SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
GENDER DAN PENDIDIKAN
     MATEMATIKA , SERTA
INVESTIGASI, PROBLEM SOLVING
        DAN PEDAGOGI




         DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

   DIYAH HORIYAH          (8126171006)
     LILIS SAPUTRI        (8126171018)
     M. ZUBIR             (8126171025)
     RISKA RAHAYU         (8126171030)
     YULI FITRIANI SINAGA (8126171041)
GENDER DAN PENDIDIKAN
        MATEMATIKA
A.Isu Gender dan Pendidikan Matematika

  Sebuah masalah yang muncul adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan
  pada tingkat partisipasi dalam matematika. Pada awal tahun 1980-an di
  Inggris, Hilary Shuard mendokumentasikan perbedaan ini (Cockcroft, 1982).
  Adapun perbedaan tersebut deskriptifkan pada dua komponen yaitu :


   Prestasi perempuan dalam pemeriksaan eksternal


   Partisipasi yang rendah para perempuan dalam matematika diusia 16 tahun
Menurut Cockcroft, 1982; Walden dan
Walkerdine,    1982;  Whyld,   1983;
Burton, 1986; Open University, 1986;
Walkerdine, 1989, Walkerdine et
al, 1989 menyatakan :




         Masalah gender dalam matematika jauh
         lebih dalam daripada yang telah
         ditunjukkan. Ada dua dimensi yang
         lebih lanjut yaitu : deskriminasi
         kelembagaan dalam pendidikan dan
         deskriminasi dalam masyarakat, yang
         terletak pada akar masalahnya
 Deskriminasi Kelembagaan Dalam
  Pendidikan

Hal ini dinyatakan dalam hal :

   • Isi budaya dalam kurikulum (matematika sebagai domain laki-
     laki);
   • Bentuk penilaian yang digunakan (kompetitif/persaingan);
   • Kata kecondongan gender dan lembar kerja (stereotipe);
   • Cara-cara mengajar yang digunakan (individualistik bukannya
     lisan maupun kerja sama;
   • Organisasi sekolah dan pemilihan;
   • Ketidakcukupan yang positif pada peran perempuan di antara
     matematika guru, dan
   • Sadar adanya deskriminasi di antara para guru.
 Seksisme dalam masyarakat

Hal ini dinyatakan dalam sejumlah bentuk yang
kuat, yaitu :

  • Menjelaskan diskriminasi gender pada kepercayaan dan tingkah
    laku;
  • Dominasi kebudayaan (legitimasi dan stereotipe peran gender
    serta kecondongan gender di bidang pengetahuan, termasuk
    matematika); dan
  • Diskriminatif struktur kelembagaan (yang menyangkal
    perempuan mempunyai kesempatan yang sama, sehingga
    menghasilkan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat).
Ini menunjukkan bagaimana kurangnya kesempatan yang sama bagi para
perempuan dalam belajar matematika dari berbagai hal, menyebabkan
perempuan dipandangan negatif pada kemampuan matematika mereka
sendiri, dan memperkuat persepsi mereka tentang matematika sebagai
subjek laki-laki.



Karena peran 'kritis filter' dalam mengatur akses ke pekerjaan tingkat yang
lebih tinggi, menyebabkan status pekerjaan yang lebih rendah bagi
perempuan. Posisi perempuan yang tidak proporsional dibayar rendah dan
status pekerjaan yang lebih rendah menghasilkan ketidaksetaraan gender
dalam masyarakat. Ini memperkuat stereotip gender, antara laki-laki dan
perempuan. Ini pada gilirannya memberikan kontribusi suatu komponen
ideologis diskriminasi kelembagaan dalam pendidikan, yang menghasilkan
kurangnya kesempatan yang sama bagi perempuan dalam matematika.
INVESTIGASI, PROBLEM SOLVING
        DAN PEDAGOGI
Matematika Hasil dari Problem Posing
   dan Problem Solving Manusia
 Konstruktivisme sosial mengidentifikasi matematika
 sebagai lembaga sosial, yang dihasilkan dari problem
 posing dan problem solving manusia. Sejumlah filsuf
 telah mengidentifikasi masalah dan pemecahan
 masalah sebagai jantung perusahaan ilmiah. Laudan
 (1977) secara eksplisit mengusulkan bahwa Model
 Problem Solving merupakan kemajuan ilmiah. Dia
 berpendapat bahwa, bila itu terjadi dalam konteks
 (atau budaya) akan memungkinkan diskusi kritis,
 dimana pemecahan masalah itu adalah sebagai
 karakteristik penting dari rasionalitas ilmiah dan
 metodologi
Dalam filsafat matematika, Hallett (1979)
mengatakan       bahwa     masalah     harus
memainkan peran kunci dalam evaluasi teori
matematika. Dia mengadopsi hal ini dari '
Kriteria Hilbert ', bahwa teori dan program
penelitian dalam matematika akan dinilai oleh
sejauh mana mereka bisa membantu
memberikan solusi pemecahan masalah.
Kedua pendekatan ini mengakui pentingnya
masalah dalam kemajuan ilmiah, namun
keduanya berbagi fokus pada pembenaran
daripada teori penciptaan. Sehingga hal ini
tertuju pada 'konteks pembenaran', bertolak
belakang dengan dengan Popper (1959) yaitu
'konteks penemuan'.
Sejak        zaman          Euclid,      atau
sebelumnya, penekanan dalam presentasi
matematika      telah    berada     di logika
deduktif, dimana perannya adalah untuk
pembenaran pengetahuan matematika. Tetapi
penekanan pada teorema dan bukti, dan pada
umumnya       pada      pembenaran,     telah
membantu menopang pandangan absolutis
tradisional matematika.
Dari zaman Yunani kuno, setidaknya, telah diakui
bahwa pendekatan yang sistematis dapat memfasilitasi
penemuan dalam matematika. Sebagai contoh buku
yang ditulis oleh Pappus yang membedakan antara
analitik dan sintetik dengan menggunakan metode
problem solving. Yang pertama mencakup pemisahan
logis atau komponen semantik dari premis atau
kesimpulan, sedangkan yang kedua mencakup unsur-
unsur baru untuk dibawa ke dalam permainan dan
mencoba untuk menggabungkan mereka. Perbedaan
ini telah terulang sepanjang sejarah, dimana dimasa
sekarang telah digunakan oleh psikolog untuk
membedakan berbagai tingkat pengolahan kognitif
(Bloom, 1956).
Sejak Renaissanse, beberapa ahli metodelogis ilmu
pengetahuan telah berusaha untuk menciptakan cara-
cara sistematisasi yang di Pelopor Matematika
heuristik. Bacon (1960) mengusulkan untuk
menggunakan metoda induksi agar sampai pada
hipotesis, yang kemudian menjadi sasaran pengujian.
Dalam rangka memfasilitasi asal-usul hipotesis
induktif,ia mengusulkan pembangunan sistematis tabel
hasil atau fakta, yang diselenggarakan untuk
menunjukkan persamaan dan perbedaan. Seperti
proposal        yang     diterbitkan     pada     tahun
1620, mengantisipasi heuristik peneliti modern pada
pemecahan        masalah       matematika       seperti
Kantowski, yang ditentukan “Heuristic proses yang
terkait dengan perencanaan ... mencari pola ...
Mengatur tabel atau matriks” (Bell et A, 1983, halaman
208).
Pada 1628 Descartes (1931) menerbitkan sebuah
karya yang mewujudkan aturan puluh satu “untuk
arah pikiran”. Heuristik ini mengusulkan lebih
lanjut, banyak yang secara eksplisit diarahkan
pada penemuan matematika. Ini termasuk
simplication pertanyaan, pencacahan berurutan
contoh     untuk    memfasilitasi    generalisasi
induktif, penggunaan diagram untuk membantu
pemahaman, simbolisasi hubungan, representasi
hubungan dengan persamaan aljabar, dan
persamaan simplication. Heuristik ini banyak
mengantisipasi heuristik diterbitkan 350 tahun
kemudian sebagai alat bantu pengajaran
pemecahan masalah, seperti di Mason dll (1982)
dan Burton (1984).
Di tahun 1830-an. Ilustrasi Whewell 'Pada filosofi
penemuan' diterbitkan, yang memberikan account dari sifat
penemuan ilmiah (Blake et A, 19W). Dia mengusulkan
sebuah penemuan model dengan tiga tahap: (1)
klarifikasi,   (2)   colligation    (induksi),  dan     (3)
verifikasi, masing-masing memiliki sejumlah komponen dan
metode terpasang. Berikut Kant, bahwa kebenaran perlu
terjadi pada matematika dan ilmu pengetahuan. Namun
demikian, analogi ada yang mencolok antara modelnya
penemuan yang diusulkan oleh Polya (1945) untuk
matematika, satu abad kemudian. Jika dua tahapan ini
model Polya digabungkan, hasilnya adalah (1) memahami
masalah,      (2)   menyusun       (merencanakan)      dan
melaksanakannya, dan (3) melihat ke belakang. Dari hal
tersebut dapat dilihat ada kesejajaran antara fungsi tahap
ini dan mereka masuk pada model Whewell.
Hal    ini,     bersamaan  dengan   contoh
sebelumnya, berfungsi untuk menunjukkan
berapa banyak para pemikir baru pada
penemuan matematika dan pemecahan
masalah dalam bidang psikologi dan
pendidikan telah diantisipasi dalam sejarah
dan         filsafat    matematika      dan
ilmu pengetahuan. Ternyata teori penemuan
matematika memiliki sejarah yang sebanding
dengan teori pembenaran. Namun, tidak
dikenal dalam sejarah sebagian besar
matematika.
Sebaliknya, di abad Polya (1945), melihat bahwa
tulisan-tulisan tentang 'penemuan matematika'
cenderung          membingungkan         proses.
Jadi, misalnya, Poincart (1956) dan Hadamard
(1945) keduanya menekankan peran intuisi dan
ketidaksadaran          dalam         penciptaan
matematika, secara implisit menunjukkan bahwa
ahli matematika yang hebat memiliki fakultas
matematika khusus yang memungkinkan mereka
untuk menembus tabir misterius sekitar
matematika. 'Realitas' dan kebenaran. Pandangan
dari     penemuan     matematika     mendukung
elitis, pandangan absolut matematika, dengan
ketakjuban ciptaan manusianya.
Pandangan tersebut dikonfirmasi oleh nilai-nilai yang
melekat pada matematika. Aktivitas matematika dan
wacana terjadi pada tiga tingkatan yakni matematika
formal, informal dan wacana sosial. Dalam masyarakat
barat, dan khususnya dalam budaya matematikawan
profesional, ini dinilai dalam urutan. Tingkat wacana
matematika formal disediakan untuk presentasi
membenarkan matematika, yang diberikan nilai tinggi.
Tingkat wacana matematika informal berlangsung pada
tingkat rendah, yang diberi nilai yang lebih rendah. Tapi
kegiatan matematika dan penciptaan matematika
secara alami berlangsung ditingkat informal, dan ini
berarti bahwa ia memiliki status lebih rendah
(Hersh, 1988).
Perbedaan dan penilaian tersebut adalah konstruksi sosial, yang
dapat dikritisi dan dipertanyakan. Dalam pembahasan sebelumnya,
account konstruktivisme sosial diberikan yang berhubungan antar-
penciptaan pengetahuan subyektif dan obyektif dalam
matematika. Hal ini menunjukkan bahwa konteks 'penemuan'
(penciptaan) dan pembenaran tidak dapat sepenuhnya terpisah,
untuk pembenaran, seperti pembuktian sebanyak produk dari
kreativitas manusia sebagai konsep, dugaan dan teori.
Konstruktivisme sosial mengidentifikasi semua pelajar matematika
sebagai pencipta matematika, tetapi hanya mereka yang
memperoleh persetujuan kritis masyarakat matematika yang
menghasilkan busur matematika pengetahuan baru fide, yaitu
bahwa yang disahkan (Dowling, 1988). Aktivitas matematika dari
semua pelajar matematika, asalkan itu adalah produktif yang
melibatkan problem posing dan pemecahan, secara kualitatif tidak
berbeda dari kegiatan matematikawan profesional. Tidak ada
matematika produktif yang tidak menawarkan beberapa paralel,
karena pada dasarnya reproduksi sebagai lawan Kreatif, sebanding
dengan matematika (Gerdes, 1985).
Problem dan Investigasi dalam Pendidikan

Nilai dan Prinsip dalam Problem dan Investigasi dalam
Pendidikan

   Matematika sekolah untuk semua harus berpusat peduli pada
    problem posing dan problem solving manusia.
   Inquiry dan investivigasi harus dipusatkan pada kurikulum
    matematika sekolah.
   Kenyataan bahwa matematika adalah keliru dan mengubah
    konstruksi manusia harus secara eksplisit mengakui dan
    diwujudkan dalam kurikulum matematika.
   Pengajaran yang digunakan berpusat pada proses dan terfokus
    inquiry, implikasi lain yang sebelumnya bertolak belakang
Pemecahan masalah dan penyelesaiannya yang
ditelusuri telah menjadi bagian luas dalam
cakupan      pendidikan matematika Inggris menurut
Cockcroft (1982). Di seluruh dunia, Pemecahan masalah
dapat ditelusuri lebih jauh lagi, dan berakhir pada
Brownell (1942) dan Polya (1945), dan mungkin
sebelumnya. Pada tahun 1980, dalam tinjauan yang lebih
jauh dalam problem solving matematika. Lester (1980)
dikutip dari referensi 106 penelitian, namun sebagian
kecil dari apa yang telah diterbitkan pada sekarang. Di
pendidikan matematika Inggris, problem solving
dan investigasi mungkin pertama kali muncul di
beberapa tempat pada tahun 1960-an, dalam Asosiasi
Guru Matematika (1966) dan Asosiasi Guru di Sekolah
Tinggi dan Departemen Pendidikan (1967).
Perbedaan Problem Solving dan Investigasi
1.   Objek Inquiry

         Objek atau fokus dari metode inquiry adalah masalah itu
sendiri atau titik awal dari metode investigasi. Dimana masalah
merupakan 'suatu situasi ketika individu atau kelompok melakukan
tugas yang tidak mudah diselesaikan dengan metode biasa. Definisi ini
menunjukkan sifat non-rutin masalah sebagai tugas yang
membutuhkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah. Ini harus
disesuaikan untuk orang yang memecahkan masalah, karena apa yang
rutin untuk satu orang mungkin memerlukan pendekatan baru dari
yang lain. Hal ini juga sesuai terhadap kurikulum matematika, yang
menentukan seperangkat rutinitas dan algoritma. Definisi ini juga
melibatkan pengenaan tugas pada seorang individu atau
kelompok, dan keinginan atau kepatuhan dalam menjalankan tugas.
Hubungan antara individu (atau kelompok), konteks sosial, tujuan
mereka, dan 2 tugas, sangat kompleks, dan subjek teori
aktivitas´(Leont'ev, 1978; Ceistiandan Waither, 1986)
Konsep investigasi bermasalah karena dua alasan. Pertama, meskipun
'investigasi' adalah kata benda, ia menjelaskan proses penyelidikan. Menurut
bahasa investivigasi adalah 'tindakan penyelidikan, pencarian, penyelidikan :
sistematis, pemeriksaan, menit dan cermat penelitian (Onions, 1944, halaman
1040). Namun, dalam pendidikan matematika telah terjadi pergesaran makna
yang mengidentifikasi investigasi matematika dengan masalah matematika
atau situasi yang berfungsi sebagai titik awal. Ini adalah pergeseran dalam arti
kiasan yang menggantikan seluruh aktivitas oleh salah satu komponennya
(Jakobsen, 1956). Pergeseran tersebut juga berpusat pada guru, yang berfokus
pada peran guru melalui 'pengaturan investigasi' sebagai tugas, analog dengan
pengaturan masalah.

Masalah kedua adalah bahwa investigasi sementara mungkin dimulai dengan
situasi matematika atau pertanyaan, fokus bergeser pada kegiatan sebagai
pertanyaan baru yang diajukan, dan situasi baru dihasilkan dan dieksplorasi.
Dengan demikian objek penyelidikan bergeser dan didefinisikan ulang oleh
penanya ini. Ini berarti bahwa nilai terbatas untuk mengidentifikasi suatu
penyelidikan dengan situasi pembangkit asli.
2. Proses Inkuiri


Jika masalah diidentifikasi dengan pertanyaan, proses pemecahan masalah

matematika adalah cara untuk mencari jawabannya. Namun proses ini tidak
bisa untuk jawaban yang unik, untuk pertanyaan mungkin memiliki
beberapa solusi, atau tidak sama sekali, dan solusi yang lebih tinggi untuk
masalah ini.
Bell dkk (1983) merencanakan suatu model dari proses investigasi, dengan empat
tahap   yaitu:   merumuskan   masalah,   menyelesaikan   masalah,   memeriksa,
menggabungkan. Di sini istilah investigasi digunakan dalam upaya untuk mencakup
berbagai cara memperoleh pengetahuan (Bell dkk., 1983, halaman 207). Mereka
berpendapat bahwa investigasi matematika adalah bentuk khusus, dengan
karakteristik sendiri yang komponennya terdiri dari abstrak, representasi,
pemodelan, generalisasi, pembuktian, dan simbolisasi. Pendekatan ini memiliki
keutamaan dalam menentukan sejumlah proses mental yang terlibat dalam
investigasi matematika (dan pemecahan masalah). Sementara penulis lain, seperti
Polya (1945) mencakup banyak komponen model dari proses pemecahan masalah,
perbedaan utama adalah rumusan masalah sebelum pemecahan masalah.
3. Inkuri Berbasis Pedagogi
Problem solving dan investigasi merupakan pendekatan pedagogi matematika. Cockroft (1982)

mendukung pendekatan ini dengan judul ‘gaya mengajar’, meskipun istilah tidak membuat
perbedaan antara cara belajar mengajar. Salah satu perbedaan pendekatan inkuiri adalah
perbedaan peran guru dan siswa, seperti pada Tabel 13.1.
Tabel 13.1 menggambarkan pergeseran dari penemuan terbimbing, melalui pemecahan
masalah, kepada pendekatan investigasi yang melibatkan proses matematika. Ini juga
mencakup pergeseran peran guru dalam menentukan hasil melalui metode yang diterapkan
oleh siswa dan isi pelajaran. Siswa menerapkan metode mereka dalam menentukan hasil dan
isi pelajaran. Pergeseran ke pendekatan yang lebih berorientasi inkuiri mencakup peningkatan
otonomi pelajar dan pengaturan sendiri, dan jika suasana kelas sesuai, diperlukan suatu
peningkatan pengaturan sendiri siswa atas keadaan kelas, interaksi, dan sumber belajar.
Tabel 13.1. Perbandingan Metode Inkuiri untuk Pengajaran Matematika

    Metode             Peran Guru              Peran Siswa
Penemuan          Mengajukan masalah, Mengikuti bimbingan.
Terbimbing        atau memilih situasi
                  sesuai dengan tujuan.
                  Membimbing       siswa
                  menuju tujuan.
Problem Solving Mengajukan masalah. Menemukan cara sendiri
                Membuat             untuk    memecahkan
                penyelesaian dengan masalah.
                metode terbuka.

Pendekatan        Memilih situasi (atau Mendefinisikan masalah
Investigasi       sesuai pilihan siswa). sendiri sesuai situasi.
                                         Berusaha            untuk
                                         memecahkan masalah
                                         dengan cara sendiri
Problem soving dan investigasi matematika merupakan pendekatan pengajaran yang

mempertimbangkan keadaan sosial kelas. Problem solving memungkinkan siswa
untuk   menerapkan     pembelajarannya    secara   kreatif,   namun   guru   masih
mengendalikan isi pelajaran dan instruksi. Jika pendekatan investigasi diterapkan
memungkinkan siswa untuk menimbulkan masalah dan pertanyaan yang relatif
bebas, sehingga siswa memiliki kebebasan. Bagaimanapun, karakteristik yang telah
ditetapkan tersebut diperlukan, tetapi tidak cukup seperti itu. selain itu, menurut
pandangan progresif atau fallibilist matematika dibutuhkan juga pengalaman kelas.
Keunikan dan kebenaran dari jawaban dan metode, berpusat pada manusia sebagai
hasil dari kreasi mereka.

More Related Content

Similar to Gender dan pendidikan matematika dan investigasi

Artikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatosArtikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatosThiya Apriana
 
Bab ii tesis pendidikan agama islam
Bab ii tesis pendidikan agama islam Bab ii tesis pendidikan agama islam
Bab ii tesis pendidikan agama islam FathurRahman189
 
Sejarah Matematika
Sejarah MatematikaSejarah Matematika
Sejarah MatematikaArif Abas
 
Ringkasan jurnal
Ringkasan jurnalRingkasan jurnal
Ringkasan jurnalLuh Sudi
 
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivismeFilsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivismetetty khairani
 
Fenomena pendidikan persekolahan
Fenomena pendidikan persekolahanFenomena pendidikan persekolahan
Fenomena pendidikan persekolahanbarokah hilmi
 
pengantar logika-matematika_Jilid_2
pengantar logika-matematika_Jilid_2pengantar logika-matematika_Jilid_2
pengantar logika-matematika_Jilid_2Fathur Diakfari
 
Hakekat matematika
Hakekat matematika Hakekat matematika
Hakekat matematika Abdul Rais P
 
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKATUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKANailul Hasibuan
 
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISME
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISMEFORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISME
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISMENYAK MAULANA
 
Hakikat Matematika.pptx
Hakikat Matematika.pptxHakikat Matematika.pptx
Hakikat Matematika.pptxTsaqib2
 
Aliran-Aliran Filsafat Matematika
Aliran-Aliran Filsafat MatematikaAliran-Aliran Filsafat Matematika
Aliran-Aliran Filsafat MatematikaNailul Hasibuan
 
Hakikat matematika
Hakikat matematikaHakikat matematika
Hakikat matematikaAuci Pernia
 
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptx
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptxSTRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptx
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptxnawawiahmad01021985
 
Filsafat dewasa ini
Filsafat dewasa iniFilsafat dewasa ini
Filsafat dewasa iniresha dwi
 
Implikasi penelitian kognitif untuk model pembelajaran sains
Implikasi penelitian kognitif  untuk model pembelajaran sainsImplikasi penelitian kognitif  untuk model pembelajaran sains
Implikasi penelitian kognitif untuk model pembelajaran sainssukagratisan
 

Similar to Gender dan pendidikan matematika dan investigasi (20)

Artikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatosArtikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatos
 
Bab ii tesis pendidikan agama islam
Bab ii tesis pendidikan agama islam Bab ii tesis pendidikan agama islam
Bab ii tesis pendidikan agama islam
 
Sejarah Matematika
Sejarah MatematikaSejarah Matematika
Sejarah Matematika
 
Ringkasan jurnal
Ringkasan jurnalRingkasan jurnal
Ringkasan jurnal
 
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivismeFilsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
Filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
 
Fenomena pendidikan persekolahan
Fenomena pendidikan persekolahanFenomena pendidikan persekolahan
Fenomena pendidikan persekolahan
 
pengantar logika-matematika_Jilid_2
pengantar logika-matematika_Jilid_2pengantar logika-matematika_Jilid_2
pengantar logika-matematika_Jilid_2
 
Sarana ilmiah
Sarana ilmiahSarana ilmiah
Sarana ilmiah
 
Hakekat matematika
Hakekat matematika Hakekat matematika
Hakekat matematika
 
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKATUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
TUJUAN-TUJUAN dan IDEOLOGI-IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
 
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
 
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISME
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISMEFORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISME
FORMALISME,LOGIKALISME DAN INTUISIONISME
 
Hakikat Matematika.pptx
Hakikat Matematika.pptxHakikat Matematika.pptx
Hakikat Matematika.pptx
 
Aliran-Aliran Filsafat Matematika
Aliran-Aliran Filsafat MatematikaAliran-Aliran Filsafat Matematika
Aliran-Aliran Filsafat Matematika
 
Ilmu Sosiologi
Ilmu SosiologiIlmu Sosiologi
Ilmu Sosiologi
 
Tugas latihan hakikat1
Tugas latihan hakikat1Tugas latihan hakikat1
Tugas latihan hakikat1
 
Hakikat matematika
Hakikat matematikaHakikat matematika
Hakikat matematika
 
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptx
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptxSTRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptx
STRUKTUR ILMU-SARANA TUGAS PPT_MK Filsafat Ilmu_bu widati.pptx
 
Filsafat dewasa ini
Filsafat dewasa iniFilsafat dewasa ini
Filsafat dewasa ini
 
Implikasi penelitian kognitif untuk model pembelajaran sains
Implikasi penelitian kognitif  untuk model pembelajaran sainsImplikasi penelitian kognitif  untuk model pembelajaran sains
Implikasi penelitian kognitif untuk model pembelajaran sains
 

Recently uploaded

SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASsusilowati82
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanaji guru
 
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptxAKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptxFipkiAdrianSarandi
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfUAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfssuser29a952
 
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitikObat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitikNegustinNegustin
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptxAvivThea
 
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarVariasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarAureliaAflahAzZahra
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bSisiliaFil
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Fathan Emran
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdfAndiCoc
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxFidiaHananasyst
 
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakPWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakOcieocietralalatrilili Tharigan
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxiwidyastama85
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurDoddiKELAS7A
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuKhiyaroh1
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025Fikriawan Hasli
 

Recently uploaded (20)

SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
 
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptxAKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfUAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
 
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitikObat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
 
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarVariasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 5.pdf
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
 
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakPWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
 

Gender dan pendidikan matematika dan investigasi

  • 1. GENDER DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA , SERTA INVESTIGASI, PROBLEM SOLVING DAN PEDAGOGI DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :  DIYAH HORIYAH (8126171006)  LILIS SAPUTRI (8126171018)  M. ZUBIR (8126171025)  RISKA RAHAYU (8126171030)  YULI FITRIANI SINAGA (8126171041)
  • 2. GENDER DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA A.Isu Gender dan Pendidikan Matematika Sebuah masalah yang muncul adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada tingkat partisipasi dalam matematika. Pada awal tahun 1980-an di Inggris, Hilary Shuard mendokumentasikan perbedaan ini (Cockcroft, 1982). Adapun perbedaan tersebut deskriptifkan pada dua komponen yaitu :  Prestasi perempuan dalam pemeriksaan eksternal  Partisipasi yang rendah para perempuan dalam matematika diusia 16 tahun
  • 3. Menurut Cockcroft, 1982; Walden dan Walkerdine, 1982; Whyld, 1983; Burton, 1986; Open University, 1986; Walkerdine, 1989, Walkerdine et al, 1989 menyatakan : Masalah gender dalam matematika jauh lebih dalam daripada yang telah ditunjukkan. Ada dua dimensi yang lebih lanjut yaitu : deskriminasi kelembagaan dalam pendidikan dan deskriminasi dalam masyarakat, yang terletak pada akar masalahnya
  • 4.  Deskriminasi Kelembagaan Dalam Pendidikan Hal ini dinyatakan dalam hal : • Isi budaya dalam kurikulum (matematika sebagai domain laki- laki); • Bentuk penilaian yang digunakan (kompetitif/persaingan); • Kata kecondongan gender dan lembar kerja (stereotipe); • Cara-cara mengajar yang digunakan (individualistik bukannya lisan maupun kerja sama; • Organisasi sekolah dan pemilihan; • Ketidakcukupan yang positif pada peran perempuan di antara matematika guru, dan • Sadar adanya deskriminasi di antara para guru.
  • 5.  Seksisme dalam masyarakat Hal ini dinyatakan dalam sejumlah bentuk yang kuat, yaitu : • Menjelaskan diskriminasi gender pada kepercayaan dan tingkah laku; • Dominasi kebudayaan (legitimasi dan stereotipe peran gender serta kecondongan gender di bidang pengetahuan, termasuk matematika); dan • Diskriminatif struktur kelembagaan (yang menyangkal perempuan mempunyai kesempatan yang sama, sehingga menghasilkan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat).
  • 6. Ini menunjukkan bagaimana kurangnya kesempatan yang sama bagi para perempuan dalam belajar matematika dari berbagai hal, menyebabkan perempuan dipandangan negatif pada kemampuan matematika mereka sendiri, dan memperkuat persepsi mereka tentang matematika sebagai subjek laki-laki. Karena peran 'kritis filter' dalam mengatur akses ke pekerjaan tingkat yang lebih tinggi, menyebabkan status pekerjaan yang lebih rendah bagi perempuan. Posisi perempuan yang tidak proporsional dibayar rendah dan status pekerjaan yang lebih rendah menghasilkan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat. Ini memperkuat stereotip gender, antara laki-laki dan perempuan. Ini pada gilirannya memberikan kontribusi suatu komponen ideologis diskriminasi kelembagaan dalam pendidikan, yang menghasilkan kurangnya kesempatan yang sama bagi perempuan dalam matematika.
  • 8. Matematika Hasil dari Problem Posing dan Problem Solving Manusia Konstruktivisme sosial mengidentifikasi matematika sebagai lembaga sosial, yang dihasilkan dari problem posing dan problem solving manusia. Sejumlah filsuf telah mengidentifikasi masalah dan pemecahan masalah sebagai jantung perusahaan ilmiah. Laudan (1977) secara eksplisit mengusulkan bahwa Model Problem Solving merupakan kemajuan ilmiah. Dia berpendapat bahwa, bila itu terjadi dalam konteks (atau budaya) akan memungkinkan diskusi kritis, dimana pemecahan masalah itu adalah sebagai karakteristik penting dari rasionalitas ilmiah dan metodologi
  • 9. Dalam filsafat matematika, Hallett (1979) mengatakan bahwa masalah harus memainkan peran kunci dalam evaluasi teori matematika. Dia mengadopsi hal ini dari ' Kriteria Hilbert ', bahwa teori dan program penelitian dalam matematika akan dinilai oleh sejauh mana mereka bisa membantu memberikan solusi pemecahan masalah.
  • 10. Kedua pendekatan ini mengakui pentingnya masalah dalam kemajuan ilmiah, namun keduanya berbagi fokus pada pembenaran daripada teori penciptaan. Sehingga hal ini tertuju pada 'konteks pembenaran', bertolak belakang dengan dengan Popper (1959) yaitu 'konteks penemuan'.
  • 11. Sejak zaman Euclid, atau sebelumnya, penekanan dalam presentasi matematika telah berada di logika deduktif, dimana perannya adalah untuk pembenaran pengetahuan matematika. Tetapi penekanan pada teorema dan bukti, dan pada umumnya pada pembenaran, telah membantu menopang pandangan absolutis tradisional matematika.
  • 12. Dari zaman Yunani kuno, setidaknya, telah diakui bahwa pendekatan yang sistematis dapat memfasilitasi penemuan dalam matematika. Sebagai contoh buku yang ditulis oleh Pappus yang membedakan antara analitik dan sintetik dengan menggunakan metode problem solving. Yang pertama mencakup pemisahan logis atau komponen semantik dari premis atau kesimpulan, sedangkan yang kedua mencakup unsur- unsur baru untuk dibawa ke dalam permainan dan mencoba untuk menggabungkan mereka. Perbedaan ini telah terulang sepanjang sejarah, dimana dimasa sekarang telah digunakan oleh psikolog untuk membedakan berbagai tingkat pengolahan kognitif (Bloom, 1956).
  • 13. Sejak Renaissanse, beberapa ahli metodelogis ilmu pengetahuan telah berusaha untuk menciptakan cara- cara sistematisasi yang di Pelopor Matematika heuristik. Bacon (1960) mengusulkan untuk menggunakan metoda induksi agar sampai pada hipotesis, yang kemudian menjadi sasaran pengujian. Dalam rangka memfasilitasi asal-usul hipotesis induktif,ia mengusulkan pembangunan sistematis tabel hasil atau fakta, yang diselenggarakan untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan. Seperti proposal yang diterbitkan pada tahun 1620, mengantisipasi heuristik peneliti modern pada pemecahan masalah matematika seperti Kantowski, yang ditentukan “Heuristic proses yang terkait dengan perencanaan ... mencari pola ... Mengatur tabel atau matriks” (Bell et A, 1983, halaman 208).
  • 14. Pada 1628 Descartes (1931) menerbitkan sebuah karya yang mewujudkan aturan puluh satu “untuk arah pikiran”. Heuristik ini mengusulkan lebih lanjut, banyak yang secara eksplisit diarahkan pada penemuan matematika. Ini termasuk simplication pertanyaan, pencacahan berurutan contoh untuk memfasilitasi generalisasi induktif, penggunaan diagram untuk membantu pemahaman, simbolisasi hubungan, representasi hubungan dengan persamaan aljabar, dan persamaan simplication. Heuristik ini banyak mengantisipasi heuristik diterbitkan 350 tahun kemudian sebagai alat bantu pengajaran pemecahan masalah, seperti di Mason dll (1982) dan Burton (1984).
  • 15. Di tahun 1830-an. Ilustrasi Whewell 'Pada filosofi penemuan' diterbitkan, yang memberikan account dari sifat penemuan ilmiah (Blake et A, 19W). Dia mengusulkan sebuah penemuan model dengan tiga tahap: (1) klarifikasi, (2) colligation (induksi), dan (3) verifikasi, masing-masing memiliki sejumlah komponen dan metode terpasang. Berikut Kant, bahwa kebenaran perlu terjadi pada matematika dan ilmu pengetahuan. Namun demikian, analogi ada yang mencolok antara modelnya penemuan yang diusulkan oleh Polya (1945) untuk matematika, satu abad kemudian. Jika dua tahapan ini model Polya digabungkan, hasilnya adalah (1) memahami masalah, (2) menyusun (merencanakan) dan melaksanakannya, dan (3) melihat ke belakang. Dari hal tersebut dapat dilihat ada kesejajaran antara fungsi tahap ini dan mereka masuk pada model Whewell.
  • 16. Hal ini, bersamaan dengan contoh sebelumnya, berfungsi untuk menunjukkan berapa banyak para pemikir baru pada penemuan matematika dan pemecahan masalah dalam bidang psikologi dan pendidikan telah diantisipasi dalam sejarah dan filsafat matematika dan ilmu pengetahuan. Ternyata teori penemuan matematika memiliki sejarah yang sebanding dengan teori pembenaran. Namun, tidak dikenal dalam sejarah sebagian besar matematika.
  • 17. Sebaliknya, di abad Polya (1945), melihat bahwa tulisan-tulisan tentang 'penemuan matematika' cenderung membingungkan proses. Jadi, misalnya, Poincart (1956) dan Hadamard (1945) keduanya menekankan peran intuisi dan ketidaksadaran dalam penciptaan matematika, secara implisit menunjukkan bahwa ahli matematika yang hebat memiliki fakultas matematika khusus yang memungkinkan mereka untuk menembus tabir misterius sekitar matematika. 'Realitas' dan kebenaran. Pandangan dari penemuan matematika mendukung elitis, pandangan absolut matematika, dengan ketakjuban ciptaan manusianya.
  • 18. Pandangan tersebut dikonfirmasi oleh nilai-nilai yang melekat pada matematika. Aktivitas matematika dan wacana terjadi pada tiga tingkatan yakni matematika formal, informal dan wacana sosial. Dalam masyarakat barat, dan khususnya dalam budaya matematikawan profesional, ini dinilai dalam urutan. Tingkat wacana matematika formal disediakan untuk presentasi membenarkan matematika, yang diberikan nilai tinggi. Tingkat wacana matematika informal berlangsung pada tingkat rendah, yang diberi nilai yang lebih rendah. Tapi kegiatan matematika dan penciptaan matematika secara alami berlangsung ditingkat informal, dan ini berarti bahwa ia memiliki status lebih rendah (Hersh, 1988).
  • 19. Perbedaan dan penilaian tersebut adalah konstruksi sosial, yang dapat dikritisi dan dipertanyakan. Dalam pembahasan sebelumnya, account konstruktivisme sosial diberikan yang berhubungan antar- penciptaan pengetahuan subyektif dan obyektif dalam matematika. Hal ini menunjukkan bahwa konteks 'penemuan' (penciptaan) dan pembenaran tidak dapat sepenuhnya terpisah, untuk pembenaran, seperti pembuktian sebanyak produk dari kreativitas manusia sebagai konsep, dugaan dan teori. Konstruktivisme sosial mengidentifikasi semua pelajar matematika sebagai pencipta matematika, tetapi hanya mereka yang memperoleh persetujuan kritis masyarakat matematika yang menghasilkan busur matematika pengetahuan baru fide, yaitu bahwa yang disahkan (Dowling, 1988). Aktivitas matematika dari semua pelajar matematika, asalkan itu adalah produktif yang melibatkan problem posing dan pemecahan, secara kualitatif tidak berbeda dari kegiatan matematikawan profesional. Tidak ada matematika produktif yang tidak menawarkan beberapa paralel, karena pada dasarnya reproduksi sebagai lawan Kreatif, sebanding dengan matematika (Gerdes, 1985).
  • 20. Problem dan Investigasi dalam Pendidikan Nilai dan Prinsip dalam Problem dan Investigasi dalam Pendidikan  Matematika sekolah untuk semua harus berpusat peduli pada problem posing dan problem solving manusia.  Inquiry dan investivigasi harus dipusatkan pada kurikulum matematika sekolah.  Kenyataan bahwa matematika adalah keliru dan mengubah konstruksi manusia harus secara eksplisit mengakui dan diwujudkan dalam kurikulum matematika.  Pengajaran yang digunakan berpusat pada proses dan terfokus inquiry, implikasi lain yang sebelumnya bertolak belakang
  • 21. Pemecahan masalah dan penyelesaiannya yang ditelusuri telah menjadi bagian luas dalam cakupan pendidikan matematika Inggris menurut Cockcroft (1982). Di seluruh dunia, Pemecahan masalah dapat ditelusuri lebih jauh lagi, dan berakhir pada Brownell (1942) dan Polya (1945), dan mungkin sebelumnya. Pada tahun 1980, dalam tinjauan yang lebih jauh dalam problem solving matematika. Lester (1980) dikutip dari referensi 106 penelitian, namun sebagian kecil dari apa yang telah diterbitkan pada sekarang. Di pendidikan matematika Inggris, problem solving dan investigasi mungkin pertama kali muncul di beberapa tempat pada tahun 1960-an, dalam Asosiasi Guru Matematika (1966) dan Asosiasi Guru di Sekolah Tinggi dan Departemen Pendidikan (1967).
  • 22. Perbedaan Problem Solving dan Investigasi 1. Objek Inquiry Objek atau fokus dari metode inquiry adalah masalah itu sendiri atau titik awal dari metode investigasi. Dimana masalah merupakan 'suatu situasi ketika individu atau kelompok melakukan tugas yang tidak mudah diselesaikan dengan metode biasa. Definisi ini menunjukkan sifat non-rutin masalah sebagai tugas yang membutuhkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah. Ini harus disesuaikan untuk orang yang memecahkan masalah, karena apa yang rutin untuk satu orang mungkin memerlukan pendekatan baru dari yang lain. Hal ini juga sesuai terhadap kurikulum matematika, yang menentukan seperangkat rutinitas dan algoritma. Definisi ini juga melibatkan pengenaan tugas pada seorang individu atau kelompok, dan keinginan atau kepatuhan dalam menjalankan tugas. Hubungan antara individu (atau kelompok), konteks sosial, tujuan mereka, dan 2 tugas, sangat kompleks, dan subjek teori aktivitas´(Leont'ev, 1978; Ceistiandan Waither, 1986)
  • 23. Konsep investigasi bermasalah karena dua alasan. Pertama, meskipun 'investigasi' adalah kata benda, ia menjelaskan proses penyelidikan. Menurut bahasa investivigasi adalah 'tindakan penyelidikan, pencarian, penyelidikan : sistematis, pemeriksaan, menit dan cermat penelitian (Onions, 1944, halaman 1040). Namun, dalam pendidikan matematika telah terjadi pergesaran makna yang mengidentifikasi investigasi matematika dengan masalah matematika atau situasi yang berfungsi sebagai titik awal. Ini adalah pergeseran dalam arti kiasan yang menggantikan seluruh aktivitas oleh salah satu komponennya (Jakobsen, 1956). Pergeseran tersebut juga berpusat pada guru, yang berfokus pada peran guru melalui 'pengaturan investigasi' sebagai tugas, analog dengan pengaturan masalah. Masalah kedua adalah bahwa investigasi sementara mungkin dimulai dengan situasi matematika atau pertanyaan, fokus bergeser pada kegiatan sebagai pertanyaan baru yang diajukan, dan situasi baru dihasilkan dan dieksplorasi. Dengan demikian objek penyelidikan bergeser dan didefinisikan ulang oleh penanya ini. Ini berarti bahwa nilai terbatas untuk mengidentifikasi suatu penyelidikan dengan situasi pembangkit asli.
  • 24. 2. Proses Inkuiri Jika masalah diidentifikasi dengan pertanyaan, proses pemecahan masalah matematika adalah cara untuk mencari jawabannya. Namun proses ini tidak bisa untuk jawaban yang unik, untuk pertanyaan mungkin memiliki beberapa solusi, atau tidak sama sekali, dan solusi yang lebih tinggi untuk masalah ini.
  • 25. Bell dkk (1983) merencanakan suatu model dari proses investigasi, dengan empat tahap yaitu: merumuskan masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa, menggabungkan. Di sini istilah investigasi digunakan dalam upaya untuk mencakup berbagai cara memperoleh pengetahuan (Bell dkk., 1983, halaman 207). Mereka berpendapat bahwa investigasi matematika adalah bentuk khusus, dengan karakteristik sendiri yang komponennya terdiri dari abstrak, representasi, pemodelan, generalisasi, pembuktian, dan simbolisasi. Pendekatan ini memiliki keutamaan dalam menentukan sejumlah proses mental yang terlibat dalam investigasi matematika (dan pemecahan masalah). Sementara penulis lain, seperti Polya (1945) mencakup banyak komponen model dari proses pemecahan masalah, perbedaan utama adalah rumusan masalah sebelum pemecahan masalah.
  • 26. 3. Inkuri Berbasis Pedagogi Problem solving dan investigasi merupakan pendekatan pedagogi matematika. Cockroft (1982) mendukung pendekatan ini dengan judul ‘gaya mengajar’, meskipun istilah tidak membuat perbedaan antara cara belajar mengajar. Salah satu perbedaan pendekatan inkuiri adalah perbedaan peran guru dan siswa, seperti pada Tabel 13.1. Tabel 13.1 menggambarkan pergeseran dari penemuan terbimbing, melalui pemecahan masalah, kepada pendekatan investigasi yang melibatkan proses matematika. Ini juga mencakup pergeseran peran guru dalam menentukan hasil melalui metode yang diterapkan oleh siswa dan isi pelajaran. Siswa menerapkan metode mereka dalam menentukan hasil dan isi pelajaran. Pergeseran ke pendekatan yang lebih berorientasi inkuiri mencakup peningkatan otonomi pelajar dan pengaturan sendiri, dan jika suasana kelas sesuai, diperlukan suatu peningkatan pengaturan sendiri siswa atas keadaan kelas, interaksi, dan sumber belajar.
  • 27. Tabel 13.1. Perbandingan Metode Inkuiri untuk Pengajaran Matematika Metode Peran Guru Peran Siswa Penemuan Mengajukan masalah, Mengikuti bimbingan. Terbimbing atau memilih situasi sesuai dengan tujuan. Membimbing siswa menuju tujuan. Problem Solving Mengajukan masalah. Menemukan cara sendiri Membuat untuk memecahkan penyelesaian dengan masalah. metode terbuka. Pendekatan Memilih situasi (atau Mendefinisikan masalah Investigasi sesuai pilihan siswa). sendiri sesuai situasi. Berusaha untuk memecahkan masalah dengan cara sendiri
  • 28. Problem soving dan investigasi matematika merupakan pendekatan pengajaran yang mempertimbangkan keadaan sosial kelas. Problem solving memungkinkan siswa untuk menerapkan pembelajarannya secara kreatif, namun guru masih mengendalikan isi pelajaran dan instruksi. Jika pendekatan investigasi diterapkan memungkinkan siswa untuk menimbulkan masalah dan pertanyaan yang relatif bebas, sehingga siswa memiliki kebebasan. Bagaimanapun, karakteristik yang telah ditetapkan tersebut diperlukan, tetapi tidak cukup seperti itu. selain itu, menurut pandangan progresif atau fallibilist matematika dibutuhkan juga pengalaman kelas. Keunikan dan kebenaran dari jawaban dan metode, berpusat pada manusia sebagai hasil dari kreasi mereka.