1. TRAGEDI SEMANGGI II
Pada tanggal 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak
kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa. Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan
transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB)
yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa
bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya.
1. Daerah lain
Selain di Jakarta, pada aksi penolakan UU PKB ini korban juga berjatuhan di Lampung dan
Palembang. Pada Tragedi Lampung 28 September 1999, 2 orang mahasiswa Universitas
Lampung, Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul Fitriah, tewas tertembak di depan Koramil
Kedaton. Di Palembang, 5 Oktober 1999, Meyer Ardiansyah (Universitas IBA Palembang)
tewas karena tertusuk di depan Markas Kodam II/Sriwijaya.
2. Film dokumenter
Student Movement in Indonesia, produksi Jakarta Media Syndication, 1999 (Youtube)
Film dokumenter tentang gerakan mahasiswa Indonesia selama tahun 1998. Versi aslinya
dengan narasi dan teks berbahasa Inggris. Diputar di bioskop-bioskop di Indonesia dengan
judul Tragedi Jakarta 1998.
Perjuangan Tanpa Akhir, produksi Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRa),
2005
Film dokumenter berdurasi 28 menit ini bercerita tentang perjuangan orang tua korban
Tragedi Trisakti (1998), Semanggi I (1998), dan II (1999) dalam upaya mereka meraih
keadilan.
Indonesian Student Revolt. Don’t Follow Leaders, produksi Offstream [1], 2001
Film dokumenter tentang perjalanan gerakan mahasiswa Indonesia dari 1966-1998.
3. Peringatan
Pada tanggal 14 November 2005, para mahasiswa menaburkan bunga di Jl. Sudirman tepat di
depan kampus Universitas Atma Jaya untuk memperingati tujuh tahun Tragedi Semanggi I.
Sehari sebelumnya, peringatan Tujuh Tahun Tragedi Semanggi I diadakan di Sekretariat
Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran HAM (JSKK), Jalan Binong 1A, samping
kompleks Tugu Proklamasi. Dimulai dengan konferensi pers, diskusi, dan ditutup dengan
pemutaran film dokumenter Perjuangan Tanpa Akhir karya AKKRa (Aliansi Korban
Kekerasan Negara).
2. 4. Pengusutan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pertemuannya dengan Presiden
Habibie saat itu meminta pemerintah untuk memberi penjelasan tentang sebab dan akibat
serta pertanggungjawaban mengenai peristiwa tanggal 13 November itu secara terbuka pada
masyarakat luas karena berbagai keterangan yang diberikan ternyata berbeda dengan
kenyataan di lapangan. (Kompas, 16 November 1998). Panglima ABRI Jenderal TNI
Wiranto, dalam jumpa pers di Hankam mengakui ada sejumlah prajurit yang terlalu defensif
dan menyimpang dari prosedur, menembaki dan memukuli mahasiswa. Namun, Wiranto
menuduh ada kelompok radikal tertentu yang memancing bentrokan mahasiswa dengan
aparat, dengan tujuan menggagalkan Sidang Istimewa. (Kompas, 23 November 1998).
5. Pengadilan HAM ad hoc
Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II untuk menggelar pengadilan HAM ad
hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu dipastikan gagal tercapai. Badan Musyawarah
(Bamus) DPR pada 6 Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut
membuat usul pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disahkan di rapat paripurna.
Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Bamus telah
menolak, namun di tingkat rapim DPR diputuskan untuk dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil
rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Karena itu, hampir pasti usul yang merupakan
rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi. Rapat Bamus dipimpin Ketua DPR Agung
Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam fraksi itu adalah Fraksi
Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi
Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara fraksi yang secara konsisten mendukung usul
itu dibawa ke paripurna adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB),
Fraksi PAN, dan Fraksi PDS. Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir
putusan Komisi III-yang menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc-membuat penuntasan
kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.
Pada periode sebelumnya 1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Trisakti
dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat HAM. Tanggal 9 Juli 2001 rapat paripurna
DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno. Isi
laporan tersebut:
F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi) menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II
terjadi unsur pelanggaran HAM Berat.
Sedangkan F-Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7
fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS [9]