Jurnal : ANALISIS STRATEGI KEUANGAN MATRIKS UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PERTUMBUHAN VALUE CREATION PERUSAHAAN BERKELANJUTAN (studi kasus perusahaan pemegang konsesi geothermal di kawasan ASEAN)
Similar to Jurnal : ANALISIS STRATEGI KEUANGAN MATRIKS UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PERTUMBUHAN VALUE CREATION PERUSAHAAN BERKELANJUTAN (studi kasus perusahaan pemegang konsesi geothermal di kawasan ASEAN)
Similar to Jurnal : ANALISIS STRATEGI KEUANGAN MATRIKS UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PERTUMBUHAN VALUE CREATION PERUSAHAAN BERKELANJUTAN (studi kasus perusahaan pemegang konsesi geothermal di kawasan ASEAN) (20)
Strategi Obligasi yang baik dalam melakukan investasi.pptx
Jurnal : ANALISIS STRATEGI KEUANGAN MATRIKS UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PERTUMBUHAN VALUE CREATION PERUSAHAAN BERKELANJUTAN (studi kasus perusahaan pemegang konsesi geothermal di kawasan ASEAN)
1. 0
ANALISIS STRATEGI KEUANGAN MATRIKS UNTUK
MENGETAHUI TINGKAT PERTUMBUHAN VALUE CREATION
PERUSAHAAN BERKELANJUTAN
(studi kasus perusahaan pemegang konsesi geothermal di kawasan ASEAN)
Kiagus Ridwan
Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta, 2018.
ABSTRACT
Kondisi pertumbuhan investasi di sektor industri energi geothermal di kawasan
ASEAN masih lambat, hal ini menyebabkan pula keputusan keuangan terkait
pembiayaan dan investasi proyek geothermal di ASEAN belum optimal. Permasalahan
ini cukup dilema bagi perusahaan sehingga menarik untuk di telaah. Konsep value
creation diharapkan dapat dikombinasikan ke dalam model strategi keuangan sebelum
mengambil keputusan keuangan. Terkait masalah kebijakan keputusan keuangan
tersebut, maka dilakukan penelitian ini, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat value
creation dan kondisi financial position, mengetahui posisi tingkat rata-rata pertumbuhan
keuangan perusahaan dalam 4 pola kuadran matriks, dan membuat usulan strategi
keuangan bagi kelompok perusahaannya. Dalam metode penelitian ini mengunakan
sampel penelitian yang di ambil secara purposive sampling sesuai kriteria. Data
sekunder yang dikumpulkan adalah data financial report dari perusahaan pemegang
konsesi eksploitasi geothermal yang ada di kawasan ASEAN yang telah di audit oleh
akuntan publik. Analisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus.
Adapun variabel-variabel rasio keuangan yang akan dianalisis dari financial report
yakni Growth in sales, Sustainable Growth Rate (SGR), Return on Invested Capital
(ROIC), Weight Average Cost of Capital (WACC), dan Economic Value Added (EVA).
Dalam strategi keuangan matriks ini, setelah perusahaan dikelompokkan ke dalam
masing-masing grafik 4 bagian kuadran berdasarkan hasil nilai analisis, kemudian
dibuatkan rekomendasi strategi keuangan dalam upaya pengambilan keputusan
kebijakan keuangan dengan mengembangkan strategi agar perusahaan dapat
menghasilkan kinerja performance yang lebih baik. Hasil analisis dapat disimpulkan
bahwa pada tahun penelitian, strategi keuangan matriks model Hawawini-Viallete dapat
digunakan dalam penelitian ini, hampir semua geothermal corporate yang menjadi
sampel sedang dalam kondisi cash deficit. Sehingga berimplikasi bahwa perusahaan-
perusahaan tersebut perlu melakukan peningkatan dana dan melakukan retained earning.
Untuk keperluan pertumbuhan value creation secara berkesinambungan, dan apapun
yang direncanakan perusahaaan untuk keperluan pembiayaan maupun investasi maka
hendaknya kondisi value creation dari keuangan perusahaan selalu memasuki kuadran
II dan kuadran I.
Key words: Growth in sales, Sustainable Growth Rate, spread EVA, Value Creation.
1
2. 1
I. PENDAHULUAN
Di kawasan ASEAN baru ada 2 negara yang sudah mengeksploitasi dan
memanfaatkan energi geothermal untuk listrik, yaitu Indonesia dan Filipina, sedangkan
di negara Malaysia baru tahap survei pendahuluan saja (belum ada kegiatan eksploitasi).
Investasi geothermal sangat tergantung kondisi lapangan, resiko mitigasi, dan
kemampuan keuangan perusahaan. Hal ini dipertimbangkan dengan cermat sebelum
melakukan investasi pada proyek geothermal (Wintolo et al. 1994:2).
Saat ini perkembangan investasi geothermal di kawasan ASEAN masih belum
optimal, padahal pemerintah setempat telah mendukung untuk percepatan pembangunan
proyek geothermal, termasuk berbagai pemberian insentif pajak, keuangan, dan
pembiayaan. Hingga tahun 2014, banyak pula perusahaan geothermal di kawasan
ASEAN (Indonesia dan Filipina) masih belum dapat melanjutkan investasinya, bahkan
yang telah melakukan survei pendahuluan masih banyak mengalami stop activity. Hal
ini cukup menjadi dilema bagi perusahaan geothermal di kawasan ASEAN, sehingga
menarik untuk di telaah.
Menyikapi masalah tersebut di atas, sebelum menetapkan keputusan rencana
investasi, terlebih dahulu hendaknya perusahaan lebih cermat memahami tingkat
kondisi value creation perusahaan itu sendiri, serta sepatutnya perusahaan memiliki
dana surplus untuk kegiatan proyek selanjutnya, sehingga bisa melanjutkan kegiatannya
dan tidak mengandalkan bantuan pemerintah dan investor lain sepenuhnya.
Berbagai penelitian sebelumnya terkait strategi keuangan matrik menunjukan pola
keuangan matriks tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kondisi value creation
suatu perusahaan yang dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan investasi. Devie (2003:10), untuk menganalisa pertumbuhan
(value creation) perusahaan dapat mengunakan strategi keuangan matriks, yang
merupakan konsep strategi yang dapat menyelaraskan antara pertumbuhan perusahaan
(economic growth) dengan efektivitas keputusan pembiayaan dan investasi.
Secara praktis dimungkinkan konsep strategi keuangan matriks digunakan pada
cluster industry, untuk menilai tingkat rata-rata value creation dalam jangka periode
waktu tertentu, dengan mengunakan populasi yang lebih banyak, kriteria lebih sampel
yang lebih spesifik, dan periode waktu yang lebih lama untuk mengukur nilai rata-rata
pertumbuhan industri (de Wet and Jager, 2006). Menurut Ibrahim (2011), perusahaan
industri geothermal saat ini banyak juga yang mengalami masalah keuangan, sehingga
banyak perusahaan yang menunda kegiatan eksploitasinya. Hal ini sependapat dengan
Santosa (dalam economic challenges group discussion,2014). Kondisi seperti ini juga
hampir sama halnya dengan negara Filipina, sebagai negara berkembang juga, yang
sama berada di kawasan ASEAN.
Penelitian ini terkait pemetaan tingkat value creation dengan mengunakan strategi
keuangan matriks pada sampel industri geothermal. Model pendekatan matriks ini akan
menganalisa rasio keuangan, dengan tujuan menjelaskan kondisi keuangan serta
mengetahui tingkat value creation perusahaan., mengetahui peta (map) dan posisi
tingkat rata-rata pertumbuhan keuangan perusahaan dalam 4 pola kuadran matriks, dan
diharapkan dapat membuat rekomendasi strategi keuangan bagi masing-masing
perusahaan setelah mengetahui kondisi value creation pada kuadran matriksnya.
3. 2
II. TELAAH PUSTAKA
2.1. Telaah Pustaka
2.1.1. Strategi keuangan matriks
Konsep value creation dan growth management bila dikombinasikan ke dapat
mengambarkan kemampuan suatu organisasi perusahaan dalam aktifitas penciptaan
nilai melalui manajemen growth and cash management. Didasarkan pada pendapat
Devie (adapted from Hawawini & Viallet, 1998:507) memperkenalkan konsep strategi
keuangan matriks ini, dengan mempresentasikan sebuah diagnostic tool yang dapat
digunakan untuk evaluate and navigate melalui financial progress dari sebuah
perusahaan. Strategi keuangan matriks menggambarkan situasi value creation dan
growth management perusahaan atau industri pada periode tertentu dengan cara
memberi peringkat dan menempatkannya pada kuadran tertentu dalam matriks. Setelah
itu maka matriks dapat digunakan dalam pendekatan strategi memperbaiki kondisi
perusahaan dan bergerak ke sebuah kuadran yang lebih baik, serta ke kuadran yang
terbaik.
Return spread EVA adalah perbedaan antara rasio return on invested capital
(ROIC) dengan rasio weight average cost of capital (WACC) yang digunakan sebagai
ukuran untuk value creation spread EVA. Nilai spread EVA ini menjadi acuan untuk
menentuakan tingkat corporate growth. Bila nilai positif dari return spread EVA
mengindikasikan sebuah value creation, sedangkan nilai negatif dari return spread EVA
mengindikasikan sebuah value destruction. Sustainable growth rate (SGR) dari pada
perusahaan secara teori didefinisikan sebagai nilai maksimum saat sebuah perusahaan
dapat tumbuh secara sustainable basic tanpa membutuhkan dana tambahan untuk
meningkatkan keuangan jangka panjang, seperti dari sumber dana pinjaman dan
obligasi. Amouzesh, et al. (2011:311) konsep sustainable growth rate bernilai karena
menekan hubungan antara empat unsur penyusun sustainable growth rate dengan
sustainable growth rate itu sendiri.
Growth dan cash management diukur dengan mengambil perbedaan antara nilai
SGR dan nilai pertumbuhan aktual pada penjualan (actual growth in sales). Jika
perbandingan berupa nilai positif (SGR > Growth in sales), hal ini mengindikasikan
bahwa ada cumulative cash surplus. Namun sebaliknya bila perbandingan berupa nilai
negatif (SGR < Growth in sales), bearti di perusahaan tersebut terjadi cumulative cash
deficits. Strategi keuangan matriks mengindikasikan value creation (positive or
negative) yang terletak pada sumbu vertikal. Alat ukur yang digunakan adalah return
spread EVA (the ROIC less the WACC). Value creation terjadi ketika ROIC > WACC,
yang di indikasikan pada bagian atas (positif) pada sumbu-Y. Sedangkan Value
destruction terjadi bila ROIC < WACC, di indikasikan pada bagian bawah (negatif) dari
pada sumbu-Y (Hawawini and Viallete, 2011:550).
Untuk mengetahui posisi pertumbuhan sebuah perusahaan, yang memungkinkan
cash surpluses ataupun cash deficits, yaitu dapat di ketahui pada indikasi sumbuh
horizontal pada matrik. Jika perusahaan tumbuh terlalu cepat, yang ditunjukkan oleh
nilai growth in sales lebih besar pada SGR, maka perusahaan akan menuju cash deficits,
posisi ini dicerminkan pada posisi sebelah kanan pada sumbuh-X. Di posisi lain, sales
and assets perusahaan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dari pada SGR, hal
4. 3
ini menunjukkan ada peningkatan cash surpluses, situasi ini diindikasikan oleh sebuah
nilai positif di bagian sebelah kiri sumbuh-X (Hawawini and Viallete, 2011:551).
Untuk mengamati kemajuan situasi value creation pada sebuah perusahaan dapat
dengan cara memetakan posisi perusahaan pada strategi keuangan matriks. Kemudian
dari kepastian tersebut, diharapkan pula dapat mendorong pertumbuhan dan kas
perusahaan yang telah di tata secara baik, serta dapat membuka opsi-opsi strategi
perusahaan dalam upaya mencari nilai maksimal untuk keuntungan stakeholders. Hasil
penelitian Abdullah (2003:142), dengan EVA akan mendapatkan hasil perhitungan
pertumbuhan nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. DeMello (2006:131),
EVA merupakan ukuran kinerja keuangan yang lebih mampu menangkap laba
ekonomis perusahaan yang sebenarnya dibandingkan metode-metode lain. Kegiatan
yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya
penciptaan nilai dari proyek tersebut dan dengan demikian sebaiknya di ambil.
Sumber: Hawawini and Viallete, 2011:551.
Gambar 2.1. Strategi keuangan matriks.
Setelah perusahaan-perusahaan dikelompokkan ke dalam masing-masing kuadran,
lalu akan di buat strategi keuangan agar nantinya perusahaan dapat menghasilkan
kinerja yang lebih baik dari pada keputusan akan yang diambil (Purnamasari et al,
2013:104). Matriks keuangan membagi perusahaan berdasarkan kinerja yang dicapai,
yang tercermin dalam rasio keuangan, kemudian di bagi menjadi 4 bagian kuadran
5. 4
dan akan memberikan usulan strategi keuangan sesuai dengan posisi kuadran
perusahaan masing-masing dalam proses membuat financial decicion (Hawawini and
Viallete, 2011:551). Adapun beberapa komponen variabel yang akan terlibat dalam
penelitian ialah:
a. Growth in sales
Growth in sales merupakan tingkat pertumbuhan yang ditentukan dengan melihat
kemampuan financial, tingkat pertumbuhan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
pertumbuhan dari kekuatan keuangan yang ada di perusahaan itu (internal growth
rate) dan pertumbuhan yang berkesinambungan dari kekuatan sumber pendanaan
ekternal (sustainable growth rate). Menurut Ross et al. (2012:109) dinyatakan bahwa
growth in sales merupakan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat di capai oleh
corporate tanpa membutuhkan external fund. Dapat diartikan sebagai pertumbuhan yang
hanya diperoleh dari retained earning.
Actual growth value (nilai pertumbuhan aktual) ini selalu lebih rendah bila
dibandingkan dengan nilai SGR, disebabkan nilai actual growth tidak memperkenankan
penambahan utang jangka panjang ataupun penerbitan surat utang. Secara matematis
tingkat pertumbuhan internal ini dapat di hitung dengan: Growth in sales= (net
sales after–net sales before) / net sales before.
b. Sustainable Growth Rate
Menurut Ross et al. (2012:110), sustainable growth rate ialah tingkat maximum
growth yang dapat di capai oleh corporate tanpa melakukan pembiayaan modal, tetapi
dengan membandingan (while maintaining constant) antara utang dengan modal
perusahaan (debt to equity ratio). Beberapa cara menghitung sustainable growth rate
(SGR) dapat perkalian Return on E q u i t y dengan retention, mengunakan rumus:
SGR = (ROE x b).
c. Return on Invested Capital
Mengetahui nilai Return on Invested Capital (ROIC) cukup penting bagi
perusahaan, karena profit yang besar belum dapat dijadikan ukuran yang tepat untuk
menyatakan efisiensi kinerja suatu perusahaan. ROIC merupakan rasio perbandingan
net profit after tax dengan total aktiva. Munawir (dalam Pinangkaan, 2012:2)
mengartikan ROIC merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk measure
kemampuan corporate terhadap overall fund yang diinvestasikan dalam aktiva, untuk
menghasilkan keuntungan. Dengan mengetahui rasio ini, maka akan dapat diketahui
pula tingkat efisiensi dari kinerja suatu perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya
untuk kegiatan operasional. Menurut Hawawini and Viallete (2011:535), cara
menghitung tingkat rasio laba bersih setelah bunga dan pajak (NOPAT) dengan Invested
Capital (IC), sehingga dapat mengunakan rumus: ROIC = (NOPAT : IC)
e. Weighted Average Cost of Capital
Weight Average Cost of Capital (WACC) ialah total setiap komponen modal short-
term debt dan long-term debt atau (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of
equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya, yang berada dalam struktur
modal perusahaan. Martono dan Harjito (dalam Ratnawati et al., 2008:4) menyatakan
bahwa untuk sumber dana jangka panjang meliputi obligasi, saham preferen dan saham
6. 5
biasa. Tunggal (dalam Panjaitan, 2005:33) menyebutkan bahwa WACC terdiri dari
beberapa komponen, yaitu biaya utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of
preferred stock), dan biaya ekuitas biasa (cost of common equity).
Menurut Devie (2003:9) pembiayaan dengan utang memberikan benefit, karena
bunga dapat mengurangi penghasilan kena pajak, oleh karena itu dalam menghitung
cost of debt selalu dikalikan dengan penghematan pajak. Menurut Hawawini and
Viallete (2011:535) WACC dapat dirumuskan: (After-tax cost of debt × Percentage of
debt capital(D)) + (Cost of equity × Percentage of equity capital(E)). Sedangkan
Nugraha (2012:6) mengunakan rumus: WACC= ( D x rd (1-tax) + (E x re) ).
f. Economic Value Added
Brigham dan Houston (2006:68) berpendapat bahwa EVA merupakan suatu
estimate dari economic profit yang sebenarnya dari bisnis di tahun tersebut yang
berbeda dari pada laba akuntansi. EVA mencerminkan laba residu yang tersisa setelah
biaya dari seluruh modal, termasuk modal ekuitas juga telah dikurangkan. Sedangkan
laba akuntansi ditentukan tanpa mengenakan beban untuk sebuah modal ekuitas.
Konsep EVA dilandasi oleh pemikiran bahwa corporate akan benar-benar
menguntungkan dan dapat menciptakan nilai bila profit lebih tinggi dari pada biaya
modal yang dipakai untuk kegiatan operasi. Penciptaan nilai (value creation)
merupakan kemakmuran yang diciptakan untuk pemegang saham melalui kenaikan
harga saham dan dividen yang dibayarkan.
Berdasarkan Hawawini and Viallete (2011:545), penghitungan nilai EVA dapat
mengunakan rumus: EVA = (ROIC – WACC) × Invested capital atau ((NOPAT / IC) –
WACC) x IC. Sedangkan dalam Hawawini and Viallete (2010:536), nilai akhir yang
akan digunakan pada kuadran mariks adalah rumus spread EVA dengan rumus: spread
EVA = (ROIC – WACC).
Jika EVA > nol, artinya telah terjadi penambahan nilai ekonomis ke dalam
perusahaan dari bisnis itu. Namun jika EVA = nol, artinya secara ekonomis kondisi
keuangan perusahaan mengalami impas, disebabkan semua profit digunakan untuk
membayar kewajiban kepada penyandang dana, baik kreditur maupun pemegang saham.
Jika EVA < nol, artinya tidak ada nilai tambah ke dalam perusahaan tersebut,
disebabkan profit yang tersedia perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi keinginan para
pemegang saham (shareholders).
2.1.2. Memahami Kondisi Kemampuan Keuangan Perusahaan Sebelum
Kebijakan Keputusan Investasi
Keputusan investasi dapat diartikan sebagai kepemilikan long-term resources yang
akan bermanfaat pada beberapa periode akuntansi yang akan datang, sehingga
pemilikan atau komitmen tersebut harus didasarkan pada tujuan perusahaan serta
akibat-akibat ekonomisnya terhadap long-term profit. Yang menjadi tujuan utama dari
keputusan-keputusan keuangan ini ialah untuk memaksimalkan kemakmuran pemilik
corporate (Suan dan Pudyastuti, 2006:65).
7. 6
Menurut Pudyastuti et al. (2005:11), peningkatan secara sustainable di sektor usaha
energi alternatif di lihat dari siklus sumber dayanya, selain itu mempertimbangkan
kondisi keuangan dan rasio dari sisi biaya cost of capital investment, operational cost,
maintennce cost, dan recycle and waste cost. Hal lain juga dipertimbangkan seperti
besar modal investasi, sebagai beban dalam fiskal aset, dan persyaratan investasi
lainnya (insentif pendanaan, pajak, atau pendapatan negara lainnya).
Guven dan Kaynarca (1998:7) menyebutkan bahwa decision investment dengan
tujuan eksploitasi geothermal, yang memakai skema insentif investasi dan pembebasan
pajak tanpa mempertimbangkan corporate financial structure, mungkin tidak optimal
atau bahkan tidak layak dari perspektif keuangan.
Sadan dan Ram (2005:13) berpendapat bahwa pada dasarnya pembiayaan proyek
geothermal tidak berbeda dari pembiayaan proyek-proyek energi lainnya. Meskipun
demikian, industri ini memiliki pasar khusus energi terbarukan. Oleh karena itu perlu
memahami kondisi keuangan perusahaan sebelum membuat kebijakan keputusan
investasi. Analisa strategi keuangan matriks yang di deskripkan pada posisi tingkat
value creation pada kuadran matriks diharapkan dapat menjadi input pertimbangan
dalam proses keputusan investasi.
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian dari jurnal internasional maupun jurnal nasional selaras
dengan penelitian yang dibuat oleh penulis. Penelitian de Wet (2006), yang di tulis pada
jurnal financial strategic management, mengangkat pemikiran dari Hawaini and
Viallete tentang strategi keuangan matriks, yang juga direferensikan Finance for
Executive 4th edition, 2011.
Penelitian Purnamasari et al. (2012), strategi keuangan matriks pada PT Myoh
Technology untuk mengetahui keuangan di masa mendatang. Penelitian Joni dan
Hendrawan (2013), membahas kinerja keuangan perusahaan go-public di kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam untuk menentukan strategi keuangan
matriks pada PT Sat Nusapersada dan PT Citra Tubindo. Penelitian lain yang cukup
tepat untuk menjadi referensi dalam penelitian ini, yaitu penelitian dari Yuniawati
(2012), yang melakukan analisis strategi keuangan matriks Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Serta penelitian Yunus (2013), tentang strategi keuangan matriks & optimalisasi
struktur modal untuk pertumbuhan perusahaan berkelanjutan pada PT Adhimix Precast
Indonesia.
2.3. Kerangka Analisis
Penelitian ini terkait financial ratio yang bersumber dari corporate financial report
seperti yang digunakan oleh beberapa penelitian sebelumnya, Setelah diketahui adanya
research gap serta dibuatkan research question. ada perbedaan di banding dengan
sebelumnya, diantaranya populasi dari perusahaan geothermal di kawasan ASEAN yang
saat ini belum banyak yang meneliti, kriteria sampel yang lebih spesifik, dan mengetahui
nilai rata-rata pertumbuhan industri.
8. 7
Langkah selanjutnya di buat rumusan masalah yakni bagaimana cara menganalisa
tingkat value creation dan kondisi financial position, dan menentukan posisi tingkat
rata-rata pertumbuhan keuangan perusahaan dalam 4 pola kuadran matriks, serta strategi
keuangan yang dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan setelah mengetahui
kondisi value creation pada kuadran matriksnya.
Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang di analisa, karena faktor tersebut
juga dapat mempengaruhi pengambilan financing and investment decision. Dengan
memakai model keuangan matriks, akan di analisa tingkat corporate growth yang
nantinya terwujud dalam growth in sales, dan SGR. Sedangkan variabel yang akan
dianalisis ialah Return on Invested Capital (ROIC), Weight Average Cost of Capital
(WACC), Economic Value Added (spread EVA).
Return on Invested Capital (ROIC) akan dijadikan sebagai proksi dari financing
and investment decision, karena mempunyai korelasi positif. Semakin tinggi rasio ROIC
pada suatu corporate, maka diharapkan nilai corporate performance kecenderungannya
dapat meningkat, sehingga akan menambah keyakinan terhadap financing and
investment decision yang akan ditetapkan. Sebaliknya bilamana ROIC rendah, maka
nilai corporate performance kecenderungannya akan menurun sehingga akan
mengecilkan tingkat kepercayaan untuk financing and investment decision pada proyek
di corporate tersebut. Pada nilai Weighted Average Cost of Capital (WACC),
manajemen keuangan melalui financing decision akan memilih fund resources yang
memberikan dampak biaya penggunaan dana terkecil. Biaya penggunaan dana (WACC)
harus dapat dipenuhi oleh tingkat pengembalian dari investment value. Dalam membuat
model keuangan matrik, corporate perlu mengetahui nilai Economic Value Added
(EVA). Apabila nilai EVA suatu corporate menaik, menginisialkan bahwa kondisi
corporate performance tersebut dalam keadaan semakin bagus, dan dalam posisi
financial sehat. Begitu pula sebaliknya bila nilai EVA suatu corporate cenderung
merendah, maka dapat di prediksi bahwa corporate performance tersebut dalam
keadaan kurang sehat, dan dalam kondisi mengalami financial risk.
Hasil dari analisis variabel tersebut akan dikelompokkan dan diposisikan
berdasarkan growth performance yang telah menjadi 4 bagian atau kuadran, yaitu:
a) Kuadran IV; korporasi dalam situasi cash deficit dan EVA negatif. b) Kuadran III;
korporasi dalam situasi cash surplus dan EVA negatif. c) Kuadran II; korporasi dalam
situasi cash surplus dan EVA positif. d) Kuadran I; korporasi dalam situasi cash deficit
dan EVA positif. Setelah korporasi dikelompokkan ke dalam masing-masing kuadran,
selanjutnya akan dikembangkan strategi agar corporate dapat menghasilkan
performance yang lebih layak. Adapun strategi yang direkomendasikan dari masing-
masing kuadran mengacuh pada konsep yang diciptakan oleh Hawawini and Viallete
(2011:551).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Desain penelitian ini mengunakan metode desktiptif kualitatif, dengan
menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu dengan cara mempelajari suatu masalah
dalam kondisi tertentu, pengambilan data yang memiliki kriteria, serta dengan
9. 8
menyertakan sumber informasinya. Dasar teori dalam pendekatan kualitatif adalah
peneliti berusaha memahami suatu kondisi dan kaitannya dengan menganalisa dokumen
tertentu. Objek penelitian adalah tingkat pertumbuhan perusahaan berdasarkan analisis
value creation dari spread EVA ke dalam strategi keuangan matriks. Sedangkan subjek
penelitian ini adalah perusahaan geothermal yang memiliki konsesi eksploitasi
geothermal di kawasan ASEAN khususnya Indonesia dan Filipina. Pendekatan model
meliputi analisis variabel-variabel yang akan digunakan dalam financial ratio yaitu
variabel Growth in sales, Sustainable Growth Rate (SGR), Return on Invested Capital
(ROIC), Weight Average Cost of Capital (WACC), dan Economic Value Added (EVA).
3.2. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis
3.2.1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data utama berupa data sekunder. yaitu data financial report yang
telah di audit oleh akuntan publik sejak tahun 2010-2014 sebagai bahan analisis. Untuk
menambah wawasan dan informasi tambahan maka peneliti juga mengikuti diskusi
fokus terkait masalah yang sedang di teliti.
3.2.2. Analisis
Analisis data merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dari kelompok dalam acara diklat,
catatatan lapangan, dan dokumen laporan keuangan dengan cara mengorganisasikan
data, menentukan variabel yang akan di analisis, menyusun data tersebut ke dalam
suatu model (display), dilanjutkan memilih prioritas yang penting (reduction), dan
membuat kesimpulan (verification). Hal ini dilakukan agar data yang telah dikumpulkan
dapat mudah untuk di pahami dan tetap fokus sesuai dengan masalah yang akan di teliti.
3.2.2.1. Analisis rasio Growth in sales
Growth in sales atau actual growth value (nilai pertumbuhan aktual),
merupakan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat di capai oleh suatu perusahaan
tanpa membutuhkan sumber dana dari luar, tidak bersumber pula dari
penambahan utang jangka panjang ataupun penerbitan surat utang. Dalam growth in
sales hanya bisa di dapat dari pada keuntungan laba yang di tahan.
3.2.2.2. Analisis rasio SGR
Sustainable growth rate (SG R) merupakan tingkat pertumbuhan
maksimal yang dapat diciptakan oleh perusahaan tanpa melakukan pembiayaan
modal, tetapi dengan membandingan antara utang dengan modal perusahaan.
3.2.2.3. Analisis rasio ROIC
Return on invested capital (ROIC) merupakan rasio perbandingan antara net profit
after tax dengan total aktiva yang di miliki oleh perusahaan. Munawir (dalam
10. 9
Pinangkaan, 2012:2) mengartikan ROIC adalah bagian bentuk rasio profitabilitas yang
berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan terhadap keseluruhan dana yang
diinvestasikan dalam aktiva, dalam upaya untuk menghasilkan profit dan efisiensi
kinerja perusahaan.
3.2.2.4. Analisis rasio WACC
Weight Average Cost of Capital (WACC) merupakan total setiap komponen modal
utang jangka pendek dan utang jangka panjang atau cost of debt serta setoran modal
saham (cost of equity) sesuai dengan proporsinya di dalam capital structure. Kebijakan
keputusan manajemen keuangan di suatu perusahaan dalam rangka menentukan melalui
keputusan pembiayaannya akan memilih sumber dana yang memberikan dampak beban
biaya penggunaan dana WACC yang paling kecil. WACC berasal dari unsur kreditur
(bondholder) dan pemegang saham (shareholders).
3.2.2.5. Analisis rasio spread EVA
Economic Value Added (EVA) digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan,
yang mampu menutupi biaya penggunaan dana yang digunakan dalam kegiatan
investasi. Apabila nilai EVA suatu perusahaan meningkat, maka kinerja perusahaan
diindikasikan membaik. Dalam penelitian ini, nilai akhir yang akan dimasukkan ke
dalam kuadran matriks adalah nilai dari pada spread EVA.
Memahami tingkat rasio EVA juga dapat mendorong manajemen perusahaan untuk
berfokus pada proses penambahan nilai (value creation) dan mengeliminasi aktivitas
atau proses yang tidak menambah nilai. Jika EVA > nol, artinya telah terjadi value
creation pada suatu bisnis yang dikerjakan oleh suatu perusahaan tersebut. Namun jika
EVA = nol, artinya kondisi keuangan perusahaan mengalami break event point,
disebabkan semua keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membayar kewajiban
kepada investor, baik kreditur maupun shareholders. Jika EVA < nol, artinya tidak ada
value creation pada suatu bisnis yang dikerjakan oleh suatu perusahaan tersebut,
disebabkan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi
keinginan para shareholders.
3.2.2.6. Tahapan analisa
Tahapan analisis yang akan dilakukan secara berurutan yaitu mengetahui nilai
tingkat growth in sales (pertumbuhan aktual). Lalu menentukan tingkat sustainable
growth rate (pertumbuhan seharusnya), kemudian membandingkan growth in sales dengan
tingkat pertumbuhan sustainable growth rate. Bila pertumbuhan aktual melebihi
pertumbuhan SGR maka diindikasikan mengalami financing problem yaitu cash deficit, karena
dana yang disediakan hanya mampu mendukung pertumbuhan SGR. Sebaliknya, apabila
pertumbuhan SGR melebihi pertumbuhan aktual maka perusahaan akan mengalami problem
pembiayaan yaitu cash surplus.
11. 10
Setelah mengetahui hasil growth in sales dan SGR, maka selanjutnya dilakukan
perhitungan Return of Interest Capital (ROIC). Kemudian bila sudah ditehaui nilai
ROIC maka akan dikalkulasikan variabel WACC. Selanjutnya akan di analisa untuk
nilai EVA. Selanjutnya mengetahui besarnya nilai value creation dalam kondisi
pertumbuhan Economic Value Added (EVA) untuk mengukur sampai sejauh mana laba
operasi mampu menutup biaya penggunaan dana yang digunakan dalam berinvestasi.
Setelah itu barulah menentukan posisi perusahaan dalam grafik 4 kuadran, sekaligus
membuat strategi keuangan untuk memperbaiki posisi atau mengembangkan value
creation perusahaan tersebut.
3.3. Data, Populasi dan Sampel
3.3.1. Data
Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpukan data perusahaan
pemegang konsesi geothermal yang ada di kawasan ASEAN, dan penyajian data
laporan keuangan dalam kurun rentang waktu yang berbeda, yaitu tahun 2010-2014
pada perusahaan yang menjadi subjek penelitian yang sudah di audit oleh akuntan
publik. Upaya untuk meningkatkan kredibilitas lainnya yaitu dengan cara meningkatkan
ketekunan dan wawasan, hal ini dilakukan dengan cara membaca berbagai sumber
referensi terkait permasalahan yang diteliti seperti penelitian terdahulu dan jurnal.
3.3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel diambil secara purposive sampling dan dibuatkan kriterianya.
Penjelasan hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Populasi
Jumlah perusahaan geothermal di Indonesia ada sekitar 34 perusahaan di tambah 7
perusahaan geothermal di Filipina, untuk diangkat menjadi bahan penelitian, total
populasi 41 perusahaan. Dalam melaksanakan penelitian ini, yang menjadi objek
penelitian ialah jenis data financial report 2010-2014. Untuk lebih akurat dan sesuai
dengan kondisi di lapangan maka dilakukan kajian lanjut mengenai ketentuan beberapa
kriteria agar nantinya dapat dijadikan sampel dari populasi yang ada.
b) Sampel
Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, sampel ini akan digunakan
apabila memenuhi kriteria. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data financial
report, dengan kriteria sebagai berikut:
1) Perusahaan yang mempunyai data laporan tahunan keuangan dari tahun 2010-2014
yang telah di audit oleh akuntan publik dan dipublikasikan secara online.
2) Perusahaan yang ikut berinvestasi ataupun joint venture terkait proyek eksploitasi
dan produksi geothermal yang sudah memiliki Wilayah Konsesi Pengusahaan
(WKP) Geothermal dari tahun 2010-2014 yang ada di kawasan ASEAN secara
clear and clearance, yaitu di Indonesia dan Filipina.
3) Perusahaan yang memiliki aset yang bila di konversi ke nilai rupiah, maka nilai
asetnya > 5 triliun rupiah pada laporan keuangan tahun paling akhir.
12. 11
Tabel 3.1
Daftar komponen formulasi untuk pengukuran variabel.
No. Komponen (%) Formulasi
1. Growth in sales G in sales = (net sales after–net
sales before) / net sales before
2. Sustainable Growth Rate SGR = b x ROE
3. Return on Invested Capital ROIC = NOPAT / Total Asset
4. Weight Average Cost of Capital WACC = (D x rd (1-tax) + (E x re)
5. Spread Economic Value Added Spread EVA = ROIC - WAC
Sumber: Data dikelolah oleh peneliti.
Sumber: diilustrasikan oleh peneliti.
Gambar 3.1 Alur kegiatan penelitian.
Analisa rasio G in sales, SGR,
ROIC, WACC, dan EVA.
Kemudian menempatkannya
posisinya dalam matriks serta
menyesuaikan usulan strategi
keuangan.
Pengecekan data dan
kesesuaian dengan kriteria
untuk sampel penelitian.
Laporan
penelitian.
Informasi daftar perusahaan
geothermal di ASEAN yang
telah memiliki izin konsesi
eksploitasi.
Laporan keuangan yang
telah di audit akuntan publik
dari tahun 2010-2014. dari
perusahaan geothermal di
ASEAN yang telah
memiliki izin konsesi
eksploitasi.
Survey, wawancara,
mengkaji informasi tentang
bisnis geothermal.
13. 12
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi unit analisis
Deskripsi data serta penjelasan dari variabel-variabel diharapkan dapat memberikan
gambaran awal tentang masalah yang di teliti. Beberapa variabel yang siap di analisa
dari laporan keuangan adalah besarnya pertumbuhan nilai Growth in sales (G in sales),
Sustainable Growth Rate (SGR), Return on Invested Capital (ROIC), Weighted Average
Cost of Capital (WACC), dan Economic Value Added (EVA). Setelah nilai masing-
masing variabel sudah diketahui maka akan diformulasikan ke 2 tabulasi yang berbeda
yaitu tabulasi dari nilai pertumbuhan growth in sales dan SGR corporate dan tabulasi
dari nilai ROIC, WACC, dan EVA corporate.
Kemudian dilakukan pembuatan pola strategi keuangan matriks, melalui tahapan:
1. Membandingkan growth in sales dengan SGR.
2. Mengetahui tingkat value creation atau value destruction.
3. Mengelompokan corporate berlandaskan analisis financial ratio ke dalam pola
4 kuadran.
4. Merekomendasikan kebijakan financial strategy sesuai dengan kuadran pada
posisi corporate, yang telah dikelompok dalam suatu peta konteks keputusan
investasi dan keputusan pembiayaan (Hawawini and Viallet 2011:550).
4.2. Hasil penelitian dan pembahasan
Untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dengan menganalisa tingkat value
creation dan kondisi financial position dilakukan dengan cara menganalisis kinerja
keuangan yakni tingkat pertumbuhan rata-rata Growth in sales, SGR, spread EVA.
Hasil analisis tingkat value creation dan financial position yang ingin kita ketahui telah
dapat di lihat pada Tabel 4.1. Selanjutnya dilakukan mapping setelah mengetahui nilai
spread EVA dan cash surplus ataupun cash defisit, kemudian ditempatkan dalam 4
bagian kuadran sesuai dengan ketentuan strategi keuangan matriks. Hasil penempatan
posisi grafik kuadran dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4.2.1. Mengetahui kondisi keuangan perusahaan
Untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dengan menganalisa kondisi
presntase tingkat value creation dan financial position, pada Tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1
Tingkat value creation dan financial position setiap perusahaan tahun 2010-2014.
No. Company G in
sales
SGR Cash
condition
ROIC
%
WACC
%
spread
EVA
Quadrant
position
1. PT Pertamina -0,26 0,88 -0,26 0,80 1,16 -0,35 III
2. PT PLN 2,39 0,40 -1,99 0,93 0,91 0,02 I
14. 13
3. PT Indonesia
Power
26,43 0,82 -25,61 1,06 1,33 -0,27 IV
4 PT Sarana Multi
Infrastruktur
3,38 0,8 -3,31 -6,94 1,13 -8,07 IV
5. PT Rekayasa
Industri
287,87 0,46 -287,40 -23,23 1,67 -24,90 IV
6. PT Wijaya Karya 10,37 0,26 -10,11 0,46 1,40 -0,94 IV
7. PT Medco Energi
Internasional
3,44 2,07 -1,36 0,81 6,06 -5,25 IV
8. PT Saratoga
Investama Sedaya
-5,40 0,68 6,09 -0,40 1,15 -1,55 III
9. PT Bakrie Brother 4,91 -12,17 -17,08 1,24 7,79 -6,54 IV
10. Chevron
Corporation;
6,15 1,06 -5,09 1,32 0,68 0,64 I
11. Aboitiz Power
Corporation;
14,60 0,77 -13,83 3,01 1,16 1,85 I
12. Ayala Corporation; 32,95 2,14 -30,81 3,21 0,88 2,33 I
13. Energy
Development Corp.
1,65 0,34 -1,31 1,23 1,02 0,21 I
14. First Gen
Corporation;
5,23 0,34 -4,89 1,51 0,80 0,70 I
15. San Miguel
Corporation;
-0,76 0,51 1,26 0,16 0,82 -0,66 III
16. Philipines National
Oil Company;
0,49 0,17 -0,32 0,42 1,06 -0,64 IV
Sumber: Diolah oleh peneliti.
4.2.2. Memetakan (mapping) dan menentukan posisi tingkat rata-rata
pertumbuhan keuangan perusahaan
Untuk memetahkan (mapping) dan menentukan posisi tingkat rata-rata
pertumbuhan keuangan perusahaan dalam 4 pola kuadran matriks, yang sepenuhnya
disesuaikan dengan konsep yang diciptakan oleh Hawawini and Viallete (2011).
Hawawini and Viallete (1998:507) mengemukakan bahwa strategi keuangan matriks
dapat bermanfaat juga untuk mengetahui kondisi keuangan dan value creation yang di
lihat dari nilai tambah ekonomi terkait penciptaan nilai pada suatu kelompok
perusahaan. Visaltanachoti et al. (2008:132), menyatakan bahwa dalam lingkup
pengukuran kinerja keuangan perusahaan, metode penciptaan nilai tambah ekonomi
(spread EVA) memberikan informasi mengenai apakah suatu perusahaan menciptakan
nilai ekonomi dan apakah modal pemegang sahamnya telah meningkat. Penilaian dapat
di lihat dari kondisi value creation nilai EVA (EVA > 0 ataupun EVA < 0), juga
memasukan nilai kondisi keuangan (cash surplus ataupun cash deficit) pada setiap
perusahaan.
Untuk memetahkan (mapping) dan menentukan posisi tingkat rata-rata
pertumbuhan keuangan perusahaan dalam 4 pola kuadran matriks, dapat diketahui pada
gambar 4.1 sebagai berikut:
15. 14
Return Spread
ROIC minus WACC
Sumber: Diolah oleh peneliti.
Gambar 4.1. Peta posisi tingkat rata-rata pertumbuhan perusahaan pada kuadran
matriks.
4.2.3. Strategi keuangan
Pada grafik kuadran di Gambar 4.1, terlihat tidak ada corporate yang berada di
kuadran II (hanya berada di kuadran I, III, dan IV). Perusahaan yang berada di posisi
kuadran I diartikan bahwa kelompok corporate tersebut sudah membuat value creation
tetapi pertumbuhan nilai growth in sales perusahaan terlalu cepat sehingga menuju pada
kondisi potensi cash deficits. Growth mengalami kekurangan dana akibat aktual (growth
in sales) melebihi pertumbuhan yang seharusnya (SGR). Dengan kondisi financial
seperti itu, corporate direkomendasikan untuk membuat keputusan dan melaksanakan
strategi keuangan diantaranya:
1) Menahan dividen (cut dividend) dan membuat kebijakan retained earning.
2) Menggalang dana melalui shares (penerbitan saham atau surat utang).
Value creation
EVA > 0
Cash deficit
G in sales >
SGR
Cash surplus
G in sales < SGR
Value destruction
EVA > 0
PT Indonesia Power, PT Sarana
Multi Infrastruktur, PT Rekayasa
Industri, PT Wijaya Karya,
PT Bakrie Brothers, PT Medco
Energi Internasional, Philipines
National Oil Company.
Kuadran IV
Kuadran III
PT Pertamina, PT Saratoga Investama
Sedaya, San Miguel Corporation.
Kuadran II Kuadran I
PT PLN, Chevron Corporation,
Aboitiz Power Corporation,Ayala
Corporation,Energy Development
Corporation,First Gen Corporation.
16. 15
3) Meredam laju pertumbuhan aktual sampai stabil dengan pertumbuhan SGR, dengan
cara mereduksi profit marjin dan juga perputaran aktiva bersih.
Perusahaan-perusahaan yang berada pada kuadran I ini adalah PT PLN (Persero),
Chevron Corporation, Aboitiz Power Corporation, Ayala Corporation, Energy
Development Corporation, dan First Gen Corporation.
Bagi perusahaan di posisi kuadran III, disebabkan corporate mengalami
pertumbuhan aktual lebih kecil dari pada pertumbuhan seharusnya (nilai growth in sales
lebih kecil dari pada nilai SGR), sehingga mengalami value destruction (EVA lebih
kecil dari nol). Pada kuadran III ini dapat dikatakan bahwa perusahaan masih dalam
kondisi aset dana cash surplus walau nilai EVA negatif.
Dengan kondisi financial seperti ini, corporate direkomendasikan untuk melakukan
pilihan strategi keuangan dari beberapa hal, diantaranya:
1) Menggunakan kelebihan dananya untuk kegiatan memperbesar profit atau investasi
dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan aktiva bersih dan
meningkatkan profit marjin baik melalui penambahan kapasitas produksi, menambah
transaksi kontrak jual energi maupun melalui program sarana efisiensi pengendalian
pengeluaran biaya-biaya operasional.
2) Mengevaluasi struktur permodalan atau review keputusan pembiayaan corporate
dengan mengkombinasikan rasio debt dan equity sampai pada tingkat yang menciptakan
biaya penggunaan dana terkecil atau menjaga debt to equity ratio yang lebih kecil dari
pada beban WACC.
3) Alternatif kebijakan lain ialah corporate harus mengandalkan dana grant atau venture
dari lembaga internasional dan bantuan pemerintah, ataupun sepenuhnya mengharap
mitra investor untuk kegiatan pembiayaan dan investasi proyek baru.
4) Bila pilihan strategi di atas tidak berhasil dilaksanakan maka corporate dalam kondisi
yang buruk, dapat di buat pilihan untuk menjual bisnis tersebut.
Perusahaan yang berada dalan kuadran III yaitu PT Pertamina, PT Saratoga
Investama Sedaya Tbk, dan San Miguel Corporation.
Sedangkan pada kondisi kuadran lainnya, yaitu kelompok corporate yang sebagian
besar pertumbuhan corporate berada dalam kuadran IV, yaitu matriks kuadran yang
mengilustrasikan kondisi pertumbuhan nilai aktual corporate lebih besar dari pada
pertumbuhan seharusnya (nilai growth in sales lebih besar dari pada nilai SGR), namun
sayangnya juga menghasilkan destruction (EVA lebih kecil dari nol). Pada kuadran IV
ini mengindikasikan corporate dalam keadaan aset dana cash defisit dan EVA negatif.
Kuadran IV mengartikan bahwa corporate selain tidak menciptakan nilai tambah
(destroys value), juga mengarah pada cash deficits karena corporate growth secara
aktual lebih besar dari growth yang seharusnya (SGR). Kuadran IV ini merupakan
kuadran yang dalam situasi terburuk, dan memerlukan perhatian dan tindakan
manajemen sesegera mungkin (fast action by management). Corporate
direkomendasikan segera merestrukturisasi corporate secara drastis mungkin
diperlukan, beberapa aset bisnis corporate dapat dijual agar segera meningkatkan
cadangan dana (cash), selanjutnya mengurangi aktifitas operasi-operasi lain untuk
merubahnya menjadi aktifitas-aktifitas value creating agar bertahan pada bisnisnya.
17. 16
Dalam posisi yang kurang menguntungkan, direkomendasi pula kebijakan untuk
memperbaiki financaial ratio condition pada corporate yaitu dengan cara corporate harus
bisa menunda beberapa kegiatan proyek pembiayaan dan investasi proyek baru.
Sedangkan proyek yang telah ada dapat ditawarkan kembali untuk menarik modal dana
lain, joint venture dengan investor atau pemodal besar baru yang bergerak di bidang yang
sama, serta mengajukan dan memanfaatkan sumber-sumber dana lain dari pihak eksternal
seperti lembaga Climate Investment Fund.
Kelompok perusahaan yang berada pada kondisi kuadran IV adalah PT Pertamina
(Persero), PT Indonesia Power (Persero), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT
Rekayasa Industri (Persero), PT Wijaya Karya (Persero), PT Bakrie Brothers Tbk, PT
Medco Power Energi Internasional Tbk, dan Philipines National Oil Company.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Dengan strategi keuangan matriks (model Hawawini-Viallete), maka dapat
mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan tingkat value creation.
2. Dengan strategi keuangan matriks (model Hawawini-Viallete), maka dapat
ditentukan posisi perusahaan dari kondisi pertumbuhan perusahaan dan tingkat
value creation di dalam 4 bagian kuadran matriks.
3. Dengan strategi keuangan matriks (model Hawawini-Viallete), maka dapat
diketahui strategi keuangan yang dapat dilakukan oleh perusahaan, setelah
mengetahui kondisi value creation pada kuadran matriksnya.Dari hasil penelitian
dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
4. Pada kondisi keuangan tahun penelitian, hampir semua perusahaan di bidang energi
geothermal yang berada di kawasan ASEAN sedang dalam kondisi cash deficit.
Sehingga perusahaan-perusahaan tersebut perlu melakukan upaya efisiensi untuk
peningkatan dana dari sumber internal maupun eksternal dan retained earning.
5. Pada peta posisi tingkat rata-rata pertumbuhan keuangan perusahaan telah dapat
diketahui bahwa perusahaan yang memiliki pertumbuhan relatif pada tingkat
SGR dapat secara signifikan berdampak mempengaruhi cash position. Pertumbuhan
tingkat Sales growth yang lebih cepat dari pada SGR pada umumnya dapat
menyebabkan Cash deficit. Sedangkan tingkat Sales growth yang lambat dari
SGR dapat menyebabkan mengembangnya Cash surpluses.
6. Tidak ada perusahaan yang berada pada kuadran II.
7. Dengan menggunakan strategi keuangan matriks, dapat direkomendasikan strategi
keuangan bagi masing-masing perusahaan, dengan tetap memperhatikan efektivitas
posisi keuangan perusahaan untuk selalu dapat berada pada kuadran II dan I.
5.2 Implikasi
Beberapa implikasi yang mungkin untuk dilakukan antara lain:
1. Diharapkan perusahaan mengunakan strategi keuangan matriks ini, dengan begitu
18. 17
diharapkan perusahaan dapat pula mengembangkan strategi yang berdampak baik
pada efektivitas strategi keuangan.
2. Secara berkesinambungan dalam kondisi apapun, hendaknya setiap perusahaan
selalu menjaga posisi keuangannya agar tetap memasuki kuadran II dan
kuadran I dalam strategi keuangan matriks ini.
3. Dari segi perspektif financial management, tantangan terbesar pada perusahaan
adalah mengalokasikan scare financial resources secara optimal. Konsekuensinya,
perusahaan atau unit-unit bisnis yang mengalami destroy value akan dilikuidasi, di
jual atau dieliminasi bila tidak memiliki kemampuan menghasilkan perputaran dana
profit secara lebih cepat. Perusahaan-perusahaan yang mampu menghasilkan value
creation seharusnya strive untuk tetap menjaga dan meningkatkannya, kemudian
berupaya mengetahui drivers of value secara lebih nyata.
4. Penerapan strategi keuangan matriks dapat selalu digunakan sebagai salah satu tools
untuk memudahkan mengetahui dan mengkontrol situasi efektifitas pertumbuhan
value creation dan kondisi keuangan perusahaan.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan tetap
mempertimbangkan pula kondisi keterbatasan yang ada, maka penelitian ini masih perlu
dilakukan penyempurnaan. Sebagai saran dari peneliti yaitu:
1. Bagi pihak perusahaan ataupun investor, sebaiknya lebih melihat value creation
dan kondisi keuangan yang lebih fokus pada pertumbuhan berkelanjutan
(sustainable growth) dengan keseimbangan antara pertumbuhan aktual dan
pertumbuhan yang seharusnya (balance of internal and external growth).
2. Bagi perusahaan yang sedang mengalami cash deficit, dapat mencoba untuk
menggalang dana sumber internal dan eksternal perusahaan.
3. Bagi pihak perusahaan, hendaknya dapat lebih segera menyediakan laporan
keuangan yang di publish secara online untuk public, hal ini dibutuhkan untuk
kebutuhan bagi researcher secara rutin setiap tahunnya.
4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya lebih memperbanyak data sampel dengan
cakupan global, yang dianalisa dan memperpanjang periode waktu, sehingga
diharapkan dapat memberikan hasil analisis yang lebih akurat.
5. Selain itu juga bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mencoba menambah
variabel kebijakan makro ekonomi, sehingga memberikan kontribusi lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, P., & Nizamuddin, M. (2012). Performance measures of shareholders wealth: an
application of Economic Value Added (EVA). International journal of applied
financial management perspectives, Pezzottaite Journals 1, 160-166.
Ampri, Irfa. (2012). Pendanaan Perubahan Iklim Indonesia, (Jakarta: Pusat Kajian
Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan, Republik Indonesia).
19. 18
Anshari, Baddarruzaman. (2004). Analisis hubungan struktur modal dengan Economic
Value Added (EVA) guna menilai kinerja perbankan (Studi Kasus Saham Lima
Bank Terbesar Berdasarkan Aset dan Modal di BEJ tahun 2003–2004), Jurnal
Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 5, 1.
Astra, Doddy. (2010), Integrated geothermal exploration and explotation activities. PII
Course. Chevron Geothermal Salak Ltd, Geothermal course 101, 1-87.
Bodie, K.M. (2011). Investment and Portfolio Management, (New York: MacGraw
Hill).
Ciptomulyono, Udibowo. (2010). Geothermal energi to electrification project:
Exploring the potentials and invesment challenges in Indonesia, PT PLN
Geothermal. PII Course, 1-77.
Darma, Surya. (2010). Perencanaan dan pengembangan site operation kegiatan
pengusahaan panas bumi di Indonesia, Asosiasi Panas Bumi Indonsia. PII Course,
1-67.
De Wet, J.H.V.H, & Hall,J.H. (2004). The relationship between EVA, MVA and
leverage. Meditari Accountancy Research, 12, 39-59.
Devie. (2003). Strategi keuangan matriks: Alat bantu keputusan investasi dan
pembiayaan. Jurnal akuntansi dan keuangan Universitas Kristen Petra, 5, 58-74.
Dewi, A.S.M. & Wirajaya, A. (2013). Pengaruh struktur modal, profitabilitas dan
ukuran perusahaan pada nilai perusahaan. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,
4.2, 358-372.
Geothermex. (2010). An assessment of geothermal resource risks in Indonesia,
Richmond: The World Bank.
Hall, J.H. (2013). Toward improved use of value creation measures in financial
decision-making. The Journal of Applied Business Research, 29,1175-1178.
Ibrahim, Riki. (2011). Pembuatan anggaran dan penyampaian laporan kegiatan proyek
geothermal. PII course, 1-70.
Ibrahim, R., Rumata, U.S., dan Jarman. (2014). Indonesia geothermal development for
power project, Indonesian Electrical Power Society, 1-32.
Joni, & Hendawan, Bambang. (2005). Kinerja keuangan perusahaan go-publik di
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Jurnal Manajemen
Bisnis, Politeknik Negeri Batam, 1, 1-5.
Mahagyo, Purwantoko, (2010), Prospek pengembangan geothermal di Indonesia dan
Keunggulannya sebagai energi alternatif, Jakarta: Chevron Salak Geothermal
Ltd.
Meythi. (2013). Rasio Keuangan Terbaik Untuk Memprediksi Nilai Perusahaan, Jurnal
Keuangan dan Perbankan Universitas Kristen Maranatha, 17, 200–210.
20. 19
Moghaddam, A.G., & Shoghi, H. (2012). A study of refined Economic Value Added
explanatory power associated with MVA & EPS in Tehran stock exchange,
Institute of Interdisciplinary Business Research, 3, 1-11.
Moleong, L.J. (2011). Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya).
Mwenda, G. (2011). Financing of Geothermal Power Projects in Kenya: A Developing
Country Model. GRC Transactions, 35,39-43.
Pudyastuti, K., Danar, A, & Prakoso, G. (2005). Financing strategy for geothermal
based energy projects. Proceedings World Geothermal Congress in Antalya,5,1-3.
Purnamasari, R., Suci, R.P, & Handini, D.P. (2013). Strategi keuangan matriks sebagai
Alat bantu keputusan investasi dan pembiayaan. Jurnal Manajemen dan
Akuntansi Universitas Widyagama Malang, 2, 95-107.
Ridwan, Kiagus. (2014). Geothermal capital overview, (Jakarta: Mineral And Industrial
Institute).
Ross, A.R, Westerfield, R.W, Jordan, B.D, Tan, R. (2010). Fundamentals of corporate
finance, New York : MacGraw Hill.
Setiawan, Sigit. (2012). Energi panas bumi dalam kerangka MP3EI: Analisis terhadap
prospek, kendala, dan dukungan kebijakan, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan,
20, 1-28.
Shil, N.C. (2009). Performance Measures: An application of economic Value Added,
International Journal of Business and Management, 4, 169-177.
Wahyudi, Yunus. (2013). Strategi keuangan matriks dan Optimalisasi struktur modal
untuk pertumbuhan perusahaan berkelanjutan: Studi pada PT Adhimix Precast
Indonesia, (Yogyakarta: FEB-UGM).
Wintolo, D., Toha, B., dan Hendrayana, H. (1994). Kemungkinan pendekatan statistik
terhadap ketidakpastian pada pemodelan investasi eksplorasi panasbumi, Jakarta.
Lokakarya Energi 94, 1-9.
Yuniawati, R.D. (2012). Analisis strategi keuangan matriks Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), (Yogyakarta: FEB-UGM).