1. 1
MATERI KAJIAN KHUSUS TIAP SENIN BAKDA MAGHRIB
AKHLAQ QUR’ANI
MASJID BETENG BINANGUN KADIPATEN WETAN YOGYAKARTA
Tafsir QS ar-Ra’d/13: 17
Kebatilan Pasti Akan Tersingkir
Nash (Teks) Ayat al-Quran
َ
َ
لَنز
َ
أَََنِمََِءاَم َالّسََاءَمََت
َ
ال َّس
َ
فََةَيِدو
َ
أَا
َ
هِر
َ
د
َ
قِبََ
َ
لَمَتاح
َ
فََلي َالّسَادَبَزَ
ايِابَرۚاَمِمَوََ
َ
وندِقويََِهي
َ
لَعََ ِفََِارَاّنلَََاء
َ
غِتابََةَيلِحََو
َ
أََاعَتَمََدَبَزََهلث
ّ
ِمۚ
َ
َ
ذ
َ
كَٰ
َ
كِلََبِْضَيََ
َ
اّللَََقَاْلََ
َ
لِاطَاْلَوۚا
َ
م
َ
أ
َ
فََدَبَالزََب
َ
هذَي
َ
فََاء
َ
فجۖا
َ
م
َ
أَوَاَمَ
َع
َ
نفَيََ َاسَاّنلََثكمَي
َ
فََ ِفََ ِضر
َ
اْلَۚ
َ
ذ
َ
كَٰ
َ
كِلَََيَبِْضََ
َ
اّللََ
َ
ال
َ
ثم
َ
اْل
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-
lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan
dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-
alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan.” (QS ar-Ra'd/13:17)
Tafsîr al-Mufradât
َدَبَالز
: Buih. Maksudnya: Buih dipakai sebagai perumpamaan, yang
menggambarkan sesuatu yang mudah berpencar-pencar dan
berada di tepi-tepi lembah, atau menyangkut pada pepohonan,
atau dihembus oleh angin. Sesuatu yang tidak kokoh.
َاء
َ
فج
: Sesuatu yang tak ada harganya. Maksudnya: “tidak dapat
dimanfaatkan lagi.”
َثكمَي
َ
ف
: Tetap. Maksudnya: “kokoh dan bisa bertahan di mana pun dan
kapan pun.”
Al-Îdhâh (Penjelasan)
Para ulama berselisih pendapat tentang tempat diturunkannya surat
Ar Ra'd yang mulia ini. Di antara mereka ada yang mengatakan makkiyah,
2. 2
ada yang mengatakan madaniyah, ada yang mengatakan sebagian besarnya
makkiyah kecuali beberapa ayat, dan ada pula yang mengatakan sebagian
besarnya madaniyah kecuali beberapa ayat.1
Penjelasan Beberapa Ulama Tentang Ayat di Atas
A. Penjelasan al-Hâfizh Ibnu Katsîr
Beliau berkata:2
Ayat yang mulia ini mengandung dua
perumpamaan, satu untuk menggambarkan kekokohan dan keabadian al
haq, dan satu untuk menggambarkan kebinasaan dan kefanaan al-bâthil.
Allah berfirman :
"Allah telah menurunkan air dari langit …". Maksudnya adalah: “air hujan”.
Dan firman-Nya:
"…maka mengalirlah air itu di lembah-lembah menurut ukurannya…".
Maksudnya, setiap lembah menampung air hujan tersebut sesuai
dengan ukurannya. Jika lembah tersebut besar (luas), maka bisa mampu
menampung air dalam jumlah yang banyak. Dan jika lembah tersebut kecil
(sempit), maka akan menampung air hujan tersebut sesuai ukurannya.
Semua ini, merupakan isyarat terhadap hati manusia dan perbedaannya.
Diantara hati manusia, ada yang dapat menampung ilmu yang banyak, dan
di antara hati manusia, ada pula yang tidak dapat menampung ilmu dalam
kapasitas yang banyak. Bahkan ia sempit untuk menampungnya.
Adapun firman-Nya:
1
Di antara ulama yang mengatakan makkiyah adalah al-Hasan, Sa'îd bin
Jubair, Qatâdah, 'Athâ`. Sementara di antara ulama yang mengatakan madaniyah
adalah al-Kalbi, Jâbir bin Zaid. Lihat Zâdul Masîr (4/299). Adapun ath-Thabari
dalam Jâmi'ul Bayân 'an Ta'wîli Ayil Qur'ân (13/110) berpendapat madaniyah. Dan
Ibnu Katsîr dalam tafsirnya (4/428) berpendapat makkiyah. Wallâhu A'lam.
2
Tafsîrul Qur'ânil 'Azhîm (4/447).
3. 3
"…maka arus (air) itu membawa buih yang mengambang…".
Maksudnya: arus air yang mengalir di lembah-lembah tersebut
membawa buih-buih yang mengambang di atasnya. Inilah perumpamaan
pertama.
Dan firman-Nya:
"…Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api…".
Inilah perumpamaan kedua. Yaitu, dari apa-apa yang mereka lebur
di dalam api seperti emas atau perak.
Firman-Nya:
"… untuk membuat perhiasan…".
Maksudnya, tatkala mereka melebur logam-logam untuk membuat
perhiasan dari perunggu atau besi, maka akan mengambanglah sisa-sisa
(karat) dari logam tersebut sebagaimana buih-buih tadi mengambang di atas
aliran air.
Firman-Nya:
"…Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
bathil…".
Maksudnya. apabila keduanya berkumpul, maka sesuatu yang bathil
tidak akan bertahan dan abadi. Sebagaimana buih-buih itu tidak akan pernah
menetap berada di atas air. Dan sebagaimana sisa-sisa (karat) tidak akan
pernah bercampur bersama logam yang asli ketika dilebur dalam api, bahkan
akan hilang dan habis.
Oleh sebab itu, Allah berfirman:
4. 4
"…Adapun buih itu, maka dia akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya…".
Maksudnya, tidak dapat dimanfaatkan lagi. Buih tersebut akan
berpencar-pencar dan berada di tepi-tepi lembah, atau menyangkut pada
pepohonan, atau dihembus oleh angin. Demikian pula sisa-sisa (karat)
logam, baik berasal dari emas, perak, perunggu, atau pun besi, maka ia akan
hilang dan binasa. Tidak tersisa suatu apapun juga. Yang tersisa hanyalah
aliran air atau logam-logam yang dapat dimanfaatkan.
Oleh sebab itu, Allah berfirman:
ۚ
"…adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan".
Juga sebagaimana firman-Nya :
ۖ
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS al-
'Ankabût/29:43).
Sebagian ulama salaf mengatakan : "Jika aku membaca (ayat yang berisi)
perumpamaan dalam Al Qur'an, lalu aku tidak memahaminya, aku
menangisi diriku sendiri. Karena Allah telah berfirman :
“…dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS al-
'Ankabût/29:43)
Kemudian, beliau (Imam Ibnu Katsîr ) menjelaskan penafsiran ayat
di atas dari 'Abdullah bin 'Abbâs Radhiyallahu anhu , dan menjelaskan pula
bahwa tafsir serupa diriwayatkan dari Mujâhid, al-Hasan al-Bashri, 'Athâ',
Qatâdah, dan para ulama Salaf lainnya. Sebagaimana yang juga telah
dibawakan sebelum beliau dengan sanad-sanadnya oleh Imam ath-Thabari
5. 5
di dalam tafsirnya.3
B. Penjelasan Ibnu Taimiyah
Setelah membawakan ayat di atas, beliau mengatakan:4
(Dalam ayat ini) Allah memperumpamakan ilmu dengan air yang
turun dari langit. Karena dengan ilmu, hati akan hidup, sebagaimana badan
akan hidup dengan air. Dan Allah memperumpamakan hati dengan lembah.
Karena hati merupakan tempat ilmu, sebagaimana lembah merupakan
tempat air. Maka, di antara hati (manusia), ada yang mampu menampung
ilmu yang banyak, sebagaimana di antara lembah-lembah ada yang dapat
menampung air yang banyak. Dan di antara hati (manusia), ada yang hanya
mampu menampung sedikit ilmu, sebagaimana di antara lembah-lembah ada
yang hanya dapat menampung sedikit air.
Dan Allah pun menjelaskan bahwa pada air tersebut terdapat buih
yang mengambang setelah bercampur-baur dengannya. Namun, lama-
kelamaan menipis dan menghilang. Dan hal-hal yang masih bermanfaat bagi
manusia, ia tetap eksis di bumi. Maka, demikianlah keadaan hati, ia pun
dapat tercampuri oleh syahwat dan syubhat. Akan tetapi, tatkala yang
tumbuh berkembang dalam hati tersebut adalah al-Haq (kebenaran), maka
syahwat dan syubhat pun akan sirna. Dan yang tersisa di dalam hati
hanyalah keimanan dan al-Qur'ân yang bermanfaat bagi pemilik hati tersebut
dan juga orang lain.
Firman-Nya:
ۚ
“… dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan
atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil…”
Penggalan ayat ini, merupakan perumpamaan yang kedua -setelah
perumpamaan yang pertama di atas-. Dan ini merupakan perumpamaan
dengan api. Perumpamaan pertama menunjukkan kehidupan, dan
3
Lihat Tafsîrul Qur'ânil 'Azhîm (4/447-448) dan Jâmi'ul Bayân 'an Ta'wîli Ayil
Qur'ân (13/161-165).
4
Majmû'ul Fatâwâ (19/94-95). Lihat pula Majmû'ul Fatâwâ (10/766-767), dan
Dar`u Ta'ârudhil 'Aqli Wan Naqli (7/427-428) dan (3/186).
6. 6
perumpamaan yang kedua menunjukkan cahaya yang menerangi. Terdapat
perumpamaan yang semisal dengan dua perumpaan di atas, yang Allah
terangkan dalam QS al-Baqarah/2: 17-19:
ۚ
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api
itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan
buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-
orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat;
mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir,
sebab takut akan mati, dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.”
Maka, adapun orang kafir, sesungguhnya ia berada di dalam
kegelapan kekufuran dan kesyirikan. Ia tidak hidup. Seandainya pun ia
hidup, kehidupannya bagaikan kehidupan hewan ternak. Sungguh, ia
kehilangan kehidupan ruh yang hakiki dan tinggi, yang sebabnya adalah
keimanan. Dengan keimanan itulah seseorang dapat merasakan kebahagiaan
di dunia dan akherat.
Karena sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul sebagai
perantara antara Allah dan hamba-Nya, dalam menerangkan kepada mereka
apa-apa yang bermanfaat dan berbahaya bagi mereka. Para Rasul telah
menyempurnakan kehidupan umat mereka masing-masing, baik yang
berkaitan dengan kehidupan mereka di dunia, maupun di akherat. Allah
telah mengutus mereka semua agar mereka mengajak umat kepada Allah ,
menerangkan jalan yang dapat menyampaikan umat mereka kepada-Nya,
dan menjelaskan keadaan umat mereka setelah sampai kepada-Nya.
C. Penjelasan Ibnu Qayyim al-Jauziyah
Beliau -setelah menjelaskan ayat di atas, dengan keterangan yang
sangat mirip dan serupa dengan penjelasan gurunya, Ibnu Taimiyah,
7. 7
berkata:5
Maksud -dari semua penjelasan di atas-, bahwa kebaikan sebuah
hati (seseorang), kebahagiaan, dan keberuntungannya bergantung pada dua
pokok perumpamaan di atas.
Allah berfirman:
ۚ
“Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu
tidaklah layak baginya, Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang
memberi penerangan. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-
orang yang hidup (hatinya), dan supaya pastilah (ketetapan azdab) terhadap orang-
orang kafir.” (QS Yâsîn/36: 69-70).
Melalui ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa mengambil manfaat
dan peringatan dari al-Qur'ân, hanyalah dapat dilakukan oleh orang yang
hidup hatinya. Hal ini seperti (yang ditunjukkan) firman-Nya pada ayat yang
lain:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-
orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikannya.” (QS Qâf/50: 37).
Dan firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu…" (QS
al-Anfâl, 8:24).
Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa kehidupan kita hanyalah
tergantung pada apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya serukan kepada kita,
5
Ighâtsatul Lahfân fî Mashâyidisy Syaithân (1/65).
8. 8
berupa ilmu dan iman. Sehingga dari sini, dapat diketahui bahwa kematian
sebuah hati dan kebinasaan adalah dengan sebab hilangnya ilmu dan iman
itu (dari hatinya).
Beberapa Hadits Shahih Yang Berkaitan Dengan Tafsir Ayat ai Atas Dan
Penjelasan Ulama Terhadapnya
A. Hadits Abu Musa al-Asy'ari r.a.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan apa-apa yang Allah mengutusku dengannya berupa
petunjuk dan ilmu, bagaikan hujan deras yang menimpa bumi. Maka, di antara
bumi ada yang baik, menyerap air dan menumbuhkan pepohonan kecil dan
rerumputan yang banyak. Dan di antara bagian bumi, ada yang keras (gersang), ia
menyerap air. Allah pun memberikan manfaat kepada orang-orang dengannya.
Mereka dapat minum darinya, mengambil air darinya, dan menggembalakan (hewan
ternak mereka). Dan di antara bumi, ada pula yang bebatuan keras, tidak menyerap
air dan tidak pula menumbuhkan pepohonan kecil. Itulah perumpamaan orang yang
pandai dalam agama Allah, Allah memberikan manfaat kepadanya dengan apa-apa
yang Allah mengutusku dengannya. Maka ia pun mengetahui (petunjuk dan ilmu
tersebut) dan mengajarkannya. Dan itulah pula perumpamaan orang yang tidak
perhatian sama sekali (terhadap petunjuk dan ilmu tersebut), dan tidak menerima
petunjuk Allah yang aku bawa.”6
Setelah Imam Ibnul Qayyim t menjelaskan hadits di atas dan
6
HR al-Bukhâri (1/42 no. 79), Muslim (4/1787 no. 2282), dan lain-lain.
9. 9
membagi manusia menjadi tiga golongan, beliau berkata:7
"Hadits yang mulia ini mengandung peringatan bahwa ilmu
sangatlah mulia, demikian pula mengajarkannya. Ilmu begitu agung
pengaruhnya. Sekaligus mengandung peringatan bahwa orang yang bukan
ahlinya akan celaka dan sengsara. Hadits yang mulia ini pun menyebutkan
golongan-golongan manusia. Di antara mereka ada yang celaka, dan di
antara mereka ada pula yang bahagia. Dan yang bahagia di antara mereka,
ada yang senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan, dan ada pula yang
pertengahan (dalam kebaikan).8
(8)
Pada hadits ini juga terdapat dalil bahwa kebutuhan hamba akan
ilmu seperti kebutuhan mereka kepada hujan, bahkan lebih besar lagi. Dan
mereka, jika kehilangan ilmu ini, maka mereka bagaikan bumi yang
kehilangan hujan. Imam Ahmad t berkata: "Kebutuhan manusia akan ilmu
lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman.
Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari hanya sekali atau
dua kali saja, sedangkan ilmu dibutuhkan sejumlah nafas".
Kemudian Imam Ibnul Qayyim membawakan ayat ke-17 dari surat
ar Ra'd di atas.
B. Hadits Jabir bin Abdillah r.a.,
Rasulullah SAW bersabda:
“Perumpamaan diriku dengan kalian bagaikan seorang yang menyalakan api, lalu
mulailah belalang-belalang dan kupu-kupu berjatuhan pada api itu, sedangkan ia
selalu mengusirnya (serangga-serangga tersebut) dari api tersebut. Dan aku (selalu
berusaha) memegang (menarik) ujung-ujung pakaian kalian agar kalian tidak
terjerumus ke dalam neraka, namun kalian (selalu) terlepas dari tanganku.”9
7
Miftahu Dâris Sa'âdah, Wa Mansyûru Walâyati Ahlil 'Ilmi wal Irâdah (1/248-
249).
8
Syaikh 'Ali bin Hasan al-Halabi berkata: "(Hal ini) seperti yang
ditunjukkan pada ayat ke-32, dalam surat Fâthir". Lihat ta'lîq beliau dalam Miftâhu
Dâris Sa'âdah, Wa Mansyûru Walâyati Ahlil 'Ilmi wal Irâdah (1/248).
9
HR Muslim (4/1790 no. 2285), dan lain-lain. Dan hadits yang semakna
dengannya diriwayatkan dari Abu Hurairah z, juga dalam Shahîh Muslim (4/1789
10. 10
‘Ibrah (Pelajaran) dari Ayat tersebut10
Dari kajian yang telah kita lakukan, kita bisa memahami bahwa
‘kita’ – para pembaca kitab suci al-Quran – dianjurkan untuk selalu
memahami perumpamaan yang terdapat di dalam rangkaian ayat al-Quran,
agar kita dapat menangkap ‘pelajaran dan hikmah’ di balik ayat-ayat
tersebut.
Di antara pelajaran yang bisa kita peroleh dari ayat di atas adalah:
“kekokohan dan kelanggengan al-Haq (kebenaran), dan kehancuran kebatilan
merupakan ketetapan dan ketentuan Allah. Dan Allah pun menjelaskan
bahwa Dia menjanjikan ‘surga’ bagi setiap orang yang tunduk dan patuh,
untuk beriman dan melakukan segala bentuk ketaatan. Bukan saja surga
dalam pengertian hakiki di akhirat yang didapatkan, tetapi juga ‘surga’
dalam pengertian ‘majazi’ di dunia yang berupa kebahagiaan hidup duniawi
yang bisa dirasakan oleh setiap manusia.
Di samping itu, Allah juga mengancam orang-orang yang tidak mau
tunduk patuh kepadaNya dengan azab ‘neraka’. Bukan saja ‘neraka’ dalam
pengertian hakiki di akhirat, tetapi juga ‘neraka’ dalam pengertian ‘majazi’ di
dunia yang berupa kesengsaraan hidup duniawi yang bisa dirasakan oleh
setiap manusia.
Demikian, mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat menambah
ilmu, iman, dan amal shalih kita.
Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn.
Yogyakarta, 5 Januari 2015
no. 2284). Lihat penjelasan kosa kata asing pada hadits ini dalam An-Nihâyah fî
Gharîbil Hadîtsi Wal Ātsâr (1/299 dan 337, 2/388).
10
Disadur dari Aisarut Tafâsîr li Kalâmil 'Aliyyil Kabîr (1/601).