1. TUGAS PRAKTIKUM PASAR MODAL
KEBIJAKAN INVESTASI SEBAGAI BAGIAN DARI
PEMBANGUNAN EKONOMI
KRISNA BAYU PRATAMA
369903
MANAJEMEN
DIPLOMA EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016
2. 1
KEBIJAKAN INVESTASI SEBAGAI BAGIAN DARI
PEMBANGUNAN EKONOMI
I. PENDAHULUAN
Ekonomi merupakan bagian yang terpenting dan menjadi sorotan dari sebuah
negara. Kategori negara tersebut maju atau berkembang dilihan dari pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah bagian penting dari pembangunan sebuah
negara, bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator penting untuk
menjelaskan bahwa suatu negara itu mampu secara finansial atau sejahtera.
Keberhasilan tidak akan terlihat tanpa adanya hasil riil berupa pertumbuhan dari
sesuatu yang dibangun oleh pemerintah di bidang ekonomi, begitu juga tanpa
pertumbuhan ekonomi maka pembangunan suatu negara tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya. Pada kondisi ini, pertumbuhan ditandai dengan masuknya
dana kedalam sistem ekonomi suatu negara.
Begitu juga dengan pengalaman Indonesia dalam beberapa tahun belakangan
ini sesudah terjadinya masa krisis ekonomi pada tahun 1998. Kondisi tersebut
bukan hanya merusak sistem ekonomi yang terbangun selama dekade sebelumnya
tetapi juga aspek lain seperti politik, hukum, dan pemerintahan. Kita dihadapkan
pada banyak pilihan yang sebenarnya tidak mengijinkan kita memilih atas
kehendak dan keinginan sendiri. Kondisi ini menandakan bahwa posisi tawar kita
tidak menguntungkan baik secara internal maupun eksternal. Secara sederhana,
Indonesia memerlukan dan dan dukungan finansial yang besar untuk bisa memba.
Sejumlah pemikiran untuk perbaikan pun sudah digulirkan, sampai akhirnya
pemerintah mengambil pilihan untuk memberikan sebagian hak dan wewenang
tersebut kepada lembaga-lembaga finansial internasional dan sejumlah negara lain.
Sebenarnya apa yang dibutuhkan? Sederhana, Indonesia memerlukan ‘dana baru’
dalam bentuk investasi. Mengapa harus investasi? Karena secara perhitungan
ekonomi saat itu Indonesia tidak mempunyai ‘saving’ atau tabungan untuk
meredam gejolak ekonomi saat itu. Oleh karena itu, salah satu cara yang ditempuh
3. 2
adalah dengan bantuan lembaga finansial internasional dan mengundang sejumlah
investor untuk mulai menanamkan modalnya di Indonesia.
Lantas, bila sejumlah dana sudah bisa ditarik masuk ke dalam dan
kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia sudah pulih, apakah hal itu sudah
menjadi bukti bahwa kita sudah berada pada level yang aman? atau apakah status
sebagai negara miskin/terbelakang sudah lepas dari kita? ternyata tidak demikian,
karena sejumlah konsep mengatakan bahwa kesejahteraan sebuah negara tidak bisa
hanya diukur dengan jumlah dana yang terserap, peningkatan GDP, atau kurs mata
uang yang menguat, tetapi perubahan kehidupan masyarakatnya. Hal ini pun tidak
bisa dinafikan.
Begitu pentingnya peran dan dukungan dari investasi terhadap kelanjutan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat disadari betul oleh
pemerintah. Sebab sejumlah proyek infrastruktur membutuhkan dukungan dana
yang besar, bukan hanya infrastruktur ekonomi tetapi juga infrastruktur bidang
sosial dan kehidupan masyarakat. Peran serta dan dukungan non materiil pun
dibutuhkan, di semua level pemerintahan pusat dan daerah, serta di semua level
masyarakat kota dan pedesaan.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah perubahan dan perbaikan tidak
hanya bisa digantungkan pada besarnya dana yang masuk tetapi juga
kesiapan/kualitas internal. Peran pemerintah baik pusat maupun daerah sangat
penting, ‘nilai jual’ daerah terhadap investor sangat ditentukan oleh kondisi daerah
dan nasional. Kondisi yang dimaksud adalah kualitas SDM pemerintah, manajemen
pelayanan, kualitas masyarakat, fasilitas dan kemudahan yang diberikan, serta
stabilitas politik dan penegakan hukum. Sinkronisasi arah dan kehendak dari
pemerintah pusat dan daerah pun mutlak diperlukan. Daerah dengan wewenang dan
keinginannya pun tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sebaliknya peran
pemerintah pusat pun sebagai koordinasi sentral pun perlu ditegaskan kembali.
Berdasarkan hal-hal diatas perlu kiranya untuk menyimak kembali kondisi
kebijakan investasi yang dijalankan oleh pemerintah selama ini, berkaitan dengan
4. 3
tujuan perbaikan dan perubahan perekonomian Indonesia beserta sejumlah
permasalahan yang mengikutinya.
II. KAJIAN TEORI
Konsep dan Tujuan Pembangunan Secara Umum
Arah dan tujuan suatu negara tidak bisa dilepaskan dari konsep pembangunan
yang dirancangnya. Istilah pembangunan tetap dan masih akan menjadi aspek
penting dalam merancang setiap kebijakan pemerintah. Konsep pembangunan yang
dirancang setidaknya bukan hanya menonjolkan keberhasilan ekonomi sebagai
faktor yang dominan tetapi juga memasukkan faktor lain yang tidak bisa diabaikan.
Faktor-faktor yang mendukung tersebut berupa perbaikan pada bidang pendidikan,
pengurangan tingkat kemiskinan, tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,
serta masih banyak faktor lain.
Mudrajad Kuncoro setidaknya menjelaskan hal diatas sebagai apa yang
disebut ‘indikator kunci pembangunan’. Selain itu pula proses pembangunan yang
dijalankan bukan hanya dilihat dari segi fisik (physical result) tetapi juga harus
membawa sejumlah perubahan (growth with change) yang sifatnya non material.
Setidaknya ada 3 perubahan yang perlu terjadi dalam proses pembangunan, yaitu
perubahan struktur ekonomi (misalnya dari pertanian kepada industri lalu ke bidang
jasa), perubahan kelembagaan (misalnya reformasi birokrasi dan SDM), dan
perubahan kenaikan pendapatan perkapita (GNP riil dibagi jumlah penduduk).
Indikator kunci yang dimaksud di atas adalah indikator ekonomi dan indikator
sosial. Beberapa variabel yang masuk dalam indikator ekonomi antara lain GNP
perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel dalam indikator
social antara lain Human Development Index dan (Physical Quality Life Index)
Indeks Mutu hidup Bahkan indicator-indikator ini digunakan sebagai acuan
terhadap pengelompokkan Negara tersebut dalam kaitannya dengan sistem
ekonomi global Namun kenyataan yang terjadi tidak bisa disederhanakan dengan
hanya mengandalkan kedua indikator tersebut, sebab sebenarnya proses
pembangunan yang berjalan bersifat kompleks. Ada sejumlah permasalahan baru
5. 4
dan laten yang tidak bisa diselesaikan begitu saja, bahkan untuk memetakan
permasalahannya juga cukup sulit. Permasalahan tersebut bisa berasal dari
pemerintah sendiri sebagai pelaksana dan penggagas pembangunan, juga dari sector
swasta atau masyarakat sendiri. Bahkan dipercaya bahwa pembangunan sudah
gagal untuk bisa menjadi jawaban dalam memperbaiki permasalahan-permasalahan
laten seperti kemiskinan dan keterbelakangan.
Dikatakan bahwa pertumbuhan (pembangunan) semata tidak banyak
menyelesaikan persoalan dan kadang-kadang mempunyai akibat yang tidak
menguntungkan. BahkanTodaro mengatakan bahwa pembangunan adalah proses
multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur social,
sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional, dan juga akselerasi
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (inequality) dan pemberantasan
kemiskinan absolut (Bryant,1989). Dapat dimengerti bahwa pembangunan
bukanlah konsep statis melainkan dinamis dan merupakan proses tiada akhir.
Bila kita berkaca dari hal diatas, maka apa yang dialami oleh Indonesia tidak
jauh berbeda. Isu-isu yang diangkat seputar pembangunan yang dijalankan adalah
pengentasan kemiskinan, peningkatan daya beli dan pendapatan masyarakat,
penurunan tingkat pengangguran, dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu sudah pasti
bahwa pemerintah perlu merancang konsep dan arah pembangunan apa yang
menjadi pilihan kita kedepan.
Sejumlah pihak mengatakan bahwa konsep ekonomi kita berbeda dengan
negara lain di dunia. Kita mengenal adanya sistem ekonomi Pancasila, sebagian lagi
memasukkan istilah ekonomi kerakyatan. Namun semua itu pada prinsipnya
bermuara pada kepentingan dan perbaikan dalam kehidupan masarakat. Setidaknya
ada beberapa karakteristik dari ekonomi Pancasila atau pun kerakyatan tersebut
yang diberikan oleh penggagasnya. Dengan mengutip pendapat Mubyarto bahwa
ciri dari sistem ekonomi Pancasila adalah roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, social dan moral, kehendak kuat untuk pemerataan,
nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi, koperasi merupakan
6. 5
sokoguru, dan imbangan yang tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan
desentralisasi (Kuncoro,1997).
Saat ini kita mengetahui penjabaran konsep dan arah pembangunan melalui
beberapa kebijakan yang dijalankan pemerintah. Salah satu kebijakan yang ada
tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Setidaknya ada dua peraturan
perundang-undangan yang mengatur bidang permbangunan secara makro yaitu UU
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional (Propenas) 2000-
2004 dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Selain itu dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan yang
bersifat sektoral.
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah sudah membuat RPJP (Rencana
Pembangunan Jangka Panjang) nasional, yang diharapkan nantinya itu akan
menjadi arah dan acuan bagi kebijakan pembangunan ke depan. RPJP tersebut
kemudian direalisasikan kedalam bentuk RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) nasional yang kemudian diterjemahkan lagi menjadi RKP (Rencana
Kerja Pemerintah) yang sifatnya tahunan. Dalam Rancangan terakhirnya
pemerintah melalui Bappenas sudah menyusun bebrerapa hal pokok yang menjadi
sasaran pembangunan ekonomi Untuk 20 tahun kedepan. Sasaran tersebut adalah :
Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam
arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang
menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur
yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa
menjadi perekat ketahanan ekonomi.
Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan
tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih
dari 5 persen.
Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam
kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan
untuk tingkat rumah tangga.
7. 6
Kelanjutan operasionalisasi dari RPJM 2004-2009 yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dan kemudian diwujudkan dalam bentuk
RKP Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004
dan Perpres 19 tahun 2006 sebagai peraturan pelaksana. Fungsi dari RPJM adalah
menjadi pedoman umum bagi pemerintah pusat (diwakili oleh kementrian dan
lembaga) serta pemerintah daerah dalam menyusun rencana kerjanya masing-
masing.
III. PEMBAHASAN
Kebijakan Investasi Indonesia
Salah satu ciri umum negara terbelakang adalah kelangkaan modal. Sebab
utama kelangkaan modal adalah kecilnya tabungan atau lebih tepat kurangnya
investasi di dalam sarana produksi yang mampu menaikkan tingkat pertumbuhan
ekonomi. Maka bila dibandingkan dengan Indonesia, keadaan tersebutlah yang
terjadi saat ini, hal ini dapat dilihat dari sejumlah fakta seperti tertundanya
keinginan pemerintah untuk membangun sejumlah infrastruktur akibat kurangnya
dana yang dimiliki oleh pemerintah, tingkat produktivitas dan kemampuan
individual masyarakat juga rendah, ketergantungan masyarakat terhadap bantuan
pemerintah, serta kurangnya sarana produksi yang dimiliki masyarakat dan sector
swasta. Akibatnya adalah derajat ekonomi, kesehatan, serta tingkat pengganguran
yang tinggi.
Keadaan tersebut bisa dikurangi jika pemerintah bisa membangun dan
menciptakan sarana produksi tadi. Pembangunan dan penciptaan sarana produksi
tersebut adalah dengan membangun infrastruktur yang mendukung program
tersebut. permasalahannya adalah dana untuk merealisasikannya tidak mencukupi.
Dalam hal ini sebenarnya sector swasta dalam negeri mempunyai peran yang
strategis yaitu dengan membantu pemerintah dalam mengumpulkan dana tersebut.
Namun kondisi sector swastapun tidak mampu untuk memikul tanggung jawab itu.
Sehingga kebutuhan akan penyediaan dana dari luar menjadi pilihan utama
kebijakan pembangunan ekonomi.
8. 7
Kebijakan tersebut cukup realities mengingat pemerintah tidak lagi
mempunyai pilihan lain yang mendukung. oleh karena itu, pemerintah dengan
segala daya upaya mencoba untuk menegaskannya dalam sebuah kebijakan, yang
salah satunya dengan mengeluarkan Inpres Nomor 3 tahun 2006 tentang paket
kebijakan perbaikan iklim investasi. selain itu sejumlah pertemuan baik bilateral
maupun multilateral juga sudah dilaksanakan, salah satunya dengan
menyelenggarakan Infrastructure Summit for Indonesia, ditambah dengan
serangkaian promosi ke berbagai negara investor.
Berikut ini disajikan Nilai Neto PMA ke Indonesia, sebagai perbandingannya
:
Nilai Neto Arus PMA ke Indonesia, 1990-2006 (juta dollar AS)
Tahun Nilai
1990 1.093
1991 1.482
1992 1.777
1993 2.004
1994 2.109
1995 4.346
1996 6.194
1997 4.667
1998 - 356
1999 -2.745
2000 -4.550
2001 -2.978
9. 8
2002 145
2003 -597
2004 423
2005 512
2006 624
(Sumber : Kadin-Indonesia Jetro, 2007) Catatan: arus masuk PMA termasuk
privatisasi BUMN kepada pihak asing, dan restrukturisasi perbankan, terutama
penjualan asset-aset bank ke investor asing.
Buruknya daya saing Indonesia dalam menarik PMA lebih nyata lagi jika
dibandingkan dengan perkembangan PMA di negara-negara lain. Misalnya dalam
kelompok ASEAN, Indonesia satu-satu negara yang mengalami arus PMA negatif
sejak krisis ekonomi 1998; walaupun nilai negatifnya cenderung mengecil sejak
tahun 2000. Hal ini ada kaitannya dengan iklim politik yang semakin baik
dibandingkan pada periode 1998-1999, yang memperkecil keraguan calon-calon
investor untuk menanam modal mereka di Indonesia. (Kadin-Indonesia Jetro, 2007)
Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya memaksimalkan peran dan posisinya
sebagai penentu kemana arah pembangunan ekonomi diarahkan dengan
kewenangan regulatorynya dan fasilitasinya. iklim usaha dan investasi yang
kondusif merupakan factor terpenting dalam menyelenggarakan kegiatan usaha.
Sebagaimana dikatakan Jhingan, bahwa adalah menjadi tanggung jawab negara
untuk melakukan investasi yang paling menguntungkan masyarakat. Pola optimum
investasi sebagian besar tergantung pada iklim investasi yang tersedia di negeri itu
dan pada produktivitas marginal social dari berbagai jenis investasi. sehingga jenis
investasi apapun yang masuk harus mengacu kepada perencanaan dan kebijakan
yang sudah dibuat, dan sebisa mungkin diarahkan kepada penciptaan lapangan
pekerjaan dan peningkatan sarana produksi.
Beberapa bulan yang lalu sebelumnya juga pemerintah sudah menetapkan
setidaknya ada tiga pilar perbaikan Investasi adalah: paket kebijakan iklim
10. 9
investasi; penyelesaian beberapa high profile projects untuk memberi effect snow
ball; dan menekan cost of financing. Ketiga pilar perbaikan tersebut hendaknya
dilaksanakan bukan secara parsial namun bersamaan dan menyeluruh. Oleh karena
itu, setiap tindakan dan kebijakan operasional yang dilakukan pemerintah cukup
focus keAda beberapa isu penting yang menjadi focus kerja pemerintah berkaitan
dengan program investasi yang direncanakan kedepan, antara lain : kelembagaan,
regulasi, Bea cukai, Pajak, tenaga kerja, dan UKMK. Paket Kebijakan dan Program
yang dijalankan pemerintah dapat dilihat pada table di bawah. Selain Program,
pemerintah juga menurunkannya dalam bentuk poin-poin tindakan yang akan
direalisasikan. Dari sekian program tersebut maka ada kurang lebih 85 tindakan
yang akan diambil untuk mendorong keberhasilan investasi. Beberapa program
tersebut antara lain revisi terhadap regulasi yang ada, membuat regulasi kembali,
evaluasi terhadap wewenang pemerintah daerah sebagai daerah otonom, koordinasi
serta pengawasan dan pengendalian. pada ketiga hal tersebut.
Paket Kebijakan Investasi Indonesia
Kebijakan Program
UMUM
A.Memperkuat kelembagaan
pelayanan investasi.
1. Mengubah Undang-Undang (UU)
Penanaman Modal yang memuat prinsip-
prinsip dasar, antara lain: perluasan
definisi modal, transparansi, perlakuan
sama investor domestik dan asing (di luar
Negative List) dan Dispute Settlement.
2. Mengubah peraturan yang terkait dengan
penanaman modal.
3. Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan
Ekspor dan Peningkatan Investasi.
11. 10
4. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan
penanaman modal serta pembentukan
perusahaan.
B.Sinkronisasi Peraturan
Pusat dan Peraturan
Daerah (Perda).
Peninjauan Perda-Perda yang Menghambat
investasi.
C.Kejelasan Ketentuan
mengenai kewajiban
analisa mengenai dampak
lingkungan (AMDAL).
Perubahan keputusan Menteri Negara
(Kepmeneg) Lingkungan Hidup tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib
AMDAL.
KEPABEANAN DAN CUKAI
A.Percepatan arus barang. 1. Percepatan Proses pemeriksaan
kepabeanan.
2. Percepatan Pemrosesan kargo dan
pengurangan biaya di Pelabuhan Tanjung
Priok dan Bandara Internasional
Soekarno Hatt
B.Pengembangan Peranan
Kawasan Berikat.
1. Perluasan fungsi Tempat Penimbunan
Berikat (TPB) dan perubahan beberapa
konsep tentang Kawasan Berikat agar
menarik bagi investor untuk melakukan
investasi.
2. Penyempurnaan Ketentuan TPB.
3. Otomasi kegiatan di TPB.
4. Peningkatan Pemberian fasilitas
kepabeanan di kawasan berikat.
C.Pemberantasan
Penyelundupan.
Peningkatan Kegiatan pemberantasan
penyelundupan.
D.Debirokratisasi di Bidang
Cukai.
Mempercepat proses registrasi dan permohonan
fasilitas cukai.
12. 11
PERPAJAKAN
A.Insentif Perpajakan Untuk
investasi.
1. Melakukan penyempurnaan atas UU
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pajak Penghasilan, dan Pajak
Pertambahan Nilai Barang & Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Pemberian fasilitas pajak penghasilan
kepada bidang-bidang usaha tertentu.
3. Menurunkan tarif pajak daerah yang
berpotensi menyebabkan kenaikan harga.
B. Melaksanakan sistem "self
assesment" secara
konsisten.
1. Mengubah tariff PPh.
2. Peninjauan Ketentuan pembayaran pajak
bulanan (prepayment/installment).
3. Perbaikan jasa pelayanan pajak untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya pembayaran paja
C.Perubahan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
untuk mempromosikan
ekspor.
1. Menghapus penalti PPN.
2. Meningkatkan daya saing ekspor jasa.
3. Meningkatan daya saing produk pertanian
(Primer).
D.Melindungi hak wajib
pajak.
1. Menerapkan Kode Etik Petugas/Pejabat
Pajak
2. Mereformasi Sistem Pembayara
E.Mempromosikan
Transparansi dan
disclosure.
1. Tax Audit, Investigation dan Disclosure.
2. Meningkatkan Pengetahuan masyarakat
mengenai Pajak.
KETENAGAKERJAAN
A.Menciptakan Iklim
Hubungan Industrial yang
1. Mengubah UU Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
13. 12
Mendukung perluasan
lapangan kerja.
2. Mengubah peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenag
B.Perlindungan Dan
penempatan TKI di luar
negeri.
Mengubah UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri
C.Penyelesaian Berbagai
perselisihan hubungan
industrial secara cepat,
murah dan berkeadilan.
Implementasi UU Nomor 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indust
D. Mempercepat Menkum &
HAM. Proses penerbitan
perizinan ketenagakerjaan.
Mengubah UU/ Peraturan/Surat
Keputusan/Surat Edaran terkait.
E.Penciptaan pasar tenaga
kerja fleksibel dan
produktif.
Pengembangan Bursa Kerja dan Informasi Pasar
Kerja.
E.Terobosan Paradigma
pembangunan transmigrasi
dalam rangka perluasan
lapangan kerja.
Mengubah UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian.
USAHA KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI
A.Pemberdayaan Usaha
Kecil, Menengah dan
Koperasi/UKMK
1. Penyempurnaan peraturan yang terkait
dengan perijinan bagi UKMK.
2. Pengembangan Jasa Konsultasi Bagi
Industri Kecil dan Menengah (IKM).
3. Peningkatan akses UKMK kepada
sumber daya financial dan sumber daya
produktif lainnya.
4. Penguatan Kemitraan Usaha Besa
(Sumber : INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
2006)
14. 13
Keluarnya paket kebijakan investasi tersebut diharapkan mampu
mendongkrak kinerja investasi di Indonesia. Sebab, pemerintah menyadari bahwa
investasi dapat diharapkan memberikan nilai bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kisaran angka 6-7% merupakan target pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan
Kabinet Persatuan. Hal ini wajar, karena sebelum dilanda krisis pada 1997,
pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada 7,8%. Untuk mendongrak
pertumbuhan ekonomi, tak pelak bahwa investasi harus menjadi program yang
dikelola secara serius. Berdasarkan sumber di Bappenas dan BKPM untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi 4,8% di tahun 2004 dibutuhkan nilai investasi Rp
479,9 triliun, pertumbuhan ekonomi 5,0% di tahun 2005 dibutuhkan investasi Rp
379,8 triliun, dan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi 5,5% dibutuhkan
investasi Rp 471,4 triliun. (Pikiran Rakyat, 20 Maret 2006)
Selain Inpres No. 3 tahun 2006, Indonesia juga sebenarnya sudah mempunyai
peraturan khusus yang mengatur mengenai investasi atau penanaman modal, baik
asing maupun dalam negeri. bahkan saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas
Rancangan UU Penanaman Modal sebagai pengganti UU Penanaman Modal yang
lama. UU penanaman modal yang sekarang berlaku adalah UU Nomor 1 tahun 1967
tentang penanaman modal asing yang kemudian diubah dengan UU 11 tahun 1970
dan UU Nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri yang
kemudian diubah juga dengan UU nomor 12 tahun 1970. Selain itu juga banyak
peraturan pelaksana dari kedua UU tersebut serta UU sektoral yang mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan investasi.
Saat ini kedua UU tersebut dirasakan kurang relevan lagi dalam
perkembangan perekonomian baik nasional, regional maupun gobal. Oleh sebab itu
DPR dan pemerintah sedang membahas mengenai UU baru (RUU penanaman
modal) untuk mengganti kedua UU sebelumnya. UU yang baru nanti dirasakan
dapat mewakili kehendak dan kepentingan pemerintah dalam mengatur
pengelolaan investasi baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri.
Sehingga akan ada penyatuan kedua substansi UU yang lama kedalam UU yang
baru nanti.
15. 14
Penyebab tidak relevannya UU penanaman modal yang lama adalah adanya
beberapa isu penting yang muncul selama beberapa tahun proses reformasi dan
demokrasi selama ini. Beberapa isu penting tersebut berada dalam bidang ekonomi
(regional dan global), munculnya UU 22 tahun 1999 dan UU 25 tahun 1999 yang
kemudian diganti dengan UU 32 tahun 2004 dan U 33 tahun 2004, peningkatan
kesejahteraaan masyarakat dan pengurangan tingkat kemiskinan, peningkatan daya
saing dan perekonomian local (daerah), lingkungan hidup (sustainable
environment), adanya wacana Corporate Social Responsibility, dan yang terpenting
adalah pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Itu artinya UU yang baru
diharapkan dapat menyesuiakan dengan peraturan-peraturan yang baru serta
mewakili isu-isu penting kontemporer lainnya.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007, paket kebijakan
investasi juga menjadi salah satu substansi penting. Kebijakan tersebut dituangkan
dalam Perpres 19 tahun 2006, langkah-langkah yang akan direncanakan pemerintah
dalam kaitanya dengan kebijakan investasi terutama untuk perbaikan iklim
investasi adalah sebagai berikut :
Penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan penanaman
modal, yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006.
Penyederhanaan prosedur dan peningkatan pelayanan penanaman modal baik
di tingkat pusat maupun daerah.
Peningkatan promosi investasi terintegrasi baik di dalam maupun di luar
negeri.
Peningkatan fasilitasi terwujudnya kerjasama investasi PMA dan PMDN
dengan UKM (match-making).
Penanganan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penegakan hukum dan kerja
sama dengan instansi terkait).
Penyusunan rancangan amandemen UU No. 5 Tahun 1999;
16. 15
Memprakarsai dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri.
Selain itu sejumlah kebijakan lain pun telah digulirkan oleh pemerintah dalam
hal ‘cepat tanggap’ perbaikan investasi. Dalam hal ini, kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah tersebut antara lain Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang
tim nasional peningkatan ekspor dan peningkatan investasi, dan Keputusan
Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal melalui
sistem satu atap, serta peraturan-peraturan lainnya yang relevan. Namun tetap saja
sejumlah permasalahan terjadi dan pada akhirnya mengahambat proses perbaikan
investasi tersebut. peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak mampu
menanggulangi permasalahan-permasalahan itu.
Muculnya sebuah kebijakan memang pada dasarnya untuk menanggulangi
dan melancarkan setiap tindakan pemerintah kedepan. Namun yang perlu
digarisbawahi adalah kebijakan tersebut hendaknya merupakan bagian dari
perencanaan menyeluruh, artinya sebelum kebijakan itu benar-benar dilaksanakan
pemerintah sudah mempunyai ‘planning map’ yang memandu secara manajerial.
Pembangunan ekonomi sudah pasti bersifat menyeluruh walaupun pelaksanaannya
dilaksanakan secara leluasa dan bertahap. leluasa berarti pemerintah perlu
memberikan sedikit kebebasan kepada daerah dalam merumuskan hal-hal yang
paling prioritas dalam membangun daerah dan dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Paket kebijakan tersebut merupakan bagian kecil dari sejumlah peranan
pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, good will
pemerintah dalam segala bidang sangat diperlukan sebab pembangunan sifatnya
menyeluruh meskipun dijalankan secara bertahap. beberapa hal tersebut adalah
perubahan terhadap kerangka kelembagaan, perubahan organisasi, pembangunan
overhead social dan ekonomi (infrastruktur social dan ekonomi), pembangunan
pertanian untuk menunjang kesediaan pangan dalam negeri, memacu
perkembangan industri, kebijaksanaan moneter dan fiscal, dan peningkatan
perdagangan luar negeri (Jhingan, 1997:431)
17. 16
1. Beberapa Permasalahan dalam Kebijakan Investasi Dalam Kaitannya
Dengan Daerah.
Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim
berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas
politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik,
telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor
pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan
perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good
governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan
pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto
atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari
tanah sampai kontrak. Dalam hal ini permasalahan tersebut dilihat dalam
konteksnya dengan daerah.
Patut diakui bahwa rencana dan pelaksanaan sejumlah kebijakan invetasi
selama ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Meskipun pemerintah sudah
melalakukan beberapa tindakan konkret untuk menarik investasi masuk ke
Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut menyangkut kesiapan pemerintah
dalam hal ini kualitas SDM, kelembagaan, kemampuan dalam manajemen
pembangunan daerah, dan regulasi/deregulasi.
2. Penguatan Kelembagaan Publik Pemerintah Pusat dan Daerah
Ada tiga alasan mengatakan bahwa sebuah kebijakan dikatakan berhasil,
pertama memang kebijakannya efektif baik secara substantive maupun teknis,
kedua ‘operating board’ nya yang bagus, artinya kinerja mereka dilaksanakan
secara efisien, efektif, terencana, dan berhasil. Ketiga, kebijakan dan badan
pelaksananya memang bagus. dari hal di atas setidaknya minimal ada dua bagian
penting dalam menjalankan sebuah kebijakan yaitu kebijakan itu sendiri dan
lembaga yang menjalankannya. berdasarkan hal tersebut, paling tidak ketiga
kondisi tersebut secara sederhana menggambarkan factor-faktor apa yang
sebenarnya mendasari sebuah kebijakan bisa berhasil.
18. 17
Hal tersebut relevan bila dikaitkan dengan kebijakan investasi yang dilakukan
olen pemerintah. Pemerintah sebagai inisiator kebijakan dituntut yakin dalam
menjalankan setiap kebijakan yang diambilnya. keyakinan tersebut melandasi apa
yang akan dilakukan oleh pemerintah ditengah-tengah pelaksanaan kebijakannya.
Kemampuan untuk menjalankan kebijakan secara efektif dan efisien membutuhkan
kelembagaan pemerintah yang kuat. Penguatan institusi merupakan hal yang wajib
jika pemerintah hendak menyerahkan sebagian atau semua wewenangnya kepada
lembaga pelaksana untuk merealisasikan kebijakannya. Hal tersebut juga menjadi
salah satu indicator untuk menarik investasi ke dalam negeri. seperti yang
dijelaskan dalam laporan WEF mengenai kinerja kelembagaan public Indonesia
dibandingkan dengan kelembagaan public di beberapa negara di ASEAN.
3. Tingkat Pemerintah Pusat
Penguatan kelembagaan juga harus dilakukan dalam tingkat pemerintah
pusat. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat
antara lain yaitu, 1) high cost economy yang terjadi di lingkungan pusat; 2)
kepastian hukum; 3) penciptaan iklim ekonomi yang kondusif secara makro; 4)
kemampuan promosi pemerintah; 5) Inovasi pelayanan. Perbaikan terhadap
beberapa permasalahan tersebut berkaitan dengan tanggung jawab dan peran
lembaga-lembaga teknis terkait di pusat.
Dalam hal ini, sebenarnya pemerintah sudah melakukan beberapa tindakan,
yang salah satunya adalah dengan membentuk tim khusus. Hal ini tertuang dalam
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan
Ekspor Dan Peningkatan Investasi yang menggantikan Kepres Nomor 87 Tahun
2003. Tugas Tim ini sendiri adalah a) merumuskan kebijakan umum peningkatan
ekspor dan peningkatan investasi; b) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan
dalam rangka peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; c) mengkaji dan
menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul
dalam proses peningkatan ekspor dan peningkatan investasi.
19. 18
Namun tindakan tesebut tidaklah cukup untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi terutama di lapangan. Dalam urusan ekspor-impor atau perdagangan,
pungutan liar dan biaya-biaya siluman di pelabuhan nasional atau internasional
tetap banyak terjadi. Tidak hanya itu, dalam hal pemberian ijin di tingkat
departemenpun pungutan-pungutan seperti itu juga ada. Bikrorasi memang menajdi
masalah tersediri yang sulit untuk dibenahi, aspek pengawasan dan akuntabilitas
terhadap biaya-biaya yang sewajarnya tidak pernah berjalan sebagaimana mestinya.
KADIN dalam laporannya menyatakan bahwa kebijakan dan perilaku
pemerintah yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
biaya investasi adalah mulai dari korupsi, besarnya tarif dan sistem perpajakan yang
tidak kondusif, jasa-jasa publik, kebijakan perdagangan mengenai bea masuk
impor, birokrasi dalam pengurusan izin, kebijakan moneter yang mempengaruhi
tingkat suku bunga dan inflasi, hingga pengeluaran pemerintah untuk pembangunan
atau perbaikan infrastruktur. Besarnya pengaruh dari semua ini terhadap biaya
investasi tentu bervariasi menurut sektor atau jenis kegiatan ekonomi dan kondisi
(terutama keuangan) perusahaan yang melakukan investasi. Bagi perusahaan-
perusahaan multinasional yang biasanya memakai sumber eksternal untuk modal
pembiayaan, mungkin tidak stabilnya suku bunga di dalam negeri tidak terlalu
masalah. Atau, bagi perusahaan-perusahaan asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di dalam negeri yang tidak terlalu tergantung pada impor untuk bahan
bakunya, mungkin besarnya bea masuk impor tidak terlalu mengganggu kegiatan
mereka. (KADIN-Jetro; 2006)
4. Kebijakan dan Perilaku Pemerintah yang memperngaruhi keputusan
investasi
Permasalahan-permasalahan tersebut harus secepatnya dibenahi melalui
kebijakan yang nyata dan efektif. Kebijakan investasi yang dikeluarkan pemerintah
tidak akan berjalan tanpa rentetan kebijakan lainnya yang mendukung. Selain itu
penyelesaian permasalahan dalam ijin, perdagangan, dan konflik kepentingan
antara pemerintah dan investor membutuhkan penyelesaian secepatnya. Kelemahan
institusi pengadilan kita dalam mengadili kasus perdagangan perlu dibenahi. Akibat
20. 19
yang terjadi adalah penyelesaian menjadi lambat dan kepastian aturan hukum yang
digunakan juga beragam. Sedangkan investasi atau dunia usaha membutuhkan
petunjuk yang bisa diprediksi secara tepat dan pasti.
Dunia usaha terutama investasi sangat memerlukan iklim ekonomi yang
kondusif. Tentu saja dalam hal ini peran pemerintah pusat sangat penting, sebab
secara makro pemerintah bertanggung jawab menjaga agar posisi perekonomian
tidak menurun. Kebijakan tersebut dapat dilihat dalam konteks Fiskal dan moneter.
UU 32 Tahun 2004 tidak memberikan kewenangan tersebut kepada daerah sebab
kewenangan itu merupakan kewenangan yang sepenuhnya dipegang pemerintah
pusat. Oleh sebab itu, Pemerintah patut menjamin bahwa investor tidak akan
dirugikan ketika dana dialirkan.
Pengelolaan iklim investasi memerlukan kemampuan manajerial dalam
menjaga iklim tetap kondusif. Kemampuan tersebut antara lain kemampuan dalam
menjaga hubungan harmonis dengan pemerintah daerah sebagai bagian dari
koordinasi internal; kemampuan ‘cepat tanggap’ terhadap permasalahan yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat; kemampuan untuk menyelesaikan program
realisasi fisik yang didanai dari investasi secara tepat waktu; menjaga agar
stabiilitas fiscal dan moneter tetap terkendali; dan kemampuan untuk membuat
sejumlah terobosan atau inovasi yang efektif menarik investor.
Berdasarkan hal tersebut, salah satu terobosan yang perlu dilakukan adalah
dalam bidang pelayanan. Pelayanan dalam hal apapun, terutama yang menyangkut
perijinan, fasilitas insentif, dan berbagai kemudahan-kemudahan lain. Namun tetap,
hal tersebut jangan sampai merugikan dan memberikan damapk balik yang buruk.
Salah satu inovasi yang dilakukan adalah konsep pelayanan satu atap. Tujuannya
adalah agar pusat dan daerah bisa memberikan pelayanan kepada investor dengan
cepat, sehingga rentang waktu untuk mengurus perijinan tidak lama dan berbelit-
belit. Tetapi kenyataannya, hal tersebut tidak cukup memberikan pengaruh yang
signifikan, sebab pungutan liar tetap ada walaupun sistem pelayanannya sudah
diubah.
21. 20
5. Tingkat Pemerintah Daerah
Untuk tingkat pemerintahan daerah ada beberapa hal yang perlu dibenahi :
a. Infrastruktur Daerah
Salah satu kekurangan besar dalam proses pembangunan
ekonomi Indonesia terletak pada minimnya infrastruktur yang
mendukung proses tersebut. Infrastruktur tersebut bukan hanya dalam
lingkup overhead ekonomi tetapi juga overhead social. Oleh karena itu
sangat sulit mengharapkan daerah bisa menampung dan mengelola
dana investasi yang masuk, karena dari segi fasilitas tidak
memungkinkan. Selain itu pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan
juga menyerap dana yang besar, sehingga logis bila dana yang dimiliki
daerah lebih banyak digunakan untuk menyediakan fasilitas tersebut.
Namun tidak semua daerah mengalami hal tersebut. Ada
‘conditonal gap’ di setiap daerah dari sisi sumber daya alam dan sumber
daya manusia. Hal ini juga terjadi dalam penyediaan infrastruktur.
Daerah di Jawa cenderung siap dalam hal sumber daya alam dan sumber
daya manusia serta infrastruktur, berbeda dengan daerah Kawasan
Timur Indonesia, yang sangat unggul dalam sumber daya alam namun
minim dalam kapasitas SDM dan infrastruktur. Tetapi pada
kenyataannya, hal tersebut tidak menjadi masalah berarti sebab daerah
mulai menyadari bahwa inovasi dan kreatifitas dalam mengelola
potensi daerahnya adalah kuncinya.
Selain penyediaan infrastruktur, permasalahan lainnya adalah
penyediaan lahan atau tanah yang pantas untuk dijadikan proyek
investasi. Salah satu sebabnya adalah pemerintah pusat belum bisa
melepaskan sepenuhnya kewenangan tersebut kepada daerah. Rencana
Tata Ruang Daerah tetap harus menginduk pada Rencana Tata Ruang
Nasional. Dalam Hukum Pertanahan juga ada kendala berkaitan dengan
status tanah, seperti tanah ulayat atau tanah adat. Kendala tersebut
22. 21
menyebabkan pemerintah tidak bisa mengklaim bahwa tanah-tanah
dalam wilayah daerah sepenunya penguasaan daerah. Oleh karena itu
reformasi agraria perlu dilakukan dengan tetap menghargai status tanah
ulayat masyarakat adat.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan pasar di daerah. Pasar
mutlak harus tersedia di daerah, sebab disitulah terjadi proses
penawaran dan pembelian. Luas lingkup pasar atau ‘market range’ juga
perlu dibangun. Daerah harus mampu menyediakan keterhubungan
pasar di wilayahnya dengan pasar di wilayah lain, baik dalam lingkup
nasional, regional maupun internasional. Daya saing daerah dan
diferensiasi produk/jasa dari daerah bisa terjadi bila pasar cukup luas
dan mampu mempengaruhi kreativitas iklim usaha di daerah. Oleh
karena itu, salah satu factor pembangun dan penyangga kemampuan
pasar adalah ketersediaan infrastruktur ekonomi dan social.
b. Sinkronisasi Regulasi dan ‘Infrastuktur’ Regulasi
Diberikannya kewenangan dan kebebasan kepada daerah untuk
memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi daerahnya mengundang
sejumlah permasalahan. Salah satunya adalah tumpang tindih antara
peraturan pusat dengan peraturan daerah, terutama dalam bidang
ekonomi. Departemen Dalam Negeri serta KPPOD menyatakan bahwa
terdapat ratusan Perda yang tidak sinkron dengan peraturan di atasnya.
Perda bermasalah tersebut melanggar asas perundang-undangan secara
materil. Ketidaksinkronan tersebut menyebabkan sejumlah peraturan
pusat tidak mempunyai pengaruh, sebaliknya perda yang diterbitkan
oleh daerah dipandang sebagi regulasi tunggal daerah.
Dalam hal ini, tugas Depdagri sebagai lembaga pemerintah yang
berwenang untuk membatalkan perda-perda bermasalah tersebut.
Untuk mengawasi munculnya perda-perda semacam itu, maka
pemerintah perlu melibatkan sejumlah lembaga independent atau
23. 22
asosiasi masyarakat/pengusaha. Bahkan seharusnya, pemerintah daerah
perlu melibatkan organisasi semacam itu untuk membuat suatu
kebijakan, sebab dampak yang dirasakan adalah berakibat langsung
kepada proses perekonomian daerah dan stabilitas pasar.
Namun bukan berarti pemerintah daerah tidak boleh menjalankan
wewenangya sebagai pengatur dalam perekonomian daerahnya. Fungsi
regulasi sudah pasti dan mutlak berada di tangan pemerintah daerah.
Karena wewenang tersebut erat kaitannya denga tanggung jawab
pemerintah terhadap pencapaian tujuan pemerintah daerah demi
keseahteraan masyarakat dan daya saing. Pemerintah daerah perlu
membuat blue print kebijakan dan economic and development planning
daerah beberapa tahun ke depan. Sehingga segala kebijakan dan
program yang akan dibangun disesuaikan dengan blue print tersebut.
Sehingga pembangunan ekonomi daerah jelas arah dan tujuannya.
Sebenarnya pemerintah pusat sudah merealisasikan hal tersebut
melalui UU 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (sisrenbangnas). Dalam UU tersebut dikatakan bahwa Daerah
melalui Bapeda wajib menyusun Rencana Pembangunan Tahunan
Daerah yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah
untuk jangka waktu satu tahun. Oleh karena UU tersebut menghendaki
adanya system pembangunan terpadu maka sudah sepatutnya bila
daerah turut menyesuaikan regulasi dan perdanya dengan regulasi
diatasnya.
Pemerintah daerah hendaknya tidak memandang peningkatan
ekonomi dengan indicator tunggal yang semu yaitu peningkatan PAD,
dengan menerbitkan pajak dan retribusi yang beragam. Terdapat kurang
lebih 500 perda tentang pajak dan retribusi daerah yang sedang ditelaah
Departemen Keuangan. Dari jumlah itu terdapat 40 Perda yang telah
dibatalkan. Dari 40 perda tadi, pada intinya menetapkan retribusi yang
sebetulnya tidak perlu dan terdapat pelanggaran terhadap ketentuan
24. 23
perundang-undangan yang di atasnya. Seringkali terdapat kekeliruan
dalam menerapkan asas lahirnya perda tersebut, yaitu dengan
menggunakan asas lex spesialis derogat lex generalis - ketentuan
khusus mengensampingkan ketentuan umum. Padahal asas itu harus
digunakan terhadap suatu ketentuan yang sederajat. Artinya kalau
undang-undang mau disimpangi dengan asas lex spesialis, haruslah
oleh UU lagi.
Sebagai bagian dari proses pembangunan, peran regulasi dalam
mengatur proses perekonomian sudah pasti sangat berpengaruh.
Terlihat dari beberapa kendala yang terjadi dalam hubungan antara
pusat dan daerah seperti dijelaskan diatas. Ada tiga kondisi dimana
regulasi menjadi salah satu factor penentu perbaikan ekonomi daerah.
Pertama, regulasi dapat menjadi ‘pintu masuk’ bagi investasi ke daerah.
Hal ini terjadi bila regulasi tersebut mengatur sejumlah fasilitas dan
kemudahan yang disediakan daerah atau perlindungan kepada investor.
Tersedia rule of game dunia usaha yang jelas (fair) dan tidak
mengandung konflik/masalah ke depannya baik hubungannya dengan
masyarakat serta dengan pemerintah. Artinya ada jaminan kepastian
dan kenyamanan berusaha. Kedua, Regulasi digunakan sebagai sarana
diplomasi kepentingan daerah dengan pihak investor. Sebenarnya
melalui jenis regulasi seperti ini economic interests pemerintah daerah
terhadap keberadaan investor di daerah tergambarkan, apakah murni
untuk peningkatan ekonomi atau malah digunakan sebagai sumber
penggalian PAD. Melalui regulasi ini pemerintah daerah bisa
memasukan isu CSR (Corporate Social Responsibility) seperti
pendidikan, social, kesejahteraan, partisipasi masyarakat dan lain hal
mendukung perbaikan SDM daerah. Dengan ketentuan pemerintah
daerah perlu memberikan ‘jenjang waktu’ dan ketentuan lunak sampai
dunia usaha siap merealisasikan hal tersebut. Peran ‘mengajak’ dan
‘mengundang’ perlu ditunjukkan dengan niat baik dan professional.
25. 24
Ketiga, Regulasi bisa digunakan sebagai media membangun
dunia usaha yang berjiwa professional. Hubungan yang baik antara
pemerintah daerah dan investor perlu dibangun. Perwujudannya tidak
bisa dilakukan tanpa melibatkan dunia usaha dan masyarakat (sepihak
dari pemerintah). Sehingga tidak ada lagi istilah ‘ganti pemimpin ganti
kebijakan’ karena imbasnya adalah ketidakpastian ‘rule of game’ di
daerah. Yang dibangun bukan kebijakan berdasarkan keinginan dan
personifikasi pemimpin yang sifatnya parsial, melainkan kebijakan-
kebijakan yang terangkum dalam sistem kebijakan dunia usaha dan
siapapun pemimpinnya sistemnya tetap ada.
Oleh karena itu, regulasi yang dikeluarkan perlu disusun dengan
baik, dari segi substansial dan legal formalnya serta pelibatan
partisipasi dunia usaha dan masyarakat daerah.
c. Reformasi Birokrasi di Daerah
Permasalahan penting lainnya menyangkut pelaksanaan
kebijakan investasi adalah peran dan fungsi birokrasi daerah. Birokrasi
mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan iklim dan budaya
wilayah kerjanya. Hal tersebut tentu saja sangat bersentuhan dengan
segala aspek baik internal maupun eksternal. Dalam lingkungan
eksternal masyarakat dan pelaku usaha merupakan pihak yang
merasakan langsung tingkah laku dan kebijakan birokrasi. Sebab
bangunan lembaga birokrasi terdiri dari SDM, wewenang dan tanggung
jawab, serta struktur dan budaya kerja tersendiri. Hal ini seperti yang
diungkapkan Miftah Toha bahawa Lembaga birokrasi merupakan suatu
bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur. Struktur
mengetengahkan susunan dari suatu tatanan, dan kultur mengandung
nilai (values), sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para
pelakunya yang mencerminkan perilaku dari sumberdaya manusianya.
Oleh karena itu reformasi kelembagaan birokrasi meliputi reformasi
susunan dari suatu tatanan birokrasi pemerintah, serta reformasi tata
26. 25
nilai, tata sistem, dan tata perilaku dari sumber daya manusianya.
(Mitfah Toha;2002)
Bila dikaitakan dengan konteks ekonomi, maka sudah sewajarnya
bila reformasi terhadap birokrasi perlu dilakukan. Kita tidak bisa lagi
bertumpu pada sistem dan budaya kerja yang lamban, tidak responsif,
tertutup atau ’tabu’ terhadap persaingan, dan pemikiran yang
tradisionalistik. Juga tidak bisa lagi menutup mata bahwa pemerintah
daerah berada dalam persaingan yang serba cepat dan membutuhan
peningkatan kemampuan dan perubahan strategi yang baru. Pemerintah
perlu berpikir cerdas dan terbuka terhadap perubahan. Osborne dan
Gabler dalam bukunya menggagaskan bahwa bentuk pemerintahan
yang bekembang selama era industri, dengan birokrasi yang lamban dan
terpusat, pemenuhan terhadap ketentuan dan peraturan,serta rantai
komando, tidak lagi berjalan dengan baik. Oleh karena itu memerlukan
fleksibilitas, perubahan yang cepat, responsivitas terhadap pelanggan,
dan pengarahan jasa yang ekstensif kepada pelanggan.
Dalam hal ini David Osborne dan Ted Gaebler Juga menyarankan
paradigma birokrasi yang baru antara lain: (a) Catalytic government:
steering rather than rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik
menyetir daripada mendayung. Pemerintah dan birokrasinya
disarankan untuk melepaskan bidang-bidang atau pekerjaan yang
sekiranya sudah dapat dikerjakan oleh masyarakat sendiri; (b)
Community-owned government: empowering rather than serving.
Pemerintah adalah milik masyarakat: lebih baik memberdayakan
daripada melayani. Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat,
karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah akan bertindak lebih
utama jika memberikan pemberdayaan kepada masyarakat untuk
mengurus masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat
tergantung terhadap pemerintah; (c) Competitive government: injecting
competition into service delivery. Pemerintahan yang kompetitif adalah
27. 26
pemerintahan yang memasukan semangat kompetisi di dalam
birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan birokrasinya saling
bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan
penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menata
birokrasi pemerintahan dalam hal menunjang kebijakan investasi
adalah dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 29 tahun 2004 tentang
penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal
asing dan penanaman modal dalam negeri melalui sistem pelayanan
satu atap. Tujuan yang ingin dicapai adalah dalam rangka
meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan
investasi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk
menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman
modal dengan metode diatas. Namun sebenarnya ada permasalahan lain
dengan Keppres tersebut berkaitan dengan wewenang daerah dalam UU
32 tahun 2004. Masalah kewenangan perizinan oleh BKPM apabila
dilihat dari konteks UU 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004,
menjadi kewenangan daerah. Pasal 13 dan Pasal 14 UU No. 32
mengisyaratkan, pelayanan administrasi penanaman modal merupakan
urusan wajib provinsi bagi yang berskala provinsi, dan merupakan
urusan wajib kabupaten/kota bagi yang berskala kabupaten/kota.
Dengan adanya Keputusan Presiden terebut, BKPM menjadi ujung
tombak bagi perizinan investasi di Indonesia, sehingga dirasakan
terdapat resentralisasi perizinan investasi dari daerah kepada BKPM.
Meskipun demikian tekad pemerintah akan memperpendek
pengurusan perizinan usaha perlu mendapat support instansi sektoral
atau teknis yang mengeluarkan izin. Dalam pelaksanaan perizinan
penanaman modal sebagaimana terdapat dalam pedoman tata cara
berinvestasi yang dikeluarkan oleh BKPM terdapat jenis izin yang
harus diurus, yaitu 1) izin yang dikeluarkan oleh BPKM sebanyak tujuh
28. 27
jenis izin, yang terdiri dari izin angka pengenal importir terbatas, izin
usaha tetap/izin perluasan, rencana penggunaan tenaga kerja asing,
rekomendasi visa bagi penggunaan tenaga kerja asing, perpanjangan
izin memperkerjakan tenaga kerja asing yang bekerja lebih dari satu
provinsi, fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk atas pengimporan
barang, modal, atau bahan baku/penolong dan fasilitas fiskal lainnya;
2) perizinan yang diterbitkan pemerintah provinsi sesuai
kewenangannya, berupa perpanjangan izin mempekerjakan tenaga
kerja asing untuk tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; 3) Perizinan yang diterbitkan
oleh pemerintah kota/kabupaten, yaitu berupa izin lokasi, sertifikat hak
atas tanah, izin mendirikan bangunan (IMB), izin undang-undang
gangguan (HO). Persoalannya, selain izin tersebut, masih dapat
ditemukan di suatu daerah tertentu, misalnya, ada izin penggunaan
trotoar, izin penggunaan gorong-gorong, dll. Akibatnya, izin kegiatan
investasi atau usaha lebih dari 11 jenis izin tadi. Banyaknya izin
tersebut memakan biaya dan waktu, akhirnya hal tersebut merupakan
cost transaction dan ekonomi biaya tinggi dan bahkan secara rasional
sejumlah ijin tersebut tidak relevan dengan operasionalisasi investasi di
daerah.
Ada tiga kategori kelembagaan dan peran pelayanan satu pintu
berdasarkan best practices di daerah. Ketiga kategori tersebut adalah
Pertama, unit pelayanan itu menginduk pada kelembagaan pemda yang
sudah ada, misalnya bagian perekonomian sekretariat daerah, dinas
informasi dan komunikasi, dan sebagainya. Namun, tugas unit itu di
setiap daerah selalu berbeda. Kedua, pelayanan satu atap ditangani oleh
sebuah kantor khusus yang dipimpin pejabat eselon III. Meski
demikian, fungsi yang diterapkan setiap daerah berbeda-beda. Ada
yang sebatas berfungsi sebagai front office, seperti yang terjadi di
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Namun, ada kantor pelayanan satu
atap yang berfungsi menerima berkas permohonan dan
29. 28
mengoordinasikan dengan dinas terkait. Kantor itu pula yang
menerbitkan perizinannya. Ketiga, ada pula daerah yang segala
ketentuan pelayanan satu pintu ditempelkan di semua instansi agar
diketahui publik. Daerah seperti Kabupaten Parepare, Sulawesi Selatan,
memberlakukan aturan secara transparan. Investor langsung diberikan
kepastian pengurusan dokumen selesai berapa hari plus biaya yang
harus dibayar dengan bukti penerimaan dokumen resmi.
Bila dilihat secara menyeluruh, pelaksanaan sistem pelayanan
satu atap tersebut belum dilakukan oleh sebagian besar daerah. Hal ini
menyangkut kesiapan SDM dan komitmen pemerintah daerah itu
sendiri. Tidak semua daerah sanggup merealisasikan kebijakan
kelembagaan seperti itu. Terutama untuk daerah-daerah hasil
pemekaran yang relative masih baru dan membutuhkan penyesuaian
yang lama. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah pusat
untuk memberikan bantuan teknis dan advokasi terhadap daerah seperti
itu. Daerah memerlukan panduan untuk menggali dan mengembangkan
potensi wilayahnya serta bantuan dari pemerintah pusat untuk
mempromosikannya. Dalam hal ini kesenjangan kemampuan
manajerial daerah bisa teratasi sehingga terbangun hubungan yang
saling mendukung antara pemerintah pusat dengan daerah serta
pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya. Reformasi yang
dilakukan bukan hanya dalam bidang kelembagaan/fungsinya,
SDM/manajerialnya, budaya kerja serta perilakunya tetapi juga
birokrasi dalam lingkup hubungan pemerintahan yang lebih luas
sebagai bagian dari sistem administrasi NKRI.
IV. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kebijakan investasi akan berhasil jika mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Penguatan peran dan kelembagaan pemerintah sangat
30. 29
penting untuk mendukung keberhasilan kebijakan investasi. Tanpa
lembaga dan kapasitas yang siap maka kebijakan tidak bisa terealisasi
secara maksimal. Tujuan dan prospek yang ingin dicapai sulit untuk
dicapai dan kemungkinannya malah akan hilang. Pemerintah perlu
menata kembali fungsi organisasi dan manajemen yang ada saat ini.
Keterbukaan terhadap perubahan gaya manajemen dan fungsi
organisasi perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin pemerintah bisa
mengadopsi gaya kepemimpinan dan manajemen swasta yang
berorientasi pada peningkatan ekonomi. Dengan hal tersebut nantinya
akan tercipta iklim investasi yang baik yang berdasar pada kebijakan
pemerintah dan mendapat dukungan semua pihak.
2. Saran
Pemerintah harus bisa meningkatkan kinerja dan dilaksanakan
secara efisien, efektif, dan terencana.
Pemerintah harus melakukan Penguatan Kelembagaan Publik
Pemerintah Pusat dan Daerah
Agar pemerintah memperbaiki Kondisi infrastruktur yang buruk,
Kebijakan yang tidak jelas & tidak pasti, Perpajakan sulit dan
rumit ,kesulitan & rumitnya prosedur perdagangan, Isu tenaga
kerja/buruh (seperti demonstrasi), dll
Agar Pemerintah Daerah dapat memperbaiki infrastruktur
Daerah, Sinkronisasi Regulasi dan ‘Infrastuktur’ Regulasi dan
Reformasi Birokrasi di Daerah
Pengaturan proses tentang perizinan yang lebih sederhana.
Dukungan yang penuh dari pemerintah daerah.
31. 30
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, D. H. (2010, Desember 23). Kebijakan Investasi Bagian Pembangunan
Ekonomi. Retrieved from Kumpulan Makalah Ekonomi:
http://kumpulanilmuekonomi.blogspot.co.id/2010/12/makalah-ep-lanjutan-
kebijakan-investasi.html
Rappler. (2015, September 30). 5 Jurus Pemerintah Untuk Dorong Investasi
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi Baru. Diambil kembali dari Berita
Nasional: http://www.rappler.com/indonesia/107503-paket-kebijakan-
ekonomi-kedua-investasi-jokowi