2. ANGGOTA
KELOMPOK
Shifa Hudzaifah 260110150002
Qisti Fauza 260110150005
Wiwit Nurhidayah 260110150008
Puty Prianti Novira 260110150017
Rain Kihara 260110150021
AlifVirisy Berlian 260110150023
Hani Nuraini 260110150029
Hanifa Olgha Rizka 260110150037
3. PELARUTAN
SEDIAAN
PADAT
• USP mencantumkan ketentuan uji pelarutan untuk
beberapa zat aktif dalam sediaan tablet
• Wagner perlunya dilakukan pemastian laju
pelarutan tablet dengan solvometer, walaupun sudah
pernah dilakukan peneliti sebelumnya
• Farmakokinetik sepenuhnya didasarkan pada
melarutnya zat aktif dalam cairan biologic dan
kemudian memasuki berbagai kompartemen tubuh
• Ballrd & Nelson adanya berbagai ragam bentuk
sediaan farmasi dengan aksi lambat menuntut adanya
metode pengujian, terutama untuk mengevaluasi
suatu formula dan mengendalikan lot produksi
4. • Bahan penyusun sediaan (matriks inert) dapat menghambat proses pemecahan
tablet
• Le Hir untuk tablet tidak bersalut, pemecahan merupakan suatu karakter yang
penting, tetapi tidak cukup untuk menjamin ketersediaan hayati suatu obat
• Jeannin perlu adanya suatu metoda yang sederhana dan dapat diproduksi
kembali dan mungkin selalu dibakukan. Bila pengambilan kesimpulan hanya
didasarkan atas salah satu parameter kinetic pelepasan maka akibatnya obat
yang sama dan diuji pada laboratorium berbeda dapat memberikan hasil yang
berbeda bahkan bertentangan
• Dalam farmakope perlu dicantumkan persyaratan perilaku biofarmasetik suatu
obat yang didasarkan atas pelepasan zat aktif dari sediaan bentuk padat (gel,
serbuk dll)
5. • Cartensen perlunya dibedakan antara kaidah hukum yang ditetapkan pada perilaku
permukaan suatu partikel padat yang kontak dengan fase cair dan mekanisme yang
berperan dalam satu kelompok elemen padat (penyusun tablet, butir dalam kapsul)
• Bardet Pemahaman tentang factor fisikokimia yang mempengaruhi proses pelarutan zat
aktif dalam bentuk sediaan pada harus dilengkapi dengan pemahaman tentang mekanisme
perpindahan antara cairan pelarutan dan sediaan yang akan melarut
• Bahan yang terlarut atau linarut (solute) akan memasuki pelarut dan membentuk suatu
“larutan”. Masuknya linarut disebut “transfer bahan”
• Masuknya linarut ke dalam pelarut merupakan factor penting yang dipengaruhi oleh
perbedaan konsentrasi yang diperlukan untuk membentuk suatu larutan
• Untuk menentukan laju penembusan zat aktif ke dalam larutan perlu diamati perubahan
konsentrasi zat aktif yang terlarut setiap satuan waktu yang merupakan jumlah linarut
efektif terlarut
6. PERUBAHAN
PADAT-CAIR
• Dalam bidang farmasi, bila bahan-baha berpori alami
ukuran partikelnya dikecilkan dengan penggerusan
maka serbuk yang didapat dapat mengalami
perubahan lagi
• Pembuatan tablet dipengaruhi oleh faktor-faktor:
- Tekstur serbuk dasar (atau susunan pori-pori)
- Porositas yang terkait dengan penyebaran ukuran pori-
pori
- Permeabilitas yang ditentukan oleh penumpukan
partikel dan perubahannya akibat proses pemadatan
(granulasi, kekompakan, pengempaan dll)
• Rangkaian factor tersebut menentukan keberhasilan
pelarut membasahi partikel atau agregat partikel
hingga terjadi penembusan cairan ke dalam padatan
7. 1.
PEMBASAHAN
PARTIKEL
• Secara termodinamika teori GIBBS menerangkan
proses penyerapan pada permukaan. Gibbs
membuktikan bahwa pada larutan encer, besarnya
konsentrasi di permukaan, bergantung pada tegangan
permukaan sesuai dengan persamaan:
• r =
𝐶
𝑅𝑇
x
𝑑𝑦
𝑑𝐶
r = konsentrasi larutan pekat di permukaan
C = konsentrasi larutan
R = tetapan gas
T = suhu mutlak
Dy/dC = perbedaan tegangan permukaan karena
perbedaan konsentrasi
8. 2.
TAHAP
PENEMBUSAN
• Penembusan cairan ke dalam pori-pori padatan
mengikuti hukum Washburnm(Rouquerol) dan
menurut persamaan tegangan permukaan sebagai
berikut:
• P =
2 𝞬 cos Ө
𝑟
𝞬 = tegangan permukaan
Ө = sudut singgung padatan/cairan
R = jari-jari pori
• Penembusan cairan lebih cepat terjadi bila tegangan
permukaan kecil dan jari-jari besar
9. Tahap Pelarutan
• Semakin kecil ukuran partikel, kelarutan semakin
meningkat
• Berdasarkan persamaan Ostwald-Freundlich,
dapat ditentukan ukuran partikel:
log =
𝑆
𝑆𝑜
=
4 𝛾 𝑉
2,303 𝑅 𝑇 𝑑
Keterangan:
d = ukuran partikel
𝑆 = kelarutan partikel kecil
𝑆𝑜 = kelarutan partikel besar
t = tegangan permukaan partikel
V = volume molar
d = diameter terpilih
(Etiene, 1965).
• Bagian berpori perlahan mengering mulai dari bagian
terluar hingga terdalam dan membentuk rintangan
yang memperlambat laju pelarutan zat aktif yang
berada di bagian terdalam (dinding pori)
• Mekanisme utama dalam mengatur perpindahan
pelarut ke bagian padatan: Osmose pelarut diikuti
dialisis zat aktif (mikrokapsul)
• Mekanisme pelarutan linarut memasuki larutan:
Bilangan Schmidt (Sc) (Sc rendah – keseimbangan
difusi segera tercapai ; Sc tinggi – koefisien difusi
rendah dan kekentalan tinggi)
(Cartensen, 1973).
10. Pergantian Lapisan Cairan di Sekitar Padatan
a)Teori Film
• Mekanisme utama: Difusi
• Keseimbangan linarut dengan pelarut berdasarkan
Hukum Fick:
Sc =
𝜂
𝜌 . 𝐷
=
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑎𝑛
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 𝑘𝑜𝑒𝑓. 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖
• Jumlah bahan yang melewati satu satuan luas
permukaan tiap satu satuan waktu (Arus J) (M.𝐿−2
. 𝑇−1
)
J = − D
𝛿𝐶
𝛿𝑋
Keterangan:
D = tetapan koefisien difusi
𝛿C/𝛿X = gradien konsentrasi yang melewati ketebalan 𝛿𝑋
• Perubahan Jumlah zat aktif terlarut (m) sebagai fungsi
waktu:
𝑑𝑚
𝑑𝑡
= 𝑘 𝑆 𝐶𝑠 − 𝐶
Keterangan:
S = luas permukaan
Cs = konsentrasi jenuh antara kontak permukaan
C = konsentrasi larutan diluar lapisan yang mengelilingi
padatan
k = konstanta tetapan laju pelarutan
• Jika C ≤
1
10
𝐶𝑠 (kedaan “hilang”): gradient konsentrasi
dianggap tak terbatas ; Jika C > 𝐶𝑠 (kedaan “tidak
hilang”)
• Perubahan permukaan molekul bulat (Hukum Akar
Pangkat Tiga), dengan pengendalian zat aktif (difusi)
dan pengadukkan seluruh massa cairan:
3
𝑚𝑜 − 3
𝑚 = 𝑘𝑡
(Wagner, 1971).
11. b)Teori Perubahan Permukaan yangTidakTetap (Danckwert)
• Pelarutan dinyatakan dengan S (perubahan luas permukaan), 𝐶𝑠 − 𝐶 (perbedaan konsentrasi), D (difusi), dan r
(jari-jari partikel):
𝑑𝑚
𝑑𝑡
= 𝑆
𝐷
𝑟
+ 𝐷 (𝐶𝑠 − 𝐶)
• Terjadi pergantian permukaan yang pada kontak padatan terjadi aliran turbulen (maka hukum akar pangkat tiga
tidak berlaku)
• Terdapat penggunaan dispositif untuk menghasilkan aliran laminar atau tubular, tergantung pada laju perputaran
dan massa jenis tablet
• Koef. Difusi selalu dianggap tetap. Namun, koef. Difsi berkurang bila konentrasi larutam meningkat (karena bahan
peningkat kekentalan: pectin, derivate selulosa) (Martin et al, 1970).
• Serbuk dianggap sebagai kumpulan partikel terdispersi, sehingga pada proses pelarutan terjadi pengurangan
ukuran partikel dalam perbandingan yang sama hingga terjadi pelarutan total (Lerk et al, 1976).
12. Kinetika Perubahan Linarut Dan Larutan
Perubahan Secara Konveksi dan Difusi (Tawashi dan Bisaillon):
Bilangan PECLET (N)
𝑁 𝑃𝑒 =
𝑑 𝑎2 𝜔
𝐷
Keterangan:
𝑑 𝑎 = diameter pengaduk (cm)
𝜔 = kecepatan sudut (putaran/sec)
D = koefisien difusi (𝑐𝑚2
/dt):
• Bilangan PECLET sekitar 10−5
untuk cairan dengan
koefisien difusi mendekati 10−5
• Bilangan PECLET meningkat seiring dengan peningkatan
konveksi, dan menurun seiring dengan peningkatan difusi
Perubahan Linarut – Pelarut
• Dapat terjadi keseimbangan pelarutan (teori tunak)
• Perlu dipertimbangkan perubahan antara daerah pekat dan
kurang pekat dalam pencapaian homogenitas larutan
• Kondisi yang harus dicapai dalam homogenitas larutan:
Konsentrasi yang diperlukan untuk mempertahankan
keadaan “hilang”
Kinetik pelarutan didapat dengan penetapan konsentrasi
pada rentang yang cukup
13. Pelarutan pada Permukaan
a) Interaksi antara cairan dan kandungannya
Gerakan cairan dalam wadah dapat berbeda terdangtung pada cara pengadukkan. Bilangan
adimensional digunakan untuk menyatakan parameter pengadukkan.. Bilangan REYNOLDS (Nre)
menyatakan energy yang berhubungan dengan kekentalan.
Nilai tersebut dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 2000, tergantung pada sifat aliran laminar atau
turbulen dalam volume peredaran cairan (Aiache et al., 1993).
14. Pelarutan pada Permukaan
b) Interaksi antara cairan dan partikel pengeringan
Pada kontak antara pelarut dengan sediaan uji perlu dilakukan pengaturan aliran agar media pelarutan
bersifat laminer, sehingga dengan demikian sediaan berada dalam keaadaan hidrodinamik seperti pada
saluran cerna. Bilangan REYNOLD juga disebut “Butir REYNOLD” atau Re (g) karena berkaitan dengan
gerak partikel dalam cairan u, diameter partikel d, masa jenis padatan s, masa jenis cairan, dan
kekentalan cairan.
Jika aliran bersifat laminer, dapat terjadi pembentukan film cairan disekitar partikel yang akan ditembus
oleh senyawa yang berdifusi. Keadaan ini terjadi bila bilangan REYNOLD medekati satu (Aiache et al.,
1993).
15. Penjenuhan Permukaan Berpori oleh Pelarut
Metode ini berhubungan dengan metode ETIENNE yang berkaitan dengan penyarian atau pengadukan
suspensi dan diterapkan pada padatan yang berasal dari alam atau campuran padat berpori. Dengan
mempertimbangkan sifat porous dari partikel, maka Charpentier menggunakan kriteria REYNOLD
tertang pori pori kritik yang tergantung pada laju pergerakan cairan di setiap pori pori seoerti pada
persamaan ini:
Bila nilai Re lebih besar dari 6 maka aliran tidak bersifat laminer. Karena itu dengan perhitungan aliran
laminer dapat dipertahankan agar partikel dalam cairan mempunyai bilangan REYNOLD Re dari butiran
atau pori pori mendekati satu unit (Aiache et al., 1993).
16. Pengaturan Pelarutan
Le Goff berpendapat pada pelarutan zat aktif yang berada di media
porous seperti tablet, terjaid persaingan kinetika fisik dan kinetika kimia
pada batas permukaan anatar linarut dan pelarut. Jika sediaan sangat
larut maka pengaturan difusi mengendalikan laju pelepasan. Jika sediaan
sukar larut , maka sebaliknya pengaturan kimia yang akan mengendalikan
laju pelepasan zat aktif . Pada system laminer pelarut yang berada di
sekitar prtikel merupakan lapisan yang bergerak berkesinambungan yang
disebut juga lapisan pembatas (Aiache et al., 1993).
17. Keterangan :
1. Gaya transport molekul pelarut
2. Difusi eksternal melalui lapisan pembatas
3. Difusi internal dalam pori 4,5,6 menunjukkan
reaksi kimia
4. Penyerapan molekul pelarut secara kimia pada
permukaan partikel di sebelah dalam
5. Perubahan kimia molekul pelarut yang
diperkaya
6. Penyerapan molekul pelarut yang diperkaya
7. Difusi internal molekul pelarut yang diperkaya
8. Difusi internal molekul pelarut yang diperkaya
9. Gaya transport molekul pelarut yang diperkaya
Skema pelarutan pada lingkungan porous
(Aiache et al., 1993).
18. Kinetika Pelarutan
Pengendalian Pelepasan : Fenomena Umum
Bila bentuk sediaan padat hanya diperoleh dengan satu cara misal pengempaan langsung. Pelepasan zat aktif terjadi menurut satu
kinetic yang dapat digunakan untuk meramal ketersediaan hayati. Pada tablet berlapis ganda atau tablet berinti banyak, proses
pelepasan zat aktif mengikuti dua kinetic yaitu :
- Kinetik orde 0 (pelepasan berbanding lurus dengan waktu) utnuk bagian yang bereaksi cepat.
- Kimetik orde 1 (log dari jumlah zat aktif yang terlepas berbanding lurus dengan waktu) untuk bagian dengan aksi yang berbeda.
Pada sebagian besar percobaan, data diperoleh dengan cara pengukuran konsentrasi zat aktif dalam larutan (kadang kadang
dengan
pengukuran jumlah bahan yang tersisa dalam sediaan padat).Apabila berkaitan dengan uji laju pelepasan zat aktif dari sediaan
padat yang tidak seluruhnya larut (tablet, kapsul, dan lain lain) maka uji kinetic pelarutannya dilakukan pada senyawa murni. Laju
pelarutan zat aktif tidak hanya dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif namun juga oleh sifat fisik bagian yang tidak larut (keterbatasan,
porositas dll), ikatan yang terjadi antara zat aktif dengan bahan yang tidak larut dalam pelarut (senyawa penukar ion,bahan
tambahan lipida dan turunan selulosa). Pada penetapan kinetic pelarutan senyawa ada satu parameter yang berubah yaitu
konsentrasi zat aktif yang dilepaskan ke dalam cairan pelarutan (Aiache et al., 1993).
19. Kinetika Pelarutan
Pernyataan matematik kinetic pelarutan
Keberadaan zat aktif dalam pelarut atau berkurangnya zat aktif dalam sediaan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari waktu :
a) Reaksi Order 0
Laju pelarutan adalah tetap dan tidak bergantung pada jumlah zat aktif, dan dinyatakan dengan persamaan :
Q = jumlah linarut
k = tetapan laju pelarutan
Tanda (-) menyatakan penurunan jumlah linarut
(Aiache et al., 1993).
20. Kinetika Pelarutan
Pernyataan matematik kinetic pelarutan
Penurunan secara integral persamaan tersebut dalam rentang waktu t0 sampai saat t, menunjukkan jumlah
linarut yang tersisa Qt.
Waktu paruh, atau waktu yang diperlukan untuk pelepasan separuh dari jumlah linarut yang ada dan
dinyatakan dengan persamaan :
(Aiache et al., 1993).
21. Reaksi Orde 1
• Laju pelarutan berbanding lurus dengan sisa zat aktif
dan pelepasan linarut berkurang sebanding dengan
waktu :
dQ
dt
= k Q
• Setelah di integrasi dan diubah ke dalam bentuk
logaritma :
log Qt = log Q0 –
• Bentuk eksponensialnya :
Qt= Qo . e−kt
• Waktu paruh/ waktu pelepasan 50%
t ½ =
0,693
𝑘
• Nedich & Kildsiq: “Pada sebagian besar keadaan
order pelepasan zat aktif berada antara 0 sampai
1.”
• Graham menyatakan mekanisme fisik yg
berperan dalam masuknya zat aktif ke dalam
larutan :
𝑑𝑄
𝑑𝑡
= - αQᵦ
• Nilai α tergantung pada tekanan laju k,
konsentrasi jenuh dan luas permukaan yg
berubah.
22. Pernyataan Grafik
Kurva linear merupakan cara yang paling
mudah untuk membandingkan hasil pengujian
pelepasan zat aktif antar lot atau antar
formula.
Perhitungan Statistik
Dari kurva yang diperoleh dan dikombinasikan
dengan perhitungan order reaksi maka
diketahui adanya tahapan berurutan dalam
proses pelarutan.
23. Penerapan
Mekanisme pertukaran antara padatan dan
cairan serta pengaruhnya pada laju
pelepasan zat aktif.
Pengembangan metode dan peralatan
untuk merencanakan formula atau
pengawasan mutu sediaan.
Menentukan konsep dan menggunakan
peralatan pada penentuan kinetik
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan
padat.
Korelasi
Nilai korelasi antara kinetik pelepasan dan
ketersediaan hayati.
24. ASPEK TEORI
PELINTASAN
MEMBRAN
Pendahuluan
• Membran dapat berupa fase padat, setengah padat atau cair, dengan ukuran tertentu, tidak
larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan disekitarnya dan dipisahkan satu dan lainya
umum oleh fase cair.
• Dalam biofarmasetika, membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran biologik.
Juga digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan
bahan tambahan, proses pelepasan/pelarutan.
25. Pengelompokan
dan
Penggunaan
Membran
Sistemik
A. Membran polimer berpori
• Molekul-molekul melintasi pori membran tanpa
melarut dalam senyawa penyusun membran.
• Laju lintasan tergantung pada ukuran pori, sifat
molekul, komposisi, kekentalan larutan.
• Bertindak sebagai membran dialisis(membran
penyaring/semi permeabel) untuk memisahkan
molekul kecil, sedangkan senyawa makromolekul
adalah nol atau hampir nol.
• Tiruannya terdiri dari satu atau lebih senyawa polimer
tidak larut.
26. • Dalam studi pelepasan zat aktif dalam sediaan berperan sebagai sawar yang memisahkan sediaan
cairan disekitarnya.
• Bentuk sediaan : setengah padat ( krim emulsi, salep, suspensi, jeli/supositoria) yang umumnya
tercampur dengan larutan uji.
• Pengadukan mencegah terjadinya kejenuhan lapisan difusi yang kontak dengan membran, tetapi tidak
terlalu kuat untuk menghindari terjadinya keadaan turbulen. Dipastikan zat aktif pada reseptor
dikendalikan oleh proses pelepasan bukan karena pelintasan membran.
• Ketebalan membran berperan pada fenomena difusi
• Dalam studi fenomena perlintasan dan untuk mencegah terjadinya kesalah pengambilan keputusan,
maka perlu diperhatikan kemungkinan hal-hal berikut ini :
a. Penyerapan di membran atau pembentukan kompleks
b. Sifat pembagian membran
c. Peruraian dan kerusakan zat aktif di dalam pori
d. Konsentrasi dalam lingkungan reseptor
27.
28.
29. B.
Membran
Polimer Tak
Berpori
• Hanya terdiri dari satu polimer
• Sifat : Impermeabel terhadap molekul air dan ion-ion
• Proses perlintasan membran polimer :
Kelarutan dan difusi molekul pada permukaan
yang terdekat dengan membran
Peresapan
• Kegunaan :
Evaluasi difusi
Penelitian penyerapan
Kelarutan zat aktif
Pengaruh panjang rantai alkil
Interaksi antara zat aktif dan surfaktan, bahan
peresap, dan bahan lainnya
30.
31. C.
Membran
Lipid Tak
Berpori
• Terdiri dari support mekanik inert
• Fungsi : menjaga integritas membran dan kandungan
fase lipid/fosfolipid
• Proses perlintasan membran : transpor pasif
• Teknik pembuatan membran :
Pembacaman sebuah media pendukung, yang
telah dibentuk dari larutan lipid
Penguapan larutan lipid, mengandung polimer
filmogen terlarut
32. AspekTeori
Pelintas
Membran
A. Penerapan Hukum FICK pada Membran
Perlintasan membran sintetik berlangsung dalam dua
tahap
1. Tahap awal, yaitu proses difusi zat aktif menuju
permukaan yang kontak dengan membran
2. Tahap kedua, yaitu pengangkutan yang terdiri dari
a. Penstabilan gradien konsentrasi molekul yang
melintasi membran sehingga difusi terjadi
secara homogen dan tetap
b. Difusi dalam cara dan jumlah yang tetap
33. Hukum Fick I
J =
𝑑𝑄
𝑑𝑡
=
𝐷′ 𝐴 (𝐶𝑑−𝐶𝑟)
ℎ
J = jumlah Q linarut yang melintasi membran setiap satuan waktu t
A = permukaan efektif membran
Cd dan Cr= konsentrasi pada bermukaan, berurutan dalam kompartemen awal (konsentrasi tinggi,
indeks d) dan dalam reseptor (konsentrasi rendah, indeks r)
h = tebal membran
D’ = tetapan dialisa atau koefisien permeabilitas
Koefisien difusi dinyatakan dengan jumlah gram molekul senyawa yang berdifusi setiap satuan waktu
yang melintasi satu satuan luas permukaan pada gradien bernilai satu
34. Bila Cd dan Cr berubah menurut fungsi waktu dan volume
(V) larutan pada setiap sisi membran maka diperoleh:
Log (Cd – Cr) =
− 2 𝐷′ 𝐴𝐾
2,3 .𝑉.ℎ
. t + tetapan
K adalah koefisien partisi membran/air sedangkanCd, Cr
dan t diperoleh dari percobaan.
Hukum FICK hanya dapat diterapkan pada larutan yang
sangat encer dan tanpa adanya interaksi zat aktif-pelarut.
35. B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Difusi
Pasif
• Faktor di luar membran
Konsentrasi
Kekentalan
Suhu
• Faktor di dalam membran
Porositas
Kerumitan
• Faktor di luar dan dalam membran
Koefisien membran dan fasa luar
Waktu laten
36. Faktor Di Luar
Membran
Konsentrasi
Perbedaan konsentrasi di kedua sisi membran
menentukan laju, harga dan arah pengangkutan suatu
senyawa.
Bila perbedaan konsentrasi dijaga selalu tetap, maka
selama percobaan konsentrasi kompartemen
mendekati nol (keadaan snik) dan perlintasan terjadi
dalam jumlah yang tetap. Keadaan tenggelam atau
pengenceran tak terbatas menyebabkan proses
perubahan mengikuti orde nol, dan hal ini tercapai
setelah keadaan seimbang. Peningkatan konsentrasi zat
aktif menyebabkan perubahan aktivitas termodinamika
linarut dan akibatnya terjadi peningkatan koefisien
difusi. Bila konsentrasi sangat rendah, maka koefisien
difusi menjadi tak bergantung pada konsentrasi.
37. Faktor Di Luar Membran
Kekentalan
Kekentalan dapat menghalangi difusi zat aktif.
Bergantung pada derajat interaksi zat aktif dengan
pelarut.
F =
𝑅𝑇
𝐷
T = suhu mutlak
R=Tetapan gas
Dalam larutan homogen, tahanan terhadap geseran
bergantung pada besar dan bentuk molekul serta sifat
pelarut.
Bila harga ß tak terhingga maka:
Untuk molekul yang ukurannya sebanding dengan
ukuran pelarut:
Maka, koefisien difusi dapat dinyatakan dengan
persamaan stokes-einstein
38. Faktor Di Luar
Membran
Suhu
Pengaruh suhu terhadap koefisien difusi dinyatakan
dengan persamaan:
D = D0 . e-Ea/RT
Ea = energi aktivasi
D0 = koefisien difusi hipotetik padaT tak terhingga
Atau dalam bentuk logaritma
Log D = log D0 -
𝐸𝑎
2,3 𝑅
.
1
𝑇
39. Faktor di dalam Membran
• Porositas
Kemudahan pengangkutan senyawa dalam melewati suatu membran dipengaruhi
oleh ukuran pori pori membran. Hal ini disebabkan komponen senyawa tidak benar benar
terlarut dalam konstituen (zat pembawa) sehingga ukuran pori (celah) dari membran
mempengaruhi hasil dari perembesan.
• Kerumitan
Pada membrane terdapat ukuran Panjang pori pori yang tidak tepat akibat
percabangan kanalnya yang tidak teratur. Hal ini disebut kerumitan (turtuositas) yang
mempengaruhi efektifitas difusi
𝐷𝑝
𝐷𝑓
= 1 − 𝑟𝑠
𝑟𝑝
4
rs = jari jari linarut bulat
rp = jari-jari pori silindris
40. Faktor
diluar dan
didalam
Membran
• Koefisien antara membrane dengan fase luar suatu
senyawa akan terbagi secara ideal kedalam dua fase
yang tidak saling tercampurkan.
P = D.K
• Koefisien permeabilitas (P) digunakan untuk
menyatakan keterdifusian dan pembagian zat pada
permukaan (K)
41. • Waktu-laten
Merupakan periode waktu yang mengawali tersedianya zat aktif dengan laju tetap
dalam lingkungan reseptor.Waktu-laten mencerminkan penahanan awal zat aktif dalam
membrane
𝑡 𝑜=
ℎ
𝑀2
6 𝐷 𝑀
𝑡 𝑜 = waktu laten (lamanya keadaan tidak stasioner)
hM = tebal membrane
𝐷 𝑀 = koefisien difusi dalam konstituen membran
42. DAFTAR
PUSTAKA
• Cartensen, J.T. 1973. Theory of Pharmaceutical Systems. New
York: Academic Press.
• Etiene, André. 1965. Extraction Solide-Liquide. Paris: Techniques
de I’ingernieur.
• Lerk, C.F., Schoonen A.J.M., and Fell, J.T. 1976. Contact angles
and wetting of pharmaceutical powders. J.Pharm Science., 65
(843-847).
• Martin, A.N., Swarbrick J., and Cammarata A. 1970. Physical
Pharmacy 2 Ed. Philadelphia: Lea Fabriger.
• Wagner, J.G. 1971. Biopharmaceutics and Relevant
Pharmacokinetics 1 Ed. Hamilton: Drug Intelligance Publications.
Editor's Notes
Pelarutan diawali dari melarutnya bagian terluar kemudian memasuki cairan pelarutan (terdalam)