SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
Download to read offline
KERTAS POSISI
Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu
Pengendalian Tembakau:
Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru
Disusun bersama oleh:
Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control
PP Muhammadiyah
Lentera Anak Indonesia (LAI)
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Human Rights Working Group (HRWG)
Indonesia Institute for Social Development (IISD)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Disampaikan kepada Tim Rumah Transisi Jokowi-JK
untuk Perlindungan Kesehatan Publik dan Hak Asasi Manusia
Jakarta, 11 September 2014
Kertas Posisi
Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah
dalam Isu Pengendalian Tembakau:
Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru
D A F T A R IS I
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Pokok Permasalahan
C. Tujuan
II. Kerangka Normatif
A. Instrumen Hukum Pengendalian Dampak Rokok
B. Instrumen HAM yang sudah diratifikasi
C. Pengendalian Tembakau dalam FCTC
D. Prinsip-Prinsip UNGP bagi Industri
E. Korupsi dan HAM
III. Eksistensi Industri Rokok di Indonesia
A. Pertumbuhan Industri Rokok
B. Rokok sebagai Bahaya Epidemi
C. Relasi Kuasa Negara dan Industri Rokok
IV. Memperkuat Komitmen Pemerintah Melindungi Publik
A. Dampak Industri Rokok terhadap HAM
B. Aspirasi Publik untuk Aksesi FCTC
C. Arus Balik dalam RUU Pertembakauan
D. Aksesi FCTC dan Visi Pemerintahan Baru Jokowi-JK
V. Simpulan dan Rekomendasi
A. Simpulan
B. Rekomendasi
1
Kertas Posisi
Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah
dalam Isu Pengendalian Tembakau:
Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
perokok terbesar di dunia. Sedikitnya, sebanyak 90 juta orang di
Indonesia merupakan pecandu rokok. Situasi yang tak
menguntungkan ini diperburuk oleh makin meroketnya produksi
rokok. Produksi rokok mencapai 341 miliar batang pada 2013
(Kompas, 7 Juni 2014), dan diperkirakan mencapai 353 milliar
pada 2014 (JPNN, 9 September 2014). Angka produksi dan
konsumsi rokok yang sangat tinggi ini menunjukkan Indonesia
dalam keadaan darurat tembakau dan potensial mengancam
kesehatan publik.
Selain itu, asap rokok merugikan orang-orang yang hadir di
sekitar pecandu rokok. Menurut sebuah data, lebih dari 92 juta
orang terpapar asap rokok. Celakanya, sebagian besar dari angka
ini adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan 11 juta orang di
antaranya adalah anak berusia usia 0—4 tahun (Riskesdas 2010).
Produksi dan konsumsi rokok telah melipatgandakan
keuntungan industri rokok. Namun angka-angka itu justru
berbanding terbalik dengan kesejahteraan buruh dan petani yang
bekerja pada industri ini. Upah buruh yang rendah dan tunjangan
yang tidak manusiawi—bagian penting dari hak-hak buruh—
merupakan cerita lama industri rokok. Perkembangan terbaru
menunjukkan perusahaan rokok mengejar efisiensi dengan
merumahkan puluhan ribu buruhnya, karena penggunaan mesin
produksi yang lebih canggih. Pada bagian lain, petani tembakau
juga dihadapkan pada tata niaga yang tidak adil. Daya tawar
mereka tergerus di hadapan para tengkulak dan cukong. Mereka
juga dihadapkan banjir impor daun tembakau dari luar negeri.
Keberadaan industri rokok, dengan demikian, berpotensi
melanggar HAM kelompok rentan, utamanya hak anak,
perempuan, buruh, dan petani. Pada titik inilah, peran negara
diperlukan untuk memastikan penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan HAM, khususnya kelompok rentan. Hal ini sangat
penting mengingat Indonesia merupakan negara pihak pada
perjanjian-perjanjian HAM internasional.
Pemerintah Indonesia memang sudah memberlakukan
Undang Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang
membatasi konsumsi rokok. Namun produk-produk legislasi
tersebut belum memberikan perlindungan secara maksimal. Selain
itu, penegakan hukum dan HAM yang berkaitan dengan industri
rokok masih lemah. Bahkan akhir-akhir ini negara cenderung
memosisikan industri rokok sebagai industri yang perlu
perlindungan, bukan pengendalian.
2
Berangkat dari persoalan inilah, berbagai kelompok
masyarakat sipil yang memiliki perhatian atas kesehatan publik dan
perlindungan HAM, utamanya kelompok rentan, berkumpul dan
berdiskusi pada 28 Agustus 2014. Dari hasil diskusi inilah, kertas
posisi ini disusun dan diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pemerintahan baru Jokowi-JK dalam upaya
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, khususnya
kelompok rentan, dalam isu pengendalian tembakau.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan pada bagian
Latar Belakang, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, Indonesia
memasuki darurat tembakau yang membahayakan kesehatan
publik dan berpotensi mengganggu HAM kelompok rentan
(perempuan, anak, buruh, petani).
Kedua, negara kurang efektif mengatur industri rokok,
khususnya dalam memperlakukan buruh dan petani tembakau
serta dampak operasi dan produk perusahaan rokok terhadap
HAM kelompok rentan.
Memperhatikan dua hal di atas, maka Kertas Posisi ini
merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: Apa langkah
strategis dan bersifat segera yang harus ditempuh pemerintah baru
Jokowi-JK dalam isu pengendalian tembakau?
C. Tujuan
Kertas posisi ini bertujuan untuk mendorong Pemerintahan Baru
Jokowi-JK melakukan percepatan aksesi Konvensi Kerangka Kerja
Pengendalian Tembakau (The Framework Convention on Tobacco
Control—FCTC).
II. Kerangka Normatif
A. Instrumen Hukum Pengendalian Dampak Rokok
Pemerintah telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur
perlindungan masyarakat akibat dampak rokok (Depkes 2004).
Bagian ini menguraikan beberapa peraturan pokok yang terkait.
1. UU No. 36/ 2009 tentang Kesehatan
Di dalam UU ini disebutkan bahwa tembakau dan
produknya merupakan zat adiktif yang perlu diamankan
penggunaanya (Pasal 113). Selain itu, setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia
wajib mencantumkan peringatan kesehatan (Pasal 114).
UU ini juga mencantumkan kewajiban menerapkan
Kawasan Tanpa Rokok, antara lain fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak
bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja,
tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Pasal 115).
2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau bagi Kesehatan
3
PP ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi
dampak buruk penggunaan produk tembakau bagi kesehatan
individu dan masyarakat. Beberapa hal yang diatur PP ini,
yaitu:
Informasi kandungan kadar nikotin dan tar (pasal 10—11)
Produksi dan penjualan produk tembakau (pasal 12—14)
Kemasan dan pelabelan produk tembakau (pasal 13—24)
Larangan menjual produk melalui mesin layan diri, kepada
anak dan ibu hamil (pasal 25)
Iklan, promosi, sponsor produk tembakau (pasal 26—40)
Perlindungan Khusus Anak dan Perempuan (pasal 41—48)
Penetapan kawasan tanpa rokok (pasal 49—52)
3. UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi
Daerah
Dalam UU ini dinyatakan bahwa tarif pajak rokok
ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok diperhitungkan
dalam penetapan tarif cukai nasional (Pasal 29). Adapun hasil
penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota
sebesar 70% (Pasal 94).
UU ini juga mengatur bahwa penerimaan pajak rokok,
baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota,
dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan
kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat
yang berwenang. Pelayanan kesehatan masyarakat yang
dimaksud, antara lain pembangunan/pengadaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan
kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi
perokok (smoking area), kegiatan masyarakat tentang bahaya
merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya
merokok (Pasal 31).
4. UU No 39 Tahun 2007 tentang Cukai
Kebijakan cukai dibuat untuk mengendalikan konsumsi.
Oleh karena itu, keberhasilan kebijakan cukai rokok ditentukan
oleh kemampuannya mengendalikan konsumsi rokok, bukan
meningkatkan penerimaan negara.
Pasal 2 ayat 1 UU ini menyatakan bahwa cukai
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai
sifat: (a) Konsumsinya perlu dikendalikan; (b) Peredarannya
perlu diawasi; (c) Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak
negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; (d)
Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi
keadilan dan keseimbangan.
5. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak
Salah satu hak yang penting bagi kesehatan anak
adalah bahwa anak bebas dari kepulan asap rokok yang
membahayakan kesehatannya.
4
UU ini mengatur perlindungan atas hak-hak anak,
termasuk hak anak untuk tumbuh dan berkembang di
lingkungan yang sehat dan hak untuk mendapatkan
perawatan kesehatan dari asuhan keluarga (Pasal 45).
6. Inisiatif di Daerah
Hingga kini terdapat, sedikitnya, 150 peraturan daerah,
baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota yang
mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Inisiatif daerah untuk melindungi masyarakatnya dari
bahaya rokok patut diapresiasi. Hal ini merupakan capaian
yang baik mengingat di tingkat nasional belum ada regulasi
tentang KTR yang komprehensif untuk melindungi kesehatan
publik.
B. Instrumen HAM yang sudah diratifikasi
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi sejumlah
instrumen HAM internasional (lihat table 1). Dengan langkah ini,
maka Pemerintah Indonesia terikat dengan sejumlah norma yang
terdapat dalam perjanjian internasional tersebut. Selain itu,
langkah ratifikasi merupakan kodifikasi hukum internasional
menjadi hukum nasional, seperti diatur di dalam Pasal 7 Ayat 1
dan 2 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.
Tabel 1 Instrumen HAM yang sudah Diratifikasi
Instrumen HAM Tanggal disahkan melalui
Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik UU No. 12 Tahun 2005
Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya UU No. 11 Tahun 2005
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan
UU No. 7 tahun 1984
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam,Tidak Manusiawi, dan
Merendahkan Martabat Manusia
UU No. 5 Tahun 1998
Konvensi Hak Anak Keppres No. 36 Tahun 1990,
dikuatkan dengan UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial
UU No. 29 Tahun 1999
Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap
Penyandang Disabilitas
UU No. 19 Tahun 2011
Pada bagian lain, hak atas kesehatan merupakan HAM.
Hal ini tercantum dalam salah satu instrumen pokok HAM yang
sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(KIHESB). Kovenan ini menyediakan ketentuan yang lengkap
tentang hak atas kesehatan. Pasal 12 (1) KIHESB menyatakan
bahwa negara mengakui hak setiap orang untuk menikmati
standar kesehatan tertinggi fisik dan mental yang terjangkau.
C. Pengendalian Tembakau dalam FCTC
FCTC adalah sebuah traktat internasional yang
menegaskan kembali akan hak semua orang untuk memperoleh
5
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. FCTC disusun untuk
menghadapi globalisasi epidemi tembakau, yang didukung oleh
sejumlah faktor perdagangan yang kompleks dengan efek lintas
negara, yang difasilitasi perdagangan bebas dan investasi asing,
dengan dukungan beberapa kekuatan raksasa dalam pemasaran
global.
FCTC memulai rute pengendalian tembakau dengan
pengurangan permintaan (demand reduction), melalui:
perlindungan terhadap kepulan asap tembakau di ruang publik;
regulasi mengenai kandungan produk tembakau;
regulasi mengenai pengungkapan produk tembakau;
pengemasan dan pelabelan;
pendidikan, komunikasi, pelatihan dan peningkatan kesadaran
terhadap ancaman bahaya produk tembakau bagi kesehatan;
iklan, promosi dan sponsor tembakau;
segenap upaya pengurangan permintaan terkait
ketergantungan tembakau dan penghentian pemakaiannya.
Sementara itu, untuk pengurangan pasokan (supply
reduction), FCTC mengatur sejumlah hal, antara lain:
perdagangan ilegal produk tembakau;
penjualan produk tembakau kepada dan oleh anak di bawah
umur;
pemberian bantuan untuk kegiatan alternatif yang layak-
laksana secara ekonomis.
FCTC berlaku secara hukum selama 90 hari setelah
diratifikasi oleh 40 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB). Semua negara yang meratifikasi FCTC terikat secara
hukum dengan segala ketentuan dalam FCTC. Setiap negara
yang belum menandatangani traktat tersebut setelah 29 Juni
2004 diberi kesempatan untuk melaksanakan aksesi, sebuah
langkah yang setara dengan ratifikasi.
D. Pertautan FCTC dan Instrumen HAM
FCTC menyediakan panduan bagi negara pihak untuk
melaksanakan pengendalian tembakau. Untuk membantu
pelaksanaannya, WHO memperkenalkan paket kebijakan
MPOWER yang merupakan singkatan Monitor, Protect, Offer,
Warn, Enforce, Raise (Spires et al, 2014).
Kerangka MPOWER mendorong intervensi untuk
mempromosikan kesehatan yang konsisten dengan pendekatan
kesehatan dan pengendalian tembakau yang berbasis HAM.
Publikasi terbaru dari Institute for Global Tobacco Control (IGTC)
mengidentifikasi pasal-pasal khusus dan redaksi dalam setiap
perjanjian HAM internasional dapat diterapkan untuk mendorong
pengendalian Tembakau (Lihat Tabel 2).
6
Tabel 2
Ketentuan dan pasal-pasal dalam Perjanjian HAM Internasional dengan Kerangka MPOWER
Traktat M P O W E R
International Covenant on
Economic, Social and Cultural
Rights
(C) :
Pasal.7
Pasal.10.3 (H)
Pasal.12
(H)
Pasal.12.2
(C) :
Pasal.10.3
International Covenant on Civil and
Political Rights
(I) :
Pasal.19.2
(I) :
Pasal.19.3
Convention to Eliminate All Forms
of Discrimination Against Women
(C): Pasal.11 (H) :
Pasal.12.1
Pasal.14.2
(I) :
Pasal.10
Convention on the Rights of the
Child
Pasal.3.2
(H) :
Pasal.24
(C) :
Pasal.32.1
(H) dan (I) :
Pasal.24.1
(I) :
Pasal.13.1
Pasal.17.1
Pasal.24.1
(I) :
Pasal.13.2
Pasal.17.1
Convention on the Rights of Per-
sons with Disabilities
(I) :
Pasal.31
Pasal.9.1
Pasal.28.2
Pasal.30.1
(C) :
Pasal.27.1
(H) dan (I) :
Pasal.24.1
(H) dan (I)
:
Pasal.24.1
International Convention on the
Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
(H):
Pasal.5
Convention Against Torture and
Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment
International Convention on the
Protection of the Rights of All
Migrant Workers and Members of
Their Families
(C):
Pasal.70
Pasal.45.1
(C):
Pasal.25.1
(H):
Pasal.43.1
(I) :
Pasal.13.2
(I) :
Pasal.13.3
International Convention for the
Protection of All Persons from
Enforced Disappearance
Tema yang terkait dengan tujuan pengendalian tembakau : (C) = Kondisi Kerja; (H) = Layanan Kesehatan; (I) = Informasi
Kesehatan
Dari tabel di atas, diketahui bahwa tujuh dari sembilan
perjanjian HAM internasional memiliki arah yang sejalan dengan
area kebijakan MPOWER. Sebanyak 33 ketentuan dan teks sangat
relevan dan sesuai dengan area kebijakan “P” (Protect), “O”
(Offer), and “W” (Warn).
Tema-tema HAM yang teridentifikasi terkait dengan
pengendalian tembakau, antara lain hak-hak terkait dengan kondisi
kerja, akses pelayanan kesehatan, dan akses terhadap informasi
kesehatan.
Ketujuh instrumen HAM itu dapat digunakan untuk
implementasi atau memperkuat kebijakan KTR, strategi komunikasi
yang efektif, termasuk peringatan kesehatan yang lebih kuat dalam
kemasan bungkus rokok, dan penyertaan atau integrasi layanan
berhenti merokok, termasuk konseling dan penyediaan pengobatan
untuk berhenti merokok di dalam rencana kesehatan yang
ditanggung negara. Selain itu, instrumen HAM juga dapat
7
digunakan sebagai alat advokasi kebijakan pengendalian
tembakau yang berfokus pada populasi khusus, termasuk
penyandang disabilitas, pekerja migran, kelompok etnis atau ras
minoritas, perempuan, dan anak-anak.
Langkah aksesi FCTC dalam isu pengendalian tembakau
merupakan bagian penting dalam pemenuhan hak atas
kesehatan. Langkah ini sejatinya sudah diserukan Komite
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang bersidang pada
Pertemuan ke-40, 23 Mei 2014 (E/C.12/IDN/CO/1).
Komite Ekosob merilis sejumlah rekomendasi kepada
pemerintah Indonesia pada 19 Juni 2014, antara lain: (1)
Pemerintah Indonesia harus melakukan pencegahan atas resiko
kesehatan yang serius terkait rokok, utamanya remaja dan anak;
(2) memberlakukan peraturan antitembakau yang mencakup
larangan merokok di ruangan dalam gedung; (3) memperkuat
larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok; (4) menerapkan
pendekatan berbasis HAM atas penggunaan tembakau,
memberikan layanan kesehatan yang layak, rehabilitasi, dan
dukungan layanan psikologis bagi pecandu rokok.
Secara umum, Komite Ekosob mendorong Pemerintah
Indonesia untuk meratifikasi FCTC. Sebagai negara pihak pada
KIHESB, Pemerintah Indonesia seharusnya mulai merumuskan
dan mengambil langkah-langkah untuk menjalankan rekomendasi
Komite Ekosob tersebut.
E. Prinsip-Prinsip UNGP bagi Industri
Perhatian komunitas internasional atas dampak buruk
operasi dan kebijakan perusahaan terhadap HAM mengemuka
pada 1995 ketika terjadi insiden di Nigeria yang melibatkan Royal
Dutch Shell.1
Sejak itu, lembaga-lembaga internasional mulai
meletakkan isu bisnis dan HAM dalam agenda mereka dan
meningkatkan tekanan mereka terhadap tanggung jawab
perusahaan atas dampak negatif terhadap penikmatan HAM.2
Inisiatif-inisiatif baru lahir pada akhir 1990-an dan awal
2000-an untuk meminimalisasi dampak operasi perusahaan
terhadap HAM. Salah satu dokumen penting yang mengatur hal ini
adalah UN Guiding Principles on Business and Human Rights:
Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy”
Framework (UNGP). Dokumen ini dikeluarkan pada 2011 oleh
Utusan Khusus PBB untuk Bisnis dan HAM, John Ruggie.
UNGP berbasis pada 3 pilar, yaitu
1
Perusahaan multinasional yang bergerak di sektor minyak ini dinilai terlibat dalam eksekusi terhadap
Ken Saro-Wiwa, sastrawan dan aktivis lingkungan yang mengritik keras operasi Shell di Delta Sungai
Niger, karena dianggap mencemari lingkungan. Shell akhirnya membayar kompensasi kepada korban
belasan tahun kemudian. Lihat http://www.dw.de/shell-bayar-kompensasi-korban-ham/a-4313775,
diunduh pada 17 Desember 2012.
2
Insiden Shell di Nigeria menjadi momentum bagi komunitas internasional untuk mendiskusikan
dampak-dampak HAM yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan. Lihat Florian Wettstein, 2009,
Multinational Corporations and Global Justice: Human Rights of a Quasi-Governmental Institution,
Stanford University Press, California
8
(1) Tanggung jawab negara untuk melindungi HAM dari
pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan, melalui
kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang layak;
(2) Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM melalui
aksi sungguh-sungguh untuk mengidentifikasi, mencegah,
dan/atau menyelesaikan dampak operasi perusahaan terhadap
HAM. Untuk itu, perusahaan diharuskan memiliki kebijakan
yang mengintegrasikan prinsip-prinsip penghormatan HAM
dalam seluruh proses, fungsi, dan kebijakan internal;
(3) Akses yang luas bagi warga korban pelanggaran HAM untuk
memperoleh skema pemulihan efektif, baik secara yudisial
maupun nonyudisial. Mekanisme pengaduan yang efektif di
perusahaan wajib disediakan sebagai mekanisme untuk
menghormati HAM. Selain itu, negara juga harus melakukan
langkah dalam yusrisdiksi mereka untuk memastikan korban
memiliki akses untuk pemulihan efektif melalui cara yudisial,
administratif, legislatif, atau cara lainnya.3
Meskipun bukan norma yang mengikat secara hukum,
UNGP diharapkan menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan
untuk menjalin sinergi dalam usaha menghormati, melindungi, dan
memulihkan HAM.
Seperti juga industri ekstraktif yang menimbulkan dampak
buruk bagi penikmatan HAM, industri rokok pun demikian. Industri
rokok dipandang melahirkan dampak buruk terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM), utamanya hak-hak kelompok rentan (anak,
perempuan, pekerja, petani) dan hak atas kesehatan. Oleh karena
itu, intervensi negara untuk mengatur industri rokok agar selaras-
sejalan dengan prinsip-prinsip UNGP menjadi agenda yang
mendesak.
Pada bagian lain, perhatian yang sama juga telah
mendorong UNICEF, the UN Global Compact (UNGC), dan Save
the Children untuk mengeluarkan dokumen the Children’s Rights
and Business Principles pada 24 Juni 2010 di London. Dokumen
ini berisikan prinsip-prinsip pedoman bagi perusahaan untuk
menghormati dan mendukung hak-hak anak dalam rentang kendali
perusahaan. Prinsip-prinsip itu antara lain perusahaan harus
berkontribusi bagi pengurangan buruh anak dalam semua aktivitas
dan hubungan bisnis serta menggunakan pemasaran dan iklan
yang menghormati dan mendukung hak-hak anak.
F. Korupsi dan HAM
Indonesia menghadapi tantangan serius terkait
meruyaknya korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini
kemudian berimbas pada upaya mewujudkan substansi demokrasi,
termasuk upaya perlindungan dan pemenuhan HAM.
3
Ruggie, John, 2011, “Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United
Nations “Protect, Respect and Remedy” Framework” (United Nations: New York). Document reference
A/HRC/17/31.
9
Praktek korupsi di Indonesia, untuk sebagian besar, terjadi
dalam relasi kuasa antara penguasa dan pengusaha. Praktik
korupsi mengakibatkan berkurangnya anggaran negara, termasuk
anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk program-program
kesejahteraan rakyat seperti kesehatan. Di titik inilah pertautan
korupsi dan HAM terjadi. Dalam bentuknya yang paling brutal,
praktik korupsi merupakan bentuk pelanggaran HAM yang serius.
Utusan Khusus PBB untuk Bisnis dan HAM menyebutkan
bahwa praktik korupsi perusahaan multinasional merupakan
pelanggaran HAM. Salah satu prinsip dalam UNGC juga
menyerukan prinsip antikorupsi bagi sector bisnis. Dalam dokumen
UNGC, disebutkan, “Business should work against corruption in all
its forms, including extortion, and bribery” (UN.Doc.
E/CN.4/2006/97, para 25—27).
Komentar Umum KIHESB juga mencatat kewajiban negara
dalam pemenuhan hak atas kesehatan adalah memastikan
pengadaan barang dan jasa dalam penyediaan fasilitas kesehatan
harus terbebas dari unsur korupsi, mengingat, korupsi pada sector
kesehatan, dapat berakibat langsung pada kematian.
III. Eksistensi Industri Rokok di Indonesia
Bagian ini menggambarkan eksistensi industri rokok, mulai dari
pertumbuhan, bahaya, dan kapasitas industri mempengaruhi
kebijakan yang merugikan regulasi mengenai tembakau.
A. Pertumbuhan Industri Rokok
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan jumlah
produksi rokok pada 2013 meningkat menjadi 332 miliar batang
rokok. Angka ini naik 10,35% dari produksi pada 2012 yang
tercatat sebesar 301 miliar batang rokok. Produksi rokok tersebut
terbagi menjadi 3 jenis rokok, yaitu, rokok jenis SKM (Sigaret Kretek
Mesin), jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan), dan jenis SPM (Sigaret
Putih Mesin).
Pangsa pasar rokok di Indonesia, didominasi oleh tiga
perusahaan besar, yaitu Philip Morris International (PMI)—HM
Sampoerna Tbk, Gudang Garam dan Djarum. Ketiga perusahaan
ini meraup 65 persen pangsa pasar pada 2009. Pangsa pasar
yang dipegang tiga besar ini, masing-masing adalah 29 persen oleh
HM Sampoerna, disusul Gudang Garam dengan 21,1 persen,
dan Djarum dengan 19,4 persen. BAT dan Bentoel menguasai 8%.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa 37% pasar rokok Indonesia
dikuasai oleh industri asing (Philip Morris dan BAT).
Sementara itu, data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok
Indonesia (GAPPRI) menjelaskan bahwa pada 2011 jumlah impor
tembakau Indonesia mencapai 64,8 juta kilogram atau senilai US$
376,3 juta. Jumlah ini terus meningkat tajam pada 2012 yang
sebanyak 104,4 juta kg atau senilai US$ 503,2 juta dan 2012
sebanyak 133,8 juta kg atau senilai US$ 665,5 juta. Angka-angka
10
ini menunjukkan bahwa import terhadap daun tembakau lebih
besar dari pada ekspor produk tembakau.
Hasil penelitian Balitbangkes pada 2010 menunjukkan
bahwa jika dikalkulasikan kehilangan secara makro ekonomi
akibat konsumsi rokok tahun 2010 sebesar 245,41 triliun rupiah
(28,52 miliar USD) yang lebih tinggi daripada pendapatan cukai
yang diperoleh oleh Pemerintah yaitu sebesar 55 triliun rupiah
(6,16 miliar USD).
B. Rokok sebagai Bahaya Epidemi
Rokok adalah produk olahan tembakau yang bersifat adiktif
dan mengandung 7.000 bahan kimia, 70 di antaranya bersifat
karsinogenik. Sifat adiktif dari nikotin dalam rokok berasal dari
tanaman tembakau nicotiana tabacum dan nicotiana rustica.
Produk rokok yang mengandung zat adiktif juga membawa serta
ribuan zat kimia berbahaya yang dalam penggunaan jangka
panjang merusak organ tubuh penggunanya.
Dalam United Nations Summit on Non-Communicable
Disease, New York 19—20 September 2011 ditegaskan bahwa
konsumsi tembakau, di samping konsumsi alkohol, diet yang buruk
(poor dietary) dan kekurangan kegiatan fisik (physical inactivities),
merupakan empat faktor resiko utama bagi meningkatnya empat
penyakit tidak menular utama yang semakin mengancam
kehidupan manusia secara global.
Pada abad ke-20 ini diperkirakan bahwa produk tembakau
dapat menyumbangkan kematian sebesar 100 juta kematian
secara global dan apabila tidak diambil tindakan atau intervensi
maka pada abad 21 diperkirakan mencapai 1 milyar kematian
(Peto & Lopez, 2001). Produk tembakau merupakan penyebab
sekitar 2.41 juta kematian di negara berkembang pada 2000 (Majid
& Alan D, 2003). Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan
kematian lebih dari satu juta dibandingkan kematian yang terjadi
pada 1990.
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah
perokok tertinggi di dunia, setelah Cina dan India, dengan
prevalensi perokok yaitu 36,1% (Global Adult Tobacco Survey—
GATS 2011). Dengan tingkat produksi rokok yang mencapai 302,5
miliar batang pada 2012 (Sampoerna, 2012) dan perkiraan jumlah
penduduk mencapai 259 juta jiwa (kemdagri, 2011), maka di
Indonesia terdapat 1.166 batang rokok di setiap mulut orang
Indonesia, termasuk bayi yang baru lahir. Angka-angka ini sangat
mengkhawatirkan bagi perlindungan kesehatan publik.
C. Relasi Kuasa Negara dan Industri Rokok
Berdasarkan Pasal 20 UUD 1945, kekuasaan untuk
membentuk UU berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Setiap Rancangan UU (RUU) dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pada kenyataannya, pembentukan UU sangat dipengaruhi
oleh tarik-menarik aspirasi para pemangku kepentingan. Proses
11
legislasi di DPR sejatinya harus berlangsung terbuka, transparan,
dan akuntabel dengan memperhitungkan aspirasi publik.
Kondisi ideal demikian tidak selalu terjadi. Salah satu
contoh adalah hilangnya ayat “tembakau” ketika pembahasan RUU
Kesehatan (Kompas, 14 Oktober 2009). Contoh lain adalah
lolosnya RUU Pertembakauan dalam Program legislasi nasional
(Prolegnas) 2013. RUU ini diusulkan Aliansi Masyarakat Tembakau
Indonesia (AMTI), yang salah satu pendirinya adalah Sampoerna.
Diduga kuat RUU ini merupakan aspirasi yang datang dari industri
rokok.
Tarik-menarik kepentingan soal ini sebetulnya terjadi sejak
2009 ketika masuk usulan RUU Pengendalian Dampak Produk
Tembakau Terhadap Kesehatan (PDPTK). RUU ini lebih
mencerminkan kepentingan pengendalian tembakau. Namun nasib
RUU ini tidak jelas. Belakangan muncul usulan RUU Perlindungan
Kesehatan Masyarakat yang merupakan penyempurnaan dari RUU
PDPTK, namun gagal masuk Prolegnas 2013 (Kompas, 13
Desember 2012). Tiba-tiba RUU Pertembakauan yang dinilai
mewakili kepentingan industri rokok masuk Prolegnas 2013.
Dalam pembahasan RUU Pertembakauan, terdapat situasi
tidak lazim, misalnya kemunculannya yang tiba-tiba tanpa diketahui
pengusulnya. Dengan alasan untuk melindungi petani tembakau,
RUU ini dibahas. Padahal UU untuk perlindungan dan petani
sudah diatur dalam UU No. 19 tahun 2013.
Peluang manipulasi, kolusi, suap, dan korupsi dalam setiap
pembahasan RUU di DPR sangat terbuka. Situasi serupa bisa
terjadi dalam pembahasan regulasi di bidang tembakau. Meski hal
ini sulit dibuktikan secara hukum, namun pemerintah seharusnya
memberi perhatian serius atas fenomena ini, karena terkait
kemaslahatan publik.
IV. Memperkuat Komitmen Pemerintah Melindungi Publik
Pertumbuhan produksi dan konsumsi rokok di Indonesia sudah pada
tingkat mengkhawatirkan. Jika kondisi ini dibiarkan oleh pemerintahan
baru, maka kepentingan kesehatan publik dan HAM akan terganggu.
Salah satu jalan yang harus ditempuh adalah mengefektifkan peran
pemerintah dalam melindungi publik sekaligus mengendalikan industri
rokok melalui langkah-langkah yang sesuai dengan kewenangannya.
A. Dampak Industri Rokok terhadap HAM
Peningkatan jumlah pecandu rokok sejalan dengan pertumbuhan
industri rokok. Perhatian pada situasi ini seringkali mengabaikan
fokus kita pada dampak yang ditimbulkan industri rokok terhadap
HAM. Uraian berikut menggambarkan kelompok-kelompok rentan
atas dampak rokok, seperti petani, anak, perempuan, dan buruh.
Dampak terhadap Hak Petani
Harga tembakau mengalami fluktuasi akibat pasar
tembakau yang bersifat oligopsoni. Situasi ini menurunkan posisi
12
tawar para petani.4
Mereka tidak memiliki akses langsung ke
pabrik, sehingga proses jual-beli dilakukan melalui perantara
(bandol/tengkulak/tauke/pedagang besar).5
Petani juga sering dicurangi, misalnya proses timbangan
atau penentuan grade kualitas daun tembakau. Hal ini terjadi
karena tiadanya regulasi dalam penentuan kualitas produk.
Meskipun kebutuhan tembakau terus meningkat, petani tak
kunjung untung. Apalagi kini mereka harus bersaing dengan
tembakau impor yang dianggap lebih berkualitas dan murah.6
Kondisi ini telah menempatkan petani sebagai kelompok rentan
dalam tata niaga tembakau.
Dampak terhadap Hak Anak
Industri rokok mengurangi penikmatan hak-hak anak atas
lingkungan yang sehat bagi perkembangannya. Di Indonesia, para
perokok menjadi pecandu bahkan sejak mereka berusia remaja.
Menurut sebuah data, sebanyak 70 % perokok mulai merokok
sebelum usianya mencapai 19 tahun (Susenas 2004). Data
Susenas (2001, 2004) dan Riskesdas (2007, 2010) memberikan
gambaran tren perokok pemula remaja usia 10—14 naik hampir 2x
lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun (2001 sebesar 9,5%
menjadi 17,5% pada 2010.
Angka ini tentu menggiurkan industri rokok. Mereka
menjadikan anak-anak usia remaja sebagai target pasar potensial.
Melalui iklan, promosi, dan strategi marketing lainnya, industri
rokok menyasar segmen anak-anak usia remaja.
Gangguan atas hak anak juga terjadi karena tiadanya
regulasi yang tegas mengenai KTR, termasuk di dalam rumah.
Para perokok di Indonesia bebas merokok di dalam rumah. Tentu
hal ini mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, termasuk anak-
anak. Sebuah data menunjukkan bahwa anak usia 0—4 tahun
merupakan kelompok paling rentan terpapar asap rokok.
Disebutkan bahwa sebesar 81% anak Indonesia terpapar asap
rokok di tempat umum dan 65% terpapar asap rokok di dalam
rumah (IGYTS 2009).
Selain itu, dampak kepulan asap rokok orang lain terhadap
anak sangat buruk. Bagi ibu hamil, kepulan asap rokok berdampak
pada peningkatan sesak nafas yang dialami oleh anak penderita
asma (British Medical Association—BMA, 2004).
Pengeluaran atas belanja rokok akan sangat
berpengaruh pada pola pengeluaran rumah tangga dengan
penghasilan rendah. Dengan kata lain, pengeluaran untuk rokok
akan mengurangi pengeluaran untuk sektor lain yang jauh lebih vital
bagi keluarga, seperti kesehatan, pendidikan, makanan bergizi,
dan kebutuhan penting lainnya, bagi tumbuh-kembang anak.
4
Presentasi Menteri Pertanian RI, “Upaya Perlindungan Petani Tembakau Indonesia”, Disampaikan
pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau: Memetakan Masalah dan Solusi Bagi Kesejahteraan
Petani Tembakau Universitas Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014
5
Presentasi Ahmad Jayadi, Rumah Gemilang Indonesia, Sengsara di Timur Jawa
6
Presentasi Menteri Pertanian RI
13
Dampak terhadap Hak Perempuan
Kepulan asap rokok orang lain menjadi masalah di
Indonesia. Sebuah data (Riskesdas 2010) menunjukkan bahwa
perokok pasif di Indonesia mencapai 92 juta orang, yang terdiri dari
62 juta orang perempuan dan 30 juta orang laki-laki. Di sini
perempuan menjadi kelompok rentan akibat kepulan asap rokok.
Selain itu, dampak asap rokok sangat terasa bagi
perempuan hamil. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ibu
perokok aktif yang hamil dan/atau ibu yang terpapar asap rokok
selama kehamilan, merupakan penyebab utama terjadinya bayi
dengan berat badan lahir rendah, keguguran spontan, menderita
cacat bawaan, perkembangan otak terganggu, lahir mati dan
komplikasi pada saat melahirkan (IARC, 2004). Data ini
menunjukkan bahwa pandemi rokok mengancam hak reproduksi
perempuan.
Dampak terhadap Hak-hak Buruh
Pelanggaran hak-hak buruh bukan hal yang baru di
Indonesia. Data yang dikeluarkan Komite Kebebasan untuk
Berserikat (KKUB) memperlihatkan sedikitnya 49 jenis pelanggaran
hak-hak buruh, mulai dari mutasi pengurus serikat, Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), pemberian sanksi akibat menjalankan
kegiatan berserikat, dan kriminalisasi terhadap pengurus serikat.
Hal yang sama terjadi juga pada industri rokok. PT HM
Sampoerna menutup dua dari tujuh pabrik Sigaret Kretek Tangan
(SKT) dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
4.900 karyawannya pada 31 Mei 2014 (Kompas, 16 Mei 2014) PT
Bentoel Internasional Investama Tbk juga menawarkan program
berhenti kerja secara sukarela kepada 1.000 dari 8.000 karyawan
yang ada sejak 8—10 September 2014 (Inilah.com, 9 September
2014).
PHK ini dilakukan demi efisiensi, mekanisasi, dan
rasionalisasi perusahaan yang mengalihkan industri dari padat
karya ke padat teknologi. Situasi ini sangat berpengaruh pada
penikmatan hak-hak buruh. PHK sepihak/sewenang-wenang,
absennya kebebasan berserikat, pemberlakukan pekerja
outsourcing dan pekerja anak, keselamatan kerja, kontrak kerja,
mogok kerja, serta jaminan sosial bagi pekerja menjadi situasi
yang membuat penikmatan hak-hak buruh di industri rokok masih
jauh panggang dari api.
Di sisi ain, sejak 2000—2011, rata-rata upah nominal
pekerja industri rokok selalu lebih rendah dari rata-rata upah pekerja
industri lainnya. Rata-rata upah nominal perbulan pekerja industri
rokok selalu lebih rendah, misalnya dibandingkan dengan upah
pekerja di industri makanan. Rata-rata upah nominal bulanan
pekerja di industri rokok adalah Rp 615,7 ribu, sedangkan di industri
makanan Rp 751,6 ribu dan di seluruh industri Rp 901 ribu.
14
B. Aspirasi Publik untuk Aksesi FCTC
FCTC bukanlah hal baru bagi pemerintah Indonesia.
Dalam kurun 1996—2003 Delegasi Pemerintah Indonesia menjadi
salah satu peserta aktif yang terlibat dalam panitia perumusan
naskah (drafting committee) dari FCTC. Ironisnya, ketika FCTC
disahkan pada 2003 dan didorong menjadi hukum internasional,
Pemerintah Indonesia tidak menandatanganinya. Bahkan ketika
FCTC menjadi hukum internasional pada 2005, pemerintah tidak
meratifikasi FCTC. Peluang yang mungkin dilakukan Pemerintah
Indonesia adalah melakukan aksesi.
Upaya aksesi FCTC berulang kali dilakukan. Pada 2011
Menteri Kesehatan mengajukan permohonan pembahasan aksesi
FCTC kepada Presiden. Namun presiden tidak merespon. Pada
2013, Menteri Kesehatan kembali mengajukan permohonan untuk
aksesi FCTC dalam rapat kabinet. Namun upaya ini kembali gagal.
Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peta Jalan
Pengendalian Tembakau Indonesia. Peta jalan ini dijadikan rujukan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 40 Tahun
2013. Di dalam dokumen tersebut, tercantum beberapa target,
antara lain aksesi FCTC dan penurunan prevalensi perokok.
Di luar pemerintah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) mengajukan Naskah Akademis untuk aksesi FCTC
ke DPR. Namun upaya ini pun tidak mendapatkan respon positif
dari DPR. Agenda aksesi FCTC juga menuai dukungan luas dari
berbagai lembaga masyarakat sipil, baik lembaga yang fokus pada
isu kesehatan, HAM (hak anak, hak perempuan, hak atas
kesehatan), lembaga keagamaan, maupun mahasiswa.
C. Arus Balik dalam RUU Pertembakauan
Baru-baru ini DPR RI tengah membahas RUU
Pertembakauan. Kemunculan RUU ini memicu perdebatan
panjang, karena RUU ini muncul secara tiba-tiba dan masuk ke
dalam Prolegnas 2014. Kehadiran RUU ini merupakan arus balik
atas aspirasi publik dalam pengendalian tembakau dan aksesi
FCTC. RUU ini bahkan lebih mencerminkan aspirasi industri rokok
ketimbang kepentingan perlindungan kesehatan publik.
Salah satu isu yang mengemuka dalam RUU
Pertembakauan adalah tidak adanya penjelasan tentang
pemisahan tempat khusus merokok dan tempat bebas dari asap
rokok. Tentu hal ini akan berdampak pada kesehatan perokok
pasif, yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak (Kompas,
28 Juni 2013).
A. Aksesi FCTC dan Visi Pemerintahan Baru Jokowi-JK
Harapan akan kembalinya komitmen pemerintah untuk
mengaksesi FCTC dalam rangka melindungi HAM kelompok
rentan dan kesehatan publik kini bersandar sepenuhnya pada
pemerintahan baru di bawah pimpinan Joko Widodo dan Jusuf
Kalla (Jokowi-JK). Harapan itu bukan tanpa alasan jika kita
mempelajari visi-misi Jokowi-JK ketika kampanye Pemilihan
15
Presiden (Pilpres). Pasangan Jokowi-JK menorehkan visi dan misi
yang kaya perspektif, khususnya menyangkut isu kesehatan.
Pasangan Jokowi-JK menyampaikan pokok-pokok
pemikiran dalam dokumen yang berjudul “Jalan Perubahan untuk
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian”. Beberapa
poin penting dalam dokumen ini yang relevan dengan semangat
aksesi FCTC, pengendalian tembakau, perlindungan HAM
kelompok rentan, dan kesehatan publik. Berikut poin-poin tersebut:
1. Uraian tentang tiga masalah pokok bangsa, salah satunya
“kelemahan sendi perekonomian bangsa”. Pada bagian ini
ditulis, "Harapan akan penguatan sendi-sendi ekonomi bangsa
menjadi semakin jauh ketika negara tidak kuasa memberi
jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi
warganya (hal 1)
2. Bagian Visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri,
dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Pada
bagian Kemandirian, ditulis “Kemajuan bangsa ditandai dengan
sumber daya manusia yang memiliki kepribadian bangsa,
berakhlak mulia, dan memiliki tingkat pendidikan, produktivitas,
dan harapan hidup yang tinggi (hal 5).
3. Pada bagian “Sembilan Agenda Prioritas” (NAWA CITA)
terdapat Agenda Prioritas Nomor 5, yaitu “meningkatkan
kualitas hidup manusia indonesia dengan peningkatan layanan
kesehatan”.
4. Pada bagian “Berdaulat dalam Bidang Politik”, terdapat aspek-
aspek kehidupan bernegara, nomor 11 tertulis “Komitmen
mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan”,
terdapat 42 prioritas utama, dua di antaranya adalah:
Komitmen untuk menghapus regulasi yang berpotensi
melanggar HAM kelompok rentan, termasuk
perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang
disabilitas (bagian aa, hal 27);
Jaminan pemenuhan hak atas kesehatan ... melalui
regulasi yang berpihak pada kepentingan publik (bagian
dd, hal 27).
5. Pada bagian “Berkepribadian dalam bidang kebudayaan” tertulis
pada nomor 3, yaitu “Kami akan membangun jiwa bangsa
melalui pemberdayaan pemuda dan olahraga”. Pada bagian ini
terdapat 10 prioritas utama, salah satunya adalah komitmen
akan melindungi segenap genarasi muda dari bahaya
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif
(NAPZA), minuman keras, HIV/AIDS, dan penyakit menular di
kalangan pemuda (hal 41).
V. Simpulan dan Rekomendasi
Bagian ini merupakan simpulan atas berbagai penjelasan di atas dan
sejumlah rekomendasi juga disampaikan kepada pemerintahan baru
yang memiliki visi baru yang mumpuni.
16
A. Simpulan
Dari uraian di atas, maka the Indonesian NGO Coalition for
Tobacco Control menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Produksi dan konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan dan bisa disebut sebagai kondisi darurat
tembakau yang, dalam jangka panjang, akan membahayakan
kesehatan publik dan regenerasi bangsa;
2. Pemerintah tidak melakukan tindakan efektif bahkan cenderung
melakukan pembiaran atas kondisi darurat tembakau dengan
menunda-nunda aksesi FCTC dan langkah-langkah strategis
lain dalam pengendalian tembakau. Padahal langkah aksesi
FCTC sudah direkomendasikan oleh badan perjanjian HAM
internasional (Komite Ekosob) kepada pemerintah Indonesia;
3. Pemerintah baru di bawah Jokowi-JK memiliki komitmen yang
tinggi terhadap isu-isu kesehatan, perlindungan HAM kelompok
rentan, serta perlindungan anak remaja dari bahaya NAPZA.
4. Kebijakan, operasi, dan produk industri tembakau menimbulkan
dampak buruk bagi penikmatan HAM kelompok rentan. Operasi
bisnis industri tembakau belum sejalan dengan Prinsip-prinsip
Pedoman PBB mengenai bisnis dan HAM (UNGP).
B. Rekomendasi
Mempertimbangkan simpulan di atas dan visi-misi
pemerintahan baru di bawah Jokowi-JK yang sejalan dengan
semangat pengendalian tembakau dan perlindungan HAM
kelompok rentan, maka the Indonesian NGO Coalition for Tobacco
Control (ICTC) merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. ICTC merekomendasikan pemerintah baru untuk mengambil
langkah-langkah strategis dan segera dalam upaya
pengendalian tembakau demi melindungi HAM kelompok rentan
dan kesehatan publik, termasuk mencegah regulasi baru yang
hanya akan melindungi industri tembakau daripada publik.
2. ICTC merekomendasikan pemerintah baru untuk berperan aktif
dalam melakukan aksesi FCTC. Selain bagian dari upaya
pengendalian tembakau, mengaksesi FCTC juga merupakan
bentuk ketaatan pemerintah baru terhadap badan perjanjian
internasional (Komite Ekosob) yang merekomendasikan
pemerintah Indonesia untuk mengaksesi FCTC.
3. ICTC merekomendasikan Pemerintah baru untuk segera
melaksanakan visi dan misi yang dijanjikan pada kampanye
Pilpres, khususnya visi dan misi yang terkait dengan isu
kesehatan, perlindungan HAM kelompok rentan, serta
perlindungan anak remaja dari bahaya NAPZA.
4. ICTC merekomendasikan kepada industri rokok untuk
mengurangi semaksimal mungkin dampak kebijakan, operasi,
dan produk mereka terhadap penikmatan HAM kelompok
rentan. ICTC juga menyerukan industri rokok untuk segera
menerapkan Prinsip-prinsip Pedoman PBB mengenai bisnis dan
HAM (UNGP) dalam kebijakan dan operasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Majid, E., & Alan D, L. 2003. “Estimates of global mortality attributable to smoking in
2000”. The Lancet, 362 9387, 847-852.
Hanjaya Mandala Sampoerna. 2009. Investing for the future: 2008 annual report.
Jakarta: Sampoerna
Hanjaya Mandala Sampoerna. 2012. Laporan Tahunan HM Sampoerna 2012
IARC . 2004. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Human:
Tobacco Smoke and Involuntary Smoking Vol 83. International Agency for
Research on Cancer. Lyon, France: World Health Organization.
IARC. 2002. Monographs -Involuntary smoke Volume 83.
Kosen, S. 2009. Beban biaya kesehatan penyakit akibat rokok. National Institute of
Health Research Development, Kementrian Kesehatan. Puslitbang
Kemenkes RI.
Nichter, M. Et al. “Reading culture from tobacco advertisements in Indonesia”.
Tobacco Control 2009 Apr;182:98-107., 2, 98-107.
Oxford Business Group. 2009. Tobacco producers roll with the times. Emerging
Markets Economic Briefings . Retrieved Juli 21, 2009
Florian Wettstein. 2009. Multinational Corporations and Global Justice: Human
Rights of a Quasi-Governmental Institution, Stanford University Press,
California
Global Smoke Free Partnership. 2009. Global Smoke Free Partnership. Retrieved
May 16, 2011, from Global Voices Status Report 2009 Rebutting Tobacco
Industry
Indonesia Institute for Social Development 2013, Jajak Pendapat Dukungan
Masyarakat Terhadap Kebijakan Pengendalian Tembakau dan Aksesi
FCTC.
Peto, R., & Lopez, A. 2001. Critical issues in global health. New York: NY: Jossey-
Bass.
Spires M, Rutkow L, Feldhaus I, Cohen JE. The MPOWER framework and
international human rights treaties: An opportunity to promote global
tobacco control. Public Health. 2014; 1287:665-667
Shafey, O., Eriksen, M., Ross, H., & Mackay, J. 2009. The Tobacco Atlas, 3rd
Edition. Atlanta, Georgia, USA: American Cancer Society.
Tobacco Control Support Center. 2012. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan
Permasalahannya di Indonesia
U.S. Department of Health and Human Services. 2010. How Tobacco Smoke
Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-
Attributable Disease: A Report of the Surgeon General, Atlanta: GA: U.S
Dokumen dan Laporan
UN. Doc. E/CN.4/2006/97, para 25-27
A/FCTC/INB1/PL/SR/5, 18 Oktober 2000; A/FCTC/INB1/PL/SR/6, 18 Oktober 2000.
A/FCTC/INB2/PL/SR/1, 13 Juni 2001.
BPS. 1995. Susenas
BPS. 2004. Susenas
BPS. 2006. Susenas .
BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: BPS
Departemen Pertanian. Statistik Pertanian,Badan Pusat Statistik 2002. Statistik
Ekspor Impor 2001; Catatan: SITC Standard, International Trade
Classification
Departemen Kesehatan RI. 2004. Data tembakau Indonesia data empiris untuk
strategi pengendalian tembakau nasional. (Jakarta: Departemen
Kesehatan)
Departemen Perindustrian RI, 2009, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia,
Roadmap Industri Pengolahan Tembakau
Hanjaya Mandala Sampoerna. 2012. Laporan Tahunan HM Sampoerna 2012
Kemenkes RI, RISKESDAS 2007
Kemenkes RI, RISKESDAS 2010
Masukan Publik Terhadap Pembahasan RUU Penyiaran tentang Pelarangan Iklan
dan Promosi Rokok Dalam RUU Penyiaran Sebagai Bentuk Perlindungan
Anak Dari Zat Adiktif Rokok, Lentera Anak Indonesia: 2013
Masukan Kepada BAPENAS tentang Perlindungan Anak dari Zat Adiktif, Lentera
Anak Indonesia: 2014
Presentasi Menteri Pertanian RI, “Upaya Perlindungan Petani Tembakau Indonesia”,
Disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau: Memetakan
Masalah danSolusi Bagi Kesejahteraan Petani TembakauUniversitas
Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014
Presentasi Ahmad Jayadi, Rumah Gemilang Indonesia, Sengsara di Timur
JawaDisampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau:
Memetakan Masalah danSolusi Bagi Kesejahteraan Petani
TembakauUniversitas Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014
Reynolds RJ. 1984. Perokok Remaja: Strategi dan Peluang,” Tobacco Company
Memo Internal, 29 Februari 1984
Pointers from a hearing of Commission VI of the People's Representative Assembly
of the Republic of Indonesia with GAPPRI and APTI. 2009
Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar 1945.
Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang no. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang no. 27 tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktiff Berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Ruggie, John. 2011. “Guiding Principles on Business and Human Rights:
Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy”
Framework” United Nations: New York. Document reference A/HRC/17/31.
WHO. 2008. WHO Report on The Global Tobacco Epidemi .
WHO. 2008. WHO Report on the global tobacco epidemic, 2008: The MPOWER
package. WHO, Geneva.
WHO. 2008. WHO Report on the global tobacco epidemic, 2008: The MPOWER
package. WHO, Geneva.
WHO. 2005. Framework Convention on Tobacco Control.
WHO. 2011, April 28-29. Global Status Report on Noncommunicable Disease 2010.
Website
http://dds.bps.go.id/65tahun/sp2010_agregat_data_perProvinsi.pdf
http://www.bma.org.uk/images/smoking_tcm4121289.pdf
http://bisnis.liputan6.com/read/603799/ri-produksi-332-miliar-batang-rokok-tahun-ini
Ghosh A, Moestafa B. 2009. BAT to buy Indonesian clove-cigarette maker for $494
million. Bloomber.com; June 17 [cited 2010 April 5]; Available from:
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601102&sid=ak8oj3i4n3c8
Global Adult Tobacco Survey GATS 2011
http://www.dw.de/shell-bayar-kompensasi-korban-ham/a-4313775, diunduh pada 17
Desember 2012.
Hanjaya Mandala Sampoerna. 2009. Investing for the future: 2008 annual report.
Jakarta: Sampoerna Available from:
http://www.sampoerna.com/default.asp?language=English&page=Investor.
SEARO WHO. 2009. Indonesia Ages 13-15 Global Youth Tobacco Survey GYTS
Fact Sheet. Retrieved November 26, 2010, from SEARO WHO:
http://www.searo.who.int/LinkFiles/GYTS_IndonesiaFactsheet2009.pdf
SEARO WHO. 2009. Indonesia Ages 13-15 Global Youth Tobacco Survey GYTS
Fact Sheet. Retrieved November 26, 2010, from SEARO WHO:
http://www.searo.who.int/LinkFiles/GYTS_IndonesiaFactsheet2009.pdf
The Lancet NCD Action Group and The NCD Alliance . 2011, April 6. Health Policy :
Priority action for the non communicable disease crisis. Retrieved July 30,
2011, from OECD: http://www.oecd.org/dataoecd/15/9/47531330.pdf

More Related Content

Similar to ROKOK_DAN_HAM

Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...
Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...
Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...Muki Trenggono Wicaksono
 
FAKTA ROKOK DI INDONESIA
FAKTA ROKOK DI INDONESIAFAKTA ROKOK DI INDONESIA
FAKTA ROKOK DI INDONESIAMuhammad Ridwan
 
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuansakuramochi
 
Data perokok di indonesia
Data perokok di indonesiaData perokok di indonesia
Data perokok di indonesiaSarrah Nadia
 
Kawasan bebas asap rokok
Kawasan bebas asap rokokKawasan bebas asap rokok
Kawasan bebas asap rokokArif Pradana
 
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPK
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPKKAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPK
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPKEko Putranto
 
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptx
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptxPPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptx
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptxMayvitaInnaniTaqwa
 
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdf
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdfHIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdf
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdftaty38478
 
MI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan BacaanMI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan Bacaanljjkadinkes
 
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk KesehatanPanduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk KesehatanCut Ampon Lambiheue
 
Hak perlindungan konsumen
Hak perlindungan konsumenHak perlindungan konsumen
Hak perlindungan konsumenannisapuspanira
 
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuana
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuanaHbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuana
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuanaMeikaSihombimg
 
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau IndonesiaRoadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau IndonesiaDeni Kurniawan
 

Similar to ROKOK_DAN_HAM (20)

Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...
Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...
Diskusi tembakau antrop 2014_Pertembakauan_Syamsul Hadi_Seminar Week Anthropo...
 
FAKTA ROKOK DI INDONESIA
FAKTA ROKOK DI INDONESIAFAKTA ROKOK DI INDONESIA
FAKTA ROKOK DI INDONESIA
 
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
 
Data perokok di indonesia
Data perokok di indonesiaData perokok di indonesia
Data perokok di indonesia
 
PPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptxPPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptx
 
PPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptxPPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptx
 
tugas indah.pdf
tugas indah.pdftugas indah.pdf
tugas indah.pdf
 
tugas indah.pdf
tugas indah.pdftugas indah.pdf
tugas indah.pdf
 
Kawasan bebas asap rokok
Kawasan bebas asap rokokKawasan bebas asap rokok
Kawasan bebas asap rokok
 
MI1
MI1MI1
MI1
 
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPK
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPKKAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPK
KAJIAN REVIEW PUU PK - KKIPK
 
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptx
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptxPPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptx
PPT Seminar Proposal Nur Aprilia Innani T. 203014780.pptx
 
Buku fakta-tembakau
Buku fakta-tembakauBuku fakta-tembakau
Buku fakta-tembakau
 
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdf
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdfHIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdf
HIRES_15x21 PETUNJUK TEKNIS KAWASAN TANPA ROKOK (KTR).pdf
 
MI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan BacaanMI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan Bacaan
 
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk KesehatanPanduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
 
Hak perlindungan konsumen
Hak perlindungan konsumenHak perlindungan konsumen
Hak perlindungan konsumen
 
Bab vii perlindungan konsumen
Bab vii perlindungan konsumenBab vii perlindungan konsumen
Bab vii perlindungan konsumen
 
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuana
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuanaHbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuana
Hbl 15, mei ika,hapzi ali, hukum lingkungan,mercubuana
 
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau IndonesiaRoadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
 

Recently uploaded

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1YudiPradipta
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanBungaCitraNazwaAtin
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsSOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsedyardy
 

Recently uploaded (12)

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsSOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
 

ROKOK_DAN_HAM

  • 1. KERTAS POSISI Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu Pengendalian Tembakau: Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru Disusun bersama oleh: Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control PP Muhammadiyah Lentera Anak Indonesia (LAI) Indonesia Corruption Watch (ICW) Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia Institute for Social Development (IISD) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Disampaikan kepada Tim Rumah Transisi Jokowi-JK untuk Perlindungan Kesehatan Publik dan Hak Asasi Manusia Jakarta, 11 September 2014
  • 2. Kertas Posisi Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu Pengendalian Tembakau: Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru D A F T A R IS I I. Pendahuluan A. Latar Belakang B. Pokok Permasalahan C. Tujuan II. Kerangka Normatif A. Instrumen Hukum Pengendalian Dampak Rokok B. Instrumen HAM yang sudah diratifikasi C. Pengendalian Tembakau dalam FCTC D. Prinsip-Prinsip UNGP bagi Industri E. Korupsi dan HAM III. Eksistensi Industri Rokok di Indonesia A. Pertumbuhan Industri Rokok B. Rokok sebagai Bahaya Epidemi C. Relasi Kuasa Negara dan Industri Rokok IV. Memperkuat Komitmen Pemerintah Melindungi Publik A. Dampak Industri Rokok terhadap HAM B. Aspirasi Publik untuk Aksesi FCTC C. Arus Balik dalam RUU Pertembakauan D. Aksesi FCTC dan Visi Pemerintahan Baru Jokowi-JK V. Simpulan dan Rekomendasi A. Simpulan B. Rekomendasi
  • 3. 1 Kertas Posisi Tinjauan Analitis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu Pengendalian Tembakau: Sumbangan bagi Arah Kebijakan Pemerintahan Baru I. Pendahuluan A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Sedikitnya, sebanyak 90 juta orang di Indonesia merupakan pecandu rokok. Situasi yang tak menguntungkan ini diperburuk oleh makin meroketnya produksi rokok. Produksi rokok mencapai 341 miliar batang pada 2013 (Kompas, 7 Juni 2014), dan diperkirakan mencapai 353 milliar pada 2014 (JPNN, 9 September 2014). Angka produksi dan konsumsi rokok yang sangat tinggi ini menunjukkan Indonesia dalam keadaan darurat tembakau dan potensial mengancam kesehatan publik. Selain itu, asap rokok merugikan orang-orang yang hadir di sekitar pecandu rokok. Menurut sebuah data, lebih dari 92 juta orang terpapar asap rokok. Celakanya, sebagian besar dari angka ini adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan 11 juta orang di antaranya adalah anak berusia usia 0—4 tahun (Riskesdas 2010). Produksi dan konsumsi rokok telah melipatgandakan keuntungan industri rokok. Namun angka-angka itu justru berbanding terbalik dengan kesejahteraan buruh dan petani yang bekerja pada industri ini. Upah buruh yang rendah dan tunjangan yang tidak manusiawi—bagian penting dari hak-hak buruh— merupakan cerita lama industri rokok. Perkembangan terbaru menunjukkan perusahaan rokok mengejar efisiensi dengan merumahkan puluhan ribu buruhnya, karena penggunaan mesin produksi yang lebih canggih. Pada bagian lain, petani tembakau juga dihadapkan pada tata niaga yang tidak adil. Daya tawar mereka tergerus di hadapan para tengkulak dan cukong. Mereka juga dihadapkan banjir impor daun tembakau dari luar negeri. Keberadaan industri rokok, dengan demikian, berpotensi melanggar HAM kelompok rentan, utamanya hak anak, perempuan, buruh, dan petani. Pada titik inilah, peran negara diperlukan untuk memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, khususnya kelompok rentan. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia merupakan negara pihak pada perjanjian-perjanjian HAM internasional. Pemerintah Indonesia memang sudah memberlakukan Undang Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang membatasi konsumsi rokok. Namun produk-produk legislasi tersebut belum memberikan perlindungan secara maksimal. Selain itu, penegakan hukum dan HAM yang berkaitan dengan industri rokok masih lemah. Bahkan akhir-akhir ini negara cenderung memosisikan industri rokok sebagai industri yang perlu perlindungan, bukan pengendalian.
  • 4. 2 Berangkat dari persoalan inilah, berbagai kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian atas kesehatan publik dan perlindungan HAM, utamanya kelompok rentan, berkumpul dan berdiskusi pada 28 Agustus 2014. Dari hasil diskusi inilah, kertas posisi ini disusun dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintahan baru Jokowi-JK dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, khususnya kelompok rentan, dalam isu pengendalian tembakau. B. Pokok Permasalahan Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan pada bagian Latar Belakang, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, Indonesia memasuki darurat tembakau yang membahayakan kesehatan publik dan berpotensi mengganggu HAM kelompok rentan (perempuan, anak, buruh, petani). Kedua, negara kurang efektif mengatur industri rokok, khususnya dalam memperlakukan buruh dan petani tembakau serta dampak operasi dan produk perusahaan rokok terhadap HAM kelompok rentan. Memperhatikan dua hal di atas, maka Kertas Posisi ini merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: Apa langkah strategis dan bersifat segera yang harus ditempuh pemerintah baru Jokowi-JK dalam isu pengendalian tembakau? C. Tujuan Kertas posisi ini bertujuan untuk mendorong Pemerintahan Baru Jokowi-JK melakukan percepatan aksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (The Framework Convention on Tobacco Control—FCTC). II. Kerangka Normatif A. Instrumen Hukum Pengendalian Dampak Rokok Pemerintah telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan masyarakat akibat dampak rokok (Depkes 2004). Bagian ini menguraikan beberapa peraturan pokok yang terkait. 1. UU No. 36/ 2009 tentang Kesehatan Di dalam UU ini disebutkan bahwa tembakau dan produknya merupakan zat adiktif yang perlu diamankan penggunaanya (Pasal 113). Selain itu, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan (Pasal 114). UU ini juga mencantumkan kewajiban menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Pasal 115). 2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan
  • 5. 3 PP ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi dampak buruk penggunaan produk tembakau bagi kesehatan individu dan masyarakat. Beberapa hal yang diatur PP ini, yaitu: Informasi kandungan kadar nikotin dan tar (pasal 10—11) Produksi dan penjualan produk tembakau (pasal 12—14) Kemasan dan pelabelan produk tembakau (pasal 13—24) Larangan menjual produk melalui mesin layan diri, kepada anak dan ibu hamil (pasal 25) Iklan, promosi, sponsor produk tembakau (pasal 26—40) Perlindungan Khusus Anak dan Perempuan (pasal 41—48) Penetapan kawasan tanpa rokok (pasal 49—52) 3. UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah Dalam UU ini dinyatakan bahwa tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional (Pasal 29). Adapun hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (Pasal 94). UU ini juga mengatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pelayanan kesehatan masyarakat yang dimaksud, antara lain pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan masyarakat tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok (Pasal 31). 4. UU No 39 Tahun 2007 tentang Cukai Kebijakan cukai dibuat untuk mengendalikan konsumsi. Oleh karena itu, keberhasilan kebijakan cukai rokok ditentukan oleh kemampuannya mengendalikan konsumsi rokok, bukan meningkatkan penerimaan negara. Pasal 2 ayat 1 UU ini menyatakan bahwa cukai dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat: (a) Konsumsinya perlu dikendalikan; (b) Peredarannya perlu diawasi; (c) Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; (d) Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. 5. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Salah satu hak yang penting bagi kesehatan anak adalah bahwa anak bebas dari kepulan asap rokok yang membahayakan kesehatannya.
  • 6. 4 UU ini mengatur perlindungan atas hak-hak anak, termasuk hak anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sehat dan hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan dari asuhan keluarga (Pasal 45). 6. Inisiatif di Daerah Hingga kini terdapat, sedikitnya, 150 peraturan daerah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Inisiatif daerah untuk melindungi masyarakatnya dari bahaya rokok patut diapresiasi. Hal ini merupakan capaian yang baik mengingat di tingkat nasional belum ada regulasi tentang KTR yang komprehensif untuk melindungi kesehatan publik. B. Instrumen HAM yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen HAM internasional (lihat table 1). Dengan langkah ini, maka Pemerintah Indonesia terikat dengan sejumlah norma yang terdapat dalam perjanjian internasional tersebut. Selain itu, langkah ratifikasi merupakan kodifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional, seperti diatur di dalam Pasal 7 Ayat 1 dan 2 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Tabel 1 Instrumen HAM yang sudah Diratifikasi Instrumen HAM Tanggal disahkan melalui Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik UU No. 12 Tahun 2005 Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya UU No. 11 Tahun 2005 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan UU No. 7 tahun 1984 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia UU No. 5 Tahun 1998 Konvensi Hak Anak Keppres No. 36 Tahun 1990, dikuatkan dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial UU No. 29 Tahun 1999 Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Penyandang Disabilitas UU No. 19 Tahun 2011 Pada bagian lain, hak atas kesehatan merupakan HAM. Hal ini tercantum dalam salah satu instrumen pokok HAM yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB). Kovenan ini menyediakan ketentuan yang lengkap tentang hak atas kesehatan. Pasal 12 (1) KIHESB menyatakan bahwa negara mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan tertinggi fisik dan mental yang terjangkau. C. Pengendalian Tembakau dalam FCTC FCTC adalah sebuah traktat internasional yang menegaskan kembali akan hak semua orang untuk memperoleh
  • 7. 5 derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. FCTC disusun untuk menghadapi globalisasi epidemi tembakau, yang didukung oleh sejumlah faktor perdagangan yang kompleks dengan efek lintas negara, yang difasilitasi perdagangan bebas dan investasi asing, dengan dukungan beberapa kekuatan raksasa dalam pemasaran global. FCTC memulai rute pengendalian tembakau dengan pengurangan permintaan (demand reduction), melalui: perlindungan terhadap kepulan asap tembakau di ruang publik; regulasi mengenai kandungan produk tembakau; regulasi mengenai pengungkapan produk tembakau; pengemasan dan pelabelan; pendidikan, komunikasi, pelatihan dan peningkatan kesadaran terhadap ancaman bahaya produk tembakau bagi kesehatan; iklan, promosi dan sponsor tembakau; segenap upaya pengurangan permintaan terkait ketergantungan tembakau dan penghentian pemakaiannya. Sementara itu, untuk pengurangan pasokan (supply reduction), FCTC mengatur sejumlah hal, antara lain: perdagangan ilegal produk tembakau; penjualan produk tembakau kepada dan oleh anak di bawah umur; pemberian bantuan untuk kegiatan alternatif yang layak- laksana secara ekonomis. FCTC berlaku secara hukum selama 90 hari setelah diratifikasi oleh 40 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Semua negara yang meratifikasi FCTC terikat secara hukum dengan segala ketentuan dalam FCTC. Setiap negara yang belum menandatangani traktat tersebut setelah 29 Juni 2004 diberi kesempatan untuk melaksanakan aksesi, sebuah langkah yang setara dengan ratifikasi. D. Pertautan FCTC dan Instrumen HAM FCTC menyediakan panduan bagi negara pihak untuk melaksanakan pengendalian tembakau. Untuk membantu pelaksanaannya, WHO memperkenalkan paket kebijakan MPOWER yang merupakan singkatan Monitor, Protect, Offer, Warn, Enforce, Raise (Spires et al, 2014). Kerangka MPOWER mendorong intervensi untuk mempromosikan kesehatan yang konsisten dengan pendekatan kesehatan dan pengendalian tembakau yang berbasis HAM. Publikasi terbaru dari Institute for Global Tobacco Control (IGTC) mengidentifikasi pasal-pasal khusus dan redaksi dalam setiap perjanjian HAM internasional dapat diterapkan untuk mendorong pengendalian Tembakau (Lihat Tabel 2).
  • 8. 6 Tabel 2 Ketentuan dan pasal-pasal dalam Perjanjian HAM Internasional dengan Kerangka MPOWER Traktat M P O W E R International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (C) : Pasal.7 Pasal.10.3 (H) Pasal.12 (H) Pasal.12.2 (C) : Pasal.10.3 International Covenant on Civil and Political Rights (I) : Pasal.19.2 (I) : Pasal.19.3 Convention to Eliminate All Forms of Discrimination Against Women (C): Pasal.11 (H) : Pasal.12.1 Pasal.14.2 (I) : Pasal.10 Convention on the Rights of the Child Pasal.3.2 (H) : Pasal.24 (C) : Pasal.32.1 (H) dan (I) : Pasal.24.1 (I) : Pasal.13.1 Pasal.17.1 Pasal.24.1 (I) : Pasal.13.2 Pasal.17.1 Convention on the Rights of Per- sons with Disabilities (I) : Pasal.31 Pasal.9.1 Pasal.28.2 Pasal.30.1 (C) : Pasal.27.1 (H) dan (I) : Pasal.24.1 (H) dan (I) : Pasal.24.1 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (H): Pasal.5 Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (C): Pasal.70 Pasal.45.1 (C): Pasal.25.1 (H): Pasal.43.1 (I) : Pasal.13.2 (I) : Pasal.13.3 International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance Tema yang terkait dengan tujuan pengendalian tembakau : (C) = Kondisi Kerja; (H) = Layanan Kesehatan; (I) = Informasi Kesehatan Dari tabel di atas, diketahui bahwa tujuh dari sembilan perjanjian HAM internasional memiliki arah yang sejalan dengan area kebijakan MPOWER. Sebanyak 33 ketentuan dan teks sangat relevan dan sesuai dengan area kebijakan “P” (Protect), “O” (Offer), and “W” (Warn). Tema-tema HAM yang teridentifikasi terkait dengan pengendalian tembakau, antara lain hak-hak terkait dengan kondisi kerja, akses pelayanan kesehatan, dan akses terhadap informasi kesehatan. Ketujuh instrumen HAM itu dapat digunakan untuk implementasi atau memperkuat kebijakan KTR, strategi komunikasi yang efektif, termasuk peringatan kesehatan yang lebih kuat dalam kemasan bungkus rokok, dan penyertaan atau integrasi layanan berhenti merokok, termasuk konseling dan penyediaan pengobatan untuk berhenti merokok di dalam rencana kesehatan yang ditanggung negara. Selain itu, instrumen HAM juga dapat
  • 9. 7 digunakan sebagai alat advokasi kebijakan pengendalian tembakau yang berfokus pada populasi khusus, termasuk penyandang disabilitas, pekerja migran, kelompok etnis atau ras minoritas, perempuan, dan anak-anak. Langkah aksesi FCTC dalam isu pengendalian tembakau merupakan bagian penting dalam pemenuhan hak atas kesehatan. Langkah ini sejatinya sudah diserukan Komite Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang bersidang pada Pertemuan ke-40, 23 Mei 2014 (E/C.12/IDN/CO/1). Komite Ekosob merilis sejumlah rekomendasi kepada pemerintah Indonesia pada 19 Juni 2014, antara lain: (1) Pemerintah Indonesia harus melakukan pencegahan atas resiko kesehatan yang serius terkait rokok, utamanya remaja dan anak; (2) memberlakukan peraturan antitembakau yang mencakup larangan merokok di ruangan dalam gedung; (3) memperkuat larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok; (4) menerapkan pendekatan berbasis HAM atas penggunaan tembakau, memberikan layanan kesehatan yang layak, rehabilitasi, dan dukungan layanan psikologis bagi pecandu rokok. Secara umum, Komite Ekosob mendorong Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi FCTC. Sebagai negara pihak pada KIHESB, Pemerintah Indonesia seharusnya mulai merumuskan dan mengambil langkah-langkah untuk menjalankan rekomendasi Komite Ekosob tersebut. E. Prinsip-Prinsip UNGP bagi Industri Perhatian komunitas internasional atas dampak buruk operasi dan kebijakan perusahaan terhadap HAM mengemuka pada 1995 ketika terjadi insiden di Nigeria yang melibatkan Royal Dutch Shell.1 Sejak itu, lembaga-lembaga internasional mulai meletakkan isu bisnis dan HAM dalam agenda mereka dan meningkatkan tekanan mereka terhadap tanggung jawab perusahaan atas dampak negatif terhadap penikmatan HAM.2 Inisiatif-inisiatif baru lahir pada akhir 1990-an dan awal 2000-an untuk meminimalisasi dampak operasi perusahaan terhadap HAM. Salah satu dokumen penting yang mengatur hal ini adalah UN Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy” Framework (UNGP). Dokumen ini dikeluarkan pada 2011 oleh Utusan Khusus PBB untuk Bisnis dan HAM, John Ruggie. UNGP berbasis pada 3 pilar, yaitu 1 Perusahaan multinasional yang bergerak di sektor minyak ini dinilai terlibat dalam eksekusi terhadap Ken Saro-Wiwa, sastrawan dan aktivis lingkungan yang mengritik keras operasi Shell di Delta Sungai Niger, karena dianggap mencemari lingkungan. Shell akhirnya membayar kompensasi kepada korban belasan tahun kemudian. Lihat http://www.dw.de/shell-bayar-kompensasi-korban-ham/a-4313775, diunduh pada 17 Desember 2012. 2 Insiden Shell di Nigeria menjadi momentum bagi komunitas internasional untuk mendiskusikan dampak-dampak HAM yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan. Lihat Florian Wettstein, 2009, Multinational Corporations and Global Justice: Human Rights of a Quasi-Governmental Institution, Stanford University Press, California
  • 10. 8 (1) Tanggung jawab negara untuk melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan, melalui kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang layak; (2) Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM melalui aksi sungguh-sungguh untuk mengidentifikasi, mencegah, dan/atau menyelesaikan dampak operasi perusahaan terhadap HAM. Untuk itu, perusahaan diharuskan memiliki kebijakan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip penghormatan HAM dalam seluruh proses, fungsi, dan kebijakan internal; (3) Akses yang luas bagi warga korban pelanggaran HAM untuk memperoleh skema pemulihan efektif, baik secara yudisial maupun nonyudisial. Mekanisme pengaduan yang efektif di perusahaan wajib disediakan sebagai mekanisme untuk menghormati HAM. Selain itu, negara juga harus melakukan langkah dalam yusrisdiksi mereka untuk memastikan korban memiliki akses untuk pemulihan efektif melalui cara yudisial, administratif, legislatif, atau cara lainnya.3 Meskipun bukan norma yang mengikat secara hukum, UNGP diharapkan menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan untuk menjalin sinergi dalam usaha menghormati, melindungi, dan memulihkan HAM. Seperti juga industri ekstraktif yang menimbulkan dampak buruk bagi penikmatan HAM, industri rokok pun demikian. Industri rokok dipandang melahirkan dampak buruk terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), utamanya hak-hak kelompok rentan (anak, perempuan, pekerja, petani) dan hak atas kesehatan. Oleh karena itu, intervensi negara untuk mengatur industri rokok agar selaras- sejalan dengan prinsip-prinsip UNGP menjadi agenda yang mendesak. Pada bagian lain, perhatian yang sama juga telah mendorong UNICEF, the UN Global Compact (UNGC), dan Save the Children untuk mengeluarkan dokumen the Children’s Rights and Business Principles pada 24 Juni 2010 di London. Dokumen ini berisikan prinsip-prinsip pedoman bagi perusahaan untuk menghormati dan mendukung hak-hak anak dalam rentang kendali perusahaan. Prinsip-prinsip itu antara lain perusahaan harus berkontribusi bagi pengurangan buruh anak dalam semua aktivitas dan hubungan bisnis serta menggunakan pemasaran dan iklan yang menghormati dan mendukung hak-hak anak. F. Korupsi dan HAM Indonesia menghadapi tantangan serius terkait meruyaknya korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini kemudian berimbas pada upaya mewujudkan substansi demokrasi, termasuk upaya perlindungan dan pemenuhan HAM. 3 Ruggie, John, 2011, “Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy” Framework” (United Nations: New York). Document reference A/HRC/17/31.
  • 11. 9 Praktek korupsi di Indonesia, untuk sebagian besar, terjadi dalam relasi kuasa antara penguasa dan pengusaha. Praktik korupsi mengakibatkan berkurangnya anggaran negara, termasuk anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk program-program kesejahteraan rakyat seperti kesehatan. Di titik inilah pertautan korupsi dan HAM terjadi. Dalam bentuknya yang paling brutal, praktik korupsi merupakan bentuk pelanggaran HAM yang serius. Utusan Khusus PBB untuk Bisnis dan HAM menyebutkan bahwa praktik korupsi perusahaan multinasional merupakan pelanggaran HAM. Salah satu prinsip dalam UNGC juga menyerukan prinsip antikorupsi bagi sector bisnis. Dalam dokumen UNGC, disebutkan, “Business should work against corruption in all its forms, including extortion, and bribery” (UN.Doc. E/CN.4/2006/97, para 25—27). Komentar Umum KIHESB juga mencatat kewajiban negara dalam pemenuhan hak atas kesehatan adalah memastikan pengadaan barang dan jasa dalam penyediaan fasilitas kesehatan harus terbebas dari unsur korupsi, mengingat, korupsi pada sector kesehatan, dapat berakibat langsung pada kematian. III. Eksistensi Industri Rokok di Indonesia Bagian ini menggambarkan eksistensi industri rokok, mulai dari pertumbuhan, bahaya, dan kapasitas industri mempengaruhi kebijakan yang merugikan regulasi mengenai tembakau. A. Pertumbuhan Industri Rokok Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan jumlah produksi rokok pada 2013 meningkat menjadi 332 miliar batang rokok. Angka ini naik 10,35% dari produksi pada 2012 yang tercatat sebesar 301 miliar batang rokok. Produksi rokok tersebut terbagi menjadi 3 jenis rokok, yaitu, rokok jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin), jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan), dan jenis SPM (Sigaret Putih Mesin). Pangsa pasar rokok di Indonesia, didominasi oleh tiga perusahaan besar, yaitu Philip Morris International (PMI)—HM Sampoerna Tbk, Gudang Garam dan Djarum. Ketiga perusahaan ini meraup 65 persen pangsa pasar pada 2009. Pangsa pasar yang dipegang tiga besar ini, masing-masing adalah 29 persen oleh HM Sampoerna, disusul Gudang Garam dengan 21,1 persen, dan Djarum dengan 19,4 persen. BAT dan Bentoel menguasai 8%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 37% pasar rokok Indonesia dikuasai oleh industri asing (Philip Morris dan BAT). Sementara itu, data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menjelaskan bahwa pada 2011 jumlah impor tembakau Indonesia mencapai 64,8 juta kilogram atau senilai US$ 376,3 juta. Jumlah ini terus meningkat tajam pada 2012 yang sebanyak 104,4 juta kg atau senilai US$ 503,2 juta dan 2012 sebanyak 133,8 juta kg atau senilai US$ 665,5 juta. Angka-angka
  • 12. 10 ini menunjukkan bahwa import terhadap daun tembakau lebih besar dari pada ekspor produk tembakau. Hasil penelitian Balitbangkes pada 2010 menunjukkan bahwa jika dikalkulasikan kehilangan secara makro ekonomi akibat konsumsi rokok tahun 2010 sebesar 245,41 triliun rupiah (28,52 miliar USD) yang lebih tinggi daripada pendapatan cukai yang diperoleh oleh Pemerintah yaitu sebesar 55 triliun rupiah (6,16 miliar USD). B. Rokok sebagai Bahaya Epidemi Rokok adalah produk olahan tembakau yang bersifat adiktif dan mengandung 7.000 bahan kimia, 70 di antaranya bersifat karsinogenik. Sifat adiktif dari nikotin dalam rokok berasal dari tanaman tembakau nicotiana tabacum dan nicotiana rustica. Produk rokok yang mengandung zat adiktif juga membawa serta ribuan zat kimia berbahaya yang dalam penggunaan jangka panjang merusak organ tubuh penggunanya. Dalam United Nations Summit on Non-Communicable Disease, New York 19—20 September 2011 ditegaskan bahwa konsumsi tembakau, di samping konsumsi alkohol, diet yang buruk (poor dietary) dan kekurangan kegiatan fisik (physical inactivities), merupakan empat faktor resiko utama bagi meningkatnya empat penyakit tidak menular utama yang semakin mengancam kehidupan manusia secara global. Pada abad ke-20 ini diperkirakan bahwa produk tembakau dapat menyumbangkan kematian sebesar 100 juta kematian secara global dan apabila tidak diambil tindakan atau intervensi maka pada abad 21 diperkirakan mencapai 1 milyar kematian (Peto & Lopez, 2001). Produk tembakau merupakan penyebab sekitar 2.41 juta kematian di negara berkembang pada 2000 (Majid & Alan D, 2003). Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan kematian lebih dari satu juta dibandingkan kematian yang terjadi pada 1990. Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia, setelah Cina dan India, dengan prevalensi perokok yaitu 36,1% (Global Adult Tobacco Survey— GATS 2011). Dengan tingkat produksi rokok yang mencapai 302,5 miliar batang pada 2012 (Sampoerna, 2012) dan perkiraan jumlah penduduk mencapai 259 juta jiwa (kemdagri, 2011), maka di Indonesia terdapat 1.166 batang rokok di setiap mulut orang Indonesia, termasuk bayi yang baru lahir. Angka-angka ini sangat mengkhawatirkan bagi perlindungan kesehatan publik. C. Relasi Kuasa Negara dan Industri Rokok Berdasarkan Pasal 20 UUD 1945, kekuasaan untuk membentuk UU berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setiap Rancangan UU (RUU) dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pada kenyataannya, pembentukan UU sangat dipengaruhi oleh tarik-menarik aspirasi para pemangku kepentingan. Proses
  • 13. 11 legislasi di DPR sejatinya harus berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel dengan memperhitungkan aspirasi publik. Kondisi ideal demikian tidak selalu terjadi. Salah satu contoh adalah hilangnya ayat “tembakau” ketika pembahasan RUU Kesehatan (Kompas, 14 Oktober 2009). Contoh lain adalah lolosnya RUU Pertembakauan dalam Program legislasi nasional (Prolegnas) 2013. RUU ini diusulkan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), yang salah satu pendirinya adalah Sampoerna. Diduga kuat RUU ini merupakan aspirasi yang datang dari industri rokok. Tarik-menarik kepentingan soal ini sebetulnya terjadi sejak 2009 ketika masuk usulan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (PDPTK). RUU ini lebih mencerminkan kepentingan pengendalian tembakau. Namun nasib RUU ini tidak jelas. Belakangan muncul usulan RUU Perlindungan Kesehatan Masyarakat yang merupakan penyempurnaan dari RUU PDPTK, namun gagal masuk Prolegnas 2013 (Kompas, 13 Desember 2012). Tiba-tiba RUU Pertembakauan yang dinilai mewakili kepentingan industri rokok masuk Prolegnas 2013. Dalam pembahasan RUU Pertembakauan, terdapat situasi tidak lazim, misalnya kemunculannya yang tiba-tiba tanpa diketahui pengusulnya. Dengan alasan untuk melindungi petani tembakau, RUU ini dibahas. Padahal UU untuk perlindungan dan petani sudah diatur dalam UU No. 19 tahun 2013. Peluang manipulasi, kolusi, suap, dan korupsi dalam setiap pembahasan RUU di DPR sangat terbuka. Situasi serupa bisa terjadi dalam pembahasan regulasi di bidang tembakau. Meski hal ini sulit dibuktikan secara hukum, namun pemerintah seharusnya memberi perhatian serius atas fenomena ini, karena terkait kemaslahatan publik. IV. Memperkuat Komitmen Pemerintah Melindungi Publik Pertumbuhan produksi dan konsumsi rokok di Indonesia sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Jika kondisi ini dibiarkan oleh pemerintahan baru, maka kepentingan kesehatan publik dan HAM akan terganggu. Salah satu jalan yang harus ditempuh adalah mengefektifkan peran pemerintah dalam melindungi publik sekaligus mengendalikan industri rokok melalui langkah-langkah yang sesuai dengan kewenangannya. A. Dampak Industri Rokok terhadap HAM Peningkatan jumlah pecandu rokok sejalan dengan pertumbuhan industri rokok. Perhatian pada situasi ini seringkali mengabaikan fokus kita pada dampak yang ditimbulkan industri rokok terhadap HAM. Uraian berikut menggambarkan kelompok-kelompok rentan atas dampak rokok, seperti petani, anak, perempuan, dan buruh. Dampak terhadap Hak Petani Harga tembakau mengalami fluktuasi akibat pasar tembakau yang bersifat oligopsoni. Situasi ini menurunkan posisi
  • 14. 12 tawar para petani.4 Mereka tidak memiliki akses langsung ke pabrik, sehingga proses jual-beli dilakukan melalui perantara (bandol/tengkulak/tauke/pedagang besar).5 Petani juga sering dicurangi, misalnya proses timbangan atau penentuan grade kualitas daun tembakau. Hal ini terjadi karena tiadanya regulasi dalam penentuan kualitas produk. Meskipun kebutuhan tembakau terus meningkat, petani tak kunjung untung. Apalagi kini mereka harus bersaing dengan tembakau impor yang dianggap lebih berkualitas dan murah.6 Kondisi ini telah menempatkan petani sebagai kelompok rentan dalam tata niaga tembakau. Dampak terhadap Hak Anak Industri rokok mengurangi penikmatan hak-hak anak atas lingkungan yang sehat bagi perkembangannya. Di Indonesia, para perokok menjadi pecandu bahkan sejak mereka berusia remaja. Menurut sebuah data, sebanyak 70 % perokok mulai merokok sebelum usianya mencapai 19 tahun (Susenas 2004). Data Susenas (2001, 2004) dan Riskesdas (2007, 2010) memberikan gambaran tren perokok pemula remaja usia 10—14 naik hampir 2x lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun (2001 sebesar 9,5% menjadi 17,5% pada 2010. Angka ini tentu menggiurkan industri rokok. Mereka menjadikan anak-anak usia remaja sebagai target pasar potensial. Melalui iklan, promosi, dan strategi marketing lainnya, industri rokok menyasar segmen anak-anak usia remaja. Gangguan atas hak anak juga terjadi karena tiadanya regulasi yang tegas mengenai KTR, termasuk di dalam rumah. Para perokok di Indonesia bebas merokok di dalam rumah. Tentu hal ini mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, termasuk anak- anak. Sebuah data menunjukkan bahwa anak usia 0—4 tahun merupakan kelompok paling rentan terpapar asap rokok. Disebutkan bahwa sebesar 81% anak Indonesia terpapar asap rokok di tempat umum dan 65% terpapar asap rokok di dalam rumah (IGYTS 2009). Selain itu, dampak kepulan asap rokok orang lain terhadap anak sangat buruk. Bagi ibu hamil, kepulan asap rokok berdampak pada peningkatan sesak nafas yang dialami oleh anak penderita asma (British Medical Association—BMA, 2004). Pengeluaran atas belanja rokok akan sangat berpengaruh pada pola pengeluaran rumah tangga dengan penghasilan rendah. Dengan kata lain, pengeluaran untuk rokok akan mengurangi pengeluaran untuk sektor lain yang jauh lebih vital bagi keluarga, seperti kesehatan, pendidikan, makanan bergizi, dan kebutuhan penting lainnya, bagi tumbuh-kembang anak. 4 Presentasi Menteri Pertanian RI, “Upaya Perlindungan Petani Tembakau Indonesia”, Disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau: Memetakan Masalah dan Solusi Bagi Kesejahteraan Petani Tembakau Universitas Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014 5 Presentasi Ahmad Jayadi, Rumah Gemilang Indonesia, Sengsara di Timur Jawa 6 Presentasi Menteri Pertanian RI
  • 15. 13 Dampak terhadap Hak Perempuan Kepulan asap rokok orang lain menjadi masalah di Indonesia. Sebuah data (Riskesdas 2010) menunjukkan bahwa perokok pasif di Indonesia mencapai 92 juta orang, yang terdiri dari 62 juta orang perempuan dan 30 juta orang laki-laki. Di sini perempuan menjadi kelompok rentan akibat kepulan asap rokok. Selain itu, dampak asap rokok sangat terasa bagi perempuan hamil. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ibu perokok aktif yang hamil dan/atau ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan, merupakan penyebab utama terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah, keguguran spontan, menderita cacat bawaan, perkembangan otak terganggu, lahir mati dan komplikasi pada saat melahirkan (IARC, 2004). Data ini menunjukkan bahwa pandemi rokok mengancam hak reproduksi perempuan. Dampak terhadap Hak-hak Buruh Pelanggaran hak-hak buruh bukan hal yang baru di Indonesia. Data yang dikeluarkan Komite Kebebasan untuk Berserikat (KKUB) memperlihatkan sedikitnya 49 jenis pelanggaran hak-hak buruh, mulai dari mutasi pengurus serikat, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemberian sanksi akibat menjalankan kegiatan berserikat, dan kriminalisasi terhadap pengurus serikat. Hal yang sama terjadi juga pada industri rokok. PT HM Sampoerna menutup dua dari tujuh pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 4.900 karyawannya pada 31 Mei 2014 (Kompas, 16 Mei 2014) PT Bentoel Internasional Investama Tbk juga menawarkan program berhenti kerja secara sukarela kepada 1.000 dari 8.000 karyawan yang ada sejak 8—10 September 2014 (Inilah.com, 9 September 2014). PHK ini dilakukan demi efisiensi, mekanisasi, dan rasionalisasi perusahaan yang mengalihkan industri dari padat karya ke padat teknologi. Situasi ini sangat berpengaruh pada penikmatan hak-hak buruh. PHK sepihak/sewenang-wenang, absennya kebebasan berserikat, pemberlakukan pekerja outsourcing dan pekerja anak, keselamatan kerja, kontrak kerja, mogok kerja, serta jaminan sosial bagi pekerja menjadi situasi yang membuat penikmatan hak-hak buruh di industri rokok masih jauh panggang dari api. Di sisi ain, sejak 2000—2011, rata-rata upah nominal pekerja industri rokok selalu lebih rendah dari rata-rata upah pekerja industri lainnya. Rata-rata upah nominal perbulan pekerja industri rokok selalu lebih rendah, misalnya dibandingkan dengan upah pekerja di industri makanan. Rata-rata upah nominal bulanan pekerja di industri rokok adalah Rp 615,7 ribu, sedangkan di industri makanan Rp 751,6 ribu dan di seluruh industri Rp 901 ribu.
  • 16. 14 B. Aspirasi Publik untuk Aksesi FCTC FCTC bukanlah hal baru bagi pemerintah Indonesia. Dalam kurun 1996—2003 Delegasi Pemerintah Indonesia menjadi salah satu peserta aktif yang terlibat dalam panitia perumusan naskah (drafting committee) dari FCTC. Ironisnya, ketika FCTC disahkan pada 2003 dan didorong menjadi hukum internasional, Pemerintah Indonesia tidak menandatanganinya. Bahkan ketika FCTC menjadi hukum internasional pada 2005, pemerintah tidak meratifikasi FCTC. Peluang yang mungkin dilakukan Pemerintah Indonesia adalah melakukan aksesi. Upaya aksesi FCTC berulang kali dilakukan. Pada 2011 Menteri Kesehatan mengajukan permohonan pembahasan aksesi FCTC kepada Presiden. Namun presiden tidak merespon. Pada 2013, Menteri Kesehatan kembali mengajukan permohonan untuk aksesi FCTC dalam rapat kabinet. Namun upaya ini kembali gagal. Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peta Jalan Pengendalian Tembakau Indonesia. Peta jalan ini dijadikan rujukan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 40 Tahun 2013. Di dalam dokumen tersebut, tercantum beberapa target, antara lain aksesi FCTC dan penurunan prevalensi perokok. Di luar pemerintah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengajukan Naskah Akademis untuk aksesi FCTC ke DPR. Namun upaya ini pun tidak mendapatkan respon positif dari DPR. Agenda aksesi FCTC juga menuai dukungan luas dari berbagai lembaga masyarakat sipil, baik lembaga yang fokus pada isu kesehatan, HAM (hak anak, hak perempuan, hak atas kesehatan), lembaga keagamaan, maupun mahasiswa. C. Arus Balik dalam RUU Pertembakauan Baru-baru ini DPR RI tengah membahas RUU Pertembakauan. Kemunculan RUU ini memicu perdebatan panjang, karena RUU ini muncul secara tiba-tiba dan masuk ke dalam Prolegnas 2014. Kehadiran RUU ini merupakan arus balik atas aspirasi publik dalam pengendalian tembakau dan aksesi FCTC. RUU ini bahkan lebih mencerminkan aspirasi industri rokok ketimbang kepentingan perlindungan kesehatan publik. Salah satu isu yang mengemuka dalam RUU Pertembakauan adalah tidak adanya penjelasan tentang pemisahan tempat khusus merokok dan tempat bebas dari asap rokok. Tentu hal ini akan berdampak pada kesehatan perokok pasif, yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak (Kompas, 28 Juni 2013). A. Aksesi FCTC dan Visi Pemerintahan Baru Jokowi-JK Harapan akan kembalinya komitmen pemerintah untuk mengaksesi FCTC dalam rangka melindungi HAM kelompok rentan dan kesehatan publik kini bersandar sepenuhnya pada pemerintahan baru di bawah pimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Harapan itu bukan tanpa alasan jika kita mempelajari visi-misi Jokowi-JK ketika kampanye Pemilihan
  • 17. 15 Presiden (Pilpres). Pasangan Jokowi-JK menorehkan visi dan misi yang kaya perspektif, khususnya menyangkut isu kesehatan. Pasangan Jokowi-JK menyampaikan pokok-pokok pemikiran dalam dokumen yang berjudul “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian”. Beberapa poin penting dalam dokumen ini yang relevan dengan semangat aksesi FCTC, pengendalian tembakau, perlindungan HAM kelompok rentan, dan kesehatan publik. Berikut poin-poin tersebut: 1. Uraian tentang tiga masalah pokok bangsa, salah satunya “kelemahan sendi perekonomian bangsa”. Pada bagian ini ditulis, "Harapan akan penguatan sendi-sendi ekonomi bangsa menjadi semakin jauh ketika negara tidak kuasa memberi jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya (hal 1) 2. Bagian Visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Pada bagian Kemandirian, ditulis “Kemajuan bangsa ditandai dengan sumber daya manusia yang memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan memiliki tingkat pendidikan, produktivitas, dan harapan hidup yang tinggi (hal 5). 3. Pada bagian “Sembilan Agenda Prioritas” (NAWA CITA) terdapat Agenda Prioritas Nomor 5, yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia dengan peningkatan layanan kesehatan”. 4. Pada bagian “Berdaulat dalam Bidang Politik”, terdapat aspek- aspek kehidupan bernegara, nomor 11 tertulis “Komitmen mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan”, terdapat 42 prioritas utama, dua di antaranya adalah: Komitmen untuk menghapus regulasi yang berpotensi melanggar HAM kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas (bagian aa, hal 27); Jaminan pemenuhan hak atas kesehatan ... melalui regulasi yang berpihak pada kepentingan publik (bagian dd, hal 27). 5. Pada bagian “Berkepribadian dalam bidang kebudayaan” tertulis pada nomor 3, yaitu “Kami akan membangun jiwa bangsa melalui pemberdayaan pemuda dan olahraga”. Pada bagian ini terdapat 10 prioritas utama, salah satunya adalah komitmen akan melindungi segenap genarasi muda dari bahaya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA), minuman keras, HIV/AIDS, dan penyakit menular di kalangan pemuda (hal 41). V. Simpulan dan Rekomendasi Bagian ini merupakan simpulan atas berbagai penjelasan di atas dan sejumlah rekomendasi juga disampaikan kepada pemerintahan baru yang memiliki visi baru yang mumpuni.
  • 18. 16 A. Simpulan Dari uraian di atas, maka the Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control menyimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Produksi dan konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan bisa disebut sebagai kondisi darurat tembakau yang, dalam jangka panjang, akan membahayakan kesehatan publik dan regenerasi bangsa; 2. Pemerintah tidak melakukan tindakan efektif bahkan cenderung melakukan pembiaran atas kondisi darurat tembakau dengan menunda-nunda aksesi FCTC dan langkah-langkah strategis lain dalam pengendalian tembakau. Padahal langkah aksesi FCTC sudah direkomendasikan oleh badan perjanjian HAM internasional (Komite Ekosob) kepada pemerintah Indonesia; 3. Pemerintah baru di bawah Jokowi-JK memiliki komitmen yang tinggi terhadap isu-isu kesehatan, perlindungan HAM kelompok rentan, serta perlindungan anak remaja dari bahaya NAPZA. 4. Kebijakan, operasi, dan produk industri tembakau menimbulkan dampak buruk bagi penikmatan HAM kelompok rentan. Operasi bisnis industri tembakau belum sejalan dengan Prinsip-prinsip Pedoman PBB mengenai bisnis dan HAM (UNGP). B. Rekomendasi Mempertimbangkan simpulan di atas dan visi-misi pemerintahan baru di bawah Jokowi-JK yang sejalan dengan semangat pengendalian tembakau dan perlindungan HAM kelompok rentan, maka the Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control (ICTC) merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut: 1. ICTC merekomendasikan pemerintah baru untuk mengambil langkah-langkah strategis dan segera dalam upaya pengendalian tembakau demi melindungi HAM kelompok rentan dan kesehatan publik, termasuk mencegah regulasi baru yang hanya akan melindungi industri tembakau daripada publik. 2. ICTC merekomendasikan pemerintah baru untuk berperan aktif dalam melakukan aksesi FCTC. Selain bagian dari upaya pengendalian tembakau, mengaksesi FCTC juga merupakan bentuk ketaatan pemerintah baru terhadap badan perjanjian internasional (Komite Ekosob) yang merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk mengaksesi FCTC. 3. ICTC merekomendasikan Pemerintah baru untuk segera melaksanakan visi dan misi yang dijanjikan pada kampanye Pilpres, khususnya visi dan misi yang terkait dengan isu kesehatan, perlindungan HAM kelompok rentan, serta perlindungan anak remaja dari bahaya NAPZA. 4. ICTC merekomendasikan kepada industri rokok untuk mengurangi semaksimal mungkin dampak kebijakan, operasi, dan produk mereka terhadap penikmatan HAM kelompok rentan. ICTC juga menyerukan industri rokok untuk segera menerapkan Prinsip-prinsip Pedoman PBB mengenai bisnis dan HAM (UNGP) dalam kebijakan dan operasinya.
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Majid, E., & Alan D, L. 2003. “Estimates of global mortality attributable to smoking in 2000”. The Lancet, 362 9387, 847-852. Hanjaya Mandala Sampoerna. 2009. Investing for the future: 2008 annual report. Jakarta: Sampoerna Hanjaya Mandala Sampoerna. 2012. Laporan Tahunan HM Sampoerna 2012 IARC . 2004. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Human: Tobacco Smoke and Involuntary Smoking Vol 83. International Agency for Research on Cancer. Lyon, France: World Health Organization. IARC. 2002. Monographs -Involuntary smoke Volume 83. Kosen, S. 2009. Beban biaya kesehatan penyakit akibat rokok. National Institute of Health Research Development, Kementrian Kesehatan. Puslitbang Kemenkes RI. Nichter, M. Et al. “Reading culture from tobacco advertisements in Indonesia”. Tobacco Control 2009 Apr;182:98-107., 2, 98-107. Oxford Business Group. 2009. Tobacco producers roll with the times. Emerging Markets Economic Briefings . Retrieved Juli 21, 2009 Florian Wettstein. 2009. Multinational Corporations and Global Justice: Human Rights of a Quasi-Governmental Institution, Stanford University Press, California Global Smoke Free Partnership. 2009. Global Smoke Free Partnership. Retrieved May 16, 2011, from Global Voices Status Report 2009 Rebutting Tobacco Industry Indonesia Institute for Social Development 2013, Jajak Pendapat Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Pengendalian Tembakau dan Aksesi FCTC. Peto, R., & Lopez, A. 2001. Critical issues in global health. New York: NY: Jossey- Bass. Spires M, Rutkow L, Feldhaus I, Cohen JE. The MPOWER framework and international human rights treaties: An opportunity to promote global tobacco control. Public Health. 2014; 1287:665-667 Shafey, O., Eriksen, M., Ross, H., & Mackay, J. 2009. The Tobacco Atlas, 3rd Edition. Atlanta, Georgia, USA: American Cancer Society. Tobacco Control Support Center. 2012. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia U.S. Department of Health and Human Services. 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking- Attributable Disease: A Report of the Surgeon General, Atlanta: GA: U.S Dokumen dan Laporan UN. Doc. E/CN.4/2006/97, para 25-27 A/FCTC/INB1/PL/SR/5, 18 Oktober 2000; A/FCTC/INB1/PL/SR/6, 18 Oktober 2000. A/FCTC/INB2/PL/SR/1, 13 Juni 2001. BPS. 1995. Susenas BPS. 2004. Susenas BPS. 2006. Susenas . BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: BPS
  • 20. Departemen Pertanian. Statistik Pertanian,Badan Pusat Statistik 2002. Statistik Ekspor Impor 2001; Catatan: SITC Standard, International Trade Classification Departemen Kesehatan RI. 2004. Data tembakau Indonesia data empiris untuk strategi pengendalian tembakau nasional. (Jakarta: Departemen Kesehatan) Departemen Perindustrian RI, 2009, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Roadmap Industri Pengolahan Tembakau Hanjaya Mandala Sampoerna. 2012. Laporan Tahunan HM Sampoerna 2012 Kemenkes RI, RISKESDAS 2007 Kemenkes RI, RISKESDAS 2010 Masukan Publik Terhadap Pembahasan RUU Penyiaran tentang Pelarangan Iklan dan Promosi Rokok Dalam RUU Penyiaran Sebagai Bentuk Perlindungan Anak Dari Zat Adiktif Rokok, Lentera Anak Indonesia: 2013 Masukan Kepada BAPENAS tentang Perlindungan Anak dari Zat Adiktif, Lentera Anak Indonesia: 2014 Presentasi Menteri Pertanian RI, “Upaya Perlindungan Petani Tembakau Indonesia”, Disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau: Memetakan Masalah danSolusi Bagi Kesejahteraan Petani TembakauUniversitas Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014 Presentasi Ahmad Jayadi, Rumah Gemilang Indonesia, Sengsara di Timur JawaDisampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau: Memetakan Masalah danSolusi Bagi Kesejahteraan Petani TembakauUniversitas Muhammadiyah, Jakarta, 8 Januari 2014 Reynolds RJ. 1984. Perokok Remaja: Strategi dan Peluang,” Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984 Pointers from a hearing of Commission VI of the People's Representative Assembly of the Republic of Indonesia with GAPPRI and APTI. 2009 Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar 1945. Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang no. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang no. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktiff Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ruggie, John. 2011. “Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy” Framework” United Nations: New York. Document reference A/HRC/17/31.
  • 21. WHO. 2008. WHO Report on The Global Tobacco Epidemi . WHO. 2008. WHO Report on the global tobacco epidemic, 2008: The MPOWER package. WHO, Geneva. WHO. 2008. WHO Report on the global tobacco epidemic, 2008: The MPOWER package. WHO, Geneva. WHO. 2005. Framework Convention on Tobacco Control. WHO. 2011, April 28-29. Global Status Report on Noncommunicable Disease 2010. Website http://dds.bps.go.id/65tahun/sp2010_agregat_data_perProvinsi.pdf http://www.bma.org.uk/images/smoking_tcm4121289.pdf http://bisnis.liputan6.com/read/603799/ri-produksi-332-miliar-batang-rokok-tahun-ini Ghosh A, Moestafa B. 2009. BAT to buy Indonesian clove-cigarette maker for $494 million. Bloomber.com; June 17 [cited 2010 April 5]; Available from: http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601102&sid=ak8oj3i4n3c8 Global Adult Tobacco Survey GATS 2011 http://www.dw.de/shell-bayar-kompensasi-korban-ham/a-4313775, diunduh pada 17 Desember 2012. Hanjaya Mandala Sampoerna. 2009. Investing for the future: 2008 annual report. Jakarta: Sampoerna Available from: http://www.sampoerna.com/default.asp?language=English&page=Investor. SEARO WHO. 2009. Indonesia Ages 13-15 Global Youth Tobacco Survey GYTS Fact Sheet. Retrieved November 26, 2010, from SEARO WHO: http://www.searo.who.int/LinkFiles/GYTS_IndonesiaFactsheet2009.pdf SEARO WHO. 2009. Indonesia Ages 13-15 Global Youth Tobacco Survey GYTS Fact Sheet. Retrieved November 26, 2010, from SEARO WHO: http://www.searo.who.int/LinkFiles/GYTS_IndonesiaFactsheet2009.pdf The Lancet NCD Action Group and The NCD Alliance . 2011, April 6. Health Policy : Priority action for the non communicable disease crisis. Retrieved July 30, 2011, from OECD: http://www.oecd.org/dataoecd/15/9/47531330.pdf