SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
PRESENTASI KASUS
ATRESIA ANI
Oleh:
Akhdes Indra Objektivitas Wau (0906507766)
Andhika Mangalaputra (0906507785)
Narasumber:
dr. Rianna P. Tamba, SpB, SpBA
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2014
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. AA
Usia : 4 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 13 Maret 2009
Alamat : Cilincing, Jakarta Utara
Agama : Islam
No Rekam Medis: 381-68-77
Masuk RSCM : 6 Januari 2014
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada orangtua pasien tanggal 21 Januari
2014
Keluhan Utama
Pasien tidak memiliki anus sejak lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diketahui tidak memiliki anus sejak lahir. Kondisi ini diketahui pada saat
pasien berusia 3 hari oleh dokter di Jambi yang merawat pasien. Menurut orangtua
pasien, sejak lahir sampai diketahui tidak memiliki anus, pasien tidak pernah buang air
besar dari daerah anus, tidak ada bercak kotoran di pembalut yang digunakan pasien.
Pada usia 6 hari, pasien menjalani operasi kolostomi dan dipasang stoma di rumah sakit
di Jambi.
Sejak operasi stoma hingga saat ini, BAB pasien keluar melalui stoma dan
ditampung di kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3-4 hari oleh
ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma pada pasien
disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, nyeri perut hebat, perut yang membesar,
tidak BAB lebih dari 3 hari disangkal. Riwayat keluar kotoran dari lubang kencing saat
BAK atau tanpa BAK disangkal, tidak ada keluhan BAK lainnya. Pasien dapat
3
beraktivitas seperti anak anak seusianya. Saat ini pasien telah menjalani operasi
pembuatan anus di RSCM.
Riwayat Kehamilan dan Perkembangan
Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien berusia 38 tahun saat mengandung pasien,
ayah berusia 58 tahun. Menurut ibu pasien, dia rutin memeriksakan kehamilan di bidan
sesuai jadwal yang diberikan dan mengonsumsi obat yang diberikan kepadanya. Riwayat
penggunaan obat-obatan tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada
perut disangkal. Pasien lahir cukup bulan menurut dokter, melalui operasi sectio secarea,
karena bukaan leher rahim yang tidak maju setelah diberikan obat. Ketika lahir pasien
langsung menangis, tidak biru, namun ditempatkan di incubator terlebih dahulu. Berat
lahir pasien 3000 gram. Orangtua tidak mengingat panjang badan pasien.
Pasien telah diimunisasi lengkap di Puskesmas sesuai program yang diberikan pada
ibu pasien. Pasien memiliki perkembangan yang setara dengan anak anak seusianya,
lincah dan aktif, saat ini sudah mampu berbicara dengan lancar dan tidak ada keluhan
terkait masalah kesehatan fisik dan mental.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat selama 3 hari di rumah sakit karena diare. Riwayat penyakit
campak, cacar, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit kuning, luka sukar sembuh
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Sepupu dari ibu pasien diketahui juga memiliki kelainan tidak memiliki anus sejak lahir,
telah dioperasi dan saat ini tidak ada keluhan. Riwayat alergi, asma, luka sukar sembuh,
penyakit jantung, penyakit kuning disangkal
1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis (06/01/2014)
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : baik
4
Tekanan darah : 95/55 mmHg
Nadi : 110 kali per menit
Suhu : 36o
C
Pernapasan : 24 kali per menit
Berat Badan :15,5kg
Tinggi Badan :104cm
Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB
Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif.
Auskultasi : bising usus positif, normal
Palpas : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
Perkus : timpani
Anus : Terdapat anal dimple.
Ekstremitas : Akral hangat, Crt <2 detik, tidak ada edema, tidak tampak deformitas
Foto pasien (preoperasi)
5
Status Generalis (21/01/2013) post operasi
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Terpasang NGT, IV line dan kateter urin.
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 106 kali per menit
Suhu : 36,8o
C
Pernapasan : 22 kali per menit
Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB
Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas. Stoma kesan vital, produksi feses positif.
Auskultasi : bising usus positif normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
Anus : Tampak luka dan jahitan pada anus, tidak tampak perdarahan atau
pus pada luka dan sekitarnya. Tidak ada keluhan nyeri pada luka.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,tidak ada edema, tidak tampak deformitas
Foto pasien (post operasi hari pertama)
6
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (21/01/2014)
Pemeriksaan 21/1/2014 Nilai Rujukan
Hemoglobin 9.9g 11.5 – 14.5 g/dL
Hematokrit 30,2 33 – 43 %
Eritrosit 4.14 3.9 – 5.3 x 106
/µL
MCV 76,5 76 – 90 fL
MCH 25,1 25 – 31 pg
MCHC 32.8 32 – 36 g/dL
Leukosit 24,77 4 – 12 x 103
/µL
Trombosit 374 150 – 400 x 103
/µL
PT 12,5(11,5) 9.8 – 12.6 s
APTT 40,4(32,6) 31 – 47 s
SGOT 22 <56 U/L
SGPT 10 <39 U/L
Kreatinin darah 0,5 0.8 – 1.3 mg/dL
Ureum darah 19 <50 mg/dL
Glukosa sewaktu 75 <140 mg/dL
Natrium darah 132 132 – 147 mEq/L
Kalium darah 4,89 3.3 – 5.4 mEq/L
Klorida darah 96,5 94 – 111 mEq/L
7
Foto Abdomen (4 Januari 2014)
Lopografi (13 Januari 2014)
Pada foto BNO, tidak tampak usus-usus yang distensi. Dimasukkan kontras water soluble
non ionic (Ultravist) dicampur dengan NaCl 0,9% dengan perbandingan 1:1 melalui stoma.
Kontras tampak mengisi kolon desenden, kolon sigmoid hingga rectum proksimal. Kaliber
kolon desenden, sigmoid
tidak dilatasi. Tampak
dilatasi rectum, dinding
regular dengan ujung distal
rectum mendatar, dan tidak
tampak aliran kontrak keluar
melalui anus.
Tidak tampak ekstravasasi
kontras.
Jarak dari anal dimple ke
dasar rectum yang terisi
kontras +/- 3,78cm
Tidak tampak filling defect maupun additional shadow, tidak tampak fistula.
Kesimpulan: Dilatasi rectum, atresia ani letak tinggi dengan jJarak dari anal dimple ke dasar
rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm, tidak tampak fistula.
8
1.5 Laporan operasi
1. Penderita dalam posisi pronasi dalam general anesthesia
2. Lapangan operasi dibatasi duk steril
3. Dilakukan insisi kulit di perineum dari tepi bawah os coccyx sampai ke posisi bakal
anus. Insisi diperdalam sampai subkutan
4. Diidentifikasi muscle complex
5. Diidentifikasi fossa ischiorektal
6. Diidentifikasi rectum
7. Dilakukan jahitan pada rectum, rectum dibuka
8. Diidentifikasi fistula rektouretra, dilakukan jahitan tunggal proksimal fistula.
9. Common wall dipisahkan.
10. Rektum dibebaskan dari jaringan sekitar dan diturunkan
11. Dilakukan pembuatan perineal body dengan menjahit tepi anterior muscle complex
12. Dilakukan penjahitan tepi bawah rectum ke anal dimple
13. Parasagital dijahit.
1.6 Daftar Masalah
1. Atresia ani dengan fistul rektouretra on kolostomi post PSARP hari pertama
1.7 RENCANA DIAGNOSIS
o Cek elektrolit dan dpl/3 hari
o Menilai kondisi dan perbaikan luka pada area anus
1.8 TATALAKSANA
o IVFD KAEN 3b 1250cc/24 jam
o Cefotaksim 2x400mg IV
o Farmadol 3x300mg IV
o Tramadol 3x50mg IV
9
1.9 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Sistem Pencernaan
Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada usia embrio minggu keempat yang
diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan bagien dari
endoderm yang dilapisi oleh yolk.1,2
Primitive gut dibatasi pada pars cranial oleh membrane
orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka.1
Bagian bagian dari primitive gut
dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan membentuk
esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu serta pankreas. Midgut membentuk
sepertiga distal duodenum hingga 2/3 transversum.1
Sementara hindgut membentuk kolon
desenden hingga 2/3 proksimal kanalis anal.1
Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi
pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra.1,2
Dalam prosesnya, terminal dari
hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk kanal anorektal,
sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan membentuk sinus
urogenital.2
Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal yang merupakan derivat
dari mesoderm yang berasal dari alantois.Pada usia fetus di akhir minggu ke 7, membrane
kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di posterior dan sinus urogenital di anterior.
Sementara ujung dari septum urorektal akan membentuk perineal body. Pada akhir minggu
ke 9, proliferasi ectoderm akan membentuk sepertiga distal dari kanal anal.1,2
Gbr. 1 Pembentukan kanal anorektal
dan sinus urogenital
Gbr.2 Peran urorektal septum
dalam pemisahan kloaka
11
2.2 Atresia Ani
Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan
kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula.3,4
Insidens
kelainan ini didapatkan pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.3,4,
Atresia ani diklasifikasikan
secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada tidaknya fistula, letak fistula,
kelainan rectum. Pada laki laki, insidens tertinggi yang didapatkan adalah atresia ani dengan
fistula rektouretra sementara pada perempuan paling banyak didapatkan atresia ani dengan
fistula rektovestibular. Klasifikasi secara lengkap yakni sebagai berikut3
Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada atresia ani
sejak bayi lahir.4
Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh pada regio ani dan
perineum.4
Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar bik dari lubang anus atau dari
struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi karena ekspulsi mekonium
memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi untuk bisa melewati fistula.4
2.3 Diagnosis
Tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan kecurigaan malforasi anorektal harus
didahului oleh pemeriksaan yang seksama pada daerah perineum.3,4
Meski pemeriksaan ini
terkadang cukup untuk memberikan informasi mengenai jenis malformasi yang terjadi,
kolostomi ataupun operasi primer sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24 jam pertama,
mengingat bahwa diperlukan tekanan intraluminal yang signifikan untuk memaksa
mekonium keluar melalui fistel.4
Fistel yang sempit membutuhkan waktu lebih lama untuk
Gbr. 3 Klasifikasi atresia ani
12
mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran mekonium melalui fistel akan menjadi tanda
mengenai keberadaan dan lokasi fistel.4
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam pertama kehidupan dapat
memberikan hasil yang tidak akurat karena rektum masih kolaps.4
Dibutuhkan tekanan
intraluminal yang signifikan untuk melawan tonus otot pada sfingter, sehingga pemeriksaan
radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam dapat memberikan kesan rektum letak tinggi dan
menyebabkan kesalahan diagnosis dan tatalaksana yang tidak tepat.4
Pada neonatus dengan malforasi anorektal yang tidak mengeluarkan mekonium
setelah 24 jam kehidupan, pemeriksaan radiologis cross-table lateral dapat dilakukan dengan
pasien dalam posisi knee-chest. Apabila udara pada rektum terletak di bawah os coccyx dan
pasien dalam kondisi baik tanpa kelainan kongenital lainnya, operasi PSRAP dapat dilakukan
tanpa didahului oleh kolostomi protektif.4
Sebaliknya, apabila udara pada rektum tidak
melebih rektum, mengeluarkan mekonium bersamaan dengan urin atau kondisi penyulit
lainnya, kolostomi lebih dianjurkan untuk memungkinkan dilakukannya kolostogram, yang
akan memberikan gambaran kelainan anatomis yang lebih baik.4
Terapi definitif dapat
dilakukan 1-2 bulan kemudian.
Gambar 4. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
13
Gambar 5 Teknik melakukan foto polos cross-table lateral (A) posisi knee-chest memungkinkan terjadinya
perpindahan udara ke rektum, dan (B) udara terlihat dan dinilai posisinya terhadap os coccyx dan anal dimple.
Pada pasien neonatus perempuan dengan malformasi anorektal, penegakan diagnosis
dan tatalaksana juga didahului oleh pemeriksaan daerah perineum. Inspeksi pada daerah
perineum dapat menentukan jumlah bukaan - apabila hanya ditemukan satu bukaan pada
daerah perineum, temuan ini mengakkan diagnosis kloaka pada pasien, yang memiliki
kemungkinan tinggi untuk mengalami defek anatomi lainnya dan memerlukan tatalaksana
yang lebih kompleks.3,4
Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan malforasi
anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan, dengan cara yang
digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien neonatus perempuan dengan
malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien neonatus laki-laki; apabila ada keadaan
penyulit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi
dapat dilakukan terlebih dahulu dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya.
Gambar 6. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
14
2.4 Tatalaksana
Kolostomi
Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi.
Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi
anorektal adalah divided descending colostomy.4
Hal ini disebabkan karena kolostomi ini
memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional
yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi definitif.4
Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding
dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi
menjadi lebih mudah. Pada pasien dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus
balik dan masuk ke dalam kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat
waktu transit urin dalam kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi
dari urin, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.4
Loop colostomy memungkinkan
masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi,
dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kolostomi pada
rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan
sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4
15
Gambar 8. Kolostomi pada bagian bawah rektosigmoid. Segmen distal menjadi terlalu pendek dan
menghambat mobilisasi rektum pada proses terapi definitif.
Posterior Sagital Anorectoplasty
Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki dengan
melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada setiap kasus
memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4
Dilatasi pada rektum
umumnya lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini dan dilakukan
kolostomi yang adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah
pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum -
melakukan proses ini tanpa kolostogram meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada
vesika seminalis, prostat, uretra dan inervasi kandung kemih.4
Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan
seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang
diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah
distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding rektum hingga mencapai kandung
kemih.4
Bidang komunis dari kandung kemih dan rektum kemudian dibebaskan dan bagian
fistel pada kandung kemih diligasi atau dijahit.4
Pembuluh darah yang meperdarahi rektum
distal kemudian dibebaskan sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk
kemudian dilakukan penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang
terlalu distal dapat menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah
dibebaskan, kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os
coccyx. Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter.
Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan di
antara setiap dua jahitan. 4
16
Gambar 9. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti (kanan, A) dan penjahitan
subkutikuler (kanan, B).
17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penegakan Diagnosis
Pasien didiagnosis mengalami atresia ani atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisi dan
pemeriksaan penunjang yang menunjukkan sebagai berikut.
Pasien merupakan anak lelaki, saat ini berusia 4 tahun. Sejak lahir, diketahui tidak
buang air besar melalui anus, dan diidentifikasi oleh dokter yang merawat bahwa pasien tidak
memiliki anus. Dengan demikian, pasien mengalami kelainan congenital yang terkait dengan
perkembangan pada hindgut selama embriogenesis yakni tidak terbentuknya anus. Faktor
risiko yang dapat diidentifikasi adalah usia orangtua pasien. Ibu pasien saat mengandung
berusia 38 tahun, dan ayah pasien berusia 58 tahun. Usia ibu terutama, di atas 35 tahun
diketahui memiliki risiko tinggi dalam kehamilan baik pada proses kehamilan sampai
melahirkan maupun perkembangan janin yang dikandung. .
Dari anamnesis, diketahui bahwa sebelum dilakukan pembuatan stoma, orangtua tidak
pernah mengamati bahwa terjadi pengeluaran feses/mekonium dari ostium uretra eksternum
atau bagian kulit perineum secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian
dipikirkan bahwa kelainan yang terjadi pada pasien yakni atresia ani tanpa fistula. Pasien
telah menjalani operasi sejak usia 6 hari, dan dilakukan kolostomi. Stoma yang dipasang pada
pasien berfungsi dengan baik dan tidak pernah dikeluhkan adanya komplikasi. Pasien juga
menjalani tumbuh kembang yang setara dengan teman teman seusianya. Tidak didapatkan
adanya kelainan bawaan lainnya pada pasien .
Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien secara umum dalam keadaan baik pada saat
masuk rumah sakit. Pasien terpasang stoma yang berfungsi dengan baik. Kondisi gizi pasien
menurut kurva CDC dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen dan distal lopografi
menyimpulkan bahwa pasien mengalami atresia ani tanpa fistula letak tinggi,terpasang
kolostomi pada kolon transversum dan terjadi dilatasi pada rectum dengan ujung distal
rectum mendatar. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung
diagnosis atresia ani tanpa fistula letak tinggi, dengan kolostomi pada kolon transversum dan
dilatasi rectum bagian distal.
18
Namun, pada saat dilakukan operasi diketahui bahwa terdapat fistula rektouretra pada
pasien, dan telah ditutup melalui penjahitan pada proksimal fistula. Fistula ini dipikirkan
telah terjadi sejak pasien lahir, namun tidak bermanifestasi klinis atau diidentifikasi melalui
lopografi karena sangat kecil dan kemungkinan kolaps. Dengan demikian diagnosis pada
pasien post bedah berubah menjadi atresia ani dengan fistula rektouretra.
3.2 Penatalaksanaan
Pasien baru diketahui tidak memiliki anus setelah tiga hari kelahiran. Meski
tatalaksana kolostomi dapat dilakukan dalam usia dini, seharusnya identifikasi malformasi
dapat dilakukan segera setelah kelahiran. Kolostomi yang dilakukan pada pasien pada usia 6
hari adalah transverse loop colostomy, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
divided descendant colostomy, namun memiliki beberapa kekurangan. Kolostomi transversal
menyebabkan segmen distal lebih sulit untuk dibersihkan pada operasi dibandingkan pada
kolostomi desenden. Loop colostomy juga memungkinkan feses dari segmen proksimal stoma
untuk masuk ke dalam segmen distal, dan hal ini menyebabkan terjadinya distensi segmen
distal akibat adanya impaksi fekal. Distensi segmen distal yang berlebihan dan
berkepanjangan dapat menyebabkan hipomotilitas yang ireversibel dan menyebabkan
komplikasi.
Diagnosis pre-operatif pada pasien adalah atresia ani letak tinggi tanpa fistel, dan
kesalahan diagnosis ini dapat terjadi karena fistel terlalu sempit dan tidak fungsional
sehingga tidak terdeteksi bahkan oleh distal kolostografi. Meski demikian tatalaksana
kolostomi pada pasien ini sudah sesuai. Pendekatan PSARP pada pasien ini juga telah sesuai
dan deteksi adanya fistel rekto-vesika pada operasi juga ditatalaksana dengan ligasi fistel.
Tatalaksana post-operatif dari pasien ini termasuk pencegahan infeksi dan nyeri, serta terapi
cairan. Secara keseluruhan tatalaksana bedah pada pasien ini sudah tepat.
3.3 Prognosis
Saat ini kondisi umum pasien dalam keadaan baik, dan tidak ada kondisi akut yang
mengancam nyawa atau berpotensi memperburuk keadaan umum pasien sewaktu waktu.
Demikian juga dengan kelainan yang dialami pasien saat ini dalam proses tatalaksana tanpa
ada komplikasi sampai hari perawatan pertama. Dengan demikian prognosis pasien ini secara
umum baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 11th
ed. Lippincott Williams and
Wilkins Inc. 2011. p.302-16
2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human. 9th
ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.
3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,O’Neill JA, Fonkalsrud
EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th
ed. Mosby Elsevier Inc. 2006. p1566-73
4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In Holcomb GW,
Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th
ed. Elsevier Inc. 2010. p468-84

More Related Content

What's hot

221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasissohapi
 
Pem fisik 20 februari
Pem fisik 20 februariPem fisik 20 februari
Pem fisik 20 februariAgung Yihuu
 
case report of Hernia inguinalis lateralis reponible
case report of Hernia inguinalis lateralis reponiblecase report of Hernia inguinalis lateralis reponible
case report of Hernia inguinalis lateralis reponiblemuhammad ikhlas yakin
 
118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroidsohapi
 
Ppt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptPpt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptkas mulyadi
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHKharima SD
 
Rbd fraktur edit
Rbd fraktur editRbd fraktur edit
Rbd fraktur editzxrickyjack
 
Ca recti Miles operation Abdominalperinealresection
Ca recti Miles operation AbdominalperinealresectionCa recti Miles operation Abdominalperinealresection
Ca recti Miles operation AbdominalperinealresectionAzis Aimaduddin
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisHerlan Boga
 
109976558 case-susilawati
109976558 case-susilawati109976558 case-susilawati
109976558 case-susilawatihomeworkping7
 

What's hot (20)

Prolaps hemoroid
Prolaps hemoroidProlaps hemoroid
Prolaps hemoroid
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
Ileus obstruktif
Ileus obstruktifIleus obstruktif
Ileus obstruktif
 
221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis
 
Pem fisik 20 februari
Pem fisik 20 februariPem fisik 20 februari
Pem fisik 20 februari
 
Retensi urine
Retensi urineRetensi urine
Retensi urine
 
Invaginasi
InvaginasiInvaginasi
Invaginasi
 
Trauma abdomen
Trauma abdomenTrauma abdomen
Trauma abdomen
 
case report of Hernia inguinalis lateralis reponible
case report of Hernia inguinalis lateralis reponiblecase report of Hernia inguinalis lateralis reponible
case report of Hernia inguinalis lateralis reponible
 
118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid118936363 ppt-hemoroid
118936363 ppt-hemoroid
 
Anoplasty
AnoplastyAnoplasty
Anoplasty
 
gawat abdomen
gawat abdomengawat abdomen
gawat abdomen
 
Ppt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptPpt apendisitis ppt
Ppt apendisitis ppt
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Rbd fraktur edit
Rbd fraktur editRbd fraktur edit
Rbd fraktur edit
 
Ca recti Miles operation Abdominalperinealresection
Ca recti Miles operation AbdominalperinealresectionCa recti Miles operation Abdominalperinealresection
Ca recti Miles operation Abdominalperinealresection
 
Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
Laporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasisLaporan kolelitiasis
Laporan kolelitiasis
 
109976558 case-susilawati
109976558 case-susilawati109976558 case-susilawati
109976558 case-susilawati
 
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto ThoraksInterpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
 

Similar to ATRESIA ANI

bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmkn
bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmknbvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmkn
bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmknCyntiaAndrina1
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRichard Leonardo
 
Case report anestesi
Case report anestesiCase report anestesi
Case report anestesiGhea Pradana
 
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptx
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptxPPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptx
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptxNurHajijah11
 
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptx
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptxKLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptx
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptxangelmanurip
 
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptx
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptxppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptx
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptxLucianaThio
 
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.ppt
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.pptLaporan Kasus-PERFORASI GASTER.ppt
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.pptSanjaya Soebagio
 
176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-dochomeworkping9
 
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptx
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptxPPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptx
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptxFatimahNur28
 
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptx
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptxaskep keperawatan anestesiologi ppt.pptx
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptxssuserfc224a
 
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)Adeline Dlin
 
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptx
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptxSGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptx
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptxAninImana
 

Similar to ATRESIA ANI (20)

bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmkn
bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmknbvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmkn
bvkjvkjbjvhjvhvkjjkbjkbkbkbnklnklnknknklnmkn
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsai
 
Case report anestesi
Case report anestesiCase report anestesi
Case report anestesi
 
Askep atresia ani
Askep atresia aniAskep atresia ani
Askep atresia ani
 
Askep atresia ani
Askep atresia aniAskep atresia ani
Askep atresia ani
 
Askep atresia ani
Askep atresia aniAskep atresia ani
Askep atresia ani
 
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptx
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptxPPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptx
PPT TUGAS KEPERAWATAN ANAK KELOMPOK 5.pptx
 
Aterisa Ani.pptx
Aterisa Ani.pptxAterisa Ani.pptx
Aterisa Ani.pptx
 
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptx
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptxKLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptx
KLP 1 TR 3 COLON IN LOOP PEDIATRIC.pptx
 
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptx
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptxppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptx
ppt lapkas dpjp luci-converted-compressed-dikonversi.pptx
 
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.ppt
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.pptLaporan Kasus-PERFORASI GASTER.ppt
Laporan Kasus-PERFORASI GASTER.ppt
 
176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc176175164 case-mola-hidatidosa-doc
176175164 case-mola-hidatidosa-doc
 
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptx
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptxPPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptx
PPT MATA KULIAH KEBIDANAN TENTANG ABORTUS.pptx
 
KET.pptx
KET.pptxKET.pptx
KET.pptx
 
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptx
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptxaskep keperawatan anestesiologi ppt.pptx
askep keperawatan anestesiologi ppt.pptx
 
CR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptxCR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptx
 
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)
Persalinan Sungsang (Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOg)
 
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptx
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptxSGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptx
SGD Kel. 2 Kelas A3 Keperawatan Maternitas 2.pptx
 
Inc kompre sari AKBID PARAMATA RAHA
Inc kompre sari AKBID PARAMATA RAHA Inc kompre sari AKBID PARAMATA RAHA
Inc kompre sari AKBID PARAMATA RAHA
 
Hirschprung-Disease-ppt.pdf
Hirschprung-Disease-ppt.pdfHirschprung-Disease-ppt.pdf
Hirschprung-Disease-ppt.pdf
 

ATRESIA ANI

  • 1. PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI Oleh: Akhdes Indra Objektivitas Wau (0906507766) Andhika Mangalaputra (0906507785) Narasumber: dr. Rianna P. Tamba, SpB, SpBA MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2014
  • 2. 2 BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1 Identitas Pasien Nama : An. AA Usia : 4 tahun 10 bulan Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal lahir : 13 Maret 2009 Alamat : Cilincing, Jakarta Utara Agama : Islam No Rekam Medis: 381-68-77 Masuk RSCM : 6 Januari 2014 1.2 Anamnesis Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada orangtua pasien tanggal 21 Januari 2014 Keluhan Utama Pasien tidak memiliki anus sejak lahir Riwayat Penyakit Sekarang Pasien diketahui tidak memiliki anus sejak lahir. Kondisi ini diketahui pada saat pasien berusia 3 hari oleh dokter di Jambi yang merawat pasien. Menurut orangtua pasien, sejak lahir sampai diketahui tidak memiliki anus, pasien tidak pernah buang air besar dari daerah anus, tidak ada bercak kotoran di pembalut yang digunakan pasien. Pada usia 6 hari, pasien menjalani operasi kolostomi dan dipasang stoma di rumah sakit di Jambi. Sejak operasi stoma hingga saat ini, BAB pasien keluar melalui stoma dan ditampung di kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3-4 hari oleh ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma pada pasien disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, nyeri perut hebat, perut yang membesar, tidak BAB lebih dari 3 hari disangkal. Riwayat keluar kotoran dari lubang kencing saat BAK atau tanpa BAK disangkal, tidak ada keluhan BAK lainnya. Pasien dapat
  • 3. 3 beraktivitas seperti anak anak seusianya. Saat ini pasien telah menjalani operasi pembuatan anus di RSCM. Riwayat Kehamilan dan Perkembangan Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien berusia 38 tahun saat mengandung pasien, ayah berusia 58 tahun. Menurut ibu pasien, dia rutin memeriksakan kehamilan di bidan sesuai jadwal yang diberikan dan mengonsumsi obat yang diberikan kepadanya. Riwayat penggunaan obat-obatan tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada perut disangkal. Pasien lahir cukup bulan menurut dokter, melalui operasi sectio secarea, karena bukaan leher rahim yang tidak maju setelah diberikan obat. Ketika lahir pasien langsung menangis, tidak biru, namun ditempatkan di incubator terlebih dahulu. Berat lahir pasien 3000 gram. Orangtua tidak mengingat panjang badan pasien. Pasien telah diimunisasi lengkap di Puskesmas sesuai program yang diberikan pada ibu pasien. Pasien memiliki perkembangan yang setara dengan anak anak seusianya, lincah dan aktif, saat ini sudah mampu berbicara dengan lancar dan tidak ada keluhan terkait masalah kesehatan fisik dan mental. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah dirawat selama 3 hari di rumah sakit karena diare. Riwayat penyakit campak, cacar, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit kuning, luka sukar sembuh disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Sepupu dari ibu pasien diketahui juga memiliki kelainan tidak memiliki anus sejak lahir, telah dioperasi dan saat ini tidak ada keluhan. Riwayat alergi, asma, luka sukar sembuh, penyakit jantung, penyakit kuning disangkal 1.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis (06/01/2014) Kesadaran : kompos mentis Keadaan umum : baik
  • 4. 4 Tekanan darah : 95/55 mmHg Nadi : 110 kali per menit Suhu : 36o C Pernapasan : 24 kali per menit Berat Badan :15,5kg Tinggi Badan :104cm Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop Abdomen Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif. Auskultasi : bising usus positif, normal Palpas : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa. Perkus : timpani Anus : Terdapat anal dimple. Ekstremitas : Akral hangat, Crt <2 detik, tidak ada edema, tidak tampak deformitas Foto pasien (preoperasi)
  • 5. 5 Status Generalis (21/01/2013) post operasi Kesadaran : kompos mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Terpasang NGT, IV line dan kateter urin. Tekanan darah : 90/50 mmHg Nadi : 106 kali per menit Suhu : 36,8o C Pernapasan : 22 kali per menit Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop Abdomen Inspeksi : datar, lemas. Stoma kesan vital, produksi feses positif. Auskultasi : bising usus positif normal Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : timpani Anus : Tampak luka dan jahitan pada anus, tidak tampak perdarahan atau pus pada luka dan sekitarnya. Tidak ada keluhan nyeri pada luka. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,tidak ada edema, tidak tampak deformitas Foto pasien (post operasi hari pertama)
  • 6. 6 1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (21/01/2014) Pemeriksaan 21/1/2014 Nilai Rujukan Hemoglobin 9.9g 11.5 – 14.5 g/dL Hematokrit 30,2 33 – 43 % Eritrosit 4.14 3.9 – 5.3 x 106 /µL MCV 76,5 76 – 90 fL MCH 25,1 25 – 31 pg MCHC 32.8 32 – 36 g/dL Leukosit 24,77 4 – 12 x 103 /µL Trombosit 374 150 – 400 x 103 /µL PT 12,5(11,5) 9.8 – 12.6 s APTT 40,4(32,6) 31 – 47 s SGOT 22 <56 U/L SGPT 10 <39 U/L Kreatinin darah 0,5 0.8 – 1.3 mg/dL Ureum darah 19 <50 mg/dL Glukosa sewaktu 75 <140 mg/dL Natrium darah 132 132 – 147 mEq/L Kalium darah 4,89 3.3 – 5.4 mEq/L Klorida darah 96,5 94 – 111 mEq/L
  • 7. 7 Foto Abdomen (4 Januari 2014) Lopografi (13 Januari 2014) Pada foto BNO, tidak tampak usus-usus yang distensi. Dimasukkan kontras water soluble non ionic (Ultravist) dicampur dengan NaCl 0,9% dengan perbandingan 1:1 melalui stoma. Kontras tampak mengisi kolon desenden, kolon sigmoid hingga rectum proksimal. Kaliber kolon desenden, sigmoid tidak dilatasi. Tampak dilatasi rectum, dinding regular dengan ujung distal rectum mendatar, dan tidak tampak aliran kontrak keluar melalui anus. Tidak tampak ekstravasasi kontras. Jarak dari anal dimple ke dasar rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm Tidak tampak filling defect maupun additional shadow, tidak tampak fistula. Kesimpulan: Dilatasi rectum, atresia ani letak tinggi dengan jJarak dari anal dimple ke dasar rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm, tidak tampak fistula.
  • 8. 8 1.5 Laporan operasi 1. Penderita dalam posisi pronasi dalam general anesthesia 2. Lapangan operasi dibatasi duk steril 3. Dilakukan insisi kulit di perineum dari tepi bawah os coccyx sampai ke posisi bakal anus. Insisi diperdalam sampai subkutan 4. Diidentifikasi muscle complex 5. Diidentifikasi fossa ischiorektal 6. Diidentifikasi rectum 7. Dilakukan jahitan pada rectum, rectum dibuka 8. Diidentifikasi fistula rektouretra, dilakukan jahitan tunggal proksimal fistula. 9. Common wall dipisahkan. 10. Rektum dibebaskan dari jaringan sekitar dan diturunkan 11. Dilakukan pembuatan perineal body dengan menjahit tepi anterior muscle complex 12. Dilakukan penjahitan tepi bawah rectum ke anal dimple 13. Parasagital dijahit. 1.6 Daftar Masalah 1. Atresia ani dengan fistul rektouretra on kolostomi post PSARP hari pertama 1.7 RENCANA DIAGNOSIS o Cek elektrolit dan dpl/3 hari o Menilai kondisi dan perbaikan luka pada area anus 1.8 TATALAKSANA o IVFD KAEN 3b 1250cc/24 jam o Cefotaksim 2x400mg IV o Farmadol 3x300mg IV o Tramadol 3x50mg IV
  • 9. 9 1.9 PROGNOSIS Ad vitam : bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
  • 10. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Sistem Pencernaan Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada usia embrio minggu keempat yang diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan bagien dari endoderm yang dilapisi oleh yolk.1,2 Primitive gut dibatasi pada pars cranial oleh membrane orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka.1 Bagian bagian dari primitive gut dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan membentuk esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu serta pankreas. Midgut membentuk sepertiga distal duodenum hingga 2/3 transversum.1 Sementara hindgut membentuk kolon desenden hingga 2/3 proksimal kanalis anal.1 Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra.1,2 Dalam prosesnya, terminal dari hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk kanal anorektal, sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan membentuk sinus urogenital.2 Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal yang merupakan derivat dari mesoderm yang berasal dari alantois.Pada usia fetus di akhir minggu ke 7, membrane kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di posterior dan sinus urogenital di anterior. Sementara ujung dari septum urorektal akan membentuk perineal body. Pada akhir minggu ke 9, proliferasi ectoderm akan membentuk sepertiga distal dari kanal anal.1,2 Gbr. 1 Pembentukan kanal anorektal dan sinus urogenital Gbr.2 Peran urorektal septum dalam pemisahan kloaka
  • 11. 11 2.2 Atresia Ani Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula.3,4 Insidens kelainan ini didapatkan pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.3,4, Atresia ani diklasifikasikan secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada tidaknya fistula, letak fistula, kelainan rectum. Pada laki laki, insidens tertinggi yang didapatkan adalah atresia ani dengan fistula rektouretra sementara pada perempuan paling banyak didapatkan atresia ani dengan fistula rektovestibular. Klasifikasi secara lengkap yakni sebagai berikut3 Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada atresia ani sejak bayi lahir.4 Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh pada regio ani dan perineum.4 Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar bik dari lubang anus atau dari struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi karena ekspulsi mekonium memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi untuk bisa melewati fistula.4 2.3 Diagnosis Tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan kecurigaan malforasi anorektal harus didahului oleh pemeriksaan yang seksama pada daerah perineum.3,4 Meski pemeriksaan ini terkadang cukup untuk memberikan informasi mengenai jenis malformasi yang terjadi, kolostomi ataupun operasi primer sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24 jam pertama, mengingat bahwa diperlukan tekanan intraluminal yang signifikan untuk memaksa mekonium keluar melalui fistel.4 Fistel yang sempit membutuhkan waktu lebih lama untuk Gbr. 3 Klasifikasi atresia ani
  • 12. 12 mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran mekonium melalui fistel akan menjadi tanda mengenai keberadaan dan lokasi fistel.4 Pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam pertama kehidupan dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena rektum masih kolaps.4 Dibutuhkan tekanan intraluminal yang signifikan untuk melawan tonus otot pada sfingter, sehingga pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam dapat memberikan kesan rektum letak tinggi dan menyebabkan kesalahan diagnosis dan tatalaksana yang tidak tepat.4 Pada neonatus dengan malforasi anorektal yang tidak mengeluarkan mekonium setelah 24 jam kehidupan, pemeriksaan radiologis cross-table lateral dapat dilakukan dengan pasien dalam posisi knee-chest. Apabila udara pada rektum terletak di bawah os coccyx dan pasien dalam kondisi baik tanpa kelainan kongenital lainnya, operasi PSRAP dapat dilakukan tanpa didahului oleh kolostomi protektif.4 Sebaliknya, apabila udara pada rektum tidak melebih rektum, mengeluarkan mekonium bersamaan dengan urin atau kondisi penyulit lainnya, kolostomi lebih dianjurkan untuk memungkinkan dilakukannya kolostogram, yang akan memberikan gambaran kelainan anatomis yang lebih baik.4 Terapi definitif dapat dilakukan 1-2 bulan kemudian. Gambar 4. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
  • 13. 13 Gambar 5 Teknik melakukan foto polos cross-table lateral (A) posisi knee-chest memungkinkan terjadinya perpindahan udara ke rektum, dan (B) udara terlihat dan dinilai posisinya terhadap os coccyx dan anal dimple. Pada pasien neonatus perempuan dengan malformasi anorektal, penegakan diagnosis dan tatalaksana juga didahului oleh pemeriksaan daerah perineum. Inspeksi pada daerah perineum dapat menentukan jumlah bukaan - apabila hanya ditemukan satu bukaan pada daerah perineum, temuan ini mengakkan diagnosis kloaka pada pasien, yang memiliki kemungkinan tinggi untuk mengalami defek anatomi lainnya dan memerlukan tatalaksana yang lebih kompleks.3,4 Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan malforasi anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan, dengan cara yang digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien neonatus perempuan dengan malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien neonatus laki-laki; apabila ada keadaan penyulit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi dapat dilakukan terlebih dahulu dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya. Gambar 6. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
  • 14. 14 2.4 Tatalaksana Kolostomi Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi. Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi anorektal adalah divided descending colostomy.4 Hal ini disebabkan karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi definitif.4 Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Pada pasien dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus balik dan masuk ke dalam kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat waktu transit urin dalam kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi dari urin, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.4 Loop colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4
  • 15. 15 Gambar 8. Kolostomi pada bagian bawah rektosigmoid. Segmen distal menjadi terlalu pendek dan menghambat mobilisasi rektum pada proses terapi definitif. Posterior Sagital Anorectoplasty Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki dengan melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada setiap kasus memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4 Dilatasi pada rektum umumnya lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini dan dilakukan kolostomi yang adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum - melakukan proses ini tanpa kolostogram meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada vesika seminalis, prostat, uretra dan inervasi kandung kemih.4 Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding rektum hingga mencapai kandung kemih.4 Bidang komunis dari kandung kemih dan rektum kemudian dibebaskan dan bagian fistel pada kandung kemih diligasi atau dijahit.4 Pembuluh darah yang meperdarahi rektum distal kemudian dibebaskan sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk kemudian dilakukan penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang terlalu distal dapat menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah dibebaskan, kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os coccyx. Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter. Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan di antara setiap dua jahitan. 4
  • 16. 16 Gambar 9. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti (kanan, A) dan penjahitan subkutikuler (kanan, B).
  • 17. 17 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Penegakan Diagnosis Pasien didiagnosis mengalami atresia ani atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisi dan pemeriksaan penunjang yang menunjukkan sebagai berikut. Pasien merupakan anak lelaki, saat ini berusia 4 tahun. Sejak lahir, diketahui tidak buang air besar melalui anus, dan diidentifikasi oleh dokter yang merawat bahwa pasien tidak memiliki anus. Dengan demikian, pasien mengalami kelainan congenital yang terkait dengan perkembangan pada hindgut selama embriogenesis yakni tidak terbentuknya anus. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi adalah usia orangtua pasien. Ibu pasien saat mengandung berusia 38 tahun, dan ayah pasien berusia 58 tahun. Usia ibu terutama, di atas 35 tahun diketahui memiliki risiko tinggi dalam kehamilan baik pada proses kehamilan sampai melahirkan maupun perkembangan janin yang dikandung. . Dari anamnesis, diketahui bahwa sebelum dilakukan pembuatan stoma, orangtua tidak pernah mengamati bahwa terjadi pengeluaran feses/mekonium dari ostium uretra eksternum atau bagian kulit perineum secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian dipikirkan bahwa kelainan yang terjadi pada pasien yakni atresia ani tanpa fistula. Pasien telah menjalani operasi sejak usia 6 hari, dan dilakukan kolostomi. Stoma yang dipasang pada pasien berfungsi dengan baik dan tidak pernah dikeluhkan adanya komplikasi. Pasien juga menjalani tumbuh kembang yang setara dengan teman teman seusianya. Tidak didapatkan adanya kelainan bawaan lainnya pada pasien . Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien secara umum dalam keadaan baik pada saat masuk rumah sakit. Pasien terpasang stoma yang berfungsi dengan baik. Kondisi gizi pasien menurut kurva CDC dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen dan distal lopografi menyimpulkan bahwa pasien mengalami atresia ani tanpa fistula letak tinggi,terpasang kolostomi pada kolon transversum dan terjadi dilatasi pada rectum dengan ujung distal rectum mendatar. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis atresia ani tanpa fistula letak tinggi, dengan kolostomi pada kolon transversum dan dilatasi rectum bagian distal.
  • 18. 18 Namun, pada saat dilakukan operasi diketahui bahwa terdapat fistula rektouretra pada pasien, dan telah ditutup melalui penjahitan pada proksimal fistula. Fistula ini dipikirkan telah terjadi sejak pasien lahir, namun tidak bermanifestasi klinis atau diidentifikasi melalui lopografi karena sangat kecil dan kemungkinan kolaps. Dengan demikian diagnosis pada pasien post bedah berubah menjadi atresia ani dengan fistula rektouretra. 3.2 Penatalaksanaan Pasien baru diketahui tidak memiliki anus setelah tiga hari kelahiran. Meski tatalaksana kolostomi dapat dilakukan dalam usia dini, seharusnya identifikasi malformasi dapat dilakukan segera setelah kelahiran. Kolostomi yang dilakukan pada pasien pada usia 6 hari adalah transverse loop colostomy, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan divided descendant colostomy, namun memiliki beberapa kekurangan. Kolostomi transversal menyebabkan segmen distal lebih sulit untuk dibersihkan pada operasi dibandingkan pada kolostomi desenden. Loop colostomy juga memungkinkan feses dari segmen proksimal stoma untuk masuk ke dalam segmen distal, dan hal ini menyebabkan terjadinya distensi segmen distal akibat adanya impaksi fekal. Distensi segmen distal yang berlebihan dan berkepanjangan dapat menyebabkan hipomotilitas yang ireversibel dan menyebabkan komplikasi. Diagnosis pre-operatif pada pasien adalah atresia ani letak tinggi tanpa fistel, dan kesalahan diagnosis ini dapat terjadi karena fistel terlalu sempit dan tidak fungsional sehingga tidak terdeteksi bahkan oleh distal kolostografi. Meski demikian tatalaksana kolostomi pada pasien ini sudah sesuai. Pendekatan PSARP pada pasien ini juga telah sesuai dan deteksi adanya fistel rekto-vesika pada operasi juga ditatalaksana dengan ligasi fistel. Tatalaksana post-operatif dari pasien ini termasuk pencegahan infeksi dan nyeri, serta terapi cairan. Secara keseluruhan tatalaksana bedah pada pasien ini sudah tepat. 3.3 Prognosis Saat ini kondisi umum pasien dalam keadaan baik, dan tidak ada kondisi akut yang mengancam nyawa atau berpotensi memperburuk keadaan umum pasien sewaktu waktu. Demikian juga dengan kelainan yang dialami pasien saat ini dalam proses tatalaksana tanpa ada komplikasi sampai hari perawatan pertama. Dengan demikian prognosis pasien ini secara umum baik.
  • 19. 19 DAFTAR PUSTAKA 1. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams and Wilkins Inc. 2011. p.302-16 2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013. 3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,O’Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier Inc. 2006. p1566-73 4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In Holcomb GW, Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. Elsevier Inc. 2010. p468-84