SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep
Jaminan Dalam Islam?
January 24th, 2014 by kafi

(Tanggapan terhadap Agustianto dalam Artikel “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah”)
Oleh Yuana Ryan Tresna *
Pendahuluan
Ulama terkemuka Taqiyuddin al-Nabhani (2004: 13) sejak puluhan tahun silam sudah
mengingatkan kepada kaum Muslim terkait dengan kekayaan apa yang paling berharga bagi
umat ini. Beliau menegaskan bahwa pemikiran, bagi umat manapun, adalah sebuah kekayaan
yang tak ternilai harganya yang mereka miliki dalam kehidupan mereka. Bahkan, ia merupakan
peninggalan yang demikian berharga yang akan diwariskan kepada generasi penerusnya.
Adapun yang dimaksud dengan pemikiran di sini adalah adanya aktivitas berfikir pada diri
umat tentang realitas kehidupan yang mereka hadapi, di mana mereka masing-masing secara
keseluruhan senantiasa menggunakan pengetahuan (knowledge) yang mereka miliki, ketika
mengindera berbagai fakta ataupun fenomena untuk menentukan hakikat fakta atau fenomena
tersebut. Hal inilah yang akan melahirkan kreativitas dan produktivitas pemikiran. Sayangnya,
umat Islam saat ini bisa dianggap sebagai umat yang telah kehilangan pemikirannya, dan tentu
saja telah kehilangan metode berfikirnya yang produktif dengan paradigma tasyri’i. Hal itu
dibuktikan dengan tidak berdayanya mayoritas umat hari ini –termasuk sebagian para
intelektualnya- untuk mengontruksikan kembali bangunan keilmuan Islam yang genuine dalam
beragam seginya. Dalam kasus Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan disahkannya
Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), melahirkan ragam pendapat dan tidak sedikit yang menunjukkan tidak
berdayanya sebagian intelektual muslim untuk menetapkan hukum Islam yang shahih pada
kasus tersebut. Bukannya memberikan pencerdasan pada umat, malah menjadikan nashnash yang ada sebagai alat legitimasi atas kebijakan penguasa yang hakikatnya bukan
berangkat dari kerangka Islam, sehingga akhirnya terkesan sangat Islami. Salah satunya tulisan
Agustianto dalam artikelnya “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah” di laman www.dakwatuna.com
yang telah mengundang penulis untuk memberikan tanggapan.
Fakta SJSN dan BPJS
Pemahaman terhadap fakta SJSN dan BPJS sangat penting sebelum kita memberikan
penilaian yang utuh terhadap konsep jaminan sosial yang baru saja diberlakukan di Indonesia.
Tanpa pemahaman yang utuh maka mustahil akan melahirkan penilaian yang benar.
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

1/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

Pelaksanaan JKN per 1 Januari 2014 ini adalah amanat dari UU No. 40 thn. 2004 tentang
SJSN dan UU No. 24 thn. 2011 tentang BPJS. UU SJSN Pasal 19 ayat 1
menegaskan, “Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas”. Prinsip asuransi sosial sebagaimana dalam Pasal 1 ayat
3, “adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang berasal dari iuran guna
memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau
anggota keluarganya”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah tiap peserta
yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang
dibayarkan. JKN adalah asuransi sosial. Hanya peserta yang membayar premi yang akan
dapat layanan kesehatan JKN. Itu artinya wajib bagi seluruh rakyat sesuai prinsip kepesertaan
wajib UU SJSN, yakni seluruh penduduk wajib jadi peserta asuransi sosial kesehatan (JKN),
dan tentu wajib membayar premi/iuran tiap bulan. Di dalam Pasal 17 disebutkan: “(1) Setiap
peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah
atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari
pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran
tersebut kepada BPJS secara berkala”.
Iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah (ayat 4) dan mereka disebut Penerima
Bantuan Iuran (PBI), atas nama hak sosial rakyat. Tapi hak itu tidak langsung diberikan kepada
rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak ketiga (BPJS) dari uang rakyat yang dipungut melalui
pajak. Jadi realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan
sesama rakyat lainnya.
Dalam implementasinya, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 101 tentang PBI dan Peraturan
Presiden No. 12 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam peraturan tersebut ditetapkan nominal
iuran PBI per jiwa Rp. 19.225, akan mendapat layanan rawat inap kelas 3. Iuran
PNS/TNI/Polri/pensiunan sebesar 5% per keluarga (2% dari pekerja dan 3% dari pemberi
kerja) dan akan dapat layanan rawat inap kelas 1 untuk golongan III ke atas atau yang setara,
dan rawat inap kelas 2 untuk di bawah golongan III. Untuk pekerja penerima upah selain PNS
dan lainnya, iuran ditetapkan 4,5% per keluarga (0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja)
hingga 30 Juni 2015, dan menjadi 5% per keluarga (1% dari pekerja dan 4% dari pemberi
kerja) mulai 1 Juli 2015. Mereka akan mendapat layanan rawat inap kelas 1 jika bergaji lebih
dari dua kali pendapatan tidak kena pajak (sekitar Rp. 4 juta) dan rawat inap kelas 2 jika
bergaji di bawahnya. Jika pekerja bergaji Rp 2 juta, sampai 30 Juni 2015, ia harus membayar
Rp. 10 ribu per keluarga (untuk 5 anggota keluarga), dan pemberi kerja harus membayar Rp.
80 ribu untuk tiap pekerjanya. Dan mulai 1 Juli 2015, tiap pekerja harus membayar Rp. 20 ribu,
dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Jadi pemberi kerja tiap
bulan harus membayar Rp. 80 ribu dikalikan jumlah pekerjanya.
Sementara untuk pekerja bukan penerima upah (bekerja sendiri) atau bukan pekerja, iuran Rp.
25.500 per jiwa (layanan rawat inap kelas 3), Rp. 42.500 per jiwa (rawat inap kelas 2), dan Rp.
59.500 per jiwa (rawat inap kelas 1). Untuk satu keluarga tinggal dikalikan jumlah anggota
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

2/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

keluarga. Jumlah itulah yang wajib dibayarkan tiap bulan.
Dana Jaminan Sosial itu wajib disimpan dan diadministrasikan di bank kustodian yang
merupakan BUMN (Pasal 40 UU BPJS). Artinya Bank BUMN bisa mendapat sumber dana
baru. Sesuai amanat Pasal 11 UU BPJS, dana itu dapat diinvestasikan, misalnya dalam bentuk
deposito berjangka, surat utang, obligasi korporasi, reksadana, properti dan penyertaan
langsung. Di dalam pasal 11 UU BPJS disebutkan: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b.
menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan
hasil yang memadai”.
Itulah sekilas fakta JKN sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN dan UU BPJS. Dengan
pemahaman atas fakta tersebut di atas penulis berharap kita bisa memberikan penilaian yang
objektif atas substansi dari UU SJSN dan UU BPJS tersebut.
Menyoal Konsep al-Takmin al-Ta’awuniy
Mengawali pandangannya, Agustianto menyajikan teori Ahmad Muhammad ‘Assal yang
menyebutkan bahwa tiga rukun ekonomi Islam yakni kepemilikan (al-milkiyyah),
kebebasan (al-hurriyyah) dan jaminan sosial (al-takaful al-ijtima’iy). Sayangnya Agustianto
tidak merinci gagasan Muhammad ‘Assal tersebut berikut dengan landasan filosofisnya. Hal itu
dapat dimengerti karena artikel tersebut bukan sedang membedah prinsip-prinsip ekonomi
Islam secara khusus. Hanya saja, ketiga rukun tersebut dapat diperdebatkan keshahihannya
dan bentuk aplikasinya. Kepemilikan sebagai sebuah rukun, dapat dipahami kehujjahannya.
Karena secara faktual persoalan ekonomi pasti dimulai dari persoalan kepemilikan atas suatu
kekayaan. Adapun kebebasan dan jaminan sosial, tentu harus ditempatkan sebagai bagian
dari cabang ekonomi, dan dalam pengamalannya perlu koridor hukum dalam mengaturnya.
Kemudian Agustianto mengajukan sebuah tesis bahwa jaminan sosial dalam studi Islam dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu jaminan sosial tradisional, yakni tanggung jawab negara untuk
menjamin kebutuhan dasar rakyatnya melalui instrumen-instrumen filantropi seperti zakat, infak,
sedekah, wakaf dan bahkan termasuk pajak; dan jaminan sosial yang berbentuk asuransi
sosial (al-takmin al-ta’awuniy).
Di dalam khazanah pemikiran Islam, khususnya terkait dengan politik ekonomi (al-siyasah aliqtishadi) Islam, dapat dipahami dengan mudah bahwa konsep jaminan dalam Islam adalah
jaminan negara untuk kepada seluruh warga negara terkait dengan pemenuhan kebutuhan
dasar tiap individu serta menetapkan regulasi untuk mencapai kesejahteraan warganya.
Penulis bukan tidak tertarik menanggapi istilah “jaminan sosial tradisional” –yang penulis
pandang masih parsial dan tidak esensial-, tetapi agar artikel ini fokus, penulis hanya akan
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

3/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

memberikan tanggapan pada terminologi kedua yakni “jaminan sosial yang berbentuk asuransi
sosial (al-takmin al-ta’awuniy)”. Ada kesimpulan yang tergesa-gesa yang perlu penulis kritisi;
dengan berpijak pada al-Qur’an dan al-Hadits tentang perintah saling menolong (ta’awun),
Agustianto menyimpulkan bahwa implementasi dari doktrin syariah tersebut diwujudkan dalam
bentuk asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan.
Diantara dalil yang sering dikemukakan dalam asuransi termasuk asuransi sosial adalah firman
Allah Swt.,
ْ
‫َﻌُوا َ ْﺑر و ْوى و َﻌُوا َﻰ ْم و اْو ان‬
‫وﺗَ ﻋ اّ ﱠﻘ َ ﺗَ ﻋ اﻹﺛَ ﻟﻌد‬
‫ِ ﺗ‬
‫ﻟ‬
ُ ِ
َ
َِْ ِ ‫َﺎوﻧ َﻠﻰَِ اﻟَ َ ﻻَﺎوﻧ َﻠ‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. al-Maidah [5]: 2)
Juga sabda Rasul Saw.,
‫و ِﻲَون اْد ﻣَاَِْﻲَو َﺧﯾﮫ‬
‫أ‬
‫اﻟﻌ‬
‫ﻟﻌ‬
ِِ‫َ ﷲ ْ ﻋِ َﺑَ ﺎ َُْ ْ ْ ن‬
ْ ِ‫ُ ﻓ ْ ِْ د م َﺑد ﻓ ﻋ‬
Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba menolong saudaranya.(HR. Muslim)
Dan sabda Nabi Saw. yang lain,
‫» إنْْ ّﯾنَ اُْ ِﻲ َزَوﱠَُِِﮭمْﻣَﺔ ﺟُوا ﻣَﺎن ُِْ َوب و اﺣُم ََُُﮭِ َﺎء‬
‫ﻛ ﻋﻧدْ ْ َ ٍ ﺛ اﻗﺗﺳ ْْ ِﻧ‬
‫ه ﺑﯾﻧ‬
‫ﻟ‬
‫ﻟ‬
‫ﻟ‬
‫ﻌ‬
ٍ‫ﱠ ََرَ إذَرﻣﻠوا ﻓ اْ و أَل َﺎم َﺎْ ﺑَ دﯾﻧ َ ﻣﻌ َ ﺎ َ َ ھم ﻓﻲ ﺛ ٍ ِ دﱠَْﻣوَُ م ﻓﻲ إ‬
ِ
َ ِِ‫ْﻐِْ ﻗ طﻌ ﻋﯾِِﺎ‬
َ‫ِ اﻷ ِ ﯾ ِ أ‬
ِ‫ﺷ‬
«.‫و اﺣِﺎﻟ ﱠَﮭمّﻲ َﺎْﮭم‬
‫ِ ﻓ ِ َ ِﻧ‬
ُ ‫َ ٍ ﺳ ُِ ﻣﻧ و أ‬
ْ‫ِ د ﺑ ﱠوﯾﺔ ِْ َﻧ ﻣ‬
Bahwa keluarga al-Asy’ariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau
makanan keluarga mereka di Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang
mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam
satu wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR.
Muttafaq ‘Alaih)
Seluruh ayat al-Qur’an dan al-Hadits terkait topik ta’awun sebagaimana contoh di atas, dari
aspek dalalah, wajh al-istidlal, dan thariq al-istidlalsebenarnya hanya menjelaskan kewajiban
saling menolong (ta’awun), tidak menjelaskan secara spesifik tentang al-takmin al-ta’awuniy.
Adapun mengenai konsep al-takmin al-ta’awuni (al-takafuli) sebenarnya
bukanlahtabarru’ (donasi). Karena akad tabarru’ dalam konsep ta’awun di dalamnya tidak ada
ruang untuk keuntungan atau mencari keuntungan. Karena sifat aktivitas itu sebagai
akad tabarru’ bukan mu’awadhah dari dua pihak.Tabarru’ adalah tasharruf dari satu pihak saja,
karena orang yang berderma perannya berakhir dengan donasinya itu. Pada faktanya asuransi
sosial BPJS (yang diklaim sebagai al-takmin al-ta’awuniy) bukanlahta’awun dalam rangka
kebaikan dan ketakwaan. Akan tetapi ia merupakan investasi untuk harta yang dibayarkan. Hal
tersebut tercermin dari pasal 11 UU BPJS. Konsekuensi dari tabarru’, sebenarnya dana donasi
tidak boleh ditempatkan untuk investasi. Selain itu, gharar terjadi di dalamnya, karena orang
yang berpartisipasi tidak tahu kapan peristiwa akan terjadi terhadapnya. Tegasnya, dengan
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

4/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

sistem asuransi sosial ini, setiap warga negara harus membayar premi setiap bulannya, baik
dia sakit ataukah tidak.
Asuransi sosial ini juga merupakan pertanggungan (dhaman) dari BPJS yang terbentuk dari
orang-orang yang berserikat terhadap partisipan yang mengalami kejadian. Karena itu syaratsyarat pertanggungan (al-dhaman) di dalam Islam wajib diterapkan terhadapnya. Sayangnya,
syarat-syarat yang telah ditetapkan Islam terkait pertanggungan (dhaman) tidak bisa dipenuhi
oleh BPJS.
Syarat pertanggungan (dhaman) yang dimaksud adalah: (a) Di sana wajib ada hak yang wajib
ditunaikan yang berada di dalam tanggungan, yaitu bahwa kejadian yang terjadi kemudian
perusahaan memberikan pertanggungan kepada seseorang yang mengalami kejadian. Artinya
membayar konsekuensi yang muncul dari kejadian itu; (b) Di sana harus tidak ada kompensasi,
yakni penanggung tidak mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau surplus atau
partisipasi (premi); (c) Akad asuransi sosial harus merupakan akad yang syar’i dengan
memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam, yaitu adanya harta dan badan,
bukansyirkah harta saja. Asuransi yang dipaparkan untuk dibahas ini adalahsyirkah harta.
Semuanya hanya menyetor harta. Hingga badan penyelenggara yang mengelola urusan
asuransi ini adalah representasi dari harta mereka bukan representasi bagi badan mereka.
Jadi tidak ada seorang pun dari mereka yang berserikat dengan badannya, akan tetapi hanya
dengan hartanya. Fakta asuransi itu dilihat dari sisi syirkah adalah sama seperti syirkah
musahamah, yaitu syirkah harta; (d) Di sana tidak boleh ada investasi harta, apalagi dengan
jalan yang tidak syar’i, melalui perusahaan lain, apapun nama dan sebutannya baik disebut
investasi ataupun reasuransi. Dalil-dalil hal itu adalah dalil-dalil syirkah harta dan dalil-dalil aldhaman. Semuanya dipaparkan di dalam kitab al-Nizhâm al-Iqtishadi fi al-Islam (al-Nabhani,
2004: 148 dam 161).
Mendudukan Konsep Maqashid al-Syari’ah
Konsep maqashid al-syari’ah boleh dikatakan merupakan gagasan al-Syatibi sebagaimana
tertuang dalam al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm. Menurut al-Syatibi, pada dasarnya syariat
ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashalih al-‘ibad), baik di dunia maupun
di akhirat. Kemaslahatan inilah, dalam pandangan beliau, menjadi maqashid alsyari’ah (tujuan-tujuan syariat). Dengan kata lain, penetapan syariat—baik secara keseluruhan
(jumlatan) maupun secara rinci (tafshilan)—didasarkan pada pada suatu ‘illat (motif
penetapan hukum), yaitu mewujudkan kemaslahatan hamba (al-Syatibi, t.th: 2-3). Selanjutnya alSyatibi membagi maqashid menjadi tiga bagian, yaitu dharuriyât, hajiyat,
dan tahsinât. Dharuriyat artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada,
akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam.Hajiyat maksudnya sesuatu yang
dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa
bagi orang sakit.Tahsinat artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

5/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis dan menutup
aurat. Dharuriyat beliau jelaskan lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu : (1) menjaga agama
(hifzh ad-dîn); (2) menjaga jiwa (hifzh an-nafs); (3) menjaga akal (hifzh al-‘aql); (4) menjaga
keturunan (hifzh an-nasl); (5) menjaga harta (hifzh al-mâl) (al-Syatibi, t.th: 4). Dari konsep ini
dapat dipahami bahwa maqashid al-syari’ah yang dimaksud oleh penggagasnya sendiri
tidaklah bebas, melainkan ada koridor yang tertentu membatasinya.
Lebih ketat lagi, Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan maqashid al-syari‘ahdalam kitab alSyakhshiyyah al-Islamiyyah (2005: 359-366). Pandangan al-Nabhani secara umum bahwa
maslahat adalah akibat (hasil) dari penerapan syariat, bukan illat penetapan syariat. Konsep alNabhani ini dapat menutup kemungkinan dimanfaatkannya konsep maqashid alsyari‘ah secara gegabah. Pandangan al-Nabhani ini mencakup 4 (empat) prinsip penting: (1)
kemaslahatan adalah hikmah (akibat) penerapan syariat; (2) maqashid al-syari’ah adalah
tujuan dari syariat sebagai keseluruhan; (3) hikmah penerapan syariat tidak selalu terwujud;
dan (4) hikmah penerapan syariat hanya bisa diketahui melalui dalil syariat.
Berdasarkan konsep yang lebih kuat ini, bahwa syariat tidak didasarkan pada ‘illat maslahat.
Dengan kalimat lain, maslahat bukanlah ‘illat (motif) penetapan suatu hukum syariat. Hanya
saja, dengan studi yang komprehensif (istiqra’) dapat ditetapkan bahwa seluruh hukum syariat
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam lima perkara; menjaga agama, akal,
keturunan, jiwa, dan harta (Abdullah, 1995: 273).
Benar bahwa sebagian ulama Syafi‘iyah dan Hanafiyah menetapkan bahwa maslahat layak
menjadi ‘illat bagi hukum-hukum syariat, tetapi maslahat ini lebih dipahami sebagai pertanda
hukum (amarah al-hukm), bukan sebagai latar belakang/motif penetapan hukum (ba’its ‘ala alhukm). Jadi, maslahat dipahami lebih dekat pada sebab (al-sabab) dari pada‘illat.
Dengan demikian, logika maslahat untuk membenarkan program BPJS –bahkan dipandang
sebagai program yang mulia dan sesuai syariah- tentu tidak tepat dilihat dari sisi manapun.
Dalam hal ini, kaidah fikih aynama takunu al-maslahah fa tsamma syar‘ullah (di mana ada
maslahat, disana ada hukum Allah) tidak dapat diamalkan. Alasannya karena maqashid alsyari‘ah haruslah secara disiplin diketahui dan dipahami dengan baik berdasarkan nash,
bukan pertimbangan akal.
Adapun posisi maslahat sebenarnya merupakan akibat dari penerapan syariat secara
keseluruhan. Islam adalah din agung yang menjelaskan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Islam datang dengan seperangkat aturan multidimeni yang mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia yang lain. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendirinya.
Tidak hanya itu, Islam juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Perangkat
hukum Islam ini diturunkan oleh Allah Swt., yakni agar ia menjadi rahmat atas seluruh umat
manusia. Allah Swt berfirman,
َِ‫َ ﺎَْْ إﻻ ًْ ﻟﻠﻌ‬
‫وﻣَر َﺎكﱠ رﺣﻣ َْﻣﯾن‬
‫َ أ َﻠﻧ ِ ََ ﺔ َﺎﻟ‬
‫ﺳ‬
ِ
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

6/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Mohammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh
alam. (QS. al-Anbiya’: 107).
Konsep Jaminan Sosial dalam Islam
Membincang tentang konsep jaminan sosial dalam Islam –atau lebih tepatnya jaminan Islam
terhadap individu dalam masyarakat- mengingatkan kita pada buku al-Islam Dhaminun li alHajat al-Asasiyah likulli Fardin wa Yu’malu li Rafaahiyatihi )Al-Badri, 1408 H: 25). Meskipun
hanya merupakan buku kecil, tetapi kutaib karangan ulama besar asal Irak tersebut
memberikan gambaran yang sangat utuh dan cemerlang bagaimana Islam memberikan
jaminan kepada setiap individu anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok
sekaligus upaya tercapainya kesejehteraan. Buku itu menarik untuk dijadikan rujukan karena
konsepnya yang orisinil didasarkan pada dalil-dali syara’ dan terbebas dari pengaruh dan
doktrin pandangan hidup lain, seperti sistem ekonomi dan politik kapitalisme.
Islam diterapkan untuk menjamin hak-hak keadilan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia. Selain itu, tendensi diberlakukannya Islam adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan
ketenangan jiwa, kebahagiaan hidup, dan terpeliharanya urusan manusia dalam Islam. Allah
Swt. berfirman,
َ ُِ ٌَْ ‫ُﻧُ َْﻘَ َ ﺎ َ ﺷﻔ‬
ِْ
‫َزل ﻣن ُر ء ان ﻣُو َﺎ ء ورﺣﻣ ْﻣؤﻣﻧﯾن‬
‫ﻟ‬
‫ﻧ‬
ِ ‫وّ ِ اْ ِ ھ ِ ٌ ََ ﺔ ﻟﻠ‬
َِ
Dan Kami turunkan dari al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orangorang yang beriman. (QS. al-Isra’: 82)
Islam memandang individu manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat.
Oleh karena itu, Islam memandang individu dan jamaah sebagai umat yang satu. Urusan
mereka diatur dengan sistem dan tata aturan yang akan membawa mereka dalam kehidupan
yang tenang, bahagia, dan sejahtera. Sebagian dari sistem tersebut adalah hukum-hukum yang
berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap warga masyarakat, berupa
pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, serta kesempatan kerja. Karena
pada dasarnya, manusia berjalan di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhan asasinya dan
kebutuhan pelengkapnya sebatas kemampuannya.
Dari sini kebijakan ekonomi yang dibuat adalah, pertama, negara wajib memenuhi kebutuhan
dasar (hajat asasiyah), yakni sandang, pangan, papan, bagi seluruh rakyat per individual.
Tidak boleh ada yang lapar, telanjang, dan tidak bisa berteduh di suatu rumah (dimiliki maupun
disewa). Dalam hal ini negara memberikan peluang kerja seluas-luasnya, dan menyantuni
mereka yang lemah dan papa. Kedua, negara memberi peluang seluas-luasnya bagi seluruh
warga negara tanpa membedakan satu dengan yang lain, untuk mendapatkan pemenuhan
kebutuhan penyempurna hidup (hajat kamaliyah). Dalam hal ini negara memberi fasilitas
seluas-luasnya. Ketiga, negara wajib memberikan pengarahan dan batas kepada masyarakat
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

7/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

agar dalam menikmati kekayaan yang dimilikinya mengikuti pola kehidupan yang khas, yakni
senantiasa di dalam koridor kehalalan.
Politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap
individu dengan pemenuhan secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkapnya (baik sekunder maupun tersier) sesuai dengan
kadar kesanggupannya. (al-Nabhani, 2004: 60). Oleh karena itu, politik ekonomi Islam bukan
hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara, tetapi justru
memperhatikan terjamin-tidaknya tiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut.
Islam juga memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan kolektif masyarakat (tanpa
membedakan kaya maupun miskin). Masyarakat dipelihara oleh negara hingga menjadi
masyarakat yang cerdas, sehat, kuat dan aman. Pendidikan secara umum diwujudkan untuk
membentuk pribadi-pribadi yang memiliki jiwa yang tunduk kepada perintah dan larangan Allah
Swt., memiliki kecerdasan dan kemampuan berfikir memecahkan segala persoalan dengan
landasan berfikir Islami, serta memiliki kemampuan keterampilan dan keahlian untuk bekal
hidup di masyarakat. Semua diberi kesempatan untuk itu dengan menggratiskan pendidikan
dan memperluas fasilitas pendidikan, baik itu sekolah universitas, masjid, perpustakaan umum,
bahkan laboratorium umum. Rasulullah Saw. menerima tebusan tawanan perang Badar dengan
jasa mereka mengajarkan baca tulis anak-anak kaum muslimin di Madinah. Rasul juga pernah
mendapatkan hadiah dokter dari Raja Najasyi lalu oleh beliau Saw. dokter itu dijadikan dokter
umum yang melayani pengobatan masyarakat secara gratis (al-Badri, 1408 H: 30)
Pada tataran aktual, dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat
yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas
publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (almashalih wa al-marafiq), yang wajib dipenuhi negara, sebab termasuk apa yang diwajibkan
oleh ri’ayah (pengurusan) negara sesuai dengan sabda Rasul Saw.
«‫»اﻹﻣﺎم ر اع ُو و ْؤولَن ر ِﮫ‬
‫ْ ﱠﺗ‬
‫ِﯾ‬
‫ِ ُ ََ َ ﺳ‬
ِ‫َ ٍَ و ھَ ﻣٌُ ﻋ َ ﻋ‬
Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR. al-Bukhari)
Secara praktik kesehatan, penyediaan layanan kesehatan gratis telah dipraktikkan dan
dicontohkan oleh Nabi Saw. sebagai kepala negara, dan para Khulafa’ al-Rasyidin. Hal itu
menjadi sunnah Nabi Saw. dan ijma’ shahabat bahwa negara wajib menyediakan pelayanan
kesehatan gratis untuk seluruh rakyat. Beberapa praktik jaminan dalam Islam dapat kita simak
dalam pragmen-pragmen kisah Rasulullah Saw. dan generasi setelahnya. Diantaranya kisah
berikut,
‫ﺑﻌث رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم إﻟﻰ أﺑﻲ ﺑن ﻛﻌب طﺑﯾﺑﺎ ﻓﻘطﻊ ﻣﻧﮫ ﻋرﻗﺎ ﺛم ﻛواه ﻋﻠﯾﮫ‬
Rasulullah Saw telah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Ka’ab (yang sedang sakit).
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

8/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Ka’ab lalu melakukan kay (dengan besi
panas) pada urat itu. (HR. Muslim).
Dalam riwayat yang lain,
‫ﻋن زﯾد ﺑن أﺳﻠم ﻋن أﺑﯾﮫ ﻗﺎل ﻣرﺿت ﻓﻲ زﻣﺎن ﻋﻣر ﺑن اﻟﺧطﺎب ﻣرﺿﺎ ﺷدﯾدا ﻓدﻋﺎ ﻟﻲ ﻋﻣر طﺑﯾﺑﺎ ﻓﺣﻣﺎﻧﻲ ﺣﺗﻰ ﻛﻧت أﻣص اﻟﻧواة‬
‫ﻣن ﺷدة اﻟﺣﻣﯾﺔ‬
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, dia berkata,”Aku pernah sakit pada masa Umar bin
Khaththab dengan sakit yang parah. Lalu Umar memanggil seorang dokter untukku,
kemudian dokter itu menyuruhku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga
aku harus menghisap biji kurma karena saking kerasnya diet itu. (HR. al-Hakim).
Pada masa lalu, dalam sejarah emas peradaban Islam, banyak rumah-rumah pengobatan
didirikan. Bahkan negara mendorong sepenuhnya riset terhadap obat-obatan serta teknikteknik pengobatan baru. Rasulullah Saw. pernah membangun tempat pengobatan untuk orangorang sakit dan membiayainya dengan harta dari Bait al-Mal. Dalam buku Tarikh al-Islam alSiyasi, diceritakan bahwa ‘Umar ra. telah memberikan sesuatu dari Bait al-Maal untuk
membantu kaum yang terserang penyakit lepra di jalan menuju Syams, ketika ia melewati
daerah tersebut. Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh para khalifah dan wali-wali. Bahkan
Khalifah Walid bin Abdul Malik secara khusus memberikan bantuan kepada orang yang
terkena penyakit lepra. (al-Badri, 1408 H: 30).
Sedangkan dalam SJSN dan BPJS sebaliknya, terjadi pengalihan tanggung jawab negara
kepada individu atau rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung, melalui pemberi kerja, dan
melalui bantuan negara bagi rakyat miskin. Jadi, jelas UU ini justru ingin melepaskan tanggung
jawab negara terhadap jaminan sosial warganya. Selain itu, jaminan sosial ini hanya bersifat
parsial, tidak memberikan jaminan kepada rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok
sandang, pangan dan papan maupun pendidikan secara menyeluruh.
Jika konsep Islam demikian, lantas dari mana sumber pendanaannya? Dana untuk itu bisa
dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariah. Bisa dari hasil
pengelolaan harta kekayaan umum, seperti hutan, aneka tambang, migas, panas bumi, hasil
laut dan kekayaan alam lainnya. Juga dari kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan
harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk menyediakan
pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat. Hal ini tentu akan sempurna
dengan penerapan sistem ekonomi Islam dalam negara.
Penutup
Dengan memperhatikan poin-poin yang penulis sampaikan di atas, maka program BPJS ini
bukan hanya bermasalah secara konsep, tetapi juga keliru dari sisi kebijakan (politik ekonomi).
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

9/11
24/1/2014

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

Oleh karena itu, program ini harus ditolak, bukan malah disosialisasikan. Hal ini merupakan
momentum yang sangat baik bagi kita untuk kembali menengok konsep Islam, yakni
bagaimana jaminan Islam terhadap setiap individu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan
dasar dan bagaimana regulasi negara dalam mendorong setiap warganya untuk mendapatkan
kesejahteraan. Refleksi atas realitas itu tidaklah sulit, jika kita mau belajar pada sejarah,
sejarah peradaban Islam, yakni sejarah kebesaran khilafah Islam yang telah mampu
mewujudkan kesejahteraan bagi warganya. Wallahu a’lam.
* Penulis adalah dosen ushul fiqih dan fiqih rekayasa keuangan pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung.

Daftar Pustaka
Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhih fî Ushul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Bayariq.
Al-Badri, Abdul Aziz. 1408H. Al-Islam Dhaminun li al-Hajat al-Asasiyah likulli Fardin wa
Yu’malu li Rafaahiyatihi. Beirut: Dar al-Nahdhah al-Islamiyah.
Al-Nabhani, Taqiyuddin. 2004. Al-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam. Beirut: Dar al-Ummah.
Al-Nabhani, Taqiyuddin. 2005. Al-Syakhshiyah al-Islamiyyah. Juz III(Ushul al-Fiqh). Beirut:
Dar al-Ummah.
Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Al-Syarikat fi al-syari’ah al-Islamiyyah wa al-Qanun al-Wadh‘i.
Beirut: Mu’assah al-Risalah.
Al-Syatibi, Abu Ishaq. Tanpa Tahun. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam. Ta‘liq oleh Muhammad
Al-Hidhr Husain. Juz II. Beirut: Darul Fikr.
Dokumen. 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta:
Kementerian Republik Indonesia.
Dokumen. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 thn. 2011 tentang BPJS.

Baca juga :

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

10/11
24/1/2014

1.
2.
3.
4.
5.

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam?

UU SJSN dan UU BPJS: Kebohongan di Balik Jaminan Sosial
SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial
SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial
Pernyataan HTI Tentang Pemalakan Rakyat di Balik UU SJSN dan UU BPJS
[HIP-17 HTI Jawa Timur]: Telaah kritis UU SJSN dan RUU BPJS

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/

11/11

More Related Content

Similar to Apakah sjsn dan bpjs kompatibel dengan konsep jaminan dalam islam

Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas LokalJaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas LokalHabibullah
 
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxJUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxRiniySuriyati
 
Pemalakan terhadap rakyat
Pemalakan terhadap rakyatPemalakan terhadap rakyat
Pemalakan terhadap rakyatRizky Faisal
 
Buku panduan bpjs
Buku panduan bpjsBuku panduan bpjs
Buku panduan bpjsbagadang s
 
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...An Nisbah
 
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONAL
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONALBPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONAL
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONALfirii JB
 
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdf
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdfJURNAL_IIS SUKARSIH.pdf
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdfyudiwahyudin25
 
Kebijakan penjaminan sosial i
Kebijakan penjaminan sosial iKebijakan penjaminan sosial i
Kebijakan penjaminan sosial iNandya Guvita
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalAhmad Solihin
 
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan Bangsa
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan BangsaEkonomi Syariah Untuk Kepentingan Bangsa
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan BangsaUnNameUser
 
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptx
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptxKONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptx
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptxMeyerEunikeNander
 

Similar to Apakah sjsn dan bpjs kompatibel dengan konsep jaminan dalam islam (20)

Asuransi Kesehatan Sosial dan BPJS
Asuransi Kesehatan Sosial dan BPJSAsuransi Kesehatan Sosial dan BPJS
Asuransi Kesehatan Sosial dan BPJS
 
Bab 1 revisi
Bab 1 revisiBab 1 revisi
Bab 1 revisi
 
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas LokalJaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal
Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal
 
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxJUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
 
Pemalakan terhadap rakyat
Pemalakan terhadap rakyatPemalakan terhadap rakyat
Pemalakan terhadap rakyat
 
Buku panduan bpjs
Buku panduan bpjsBuku panduan bpjs
Buku panduan bpjs
 
186659088 bpjs
186659088 bpjs186659088 bpjs
186659088 bpjs
 
Makalah bpjs
Makalah bpjsMakalah bpjs
Makalah bpjs
 
Makalah bpjs
Makalah bpjsMakalah bpjs
Makalah bpjs
 
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...
Tinjauan syariah terhadap transaksi muamalat asuransi kesehatan badan penyele...
 
Strategi asuransi syariah
Strategi asuransi syariahStrategi asuransi syariah
Strategi asuransi syariah
 
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONAL
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONALBPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONAL
BPJS KESEHATAN: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN NASIONAL
 
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdf
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdfJURNAL_IIS SUKARSIH.pdf
JURNAL_IIS SUKARSIH.pdf
 
Uu no 40_2004 ttg sistem jaminan sosial nasional
Uu no 40_2004 ttg sistem jaminan sosial nasionalUu no 40_2004 ttg sistem jaminan sosial nasional
Uu no 40_2004 ttg sistem jaminan sosial nasional
 
Kebijakan penjaminan sosial i
Kebijakan penjaminan sosial iKebijakan penjaminan sosial i
Kebijakan penjaminan sosial i
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasional
 
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan Bangsa
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan BangsaEkonomi Syariah Untuk Kepentingan Bangsa
Ekonomi Syariah Untuk Kepentingan Bangsa
 
COMMON GOOD BIOETIKA.pptx
COMMON GOOD BIOETIKA.pptxCOMMON GOOD BIOETIKA.pptx
COMMON GOOD BIOETIKA.pptx
 
Pkn menanggapi artikel
Pkn menanggapi artikelPkn menanggapi artikel
Pkn menanggapi artikel
 
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptx
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptxKONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptx
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN .pptx
 

More from Rizky Faisal

Celana pendek sampah
Celana pendek sampahCelana pendek sampah
Celana pendek sampahRizky Faisal
 
Demokrasi sistem gagal
Demokrasi  sistem gagalDemokrasi  sistem gagal
Demokrasi sistem gagalRizky Faisal
 
Apa yang kita dapat dari demokrasi
Apa yang kita dapat dari demokrasi Apa yang kita dapat dari demokrasi
Apa yang kita dapat dari demokrasi Rizky Faisal
 
Skema jalur aktivitas kalam upi
Skema jalur aktivitas kalam upiSkema jalur aktivitas kalam upi
Skema jalur aktivitas kalam upiRizky Faisal
 
Hatta rajasa antek kapitalis?
Hatta rajasa antek kapitalis?Hatta rajasa antek kapitalis?
Hatta rajasa antek kapitalis?Rizky Faisal
 
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummat
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummatIndonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummat
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummatRizky Faisal
 
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...Rizky Faisal
 
Jangan permainkan pernikahan
Jangan permainkan pernikahanJangan permainkan pernikahan
Jangan permainkan pernikahanRizky Faisal
 
‘Political games’ penjajah
‘Political games’ penjajah‘Political games’ penjajah
‘Political games’ penjajahRizky Faisal
 
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPI
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPIIdentitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPI
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPIRizky Faisal
 
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-kuCatatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-kuRizky Faisal
 
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatan
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatanMemoar dari penjara dan indahnya persahabatan
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatanRizky Faisal
 
Bagaimana media massa menggiring opini publik (2)
Bagaimana media massa menggiring opini publik  (2)Bagaimana media massa menggiring opini publik  (2)
Bagaimana media massa menggiring opini publik (2)Rizky Faisal
 
Bagaimana media massa menggiring opini publik (1)
Bagaimana media massa menggiring opini publik  (1)Bagaimana media massa menggiring opini publik  (1)
Bagaimana media massa menggiring opini publik (1)Rizky Faisal
 
Mahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresMahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresRizky Faisal
 
Trend dunia tahun 2014
Trend dunia tahun 2014Trend dunia tahun 2014
Trend dunia tahun 2014Rizky Faisal
 
Doa untuk orang yang sakit
Doa untuk orang yang sakitDoa untuk orang yang sakit
Doa untuk orang yang sakitRizky Faisal
 
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88Rizky Faisal
 

More from Rizky Faisal (20)

Celana pendek sampah
Celana pendek sampahCelana pendek sampah
Celana pendek sampah
 
Demokrasi sistem gagal
Demokrasi  sistem gagalDemokrasi  sistem gagal
Demokrasi sistem gagal
 
Apa yang kita dapat dari demokrasi
Apa yang kita dapat dari demokrasi Apa yang kita dapat dari demokrasi
Apa yang kita dapat dari demokrasi
 
Target kalam 2014
Target kalam 2014Target kalam 2014
Target kalam 2014
 
Skema jalur aktivitas kalam upi
Skema jalur aktivitas kalam upiSkema jalur aktivitas kalam upi
Skema jalur aktivitas kalam upi
 
Hatta rajasa antek kapitalis?
Hatta rajasa antek kapitalis?Hatta rajasa antek kapitalis?
Hatta rajasa antek kapitalis?
 
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummat
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummatIndonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummat
Indonesia ; antara demokrasi, khilafah, dan persatuan ummat
 
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...
Hijrah pengusaha muslim, berjuang mengorbankan harta dan jiwa menuju ridha al...
 
Jangan permainkan pernikahan
Jangan permainkan pernikahanJangan permainkan pernikahan
Jangan permainkan pernikahan
 
‘Political games’ penjajah
‘Political games’ penjajah‘Political games’ penjajah
‘Political games’ penjajah
 
Fanatik!
Fanatik!Fanatik!
Fanatik!
 
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPI
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPIIdentitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPI
Identitas Pemuda yang Hilang - KALAM UPI
 
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-kuCatatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
 
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatan
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatanMemoar dari penjara dan indahnya persahabatan
Memoar dari penjara dan indahnya persahabatan
 
Bagaimana media massa menggiring opini publik (2)
Bagaimana media massa menggiring opini publik  (2)Bagaimana media massa menggiring opini publik  (2)
Bagaimana media massa menggiring opini publik (2)
 
Bagaimana media massa menggiring opini publik (1)
Bagaimana media massa menggiring opini publik  (1)Bagaimana media massa menggiring opini publik  (1)
Bagaimana media massa menggiring opini publik (1)
 
Mahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresMahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capres
 
Trend dunia tahun 2014
Trend dunia tahun 2014Trend dunia tahun 2014
Trend dunia tahun 2014
 
Doa untuk orang yang sakit
Doa untuk orang yang sakitDoa untuk orang yang sakit
Doa untuk orang yang sakit
 
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
 

Apakah sjsn dan bpjs kompatibel dengan konsep jaminan dalam islam

  • 1. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? January 24th, 2014 by kafi (Tanggapan terhadap Agustianto dalam Artikel “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah”) Oleh Yuana Ryan Tresna * Pendahuluan Ulama terkemuka Taqiyuddin al-Nabhani (2004: 13) sejak puluhan tahun silam sudah mengingatkan kepada kaum Muslim terkait dengan kekayaan apa yang paling berharga bagi umat ini. Beliau menegaskan bahwa pemikiran, bagi umat manapun, adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya yang mereka miliki dalam kehidupan mereka. Bahkan, ia merupakan peninggalan yang demikian berharga yang akan diwariskan kepada generasi penerusnya. Adapun yang dimaksud dengan pemikiran di sini adalah adanya aktivitas berfikir pada diri umat tentang realitas kehidupan yang mereka hadapi, di mana mereka masing-masing secara keseluruhan senantiasa menggunakan pengetahuan (knowledge) yang mereka miliki, ketika mengindera berbagai fakta ataupun fenomena untuk menentukan hakikat fakta atau fenomena tersebut. Hal inilah yang akan melahirkan kreativitas dan produktivitas pemikiran. Sayangnya, umat Islam saat ini bisa dianggap sebagai umat yang telah kehilangan pemikirannya, dan tentu saja telah kehilangan metode berfikirnya yang produktif dengan paradigma tasyri’i. Hal itu dibuktikan dengan tidak berdayanya mayoritas umat hari ini –termasuk sebagian para intelektualnya- untuk mengontruksikan kembali bangunan keilmuan Islam yang genuine dalam beragam seginya. Dalam kasus Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), melahirkan ragam pendapat dan tidak sedikit yang menunjukkan tidak berdayanya sebagian intelektual muslim untuk menetapkan hukum Islam yang shahih pada kasus tersebut. Bukannya memberikan pencerdasan pada umat, malah menjadikan nashnash yang ada sebagai alat legitimasi atas kebijakan penguasa yang hakikatnya bukan berangkat dari kerangka Islam, sehingga akhirnya terkesan sangat Islami. Salah satunya tulisan Agustianto dalam artikelnya “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah” di laman www.dakwatuna.com yang telah mengundang penulis untuk memberikan tanggapan. Fakta SJSN dan BPJS Pemahaman terhadap fakta SJSN dan BPJS sangat penting sebelum kita memberikan penilaian yang utuh terhadap konsep jaminan sosial yang baru saja diberlakukan di Indonesia. Tanpa pemahaman yang utuh maka mustahil akan melahirkan penilaian yang benar. http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 1/11
  • 2. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? Pelaksanaan JKN per 1 Januari 2014 ini adalah amanat dari UU No. 40 thn. 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 thn. 2011 tentang BPJS. UU SJSN Pasal 19 ayat 1 menegaskan, “Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas”. Prinsip asuransi sosial sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 3, “adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan. JKN adalah asuransi sosial. Hanya peserta yang membayar premi yang akan dapat layanan kesehatan JKN. Itu artinya wajib bagi seluruh rakyat sesuai prinsip kepesertaan wajib UU SJSN, yakni seluruh penduduk wajib jadi peserta asuransi sosial kesehatan (JKN), dan tentu wajib membayar premi/iuran tiap bulan. Di dalam Pasal 17 disebutkan: “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala”. Iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah (ayat 4) dan mereka disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI), atas nama hak sosial rakyat. Tapi hak itu tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak ketiga (BPJS) dari uang rakyat yang dipungut melalui pajak. Jadi realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya. Dalam implementasinya, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 101 tentang PBI dan Peraturan Presiden No. 12 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam peraturan tersebut ditetapkan nominal iuran PBI per jiwa Rp. 19.225, akan mendapat layanan rawat inap kelas 3. Iuran PNS/TNI/Polri/pensiunan sebesar 5% per keluarga (2% dari pekerja dan 3% dari pemberi kerja) dan akan dapat layanan rawat inap kelas 1 untuk golongan III ke atas atau yang setara, dan rawat inap kelas 2 untuk di bawah golongan III. Untuk pekerja penerima upah selain PNS dan lainnya, iuran ditetapkan 4,5% per keluarga (0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) hingga 30 Juni 2015, dan menjadi 5% per keluarga (1% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) mulai 1 Juli 2015. Mereka akan mendapat layanan rawat inap kelas 1 jika bergaji lebih dari dua kali pendapatan tidak kena pajak (sekitar Rp. 4 juta) dan rawat inap kelas 2 jika bergaji di bawahnya. Jika pekerja bergaji Rp 2 juta, sampai 30 Juni 2015, ia harus membayar Rp. 10 ribu per keluarga (untuk 5 anggota keluarga), dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Dan mulai 1 Juli 2015, tiap pekerja harus membayar Rp. 20 ribu, dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Jadi pemberi kerja tiap bulan harus membayar Rp. 80 ribu dikalikan jumlah pekerjanya. Sementara untuk pekerja bukan penerima upah (bekerja sendiri) atau bukan pekerja, iuran Rp. 25.500 per jiwa (layanan rawat inap kelas 3), Rp. 42.500 per jiwa (rawat inap kelas 2), dan Rp. 59.500 per jiwa (rawat inap kelas 1). Untuk satu keluarga tinggal dikalikan jumlah anggota http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 2/11
  • 3. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? keluarga. Jumlah itulah yang wajib dibayarkan tiap bulan. Dana Jaminan Sosial itu wajib disimpan dan diadministrasikan di bank kustodian yang merupakan BUMN (Pasal 40 UU BPJS). Artinya Bank BUMN bisa mendapat sumber dana baru. Sesuai amanat Pasal 11 UU BPJS, dana itu dapat diinvestasikan, misalnya dalam bentuk deposito berjangka, surat utang, obligasi korporasi, reksadana, properti dan penyertaan langsung. Di dalam pasal 11 UU BPJS disebutkan: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Itulah sekilas fakta JKN sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN dan UU BPJS. Dengan pemahaman atas fakta tersebut di atas penulis berharap kita bisa memberikan penilaian yang objektif atas substansi dari UU SJSN dan UU BPJS tersebut. Menyoal Konsep al-Takmin al-Ta’awuniy Mengawali pandangannya, Agustianto menyajikan teori Ahmad Muhammad ‘Assal yang menyebutkan bahwa tiga rukun ekonomi Islam yakni kepemilikan (al-milkiyyah), kebebasan (al-hurriyyah) dan jaminan sosial (al-takaful al-ijtima’iy). Sayangnya Agustianto tidak merinci gagasan Muhammad ‘Assal tersebut berikut dengan landasan filosofisnya. Hal itu dapat dimengerti karena artikel tersebut bukan sedang membedah prinsip-prinsip ekonomi Islam secara khusus. Hanya saja, ketiga rukun tersebut dapat diperdebatkan keshahihannya dan bentuk aplikasinya. Kepemilikan sebagai sebuah rukun, dapat dipahami kehujjahannya. Karena secara faktual persoalan ekonomi pasti dimulai dari persoalan kepemilikan atas suatu kekayaan. Adapun kebebasan dan jaminan sosial, tentu harus ditempatkan sebagai bagian dari cabang ekonomi, dan dalam pengamalannya perlu koridor hukum dalam mengaturnya. Kemudian Agustianto mengajukan sebuah tesis bahwa jaminan sosial dalam studi Islam dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu jaminan sosial tradisional, yakni tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyatnya melalui instrumen-instrumen filantropi seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan bahkan termasuk pajak; dan jaminan sosial yang berbentuk asuransi sosial (al-takmin al-ta’awuniy). Di dalam khazanah pemikiran Islam, khususnya terkait dengan politik ekonomi (al-siyasah aliqtishadi) Islam, dapat dipahami dengan mudah bahwa konsep jaminan dalam Islam adalah jaminan negara untuk kepada seluruh warga negara terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar tiap individu serta menetapkan regulasi untuk mencapai kesejahteraan warganya. Penulis bukan tidak tertarik menanggapi istilah “jaminan sosial tradisional” –yang penulis pandang masih parsial dan tidak esensial-, tetapi agar artikel ini fokus, penulis hanya akan http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 3/11
  • 4. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? memberikan tanggapan pada terminologi kedua yakni “jaminan sosial yang berbentuk asuransi sosial (al-takmin al-ta’awuniy)”. Ada kesimpulan yang tergesa-gesa yang perlu penulis kritisi; dengan berpijak pada al-Qur’an dan al-Hadits tentang perintah saling menolong (ta’awun), Agustianto menyimpulkan bahwa implementasi dari doktrin syariah tersebut diwujudkan dalam bentuk asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan. Diantara dalil yang sering dikemukakan dalam asuransi termasuk asuransi sosial adalah firman Allah Swt., ْ ‫َﻌُوا َ ْﺑر و ْوى و َﻌُوا َﻰ ْم و اْو ان‬ ‫وﺗَ ﻋ اّ ﱠﻘ َ ﺗَ ﻋ اﻹﺛَ ﻟﻌد‬ ‫ِ ﺗ‬ ‫ﻟ‬ ُ ِ َ َِْ ِ ‫َﺎوﻧ َﻠﻰَِ اﻟَ َ ﻻَﺎوﻧ َﻠ‬ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. al-Maidah [5]: 2) Juga sabda Rasul Saw., ‫و ِﻲَون اْد ﻣَاَِْﻲَو َﺧﯾﮫ‬ ‫أ‬ ‫اﻟﻌ‬ ‫ﻟﻌ‬ ِِ‫َ ﷲ ْ ﻋِ َﺑَ ﺎ َُْ ْ ْ ن‬ ْ ِ‫ُ ﻓ ْ ِْ د م َﺑد ﻓ ﻋ‬ Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba menolong saudaranya.(HR. Muslim) Dan sabda Nabi Saw. yang lain, ‫» إنْْ ّﯾنَ اُْ ِﻲ َزَوﱠَُِِﮭمْﻣَﺔ ﺟُوا ﻣَﺎن ُِْ َوب و اﺣُم ََُُﮭِ َﺎء‬ ‫ﻛ ﻋﻧدْ ْ َ ٍ ﺛ اﻗﺗﺳ ْْ ِﻧ‬ ‫ه ﺑﯾﻧ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻌ‬ ٍ‫ﱠ ََرَ إذَرﻣﻠوا ﻓ اْ و أَل َﺎم َﺎْ ﺑَ دﯾﻧ َ ﻣﻌ َ ﺎ َ َ ھم ﻓﻲ ﺛ ٍ ِ دﱠَْﻣوَُ م ﻓﻲ إ‬ ِ َ ِِ‫ْﻐِْ ﻗ طﻌ ﻋﯾِِﺎ‬ َ‫ِ اﻷ ِ ﯾ ِ أ‬ ِ‫ﺷ‬ «.‫و اﺣِﺎﻟ ﱠَﮭمّﻲ َﺎْﮭم‬ ‫ِ ﻓ ِ َ ِﻧ‬ ُ ‫َ ٍ ﺳ ُِ ﻣﻧ و أ‬ ْ‫ِ د ﺑ ﱠوﯾﺔ ِْ َﻧ ﻣ‬ Bahwa keluarga al-Asy’ariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR. Muttafaq ‘Alaih) Seluruh ayat al-Qur’an dan al-Hadits terkait topik ta’awun sebagaimana contoh di atas, dari aspek dalalah, wajh al-istidlal, dan thariq al-istidlalsebenarnya hanya menjelaskan kewajiban saling menolong (ta’awun), tidak menjelaskan secara spesifik tentang al-takmin al-ta’awuniy. Adapun mengenai konsep al-takmin al-ta’awuni (al-takafuli) sebenarnya bukanlahtabarru’ (donasi). Karena akad tabarru’ dalam konsep ta’awun di dalamnya tidak ada ruang untuk keuntungan atau mencari keuntungan. Karena sifat aktivitas itu sebagai akad tabarru’ bukan mu’awadhah dari dua pihak.Tabarru’ adalah tasharruf dari satu pihak saja, karena orang yang berderma perannya berakhir dengan donasinya itu. Pada faktanya asuransi sosial BPJS (yang diklaim sebagai al-takmin al-ta’awuniy) bukanlahta’awun dalam rangka kebaikan dan ketakwaan. Akan tetapi ia merupakan investasi untuk harta yang dibayarkan. Hal tersebut tercermin dari pasal 11 UU BPJS. Konsekuensi dari tabarru’, sebenarnya dana donasi tidak boleh ditempatkan untuk investasi. Selain itu, gharar terjadi di dalamnya, karena orang yang berpartisipasi tidak tahu kapan peristiwa akan terjadi terhadapnya. Tegasnya, dengan http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 4/11
  • 5. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? sistem asuransi sosial ini, setiap warga negara harus membayar premi setiap bulannya, baik dia sakit ataukah tidak. Asuransi sosial ini juga merupakan pertanggungan (dhaman) dari BPJS yang terbentuk dari orang-orang yang berserikat terhadap partisipan yang mengalami kejadian. Karena itu syaratsyarat pertanggungan (al-dhaman) di dalam Islam wajib diterapkan terhadapnya. Sayangnya, syarat-syarat yang telah ditetapkan Islam terkait pertanggungan (dhaman) tidak bisa dipenuhi oleh BPJS. Syarat pertanggungan (dhaman) yang dimaksud adalah: (a) Di sana wajib ada hak yang wajib ditunaikan yang berada di dalam tanggungan, yaitu bahwa kejadian yang terjadi kemudian perusahaan memberikan pertanggungan kepada seseorang yang mengalami kejadian. Artinya membayar konsekuensi yang muncul dari kejadian itu; (b) Di sana harus tidak ada kompensasi, yakni penanggung tidak mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau surplus atau partisipasi (premi); (c) Akad asuransi sosial harus merupakan akad yang syar’i dengan memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam, yaitu adanya harta dan badan, bukansyirkah harta saja. Asuransi yang dipaparkan untuk dibahas ini adalahsyirkah harta. Semuanya hanya menyetor harta. Hingga badan penyelenggara yang mengelola urusan asuransi ini adalah representasi dari harta mereka bukan representasi bagi badan mereka. Jadi tidak ada seorang pun dari mereka yang berserikat dengan badannya, akan tetapi hanya dengan hartanya. Fakta asuransi itu dilihat dari sisi syirkah adalah sama seperti syirkah musahamah, yaitu syirkah harta; (d) Di sana tidak boleh ada investasi harta, apalagi dengan jalan yang tidak syar’i, melalui perusahaan lain, apapun nama dan sebutannya baik disebut investasi ataupun reasuransi. Dalil-dalil hal itu adalah dalil-dalil syirkah harta dan dalil-dalil aldhaman. Semuanya dipaparkan di dalam kitab al-Nizhâm al-Iqtishadi fi al-Islam (al-Nabhani, 2004: 148 dam 161). Mendudukan Konsep Maqashid al-Syari’ah Konsep maqashid al-syari’ah boleh dikatakan merupakan gagasan al-Syatibi sebagaimana tertuang dalam al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm. Menurut al-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashalih al-‘ibad), baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan inilah, dalam pandangan beliau, menjadi maqashid alsyari’ah (tujuan-tujuan syariat). Dengan kata lain, penetapan syariat—baik secara keseluruhan (jumlatan) maupun secara rinci (tafshilan)—didasarkan pada pada suatu ‘illat (motif penetapan hukum), yaitu mewujudkan kemaslahatan hamba (al-Syatibi, t.th: 2-3). Selanjutnya alSyatibi membagi maqashid menjadi tiga bagian, yaitu dharuriyât, hajiyat, dan tahsinât. Dharuriyat artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam.Hajiyat maksudnya sesuatu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit.Tahsinat artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 5/11
  • 6. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis dan menutup aurat. Dharuriyat beliau jelaskan lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu : (1) menjaga agama (hifzh ad-dîn); (2) menjaga jiwa (hifzh an-nafs); (3) menjaga akal (hifzh al-‘aql); (4) menjaga keturunan (hifzh an-nasl); (5) menjaga harta (hifzh al-mâl) (al-Syatibi, t.th: 4). Dari konsep ini dapat dipahami bahwa maqashid al-syari’ah yang dimaksud oleh penggagasnya sendiri tidaklah bebas, melainkan ada koridor yang tertentu membatasinya. Lebih ketat lagi, Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan maqashid al-syari‘ahdalam kitab alSyakhshiyyah al-Islamiyyah (2005: 359-366). Pandangan al-Nabhani secara umum bahwa maslahat adalah akibat (hasil) dari penerapan syariat, bukan illat penetapan syariat. Konsep alNabhani ini dapat menutup kemungkinan dimanfaatkannya konsep maqashid alsyari‘ah secara gegabah. Pandangan al-Nabhani ini mencakup 4 (empat) prinsip penting: (1) kemaslahatan adalah hikmah (akibat) penerapan syariat; (2) maqashid al-syari’ah adalah tujuan dari syariat sebagai keseluruhan; (3) hikmah penerapan syariat tidak selalu terwujud; dan (4) hikmah penerapan syariat hanya bisa diketahui melalui dalil syariat. Berdasarkan konsep yang lebih kuat ini, bahwa syariat tidak didasarkan pada ‘illat maslahat. Dengan kalimat lain, maslahat bukanlah ‘illat (motif) penetapan suatu hukum syariat. Hanya saja, dengan studi yang komprehensif (istiqra’) dapat ditetapkan bahwa seluruh hukum syariat bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam lima perkara; menjaga agama, akal, keturunan, jiwa, dan harta (Abdullah, 1995: 273). Benar bahwa sebagian ulama Syafi‘iyah dan Hanafiyah menetapkan bahwa maslahat layak menjadi ‘illat bagi hukum-hukum syariat, tetapi maslahat ini lebih dipahami sebagai pertanda hukum (amarah al-hukm), bukan sebagai latar belakang/motif penetapan hukum (ba’its ‘ala alhukm). Jadi, maslahat dipahami lebih dekat pada sebab (al-sabab) dari pada‘illat. Dengan demikian, logika maslahat untuk membenarkan program BPJS –bahkan dipandang sebagai program yang mulia dan sesuai syariah- tentu tidak tepat dilihat dari sisi manapun. Dalam hal ini, kaidah fikih aynama takunu al-maslahah fa tsamma syar‘ullah (di mana ada maslahat, disana ada hukum Allah) tidak dapat diamalkan. Alasannya karena maqashid alsyari‘ah haruslah secara disiplin diketahui dan dipahami dengan baik berdasarkan nash, bukan pertimbangan akal. Adapun posisi maslahat sebenarnya merupakan akibat dari penerapan syariat secara keseluruhan. Islam adalah din agung yang menjelaskan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Islam datang dengan seperangkat aturan multidimeni yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia yang lain. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendirinya. Tidak hanya itu, Islam juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Perangkat hukum Islam ini diturunkan oleh Allah Swt., yakni agar ia menjadi rahmat atas seluruh umat manusia. Allah Swt berfirman, َِ‫َ ﺎَْْ إﻻ ًْ ﻟﻠﻌ‬ ‫وﻣَر َﺎكﱠ رﺣﻣ َْﻣﯾن‬ ‫َ أ َﻠﻧ ِ ََ ﺔ َﺎﻟ‬ ‫ﺳ‬ ِ http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 6/11
  • 7. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Mohammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya’: 107). Konsep Jaminan Sosial dalam Islam Membincang tentang konsep jaminan sosial dalam Islam –atau lebih tepatnya jaminan Islam terhadap individu dalam masyarakat- mengingatkan kita pada buku al-Islam Dhaminun li alHajat al-Asasiyah likulli Fardin wa Yu’malu li Rafaahiyatihi )Al-Badri, 1408 H: 25). Meskipun hanya merupakan buku kecil, tetapi kutaib karangan ulama besar asal Irak tersebut memberikan gambaran yang sangat utuh dan cemerlang bagaimana Islam memberikan jaminan kepada setiap individu anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sekaligus upaya tercapainya kesejehteraan. Buku itu menarik untuk dijadikan rujukan karena konsepnya yang orisinil didasarkan pada dalil-dali syara’ dan terbebas dari pengaruh dan doktrin pandangan hidup lain, seperti sistem ekonomi dan politik kapitalisme. Islam diterapkan untuk menjamin hak-hak keadilan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Selain itu, tendensi diberlakukannya Islam adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan jiwa, kebahagiaan hidup, dan terpeliharanya urusan manusia dalam Islam. Allah Swt. berfirman, َ ُِ ٌَْ ‫ُﻧُ َْﻘَ َ ﺎ َ ﺷﻔ‬ ِْ ‫َزل ﻣن ُر ء ان ﻣُو َﺎ ء ورﺣﻣ ْﻣؤﻣﻧﯾن‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻧ‬ ِ ‫وّ ِ اْ ِ ھ ِ ٌ ََ ﺔ ﻟﻠ‬ َِ Dan Kami turunkan dari al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orangorang yang beriman. (QS. al-Isra’: 82) Islam memandang individu manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Oleh karena itu, Islam memandang individu dan jamaah sebagai umat yang satu. Urusan mereka diatur dengan sistem dan tata aturan yang akan membawa mereka dalam kehidupan yang tenang, bahagia, dan sejahtera. Sebagian dari sistem tersebut adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap warga masyarakat, berupa pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, serta kesempatan kerja. Karena pada dasarnya, manusia berjalan di muka bumi ini untuk memenuhi kebutuhan asasinya dan kebutuhan pelengkapnya sebatas kemampuannya. Dari sini kebijakan ekonomi yang dibuat adalah, pertama, negara wajib memenuhi kebutuhan dasar (hajat asasiyah), yakni sandang, pangan, papan, bagi seluruh rakyat per individual. Tidak boleh ada yang lapar, telanjang, dan tidak bisa berteduh di suatu rumah (dimiliki maupun disewa). Dalam hal ini negara memberikan peluang kerja seluas-luasnya, dan menyantuni mereka yang lemah dan papa. Kedua, negara memberi peluang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara tanpa membedakan satu dengan yang lain, untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan penyempurna hidup (hajat kamaliyah). Dalam hal ini negara memberi fasilitas seluas-luasnya. Ketiga, negara wajib memberikan pengarahan dan batas kepada masyarakat http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 7/11
  • 8. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? agar dalam menikmati kekayaan yang dimilikinya mengikuti pola kehidupan yang khas, yakni senantiasa di dalam koridor kehalalan. Politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu dengan pemenuhan secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkapnya (baik sekunder maupun tersier) sesuai dengan kadar kesanggupannya. (al-Nabhani, 2004: 60). Oleh karena itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara, tetapi justru memperhatikan terjamin-tidaknya tiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut. Islam juga memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan kolektif masyarakat (tanpa membedakan kaya maupun miskin). Masyarakat dipelihara oleh negara hingga menjadi masyarakat yang cerdas, sehat, kuat dan aman. Pendidikan secara umum diwujudkan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki jiwa yang tunduk kepada perintah dan larangan Allah Swt., memiliki kecerdasan dan kemampuan berfikir memecahkan segala persoalan dengan landasan berfikir Islami, serta memiliki kemampuan keterampilan dan keahlian untuk bekal hidup di masyarakat. Semua diberi kesempatan untuk itu dengan menggratiskan pendidikan dan memperluas fasilitas pendidikan, baik itu sekolah universitas, masjid, perpustakaan umum, bahkan laboratorium umum. Rasulullah Saw. menerima tebusan tawanan perang Badar dengan jasa mereka mengajarkan baca tulis anak-anak kaum muslimin di Madinah. Rasul juga pernah mendapatkan hadiah dokter dari Raja Najasyi lalu oleh beliau Saw. dokter itu dijadikan dokter umum yang melayani pengobatan masyarakat secara gratis (al-Badri, 1408 H: 30) Pada tataran aktual, dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (almashalih wa al-marafiq), yang wajib dipenuhi negara, sebab termasuk apa yang diwajibkan oleh ri’ayah (pengurusan) negara sesuai dengan sabda Rasul Saw. «‫»اﻹﻣﺎم ر اع ُو و ْؤولَن ر ِﮫ‬ ‫ْ ﱠﺗ‬ ‫ِﯾ‬ ‫ِ ُ ََ َ ﺳ‬ ِ‫َ ٍَ و ھَ ﻣٌُ ﻋ َ ﻋ‬ Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR. al-Bukhari) Secara praktik kesehatan, penyediaan layanan kesehatan gratis telah dipraktikkan dan dicontohkan oleh Nabi Saw. sebagai kepala negara, dan para Khulafa’ al-Rasyidin. Hal itu menjadi sunnah Nabi Saw. dan ijma’ shahabat bahwa negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat. Beberapa praktik jaminan dalam Islam dapat kita simak dalam pragmen-pragmen kisah Rasulullah Saw. dan generasi setelahnya. Diantaranya kisah berikut, ‫ﺑﻌث رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم إﻟﻰ أﺑﻲ ﺑن ﻛﻌب طﺑﯾﺑﺎ ﻓﻘطﻊ ﻣﻧﮫ ﻋرﻗﺎ ﺛم ﻛواه ﻋﻠﯾﮫ‬ Rasulullah Saw telah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Ka’ab (yang sedang sakit). http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 8/11
  • 9. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Ka’ab lalu melakukan kay (dengan besi panas) pada urat itu. (HR. Muslim). Dalam riwayat yang lain, ‫ﻋن زﯾد ﺑن أﺳﻠم ﻋن أﺑﯾﮫ ﻗﺎل ﻣرﺿت ﻓﻲ زﻣﺎن ﻋﻣر ﺑن اﻟﺧطﺎب ﻣرﺿﺎ ﺷدﯾدا ﻓدﻋﺎ ﻟﻲ ﻋﻣر طﺑﯾﺑﺎ ﻓﺣﻣﺎﻧﻲ ﺣﺗﻰ ﻛﻧت أﻣص اﻟﻧواة‬ ‫ﻣن ﺷدة اﻟﺣﻣﯾﺔ‬ Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, dia berkata,”Aku pernah sakit pada masa Umar bin Khaththab dengan sakit yang parah. Lalu Umar memanggil seorang dokter untukku, kemudian dokter itu menyuruhku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga aku harus menghisap biji kurma karena saking kerasnya diet itu. (HR. al-Hakim). Pada masa lalu, dalam sejarah emas peradaban Islam, banyak rumah-rumah pengobatan didirikan. Bahkan negara mendorong sepenuhnya riset terhadap obat-obatan serta teknikteknik pengobatan baru. Rasulullah Saw. pernah membangun tempat pengobatan untuk orangorang sakit dan membiayainya dengan harta dari Bait al-Mal. Dalam buku Tarikh al-Islam alSiyasi, diceritakan bahwa ‘Umar ra. telah memberikan sesuatu dari Bait al-Maal untuk membantu kaum yang terserang penyakit lepra di jalan menuju Syams, ketika ia melewati daerah tersebut. Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh para khalifah dan wali-wali. Bahkan Khalifah Walid bin Abdul Malik secara khusus memberikan bantuan kepada orang yang terkena penyakit lepra. (al-Badri, 1408 H: 30). Sedangkan dalam SJSN dan BPJS sebaliknya, terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung, melalui pemberi kerja, dan melalui bantuan negara bagi rakyat miskin. Jadi, jelas UU ini justru ingin melepaskan tanggung jawab negara terhadap jaminan sosial warganya. Selain itu, jaminan sosial ini hanya bersifat parsial, tidak memberikan jaminan kepada rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan maupun pendidikan secara menyeluruh. Jika konsep Islam demikian, lantas dari mana sumber pendanaannya? Dana untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariah. Bisa dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, seperti hutan, aneka tambang, migas, panas bumi, hasil laut dan kekayaan alam lainnya. Juga dari kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat. Hal ini tentu akan sempurna dengan penerapan sistem ekonomi Islam dalam negara. Penutup Dengan memperhatikan poin-poin yang penulis sampaikan di atas, maka program BPJS ini bukan hanya bermasalah secara konsep, tetapi juga keliru dari sisi kebijakan (politik ekonomi). http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 9/11
  • 10. 24/1/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? Oleh karena itu, program ini harus ditolak, bukan malah disosialisasikan. Hal ini merupakan momentum yang sangat baik bagi kita untuk kembali menengok konsep Islam, yakni bagaimana jaminan Islam terhadap setiap individu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan bagaimana regulasi negara dalam mendorong setiap warganya untuk mendapatkan kesejahteraan. Refleksi atas realitas itu tidaklah sulit, jika kita mau belajar pada sejarah, sejarah peradaban Islam, yakni sejarah kebesaran khilafah Islam yang telah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi warganya. Wallahu a’lam. * Penulis adalah dosen ushul fiqih dan fiqih rekayasa keuangan pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung. Daftar Pustaka Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhih fî Ushul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Bayariq. Al-Badri, Abdul Aziz. 1408H. Al-Islam Dhaminun li al-Hajat al-Asasiyah likulli Fardin wa Yu’malu li Rafaahiyatihi. Beirut: Dar al-Nahdhah al-Islamiyah. Al-Nabhani, Taqiyuddin. 2004. Al-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam. Beirut: Dar al-Ummah. Al-Nabhani, Taqiyuddin. 2005. Al-Syakhshiyah al-Islamiyyah. Juz III(Ushul al-Fiqh). Beirut: Dar al-Ummah. Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Al-Syarikat fi al-syari’ah al-Islamiyyah wa al-Qanun al-Wadh‘i. Beirut: Mu’assah al-Risalah. Al-Syatibi, Abu Ishaq. Tanpa Tahun. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam. Ta‘liq oleh Muhammad Al-Hidhr Husain. Juz II. Beirut: Darul Fikr. Dokumen. 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta: Kementerian Republik Indonesia. Dokumen. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 thn. 2011 tentang BPJS. Baca juga : http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 10/11
  • 11. 24/1/2014 1. 2. 3. 4. 5. Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Apakah SJSN dan BPJS Kompatibel Dengan Konsep Jaminan Dalam Islam? UU SJSN dan UU BPJS: Kebohongan di Balik Jaminan Sosial SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial Pernyataan HTI Tentang Pemalakan Rakyat di Balik UU SJSN dan UU BPJS [HIP-17 HTI Jawa Timur]: Telaah kritis UU SJSN dan RUU BPJS http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/01/24/apakah-sjsn-dan-bpjs-kompatibel-dengan-konsep-jaminan-dalam-islam/ 11/11