Dokumen tersebut membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) yang mencakup definisi, prinsip-prinsip, tujuan, manfaat, dan peran akuntansi dalam penerapan GCG. Dokumen juga menjelaskan implementasi GCG di Indonesia serta contoh kasus pelanggaran GCG oleh PT Lapindo Brantas akibat kebocoran lumpur panas di Sidoarjo.
3. Definisi
Good Corporate Governance merupakan sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan
yang menciptakan nilai tambah (value added)
untuk semua stakeholder (Monks,2003).
Dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu:
1. Pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar dan tepat
pada waktunya dan ;
2. Kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan,
dan stakeholder.
4. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah
suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama
dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntanbilitas dan tanggung jawab atau mandat, khususnya
implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan
perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang
saham.
Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang
menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk
mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para
pemegang saham.
5. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari
tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang
pemangku kepentingan, yang menunjuk
perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-
pihak lain selain pemegang saham, misalnya
karyawan atau lingkungan.
6. Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi
kesulitan dalam mendefinisikan Good Corporate
Governance yang dapat menyangkut berbagai
kepentingan, karena cakupan Good Corporate
Governance yang sangat banyak. Konsep Good
Corporate Governance adalah konsep yang
sudah saatnya diimplementasikan dalam
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia
dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ada.
7. Prinsip-prinsip
Menurut undang-undang No.40 Tahun 2007 prinsip-
prinsip GCG adalah:
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
4. Fairness (Kewajaran)
8. Sebagai tambahan adapun prinsip, Indepandency
(kemandirian) yang merupakan tambahan prinsip
dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam
mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri bebas dari konflik
kepentingan dan bebas dari tekanan/pengaruh
dari manapun yang bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip pengelolaan yang sehat.
9. Tujuan-tujuan
Tujuan utama Good Corporate Governance yaitu :
• Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
• Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif
dan efisien.
• Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ
perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan
stakeholder perusahaan.
• Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-
perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
• Meningkatkan investasi nasional; dan
• Mensukseskan program privatisasi perusahaan-perusahaan
pemerintah.
10. Manfaat
Menurut Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan
mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara
konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
• Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen.
• Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
• Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka
panjang.
•Menciptakan dukungan para stakeholder
dalam lingkungan perusahaan terhadap
keberadaan perusahaan dan berbagai strategi
dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
11. Peran Akuntansi Dalam Penerapan
Good Corporate Governance (GCG)
Para pemakai eksternal akan menggunakan
informasi yang dihasilkan oleh bidang akuntansi
keuangan, sementara pemakai internal akan
menggunakan terutama informasi yang
dihasilkan dari bidang akuntansi manajemen.
12. Bidang Akuntansi Keuangan
Salah satu prinsip Good Corporate Governance yaitu prinsip
transparansi, prinsip ini menginginkan agar para stakeholder
memperoleh informasi yang cukup, benar, akurat, dan tepat
waktu sehingga dalam pengambilan keputusan terkait dengan
laporan keuangan tidak disesatkan. Laporan keuangan
sebagaimana diatur oleh standar akuntansi haruslah menyajikan
informasi sesuai dengan apa adanya, tanpa ada upaya untuk
menutup-nutupi segala sesuatu yang seharusnya diungkapkan.
13. Bidang Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen digunakan dalam
pengambilan keputusan internal perusahaan,
yaitu pihak manajemen perusahaan, secara tidak
langsung bidang akuntansi ini diharapkan dapat
menciptakan Good Corporate Governance.
14. Dalam akuntansi manajemen dikenal sistem
pengendalian biaya (cost control systems) yang
terdiri dari akuntansi biaya dan manajemen
biaya. Akuntansi biaya bertujuan untuk
menghitung dan mengalokasikan biaya kepada
produk sehingga harga pokok produk dapat
ditetapkan secara benar, akurat dan dalam jumlah
yang wajar.
15. Manajemen biaya terarah terutama kepada
tujuan untuk menurunkan biaya dan
perbaikan yang berkelanjutan. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keduanya
bertujuan agar perusahaan dapat
menghasilkan produk yang efisien dan
harga pokoknya telah dihitung secara benar
dan akurat sesuai dengan tata cara
perhitungan akuntansi biaya. Hal ini jelas
akan sangat membantu manajemen dalam
mengelola perusahaan secara benar, baik,
dan efisien, yang tentunya akan
memberikan kontribusi yang berarti juga
bagi aplikasi Good Corporate Governance.
16. Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) Di Indonesia
Dalam pelaksanaan penerapan Good
Corporate Governance di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan
pentahapan. Pada umumnya perusahaan-
perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan Good Corporate Governance
menggunakan pentahapan berikut:
17. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama:
• Awareness Building,
• Good Corporate Governance Assessment, dan
• Good Corporate Governance Manual
Building.
19. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu
dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas
penerapan Good Corporate Governance telah
dilakukan dengan meminta pihak independen
melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktik Good Corporate Governance yang ada.
20. Contoh Kasus Penerapan Corporate
Governance yang Buruk
Salah satu perusahaan yang tidak
menerapkan Good Corporate Governance
adalah PT. Lapindo Brantas, Inc.
PT. Lapindo Brantas, Inc adalah suatu
perusahaan yang bergerak di bidang usaha
eksplorasi dan produksi migas di
Indonesia. PT. Lapindo Brantas, Inc sangat
dikenal secara luas baik di dalam negeri
maupun di luar negeri semenjak peristiwa
banjir lumpur panas Sidoarjo, atau yang
biasa dikenal dengan perisitwa “Lumpur
Lapindo” yang terjadi pada 29 Mei 2006.
21. Pada awalnya PT. Lapindo Brantas, Inc menunjuk
PT Medici Citra Nusa untuk melaksanakan pekerjaan
pemboran eksplorasi Sumur BJP-1 (Banjar Panji 1) di
Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pemboran
dimulai pada tanggal 8 Maret 2006 dan terus berlangsung
hingga tanggal 29 Mei 2006. Akhirnya, pada tanggal 29
Mei 2006 muncul erupsi lumpur panas ketika pemboran
Sumur BJP-1 belum selesai. Atas kemunculan erupsi
lumpur panas tersebut, PT. Lapindo Brantas, Inc
bersembunyi dibalik gempa tektonik di Yogyakarta yang
terjadi pada hari yang sama dimana erupsi lumpur panas
tersebut menyembur keluar dari tanah.
22. Beberapa ahli didatangkan untuk memeriksa masalah ini,
mereka mengatakan bahwa tidak ada hubungannya antara
gempa tektonik di Yogyakarta dengan Surabaya. Setelah
diselidiki, hal yang menjadi penyebab adanya semburan
lumpur panas tersebut adalah PT. Lapindo Brantas, Inc
sebagai operator dan PT Medici Citra Nusa dianggap
kurang teliti dalam melakukan pengeboran sumur dan
terlalu menyepelekan baik kinerja maupun dampak yang
mungkin dapat diterima atas pengeboran yang
dilakukannya. Kurang teliti dan menyepelekannya
pengeboran tersebut dilihat atas ketidaksesuaian
rancangan pengeboran dengan kenyataan.
23. Selanjutnya, Lapindo diduga memiliki motivasi
untuk melakukan biaya penghematan karena
kelalaian dalam pemasangan casing dan
pengeboran vertikal. Pengeboran vertikal jauh lebih
menghemat biaya, begitu juga dengan tidak
dipasangnya casing. Indikasi pengiritan lain juga
terlihat dengan terbatasnya persediaan lumpur
sebagai pelumas dan pemberat dalam pengelolaan
tekanan dasar sumur untuk menghindari loss, kick,
dan blowout. Atas kasus ini, Direktur Eksplorasi
Lapindo Imam Agustino dan Direktur PT Medici
Citra Yeni Namawi ditetapkan menjadi tersangka
karena keduanya telah lalai memasang casing
sehingga terjadi underground blowout yang sulit
dikendalikan.
24. Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh
KNKG, PT. Lapindo Brantas, Inc melanggar
asas-asas Good Corporate Governance sebagai
berikut:
25. Transparansi
PT. Lapindo Brantas, Inc dinilai tidak
menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Selain
itu, perusahaan juga tidak mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan hal penting dalam kasus
ini yaitu tidak melanjutkan pemasangan casing
saat melakukan pengeboran.
26. Akuntabilitas
Dalam hal ini PT. Lapindo Brantas, Inc
tidak dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar.
Dan jelas tidak memperdulikan
kepentingan bagi para pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain.
Dikarenakan tidak adanya akuntabilitas,
maka tidak tercipta kinerja yang
berkesinambungan.
27. Responsibilitas
PT. Lapindo Brantas, Inc tidak
mematuhi peraturan perundang-
undangan dan tidak melaksanakan
tanggung jawab kepada masyarakat
dan lingkungan karena tidak
berpegang dengan prinsip kehati-
hatian dan memastikan
kepatuhannya terhadap peraturan
perundang-undangan. Selain itu,
perusahaan juga tidak menjalankan
tanggung jawab sosial dengan baik.
28. Independensi
PT. Lapindo Brantas, Inc tidak dikelola secara
independen, terpengaruh atas suatu kepentingan
tertentu, dan memiliki benturan kepentingan
dimana dapat terlihat adanya kinerja buruk dari
perusahaan yang merugikan para pemegang
saham.