1. Penjelasan Lengkap Berdasarkan PPT
1. Sejarah dan Klasifikasi
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja
disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba
histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal
antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut. Pada tahun 1893 Quiche dan Roos
menemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi
nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup
dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di
Filiphina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica
merupakan parasit komensal dalam usus besar. Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968)
dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik
yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang
lain oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik
(simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
Klasifikasi Entamoeba histolytica oleh Schaudinn (1903) :
Kingdom : Protozoa
Filum : Protozoa
Sub filum : Sarcodina
Kelas :Lobosa–Amoebas/Amibes
Ordo : Amoebida
Famili : Entamoebidae
Genus : Entamoeba
Spesies : Entamoeba histolytica
2. 2. Morfologi
Amoeba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista.
1. Tropozoit
Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi: ukuran 10-60 μm. Sitoplasma
bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk
diagnosisnya. Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat
yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti. Bergerak
progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut pseudopodia.
2. Kista
Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm. Kista yang matang memiliki 4
buah inti entamoba. Tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sitoplasma. Kista yang
belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu,
namun biasanya menghilang setelah kista matang. Dalam peralihan bentuk
tropozoit menjadi kista, ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak
dijumpai lagi eritrosit.
3. Habitat
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar
manusia, berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan
berubah menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Bentuk kista dapat
bertahan lama diluar tubuh manusia. Entamoeba histolytica merupakan parasite obligat
dengan manusia sebagai host definitifnya. Parasite ini mungkin menginfeksi mamalia lain
seperti anjing dan monyet, namun tidak mempengaruhi persebrannya secara signifikan.
Protozoa ini akan tinggal dalam sistem intestinal manusia (baik usus halus maupun usus
besar) dan bereplikasi. Bentukan trofozoit dan kista dapat ditemukan dalam tinja pasien
(trofozoit lebih sering ditemukan pada tinja encer, dan kista lebih sering ditemukan pada tinja
padat), kadang dapat juga ditemukan dalam darag bila sesudah terjadi migrasi (eksaserbasi).
3. 4. Siklus Hidup
Fase diagnostik pada daur hidup E. histolytica adalah kista dan trofozoit. Keduanya
dapat ditemukan di dalam feses. Kista lebih sering ditemukan dalam feses yang padat,
sementara trofozoit ditemukan saat kondisi diare. Kista terlindungi oleh dinding sehingga
dapat bertahan sampai hitungan mingggu di lingkungan luar. Dinding ini juga tidak hancur
oleh asam lambung. Sebaliknya, trofozoit cepat hancur di luar tubuh dan tidak tahan dengan
asam lambung.
Makanan atau minuman yang terkontaminasi feses yang mengandung kista dapat
menjadi sumber penularan. Kista yang telah matang masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan. Di dalam usus halus, kista akan mengalami eksistasi dan mengeluarkan trofozoit.
Trofozoit ini akan bermigrasi ke usus besar. Setelah sampai di usus besar, trofozoit akan
bermultiplikasi melalui pembelahan biner dan menghasilkan kista. Trofozoit dapat berdiam di
dalam intestinal menjadi infeksi asimtomatik atau menginvasi mukosa intestinal dan
menimbulkan gejala. Trofozoit juga dapat masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi organ
ekstraintestina
Kista dan trofozoit dilewatkan dalam citra feses. 1. Kista biasanya ditemukan pada
tinja yang terbentuk, sedangkan trofozoit biasanya ditemukan pada tinja yang diare. Infeksi
Entamoeba histolytica (dan E.dispar) terjadi melalui konsumsi 2. kista dewasa/matang dari
makanan, air, atau tangan yang terkontaminasi tinja. Paparan kista menular dan trofozoit
dalam kotoran selama kontak seksual juga dapat terjadi. 3. Eksistasi terjadi di usus kecil dan
gambar trofozoit dilepaskan, yang bermigrasi ke usus besar. 4. Trofozoit mungkin tetap
terbatas pada lumen usus (A: infeksi noninvasif) dengan individu yang terus mengeluarkan
kista di tinja mereka (pembawa asimtomatik). Trophozoites dapat menyerang mukosa usus
(B: penyakit usus), atau pembuluh darah, mencapai situs ekstraintestinal seperti hati, otak,
dan paru-paru (C: penyakit ekstraintestinal). 5. Trophozoites berkembang biak dengan
pembelahan biner dan menghasilkan kista, dan kedua tahap dilewatkan dalam feses. 1. Kista
dapat bertahan hidup berhari-hari hingga berminggu-minggu di lingkungan eksternal dan
tetap menular di lingkungan karena perlindungan yang diberikan oleh dindingnya. Trofozoit
yang dikeluarkan melalui feses dengan cepat dihancurkan begitu berada di luar tubuh, dan
jika tertelan tidak akan bertahan jika terpapar lingkungan lambung.
4. 5. Peran dalam Kehidupan
Entamoeba histolytica adalah sejenis parasit golongan protozoa usus, yang sering
hidup sebagaimikroorganisme komensal (apatogen) di jaringan usus besar manusia.
Pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni
di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba, hepatitis ameba) adalah
penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus golonglon protozoa
yaitu spesies Entamoeba histolytica.
6. Contoh Kasus dan Penyembuhannya
Penyebab Amebiasis
Amebiasis terjadi ketika parasit E. histolytica masuk ke dalam tubuh dan menetap di dalam
usus. Berikut adalah cara penularan E. histolytica:
Mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi histolytica
Bersentuhan dengan tanah, air, pupuk, atau tinja yang terkontaminasi histolytica
Bersentuhan dengan benda yang terkontaminasi histolytica, termasuk dudukan toilet
Melakukan seks anal dengan penderita amebiasis
Biasanya, larva E. histolytica berada pada kondisi tidak aktif jika berada di air, tanah, pupuk,
atau tinja penderita. Namun, begitu masuk ke dalam tubuh, larva E. histolytica akan menjadi
aktif (trofozoit). Larva aktif akan berkembang biak di saluran pencernaan, kemudian bergerak
dan menetap di dinding usus besar.
Seseorang yang sering bepergian ke negara tropis atau daerah yang memiliki banyak kasus
amebiasis berisiko terinfeksi parasit ini. Jika sudah terinfeksi E. histolytica, beberapa faktor
berikut dapat membuat infeksi jadi semakin parah:
Kecanduan alkohol
Menggunakan obat kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
Mengalami malnutrisi
Menderita kanker
Sedang hamil
5. Gejala Amebiasis
Gejala yang muncul saat seseorang mengalami amebiasis akan muncul dalam 7–28 hari
setelah terinfeksi parasit. Kebanyakan penderita hanya akan mengalami gejala di bawah ini:
Diare
Kram perut
Buang angin berlebihan
Sangat lelah
Jika dibiarkan, parasit dapat menembus dinding usus dan menyebabkan luka. Parasit ini juga
bisa menyebar ke organ hati melalui pembuluh darah dan menyebabkan abses hati (kumpulan
nanah).
Jika kondisinya sudah parah, penderita bisa merasakan gejala-gejala berikut:
Nyeri perut bagian atas yang parah
Disentri atau diare dengan tinja yang bercampur lendir dan darah
Demam tinggi
Muntah-muntah
Perut bengkak
Sakit kuning (jaundice)
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala amebiasis yang
disebutkan di atas. Jika amebiasis cepat didiagnosis dan ditangani, risiko terjadinya
komplikasi bisa dicegah.
Segera periksakan diri ke dokter bila mengalami gejala amebiasis yang parah, seperti diare
yang berlangsung selama lebih dari 2 minggu, disentri, dan gejala dehidrasi.
6. Diagnosis Amebiasis
Untuk mendiagnosis amebiasis, dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dialami
pasien, serta riwayat kunjungan ke daerah tertentu, riwayat kesehatan, dan bagaimana pola
hidup pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang yang meliputi:
Tes tinja, untuk menemukan keberadaan histolytica
Tes darah, untuk mendeteksi infeksi di darah dan ada tidaknya anemia, serta untuk
menilai fungsi hati
Pemindaian dengan CT scan atau USG, untuk mendeteksi peradangan atau abses pada
hati atau organ tertentu
Kolonoskopi, untuk mendeteksi kelainan pada usus besar dan kolon
Biopsi jarum, untuk mendeteksi keberadaan parasit dengan mengambil sampel dari
abses hati
Pengobatan Amebiasis
Pengobatan amebiasis bertujuan untuk membunuh parasit, mengurangi risiko penyebaran
parasit ke bagian tubuh yang lain, serta mengatasi keluhan dan gejala. Pengobatan untuk
amebiasis meliputi:
Pemberian obat-obatan
Obat-obatan untuk menangani amebiasis antara lain:
Obat-antibiotik
Antibiotik, seperti metronidazole atau tinidazole, digunakan untuk membunuh parasit di
dalam tubuh. Obat ini biasa diberikan bersama antiparasit, seperti diloxanide furoate.
Obat-antimual
Obat antimual diberikan untuk meredakan mual yang sering terjadi pada penderita amebiasis.
Komplikasi Amebiasis
Amebiasis yang tidak ditangani dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti:
7. Anemia akibat perdarahan usus, khususnya pada penderita yang mengalami radang
usus (amebic colitis)
Sumbatan atau obstruksi pada usus akibat gumpalan jaringan pada usus (amoeboma)
Penyakit liver, misalnya abses hati amebic, yaitu pembentukan abses di jaringan hati
Sepsis, yaitu penyebaran infeksi parasit ke seluruh tubuh, termasuk otak
Pencegahan Amebiasis
Amebiasis bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan adalah:
Terapkan kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Lakukan terutama
setelah buang air kecil atau buang air besar, sebelum dan sesudah makan atau
mengolah makanan, serta sesudah mengganti popok bayi.
Cuci sayur atau buah sampai bersih dan kupas sebelum dikonsumsi.
Cuci peralatan masak sampai bersih sebelum digunakan.
Rebus air hingga mendidih sebelum diminum.
Konsumsi susu dan produk susu yang sudah melalui proses pasteurisasi.
Jangan berbagi penggunaan alat mandi, seperti handuk, sabun, atau sikat gigi, dengan orang
lain.