1. PENANGGULANGAN TERPADU PTM DI FKTP
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2021
2. PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan Pengendalian
Terpadu PTM di FKTP sesuai dengan Permenkes Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
• Pengendalian terpadu faktor risiko PTM
• Tatalaksana terpadu PTM di FKTP
• Upaya rehabilitatif PTM
5. PELAYANAN
TERPADU PTM
(PANDU PTM)
Ruang Lingkup
Upaya pencegahan, pengendalian, dan tata
laksana yang terintegrasi untuk tindak lanjut
faktor risiko dan penyakit tidak menular
(penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus,
penyakit paru kronis, dan kanker) serta PTM
lainnya di Puskesmas dan FKTP
Sasaran
Penduduk usia 15 tahun ke atas yang datang ke
Puskesmas/FKTP untuk kunjungan sakit maupun
kunjungan sehat
6. B. TATALAKSANA
• Tatalaksana PTM di puskesmas dilaksanakan secara terpadu
(terintegrasi) mulai saat ditemukan faktor risiko sampai pada
penatalaksanaannya.
Contohnya :
Merokok sebagai suatu faktor risiko bersama PTM, maka jika pasien
dengan riwayat merokok/bekas perokok datang ke puskesmas
dengan gejala pernapasan (asma, PPOK, curiga kanker paru), maka
dokter juga harus memikirkan kemungkinan pasien tersebut juga
memiliki penyakit jantung/kardiovaskular atau metabolik (DM) atau
PTM yang lainnya.
9. PENILAIAN PREDIKSI
RISIKO PTM
1. Memprediksi risiko seseorang menderita penyakit kardiovaskuler 10 tahun
mendatang, berdasarkan jenis kelamin, umur, tekanan darah sistolik, status
merokok
2. Menggunakan Tabel Prediksi Risiko PTM
3. Diadaptasi dari “WHO Cardiovascular Disease Risk Charts” yang dikeluarkan
tahun 2020
4. Terdapat 2 jenis tabel prediksi risiko PTM, yaitu:
Berdasarkan hasil laboratorium (memerlukan nilai kolesterol total dan
diagnosis diabetes melitus) dan
Tanpa hasil laboratorium (memerlukan nilai IMT)
10.
11.
12. CARA PENGGUNAAN TABEL PREDIKSI RISIKO PTM
(Dengan hasil laboratorium)
1. Tentukan dahulu apakah orang yang diperiksa
penyandang DM atau tidak. Gunakan kolom
yang sesuai dengan statusnya.
2. Kemudian tentukan kolom jenis kelaminnya
(laki-laki di kolom kiri dan perempuan di kolom
kanan).
3. Tentukan status merokok apakah merokok atau
tidak, sesuaikan di kolomnya masing-masing
4. Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat lajur angka
paling kiri (misalnya untuk usia 46 tahun pakai
blok usia 45-49 tahun, 68 tahun pakai blok 65-
69 tahun, dst
5. Tekanan darah (TD) yang dipakai adalah tekanan darah sistolik
– lihat nilai sistolik pada lajur paling kanan.
6. Lihat kolom konversi kadar kolesterol total pada lajur bawah
(pada tabel digunakan satuan mmol/l, sedangkan di Indonesia
umumnya menggunakan satuan mg/dl, angka konversi
tercantum).
7. Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian tarik garis
dari TD ke arah dalam dan nilai kolesterol ke atas, angka dan
warna kotak yang tercantum pada titik temu antara kolom
umur, TD, dan kolom kolesterol menentukan besarnya risiko
untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu
10 tahun mendatang.
8. Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan
tata laksana
13.
14. CARA PENGGUNAAN TABEL PREDIKSI RISIKO PTM
(tanpa hasil laboratorium)
1. Tentukan dahulu kolom jenis
kelaminnya (laki-laki kolom kiri dan
perempuan kolom kanan).
2. Tentukan status merokok apakah
merokok atau tidak, sesuaikan di
kolomnya masing-masing
3. Selanjutnya tetapkan blok usia. Lihat
lajur angka paling kiri (misalnya untuk
usia 46 tahun pakai blok usia 45-49
tahun, 68 tahun pakai blok 65-69
tahun, dst
4. Tekanan darah (TD) yang dipakai adalah tekanan
darah sistolik – lihat nilai sistolik pada lajur paling
kanan.
5. Lihat kolom IMT (Indeks Masa Tubuh) pada lajur
bawah.
6. Tarik garis dari blok umur ke arah dalam, kemudian
tarik garis dari titik tekanan darah ke arah dalam
dan nilai IMT ke atas, angka dan warna kotak yang
tercantum pada titik temu antara kolom umur, TD
sistolik dan kolom IMT menentukan besarnya risiko
untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam
kurun waktu 10 tahun mendatang.
7. Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan
dengan tata laksana
17. UPAYA REHABILITATIF PTM
Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi
melalui pengobatan yang tepat serta meningkatkan kualitas
hidup dan lama ketahanan hidup pada penderita.
Rehabilitasi dilaksanakan pada penderita: 1) Pasca stroke
(survivor); 2) Pasca cedera/kecelakaan (penyandang cacat, DM
dengan kaki diabetes (diabetesi); 3) Kanker (survivor); dam 4)
Dan lain-lain.
Rehabilitasi dilakukan dengan perawatan kasus PTM melalui
kunjungan rumah (home care) dengan tenaga terlatih dalam
rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi
penatalaksanan nyeri.
18. UPAYA REHABILITATIF PADA PTM
REHABILITASI PADA HIPERTENSI
REHABILITASI PADA STROKE
REHABILITASI PADA DM TIPE II DAN ULKUS DIABETIK
REHABILITASI PADA OBESITAS
REHABILITASI PADA ASMA BRONKIALE
REHABILITASI PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi melalui
pengobatan yang tepat serta meningkatkan kualitas hidup dan lama
ketahanan hidup pada penderita.
19. REHABILITASI PADA
HIPERTENSI
Latihan aerobik jalan telah dibuktikan dapat mencegah hipertensi
dan menurunkan tekanan darah
Peresepan latihan :
Latihan aerobik jalan yang ritmik dan dinamik menggunakan grup otot
besar sangat dianjurkan untuk
Menurut American college of sports medicine (ACSM):
a. Frekuensi : 3 – 5 kali perminggu
b. Intensitas : 60-70% VO2max
c. Durasi : 30 – 60 menit/sesi latihan.
d. Target waktu latihan aerobik jalan dilakukan selama 4 – 6 bulan.
e. Penurunan tekanan darah: 5-7 mmHg
20. REHABILITASI PADA STROKE
Tujuan : mengoptimalkan pemulihan dan atau memodifikasi gejala sisa yang ada
agar penyandang stroke mampu melakukan aktivitas fungsional secara mandiri,
dapat beradaptasi dengan lingkungan dan mencapai hidup yang berkualitas.
21. REHABILITASI PADA DM TIPE II DAN
ULKUS DIABETIK
Edukasi terkait bidang rehabilitasi medik yang diberikan kepada pasien meliputi
pemahaman tentang:
• Intervensi farmakologis
• Intervensi non-farmakologis
– Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain.
– Latihan fisik yang teratur
– perawatan kaki
22. REHABILITASI PADA OBESITAS
Rehabilitasi pada obesitas tanpa komplikasi dapat
dilakukan dengan beberapa latihan dasar :
Latihan peregangan
Latihan aerobik
Latihan kekuatan otot
Latihan keseimbangan
23. REHABILITASI PADA ASMA
BRONKIALE
1. Mengatasi sesak napas.
Positioning saat terjadi serangan asma dalam posisi duduk,
berdiri dan tidur
Latihan kontrol pernapasan dan relaksasi Pursed Lip Expiration
dan Diaphragma Breathing. Relaksasi general dengan Jacobson
Relaxation Technique Pursed Lip Expiration dan Diaphragma
Breathing
24. 2. Manajemen retensi mukus.
• Upayamemudahkan pengeluarkan mukus dengan :
postural drainage, terapi fisik dada, latihan batuk
efektif (huffing/ coughing). Bisadiberikan mukolitik/
inhalasi dengan nebulizer sebelumnya biladiperlukan.
3. Bila sesakteratasi:
Mengupayakan aktifitas normal termasuk exercise/
Olahragaaerobik teratur : Berjalan (brisk walking),
bersepeda, treadmill, berenang dengan mengikuti
kaidah FIT(Frekuensi , Intesitas, Time/durasi) tertentu.
REHABILITASI PADA ASMA
BRONKIALE (lanjutan)
26. REHABILITASI PADA PPOK
Rehabilitasi hanya dilakukan di Rumah Sakit untuk PPOK derajat 3-4 yang
telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai antara lain:
a. Gejala pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualitas hidup yang menurun.
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu:
a. Latihan fisis, untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem
transportasi oksigen guna peningkatan efisiensi distribusi darah dan
peningkatan cardiac output dan stroke volume.
b. Latihan psikososial, status psikologis pasien PPOK perlu diamati dengan
cermat dan jika diperlukan dapat diberikan obat
c. Latihan pernapasan, untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing
guna memperbaiki ventilasi dan mensikronisasikan kerja otot abdomen
dan toraks.
27. STUDI KASUS
Kelompok 1
Seorang laki-laki berusia 70 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan pusing sejak
3 hari yang lalu. Sesak nafas dan nyeri dada disangkal. Pasien diketahui memiliki
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, merokok satu bungkus per hari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: TD 170/100 mmHg, nadi 90 x/mnt, pernafasan
20x/mnt dan Suhu 37,2°C. Pemeriksaan jantung: terdapat kelainan, paru, abdomen
dan ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium: Kolesterol total
pasien 305 mg/dl, gula darah puasa 180 mg/dl dan gula darah 2 jam PP 250 mg/dl.
Pertanyaan?
a. Apakah faktor risiko Kardiovaskular pada pasien ini?
b. Berapakah resiko kejadian penyakit kardiovaskular pasien tersebut?
c. Apakah tatalaksana yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian
Kardiovaskular beserta target terapinya?
28. Kelompok 2
Seorang perempuan berusia 47 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri dada sejak 5
hari yang lalu. Nyeri dada pasien tidak khas. Sesak disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 15 tahun yang lalu, tidak merokok.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan TD 160/90 mmHg, nadi 88 x/mnt, pernafasan 18 x/mnt. Suhu
36,8 °C . Pemeriksaan jantung terdapat kelainan, paru, abdomen dan ekstremitas dalam batas
normal.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil sebagai berikut: Kolesterol total pasien 280
mg/dl, gula darah puasa 90 mg/dl dan gula darah 2 jam PP 140 mg/dl.
Pertanyaan?
a. Apakah faktor risiko Kardiovaskular pada pasien ini?
b. Berapakah resiko kejadian penyakit kardiovaskular pasien tersebut?
c. Apakah tatalaksana yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian Kardiovaskular
beserta target terapinya?
STUDI KASUS
29. Kelompok 3
Seorang laki-laki berusia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan berdebar sejak 3 hari yang
lalu, timbul sejak ayahnya meninggal. Ayah pasien seorang penderita penyakit jantung koroner sejak
berusia 42 tahun dan di usianya yang 54 tahun sudah mengalami Bedah Pintas Arteri Koroner. Sesak
nafas dan nyeri dada disangkal. Pasien tidak memiliki hipertensi tetapi ibunya seorang penderita
hipertensi. Tidak merokok.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 70x/mnt, pernafasan 20x/mnt. Suhu
37°C. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil sebagai berikut: Kolesterol total pasien 160 mg/dl, gula
darah sewaktu 160 mg/dl.
Pertanyaan?
a. Apakah faktor risiko Kardiovaskular pada pasien ini?
b. Berapakah risiko kejadian penyakit kardiovaskular pasien tersebut?
c. Apakah tatalaksana yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian Kardiovaskular beserta
target terapinya?
STUDI KASUS
30. Kelompok 4
Laki-laki, 64 tahun, datang dengan keluhan sakit kepala sejak beberapa hari yang lalu. Pasien di
ketahui menderita hipertensi sejak 10 tahun lalu dan saat ini pasien secara rutin mengkonsumsi
kaptopril dan amlodipin setiap hari. Ayah pasien meninggal akibat stroke pada umur 56 tahun akibat
hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/75 mmHg, Pemeriksaan laboratorium: kolesterol total 300
g/dL, LDL 170 g/dL, HDL 30 g/dL, dan EKG dalam batas normal.
Pertanyaan :
a. Apa saja faktor risiko kardiovaskular pada pasien tersebut ?
b. Bagaimana stratifikasi risiko kardiovaskular pada pasien tersebut?
c. Apakah tatalaksana yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian Kardiovaskular beserta
target terapinya?
STUDI KASUS
31. Kelompok 5
Laki-Laki berusia 59 tahun, datang ke PKM dengan keluhan sakit kepala yang hilang
timbul sejak 6 bulan terakhir. Pasien sering meminum obat warung tapi sakit kepalanya
tidak sembuh. Pasien mempunyai kebiasaan merokok 2 bungkus/hari dan masih sering
begadang bersama teman-teman kampung sampai jam 2 pagi. Sejak 3 tahun yang lalu
setelah pensiun pasien mengelola dan menjaga warung yang menjual barang
kelontong, mulai dari jam 08.00 sampai menjelang jam 22.00. Dia pernah dirawat di
Rumah Sakit tingkat II dengan keluhan sakit kepala. Sejak kejadian tersebut, pasien
sering mengeluh sakit dada kiri, namun malas berobat. Pasien sudah konsultasi
beberapa kali ke puskesmas, mendapat saran untuk diet 1700 kalori, olah raga dan
menghentikan rokok serta mendapat pengobatan Amlodipin 1x10mg.
STUDI KASUS
32. Dari pemeriksaan didapatkan tinggi badannya 164 cm, berat badannya 89 kg,
lingkar perut 104 cm dan tekanan darah 150/90mmHg. Hasil pemeriksaan darah:
gula darah puasa 210mg/dL dan gula darah 2 jam setelah makan 251mg/dL,
kolestrol total 280mg/dL dan asam urat 11mg/dL.
Pertanyaan :
1. Apa saja faktor risiko kardiovaskular pada pasien tersebut ?
2. Bagaimana stratifikasi risiko kardiovaskular pada pasien tersebut?
3. Apakah tatalaksana yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko
kejadian Kardiovaskular beserta target terapinya?