agency in Islamic Boarding Schools in Postconflict Aceh, Indonesia.” Di dalam jurnal Gender and Education, Routledge, Talor and Francis Group tahun 2018. Eka Srimulyani