Dokumen tersebut membahas pengkajian fisik terkait sistem sirkulasi pada penderita hipertensi. Pengkajian ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg yang dapat disebabkan faktor genetik, obesitas, st
1. Pengkajian Fisik terkait Sistem Sirkulasi pada Penderita
Hipertensi
I.Pengkajian Fisik sistem sirkulasi
Pengkajian fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya menggunakan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian fidik sistem sirkulasi dapat
berupa pengukuran tekanan darah maupun perhitungan nadi.
Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi. Perawat menginspeksi bagian tubuh untuk mendeteksi
karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan. Perawat melakukan inspeksi dengan
melihat penampilan klien dari luar.
Untuk menggunakan inspeksi secara efektif, perawat harus mengobservasi prinsip berikut ini:
1) Pastikan tersedianya pencahayaan yang baik.
2) Posisiskan bagian tubuh sedemikian rupa sehingga semua permukaan terlihat.
3) Inspeksi setiap area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrian, posisi, dan
abnormalitas.
4) Jika mungkin, bandingkan area yang diinspeksi dengan area yang sama di sisi
tubuh yang berlawanan.
5) Gunakan lampu tambahan untuk menginspeksi rongga tubuh.
6) Jangan terburu-buru melakukan inspeksi dan beri perhatian pada hal-hal detil.
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meraba bagian tubuh yang ingin dikaji. Melalui palpasi tangan
dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif terhadap tanda fisik. Pada saat
melakukan palpasi, klien harus diposisikan dengan nyaman karena ketegangan otot akan
mengganggu keefektifan palpasi. Pada pengkajian terkait sistem sirkulasi, perawat dapat
melakukan perhitungan jumlah denyut nadi klien per menit. Untuk menghitung denyut nadi
per menit, hal yang perlu dilakukan perawat ialah menggunakan ketiga jari untuk
menemukan arteri radialis di tangan. Biasanya arteri radialis terletak di dekat
Perkusi
Perkusi melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari untuk mengevaluasi ukuran,
batasan dan konsistensi organ-organ tubuh dan untuk menemukan adanya cairan pada rongga
tubuh. Melalui perkusi, lokasi, ukuran dan densitas struktur dapat ditentukan.Perkusi
2. membantu menentukan abnormalitas yang didapat dari pemeriksaan sinar-x atau pengkajian
melalui auskultasi.
Terdapat dua macam perkusi yaitu perkusi langsung dan tidak langsung. Perkusi langsung
melibatkan pengetukan permukaan tubuh secara langsung dengan satu atau dua jari.
Sedangkan teknik tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari tengah tangan non-dominan
di atas permukaan tubuh, dengan telapak tangan dan jari-jari tangan yang lain tidak
berada di permukaan kulit. Perkusi menghasilkan lima jenis bunyi yaitu timpani, resonansi,
hiperesonansi, pekak, dan flatness.
Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan alat
bantu stetoskop. Untuk dapat mengauskultasi dengan benar, perawat harus mendengarkan
bunyi di tempat tenang dan mendengarkan karakteristik dari bunyi tersebut.
Melalui auskultasi, perawat memerhatikan beberapa karakteristik bunyi berikut ini:
1) Frekuensi atau jumlah siklus gelombang per detik yang dihasilkan oleh benda
yang bergetar. Semakin tinggi frekuensinya, semakin tinggi nada bunyi dan
sebaliknya.
2) Kekerasan atau amplitudo gelombang bunyi. Bunyi terauskultasi digambarkan
sebagai keras atau pelan.
3) Kualitas, atau bunyi-bunyian dengan frekuensi dan kekerasan yang sama dari
sumber berbeda. Istilah seperti tiupan atau gemuruh menggambarkan kualitas bunyi.
4) Durasi, atau lamanya waktu bunyi itu berlangsung. Durasi bunyi adalah pendek,
sedang dan panjang. Lapisan jaringan lunak mengendapkan durasi bunyi dari organ
internal dalam.
II. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Pembuluh Darah Perifer
1) Arteri perifer cara palpasi
Periksa arteri radialis dalam posisi pronasi dan fleksi di siku, jika perlu angkat sedikit, arteri
karotis, arteri femoralis, arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri posterior.
Nilai:
Frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi, keadaan pembuluh darah.
Frekuensi: normal 60-90x per menit, agak meningkat pada anak-anak, wanita
dalam keadaan berdiri, sedang makan, emosi dan lain-lain.
3. Abnormal:
Lebih dari 100x per menit- takikardia (pulpus frekuensi): pada demam, infeksi
streptokokus, difteri, dan macam-macam penyakit jantung.
Kurang dari 60x per menit- bradikardi pada mikusudema, penyakit kuning, demam
enteritis, tifoid, dsb.
Irama:
o Normal :
Teratur
Tak teratur misalnya aritmi sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun
pada ekspirasi.
oAbnormal:
Pulsus bigemini = tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu
yang lama, karena satu siantara tiap denyut menghilang.
Pulsus trigemini = tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara
denyut nadi yang lama.
Pulsus ekstra sistolik = interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika
terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyut-denyutan
lain yang menyusul.
Macam/ciri denyutan:
Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari bagian yang naik,
puncak, dan turun.
Pulsus anarkot, yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang dengan
puncak tumpul dan rendah, misalnya pasien stenosis aorta.
Pulsus seler, yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat tinggi,
dan menurun cepat sekali, misalnya pasa insulfisiensi aorta.
Pulpus paradoks, yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi bahkan
menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada
ekspirasi. Misalnya pada perikarditis konstraktiva, efusi perikard.
Pulpus alternans, yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya pada
kerusakan otot jantung.
Isi nadi:
4. Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dan jumlah darah
itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang nadi. Isi nadi mencerminkan tekanan
nadi, yakni beda antara tekanan sistolik dan diastolik.
Pulpus magnus- denyutan terasa mendorong jari yang melakukan palpasi,
mialnya pada demam.
Pulpus parvus- denyutan terasa lemah (gelombang nadi yang kecil),
misalnya pada pendarahan, infark miokard.
Keadaan dinding arteri:
Dengan palpasi keadaan dinding arteri dapat ditafsirkan. Normal-kenyal, tetapi dapat
mengeras pada sklerosis.
Mengukur tekanan darah dengan palpasi dan auskultasi:
Cara palpasi:
Hanya untuk mengukur tekanan sistolik. Manset tensimeter yang mengikat lengan dipompa
dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi pergelangan tangan tak teraba lagi.
Kemudia tekanan didalam manset diturunkan. Amati tekanan dalam tensi meter. Waktu
denyut nadi teraba kembali, kita baca tekanan dalam tensi meter, tekanan ini adalah tekanan
sistolik.
Cara auskultasi:
Cara untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik.
Manset tensimeter siikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada arteri
brakhialis pada permukaan ventral siku agak ke bawah manset tensimeter. Sambil
mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan dengan memompa
sampai di tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di dalam tensimeter diturunkan
pelan-pelan.
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan yang tercantum
dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar sekeras itu
sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali. Pada saat
suara denyutan yang keras itu berubah menjadi lemah, kita baca lagi tekanan dalam
tensimeter. Tekanan itu adalah tekanan diastolik.
Tekanan darah diukur waktu klien berbaring. Pada penderita hipertensi perlu juga diukur
tekanan darah waktu berdiri. Kadang- kadang dijumpai masa bisu (auscultatory gap)
yakni suatu masa dimana denyut nadi tak terdengar waktu tekanan tensimeter
diturunkan. Misalnya denyut pertama terdengar pada tekanan 220 mmHg, suara denyut
5. nadi berikutnya baru terdengar pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu tekanan
antara 220-150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada penderita hipertensi dan
sebabnya belum diketahui.
Tekanan darah normal 100/60 – 140/90 mmHg. Bila tekanan darah diastol diatas 90
mmHg disebut hipertensi. Bila tekanan darah sistol diatas 150 mmHg pada usia di
bawah 50 tahun disebut hipertensi. Tekanan darah sistol 160 – 170 mmHg pada usia
diatas 50 tahun dianggap normal.
Denyut arteri di permukaan tubuh
Pada penyumbatan lubang cabang-cabang aorta dan pada aneurysma aorta, denyut arteri
dapat sitemukan pada permukaan tubuh.
Stenosis aorta: menimbulkan sirkulasi kolateral, sehingga denyut teraba
dipermukaan tubuh.
Aneurysma aorta: arteri subklavia membesar dan berdenyut jelas di klavikula.
2) Pemeriksaan vena
Terutama pada vena jugularis interna dan eksterna. Vena dada jika tampak jelas
dan berliku-liku, berarti ada hambatan terhadap vena porta, vena kava atau ada
proses yang menekan atrium kanan akibat tumor mediastinum atau aneurysma
aorta desenden.
A. TEORI
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison )
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
Etiologi
6. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan
4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
e. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
f. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.
Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan
7. Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:
7. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
8. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Test diagnostic.
9. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
10. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
11. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
12. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
13. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
14. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
15. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
16. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
B. PATHWAYS
Pathways dapat dilihat disini
C. ANALISA DATA
8. NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI
1
Diisi pada
saat
tanggal
pengkajian
Berisi data subjektif dan
data objektif yang
didapat dari pengkajian
keperawatan
masalah yang sedang dialami
pasien seperti gangguan pola
nafas, gangguan keseimbangan
suhu tubuh, gangguan pola
aktiviatas,dll
Etiologi
berisi
tentang
penyakit
yang
diderita
pasien
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler cerebral.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in
adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan
yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN PERENCANAAN
1
Resiko tinggi
penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan
vasokontriksi
pembuluh darah.
Curah jantung
kembali normal.
Dengan Kriteria Hasil
:
Klien berpartisifasi dalam
aktivitas yang menurunkan
tekanan darah / beban
kerja jantung ,
mempertahankan TD
dalam rentang individu
yang dapat
diterima, memperlihatkan
norma dan frekwensi
jantung stabil dalam
rentang
normal pasien.
0. Observasi tekanan darah
(perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang
keterlibatan / bidang masalah
vaskuler).
1. Catat keberadaan, kualitas
denyutan sentral dan perifer
(Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan
femoralis mungkin teramati /
palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin
menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti
vena).
2. Auskultasi tonus jantung dan bunyi
napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium,
perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan
kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya
atau gagal jantung kronik).
9. 3. Amati warna kulit, kelembaban,
suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab
dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi /
penurunan curah jantung).
4. Catat adanya demam umum /
tertentu. (dapat mengindikasikan
gagal
jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler).
5. Berikan lingkungan yang nyaman,
tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal.
(membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi).
6. Anjurkan teknik relaksasi, panduan
imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang
menimbulkan stress, membuat efek
tenang,
sehingga akan menurunkan
tekanan darah).
7. Kolaborasi dengan dokter dlam
pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan
tekanan darah).
2
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
umum, ketidak
seimbangan
antara suplai dan
kebutuhan O2.
aktivitas kembali
normal.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi
dalam aktivitas yang di
inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan
dalam toleransi aktivitas
yang dapat diukur.
8. Kaji toleransi pasien terhadap
aktivitas dengan menggunkan
parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas
frekwensi istirahat, catat
peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada,
kelelahan berat dan kelemahan,
berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter
menunjukan respon fisiologis
pasien
terhadap stress, aktivitas dan
indicator derajat pengaruh
kelebihan kerja
/ jantung).
9. Kaji kesiapan untuk meningkatkan
aktivitas contoh : penurunan
kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi
nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
(Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual).
10. Dorong memajukan aktivitas /
toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai
aktivitas dapat meningkatkan
jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah
peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
11. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
dan anjurkan penggunaan kursi
10. mandi,
menyikat gigi / rambut dengan
duduk dan sebagainya. (teknik
penghematan
energi menurunkan penggunaan
energi dan sehingga membantu
keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
12. Dorong pasien untuk partisifasi
dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan
toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan
mencegah kelemahan).
3
Gangguan rasa
nyaman nyeri :
sakit kepela
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan vaskuler
cerebral.
Nyeri berkurang atau
teratasi
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak
nyamanan tulang /
terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan
pengurangan, mengikuti
regiment farmakologi yang
diresepkan.
13. Pertahankan tirah baring selama
fase akut. (Meminimalkan stimulasi
/
meningkatkan relaksasi).
14. Beri tindakan non farmakologi
untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher
serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang
menurunkan tekanan vaskuler
serebral dengan
menghambat / memblok respon
simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya).
15. Hilangkan / minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat
meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB,
batuk panjang,dan membungkuk.
(Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada
adanya
peningkatkan tekanan vakuler
serebral).
16. Bantu pasien dalam ambulasi
sesuai kebutuhan. (Meminimalkan
penggunaan
oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat
kondisi klien).
17. Beri cairan, makanan lunak.
Biarkan klien itirahat selama 1 jam
setelah
makan. (menurunkan kerja miocard
sehubungan dengan kerja
pencernaan).
18. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik, anti
ansietas,
diazepam dll. (Analgetik
menurunkan nyeri dan menurunkan
rangsangan saraf
11. simpatis).
4
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake
nutrisi in adekuat,
keyakinan
budaya, pola
hidup monoton.
Kebuituhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria hasil :
klien dapat
mengidentifikasi hubungan
antara hipertensi dengan
kegemukan,
menunjukan perubahan
pola makan, melakukan /
memprogram olah raga
yang
tepat secara individu.
19. Kaji pemahaman klien tentang
hubungan langsung antara
hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah
resiko tambahan pada darah tinggi,
kerena
disproporsi antara kapasitas aorta
dan peningkatan curah jantung
berkaitan
dengan masa tumbuh).
20. Bicarakan pentingnya menurunkan
masukan kalori dan batasi
masukan
lemak,garam dan gula sesuai
indikasi. (Kesalahan kebiasaan
makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan
kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya,
misalnya, stroke, penyakit ginjal,
gagal
jantung, kelebihan masukan garam
memperbanyak volume cairan intra
vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi).
21. Tetapkan keinginan klien
menurunkan berat badan. (motivasi
untuk
penurunan berat badan adalah
internal. Individu harus
berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak
maka program sama sekali tidak
berhasil).
22. Kaji ulang masukan kalori harian
dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam
program diit terakhir. Membantu
dalam
menentukan kebutuhan inividu
untuk menyesuaikan / penyuluhan).
23. Tetapkan rencana penurunan BB
yang realistic dengan klien,
Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per
minggu. (Penurunan masukan
12. kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per
hari secara teori dapat menurunkan
berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan
berat badan yang lambat
mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot
dan umumnya dengan cara
mengubah
kebiasaan makan).
24. Dorong klien untuk
mempertahankan masukan
makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan
lingkungan dan perasaan sekitar
saat
makanan dimakan. (memberikan
data dasar tentang keadekuatan
nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat
makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah /
dapat mengontrol perubahan).
25. Intruksikan dan Bantu memilih
makanan yang tepat , hindari
makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi
(mentega, keju, telur, es krim,
daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak,
kuning telur, produk
kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak
jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan
aterogenesis).
26. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai
indikasi. (Memberikan konseling
dan
bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual).
5
Inefektif koping
individu
berhubungan
dengan
mekanisme
koping tidak
efektif, harapan
yang tidak
terpenuhi,
persepsi tidak
realistic.
Koping individu
menjadi efektif
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi perilaku
koping efektif dan
konsekkuensinya,
menyatakan
kesadaran kemampuan
koping / kekuatan pribadi,
mengidentifikasi potensial
situasi stress dan
mengambil langkah untuk
menghindari dan
mengubahnya.
27. Kaji keefektipan strategi koping
dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan
menyatakan perasaan dan
perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana
pengobatan. (Mekanisme adaptif
perlu untuk
megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang
diharuskan kedalam kehidupan
sehari-hari).
28. Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan,
penurunan toleransi sakit kepala,
ketidak
mampuan untuk mengatasi /
menyelesaikan masalah.
(Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin
13. merupakan indicator marah yang
ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu
utama TD diastolic).
29. Bantu klien untuk mengidentifikasi
stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
(pengenalan terhadap stressor
adalah langkah
pertama dalam mengubah respon
seseorang terhadap stressor).
30. Libatkan klien dalam perencanaan
perwatan dan beri dorongan
partisifasi
maksimum dalam rencana
pengobatan. (keterlibatan
memberikan klien
perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki
keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama
dalam regiment teraupetik.
31. Dorong klien untuk mengevaluasi
prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang
anda lakukan merupakan apa yang
anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien
pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang
apa yang diinginkan. Etika kerja
keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus
keluar dapat mengarah pada
kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan
personal).
32. Bantu klien untuk mengidentifikasi
dan mulai merencanakan
perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk
menyesuaikan ketibang
membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang
perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa
tidak menentu dan tidak berdaya).
6
Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
penyakitnya
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
Pengetahuan klien
tentang proses
penyakit meningkat
setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
Menyatakan
pemahaman
tentang proses
penyakit dan
regiment
pengobatan.
Mengidentifikasi
efek samping obat
dan kemungkinan
35. Bantu klien dalam mengidentifikasi
factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya :
obesitas, diet tinggi lemak jenuh,
dan
kolesterol, pola hidup monoton,
merokok, dan minum alcohol (lebih
dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup
penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan
dalam menunjang hipertensi dan
penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
36. Kaji kesiapan dan hambatan dalam
belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan
14. komplikasi yang
perlu diperhatikan.
Mempertahankan
TD dalam
parameter normal.
menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati
mempengaruhi minimal klien /
orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan
dan prognosis. Bila klien tidak
menerima
realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka
perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
37. Kaji tingkat pemahaman klien
tentang pengertian, penyebab,
tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan,
dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses
penyakit hipertensi dan
mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
38. Jelaskan pada klien tentang proses
penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan
gejala,pencegahan, pengobatan,
dan akibat
lanjut) melalui penkes.
(Meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).