'Pembunuh bayaran' berseragam itu bernama densus 88
1. 27/1/2014
'Pembunuh Bayaran' Berseragam Itu Bernama Densus 88 - VOA-ISLAM.COM
'Pembunuh Bayaran' Berseragam Itu Bernama Densus 88
Sahabat Voa Islam
Dari puluhan orang yang diduga teroris dan ditembak mati, dapat dipastikan banyak diantaranya yang dibunuh tanpa alasan
pasti. Bahkan beberapa catatan menunjukkan, berulangkali Densus 88 menembak mati orang yang tidak bersalah.
Kasus Cililitan mengingatkan kita akan memori tsb. Dua orang yang menurut polisi adalah teroris ditembak mati pada
Selasa (8/5/2010). Namun akhirnya tidak diketahui siapa kedua orang tersebut. Anehnya, sang penembak mati (anggota
Densus 88) sendiri tidak tahu siapa orang itu. Di batu nisan makam korban, namanya tertulis Mr X.
Di Bandung, Densus 88 menangkap seorang tersangka teroris bernama Untung Budi Susanto (43) pada hari Ahad
(12/6/2011) . Saat ditangkap, Untung dalam kondisi sehat. Namun baru sehari dalam masa interogasi, ia
meninggal. Selasa (14/6) jenazahnya diantar kepada keluarganya oleh Densus 88 dalam peti mayat untuk
dikuburkan. Rumahnya dijaga ketat belasan Densus 88 dengan senjata lengkap. Keluarganya diancam Densus 88 agar
tidak melakukan tiga hal; membuka jenazah korban, melaporkan kepada TPM, dan menghubungi media massa.
Di Tanjung Balai, Medan, (24/9/2010) empat orang yang sedang menunaikan shalat Maghrib diberondong peluru Densus
88. Dua diantaranya tewas. Khairul Ghazali yang memimpin shalat itu diinjak-injak di depan keluarganya.
Itu adalah beberapa contoh kasus, masih banyak puluhan kasus sadis dan memilukan lainnya yang dihadapi korban
“pembunuhan berencana” Densus 88. Tidak sekadar membunuh dengan sadis, Densus 88 juga kadang melakukan tindakan
keji dan zalim terhadap jenazah korban, salah satu contoh adalah bola mata salah satu jenazah terduga “Teroris Ciputat”
hilang dicongkel. Menurut Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, tindakan biadab
tersebut merupakan tindakan di bawah kendali aparat Densus 88 dan BNPT yang perlakuannya mirip dengan terduga teror
bom Mapolres Poso, Zainul Arifin, dimana saat itu korban dibawa ke RS Polri dalam keadaan bola mata almarhum masih
lengkap. Tapi begitu dipulangkan ke keluarga almarhum, kondisi jenazah sangat mengerikan. Kedua matanya complong
karena bola matanya hilang dicongkel.
Mirip Pembunuh Bayaran
Siapapun yang menyimak sepak terjang Densus 88 dalam melakukan operasinya, mereka tak ubahnya seperti pembunuh
bayaran. Di kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, tidak sulit untuk mencari pembunuh bayaran atau orang yang
bersedia dibayar untuk melenyapkan nyawa seseorang. Mereka umumnya adalah alumni lembaga pemayarakatan (LP)
alias mantan napi. Biasanya setelah ada kata sepakat antara sang penyewa dengan sang pembunuh bayaran, sang
pembunuh bayaran professional akan menggali informasi sebanyak mungkin dari sang penyewa tentang targetnya.
Informasinya menyangkut nama lengkap, alamat hingga kebiasaan sang target sehari-hari. Informasi tersebut dikonfirmasi
melalui observasi langsung selama beberapa hari. Kemudian, sang pembunuh bayaran akan menentukan waktu, lokasi
hingga alat yang digunakan untuk menghabisi dan membunuh korban. Dengan kecermatan seperti itu kemungkinan
melesetnya target justru sangat minim dibanding dengan apa yang dilakukan Densus 88, “pembunuh bayaran” yang satu ini
malah sering meleset dalam mengeksekusi target atau memang mungkin sengaja mencari target secara acak untuk
menyenangkan tuan pembayar.
Berbeda dengan pembunuh bayaran yang menyusun rencana agar eksekusi dapat dilakukan sesingkat mungkin dan saksi
seminim mungkin untuk selanjutnya menentukan tempat persembunyian pasca eksekusi, Densus 88 justru melakukan aksi
dengan sebaliknya, mereka akan menyusun rencana agar eksekusi dapat dilakukan dengan durasi selama mungkin agar
terkesan lebih dramatis dan menegangkan untuk menguatkan asumsi banyak pihak bahwa para terduga teroris itu
melakukan perlawanan saat hendak ditangkap.
Pembunuh bayaran membunuh target dengan sembunyi-sembunyi, Densus 88 justru sangat demonstratif, dilakukan ramerame, bersenjata lengkap, memakai seragam resmi, dan penuh percaya diri karena mendapat legalitas dan justifikasi dari
institusi. Sehingga siapapun masyarakat yang menyaksikan aksi mereka pasti akan memberikan apresiasi dan dukungan
penuh bahwa mereka adalah penumpas teroris. Benar-benar pembunuh bayaran yang paling nyaman beraksi.
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2014/01/11/28591/pembunuh-bayaran-berseragam-itu-bernama-densus-88/#sthash.l1905Wek.z0gvFmfC.dpbs
Siapa yang Bayar?
1/3
2. 27/1/2014
'Pembunuh Bayaran' Berseragam Itu Bernama Densus 88 - VOA-ISLAM.COM
Pasca peristiwa penghancuran menara kembar WTC pada 9/11 2001 silam, AS telah membagi dunia menjadi dua bagian;
ikut bersama teroris atau ikut bersama AS untuk menumpas mereka. Negara yang memilih ikut bersama teroris, maka dia
akan mendapat stick (tongkat) dari AS sebagai simbol perlawanan sehingga layak untuk dipukul (diperangi), dan negara
yang memilih bersama AS, maka dia akan mendapatkan carrot (wortel) sebagai simbol dukungan untuk bersama seiring
sejalan melakukan agenda besar yang kemudian dikenal sebagai war on terrorism. Sebagai mitra AS sejak zaman Orde
Baru, tentu saja Indonesia memilih opsi kedua, sebab para kacung AS yang notabene adalah para penguasa negeri ini tak
ingin tuannya marah. Maka sejak saat itu berbagai MoU untuk penanggulangan bahaya terorisme banyak ditandatangani.
Berdasarkan data Human Right Watch tentang couter terorism yang dilakukan AS, pembentukan Densus 88 di Indonesia
pada tahun 2002 (setahun setelah peristiwa 9/11) didanai AS sebesar 16 Juta Dollar. Pada tahun 2001, Polri juga telah
menerima dana untuk penanganan terorisme sebesar 10 Juta Dollar. Dana untuk penanggulangan terorisme yang
dikeluarkan AS tersebut setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dana penanggulangan terorisme pada tahun 2007
sebesar 93 Milyar dollar, dan untuk tahun 2008 sebesar 141 Milyar dollar untuk seluruh dunia.
Jadi jelaslah Amerika Serikat adalah pihak pembayar bagi para “pembunuh bayaran” berseragam itu selain tentunya negara
tetangga Australia.
Mengapa Harus Dibunuh?
Prosedur tembak mati di tempat yang dilakukan Densus 88 terhadap para terduga teroris menuai banyak kecaman.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, apabila memang para terduga teroris itu sudah lama diintai, Densus 88
mestinya punya banyak kesempatan untuk menangkap para terduga teroris itu hidup-hidup dan tidak perlu dibunuh. Selain
itu, Polri juga memiliki alat canggih seperti CCISO (Cyber Crime Investigation Satelit Operation) yang bisa menyadap dan
mendeteksi dimanapun keberadaanya, atau bisa juga menembakkan senjata atau gas pembius untuk membuat terduga
pingsan, dan cara lainnya. Intinya jika ini dilakukan secara profesional tentu tidak perlu ada penembakan mati.
Terlebih penggerebeg-an kadang dilakukan di desa terpencil, dengan lokasi berbukit-bukit, ini memungkinkan terduga
ditangkap hidup-hidup. Jika memang benar para terduga teroris itu dicurigai terlibat aksi terorisme sebagaimana yang
disangkakan Densus 88, tentunya lebih menguntungkan jika ditangkap dalam keadaan hidup karena mereka belum tentu
bersalah.
Sejauh ini sudah sekitar 110 korban yang ditembak mati Densus 88 tanpa proses pengadilan. Justru sebagian besar korban
ditembak dalam kondisi tidak berdaya. Siane Indriani menuturkan hingga saat ini, tak ada prestasi membanggakan yang
ditunjukkan Densus 88 dalam upaya pengungkapan sejumlah kasus terorisme. Aksi tembak mati sesungguhnya hanya
akan menstimulasi tindakan balas dendam dan menumbuhsuburkan teror-teror berikutnya secara berkelanjutan.
Kiat Islam Menanggulangi Terorisme
Sebagai agama dan ideologi yang lengkap dan sempurna, Islam telah memberikan solusi yang jelas dan tegas terhadap
tindakan teror. Tindakan teror, baik secara verbal maupun fisik, sama-sama diharamkan oleh Islam. Nabi menyatakan,
“Siapa saja yang meneror orang Islam demi mendapatkan ridha penguasa, maka dia akan diseret pada Hari Kiamat
bersamanya.” (Lihat, as-Suyuthi, Jami’ al-Masanid wa al-Marasil, VII/44). Teror yang dimaksud di sini bisa berbentuk verbal
maupun fisik. Demikian juga hadits Nabi, “Siapa yang menghunus pedang terhadap seorang Muslim, maka benar-benar
telah menumpahkan darahnya.” (Lihat, as-Syaibani, Syarah as-Sair al-Kabir, I/6). Kedua hadits ini jelas mengharamkan
tindakan teror. Karena itu, tindakan ini dianggap pelanggaran syar’i (muk halafah syar’iyyah), dan merupakan bentuk
krimininal (jarimah).
Dalam Islam, setiap pelanggaran ada sanksinya, sesuai dengan bentuk dan kadarnya. Jika tindakan teror yang
dilakukannya menyebabkan hilangnya nyawa orang banyak, maka menurut mazhab Hanafi, orang tersebut harus dibunuh,
tidak perlu membayar diyat. Namun, menurut Imam as-Syafii, itu belum cukup. Selain harus dibunuh, dia diwajibkan
membayar diyat kepada seluruh keluarga korban. Alasannya, karena nyawa yang dia renggut lebih dari satu. Jika diqishash, maka nyawanya hanya berlaku untuk satu korban, sementara korban yang lain belum mendapat bagian. Karena
itu, dia wajib membayar diyat, agar defisit qishash tersebut bisa ditutup (Lihat, as-Sarakhsi, al-Mabsuth, III/99).
Namun, jika tindakan teror yang dilakukan tidak sampai menyebabkan hilangnya nyawa, tetapi hanya menimbulkan
hilangnya anggota badan, maka Islam menetapkan diyat untuk masing-masing. Dengan ketentuan: (1) Jika anggota badan
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2014/01/11/28591/pembunuh-bayaran-berseragam-itu-bernama-densus-88/#sthash.l1905Wek.z0gvFmfC.dpbs
2/3
tersebut hanya mempunyai satu organ, maka jika organ tersebut terluka, wajib dibayar 100 unta; (2) Jika terdiri dari dua
3. 27/1/2014
'Pembunuh Bayaran' Berseragam Itu Bernama Densus 88 - VOA-ISLAM.COM
organ, dan yang terluka hanya salah satu, seperti telinga sebelah kiri, maka wajib dibayar 50 unta; (3) Jika terdiri dari
sepuluh bagian, seperti jari, maka setiap jari wajib dibayar 10 unta. Diyat ini berlaku, jika organ tersebut hilang. Namun, jika
hanya terluka, dan luka tersebut luka dalam, maka diyat yang harus dibayar adalah sepertiga (Lihat, al-Maliki, Nidzam
al-‘Uqubat).
Demikian juga terkait dengan harta yang dirusak, dan kehormatan wanita yang direnggut, semuanya ada balasannya.
Semuanya ini telah dirinci dan dibahas oleh para fuqaha, dan banyak kita temukan rinciannya di dalam kitab-kitab fiqih
mereka. Inilah ketentuan Islam terkait dengan teror yang mengakibatkan hilangnya nyawa, harta dan kehormatan, dilihat
dari aspek tindakan kriminalnya. Dalam Islam, negara (Khilafah) akan mengontrol dan menghukum mereka dengan
menerapkan hukum-hukum peradilan yang terkait.
Semuanya ini dilakukan berdasarkan bukti, dan tidak boleh ada sanksi apapun yang dijatuhkan kepada mereka hanya
karena “diduga”. Sebab, prinsip pengadilan dalam Islam adalah, al-ashl bara’tu ad-dzimmah(asas praduga tidak bersalah).
Islam membolehkan dilakukannya penangkapan, jika ada indikasi kuat yang mengarah kepada pelaku, agar bisa ditanya.
Meski begitu, dengan tegas Islam mengharamkan penyiksaan, teror dan sejenisnya terhadap orang yang diduga atau
dituduh sebagai pelaku. Islam mengharamkan aktivitas spionase terhadap mereka, termasuk menyadap telpon, email dan
sebagainya.
Namun, larangan spionase tersebut dikecualikan terhadap Ahl Raib. Meski boleh jadi mereka adalah Muslim, tetapi karena
keterkaitan mereka dengan orang Kafir Harbi fi’lan, dan kebolehan untuk memata-matainya, maka hal yang sama juga
berlaku terhadap Ahl Raib ini. Meski demikian, kebolehan tersebut dibatasi dengan dua syarat: Pertama, jika Departemen
Perang dan Keamanan Dalam Negeri menyatakan, bahwa hasil pengawasannya membuktikan mereka terlibat dengan
negara kafir harbi fi’lan. Kedua, hasil pengawasan tersebut kemudian diserahkan kepada Qadhi Hisbah, dan Qadhi Hisbah
menyatakan bahwa aktivitas mereka bisa membahayakan Islam dan kaum Muslim. Jika dua syarat ini terpenuhi, maka
negara melalui Departemen Keamanan Dalam Negeri bisa memata-matai mereka. Namun, jika dua syarat tersebut tidak
terpenuhi, tidak boleh.
Dengan cara seperti itu, negara akan bisa menyelesaikan masalah terorisme dari akar-akarnya. Solusi yang dibangun
berdasarkan fakta kejahatan yang memang benar-benar telah dilakukan oleh pelakunya, bukan sekedar dugaan, apalagi
rekayasa demi kepentingan politik penguasa komprador dan majikannya. Jadi bisa dihitung berapa sanksi yang akan Allah
timpakan kepada para “pembunuh bayaran” berseragam itu? Wallahu a’lam.
*Penggiat Perubahan Berbasis Islamic Ideology, Penulis Buku “A Big Change; Catatan Kecil untuk Sebuah
Perubahan Besar”
Oleh Agus Suryana*
email: agus.nasrul.suryana@gmail.com
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2014/01/11/28591/pembunuh-bayaran-berseragam-itu-bernama-densus-88/#sthash.l1905Wek.z0gvFmfC.dpbs
3/3