Dokumen tersebut membahas sejarah Pancasila sejak masa pra-kemerdekaan hingga era reformasi. Pancasila pertama kali diusulkan pada sidang BPUPKI oleh Muhammad Yamin dan Soekarno, kemudian ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Pada era Orde Baru, Pancasila digunakan sebagai ideologi negara meski di era reformasi sempat terjadi fobia. Kini upaya rejuvenasi Pancasila dilakukan untuk mengembalikan peran P
3. Pancasila Pra Kemerdekaan
Pancasila di masa pra kemerdekaan
merupakan masa dimana ditemukannya
kembali Pancasila. Ini dimulai ketika Sidang
BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 dimana
Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat
meminta kepada peserta sidang untuk
mengemukakan dasar negara Indonesia
merdeka.
Pada sidang pertama BPUPKI 29 Mei
1945 – 1 Juni 1945 peserta sidang tampil
berturut-turut untuk meyampaikan usulan
tentang dasar negara.
4. Pancasila Pra Kemerdekaan
Usulan Mr. Muhammad Yamin pada tanggal
29 Mei 1945:
1. Peri Kebangsaan,
2. Peri Kemanusiaan,
3. Peri Ketuhanan,
4. Peri Kerakyatan,
5. Peri Kesejahteraan Rakyat.
5. Pancasila Pra Kemerdekaan
Prof. Dr. Soepomo pada 31 Mei 1945
mengusulkan teori-teori negara, yaitu:
1. Teori negara perseorangan,
2. Paham negara kelas, (tingkatan negara)
3. Paham negara integralistik. (negara bagian)
6. Pancasila Pra Kemerdekaan
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengusulkan lima dasar negara, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia),
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan),
3. Mufakat (Demokrasi),
4. Kesejahteraan Sosial,
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
(Berkebudayaan).
7. Pancasila Pra Kemerdekaan
Setelah sidang pertama BPUPKI dibentuk
Panitia Sembilan untuk menampung usulan-
usulan yang bersifat perorangan. Dari usulan-
usulan ini kemudian menghasilkan Piagam
Jakarta dengan isi sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusayawaratan
perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
8. Pancasila Pra Kemerdekaan
Pada sidang kedua BPUPKI yang
merupakan masa penentuan dasar negara
Indonesia merdeka, Piagam Jakarta diterima
dan disahkan sebagai Rancangan Mukadimah
Hukum Dasar.
Setelah sidang BPUPKI berakhir,
kemudian pada 9 Agustus 1945 dibentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Panitia ini bersidang pertama pada 18
Agustus 1945 dan melakukan perubahan atas
isi Piagam Jakarta dan memberi nama
menjadi Pancasila.
9. Pancasila Pra Kemerdekaan
Pancasila kemudian disahkan dan ditetapkan
dengan isi sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
10. Pancasila Era Kemerdekaan
Pada awal dekade 1950, muncul inisiatif dari
sejulah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila yang
menimbulkan dua perspektif yang berbeda.
Kelompok yang pertama memandang bahwa
Pancasila adalah sebuah filsafat sosial dan
yang kedua menganggap Pancasila hanya
sebuah kompromi politik. Pandangan yang
kedua didasari oleh fakta-fakta yang terjadi
dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.
11. Pancasila Era Orde Lama
Perbedaan pandangan terhadap dasar
negara ini berlanjut ke sidang konstituante dan
menemui jlana buntu pada bulan Juni 1959.
Kondisi ini menyebabkan Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5
Juli 1959 yang berisi:
1. Pembubaran Konstituante,
2. Undang-Undang Dasar kembali berlaku,
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara.
12. Pancasila Era Orde Baru
Pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni
1967 Presiden Soeharto mengatakan “Pancasila
semakin banyak mengalami ujian zaman dan
makin bulat tekad kita untuk
mempertahankannya”.
Kemudian diikuti dengan “… Pancasila harus
diamalkan”
Dan pada 1 Juni 1968, Presiden Soeharto
menguatkan dengan mengatakan “… jika ada
pihak-pihak tertentu yang mau mengganti,
merubah Pancasila dan menyimpang dari
Pancasila pasti digagalkan”.
13. Pancasila Era Orde Baru
Pada tahun 1968, Presiden Soeharto
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12
Tahun 1968 yang merupakan panduan dalam
mengucapkan Pancasila.
22 Maret 1978 ditetapkan Ketetapan MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
yang merupakan penuntun dan pegangan
hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara bagi setiap warga negara
Indonesia.
14. Pancasila Era Orde Baru
Selanjutnya, pada Agustus 1982
Pemerintahan Orde Baru menjalankan azas
tunggal yaitu pengakuan terhadap Pancasila
sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai
politik harus mengakui posisi Pancasila
sebagai pemersatu bangsa.
15. Pancasila Era Orde Baru
Namun seiring keterbukaan informasi yang pada
akhirnya pengaruh luar masuk ke Indonesia
aplikasi Pancasila oleh Pemerintahan Orde Baru
terancam. Kritik terhadap praktek
penyelenggaraan negara yang tidak transparan,
otoriter, represif dan korup semakin santer dan
hingga akhirnya Orde Baru pun berakhir melalui
gerakan yang menuntut reformasi di segala
bidang.
Kondisi jelas berpengaruh terhadap Pancasila
karena Pancasila pada kenyataanya digunakan
sebagai alat legitimasi politik.
16. Pancasila Era Orde Reformasi
Setelah Orde Baru berakhir, muncul fobia
terhadap Pancasila karena identik dengan
rezim Orde baru yang korup dan represif.
Namun kondisi ini menimbulkan dampak
seperti memudarnya kesadaran masyarakat
atas keluhuran budaya bangsa yang berujung
pada disorientasi kepribadian bangsa.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik
dan mempertanyakan arah gerakan reformasi
dan demokratisasi yang dicita-citakan.
17. Pancasila Era Orde Baru
Sekitar tahun 2004, Azyumardi Azra
menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila
sebagai faktor integratif dan salah satu
fundamen identitas nasional. Gagasan ini
mendapat respon dengan menghangatnya
diskursus tentang Pancasila.
Tahun 2009, Dirjen Dikti membentuk Tim
Pengkajian Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi. Sementara itu di beberapa
perguruan tinggi telah juga melakukan
kegiatan sejenis.
Hal 1.
Cicero, 106 – 43 SM, “Historia Vitae Magistrae” yang bermakna sejarah memberikan kearifan.
Soekarno, “Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu kosepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu dalam bahaya”.