Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
aaOPTIMASI FORMULASI GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH.pdf
1. OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE
EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN
CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL
SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ong, Hengky Setiawan Saputra
NIM : 058114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
2. ii
OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE
EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN
CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL
SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ong, Hengky Setiawan Saputra
NIM : 058114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
8. viii
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) dengan carbopol 940 sebagai gelling
agent dan propilen glikol sebagai humectant” dengan baik sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program
Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Jesus Christ untuk semua berkat, anugerah, dan rencana-Nya yang selalu
indah pada waktunya.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik
dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.
5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran
yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.
9. ix
6. Papa, Mama, serta ciciku Siu Lien atas segala doa dan dukungannya selama
ini.
7. Teman-teman skripsiku Omega, Vanny, Ade, Made, Agung, Bayu, Siska, dan
Feri atas kerja sama dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Kos Ze, Franky, Victor, Dar atas kebersamaannya selama ini.
9. Ko Felix, Septrias, Angky, Arie, Astomi, Andi, Hendi, teman-teman
kelompok sel, teman-teman sepelayanan GBI Keluarga Allah yang selalu
memberi semangat dan dukungan kepada penulis serta bersedia menjadi
tempat untuk berbagi cerita.
10. Jerry, Jovan, Rio, Eva, Nia, Rias, Lina, Diana dan teman-teman angkatan 2005
atas kebersamaan, suka dan duka selama kuliah.
11. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Mas Bimo, Mas Agung, Mas Ottok, dan
Pak Parlan selaku laboran yang telah banyak membantu selama penelitian.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 13 Agustus 2009
Penulis
11. xi
INTISARI
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional
adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Daun belimbing wuluh
mengandung flavonoid yang diketahui mempunyai efek sebagai antibakteri. Oleh
karena itu, daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas sebagai antibakteri
terhadap bakeri-bakteri penyebab jerawat seperti Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek carbopol 940, propilen
glikol atau interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan
stabilitas gel antiacne serta mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940
dan propilen glikol yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang
dikehendaki. Sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas. Stabilitas meliputi
pergeseran viskositas.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan
metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu carbopol 940 dan propilen glikol.
Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor dianalisis secara statistik
menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor carbopol 940 yang paling
dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.
Pada contour plot superimposed dapat ditemukan area optimum dari daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas. Area ini sebagai komposisi formula yang
optimum dari gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang dipelajari.
Kata kunci : daun belimbing wuluh, carbopol 940, propilen glikol, gel
antiacne, desain faktorial
12. xii
ABSTRACT
One of the plants, which the society uses as a traditional medicine, is
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Leaves of belimbing wuluh contain
flavonoid that had been known has an antibacterial effect. Therefore leaves of
belimbing wuluh had an antibacterial activity on microorganism who causes acne
such as Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
The aims of this research were to investigate the dominant effect among
carbopol 940, propylene glycol, or their interaction in determining physical
properties and stability of antiacne gel and to find out the optimum composition
area of carbopol 940 and propylene glycol that resulted desired physical properties
and stability of antiacne gel. That physical properties such as spreadability and
viscosity. The stability such as altered viscosity.
This research was an experimental study using factorial design with two
factors, carbopol 940 and propylene glycol. Significance level of each influence
factor was analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of
confidence.
The result showed that the effect of carbopol 940 was the dominant
factor in the spreadability, viscosity and altered viscosity. The contour plot
superimposed finded the optimum area of spreadability, viscosity, and altered
viscosity. The area was estimated as optimum composition formula of antiacne
gel of belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) leaf extract on the level studied.
Key words : belimbing wuluh’s leaves, carbopol 940, propylene glycol, antiacne
gel, factorial design
13. xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................. vii
PRAKATA........................................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................................x
INTISARI............................................................................................................... xi
ABSTRACT............................................................................................................ xii
DAFTAR ISI........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xix
BAB I. PENGANTAR.............................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
1.Permasalahan ..........................................................................................3
2.Keaslian penelitian..................................................................................3
3.Manfaat penelitian ..................................................................................3
B. Tujuan Penelitian .......................................................................................4
1.Tujuan umum..........................................................................................4
2.Tujuan khusus.........................................................................................4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA......................................................................5
14. xiv
A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) ...................................................5
1.Sistematika..............................................................................................5
2.Morfologi................................................................................................5
3.Nama daerah ...........................................................................................6
4.Kandungan kimia....................................................................................6
B. Ekstrak .......................................................................................................6
C. Maserasi.....................................................................................................7
D. Flavonoid ...................................................................................................8
E. Deklorofilasi ..............................................................................................9
F. Gel............................................................................................................10
G. Carbopol 940............................................................................................11
H. Propilen Glikol.........................................................................................12
I. Jerawat .....................................................................................................13
J. Mikroorganisme.......................................................................................14
K. Uji Potensi Antibakteri ............................................................................16
L. Desain Faktorial.......................................................................................17
M.Landasan Teori.........................................................................................18
N. Hipotesis ..................................................................................................20
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...............................................................21
B. Variabel Penelitian...................................................................................21
C. Definisi Operasional ................................................................................22
D. Bahan Penelitian ......................................................................................23
15. xv
E. Alat Penelitian..........................................................................................23
F. Tata Cara Penelitian.................................................................................24
1.Pengumpulan bahan..............................................................................24
2.Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh ...........................................24
3.Deklorofilasi .........................................................................................24
4.Uji potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh .........................25
5.Optimasi proses pembuatan gel ............................................................25
6.Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne...............................................27
7.Uji potensi antibakteri gel antiacne ......................................................28
G. Analisis Data............................................................................................28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................30
A. Pembuatan serbuk daun belimbing wuluh ...............................................30
B. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh ..............................................30
C. Deklorofilasi ............................................................................................31
D. Pengujian potensi antibakteri ekstrak dengan metode difusi...................32
E. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne..................................................34
1.Daya sebar.............................................................................................35
2.Viskositas..............................................................................................38
3.Pergeseran viskositas ............................................................................40
F. Potensi antibakteri gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh .............43
G. Optimasi formula .....................................................................................44
1.Daya sebar.............................................................................................45
2.Viskositas..............................................................................................46
16. xvi
3.Pergeseran viskositas ............................................................................47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................50
A. Kesimpulan ..............................................................................................50
B. Saran ........................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................51
LAMPIRAN...........................................................................................................55
BIOGRAFI PENULIS ...........................................................................................76
17. xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Notasi formula desain faktorial........................................................ 17
Tabel II. Formula desain faktorial antiacne ................................................... 26
Tabel III. Hasil uji organoleptis....................................................................... 32
Tabel IV. Hasil proses sebelum dan sesudah deklorofilasi.............................. 32
Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh terhadap
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ................ 33
Tabel VI. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ................................. 34
Tabel VII. Efek carbopol 940, efek propilen glikol, dan efek interaksi dalam
menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ........................... 34
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ........... 37
Tabel IX. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas............. 40
Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran
viskositas.......................................................................................... 42
Tabel XI. Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus
......................................................................................................... 43
Tabel XII. Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus
epidermidis....................................................................................... 44
18. xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid berserta penomorannya........................... 8
Gambar 2. Struktur umum carbopol 940 ........................................................... 12
Gambar 3. Struktur propilen glikol.................................................................... 13
Gambar 4. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b)
terhadap daya sebar.......................................................................... 36
Gambar 5. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b)
terhadap viskositas........................................................................... 39
Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b)
terhadap pergeseran viskositas......................................................... 41
Gambar 7. Contour plot daya sebar gel antiacne ............................................. 45
Gambar 8. Contour plot viskositas gel antiacne .............................................. 46
Gambar 9. Contour plot pergeseran viskositas gel antiacne ............................ 47
Gambar 10. Contour Plot Superimposed gel antiacne ekstrak daun belimbing
wuluh ............................................................................................... 49
19. xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan rendemen dan data pengujian ekstrak .......................... 55
Lampiran 2. Data penimbangan formula, notasi, dan formula desain faktorial.... 55
Lampiran 3. Data uji sifat fisik dan uji stabilitas gel antiacne ekstrak daun
belimbing wuluh .............................................................................. 57
Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial........................................... 59
Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment............................................................ 66
Lampiran 6. Dokumentasi..................................................................................... 73
20. 1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
pilosebasea. Usia remaja dan dewasa akan sering mengalami keadaan ini. Jerawat
akan menghilang secara spontan pada usia sekitar 20-30 tahun meskipun banyak
orang yang mencapai usia baya masih timbul jerawat (Price dan Wilson, 1985).
Jerawat akan timbul pada wajah, leher terutama bagian belakang,
punggung bagian atas, dada bagian depan, bahu, dan telinga. Jerawat disebabkan
beberapa faktor seperti peningkatan produksi sebum, hiperkornifikasi duktus,
hubungan simbiosis yang tidak lazim antara mikroorganisme komensal dan
inflamasi kulit (Brown dan Burns, 2005).
Tanda yang paling dini tampak pada kulit adalah terbentuknya komedo.
Komedo ini akan menghalangi aliran sebum ke permukaan sehingga bakteri akan
berkembangbiak dengan cepat (Price dan Wilson, 1985). Bakteri-bakteri tersebut
di antaranya Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis (Kumar, Jayveera, Kumar, Sanjay, Swamy, Kumar, 2007).
Propionibacterium acne bersifat anaerobik fakultatif sedangkan Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan
anaerobik dan aerobik (Holt, Krieg, Sneath, Staley, Williams, 1994).
Obat-obat antibiotik yang digunakan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan resistensi terhadap antibiotik yang lebih buruk (Kumar et al., 2007).
21. 2
Bahan-bahan alam dapat digunakan untuk mengatasi antibakteri. Feralusiana,
(2001) dan Triwulan, (2004) telah membuktikan bahwa daun belimbing wuluh
pada konsentrasi 15 mg/ml dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan senyawa
aktif yaitu senyawa flavonoid.
Daun belimbing wuluh akan diformulasikan menjadi bentuk sediaan
sehingga mempermudah penggunaannya dan membuatnya lebih menarik bila
dibandingkan langsung menggunakan ekstrak daun belimbing wuluh. Sediaan gel
dipilih karena gel memberikan sensasi dingin selama pemakaian, tidak lengket,
dan tidak menimbulkan bekas ketika diaplikasikan pada kulit sehingga pemakai
merasa nyaman. Menurut Voigt (1994) hidrogel cocok untuk kulit dengan fungsi
kelenjar sebasea yang berlebihan. Produksi yang berlebihan oleh kelenjar sebasea
menyebabkan penyumbatan folikel sehingga terjadi jerawat. Selain itu, gel
memiliki kompatibilitas yang relatif baik dengan jaringan biologis (Zatz dan
Kushla, 1996).
Penelitian ini bertujuan untuk mencari komposisi formula gel antiacne
ekstrak daun belimbing wuluh yang optimum menggunakan metode desain
faktorial dengan dua faktor yaitu carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen
glikol sebagai humectant , serta dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Area
komposisi yang optimum dapat diperoleh melalui contour plot superimposed.
Selain itu, pada penelitian ini juga diketahui efek faktor mana diantara carbopol
940, propilen glikol, dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan
sifat fisik dan stabilitas gel antiacne.
22. 3
1. Permasalahan
a. Manakah di antara faktor carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi
keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas?
b. Apakah ditemukan area optimum komposisi carbopol 940 dan propilen glikol
dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas
gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) yang
dikehendaki?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi,
L) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai
humectant belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan yang
pernah dilakukan adalah Daya Antibakteri Ekstrak Etanol dan Infus Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) Terhadap Staphylococcus aureus dan
Salmonella typhi (Feralusiana, 2001) dan Pengembangan Formulasi Sediaan Gel
Antiacne serta Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya Linn.) (Ardina, 2007).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya mengenai pengembangan sediaan gel antiacne yang berasal dari
bahan alam.
23. 4
b. Manfaat praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan gel dari bahan
alam sebagai alternatif pengobatan untuk jerawat.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menghasilkan formula dengan zat aktif yang berasal dari bahan-bahan alam
yaitu ekstrak daun belimbing wuluh dalam bentuk sediaan gel yang memenuhi
karakter tertentu dan mempunyai aktivitas sebagai antiacne.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui manakah di antara carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi
keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas pada sediaan gel antiacne ekstrak daun
belimbing wuluh.
b. Mengetahui apakah ditemukan area optimum komposisi carbopol 940 dan
propilen glikol dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat
fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang
dikehendaki.
24. 5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L)
1. Sistematika
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Geraniles
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi, L (Anonim, 2000).
2. Morfologi
Pohon belimbing wuluh mempunyai tinggi yang bisa mencapai 5-10
meter. Pada batang terdapat bekas daun yang berbentuk ginjal. Daunnya majemuk
menyirip gasal, berseling, jumlah anak daun 21-45. Anak daunnya bertangkai
pendek dengan bentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal
membundar, tepi rata dengan panjang 2-10 cm dan lebar 1-3 cm. Warna daun
hijau dengan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda. Bunganya berupa
malai berbentuk kecil serupa bintang, berkelompok, keluar dari batang atau
percabangan yang besar dan berwarna ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat
lonjong persegi dengan panjang 4-6,5 cm, berwarna hijau kekuningan, berair
banyak dan terasa asam. Biji belimbing wuluh berbentuk elips, umumnya 2-3
25. 6
setiap ruang, tanpa selaput biji dan ukurannya 6-7 mm. Tanaman ini dapat tumbuh
alami di daratan Asia beriklim tropis, lembab dan biasanya ditanam pada
ketinggian kurang dari 500 meter dpl (Sudarsono, 2000).
3. Nama daerah
Aceh: limeng, selimeng, thlimeng; Gayo: selemeng; Batak: asom,
belimbing, balimbingan; Nias: malimbi; Minangkabau: balimbieng; Melayu:
belimbing asam; Lampung: balimbing; Sunda: calincing, balingbing; Jawa:
balimbing wuluh; Madura: bhalingbhing bulu; Bali: blingbing buloh; Bima: limbi;
Flores: balimbeng; Sawu: libi; Sangi: belerang (Arisandi dan Andriani, 2006).
4. Kandungan kimia
Daun, buah, batang mengandung saponin, flavonoid. Daunnya juga
mengandung tanin, batang mengandung alkaloid dan polifenol (Perry, 1985).
B. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan penyari yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari
penyarinya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan
standarnya (Ansel, 1989).
Berdasarkan sifat-sifatnya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ekstrak encer (extractum tenue): Sediaan ini memiliki konsistensi madu dan
dapat dituang.
26. 7
2. Ekstrak kental (extractum spissum): Sediaan ini liat dalam keadaan dingin,
tidak dapat dituang dan kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
3. Ekstrak kering (extractum siccum): Sediaan ini memiliki konsistensi kering,
mudah digosokkan, dan melalui penguapan cairan pengekstraksi serta
pengeringan sisanya terbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan
kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4. Ekstrak cair (extractum fluidum): Sediaan ini dibuat sedemikian sehingga 1
bagian jamu sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga satu bagian)
ekstrak cair (Voigt, 1994).
C. Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya
ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersamaan penyari
yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok berulang-ulang
lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut
segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah
halus. Kemudian ampasnya dapat dipisahkan dengan menapis dan/atau menyaring
dimana ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan penyari
27. 8
melalui ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel,
1989).
D. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu golongan senyawa alam yang strukturnya terdiri
dari dua cincin aromatic yang dihubungkan oleh tiga atom karbon membentuk
rangkaian dengan sistem C6-C3-C6 dan masing-masing C6 merupakan cincin
benzen (Robinson,1995). Cincin tersebut diberi tanda dengan huruf A, B, dan C.
Atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka
biasa untuk cincin A dan C, serta angka beraksen untuk cincin B (Markham,
1988).
O
A
B
C
5
6
7
8
4
3
1'
6'
5'
4'
3'
2'
1
2
Flavonoid dapat digunakan untuk menghambat pendarahan, inhibitor
pernafasan, antimikrobia, antivirus, pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, dan
kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).
Flavonoid yang dijumpai dalam tumbuhan jarang sekali dalam bentuk
flavonoid tunggal. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air.
Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 %. Flavonoid umumnya larut dalam
pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida,
dimetilformamida, air, dan lain-lain. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti
28. 9
isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
E. Deklorofilasi
Pada produk alam dari tanaman, terutama dari bagian daun, juga akan
mengandung klorofil yang merupakan pigmen tanaman. Secara umum, klorofil ini
harus dihilangkan dari ekstrak agar metabolit sekunder yang diperoleh dalam
bentuk murni. Proses penghilangan klorofil disebut dengan deklorofilasi
(Jumpatong, Phutdhawong, Budhasukh, 2006).
Proses deklorofilasi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi pelarut,
kromatografi kolom dan elektrokoagulasi (Jumpatong et al., 2006).
Elektrokoagulasi adalah teknik elektrokimia yang akan meningkatkan koagulasi,
dengan pembentukan ion metal secara in-situ oleh reaktor kimia untuk
menghilangkan impurities (Ghosh, Medhi, Solanki, Purkait, 2008).
Bila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus
listrik searah, maka akan terjadi reaksi elektrokimia. Reaksi ini merupakan gejala
dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima
elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan
menyerahkan elektron yang dioksidasi (Sunardi, 2007).
Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+
dari plat elektroda
(anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat senyawa yang
mengandung logam. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis
29. 10
yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut
elektroda, yang tercelup dalam larutan sebagai elektrolit (Sunardi, 2007).
F. Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh cairan (Anonim, 1995).
Suatu sediaan gel biasanya mengandung bahan pengembang, air,
penahan lembab, dan pengawet. Penahan lembab (humectant) seperti gliserin,
sorbitol atau propilen glikol adalah substansi higroskopis yang secara umum larut
air dan biasanya digunakan untuk mencegah proses pelepasan senyawa yang
mudah menguap dari formula itu sendiri (Barel, Paye, Maibach, 2001).
Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer
yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa
menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang
menyebabkan air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah
satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan
pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan
biologis (Zatz dan Kushla, 1996).
Sifat umum yang diinginkan dari sediaan semisolid adalah dapat
diterima oleh konsumen karena memiliki sifat tertentu yaitu mudah dikeluarkan
dari wadah, sensasinya ketika kontak dengan kulit, kemampuan melekat pada
tempat aplikasi selama waktu tertentu sebelum dibilas atau luntur, residu yang
30. 11
tidak meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait
pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan viskositas
sediaan sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, Aggarwal, Garg,
Singla, 2002).
G. Carbopol 940
Carbopol®
(carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang
memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang
khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air menghasilkan
pH 2,8 – 3,2 tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut (Zatz dan
Kushla, 1996). Carbomer 1% mempunyai pH 3. Carbomer larut dalam air,
alkohol, dan gliserin. Senyawa-senyawa yang dapat menetralkan carbomer antara
lain: NaOH, KOH, Na2CO3, borax, asam amino, dan triethanolamin (Rowe,
Shesky, dan Owen, 2006).
Pada suasana asam sebagian gugus karboksil pada rantai polimer putus
untuk membentuk gulungan yang lentur. Dengan penambahan basa, gugus
karboksil yang putus lebih banyak dan gaya tolak menolak elektrostatik antara
bagian-bagian yang diserang memperbesar molekul sehingga gel lebih kaku dan
mengembang. Bila penambahan basa berlebihan gel akan menjadi encer karena
kation-kation melindungi gugus karboksil dan gaya tolak menolak elektrostatik
berkurang (Barry, 1983).
31. 12
Gel carbopol yang tidak dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih
banyak dibandingkan yang dinetralkan karena ikatan hidrogen pada struktur gel
yang tidak dinetralkan mudah putus (Barry, 1983).
H2
C
H
C
COOH
n
Carbomer yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer 940 NF,
memiliki kekentalan 40.000-60.000 cP, memiliki efisiensi membentuk gel dengan
viskositas tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik (Allen, 2002).
Carbopol merupakan gelling agent yang sering digunakan yang
menghasilkan gel dengan karakteristik yang diinginkan. Viskositas gel sangat
tergantung pada pH dan elektrolit. Gel carbomer memiliki sifat stabil terhadap
panas sehingga viskositas dan yield value tidak terpengaruh oleh temperatur
(Osborne dan Amann, 1990).
Iritasi primer, sensitisitas atau reaksi alergi tidak ditemukan pada
penggunaan carbomer secara topikal (Rowe et al., 2006).
H. Propilen Glikol
Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2.
Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, dan menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur dengan air,
dengan aseton dan kloroform; larut dalam eter dan beberapa minyak essensial,
tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Anonim, 1995).
32. 13
CH
H2C
OH
H3C
OH
Pada konsentrasi 15% sampai 30% propilen glikol berfungsi sebagai
pengawet (Rowe et al., 2006. Propilen glikol digunakan sebagai humectant pada
konsentrasi 10% sampai 20% (Voigt, 1994).
Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman
digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%. Propilen
glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa,
subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi
hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Loden, 2001).
I. Jerawat
Jerawat adalah kondisi yang disebabkan oleh penyumbatan folikel
karena produksi sebum yang berlebihan oleh kelenjar sebasea dalam folikel
bergabung dengan sejumlah sel epitel yang mengelupas dari dinding folikel.
Penyumbatan disebabkan pembentukan mikrokomedo yang berkembang menjadi
komedo atau luka inflamasi (Leyden, 1997). Mikroorganisme seperti
Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis
berkembang biak dalam kondisi lingkungan yang dihasilkan dari perpaduan
sebum yang berlebihan dan sel folikel sehingga menghasilkan mediator
proimflammatory penyebab inflamasi (Kumar et al., 2007).
33. 14
Tujuan utama dari pengobatan jerawat adalah mengurangi proses
peradangan kelenjar pilosebasea sampai terjadinya penghentian spontan gejala-
gejala (Price dan Wilson, 1985). Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotik yang
digunakan untuk pengobatan jerawat jangka panjang (Jawetz, Melnick, Adelberg,
Brooks, Butel, dan Ornston, 1996).
J. Mikroorganisme
Propionibacterium acne adalah bakteri gram-positif dan bersifat
anaerobik fakutatif (Holt et al., 1994). Propionibacterium acne berasal dari genus
Propionibacterium. Propionibacterium acne merupakan flora normal pada kulit
(Willey, Sherwood, Woolverton, 2008).
Staphylococcus adalah sel gram-positif berbentuk bola dengan garis
tengah sekitar 1 µm, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti
anggur. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikrobia
sehingga menimbulkan masalah pengobatan yang sulit. Genus Staphylococcus
terdiri dari sekurangnya 30 spesies (Jawetz et al., 1996).
1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bentuk gram positif. Staphylococcus
aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan
mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya,
bervariasi mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi
berat yang mengancam jiwa. Bakteri ini menyebabkan penyakit pada hampir
34. 15
semua jaringan tubuh. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada
rongga hidung bagian depan, saluran pencernaan, atau kulit (Jawetz et al., 1996).
Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37o
C, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25o
C). Metabolisme dapat
dilakukan secara aerob dan anaerob. S. aureus relatif tahan terhadap panas (50o
C
selama 30 menit) dan tahan terhadap 9% natrium klorida, tetapi dapat dihambat
oleh zat kimia tertentu seperti 3% heksaklorofen (Jawetz et al., 1996).
Staphylococcus aureus dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan anaerobik
(Holt et al., 1994)
Pada jerawat, lipase staphylococcus melepaskan asam-asam lemak dari
lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. S. aureus yang bersifat patogen dan
invasif (Jawetz et al., 1996).
2. Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis adalah organisme anaerobik yang
menyebabkan infeksi superfisial pada sebasea dan menyebabkan timbulnya nanah
sehingga menimbulkan inflamasi pada jerawat (Kumar et al., 2007).
Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan
anaerobik (Holt et al., 1994).
Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit, namun
infeksi lokal dapat menyebabkan jerawat dan infeksi folikel rambut. Inflamasi
primer yang disebabkan Propionibacterium acne akan menjadi lebih parah karena
adanya inflamasi sekunder yang disebabkan oleh S. epidermidis (Ardina, 2007).
35. 16
K. Uji Potensi Antibakteri
Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang
merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab
infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes (Anonim, 1995).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri (bacteriostatic) dan membunuh bakteri (bacteriocide). Kadar
minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bacteriostatic menjadi bacteriocide bila kadar antibakterinya
ditingkatkan (Anonim, 1995).
Pengukuran aktivitas antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan
metode difusi dan dilusi, dalam penelitian ini uji antibakteri dilakukan dengan
meode difusi. Prinsip pemerikasaan antibakteri dengan metode difusi ini adalah
dengan pengukuran diameter hambatan obat, berdasarkan kemampuan obat untuk
berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji. Cakram kertas atau paper disk yang
mengandung antibiotika atau zat uji diletakkan di atas atau apabila dengan cara
sumuran zat tersebut dimasukkan ke dalam sumuran. Besarnya daerah difusi
sesuai dengan hambatan bakteri uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan
(Jawetz et al., 1996).
36. 17
L. Desain Faktorial
Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau
kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain pilihan untuk
menentukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya.
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas (Bolton, 1990).
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktorial, level,
efek, dan respon. Faktor dimaksudkan sebagai setiap besaran yang mempengaruhi
harga kebutuhan produk pada prinsipnya dapat dibedakan antara faktor kuantitatif
dan kualitatif (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor.
Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang
meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang
disebabkan variasi tingkat faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata
respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon
merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus
dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Kombinasi faktor A B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Persamaan umum untuk desain faktorial adalah :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB (1)
37. 18
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
XA, XB = level A dan B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon
pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990)
Efek faktor A =
{ } { }
2
)
1
(
+
−
+ b
a
ab
(2)
Efek faktor B =
{ } { }
2
)
1
(
+
−
+ a
b
ab
(3)
Efek faktor interaksi=
{ } { }
2
)
1
( b
a
ab +
−
+
(4)
M. Landasan Teori
Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan
yang umumnya dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus
epidermidis, dan Staphylococcus aureus (Kumar et al., 2007). Bakteri-bakteri ini
akan menjadi target pengobatan jerawat.
Menurut Feralusiana (2001) dan Triwulan (2004) membuktikan bahwa
belimbing wuluh dapat berfungsi sebagai antibakteri. Belimbing wuluh
mengandung flavonoid yang diduga dapat berfungsi sebagai antibakteri.
Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan gel karena gel memiliki
konsistensi lembut, mampu melekat dalam waktu lama, dan memberikan rasa
dingin sehingga nyaman digunakan. Hidrogel cocok untuk kulit dengan fungsi
38. 19
kelenjar sebasea yang berlebihan sehingga cocok untuk kulit berjerawat (voigt,
1994).
Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan
ekstrak daun belimbing wuluh. Carbopol sebagai gelling agent digunakan dan
propilen glikol sebagai humectant. Gelling agent dan humectant merupakan bahan
yang memegang peranan penting dalam sediaan gel. Carbopol sebagai gelling
agent bekerja dengan menahan air dan menjeratnya dalam struktur 3 dimensi.
Propilen glikol sebagai humectant bersifat higroskopis sehingga dapat mencegah
penguapan berlebih dari sediaan. Dengan adanya carbopol sebagai gelling agent
dan propilen glikol sebagai humectant diharapkan dapat diperoleh gel dengan sifat
fisik dan stabilitas yang baik.
Carbopol bersifat higroskopis dan tidak ditemukan adanya iritasi pada
penggunaan carbopol (Rowe et al., 2006). Propilen glikol tidak menyebabkan
iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi intra
muskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38%
pemakaian propilen glikol secara topikal (Rowe et al., 2006).
Untuk menentukan komposisi formula gel antiacne yang optimum
digunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Area
komposisi optimum diperoleh melalui contour plot superimposed. Desain
faktorial dapat juga digunakan untuk mengetahui efek faktor yang dominan dalam
menentukan sifat fisik dan stabilitas gel yang dikehendaki. Sifat fisik tersebut
meliputi daya sebar, dan viskositas. Stabilitas meliputi pergeseran viskositas.
39. 20
N. Hipotesis
Diduga antara carbopol 940 dan propilen glikol serta interaksinya
terdapat faktor dominan yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne
ekstrak daun belimbing wuluh. Pada komposisi tertentu, carbopol 940 dan
propilen glikol diduga dapat menghasilkan gel antiacne yang memenuhi
persyaratan.
40. 21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan
metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.
B. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel bebas
Carbopol 940 (level rendah: 2,1g dan level tinggi: 3g); propilen glikol (level
rendah: 30g dan level tinggi: 60 g).
2. Variabel tergantung
Sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi: daya sebar, viskositas, dan
pergeseran viskositas.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan
percampuran skala 1 mixer (SAYOTA SM2828), lama percampuran 15 menit,
kondisi penyimpanan, suhu inkubasi 37°C, dan waktu inkubasi 24 jam.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini meliputi suhu ruangan
dan kelembaban ruangan.
41. 22
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak daun belimbing wuluh merupakan ekstrak yang diperoleh dari
proses maserasi simplisia daun belimbing wuluh menggunakan pelarut
etanol 70% yang kemudian dideklorofilasi.
2. Gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh adalah sediaan semisolid yang
terdiri dari ekstrak daun belimbing wuluh, gelling agent, humectant, dan
bahan-bahan lain sesuai dengan formula yang telah ditentukan dan dibuat
sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.
3. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam
penelitian ini meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.
4. Daya sebar optimum adalah diameter penyebaran 1 gram gel yang diberi
beban 125 gram dan diukur selama 1 menit sebesar 5-7 cm.
5. Viskositas optimum adalah viskositas gel sebesar 200-300 d Pa-s.
6. Pergeseran viskositas optimum adalah selisih viskositas yang dialami gel
setelah disimpan 1 bulan pada suhu kamar dibandingkan dengan viskositas
awal. Rumus yang digunakan untuk pergeseran viskositas adalah:
Pergeseran viskositas=
awal
viskositas
bulan
1
setelah
viskositas
-
awal
viskositas
x 100%
Pergeseran viskositas optimum dalam penelitian ini adalah kurang dari
10%.
7. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisik
dan stabilitas gel.
42. 23
8. Contour plot superimposed adalah grafik pertemuan yang memuat semua
level carbopol 940 dan propilen glikol dalam contour plot respon sifat
fisik dan stabilitas gel yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi
optimum carbopol 940 dan propilen glikol dalam formula gel antiacne.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi, L), metil paraben, carbopol 940 (kualitas farmasetis),
propilen glikol (kualitas farmasetis), NaOH 10%, aquadest, etanol 70 %, nutrient
agar (Oxoid), nutrient broth (Oxoid), Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat gelas
(PYREX-GERMANY), pipet mikro 5-100 µl, peper disk, mixer (SAYOTA
SM2828), viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), inkubator, oven, autoklaf,
hotplate, seperangkat alat maserasi, seperangkat alat elektrokoagulasi (modifikasi,
Farmasi USD), magnetic stirer, spektrofotometer UV-Vis seri GenesysTM
6
(Thermospectronic-USA), dan Laminar Air Flow (LAF).
43. 24
F. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan bahan
Daun belimbing wuluh dibersihkan dari kotoran dengan cara
mencucinya pada air mengalir lalu diangin-anginkan dan dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 40°C sampai kering. Tujuannya adalah untuk
mempermudah proses penyerbukan. Proses dilanjutkan dengan menyerbuk daun
menggunakan grinder (mesin penyerbuk).
2. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh
Serbuk daun sebanyak 12 g dimasukan ke dalam erlenmeyer bertutup,
kemudian dimaserasi menggunakan 100 ml etanol 70%. Proses maserasi
dilakukan dengan merendam serbuk daun belimbing wuluh dalam etanol 70% lalu
digojog dengan kecepatan 160 rpm selama 48 jam. Metode maserasi ini sederhana
dan dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan
adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka zat aktif dapat tersari
keluar.
3. Deklorofilasi
Ekstrak cair daun belimbing wuluh sebanyak 500 ml dimasukkan ke
dalam bejana elektrokoagulasi 500 ml lalu masukkan sepasang lempeng
aluminium berukuran 15x3 cm sedalam 7 cm ke dalam larutan ekstrak cair. Kedua
lempeng aluminium diatur jarak 1,5 cm. Larutan ekstrak cair tadi diaduk dengan
menggunakan stirrer magnetik dengan kecepatan 160 rpm lalu ditambahkan NaCl
44. 25
ke dalam ekstrak cair sebagai elektrolit pendukung. Tegangan listrik dialirkan
secara langsung dari power supply DC ke dua buah elektroda (Pribadi, 2008).
Ekstrak hasil deklorofilasi kemudian disaring hingga diperoleh ekstrak
cair yang lebih jernih. Ekstrak cair ini kemudian diuapkan dengan bantuan
vaccum rotary evaporator selama 30 menit dan dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 40 o
C selama 2 hari sehingga diperoleh ekstrak.
4. Uji potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis diambil
2-4 ose lalu masukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi yang berisi 5 ml nutrient
broth. Nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi diukur Optical Density (OD)
menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm hingga
mencapai kisaran 0,4-0,6. Nutrient broth hasil pengukuran spektrofotometer
visibel tadi diambil sebanyak 50 µl lalu pour plate ke dalam cawan petri yang
berisi nutrient agar dan biarkan sampai memadat. Pada media NA yang telah
memadat buatlah lubang-lubang dengan diameter 6 mm sebanyak 6 lubang. Lima
lubang sebagai tempat ekstrak dengan 5 seri konsentrasi yaitu 15, 20, 25, 30, 35
mg/ml dan 1 lubang untuk aquadest steril sebagai kontrol negatif. Setiap seri
konsentrasi diambil 25 µl lalu masukkan ke dalam setiap lubang pada media NA.
Setelah itu media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o
C (Feralusiana, 2001).
5. Optimasi proses pembuatan gel
a. Formula
45. 26
Eksipien yang dipilih sebagai basis sediaan gel mengacu pada buku
Handboook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Semisolid Products
(Niazi, 2004) dengan penyusunan formula sebagai berikut:
Clindamycin USE clindamycin phosphate 11,9 g
Methylparaben 1,5 g
Carbopol 941 2 g
Propylene glycol 50 g
Polyethylene glycol 50 g
Sodium hydroxide 10% solution for pH adjustment q.s.
Water purified q.s. to 1 kg
Komposisi formula baru setelah modifikasi sebagai berikut:
Formula
Bahan
1 a b ab
Ekstrak daun belimbing
wuluh
5,45 g 5,45 g 5,45 g 5,45 g
Carbopol 940 2,1 g 3 g 2,1 g 3 g
Propilen glikol 30 g 30 g 60 g 60 g
Metil paraben 0,45 g 0,45 g 0,45 g 0,45 g
Etanol 96% 30 g 30 g 30 g 30 g
Aquadest 216,55 g 216,55 g 216,55 g 216,55 g
NaOH 10% sampai pH 5,3-
5,6
q.s. q.s. q.s. q.s.
b. Pembuatan Gel
46. 27
Ekstrak daun belimbing wuluh dilarutkan dalam etanol 96% dan 30 ml
aquadest (tahap 1). Aquadest, propilen glikol, dan metil paraben dicampur dan
diaduk kuat dengan mixer hingga terdispersi (tahap 2). Ekstrak belimbing wuluh
pada tahap 1 dimasukkan ke dalam tahap 2 lalu diaduk sampai homogen.
Carbopol 940 yang telah dikembangkan sebelumnya ditambahkan kedalamnya
lalu aduk kuat pada suhu kamar sampai homogen dan dispersi bebas gumpalan
tercapai. Selama pengadukan, natrium hidroksida 10% ditambahkan secukupnya
hingga mencapai pH 5,3-5,7 lalu aduk hingga homogen.
6. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne
a. Uji daya sebar
Sediaan sebanyak 1 gram diletakkan di tengah dua lempengan kaca bulat.
Beban 125 g ditambahkan di atasnya dan diamkan selama 1 menit. Catat berapa
diameter yang menyebar (Grag et al., 2002). Pengujian dan pengukuran dilakukan
pada keempat formula sebanyak 4 kali.
b. Uji viskositas
Alat disiapkan dan dipasang pada rotornya lalu diatur supaya jarum
penunjuk tepat. Sediaan dituang ke dalam cup viskotester hingga mencapai tanda
pada rotor. Viskotester dihidupkan dan rotor akan berputar dan biarkan beberapa
saat hingga jarum penunjuk stabil. Sediaan yang diuji dibaca viskositas. Uji ini
dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel selesai dibuat dan (2) setelah
disimpan selama 1 bulan. Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat
formula sebanyak 4 kali.
47. 28
7. Uji potensi antibakteri gel antiacne
Pengujian daya antibakteri gel menggunakan metode yang sama seperti
pengujian daya antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh. Sampel yang diuji
adalah gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang telah dibuat. Sebanyak
100 mg gel untuk masing-masing formula dimasukkan ke dalam lubang sumuran,
kontrol negatif yang digunakan adalah blanko gel dari formula yang diuji. Zona
hambat gel diukur dan dibandingkan dengan zona hambat ektrak. Pengujian dan
pengukuran dilakukan pada keempat formula sebanyak 4 kali.
G. Analisis Data
Respon untuk semua kombinasi formula yang diperoleh dari pengujian
sifat fisik dan stabilitas gel digunakan untuk menghitung persamaan desain
faktorial:
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB)
Keterangan:
Y = respon hasil percobaan/ sifat yang diamati.
XA = level faktor A yaitu carbopol 940.
XB = level faktor B yaitu propilen glikol.
XAXB = level faktor A dikalikan level faktor B.
b0 = rata-rata hasil semua percobaan.
b1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.
Pada persamaan tersebut dapat dibuat contour plot untuk masing-masing
sifat fisik gel antiacne (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran
viskositas) serta contour plot superimposed untuk menentukan daerah komposisi
48. 29
optimum. Desain faktorial juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya efek
carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya sehingga dapat diketahui
faktor mana yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel.
Analisis statistik dilakukan menggunakan Yate’s treatment untuk
mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi
respon. Penilaian tersebut dilihat berdasarkan F hitung dan F tabel. Apabila nilai F
hitung faktor yang dioptimasi (carbopol 940 dan propilen glikol) dan interaksinya
lebih besar daripada nilai F tabel maka faktor dan interaksi tersebut dianggap
berpengaruh secara signifikan terhadap respon. Taraf kepercayaan yang
digunakan untuk uji statistik adalah 95%.
49. 30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan serbuk daun belimbing wuluh
Daun belimbing wuluh diperoleh dari daerah Karangmojo, Gunung
Kidul. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan morfologi tanaman belimbing
wuluh dengan buku kunci determinasi dan juga berdasarkan keterangan dari
penduduk setempat.
Proses ini mengubah simplisia daun belimbing wuluh menjadi serbuk.
Proses ini bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel. Semakin kecil ukuran
partikel sampai batas tertentu maka luas kontak permukaannya akan menjadi
semakin besar sehingga zat aktif yang dapat terekstraksi maksimal.
B. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh
Ekstrak daun belimbing wuluh dibuat dengan metode maserasi
mengunakan pelarut etanol 70%. Senyawa aktif yang disari adalah flavonoid yang
bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut semi polar seperti etanol 70%
(Robinson, 1995). Pelarut etanol 70% yang digunakan juga disesuaikan dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai aktivitas antibakteri isolat
flavonoid daun belimbing wuluh (Triwulan, 2004).
Pada metode maserasi diperoleh ekstrak yang berwarna hijau gelap. Hal
ini akan mengurangi penerimaan konsumen bila dibentuk dalam sediaan sehingga
50. 31
dilakukan proses deklorofilasi untuk menghilangkan klorofil yang menyebabkan
ekstrak berwarna hijau gelap.
C. Deklorofilasi
Ekstrak daun belimbing wuluh dari hasil proses maserasi kemudian
dihilangkan klorofilnya melalui proses elektrokoagulasi. Deklorofilasi secara
elektrokoagulasi ini merupakan salah satu proses penghilangan kandungan
klorofil dari suatu ekstrak. Tujuan deklorofilasi secara elektrokoagulasi agar
diperoleh sediaan gel antiacne daun belimbing wuluh yang acceptable. Klorofil
pada ekstrak dalam jumlah yang cukup besar akan membuat ekstrak berwarna
hijau gelap. Apabila ekstrak tersebut digunakan untuk formulasi sediaan maka gel
yang dihasilkan berwarna gelap sehingga kurang menarik.
Proses deklorofilasi ini dilakukan secara elektrokoagulasi. Proses
elektrokoagulasi merupakan suatu teknik elektrokimia. Menurut Sunardi, (2007)
pada proses elektrokimia terjadi pelepasan Al3+
dari plat elektroda sehingga
terbentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat senyawa yang mengandung logam.
Proses elektrokoagulasi akan mengikat logam Mg pada cincin inti klorofil
sedangkan struktur kimia flavonoid tidak mengandung logam sehingga flavonoid
tidak terikat atau hanya sebagian kecil yang terikat pada flok Al(OH)3. Proses
elektrokoagulasi akan menghilangkan klorofil yang ada pada ektrak daun
belimbing wuluh.
Maserat yang dihasilkan dikumpulkan dan disaring dengan bantuan
pompa vakum. Tujuannya untuk menghilangkan flok yang mengandung klorofil
51. 32
yang terbentuk. Pada proses ekstraksi yang dilakukan diperoleh randemen sebesar
11,86%.
Hasil organoleptis ekstrak serta perbedaan hasil sebelum dan sesudah
proses elektrokoagulasi dapat digambarkan sebagai berikut:
! "
Bentuk padatan
Rasa pahit
Bau berbau khas
# ! $
Sebelum Sesudah
Hijau gelap Coklat kehitaman
Tidak terdapat endapan dan busa Terdapat endapan dan busa
D. Pengujian potensi antibakteri ekstrak dengan metode difusi
Potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh yang diuji terhadap
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dilakukan dengan metode
difusi menggunakan lubang sumuran. Seri konsentrasi yang digunakan untuk
ekstrak etanol daun belimbing wuluh yaitu 15 mg/ml, 20 mg/ml,25 mg/ml, 25
mg/ml, dan 30 mg/ml. Air steril digunakan sebagai kontrol negatif karena air steril
digunakan untuk pelarut ekstrak. Kekurangan penelitian ini adalah tidak
dilakukannya uji kontrol media dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.
Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona
yang lebih jernih di sekitar lubang sumuran bila dibandingkan dengan
sekelilingnya. Zona yang lebih jernih ini menunjukkan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri. Semakin besar diameter zona yang lebih jernih maka
semakin besar pula potensi antibakterinya.
52. 33
Bakteri uji ditanam pada media NA dengan teknik pour plate tujuannya
agar bakteri dapat tersebar merata ke seluruh media. Semua seri konsentrasi pada
kedua bakteri uji dilakukan pengujian sebanyak 2x.
Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh
dapat dilihat sebagai berikut:
# % & $ ' $ $
$ $
Kadar
(mg/ml)
Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis
Replikasi 1
(mm)
Replikasi 2
(mm)
Replikasi 1
(mm)
Replikasi 2
(mm)
15 9 7 9 10
20 12 12 13 14
25 11 10 13 13
30 11 12 13 12
35 12 11 12 13
Pada tabel V menunjukkan bahwa konsentrasi 20 mg/ml pada penelitian
ini menghasilkan zona hambat yang lebih baik dari seri konsentrasi lainnya. Pada
peningkatan konsentrasi ekstrak lebih dari 20 mg/ml didapatkan diameter zona
hambat yang sama atau lebih kecil dari zona hambat pada konsentrasi 20 mg/ml.
Pada konsentrasi 20 mg/ml dihasilkan zona hambat yang paling baik untuk
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pada konsentrasi 25, 30.
35 mg/ml diperoleh diameter zona hambat lebih kecil atau sama dengan
konsentrasi 20 mg/ml. Pada kontrol negatif tidak ditemukan zona hambat.
53. 34
E. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne
Kualitas dari suatu sediaan dapat dilihat dari sifat fisik dan stabilitas
sediaan tersebut. Pengujian sifat fisik gel dilakukan segera setelah pembuatan gel
antiacne. Uji sifat fisik gel meliputi daya sebar dan viskositas. Uji stabilitas
sediaan gel dilakukan dengan melihat pergeseran viskositas yang terjadi setelah
penyimpanan selama 1 bulan.
Pengukuran viskositas segera setelah pembuatan menunjukkan tingkat
kekentalan gel, sedangkan pengukuran viskositas setelah penyimpanan selama
satu bulan menunjukkan kestabilan gel. Apabila tidak terjadi pergeseran viskositas
setelah penyimpanan, dapat dikatakan gel memiliki stabilitas yang baik. Hasil
pengukuran sifat fisik dan stabilitas gel antiacne sebagai berikut:
# ! "
Formula Daya sebar (cm)
Viskositas
d Pa-s)
Pergeseran
viskositas (%)
1 5,48 ± 0,13 225 ± 4,08 8,34 ± 1,12
a 4,20 ± 0,07 400 ± 8,17 1,88 ± 1,25
b 5,80 ± 0,20 203,75 ± 2,50 14,71±1,87
ab 4,31 ± 0,09 327,50 ± 5,00 2,30 ± 1,53
Pada penelitian ini dapat diketahui faktor mana yang paling dominan
antara carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang menentukan
daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dari sediaan gel dengan
menggunakan metode desain faktorial.
# ( )*+, ,
Efek Daya sebar Viskositas Pergeseran viskositas
Carbopol 940 -1,37 149,38 -9,44
Propilen glikol 0,21 - 46,88 3,40
Interaksi -0,09 - 25,63 - 2,98
54. 35
Semakin besar nilai efek yang diperoleh maka semakin dominan dalam
meningkatkan atau menurunkan sifat fisik dan stabilitas gel. Bila yang diperoleh
nilai mutlak negatif maka efek ini berpengaruh terhadap penurunan sifat fisik dan
stabilitas gel antiacne yang meliputi respon viskositas, daya sebar, dan pergeseran
viskositas. Tetapi bila yang diperoleh nilai positif maka efek ini berpengaruh
terhadap peningkatan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne.
1. Daya sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana gel dapat
menyebar dan merata ketika diaplikasikan pada kulit. Daya sebar merupakan
karakteristik penting dalam formulasi dan bertanggung jawab terhadap
kemudahan saat diaplikasikan pada kulit, pengeluaran dari wadah, dan yang
paling penting mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002).
Respon daya sebar diukur dengan menggunakan kaca bulat berskala yang
diatasnya diletakkan sediaan gel sebanyak 1 gram dan diberi beban berupa kaca
bulat dan pemberat dengan total 125 gram selama satu menit. Setelah satu menit,
beban diangkat dan diukur diameter penyebaran gel. Berdasarkan diameter
penyebarannya, sediaan gel dapat diklasifikasikan menjadi semistiff bila diameter
penyebaran kurang dari 5 cm dan semifluid bila diameter penyebaran lebih dari 5
cm tetapi kurang dari 7 cm (Garg et al., 2002).
Hasil perhitungan efek faktor (tabel VII) menunjukkan bahwa carbopol
940 paling dominan dalam menentukan respon daya sebar gel. Efek faktor
carbopol 940 dan interaksi bernilai negatif menunjukkan bahwa carbopol 940
55. 36
menyebabkan penurunan respon daya sebar gel. Efek faktor propilen glikol
menyebabkan kenaikkan respon daya sebar gel.
Profil daya sebar dapat menggambarkan viskositas masing-masing
formula. Daya sebar berkorelasi negatif dengan viskositas sediaan semisolid.
Dengan meningkatkan viskositas, biasanya akan menurunkan daya sebar (Grag et
al., 2002).
Hubungan pengaruh peningkatan level carbopol 940 sebagai gelling agent
dan propilen glikol sebagai humectant tehadap respon daya sebar gel dapat dibuat
grafik sebagai berikut:
- . - .
* $ $ )*+ - . - .
$
Semakin besar jumlah carbopol 940 yang digunakan dalam formula pada
penggunaan propilen glikol level rendah maupun level tinggi akan menurunkan
respon daya sebar gel (Gambar 4a). Peningkatan jumlah carbopol 940 akan
menyebabkan penurunan respon daya sebar yang lebih besar terjadi pada
56. 37
penggunaan propilen glikol level tinggi dibandingkan dengan penggunaan
propilen glikol level rendah. Semakin besar jumlah propilen glikol yang
digunakan dalam formula pada penggunaan carbopol 940 pada level rendah dan
level tinggi akan meningkatkan respon daya sebar gel (Gambar 4b). Peningkatan
jumlah propilen glikol pada penggunaan carbopol 940 level rendah menyebabkan
peningkatan respon daya sebar lebih besar daripada penggunaan carbopol 940
level tinggi.
Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh carbopol 940
dan propilen glikol terhadap respon daya sebar menunjukkan adanya interaksi
antara 2 faktor yang digunakan yaitu carbopol 940 dan propilen glikol.
Carbopol 940 merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan
daya sebar gel karena carbopol 940 termasuk senyawa polimer, dimana
kohesivitasnya sangat dipengaruhi oleh konsentrasinya (Garg et al., 2002).
Carbopol 940 yang dinetralkan dengan NaOH dapat meningkatkan viskositas dan
menurunkan daya sebar. Penambahan basa akan membuat gel menjadi lebih rigid
(kaku) dan mengembang (Barry, 1983). Propilen glikol merupakan fase cair yang
dapat meningkatkan daya sebar.
# ! $ / 0
Source of
Variation
Degrees of
freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 3 0,0567 0,0189
Treatment 3 7,6992 2,5664
a 1 7,4939 7,4939 579,5891
b 1 0,1702 0,1702 13,1601
ab 1 0,0352 0,0352 2,7190
Experimental
error
12 0,1552 0,0129
Total 15 7,9111
57. 38
Analisis statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan
95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel VIII. Dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa faktor carbopol 940 dan propilen glikol memiliki
pengaruh bermakna secara statistik terhadap respon daya sebar. Hal ini
dikarenakan nilai F hitung dari carbopol 940 dan propilen glikol lebih besar
daripada nilai F tabel (yaitu: 4,75). Faktor yang paling dominan adalah carbopol
940. Propilen glikol merupakan fase cair yang dapat meningkatkan daya sebar
dengan mengikat air melalui ikatan hidrogen. Interaksi antara carbopol 940 dan
propilen glikol tidak memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik. Hal
ini dikarenakan nilai F hitung dari interaksi faktor-faktornya lebih kecil daripada
nilai F tabel.
2. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan untuk mengalir (Martin,
Swarbrick, Cammarata, 1993). Semakin besar viskositas sediaan maka semakin
kental sediaan tersebut. Viskositas sediaan gel diukur menggunakan viscotester
Rion seri VT 04 dengan membaca skala yang tertera pada alat. Pengukuran
viskositas dilakukan dua kali yaitu segera setelah gel dibuat dan setelah
penyimpanan gel selama 1 bulan.
Hasil perhitungan efek (tabel VII) menunjukkan bahwa carbopol 940
paling dominan dalam menaikkan viskositas gel. Nilai efek negatif pada propilen
glikol dan interaksi faktor-faktornya menunjukkan bahwa propilen glikol dan
faktor interaksi berpengaruh dalam menurunkan viskositas gel. Carbopol 940
merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan viskositas gel.
58. 39
Carbopol 940 termasuk dalam senyawa polimer yang akan meningkatkan
viskositas sediaan (Garg et al., 2002). Carbopol 940 menyebabkan peningkatan
viskositas ketika dinetralkan sedangkan propilen glikol dan interaksi antara
carbopol 940 dan propilen glikol menyebabkan penurunan viskositas.
- . - .
1 $ $ )*+ - . - .
$
Gambar 5(a) menunjukkan bahwa penambahan jumlah carbopol 940
akan berefek menaikkan viskositas gel baik pada penggunaan propilen glikol level
rendah maupun level tinggi. Peningkatan carbopol 940 pada penggunaan propilen
glikol level rendah menaikkan respon viskositas lebih besar daripada propilen
glikol level tinggi. Gambar 5(b) menunjukkan bahwa semakin besar propilen
glikol yang digunakan akan menurunkan viskositas gel pada penggunaan carbopol
940 level rendah dan level tinggi. Peningkatan propilen glikol akan menurunkan
respon viskositas lebih besar pada penggunaan carbopol 940 level tinggi daripada
level rendah.
59. 40
Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh carbopol 940
dan propilen glikol terhadap respon viskositas menunjukkan adanya interaksi
antara 2 faktor yang digunakan yaitu carbopol 940 dan propilen glikol.
2 ! $ / 0
Source of
Variation
Degrees of
freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 3 117,1875 39,0625
Treatment 3 100667,1875 33555,7292
a 1 89251,5625 89251,5625 4727,2552
b 1 8789,0625 8789,0625 465,5172
ab 1 2626,5625 2626,5625 139,1172
Experimental
error
12 226,5625 18,8802
Total 15 101010,9375
Analisis statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf
kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditunjukkan pada tabel IX. Dari tabel
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang dioptimasi (carbopol 940 dan
propilen glikol) dan interaksi faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh bermakna
secara statistik terhadap respon viskositas. Hal tersebut dikarenakan nilai F hitung
faktor carbopol 940, propilen glikol, dan interaksinya lebih besar daripada nilai F
tabel (yaitu: 4,75). Di antara faktor yang dioptimasi, carbopol 940 bersifat paling
dominan dalam mempengaruhi respon viskositas.
3. Pergeseran viskositas
Pengukuran viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan
digunakan untuk mengetahui kestabilan sediaan gel selama penyimpanan. Sediaan
gel dapat dikatakan stabil jika pergeseran viskositas pada awal pembuatan dan
setelah penyimpanan selama 1 bulan sangat kecil. Sediaan gel dianggap
60. 41
stabilitasnya masih baik jika persen pergeseran viskositasnya kurang dari 15%
(Zatz dan Kushla, 1996).
Hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa carbopol 940 dominan
dalam menentukan respon pergeseran viskositas. Hal ini menguntungkan karena
carbopol 940 menyebabkan penurunan respon pergeseran viskositas. Faktor
propilen glikol menyebabkan peningkatan respon pergeseran viskositas sedangkan
dan interaksi antara carbopol 940 dan propilen glikol menyebabkan penurunan
respon pergeseran viskositas.
Grafik pengaruh peningkatan level carbopol 940 dan propilen glikol
terhadap pergeseran viskositas gel dapat dilihat pada gambar 6.
- . - .
3 $ $ )*+ - . - .
$
Gambar 6(a) menunjukkan bahwa penambahan jumlah carbopol 940
akan berefek menurunkan pergeseran viskositas gel baik pada penggunaan
propilen glikol level rendah maupun level tinggi. Peningkatan level carbopol 940
akan menurunkan pergesaran viskositas pada penggunaan carbopol 940 level
61. 42
tinggi lebih besar daripada carbopol 940 level rendah. Gambar 6(b) menunjukkan
bahwa semakin besar propilen glikol yang digunakan akan menaikkan pergeseran
viskositas gel pada penggunaan carbopol 940 level rendah dan level tinggi. Pada
peningkatan propilen glikol menyebabkan kenaikkan pergeseran viskositas lebih
besar terjadi pada penggunaan carbopol 940 level rendah dibandingkan
penggunaan carbopol 940 level tinggi. Peningkatan propilen glikol sangat sedikit
pengaruhnya terhadap kenaikkan pergeseran viskositas pada carbopol 940 level
tinggi.
2 ! $ / 0
Source of
Variation
Degrees of
freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 3 7,8442 2,6147
Treatment 3 437,8475 145,9492
A 1 356,2175 356,2175 235,3323
B 1 46,1778 46,1778 30,5070
ab 1 35,4522 35,4522 23,4212
Experimental
error
12 18,1641 1,5137
Total 15 463,8558
Analisis statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf
kepercayaan 95% untuk respon pergeseran viskositas ditunjukkan pada tabel X.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang dioptimasi (carbopol 940
dan propilen glikol) dan interaksi faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh
bermakna secara statistik terhadap respon pergeseran viskositas. Hal tersebut
dikarenakan nilai F hitung faktor carbopol 940, propilen glikol dan interaksinya
lebih besar daripada nilai F tabel (yaitu: 4,75). Di antara faktor yang dioptimasi,
maka carbopol 940 bersifat paling dominan dalam mempengaruhi respon
pergeseran viskositas.
62. 43
Menurut Barry, (1983) menyatakan bahwa gel carbopol yang tidak
dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih besar dibandingkan yang
dinetralkan. Pada Penelitian ini digunakan NaOH untuk menetralkan carbopol
sehingga dapat menurunkan pergeseran viskositas.
F. Potensi antibakteri gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh
Pengujian potensi antibakteri ini bertujuan untuk mengetahui potensi
antibakteri dari sediaan gel. Pada uji ini dalam suatu cawan petri terdapat satu
blangko gel berupa gel yang berisi basis gel tanpa ekstrak dan keempat replikasi.
Pada blangko gel tidak ditemukan zona hambat. Gel diambil sebanyak 100 mg
untuk dapat menutupi seluruh permukaan lubang sumuran.
Etanol pada sediaan gel tidak memberikan aktivitas sebagai antibakteri.
Hal ini dapat dilihat dari tidak ditemukannya zona yang lebih jernih di sekitar
blanko gel yang berisi etanol tanpa ekstrak.
Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
2 % & $ $ $
Formula 1
(mm)
Formula a
(mm)
Formula b
(mm)
Formula ab
(mm)
8,7 8,3 9,2 9,1
SD 0,4 0,2 0,2 0,1
Formula b memiliki zona hambat yang lebih besar dibandingkan formula
lain yaitu sebesar 9,2 mm. Diameter zona hambat pada formula ab sebesar 9,1
mm, formula 1 sebesar 8,7 mm dan formula a sebesar 8,3 mm.
63. 44
2 % & $ $ $
Formula 1
(mm)
Formula a
(mm)
Formula b
(mm)
Formula ab
(mm)
9,3 9,2 9,8 9,6
SD 0,3 0,5 0,3 0,3
Hal yang serupa terjadi pada Staphylococcus epidermidis. Diameter zona
hambat pada formula b lebih besar dibandingkan zona hambat formula yang lain
yaitu sebesar 9,8 mm kemudian diikuti formula ab sebesar 9,6 mm, formula 1
sebesar 9,3 mm, dan formula a sebesar 9,2 mm.
Formula b memiliki zona hambat yang lebih besar karena formula b
memiliki propilen glikol level tinggi dan carbopol 940 level rendah. Menurut
Malipeddi et al., propilen glikol dapat meningkatkan laju difusi dari zat aktif
sehingga zat aktif yang keluar dari sediaan lebih besar.
Kekurangan penelitian ini adalah tidak dilakukannya uji kontrol media
dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.
G. Optimasi formula
Optimasi formula gel antiacne bertujuan untuk mencari komposisi
optimum dari carbopol 940 dan propilen glikol yang menghasilkan gel antiacne
ekstrak daun belimbing wuluh dengan sifat fisik dan stabilitas yang dikehendaki.
Berdasarkan hasil pengujian masing-masing sifat fisik dan stabilitas gel dibuat
contour plot kemudian dipilih area yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan
stabilitas gel antiacne. Area tersebut kemudian digabungkan dalam countour plot
superimposed.
64. 45
Optimasi terhadap formula gel antiacne meliputi respon daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas. Daya sebar yang terlalu rendah dan
viskositas yang terlalu tinggi pada sediaan gel dapat mempersulit pemerataan
sediaan saat diaplikasikan pada kulit maupun pengeluaran sediaan dari kemasan.
Pergeseran viskositas yang semakin tinggi menyatakan bahwa sediaan tidak stabil.
Optimasi formula gel antiacne terhadap stabilitas dilihat dari pergeseran
viskositas yang terjadi setelah gel disimpan selama satu bulan.
1. Daya sebar
Persamaan desain faktorial untuk daya sebar gel antiacne adalah Y =
7,7151 – 1,2097 XA + 0,0245 XB – 0,0069 XAXB. Y merupakan respon daya
sebar, XA merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan level propilen glikol.
Dari persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti tertera pada gambar 7.
4 5
Area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon daya sebar
seperti yang dikehendaki, terbatas pada jumlah bahan yang diteliti, dapat
ditentukan dari contour plot daya sebar gel (Gambar 9). Daya sebar gel yang
optimum diharapkan dapat menjamin kemudahan dalam pemerataan gel antiacne
65. 46
saat diaplikasikan pada kulit. Hasil respon yang digunakan dalam optimasi adalah
respon dengan diameter daya sebar 5-7 cm, sesuai dengan konsistensi semifluid
menurut Grag et al., (2002). Konsistensi semifluid merupakan konsistensi yang
cukup nyaman saat diaplikasikan pada kulit. Dari gambar terlihat bahwa diameter
daya sebar gel yang diharapkan dapat memberikan kenyamanan saat pemakaian
yaitu pada diameter lebih dari 5 cm.
2. Viskositas
Persamaan desain faktorial untuk viskositas gel adalah Y = -281,6642 +
251,3874 XA + 3,2777 XB - 1,8981 XAXB. Y merupakan respon viskositas gel, XA
merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan level propilen glikol. Dari
persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti tertera pada gambar 8.
6 5
Area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon vikositas seperti
yang dikehendaki, terbatas pada jumlah bahan yang diteliti, dapat ditentukan dari
contour plot viskositas gel (Gambar 10). Viskositas gel yang optimum diharapkan
dapat menjamin kemudahan dalam pengemasan dan pemerataan gel antiacne saat
diaplikasikan pada kulit.
66. 47
Standar baku yang dipakai dalam menentukan daerah optimal viskositas
sebenarnya tidak ada. Hal ini dikarenakan viskositas untuk berbagai sediaan
nilainya bermacam-macam dan tidak ada standar tertentu yang ditetapkan. Oleh
karena itu, pada penelitian ini standar viskositas yang dipilih adalah 200 d Pa-s –
300 d Pa-s.
3. Pergeseran viskositas
Persamaan desain faktorial untuk pergeseran viskositas gel antiacne
adalah Y = 3,1436 – 0,5626 XA + 0,6755 XB – 0,2205 XAXB. Y merupakan
pergeseran viskositas gel, XA merupakan level carbopol 940, dan XB merupakan
level propilen glikol. Dari persamaan tersebut dapat dibuat contour plot seperti
tertera pada gambar 9.
) 5
Dari contour plot pergeseran viskositas gel (gambar 11), dapat ditentukan
area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon pergeseran viskositas
seperti yang dikehendaki terbatas pada jumlah bahan yang diteliti. Pergeseran
viskositas gel dikehendaki minimal atau tidak terjadi karena dengan adanya
67. 48
pergeseran viskositas yang merupakan pergeseran profil kekentalan setelah satu
bulan memperlihatkan adanya ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan (Zatz
dan Kushla, 1996).
Penelitian tentang metilhidroksietilselulosa dengan menggunakan
pengukuran satu titik untuk melacak stabilitas dari beberapa tingkat polimer pada
berbagai temperatur memberikan hasil bahwa ada sedikit pergeseran dalam
viskositas dalam penyimpanan selama 2 bulan pada temperatur ruangan maupun
pada temperatur pendingin. Penyimpanan pada temperatur 40 o
C menyebabkan
penurunan viskositas 15% atau lebih (Zatz dan Kushla, 1996).
Metilhidroksietilselulosa adalah polimer semi sintetik dan carbopol
adalah polimer sintetik yang tentunya lebih stabil daripada polimer semi sintetik.
Oleh karena itu, standar pergeseran viskositas yang digunakan adalah kurang dari
10%. Pada respon tersebut diharapkan pergeseran viskositas yang terjadi minimal
sehingga dihasilkan formula yang optimum.
Semua contour plot tersebut kemudian digabungkan menjadi satu dalam
contour plot superimposed. Formula optimum terdapat pada perpotongan semua
contour plot tersebut di atas. Setelah menggabungkan grafik area optimum dari
masing-masing uji ditemukan area optimal untuk memperoleh formula yang
memiliki semua sifat fisik dan stabilitas optimal pada level yang diteliti, yaitu
carbopol 940 (2,1g – 3g) dan propilen glikol (30g – 60g). Gambar contour plot
superimposed yang diperoleh adalah sebagai berikut:
68. 49
+ 5 7 ' $
Pada contour plot superimposed, daerah yang berwarna biru
menunjukkan area optimum untuk sediaan gel antiacne ekstrak daun belimbing
wuluh yang memberikan respon sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan
stabilitas (pergeseran viskositas) seperti yang diharapkan pada penelitian ini.
69. 50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Carbopol 940 dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas, dan
perubahan viskositas.
2. Area komposisi optimum antara carbopol 940 dan propilen glikol ditemukan
dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas
gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang diharapkan.
B. Saran
1. Perlu dilakukan optimasi proses deklorofilasi secara elektrokoagulasi pada
ektsrak daun belimbing wuluh untuk sehingga potensi antibakteri sediaan gel
antiacne optimal.
2. Perlu penambahan jumlah ekstrak untuk meningkatkan potensi antibakteri
sesuai yang diharapkan.
70. 51
DAFTAR PUSTAKA
Allen Jr., L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, 2th
ed., 301–315, American Pharmaceutical Association,
USA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7, 712, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2000, Belimbing,
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depk
es/1-037.pdf, diakses tanggal 15 Januari 2009
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, 605-619,
Universitas Indonesia Press, Jakarta
Ardina, Y., 2007, Pengembangan Formulasi Sediaan Gel Antijerawat Serta
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya A Linn.), Tesis, ITB, Bandung
Arisandi, Y. dan Andriani, Y., 2006, Khasiat Berbagai Tanaman Untuk
Pengobatan, 37-41, Penerbit Eska Media, Jakarta
Barel, O.A., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetic Science
and Technology, 2nd
ed., 403-413, Marcel Dekker inc., United Stated of
America.
Barry, B.W., 1983, Dermatological Formulation, 300-304, Mercel Dekker,
Inc.,New York.
Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application, 3rd
ed., 308-309, 326, Marcel Dekker inc., New York
Bronaugh, R.L., Maibach, H.I., 1999, Percutaneous Absorption: Drug-Cosmetics-
Mechanism-Methodology, 3rd
ed., 5-12, Marcel Dekker inc., New York
Brown, R.G. dan Burns, T., 2005, Lecture Notes Dermatology, 8th
ed., 55-56,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Chomnawang M.T., Surassmo S., Nukoolkarn V.S., Gritsanapan W., 2005,
Antimicrobial Effects of Thai Medicinal Plants Against Acne-Inducing
Bacteria, http://www.elsevier.com/locate/jethpharm.pdf, diakses
tanggal 20 Desember 2008
71. 52
Feralusiana, Anita, 2001, Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Infus Daun
Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi, L) Terhadap Staphylococcus
Aureus dan Salmonella typhi, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology, 84-105,
http://www.pharmtech.com, diakses tanggal 20 Mei 2009
Ghosh, D., Medhi, C.R., Solanki, H., Purkait, M.K., 2008, Decolorization of
Crystal Violet Solution by Electrocoagulation, Journal of
Environmental Protection Science, vol. II, 25-35
Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H., Staley, J.T., Williams, S.T., 1994, Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology, 9th
ed., 532, 544, 547, 548, 580,
Lippincott Williams dan Walkins, USA
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A., Brooks, G.F, Butel, J.S., Ornston,
L.N., 1996, Medical Microbiology, edisi XX, 153-154, 160-161, 168,
171-173, 211-217 diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan R F Maulany,
EGC, Jakarta
Jumpatong, K, Phutdhawong ,W., dan Budhasukh, 2006, Dechlorophyllation by
Electrocoagulation, Molecules., 11, 156-162
Kumar, GS, Jayveera, KN, Kumar, Ashok CK, Sanjay, Umachigi P, Swamy,
Vrushabendra BM, dan Kumar, Kishore DV, 2007, Antibacterial
Screening of Selected Indian Medicinal Plants Against Acne inducing
Bacteria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 6 (2), 156-162
Leyden,J.J., 1997, Therapy For Acne Vulgaris,
https://content.nejm.org/cgi/reprint/336/16/1156.pdf, diakses tanggal 15
November 2008
Loden, Marie, 2001, Hydrating Substance, in Barel, A., O., Paye, M., Maibach,
H.I., Handbook of Cosmetics Science and Technology, 355-356, Marcel
Dekker Inc., New York
Malipeddi, V.R., Dua, K., Sara, U.S., Malipeddi, H., Agrawal, A., 2006,
Comparative Evaluation of Transdermal Formulations of
NorfloxacinWith Silver Sulfadiazine Cream, USP, for Burn Wound
Healing Property, Journal of Burns and Wounds, 7(1), 26-29
Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoid Identification, edisi II, 9-53,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung
72. 53
Martin, A., Swarbrick, J.,Cammarata, A., 1993, Farmasi Fisik: Dasar-Dasar
Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, edisi III, 1077-1096,
Universitas Indonesia Press, Jakarta
Niazi, S.K., 2004, Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations:
Semisolid Products, Vol.V, 135, CRC Press, Florida
Osborne, D.W., Amann, A.H., 1990, Topical Drug Delivery Formulations,
Volume 92, 381 – 388, Marcel Dekker Inc., New York
Perry,Z.M., 1985, Medical Plant of East and SouthEast Asia, 19th
ed., 99-102, The
MIT Press, Cambriged, Massachusetts and London England
Petrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar, alih Bahasa Achmadi, 31-35, Erlangga,
Jakarta
Pribadi, F.A.Y., 2009, Optimasi Jarak Elektroda dan Voltase pada Deklorofilasi
secara Elektrokoagulasi pada Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana
Bertonii M.) dengan Metode Desain Faktorial, Skripsi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta
Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1985, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit, bagian II, 456-460, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Robinson, T., 1995, Organic Biochemistry, 6th
ed., diterjemahkan oleh Kosasih,
71-79, Penerbit ITB, Bandung
Rowe, R.C., Shesky, P.J., dan Owen S.C.,2006, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 5th
ed., 111-114, 624-625, Pharmaceutical Press, London
Sudarsono, 2002, Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan, 42-45, Pusat Studi Tanaman Obat UGM Tradisional,
Yogyakarta
Sunardi, 2007, Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil
Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Logam Pb,Cd dan TSS
Menggunakan Alat Elektrokoagulasi, BATAN,
http:/www.jurnal.sttnbatan. ac.id/wp-content/uploads/2008/06/44-
sunardi-ptapb-441- 446.pdf,diakses pada tanggal 20 Maret 2009
Triwulan, R., 2004, Potensi Antibakteri Isolat Flavonoid Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Van Steenis, C.G.G.J., den Hoed, dan Bloembergen, S., 1987, Flora Voor Scholen
in Indonesia, diterjemahkan oleh Suryowinoto M., S. Harjosuwarno,
73. 54
S.S. Adisewojo, Wibisono, dan M. Parto, 300-309, PT Pradnya
Paramitha, Jakarta
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi V, diterjemahkan oleh
Soendani Noerono, 141, 343, 579-580, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Willey, J.M., Sherwood, L.M., Woolverton, C.J., 2008, Microbiology, 7th
ed., 736,
Mc Graw-Hill International, London
Zatz, J.L., dan Kushla, G.P., 1996, Gels, in Lieberman, H. A., Lachman, L., dan
Schwatz, J. B., Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System, Vol.
II, 2nd
ed., 399-417, Marcel Dekker Inc., New York
74. 55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan rendemen dan data pengujian ekstrak
1. Rendemen ekstrak
Sebanyak 156 g serbuk kering daun belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi, L.) diperoleh 18,48 g ekstrak (setelah elektrokoagulasi). Sehingga
rendemen ekstrak yang diperoleh dapat ditentukan dengan perhitungan:
% Rendemen ekstrak = 11,86%
100%
g
156
g
48
18,
=
×
2. Diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh
Kadar
(mg/ml)
Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis
Replikasi 1
(mm)
Replikasi 2
(mm)
Replikasi 1
(mm)
Replikasi 2
(mm)
15 9 7 9 10
20 12 12 13 14
25 11 10 13 13
30 11 12 13 12
35 12 11 12 13
Lampiran 2. Data penimbangan formula, notasi, dan formula desain
faktorial
Pada 300 g gel (standar) memiliki volume 272,7273 ml sehingga untuk
membuat sediaan gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh dengan kadar
ekstrak 20 mg/ml dalam 300 g gel, dibutuhkan serbuk ekstrak sebanyak:
Ekstrak yang dibutuhkan =
ml
mg
20
x 272,7273 ml
= 5454,546 mg = 5,45 g
75. 56
1. Data penimbangan formula
Formula
Bahan 1 a b ab
Ekstrak daun belimbing
wuluh
5,45 g 5,45 g 5,45 g 5,45 g
Carbopol 940 2,1 g 3 g 2,1 g 3 g
Propilen glikol 30 g 30 g 60 g 60 g
Metil paraben 0,45 g 0,45 g 0,45 g 0,45 g
Etanol 30 g 30 g 30 g 30 g
Aquadest 216,55 g 216,55 g 216,55 g 216,55 g
NaOH 10%sampai pH 5,3-
5,6
2. Notasi
Level tinggi : +
Level rendah : -
Faktor A : Carbopol 940
Faktor B : Propilen glikol
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
3. Formula desain faktorial
Formula Faktor A Faktor B
1 2,1 g 30 g
a 3 g 30 g
b 2,1 g 60 g
ab 3 g 60 g
76. 57
Lampiran 3. Data uji sifat fisik dan uji stabilitas gel antiacne ekstrak daun
belimbing wuluh
1. Daya sebar
Replikasi Formula 1
(cm)
Formula a
(cm)
Formula b
(cm)
Formula ab
(cm)
1 5,3 4,1 5,75 4,4
2 5,55 4,25 5,5 4,2
3 5,6 4,2 5,9 4,3
4 5,45 4,25 5,95 4,35
5,475 4,2 5,775 4,3125
SD 0,1323 0,0707 0,2021 0,0854
2. Viskositas dan pergeseran viskositas
Formula 1
Replikasi
Viskositas setelah
dibuat (d Pa-s)
Viskositas setelah
penyimpanan 1bulan
(d Pa-s)
Pergeseran Viskositas
(%)
1 225 210 6,6667
2 225 205 8,8889
3 230 210 8,6957
4 220 200 9,0909
X 225 206,25 8,3356
SD 4,0825 4,7871 1,1242
Formula a
Replikasi
Viskositas setelah
dibuat (d Pa-s)
Viskositas setelah
penyimpanan 1bulan
(d Pa-s)
Pergeseran Viskositas
(%)
1 390 400 2,5641
2 400 410 2,5
3 410 420 2,4390
4 400 400 0
X 400 407,5 1,8758
SD 8,165 9,5743 1,2516
77. 58
Formula b
Replikasi
Viskositas setelah
dibuat (d Pa-s)
Viskositas setelah
penyimpanan 1bulan
(d Pa-s)
Pergeseran Viskositas
(%)
1 205 175 14,6341
2 205 170 17,0732
3 200 175 12,5
4 205 175 14,6341
X 203,75 173,75 14,7104
SD 2,5 2,5 1,8691
Formula ab
Replikasi
Viskositas setelah
dibuat (d Pa-s)
Viskositas setelah
penyimpanan 1bulan
(d Pa-s)
Pergeseran Viskositas
(%)
1 320 330 3,125
2 330 340 3,0303
3 330 330 0
4 330 340 3,0303
X 327,5 335 2,2964
SD 5 5,7735 1,5316
Perhitungan % pergeseran viskositas
% Pergeseran viskositas =
a
b
-
a
x 100 %
Keterangan :
a = viskositas segera setelah dibuat
b = viskositas setelah penyimpanan 1 bulan
3. Potensi antibakteri gel
Staphylococcus aureus
Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus
Replikasi Formula 1
(mm)
Formula a
(mm)
Formula b
(mm)
Formula ab
(mm)
1 9 8,5 9 9
2 9 8,25 9,5 9,25
3 8,5 8 9 9,25
4 8,25 8,5 9,25 9
8,6875 8,3125 9,1875 9,125
SD 0,3750 0,2394 0,2394 0,1443
78. 59
Staphylococcus epidermidis
Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus epidermidis
Replikasi Formula 1
(mm)
Formula a
(mm)
Formula b
(mm)
Formula ab
(mm)
1 9 9,5 9,5 9,5
2 9,5 9,75 10 9,25
3 9,5 8,5 10 9,75
4 9 9 9,5 10
9,25 9,1875 9,75 9,625
SD 0,2887 0,5543 0,2887 0,3227
Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial
1. Daya sebar
Formula Carbopol 940 Propilen glikol Interaksi Respon
1 - - + 5,475
a + - - 4,2
b - + - 5,775
ab + + + 4,3125
Efek A =
( ) ( )
2
1
+
−
+ b
a
ab
=
( ) ( )
2
475
,
5
775
,
5
2
,
4
3125
,
4 +
−
+
=
2
7375
,
2
−
= -1,3688
Efek B =
( ) ( )
2
1
+
−
+ a
b
ab
=
( ) ( )
2
475
,
5
2
,
4
775
,
5
4,3125 +
−
+
=
2
4125
,
0
= 0,2063
Efek interaksi =
( ) ( )
2
1 b
a
ab +
−
+
=
( ) ( )
2
775
,
5
2
,
4
3125
,
4
475
,
5 +
−
+
=
2
1875
,
0
−
= -0,0938
Persamaan umum desain faktorial
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB
Formula 1
5,475 = b0 + 2,1 b1 + 30 b2 + 63 b12................................................…………….(1)
Formula a
4,2 = b0 + 3 b1 + 30 b2 + 90 b12....................................................……………(2)
86. 67
2
y
Σ = total sum of squares
2
y
Σ = (5,3)2
+ (5,55)2
+ (5,6)2
+ (5,45)2
+ (5,75)2
+ (5,5)2
+ (5,9)2
+ (5,95)2
+
(4,1)2
+ (4,25)2
+ (4,2)2
+ (4,25)2
+ (4,4)2
+ (4,2)2
+ (4,3)2
+ (4,35)2 _
16
)
05
,
79
( 2
= 7,9111
Ryy = replicate sum of square
Ryy = ( )
16
79,05
4
)
20
(
)
20
(
)
5
,
19
(
)
55
,
19
(
2
2
2
2
2
−
+
+
+
= 0,0567
Tyy = treatment sum of squares
Tyy =
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
16
79,05
4
17,25
16,8
23,1
21,9
2
2
2
2
2
−
+
+
+
= 7,6992
Eyy = experiment all error sum of squares
= 7,9111 – 0,0567 – 7,6992
= 0,1552
Ayy = sum of squares associated with the different level of a
=
( ) ( ) ( )
16
05
,
79
8
17,25
16,8
23,1
21,9
2
2
2
−
+
+
+
= 7,4939
Byy = sum of squares associated with the different level of b
=
( ) ( ) ( )
16
79,05
8
17,25
23,1
16,8
21,9
2
2
2
−
+
+
+
= 0,1702
87. 68
Source of
Variation
Degrees of
freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 3 0,0567 0,0189
Treatment 3 7,6992 2,5664
a 1 7,4939 7,4939 579,5891
b 1 0,1702 0,1702 13,1601
ab 1 0,0352 0,0352 2,7190
Experimental
error
12 0,1552 0,0129
Total 15 7,9111
F a =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
a
for
squares
mean
=
0129
,
0
4939
,
7
= 579,5891
F b =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
b
for
squares
mean
=
0129
,
0
0,1702
= 13,1601
F ab =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
ab
for
squares
mean
=
0129
,
0
0,0352
= 2,7190
F tabel (1,12) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 4,75
2. Uji Viskositas
Replikasi
a1 a2
b1 b2 b1 b2
1 225 205 390 320
2 225 205 400 330
3 230 200 410 330
4 220 205 400 330
Σ 900 815 1600 1310
88. 69
2
y
Σ = total sum of squares
2
y
Σ = (225)2
+ (225)2
+ (230)2
+ (220)2
+ (205)2
+ (205)2
+ (200)2
+ (205)2
+
(390)2
+ (400)2
+ (410)2
+ (400)2
+ (320)2
+ (330)2
+ (330)2
+ (330)2
_
16
)
4625
( 2
= 101010,9
Ryy = replicate sum of square
Ryy = ( )
16
4625
4
)
1155
(
)
1170
(
)
1160
(
)
1140
(
2
2
2
2
2
−
+
+
+
= 117,1875
Tyy = treatment sum of squares
Tyy =
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
16
4625
4
1310
1600
815
900
2
2
2
2
2
−
+
+
+
= 100667,2
Eyy = experiment all error sum of squares
= 101010,9 – 117,1875 – 100667,2
= 226,5625
Ayy = sum of squares associated with the different level of a
=
( ) ( ) ( )
16
4625
8
1310
1600
815
900
2
2
2
−
+
+
+
= 89251,5625
Byy = sum of squares associated with the different level of b
=
( ) ( ) ( )
16
4625
8
1310
815
1600
900
2
2
2
−
+
+
+
= 8789,0625
89. 70
Source of
Variation
Degrees of
freedom
Sum of
Squares Mean Squares F
Replicates 3 117,1875 39,0625
Treatment 3 100667,1875 33555,7292
a 1 89251,5625 89251,5625 4727,2552
b 1 8789,0625 8789,0625 465,5172
ab 1 2626,5625 2626,5625 139,1172
Experimental
error
12 226,5625 18,8802
Total 15 101010,9375
F a =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
a
for
squares
mean
=
8802
,
18
5625
,
89251
= 4727,2552
F b =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
b
for
squares
mean
=
8802
,
18
0625
,
8789
= 465,5172
F ab =
error
erimental
exp
for
squares
mean
effect
ab
for
squares
mean
=
8802
,
18
5625
,
2626
= 139,1172
F tabel (1,12) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 4,75
3. Pergeseran Viskositas
Replikasi
a1 a2
b1 b2 b1 b2
1 6,6667 14,6341 2,5641 3,125
2 8,8889 17,0732 2,5 3,0303
3 8,6957 12,5 2,439 0
4 9,0909 14,6341 0 3,0303
Σ 219 231 168 172,5