Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara yang memiliki karakter yang kuat, berpikir kritis, dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tujuan ini mencakup pembentukan warga negara yang memiliki rasa kebangsaan yang kuat, menghargai nilai-nilai moral dan etika, serta mampu bersaing secara global.
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
PK sebagai Pengembangan Kepribadian
1. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
3. Sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pen-
didikan guru
4. Sebagai program pendidikan politik.
5. Sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait yang
dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan,
Sejatinya, pendidikan Kewarganegaraan dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia dalam istilah
yang berbeda-beda. Pendidikan Kewarganegaraan sering disebut dengan istilah civic education, citizenship
education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Sebagai mata kuliah wajib di
perguruan tinggi, pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dan strategis guna mempersiapkan
warga negara yang kritis, cerdas dan bertanggung jawab. Pendidikan kewarga-
negaraan bersama-sama mata kuliah lain seperti agama, dan bahasa Indonesia berada pada kelomp-
ok mata kuliah pengembangan kepribadian dan wajib diterapkan di seluruh perguruan tinggi di indo-
nesia Menurut Juliardi (2014:2-4), ada dua alasan yang melatarbelakangi pentingnya pendidikan ke-
warganegaraan di perguruan tinggi, yaitu:
1. Eksternal, didasarkan atas kuatnya pengaruh globalisasi dan modernisasi dewasa ini. Globalisasai menjadi
realitas yang tak terelakan yang membawa pengaruh terhadap struktur kehidupan berma-syarakat, berbangsa
dan bernegara, seperti tercermin pada pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat. Globalisasi tidak saja
membawa pengaruh positif tentang demokrasi, hak asasi manusia (HAM), keterbukaan dan lain-lain, namun di
sisi lain globalisasi membawa pengaruh negatif seperti decade- ensi moral, pergaulan bebas, narkoba, dan lain
sebagainya. Pada masyarakat yang semakin terbuka, maka pendidikan karakter sebagaimana tercermin dalam
pendidikan kewarganegaraan menjadi benteng dalam upaya membekali individu dari pengaruh negatif
globalisasi. Globalisasi tidak bisa dibendung atau dihindari. tetapi yang paling penting adalah bagaimana
menyikapi globalisasi tersebut secara dengan kritis, dewasa, dan bijaksana.
Globalisasi pun di sisi lain menempatkan dominasi negara-negara maju atas negara-negara berkembang.
Negara-negara maju dengan segala kekuatannya menjadi penentu peta politik dunia dan mampu memberikan
tekanan bagi negara-negara yang secara politis kurang berpengaruh. Amerika misalnya, telah menjadi "polisi
dunia" yang bisa menjatuhkan hukuman bagi negara-negara yang tidak sehakuan dengannya. Dialektika antara
negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada gilirannya akan menciptakan struktur baru, yaitu
struktur global yang sangat memenagruhi pola pikir dan mentalitas negara lain. Aklibatnya, identitas masing-
masing negara menjadi memudar, bahkan mungkin bisa hilang. Pada tataran sosiologis terjadi pergeseran nilai
sebagai konsekuensi benturan antara nasionalisme dan internasionalisme. Bila kondisi itu tidak disikapi secara
bijaksana, maka cepat atau lambat sendi-sendi negara semakin longgar.
2. Internal, didasarkan atas perjalanan bangsa Indonesia yang telah mengalami beberapa masa sejak era pra
penjajahan, masa penjajahan, era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan, era pengisian
kemerdekaan, reformasi dan pasca reformasi saat ini. Setiap perubahan membawa tantangan yang berbeda-
beda sehingga perlu disikapi dengan nilai-nilai yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan seman kebangsaan dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di sisi lain, ada kecenderungan memudarya nilai-nilai
kebangsaan baik pada tataran individu maupun kelompok yang tercermin pada penyelenggara negara yang
terkena korupsi, sikap hidup hedonis, dan pragmatis. Kondisi destruktif itu tentu harus dihadapi dengan cara
menumbuhkan dan membangun sikap mental yang tangguh. Pendidikan kewarganegaraan menjadi mata
kuliah yang diharapkan mampu memperkuat nilai-nilai individu dan kelompok sehingga Indonesia bisa tetap
tegak di tengah-tengah perubahan zaman yang cepat.
1.2 PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
2. Untuk memahami pengertian pendidikan kewarganegaran secara utuh dan komprehensif, Arwiyah dan
Runik Machproh (2014:2-6) menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1.2.1 Kewarganegaraan/Civic
Dalam sejarahnya, istilah kewarganegaraan (civics) berasal dari kata Yunani yaitu civicus yang berarti
penduduk sipil yang mempraktekan demokrasi langsung dalam negara kota atau polis. Tradisi Yunani telah
memberikan inspirasi konseptual tebtabg kebaikan umum, kesejahteraan umum dan kebajikan atau
keutamaan sipil (civil virtue) yang lahir kembali dalam melawawan otokratik raja-raja. Civics merupakan
cabang dari ilmu politik yang membahas tentang hak dan kewajiban warga negara.
Civics adalah The sciences of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections,
the individual in his relation to the state. Dari debnisi tersebut, Civics dirumuskan dalam Ilmu
Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan (a) manusia dalam perkumpulan-
perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) (b) individu-individu dengan negara.
Sementara Edmonson (1958) merumuskan arti Civics ini dengan Civics is usually defined as the study of
government and of government and of citizenship, that is, of the duties, right and privileges of citizens.
Batasan ini menunjukkan bahwa Civics merupakan cabang dari ilmu politik. Jika ditelisik lebih jelas hampir
semua debnisi mengenai Civics pada intinya menyebut government, hak dan kewajiban sebagai warga negara
dari sebuah negara.
1.2.2 Civic Education
Secara historis, istilah civic education dan citizenship education muncul pada tahun 1990 dan sering digunakan
secara bertukar-pakai dengan istilah citizenship education. Mahoneymerumuskan bahwa "Civic education
includes and involves those teaching, that type of teaching method; those student activities, those
administrative and supervisory procedures which the school my utilize purposively to make for better living
together in the democratic way (synonymously) to develop better civic behavior"
Berdasarkan rumusan tersebut bahwa civic education merupakan suatu proses pendidikan yang mencangkup
proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses administrasi, dan pembinaan dalam upaya
mengembangkan perilaku warganegara yang baik. Dengan demikian, fokus dari civic education membahas
tentang warga negara di dalam negaranya dengan berbagai kompleksitasnya.
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya diorientasikan untuk membina dan membelajarkan anak menjadi
warga negara yang baik, iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa
kebangsaan) yang kuat (mantap), sadar serta mampu membina dan melaksanakan hak dan kewajiban dirinya
sebagai manusia, warga masyarakat dan bangsa negaranya, taat asas (ketentuan), demokratis dan partisipatif,
aktif-kreatif-positif dalam kebhinekaan kehidupan masyarakat bangsa dan negara. Secara umum, objek studi
civic education adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi,
agama, kebudayaan dan negara. Sedangkan secara spesibk, objek studi civic education mencakup:
a. Tingkah laku
b. Tipe pertumbuhan berpikir
c. Potensi yang ada dalam setiap diri warga negara
d. Hak dan kewajiban
e. Cita-cita dan aspirasi
f. Kesadaran, patriotisme, nasionalisme, pengertian internasional, moral pancasila
g. Usaha, kegiatan, partisipasi, tanggung jawab
1.2.3 Citizenship Education
3. Citizenship education merujuk kepada istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di
luar sekolah, seperti yang terjadi dilingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemsyarakatan, dan dalam media. Dengan demikian, bahwa citizenship education memiliki makna yang lebih
luas dari sekedar civic education yang diterapkan di sekolah atau perguruan tinggi secara formal.
1.3 TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Bila merujuk kepada Keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan
sebagaimana tercantum dalam visi, misi dan kompetensi yang diharapkan, yaitu:
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa
mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban, dan
berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa guna
memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral (Kaelan dan Ahmad Zubaidi, 2010:2). Arwiyah
dan Runik Mach Proh (2014:11), merumuskan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut :
a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secam cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bemegara, serta anti korupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Sementara pada ruang global, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu menjawab era keterbukaan
dengan mengembangkan sikap-sikap sebagai berikut:
a. Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi nilai-nilai moral, etika dan
religius.
b. Menjadi warga negara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
c. Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme, dan rasa cinta pada tanah air
d. Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggungjawab, serta mengembangkan
kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi.
c. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Dalam ungkapan yang lebih sederhana (Ubacdillah dan Abdul Rozak, 2013:6), bahwa tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga negara Indonesia yang cerdas,
bermartabat dan aktif dalam kehidupan berbangsa dan beredara. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi basis
pendidikan karakter guna mempersiapkan generasai muda atau peserta didik di perguruan tinggi menjadi
pribadi-pribadi yang tangguh, unggul, ulet, berwawasan luas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Berdasarkan visi dan misi sebagaimana dijelaskan di atas, maka kompetensi mahasiswa yang
diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan ini adalah menciptakan ilmuwan yang professional yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban. Di samping itu kompetensi lain yang
diharapkan adalah mahasiswa yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila (Kaelan dan Ahmad Zubaedi, 2010:20.
4. Mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah sepantasnya memiliki kearifan dan kecerdasan dalam
bertindak terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Kecerdasan
yang dimaksud adalah seperangkat tindakan yang penuh tanggunggung jawab terhadap negara, dan me
mecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsep
falsafah bangsa, wawasan kebangsaan, dan ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tampak
kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggungjawab diperlihatkan
sebagai kebenaran tindakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, ataupun kepatuhan terhadap nila
- nilai norma dan budaya.
Sementara menurut Dwiyatmi (2012:10), standar kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa adalah
mahasiswa memiliki pengetahuan tentang kewarganegaraan demokratis dan mampu menerapkan
pengetahuan nilai-nilai, dan ketrampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari: memiliki kepribadian yang
mantap; berpikir kritis: bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas, dan bersikap
demokratis yang berkeadaban.
Indonesia tidak saja membutuhkan kaum intelektual yang berwawasan luas, tetapi membutuhkan
kaum intelektual yang memiliki integritas, kebangsaan dan mampu mengimplementasikan Pancasila pada
tataran kehidupan praktis. Ilmu pengetahuan akan menjadi entitas yang membahayakan jika tidak dilandasi
oleh nilai-nilai luhur Pancasila sebagai nilai komitmen bersama seluruh rakyat Indonesia pada seluruh aspek
kehidupan. Oleh karena itu, Dwiyatmi (2012:10), menjelaskan secara panjang lebar, demikian: Mampu berbkir
rasional,bersikap dewasa dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demokratis yang berkeadaban sebagai
warganegara Indonesia. Dengan berbekal kemampuan intelektual ini diharapkan mahasiswa mampu
melaksanakan proses belajar sepanjang hayat, menjadi ilmuwan dan professional yang berkepribadian dan
menjunjung nilai-nilai falsafah bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.4 LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Menurut Kaelan dan Achmad Zubaidi (2010:3-5), ada dua landasan pokok yang melatarbelakangi Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu:
1.4.1 Landasan Ilmiah
a. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Sejatinya, setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup bermanfaat dan bermakna bagi negara dan
bangsanya, serta dapat mengantisipasi masa depannya. Dalam lingkup seperti itu maka diperlukan penguasaan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, moral, kemanusiaan, dan nilai-
nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga
negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara umum Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara dan negara, serta
pendidikan pendahuluan bela negara yang keseluruhannya berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar Ploso
bangsa. Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan Plsafat
bangsa Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya diberlakukan di Indonesia melainkan berlaku di
beberapa negara di dunia sebagai mana dikenal dengan Civic Education.
b. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Pada tataran Plsafat ilmu, setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode,
sistem dan bersifat universal. Hal itu mengandung pengertian bahwa objek pembahasan ilmu harus jelas, baik
objek material maupun objek formalnya. Objek material berkenaan dengan bidang sasaran yang dibahas dan
dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sementara objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih
untuk membahas objek material tersebut. Dalam Pendidikan Kewarganegaraan, objek materialnya adalah
segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang nonemperik, yang meliputi
wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara.
5. Sedangkan objek formal Pendidikan Kewarganegaraan meliputi dua segi, yaitu hubungan antara warga negara
dan negara (termasuk hubungan antar warga negara) dan bela negara. Dalam hal ini pembahasan Pendidikan
Kewarganegaraan terarah pada warga negara Indonesia dalam hubungannya dengan negara Indonesia dan
pada upaya pembelaan negara Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan idealitas Pendidikan Kearganegaraan itu, Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi No.
43/DIKTI/KEP/2006 dijabarkan lebih rinci yang meliputi pokok-pokok bahasan substansi kajian Pendidikan
Kewarganegaraan mencakup:
1) Filsafat pancasila
2) Identitas Nasional
3) Negara dan Konstitusi
4) Demokrasi Indonesia
5) Rule of Law dan Hak Asasi Manusia
6) Hak dan Kewajiban Warga Negara serta Negara
7) Geopolitik Indonesia
8) Geostrategi Indonesia
c. Rumpun Keilmuan
Pada rumpun keilmuan, Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education yang dikenal
diberbagai negara. Sebagai kajian ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan bersiaf antardisipliner (antar bidang)
bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu Kewarganegaraan ini diambil
dari berbagai disiplin ilmu. Oleh sebab itu pembahasan dan pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan
memerlukan sumbangan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik, hukum, plsafat,sosiologi, administrasi
negara, ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa, serta ilmu budaya.
1.4.2 Landasan Hukum
Landasan hukum Pendidikan Kewarganegaraan meliputi:
a. UU 1945
(1) Pembukaan UUD 1945. khusus pada alinea kedua dan keempat, yang memuat cita-cita tujuan dan
aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaannya
(2) Pasal 27 (1) menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
(3) Pasal 30 (1) menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara."
(4) Pasal 31 (1) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran"
b. Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
c. Ketetaoan MPR No. 6/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan bernegara
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Jo. UU No. 1 Tahun 1988)
(1) Dalam pasal 18 (a) disebutkan bahwa hak kewajiban warga negara yang diwujudkan denga keikut-
sertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan Pendahuluan Bela Negara
sebagai bagian tak terpisahkan dalam sistem Pendidikan Nasional
(2) Dalam pasal 19 (2) disebutkan bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh
6. setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap. Tahap awal pada tingkat pendidikan dasar
sampai Pendidikan menengah ada dalam gerakan Pramuka. Tahap lanjutan pada tingkat pendidikan
tinggi ada dalam bentuk Pendidikan Kewiraan.
e. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/0/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum
Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa dan Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian, yang wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi.
f. Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tetang Pendidikan Tinggi yang salah satunya bertujuan mengem-
bangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
maha Esa danberakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbu-
daya untuk kepentingan bangsa.
g. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Inggris.
h. Adapun pelaksanaannya berdasarkan surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, yang memuat rambu-rambu pelaksanaan kelompok
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi
1.5 METODE PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN
Sebagai mata kuliah yang diajarkan di perguruan tinggi, maka Pendidikan Kewarganegaraan perlu didukung
oleh metode pembelajaran yang tepat sehingga mampu dijiwai oleh peserta didik. Menurut Dwi Yatmi
(2012:10), metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi:
1. Menggunakan pendekatan berorientasi kepada kepentingan peserta didik dan menempatkan
mahaSiswa sebagai subjek pendidikan, mitra dalam proses pembelajaran, dan sebagai individu,
anggota keluarga, anggota masyarakat dan warga negara.
2. Metode proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pembahasan secara kritis analitis, induktif
deduktif dan efektif melalui dialog kreatif yang bersifat partisipatoris, untuk meyakini kebenaran
substansi dasar kajian dan motivasi sepanjang hayat
3. Bentuk aktivitas proses pembelajaran: kuliah tatap muka, ceramah, dialog (diskusi) in teraktif, studi
kasus, penugasan mandiri, tugas baca, seminar kelas (presentasi) dan evaluasi proses belajar, stadium
generale.
4. Motivasi: menumbuhkan kesadaran bahwa pembelajaran pengembangan kepribadian merupakan ke-
butuhan hidup untuk eksis dalam masyarakat global.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan keniscaynan yang perlu diajarkan
kepada setiap warga negara Indonesia dari tingkat pendidikan dasar, menengah, atas, hingga pada jenjang
perguruan tinggi. Pendidkkan karakter tidak bisa diberikan secara parsial melainkan harus bersifat graduasi
dengan melibatkan seluruh jenjang pendidikan. Pendidikan karakter secara substantif meliputi ranah kognitif
(pengetahuan), afektif (kesadaran dan penghayatan), dan psikomotorik (perilaku nyata) pada kehidupan
sehari-hari.