SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul ini. Modul ini
berisikan tentang materi penalaran matematika dan logika matematika. Tujuan
diterbitkan modul adalah untuk mempemudah mahasiswa dalam memahami materi
penalaran matematika dan logika matematik. Dengan modul diharapkan siswa dapat
memahami konsep-konsep matematika khususnya pada materi penalaran matematika dan
logika matematika. Penulis menyadari bahwa modul ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan modul ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penulisan modul ini. Semoga Allah senantiasa meridhoi kita semua.
Aamiin
Penulis
Aswarliansyah, M.Pd.
BAB I
PENALARAN MATEMATIKA
Materi penalaran matematika merupakan dasar untuk mempelajari materimateri
logika matematika lebih lanjut. Logika tidak dapat dilepaskan dengan penalaran, karena
logika adalah suatu prinsip yang membedakan antara penalaran benar dan penalaran tidak
benar. Sementara itu, penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir, merupakan
penjelasan dalam upaya menunjukkan hubungan antara beberapa hal yang berdasarkan
pada sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang telah diakui kebenarannya. Langkah-
langkah tertentu itu akan berakhir pada suatu penarikan kesimpulan. Secara singkat,
penalaran dapat diartikan sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen.
Kemampuan memahami materi matematika seseorang tidak dapat dilepaskan dari
kemampuan penalaran. Artinya materi matematika akan mudah dipahami dengan adanya
kemampuan nalar yang baik. Dengan menguasai materi ini akan memudahkan
mempelajari dan memahami materi-materi matematika lain, baik yang berhubungan
dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari.
Bahkan dalam kegiatan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan proses penalaran.
Misalnya ketika seseorang merasakan bahwa kopi yang akan diminum masih panas,
mungkin orang akan berpikir untuk membuka tutup gelasnya, atau merendam gelasnya di
air dingin, atau meniupnya supaya segera hangat dan dapat diminum, atau bisa juga
berpikir untuk menunggunya sampai cukup hangat atau cukup dingin untuk diminum.
Singkatnya, setiap kesan yang ditangkap oleh indera manusia akan menjadikannya
melakukan kegiatan berpikir.
Dari berbagai kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia, suatu saat diperlukan
proses berpikir secara sistematis dan logis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan atau
keputusan. Kegiatan berpikir yang semacam ini disebut dengan kegiatan bernalar. Untuk
dapat melakukan suatu kegiatan penalaran yang benar sehingga menghasilkan sebuah
kesimpulan atau keputusan yang tepat, dibutuhkan data-data dan fakta serta kaidah-
kaidah yang benar yang dirangkai dalam suatu alur yang sistematis dan logis.
Konsep-konsep yang muncul dalam setiap bidang ilmu pasti merupakan hasil dari
suatu proses penalaran, terlebih dalam bidang matematika. Matematika pada hakekatnya
berkenaan dengan struktur dan ide-ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis
melalui proses penalaran. Oleh karenanya untuk dapat memahami konsep-konsep
matematika secara benar maka terlebih dahulu harus memahami bagaimanakah pola
penalaran dan kaidah-kaidah logika yang digunakan sebagai alat berpikir kritis dalam
matematika. Penalaran matematika dibedakan menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan
penalaran deduktif.
A. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat
khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran yang menggunakan
pendekatan induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan (masalah) matematika
tanpa memakai rumus (dalil), melainkan dimulai dengan memperhatikan data/ soal. Dari
data/ soal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka/ pola dasar tertentu yang kita
cari sendiri, sedemikian rupa sehingga kita dapat menarik kesimpulan. Oleh karena itu
proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi.
Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini
sangatlah tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data yang
diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah
dugaan atau generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin sedikit
data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan, maka dugaan
atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan bahkan bisa memunculkan dugaan
atau generalisasi ganda.
Contoh:
1.Barisan bilangan:
1, 5, 9, 13, 17, ..., ....
Untuk melengkapi dua suku terakhir diperlukan pengenalan pola dimaksudkan sebagai
suatu identifikasi tentang tata aturan penulisan barisan tersebut. Dari contoh ini dapat
dilihat bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan dalam
barisan tersebut harus ditambah dengan 4.
1, 5, 9, 13, 17, ..., ...
+ 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
Maka dapat disimpulkan dua suku terakhir adalah 21 dan 25. Setelah mengetahui
polanya, selanjutnya dapat dilakukan dugaan-dugaan tentang bilangan-bilangan yang
akan muncul pada urutan yang lebih tinggi.
Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut dapat digunakan
untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan menyusun formula untuk
menentukan bilangan yang akan muncul pada urutan ke n.
2.Barisan huruf:
C, A, G, D, K, G, O, J, ..., ... .
Dengan mengetahui urutan huruf abjad, maka terlihat bahwa masing-masing suku
ganjil dan suku genap memiliki pola.
C, A, G, D, K, G, O, J, ..., ...
D,E,F B,C
Maka dapat disimpulkan bahwa dua suku terakhir adalah huruf S dan M.
Latihan 3.1
Isilah titik-titik pada soal berikut dengan membubuhkan bilangan yang tepat?
a. 2, 4, 6, 8, ..., ..., ... .
b. 0, -3, -6, -9, ..., ..., ... .
c. 2, 5, 4, 5, 8, 5, ..., ..., ... .
3.Pola gambar
Pada deretan gambar tersebut dapat diketahui adanya kombinasi bentuk dan warna.
Kombinasi bentuk berubah untuk bidang kiri atas dan kanan bawah. Sedangkan bentuk
bidang kanan atas dan kiri bawah tidak berubah. Untuk warna, semua posisi
mengalami perubahan yakni antara hitam dan putih. Bidang lingkaran putih kiri atas
menjadi lingkaran hitam kanan bawah, segitiga hitam kiri atas menjadi segitiga putih
kanan bawah, maka untuk gambar terakhir disimpulkan lingkaran putih di kanan
bawah. Dari pilihan yang ada maka hanya C yang sesuai. Maka dapat dipastikan
jawaban untuk gambar selanjutnya adalah C.
4.Menyelesaikan permasalahan
a. Berapakah hasil dari: 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + ā€¦ + 19
Penyelesaian :
Mencari pola hasil penjumlahan bilangan ganjil.
1 = 1 = 1 x 1
1 + 3 = 4 = 2 x 2
1 + 3 + 5 = 9 = 3 x 3
1 + 3 + 5 + 7 = 16= 4 x 4, dst
Karena bilangan ganjil dari 1 sampai 19 ada 10 bilangan maka dengan
menggunakan pola di atas maka tanpa menghitung penjumlahan semua angka,
dapat diperoleh hasilnya denga lebih cepat, yaitu 10 x 10 = 100. Misalnya
ditanyakan jumlah 50 suku ganjil yang pertama, maka dengan pola tersebut dapat
diketahui jawabannya adalah 50 x 50 = 2500.
b. Soal cerita
Dalam suatu pesta terdapat 100 orang yang hadir. Semua orang yang hadir pada
acara tersebut saling bersalaman satu dengan yang lainnya tepat satu kali. Berapa
banyak kejadian bersalaman yang terjadi pada acara tersebut?
Penyelesaian:
Kemungkinan terjadinya bersalaman :
A
1 orang : 0
(tidak terjadi salaman)
A B
2 orang : 1
kali
A B
C
C D
3 orang : 3 kali
A B
4 orang : 6 kali
Jumlah Orang
(n)
Salaman yang
Terjadi
1 0
2 1
3 3
4 6
... ...
100 ?
Dari tabel tersebut kita dapat mencoba untuk mengambil kesimpulan sementara
tentang pola yang terjadi antara kolom kedua (banyaknya salaman) dengan kolom
pertama (jumlah orang).
0 = 1 x 0 x Ā½
1 = 2 x 1 x Ā½
3 = 3 x 2 x Ā½
6 = 4 x 3 x Ā½
Jika operasi hitung tersebut dituliskan dalam tabel maka:
Jumlah Orang
(n)
Salaman yang
Terjadi
Pola operasi
Hitung
1 0 1 x 0 x Ā½
2 1 2 x 1 x Ā½
3 3 3 x 2 x Ā½
4 6 4 x 3 x Ā½
... ... ...
100 ? 100 x 99 x Ā½
N n x (n-1) x Ā½
Kesimpulan:
Jika ada 100 orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang
terjadi adalah 100 x 99 x Ā½ = 4.950 kali.
Jika ada n orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang
terjadi adalah n x (n-1) x Ā½.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keakuratan hasil kesimpulan
penalaran induktif akan sangat tergantung pada lengkap tidaknya data yang ada.
Misalnya, barisan bilangan 3, 6, 10, 15, ..., ... . Kemudian untuk menentukan dua bilangan
selanjutnya ternyata menghasilkan pola penyimpulan yang tidak tunggal. Jika
menggunakan kunci selisih 3,4,5,6,7 maka diperoleh jawaban 21 dan 28. Namun bila
menggunakan kunci selisih 3,4,5,7,9 maka diperoleh jawaban 22 dan 31.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa hasil kesimpulan yang diperoleh akan
menjadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang
dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik karena hasil
observasi yang terbatas. Oleh karena itu, penalaran induktif lebih cocok untuk bidang
non-matematika yang hasil perumusan konsepnya sering harus diperbaiki agar teori-teori
yang muncul sesuai dengan hasil penelitian yang terbaru. Sementara itu konsep-konsep
dalam matematika hampir tidak pernah mengalami perubahan dan kalaupun ada, sifatnya
hanyalah penambahan karena adanya temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang
sudah ada sebelumnya. Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan
sistemsistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada konsep-konsep
sebelumnya. Oleh karenanya sistem penalaran yang paling banyak berperan dalam
matematika adalah penalaran deduktif.
C. Penalaran Deduktif
Proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif merupakan kebalikan dari
penalaran induktif. Jika pada penalaran induktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari
hal-hal khusus menuju hal-hal-hal umum, maka pada penalaran deduktif terjadi proses
penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju ke halhal khusus. Di dalam
membuktikan dengan penalaran deduktif, kesimpulan didasarkan atas pernyataan
Latihan 3.2
Pilihlah gambar yang sesuai!
generalisasi yang berlaku umum dan pernyataan khusus serta tidak menerima generalisasi
dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran
deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah
didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Penarikan kesimpulan yang
demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang
didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang
diperoleh dari hasil pengamatan atau eksperimen tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan
atau salah menafsirkan.
Apabila dalam penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus berdasarkan
pada pernyataan sebelumnya yang benar, maka muncul pertanyaan ā€œBagaimana
menyatakan kebenaran dari pernyataan pertama?ā€
Untuk mendapatkan pernyataan yang berlaku secara umum tersebut dengan adanya
proses untuk membangun sebuah sistem deduktif dalam matematika yang diawali dengan
membuat suatu konsep pangkal. Konsep pangkal ini diperlukan sebagai sarana
komunikasi untuk menyusun pernyataan-pernyataan selanjutnya, baik berupa
ā€œkesepakatanā€, definisi, aksioma maupun teorema. Selanjutnya kebenaran suatu konsep
didasarkan pada kebenaran konsep-konsep sebelumnya dan mendasari proses penyusunan
konsep-konsep selanjutnya. Misalkan Tn benar berdasarkan Tn-1 yang sudah dibuktikan
kebenarannya dan kebenaran Tn-1 telah dibuktikan atas kebenaran Tn-2, demikian juga
kebenaran Tn-2 sudah dibuktikan berdasarkan atas kebenaran Tn-3 dan seterusnya sampai
dengan T0 yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi karena adanya kesepakatan
konsep pangkal bahwa T0 benar. Dapat digambarkan seperti ilustrasi berikut.
T0 T1 T2 ... Tn-1 Tn
Dalam hal ini T0 merupakan pernyataan pangkal yang kebenarannya tidak perlu
dibuktikan. Sedangkan untuk menyatakan T0 diperlukan adanya suatu konsep pangkal.
Contoh:
ā€¢ Buktikan bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap!
Penyelesaian:
Dapat dibuat permisalan secara umum bahwa m dan n adalah sembarang dua bilangan
bulat, maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika
dijumlahkan:
(2m+1)+(2n+1) = 2(m+n+1)
Karena m dan n bilangan bulat, maka (m+n+1) bilangan bulat, sehingga
2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
ā€¢ Buktikan persamaan berikut: āˆ’b + (a + b) = a !
Penyelesaian:
Dalam pembuktian persamaan tersebut digunakan pengetahuan aljabar yang berkait
dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan
perkalian (.) yang didasarkan pada enam aksioma atau
postulat berikut:
1. tertutup, a+b R dan a.b R
2. asosiatif, a+(b+c) = (a+b)+c dan a.(b.c) = (a.b).c
3. komutatif, a+b = b+a dan a.b = b.a
4. distributif, a.(b+c) = a.b + a.c dan (b+c).a = b.a + c.a
5. identitas, a+0 = 0+a = a dan a.1 = 1. a = a
6. invers, a+(āˆ’a) = (āˆ’a)+a = 0 dan a.1/a = a/1.a = 1 untuk a ā‰  0
Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti āˆ’b + (a + b) = a dapat dibuktikan
sebagai berikut:
āˆ’b + (a+b) = āˆ’ b + (b+a) Aksioma 3 ā†’ Komutatif
= (āˆ’b+b) + a Aksioma 2 ā†’ Asosiatif
= 0 + a Aksioma 6 ā†’ Invers
= a Aksioma 5 ā†’ Identitas
Jadi terbukti bahwa āˆ’b + (a + b) = a adalah benar.
ā€¢ Buktikan besar sudut setiap segitiga adalah 180o
!
Penyelesaian:
Untuk membuktikannya, pada segitiga sembarang ABC dibuat garis perpanjangan AC
dan BC serta garis yang sejajar AB.
Kemudian dengan teorema sudut yang ada dapat dibuktikan:
A = C4 (sudut sehadap)
B = C2 (sudut sehadap)
C1 = C3 (sudut bertolak belakang)
A + B + C1 = C4 + C2 + C3
= 180o
(sudut garis lurus)
Jadi dapat disimpulkan besar sudut setiap segitiga 180o
adalah benar.
ā€¢ Suatu bak mandi mempunyai panjang 3 m lebihnya dari lebar bak tersebut, sedangkan
lebar 2 m kurangnya dari tinggi bak. Bila luas alas bak tersebut sama dengan 4 m2
berapakah isi bak mandi tersebut?
Penyelesaian:
Diketahui : Luas = 4 m2
Misal tinggi bak mandi adalah t m
Lebar = t ā€“ 2
Panjang = (t ā€“ 2) + 3
L = p x l
4 = {(t ā€“ 2)+3} x (t ā€“ 2)
4 = (t + 1) (t ā€“ 2)
= t2
ā€“ tā€“ 2 = 4
t2
ā€“ t ā€“ 6 = 0
A B
C
1
2
3
4
(t ā€“ 3) (t + 2) = 0 t1 = 3
atau t2 = -2
Bila diambil t = 3 m maka didapat p = 4 m dan l = 1 m
Volume balok = p x l x t
= 4 x 1 x 3
= 12 m3
Jadi isi bak mandi adalah 12 m3
.
Latihan 3.3
Perhatikan pernyataan-pernyataan aksioma berikut, kesimpulan apa yang dapat
dibentuk dari aksioma-aksioma berikut.
A1 : a + b = c
A2 : d + e = f
A3 : (a + b) . (d + e) = g
Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara
deduktif. Namun sering terdengar sebuah metode pembuktian yang bernama induksi
matematika. Meskipun namanya induksi matematika, proses penalarannya tetap
menggunakan penalaran deduktif. Untuk membedakan pembuktian secara induktif
dengan pembuktian secara induksi matematika, perhatikan contoh berikut.
Buktikan bahwa 1+2+3+ ... +n = , untuk n bilangan asli !
Pembuktian secara induktif:
1 = 1
1+2 = 3
1+2+3 = 6
1+2+3+4
1+2+3+4+5
Jadi 1+2+3+...+ n =
Untuk n=1,
1+2+3+...+k =
Untuk n = k+1
1+2+3+...+k + (k+1)
Dari contoh tersebut terlihat perbedaan antara pembuktian secara penalaran induktif
dan induksi matematika. Pada penalaran induktif dilakukan dengan menyelidiki
kebenaran rumus untuk n = 1,2,3,4 dan 5. Setelah terbukti kebenarannya untuk kelima
contoh empiris, kemudian digeneralisasikan untuk semua bilangan asli. Penarikan
kesimpulan secara demikian memiliki kelemahan, sebab penyelidikan baru dilakukan
pada 5 bilangan asli pertama dan belum terbukti untuk 6, 7, 8, 9, 10, ā€¦ dan seterusnya.
Sedangkan dalam pembuktian secara induksi matematika, pada awalnya didapatkan
kebenaran rumus untuk n=1. Dan dengan asumsi bahwa rumus benar untuk n = k, maka
selanjutnya terbukti bahwa rumus juga benar untuk n = k+1.
Hal ini memberikan suatu implikasi:
Jika untuk n = 1 dan n = k benar maka untuk n = k + 1 juga benar. Dengan implikasi
ini maka sudah dapat disimpulkan bahwa rumus akan berlaku untuk semua bilangan asli,
sebab diawali bahwa rumus benar untuk n = 1 maka juga benar untuk n = 1+1 = 2; karena
benar untuk n = 2 maka juga benar untuk n = 2+1 = 3; karena benar untuk n = 3 maka
juga benar untuk n = 3+1 = 4; karena benar untuk n = 4 maka juga benar untuk n = 4+1
= 5; karena benar untuk n = 5 maka juga benar untuk n = 5 + 1 = 6; demikian seterusnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa dengan pembuktian kebenaran satu implikasi di atas
maka hal tersebut sudah dapat diterapkan pada seluruh bilangan asli dan pengambilan
kesimpulan semacam ini adalah valid. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pola
penalaran yang digunakan dalam induksi matematika adalah pola penalaran deduktif.
Soal
Untuk meningkatkan pemahaman pada bab ini, kerjakan soal-soal berikut ini.
1. Tentukan pola suku ke n dari barisan berikut:
a. 1, 4, 9, 16, ...
b. 2, 5, 8, 11, 14, ...
2. Apabila ada 100 garis bertemu di satu titik. Berapa pasang sudut yang
terbentuk oleh garis-garis tersebut?
3. Dengan pendekatan deduktif, buktikan bahwa:
a. Kuadrat bilangan genap adalah genap
b. Kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
BAB II
LOGIKA MATEMATIKA
Logika matematika adalah acuan berpikir tentang bagaimana mengambil suatu
kesimpulan dari kondisi tertentu. Melalui logika semacam ini, kamu akan dilatih untuk
selalu logis dan teliti dalam mengambil setiap kesimpulan. Misalnya saja, kamu harus
bisa membedakan suatu kalimat termasuk pernyataan, bukan pernyataan, atau kalimat
terbuka. Logika matematika hanya akan berlaku pada pernyataan. Lantas, bagaimana
dengan kalimat terbuka? Tentu tidak berlaku, ya. Kalimat terbuka adalah kalimat yang
belum memiliki nilai kebenaran pasti, contoh ā€œ2x + 3 = 7ā€, ā€œHari ini akan berpotensi
hujanā€, ā€œBesok telur ayam akan menetasā€, dan sebagainya.
A. Jenis-Jenis Logika Matematika
Secara umum, logika matematika dibagi menjadi dua, yaitu pernyataan dan penarikan
kesimpulan.
1. Pernyataan
Pernyataan adalah suatu kalimat yang bisa dibuktikan kebenarannya. Artinya, pernyataan
hanya memuat satu nilai kebenaran, benar saja atau salah saja. Kedua nilai kebenaran itu
tidak bisa melekat secara bersamaan pada suatu pernyataan. Adapun contoh pernyataan
adalah sebagai berikut.
ļ‚§ Ibukota Indonesia adalah Jakarta. (benar)
ļ‚§ Lamanya Bumi berotasi adalah 24 jam (benar)
ļ‚§ Teori gravitasi dikemukakan oleh Albert Einstein. (salah)
ļ‚§ Hasil penjumlahan 3 + 5 = 7. (salah)
Secara umum, pernyataan dibagi menjadi dua, yaitu pernyataan tunggal dan majemuk.
Apa perbedaan antara keduanya?
a. Pernyataan Tunggal
Pernyataan tunggal adalah pernyataan yang bisa berdiri sendiri, sehingga tidak
dibutuhkan tanda hubung. Secara matematis, pernyataan bisa dinyatakan
sebagai p atau q. Contoh pernyataan tunggal ā€œAyah pergi ke kantor (p)ā€, ā€œIbu masak
rendang (q)ā€, ā€œAdik berangkat sekolah (r)ā€, dan sebagainya.
Selain pernyataan, ada juga ingkaran. Apakah itu? Ingkaran adalah pernyataan yang
memiliki nilai kebenaran berlawanan dengan pernyataan semula. Contoh ingkaran adalah
~p. Contohnya kalimat ingkaran adalah sebagai berikut.
ļ‚§ Pernyataan: Ayah pergi ke kantor (p)
ļ‚§ Ingkaran: Ayah tidak pergi ke kantor (~p)
ļ‚§ Pernyataan: Ibu masak rendang (q)
ļ‚§ Ingkaran: Ibu tidak masak rendang (~q)
ļ‚§ Pernyataan: tomat bukan sayur (r)
ļ‚§ Ingkaran: tomat adalah sayur (~r)
Berikut ini tabel kebenaran untuk ingkaran.
P ~p
B S
S B
Dengan: B = benar dan S = salah
b. Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk adalah gabungan dari beberapa pernyataan tunggal melalui
tanda hubung. Contoh pernyataan majemuk adalah ā€œJika ayah ke kantor, ibu masak
rendangā€, ā€œAdik bermain sepak bola dan kastiā€, dan sebagainya. Pernyataan majemuk
dibagi menjadi empat jenis, yaitu konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi. Apa
perbedaan antara keempatnya?
1) Konjungsi
Konjungsi adalah gabungan antara dua atau lebih pernyataan tunggal melalui tanda
hubung ā€œdanā€. Secara matematis, konjungsi dilambangkan sebagai (p āˆ§ q). Perhatikan
contoh konjungsi berikut.
ļ‚§ p = Feri makan nasi
ļ‚§ q = Feri makan bakso
ļ‚§ p āˆ§ q = Feri makan nasi dan bakso
Konjungsi hanya akan bernilai benar jika kedua pernyataan benar. Jika penasaran, berikut
ini adalah tabel kebenaran konjungsi.
P q p q
B B B
B S S
S B S
S S S
Lalu, bagaimana bentuk ingkaran konjungsi? Bentuk ingkaran konjungsi bisa dinyatakan
sebagai berikut.
Jika hasil konjungsi ā€œFeri makan nasi dan baksoā€ dibuat ingkarannya, akan menjadi
seperti berikut.
ļ‚§ p āˆ§ q = Feri makan nasi dan bakso. (konjungsi)
ļ‚§ ~(p āˆ§ q) ā‰” ~p ~q = Feri tidak makan nasi atau bakso. (ingkaran konjungsi)
2) Disjungsi
Disjungsi adalah gabungan dari dua atau lebih pernyataan tunggal melalui tanda hubung
ā€œatauā€. Secara matematis, disjungsi dinyatakan sebagai (p v q). Perhatikan contoh
disjungsi berikut.
ļ‚§ p = Julia bekerja di Pasar Baru.
ļ‚§ q = Julia hobi bermain basket.
ļ‚§ p vq = Julia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain basket. šŸ”Ŗ contoh kalimat
disjungsi
Disjungsi akan bernilai benar jika salah satu atau kedua pernyataan benar. Adapun tabel
kebenaran disjungsi adalah sebagai berikut.
P q p q
B B B
B S B
S B B
S S S
Lalu, bagaimana bentuk ingkaran disjungsi?
Dengan demikian, ingkaran disjungsi ā€œJulia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain
basketā€ adalah sebagai berikut.
ļ‚§ p vq = Julia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain basket. (disjungsi)
ļ‚§ ~(p v q) ā‰” ~p āˆ§ ~q = Julia tidak bekerja di pasar dan tidak hobi bermain basket.
(ingkaran disjungsi)
3) Implikasi
Implikasi adalah gabungan dari dua pernyataan sebagai hubungan sebab akibat. Implikasi
ditandai dengan ā€œjika ā€¦, maka ā€¦ā€ dan biasa dinyatakan sebagai p =>q. Perhatikan
contoh implikasi berikut.
ļ‚§ p = Ani makan bakso.
ļ‚§ q = Jeni akan datang ke rumah.
ļ‚§ p => q = Jika Ani makan bakso, maka Jeni akan datang ke rumah. šŸ”Ŗ contoh
kalimat implikasi
P Q p => q
B B B
B S S
S B B
S S B
Adapun ingkaran dari implikasi adalah sebagai berikut.
Dengan demikian, ingkaran dari hasil implikasi ā€œJika Ani makan bakso, maka Ani tidak
makan di rumahā€ adalah sebagai berikut.
ļ‚§ p => q = Jika Ani makan bakso, maka Jeni akan datang ke rumah. (implikasi)
ļ‚§ ~(p => q) ā‰” p āˆ§ ~q = Ani makan bakso dan Jeni tidak datang ke rumah. (ingkaran
implikasi)
4) Biimplikasi
Biimplikasi adalah gabungan antara dua pernyataan yang dihubungkan dengan ā€œā€¦ jika
dan hanya jika ā€¦ā€. Biimplikasi biasa dinyatakan sebagai (p ā¬„ q). Untuk lebih jelasnya,
simak contoh biimplikasi berikut.
ļ‚§ p = Gilang akan mendapatkan hadiah.
ļ‚§ q = Gilang menjadi juara kelas
ļ‚§ p ā¬„ q = Gilang akan mendapatkan hadiah jika dan hanya jika menjadi juara kelas.
šŸ”Ŗ contoh kalimat biimplikasi
Biimplikasi akan bernilai benar jika kedua pernyataan sama-sama benar atau sama-sama
salah. Perhatikan tabel kebenaran berikut.
P Q p <=> q
B B B
B S S
S B S
S S B
Adapun bentuk ingkaran dari biimplikasi adalah sebagai berikut.
Dengan demikian, ingkaran dari biimplikasi ā€œGilang akan mendapatkan hadiah jika dan
hanya jika menjadi juara kelasā€ adalah sebagai berikut.
ļ‚§ p ā¬„ q = Gilang akan mendapatkan hadiah jika dan hanya jika menjadi juara kelas.
ļ‚§ ~(p <=> q) ā‰” (p āˆ§ ~q) v (q āˆ§ ~p) = Gilang akan mendapatkan hadiah dan tidak
menjadi juara kelas atau Gilang menjadi juara kelas dan tidak akan mendapatkan
hadiah.
c. Pernyataan Berkuantor
Pernyataan berkuantor adalah pernyataan yang memuat kuantitas suatu objek, misalnya
semua, setiap, sebagian, dan sebagainya. Contoh pernyataan berkuantor adalah ā€œsemua
sapi makan rumputā€, ā€œsemua anggota bilangan asli termasuk himpunan bilangan realā€,
ā€œsebagian semut berwarna merahā€, dan seterusnya. Pernyataan berkuantor dibagi menjadi
dua, yaitu sebagai berikut.
1) Kuantor universal
Kuantor universal adalah pernyataan yang memuat kuantitas secara menyeluruh dan
ditandai dengan kata ā€œsemua atau setiapā€. Kuantor universal biasa dilambangkan sebagai
āˆ€x, px, misalnya ā€œsemua kerbau berwarna abu-abuā€. Lantas, bagaimana bentuk
ingkarannya? Perhatikan rumus berikut.
Di mana, tanda āˆƒ menunjukkan kuantor eksistensial.
Dengan demikian, bentuk ingkaran dari ā€œsemua kerbau berwarna abu-abuā€ adalah
sebagai berikut.
ļ‚§ (āˆ€x, px): Semua kerbau berwarna abu-abu
ļ‚§ ~(āˆ€x,p(x)) ā‰” āˆƒx,~p(x): Sebagian kerbau tidak berwarna abu-abu.
Ingat, jika pernyataan kuantornya diawali kata ā€œsemuaā€, maka ingkarannya diawali kata
ā€œada, sebagian, atau beberapaā€.
2) Kuantor eksistensial
Kuantor eksistensial adalah pernyataan yang memuat kuantitas sebagian, sehingga biasa
ditandai dengan kata ā€œada, sebagian, atau beberapaā€. Kuantor eksistensial biasa
dilambangkan dengan āˆƒx, px, misalnya ā€œsebagian ikan memiliki gigi tajamā€. Bentuk
ingkarannya adalah berupa kuantor universal dan ditandai dengan kata ā€œsemua atau
setiapā€. Perhatikan rumus berikut.
Dengan demikian, bentuk ingkaran dari ā€œsebagian ikan memiliki gigi tajamā€. adalah
sebagai berikut.
ļ‚§ (āˆƒx, px): Sebagian ikan memiliki gigi tajam
ļ‚§ ~(āˆƒx,p(x)) ā‰” āˆ€x,~p(x): Semua ikan tidak memiliki gigi tajam.
Ingat, jika pernyataan kuantornya diawali kata ā€œsebagian, ada, atau beberapaā€, maka
ingkarannya diawali kata ā€œsemua atau setiapā€.
2. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan logika matematika dilakukan secara deduktif atau di awal dan
melibatkan beberapa premis. Secara umum, penarikan kesimpulan dibagi menjadi tiga,
yaitu silogisme, modus Ponens, dan modus Tolens. Apa perbedaan ketiga penarikan
kesimpulan tersebut?
a. Silogisme
Silogisme merupakan penarikan kesimpulan dari dua bentuk implikasi. Bentuk umum
silogisme adalah sebagai berikut.
Contoh:
Premis 1: Jika 2x + 1 = 3, maka x = 1. (p => q)
Premis 2: Jika x = 1, maka x termasuk bilangan asli. (q => r)
Kesimpulan: Jika 2x + 1 = 3, maka x termasuk bilangan asli. (p => r)
b. Modus Ponens
Bentuk umum modus Ponens adalah sebagai berikut.
Contoh:
Premis 1: Jika hari ini mendung, aku akan membawa payung. (p => q)
Premis 2: Hari ini mendung. (p)
Kesimpulan: Aku membawa payung. (q)
c. Modus Tollens
Bentuk umum modus Tollens adalah sebagai berikut.
Contoh:
Premis 1: Jika gelaran KTT G20 usai, presiden akan melakukan evaluasi. (p => q)
Premis 2: Presiden tidak melakukan evaluasi. (~q)
Kesimpulan: Gelaran KTT G20 belum usai. (~p)
Soal Latihan
1. Pernyataan yang setara dengan ā€œJika UMR naik, maka semua harga sembako naikā€
adalah ā€¦
2. Ingkaran dari pernyataan ā€œAda siswa SMK yang tidak harus mengikuti praktik kerja
industriā€ adalah ā€¦
3. Jika p bernilai benar dan q bernilai salah, maka pernyataan majemuk yang tidak
bernilai benar adalah ā€¦
4. Konvers dari ā€œJika n bilangan prima lebih dari 2, maka n ganjilā€ adalah ā€¦
5. Diketahui pernyataan :
ļ‚§ Premis 1 : Jika saya tidak makan, maka saya sakit
ļ‚§ Premis 2 : Jika saya sakit maka saya tidak dapat bekerja
Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah ā€¦
DAFTAR PUSTAKA
Antonius Cahya P. 2005. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan
Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Booker, G., Bond, D., Sparrow, L., & Swan P. 2004. Teaching Primary Mathemathics(3th
Ed), Pearson Education Australia
Frans Susilo. 2012. Landasan Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu
Gatot Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka
John Bird. 2002. Matematika Dasar: Teori dan Aplikasi Praktis. Jakarta:Erlangga
Kasir Iskandar. 1999. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga
Sufyani P. 2012. Konsep Dasar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementrian Agama Republik Indonesia
PENALARAN

More Related Content

Similar to PENALARAN

Matematika indah dan mudah
Matematika indah dan mudahMatematika indah dan mudah
Matematika indah dan mudahGhuf Front
Ā 
KPK dan FPB
KPK dan FPBKPK dan FPB
KPK dan FPBnanislstr
Ā 
Penalaran Matematika
Penalaran MatematikaPenalaran Matematika
Penalaran MatematikaNailul Hasibuan
Ā 
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptx
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptxššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptx
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptxWulanHijriayani
Ā 
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.pptSegerRudhiYantho
Ā 
Fs kuadarat 1
Fs kuadarat 1Fs kuadarat 1
Fs kuadarat 1irayuliana3
Ā 
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan Deret
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan DeretBahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan Deret
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan DeretAmyarimbi
Ā 
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docx
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docxBARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docx
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docxRahmat Hidayat
Ā 
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docx
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docxBuku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docx
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docxssuser543286
Ā 
Makalah aritmatika
Makalah aritmatikaMakalah aritmatika
Makalah aritmatikanoviamaharani26
Ā 
Tebak Angka dengan dongeng
Tebak Angka dengan dongengTebak Angka dengan dongeng
Tebak Angka dengan dongengDilla_Dalilah_FR
Ā 
0 komentar
0 komentar0 komentar
0 komentarALAKIOS
Ā 
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI Bahasa
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI BahasaBuku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI Bahasa
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI BahasaKristalina Dewi
Ā 
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...adi wibawa
Ā 
Pemodelan Matematika
Pemodelan MatematikaPemodelan Matematika
Pemodelan MatematikaPendiF
Ā 
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusri
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusriPERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusri
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusrikayzinevaofficial
Ā 
Makalah matematika
Makalah matematikaMakalah matematika
Makalah matematikaMutiaIranda
Ā 
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICT
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICTMiniskripsi Media Pembelajaran dan ICT
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICTDestia Eka Putri
Ā 
UAS Bahasa Indonesia
UAS Bahasa IndonesiaUAS Bahasa Indonesia
UAS Bahasa IndonesiaSusand Susand
Ā 

Similar to PENALARAN (20)

Matematika indah dan mudah
Matematika indah dan mudahMatematika indah dan mudah
Matematika indah dan mudah
Ā 
KPK dan FPB
KPK dan FPBKPK dan FPB
KPK dan FPB
Ā 
Penalaran Matematika
Penalaran MatematikaPenalaran Matematika
Penalaran Matematika
Ā 
Wawasan matematika
Wawasan matematikaWawasan matematika
Wawasan matematika
Ā 
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptx
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptxššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptx
ššš“ šŠšžš„šØš¦š©šØš¤ šŸ MatematikašŸ“ššŸ§®.pptx
Ā 
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
1. HAKEKAT MATEMATIKA.ppt
Ā 
Fs kuadarat 1
Fs kuadarat 1Fs kuadarat 1
Fs kuadarat 1
Ā 
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan Deret
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan DeretBahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan Deret
Bahan Ajar Pola biliangan, Barisan dan Deret
Ā 
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docx
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docxBARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docx
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DAN GEOMETRI 2.docx
Ā 
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docx
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docxBuku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docx
Buku Pengantar Teori Bilangan ISBN 978-602-50911-3-1.docx
Ā 
Makalah aritmatika
Makalah aritmatikaMakalah aritmatika
Makalah aritmatika
Ā 
Tebak Angka dengan dongeng
Tebak Angka dengan dongengTebak Angka dengan dongeng
Tebak Angka dengan dongeng
Ā 
0 komentar
0 komentar0 komentar
0 komentar
Ā 
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI Bahasa
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI BahasaBuku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI Bahasa
Buku Ajar Peluang untuk SMA Kelas XI Bahasa
Ā 
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...
Proses Berpikir Pseudo-Konseptual dan Pseudo-Analitik dalam Pembelajaran Mate...
Ā 
Pemodelan Matematika
Pemodelan MatematikaPemodelan Matematika
Pemodelan Matematika
Ā 
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusri
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusriPERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusri
PERTEMUAN 1 "PROBABILITAS" teknik indusri
Ā 
Makalah matematika
Makalah matematikaMakalah matematika
Makalah matematika
Ā 
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICT
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICTMiniskripsi Media Pembelajaran dan ICT
Miniskripsi Media Pembelajaran dan ICT
Ā 
UAS Bahasa Indonesia
UAS Bahasa IndonesiaUAS Bahasa Indonesia
UAS Bahasa Indonesia
Ā 

Recently uploaded

Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
Ā 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
Ā 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
Ā 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
Ā 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
Ā 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
Ā 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
Ā 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
Ā 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
Ā 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
Ā 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
Ā 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
Ā 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
Ā 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
Ā 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
Ā 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
Ā 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
Ā 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
Ā 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
Ā 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
Ā 

Recently uploaded (20)

Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Ā 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
Ā 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Ā 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Ā 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
Ā 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Ā 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Ā 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Ā 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Ā 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Ā 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Ā 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Ā 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
Ā 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
Ā 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Ā 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
Ā 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Ā 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Ā 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Ā 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Ā 

PENALARAN

  • 1. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul ini. Modul ini berisikan tentang materi penalaran matematika dan logika matematika. Tujuan diterbitkan modul adalah untuk mempemudah mahasiswa dalam memahami materi penalaran matematika dan logika matematik. Dengan modul diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep matematika khususnya pada materi penalaran matematika dan logika matematika. Penulis menyadari bahwa modul ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan modul ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penulisan modul ini. Semoga Allah senantiasa meridhoi kita semua. Aamiin Penulis Aswarliansyah, M.Pd.
  • 2. BAB I PENALARAN MATEMATIKA Materi penalaran matematika merupakan dasar untuk mempelajari materimateri logika matematika lebih lanjut. Logika tidak dapat dilepaskan dengan penalaran, karena logika adalah suatu prinsip yang membedakan antara penalaran benar dan penalaran tidak benar. Sementara itu, penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir, merupakan penjelasan dalam upaya menunjukkan hubungan antara beberapa hal yang berdasarkan pada sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang telah diakui kebenarannya. Langkah- langkah tertentu itu akan berakhir pada suatu penarikan kesimpulan. Secara singkat, penalaran dapat diartikan sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen. Kemampuan memahami materi matematika seseorang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan penalaran. Artinya materi matematika akan mudah dipahami dengan adanya kemampuan nalar yang baik. Dengan menguasai materi ini akan memudahkan mempelajari dan memahami materi-materi matematika lain, baik yang berhubungan dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam kegiatan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan proses penalaran. Misalnya ketika seseorang merasakan bahwa kopi yang akan diminum masih panas, mungkin orang akan berpikir untuk membuka tutup gelasnya, atau merendam gelasnya di air dingin, atau meniupnya supaya segera hangat dan dapat diminum, atau bisa juga berpikir untuk menunggunya sampai cukup hangat atau cukup dingin untuk diminum. Singkatnya, setiap kesan yang ditangkap oleh indera manusia akan menjadikannya melakukan kegiatan berpikir. Dari berbagai kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia, suatu saat diperlukan proses berpikir secara sistematis dan logis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan atau keputusan. Kegiatan berpikir yang semacam ini disebut dengan kegiatan bernalar. Untuk dapat melakukan suatu kegiatan penalaran yang benar sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan atau keputusan yang tepat, dibutuhkan data-data dan fakta serta kaidah- kaidah yang benar yang dirangkai dalam suatu alur yang sistematis dan logis. Konsep-konsep yang muncul dalam setiap bidang ilmu pasti merupakan hasil dari suatu proses penalaran, terlebih dalam bidang matematika. Matematika pada hakekatnya berkenaan dengan struktur dan ide-ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis melalui proses penalaran. Oleh karenanya untuk dapat memahami konsep-konsep
  • 3. matematika secara benar maka terlebih dahulu harus memahami bagaimanakah pola penalaran dan kaidah-kaidah logika yang digunakan sebagai alat berpikir kritis dalam matematika. Penalaran matematika dibedakan menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. A. Penalaran Induktif Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran yang menggunakan pendekatan induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan (masalah) matematika tanpa memakai rumus (dalil), melainkan dimulai dengan memperhatikan data/ soal. Dari data/ soal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka/ pola dasar tertentu yang kita cari sendiri, sedemikian rupa sehingga kita dapat menarik kesimpulan. Oleh karena itu proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi. Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data yang diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah dugaan atau generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin sedikit data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan, maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda. Contoh: 1.Barisan bilangan: 1, 5, 9, 13, 17, ..., .... Untuk melengkapi dua suku terakhir diperlukan pengenalan pola dimaksudkan sebagai suatu identifikasi tentang tata aturan penulisan barisan tersebut. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan dalam barisan tersebut harus ditambah dengan 4. 1, 5, 9, 13, 17, ..., ... + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 Maka dapat disimpulkan dua suku terakhir adalah 21 dan 25. Setelah mengetahui polanya, selanjutnya dapat dilakukan dugaan-dugaan tentang bilangan-bilangan yang akan muncul pada urutan yang lebih tinggi.
  • 4. Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut dapat digunakan untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan menyusun formula untuk menentukan bilangan yang akan muncul pada urutan ke n. 2.Barisan huruf: C, A, G, D, K, G, O, J, ..., ... . Dengan mengetahui urutan huruf abjad, maka terlihat bahwa masing-masing suku ganjil dan suku genap memiliki pola. C, A, G, D, K, G, O, J, ..., ... D,E,F B,C Maka dapat disimpulkan bahwa dua suku terakhir adalah huruf S dan M. Latihan 3.1 Isilah titik-titik pada soal berikut dengan membubuhkan bilangan yang tepat? a. 2, 4, 6, 8, ..., ..., ... . b. 0, -3, -6, -9, ..., ..., ... . c. 2, 5, 4, 5, 8, 5, ..., ..., ... . 3.Pola gambar Pada deretan gambar tersebut dapat diketahui adanya kombinasi bentuk dan warna. Kombinasi bentuk berubah untuk bidang kiri atas dan kanan bawah. Sedangkan bentuk bidang kanan atas dan kiri bawah tidak berubah. Untuk warna, semua posisi mengalami perubahan yakni antara hitam dan putih. Bidang lingkaran putih kiri atas menjadi lingkaran hitam kanan bawah, segitiga hitam kiri atas menjadi segitiga putih kanan bawah, maka untuk gambar terakhir disimpulkan lingkaran putih di kanan
  • 5. bawah. Dari pilihan yang ada maka hanya C yang sesuai. Maka dapat dipastikan jawaban untuk gambar selanjutnya adalah C. 4.Menyelesaikan permasalahan a. Berapakah hasil dari: 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + ā€¦ + 19 Penyelesaian : Mencari pola hasil penjumlahan bilangan ganjil. 1 = 1 = 1 x 1 1 + 3 = 4 = 2 x 2 1 + 3 + 5 = 9 = 3 x 3 1 + 3 + 5 + 7 = 16= 4 x 4, dst Karena bilangan ganjil dari 1 sampai 19 ada 10 bilangan maka dengan menggunakan pola di atas maka tanpa menghitung penjumlahan semua angka, dapat diperoleh hasilnya denga lebih cepat, yaitu 10 x 10 = 100. Misalnya ditanyakan jumlah 50 suku ganjil yang pertama, maka dengan pola tersebut dapat diketahui jawabannya adalah 50 x 50 = 2500. b. Soal cerita Dalam suatu pesta terdapat 100 orang yang hadir. Semua orang yang hadir pada acara tersebut saling bersalaman satu dengan yang lainnya tepat satu kali. Berapa banyak kejadian bersalaman yang terjadi pada acara tersebut? Penyelesaian: Kemungkinan terjadinya bersalaman : A 1 orang : 0 (tidak terjadi salaman) A B 2 orang : 1 kali A B C C D 3 orang : 3 kali A B
  • 6. 4 orang : 6 kali Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi 1 0 2 1 3 3 4 6 ... ... 100 ? Dari tabel tersebut kita dapat mencoba untuk mengambil kesimpulan sementara tentang pola yang terjadi antara kolom kedua (banyaknya salaman) dengan kolom pertama (jumlah orang). 0 = 1 x 0 x Ā½ 1 = 2 x 1 x Ā½ 3 = 3 x 2 x Ā½ 6 = 4 x 3 x Ā½ Jika operasi hitung tersebut dituliskan dalam tabel maka: Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi Pola operasi Hitung 1 0 1 x 0 x Ā½ 2 1 2 x 1 x Ā½ 3 3 3 x 2 x Ā½ 4 6 4 x 3 x Ā½ ... ... ... 100 ? 100 x 99 x Ā½ N n x (n-1) x Ā½ Kesimpulan: Jika ada 100 orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah 100 x 99 x Ā½ = 4.950 kali. Jika ada n orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah n x (n-1) x Ā½.
  • 7. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keakuratan hasil kesimpulan penalaran induktif akan sangat tergantung pada lengkap tidaknya data yang ada. Misalnya, barisan bilangan 3, 6, 10, 15, ..., ... . Kemudian untuk menentukan dua bilangan selanjutnya ternyata menghasilkan pola penyimpulan yang tidak tunggal. Jika menggunakan kunci selisih 3,4,5,6,7 maka diperoleh jawaban 21 dan 28. Namun bila menggunakan kunci selisih 3,4,5,7,9 maka diperoleh jawaban 22 dan 31. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa hasil kesimpulan yang diperoleh akan menjadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik karena hasil observasi yang terbatas. Oleh karena itu, penalaran induktif lebih cocok untuk bidang non-matematika yang hasil perumusan konsepnya sering harus diperbaiki agar teori-teori yang muncul sesuai dengan hasil penelitian yang terbaru. Sementara itu konsep-konsep dalam matematika hampir tidak pernah mengalami perubahan dan kalaupun ada, sifatnya hanyalah penambahan karena adanya temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang sudah ada sebelumnya. Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan sistemsistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada konsep-konsep sebelumnya. Oleh karenanya sistem penalaran yang paling banyak berperan dalam matematika adalah penalaran deduktif. C. Penalaran Deduktif Proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Jika pada penalaran induktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus menuju hal-hal-hal umum, maka pada penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju ke halhal khusus. Di dalam membuktikan dengan penalaran deduktif, kesimpulan didasarkan atas pernyataan Latihan 3.2 Pilihlah gambar yang sesuai!
  • 8. generalisasi yang berlaku umum dan pernyataan khusus serta tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Penarikan kesimpulan yang demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan atau eksperimen tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan atau salah menafsirkan. Apabila dalam penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus berdasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar, maka muncul pertanyaan ā€œBagaimana menyatakan kebenaran dari pernyataan pertama?ā€ Untuk mendapatkan pernyataan yang berlaku secara umum tersebut dengan adanya proses untuk membangun sebuah sistem deduktif dalam matematika yang diawali dengan membuat suatu konsep pangkal. Konsep pangkal ini diperlukan sebagai sarana komunikasi untuk menyusun pernyataan-pernyataan selanjutnya, baik berupa ā€œkesepakatanā€, definisi, aksioma maupun teorema. Selanjutnya kebenaran suatu konsep didasarkan pada kebenaran konsep-konsep sebelumnya dan mendasari proses penyusunan konsep-konsep selanjutnya. Misalkan Tn benar berdasarkan Tn-1 yang sudah dibuktikan kebenarannya dan kebenaran Tn-1 telah dibuktikan atas kebenaran Tn-2, demikian juga kebenaran Tn-2 sudah dibuktikan berdasarkan atas kebenaran Tn-3 dan seterusnya sampai dengan T0 yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi karena adanya kesepakatan konsep pangkal bahwa T0 benar. Dapat digambarkan seperti ilustrasi berikut. T0 T1 T2 ... Tn-1 Tn Dalam hal ini T0 merupakan pernyataan pangkal yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan. Sedangkan untuk menyatakan T0 diperlukan adanya suatu konsep pangkal. Contoh: ā€¢ Buktikan bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap! Penyelesaian: Dapat dibuat permisalan secara umum bahwa m dan n adalah sembarang dua bilangan bulat, maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika dijumlahkan: (2m+1)+(2n+1) = 2(m+n+1)
  • 9. Karena m dan n bilangan bulat, maka (m+n+1) bilangan bulat, sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap. ā€¢ Buktikan persamaan berikut: āˆ’b + (a + b) = a ! Penyelesaian: Dalam pembuktian persamaan tersebut digunakan pengetahuan aljabar yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang didasarkan pada enam aksioma atau postulat berikut: 1. tertutup, a+b R dan a.b R 2. asosiatif, a+(b+c) = (a+b)+c dan a.(b.c) = (a.b).c 3. komutatif, a+b = b+a dan a.b = b.a 4. distributif, a.(b+c) = a.b + a.c dan (b+c).a = b.a + c.a 5. identitas, a+0 = 0+a = a dan a.1 = 1. a = a 6. invers, a+(āˆ’a) = (āˆ’a)+a = 0 dan a.1/a = a/1.a = 1 untuk a ā‰  0 Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti āˆ’b + (a + b) = a dapat dibuktikan sebagai berikut: āˆ’b + (a+b) = āˆ’ b + (b+a) Aksioma 3 ā†’ Komutatif = (āˆ’b+b) + a Aksioma 2 ā†’ Asosiatif = 0 + a Aksioma 6 ā†’ Invers = a Aksioma 5 ā†’ Identitas Jadi terbukti bahwa āˆ’b + (a + b) = a adalah benar. ā€¢ Buktikan besar sudut setiap segitiga adalah 180o ! Penyelesaian: Untuk membuktikannya, pada segitiga sembarang ABC dibuat garis perpanjangan AC dan BC serta garis yang sejajar AB.
  • 10. Kemudian dengan teorema sudut yang ada dapat dibuktikan: A = C4 (sudut sehadap) B = C2 (sudut sehadap) C1 = C3 (sudut bertolak belakang) A + B + C1 = C4 + C2 + C3 = 180o (sudut garis lurus) Jadi dapat disimpulkan besar sudut setiap segitiga 180o adalah benar. ā€¢ Suatu bak mandi mempunyai panjang 3 m lebihnya dari lebar bak tersebut, sedangkan lebar 2 m kurangnya dari tinggi bak. Bila luas alas bak tersebut sama dengan 4 m2 berapakah isi bak mandi tersebut? Penyelesaian: Diketahui : Luas = 4 m2 Misal tinggi bak mandi adalah t m Lebar = t ā€“ 2 Panjang = (t ā€“ 2) + 3 L = p x l 4 = {(t ā€“ 2)+3} x (t ā€“ 2) 4 = (t + 1) (t ā€“ 2) = t2 ā€“ tā€“ 2 = 4 t2 ā€“ t ā€“ 6 = 0 A B C 1 2 3 4
  • 11. (t ā€“ 3) (t + 2) = 0 t1 = 3 atau t2 = -2 Bila diambil t = 3 m maka didapat p = 4 m dan l = 1 m Volume balok = p x l x t = 4 x 1 x 3 = 12 m3 Jadi isi bak mandi adalah 12 m3 . Latihan 3.3 Perhatikan pernyataan-pernyataan aksioma berikut, kesimpulan apa yang dapat dibentuk dari aksioma-aksioma berikut. A1 : a + b = c A2 : d + e = f A3 : (a + b) . (d + e) = g Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara deduktif. Namun sering terdengar sebuah metode pembuktian yang bernama induksi matematika. Meskipun namanya induksi matematika, proses penalarannya tetap menggunakan penalaran deduktif. Untuk membedakan pembuktian secara induktif dengan pembuktian secara induksi matematika, perhatikan contoh berikut. Buktikan bahwa 1+2+3+ ... +n = , untuk n bilangan asli ! Pembuktian secara induktif: 1 = 1 1+2 = 3 1+2+3 = 6 1+2+3+4 1+2+3+4+5
  • 12. Jadi 1+2+3+...+ n = Untuk n=1, 1+2+3+...+k = Untuk n = k+1 1+2+3+...+k + (k+1) Dari contoh tersebut terlihat perbedaan antara pembuktian secara penalaran induktif dan induksi matematika. Pada penalaran induktif dilakukan dengan menyelidiki kebenaran rumus untuk n = 1,2,3,4 dan 5. Setelah terbukti kebenarannya untuk kelima contoh empiris, kemudian digeneralisasikan untuk semua bilangan asli. Penarikan kesimpulan secara demikian memiliki kelemahan, sebab penyelidikan baru dilakukan pada 5 bilangan asli pertama dan belum terbukti untuk 6, 7, 8, 9, 10, ā€¦ dan seterusnya. Sedangkan dalam pembuktian secara induksi matematika, pada awalnya didapatkan kebenaran rumus untuk n=1. Dan dengan asumsi bahwa rumus benar untuk n = k, maka selanjutnya terbukti bahwa rumus juga benar untuk n = k+1. Hal ini memberikan suatu implikasi: Jika untuk n = 1 dan n = k benar maka untuk n = k + 1 juga benar. Dengan implikasi ini maka sudah dapat disimpulkan bahwa rumus akan berlaku untuk semua bilangan asli,
  • 13. sebab diawali bahwa rumus benar untuk n = 1 maka juga benar untuk n = 1+1 = 2; karena benar untuk n = 2 maka juga benar untuk n = 2+1 = 3; karena benar untuk n = 3 maka juga benar untuk n = 3+1 = 4; karena benar untuk n = 4 maka juga benar untuk n = 4+1 = 5; karena benar untuk n = 5 maka juga benar untuk n = 5 + 1 = 6; demikian seterusnya. Dengan demikian jelaslah bahwa dengan pembuktian kebenaran satu implikasi di atas maka hal tersebut sudah dapat diterapkan pada seluruh bilangan asli dan pengambilan kesimpulan semacam ini adalah valid. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pola penalaran yang digunakan dalam induksi matematika adalah pola penalaran deduktif. Soal Untuk meningkatkan pemahaman pada bab ini, kerjakan soal-soal berikut ini. 1. Tentukan pola suku ke n dari barisan berikut: a. 1, 4, 9, 16, ... b. 2, 5, 8, 11, 14, ... 2. Apabila ada 100 garis bertemu di satu titik. Berapa pasang sudut yang terbentuk oleh garis-garis tersebut? 3. Dengan pendekatan deduktif, buktikan bahwa: a. Kuadrat bilangan genap adalah genap b. Kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
  • 14. BAB II LOGIKA MATEMATIKA Logika matematika adalah acuan berpikir tentang bagaimana mengambil suatu kesimpulan dari kondisi tertentu. Melalui logika semacam ini, kamu akan dilatih untuk selalu logis dan teliti dalam mengambil setiap kesimpulan. Misalnya saja, kamu harus bisa membedakan suatu kalimat termasuk pernyataan, bukan pernyataan, atau kalimat terbuka. Logika matematika hanya akan berlaku pada pernyataan. Lantas, bagaimana dengan kalimat terbuka? Tentu tidak berlaku, ya. Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum memiliki nilai kebenaran pasti, contoh ā€œ2x + 3 = 7ā€, ā€œHari ini akan berpotensi hujanā€, ā€œBesok telur ayam akan menetasā€, dan sebagainya. A. Jenis-Jenis Logika Matematika Secara umum, logika matematika dibagi menjadi dua, yaitu pernyataan dan penarikan kesimpulan. 1. Pernyataan Pernyataan adalah suatu kalimat yang bisa dibuktikan kebenarannya. Artinya, pernyataan hanya memuat satu nilai kebenaran, benar saja atau salah saja. Kedua nilai kebenaran itu tidak bisa melekat secara bersamaan pada suatu pernyataan. Adapun contoh pernyataan adalah sebagai berikut. ļ‚§ Ibukota Indonesia adalah Jakarta. (benar) ļ‚§ Lamanya Bumi berotasi adalah 24 jam (benar) ļ‚§ Teori gravitasi dikemukakan oleh Albert Einstein. (salah) ļ‚§ Hasil penjumlahan 3 + 5 = 7. (salah) Secara umum, pernyataan dibagi menjadi dua, yaitu pernyataan tunggal dan majemuk. Apa perbedaan antara keduanya? a. Pernyataan Tunggal
  • 15. Pernyataan tunggal adalah pernyataan yang bisa berdiri sendiri, sehingga tidak dibutuhkan tanda hubung. Secara matematis, pernyataan bisa dinyatakan sebagai p atau q. Contoh pernyataan tunggal ā€œAyah pergi ke kantor (p)ā€, ā€œIbu masak rendang (q)ā€, ā€œAdik berangkat sekolah (r)ā€, dan sebagainya. Selain pernyataan, ada juga ingkaran. Apakah itu? Ingkaran adalah pernyataan yang memiliki nilai kebenaran berlawanan dengan pernyataan semula. Contoh ingkaran adalah ~p. Contohnya kalimat ingkaran adalah sebagai berikut. ļ‚§ Pernyataan: Ayah pergi ke kantor (p) ļ‚§ Ingkaran: Ayah tidak pergi ke kantor (~p) ļ‚§ Pernyataan: Ibu masak rendang (q) ļ‚§ Ingkaran: Ibu tidak masak rendang (~q) ļ‚§ Pernyataan: tomat bukan sayur (r) ļ‚§ Ingkaran: tomat adalah sayur (~r) Berikut ini tabel kebenaran untuk ingkaran. P ~p B S S B Dengan: B = benar dan S = salah b. Pernyataan Majemuk Pernyataan majemuk adalah gabungan dari beberapa pernyataan tunggal melalui tanda hubung. Contoh pernyataan majemuk adalah ā€œJika ayah ke kantor, ibu masak rendangā€, ā€œAdik bermain sepak bola dan kastiā€, dan sebagainya. Pernyataan majemuk dibagi menjadi empat jenis, yaitu konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi. Apa perbedaan antara keempatnya?
  • 16. 1) Konjungsi Konjungsi adalah gabungan antara dua atau lebih pernyataan tunggal melalui tanda hubung ā€œdanā€. Secara matematis, konjungsi dilambangkan sebagai (p āˆ§ q). Perhatikan contoh konjungsi berikut. ļ‚§ p = Feri makan nasi ļ‚§ q = Feri makan bakso ļ‚§ p āˆ§ q = Feri makan nasi dan bakso Konjungsi hanya akan bernilai benar jika kedua pernyataan benar. Jika penasaran, berikut ini adalah tabel kebenaran konjungsi. P q p q B B B B S S S B S S S S Lalu, bagaimana bentuk ingkaran konjungsi? Bentuk ingkaran konjungsi bisa dinyatakan sebagai berikut. Jika hasil konjungsi ā€œFeri makan nasi dan baksoā€ dibuat ingkarannya, akan menjadi seperti berikut. ļ‚§ p āˆ§ q = Feri makan nasi dan bakso. (konjungsi) ļ‚§ ~(p āˆ§ q) ā‰” ~p ~q = Feri tidak makan nasi atau bakso. (ingkaran konjungsi)
  • 17. 2) Disjungsi Disjungsi adalah gabungan dari dua atau lebih pernyataan tunggal melalui tanda hubung ā€œatauā€. Secara matematis, disjungsi dinyatakan sebagai (p v q). Perhatikan contoh disjungsi berikut. ļ‚§ p = Julia bekerja di Pasar Baru. ļ‚§ q = Julia hobi bermain basket. ļ‚§ p vq = Julia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain basket. šŸ”Ŗ contoh kalimat disjungsi Disjungsi akan bernilai benar jika salah satu atau kedua pernyataan benar. Adapun tabel kebenaran disjungsi adalah sebagai berikut. P q p q B B B B S B S B B S S S Lalu, bagaimana bentuk ingkaran disjungsi? Dengan demikian, ingkaran disjungsi ā€œJulia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain basketā€ adalah sebagai berikut. ļ‚§ p vq = Julia bekerja di Pasar Baru atau hobi bermain basket. (disjungsi)
  • 18. ļ‚§ ~(p v q) ā‰” ~p āˆ§ ~q = Julia tidak bekerja di pasar dan tidak hobi bermain basket. (ingkaran disjungsi) 3) Implikasi Implikasi adalah gabungan dari dua pernyataan sebagai hubungan sebab akibat. Implikasi ditandai dengan ā€œjika ā€¦, maka ā€¦ā€ dan biasa dinyatakan sebagai p =>q. Perhatikan contoh implikasi berikut. ļ‚§ p = Ani makan bakso. ļ‚§ q = Jeni akan datang ke rumah. ļ‚§ p => q = Jika Ani makan bakso, maka Jeni akan datang ke rumah. šŸ”Ŗ contoh kalimat implikasi P Q p => q B B B B S S S B B S S B Adapun ingkaran dari implikasi adalah sebagai berikut. Dengan demikian, ingkaran dari hasil implikasi ā€œJika Ani makan bakso, maka Ani tidak makan di rumahā€ adalah sebagai berikut. ļ‚§ p => q = Jika Ani makan bakso, maka Jeni akan datang ke rumah. (implikasi) ļ‚§ ~(p => q) ā‰” p āˆ§ ~q = Ani makan bakso dan Jeni tidak datang ke rumah. (ingkaran implikasi)
  • 19. 4) Biimplikasi Biimplikasi adalah gabungan antara dua pernyataan yang dihubungkan dengan ā€œā€¦ jika dan hanya jika ā€¦ā€. Biimplikasi biasa dinyatakan sebagai (p ā¬„ q). Untuk lebih jelasnya, simak contoh biimplikasi berikut. ļ‚§ p = Gilang akan mendapatkan hadiah. ļ‚§ q = Gilang menjadi juara kelas ļ‚§ p ā¬„ q = Gilang akan mendapatkan hadiah jika dan hanya jika menjadi juara kelas. šŸ”Ŗ contoh kalimat biimplikasi Biimplikasi akan bernilai benar jika kedua pernyataan sama-sama benar atau sama-sama salah. Perhatikan tabel kebenaran berikut. P Q p <=> q B B B B S S S B S S S B Adapun bentuk ingkaran dari biimplikasi adalah sebagai berikut. Dengan demikian, ingkaran dari biimplikasi ā€œGilang akan mendapatkan hadiah jika dan hanya jika menjadi juara kelasā€ adalah sebagai berikut. ļ‚§ p ā¬„ q = Gilang akan mendapatkan hadiah jika dan hanya jika menjadi juara kelas. ļ‚§ ~(p <=> q) ā‰” (p āˆ§ ~q) v (q āˆ§ ~p) = Gilang akan mendapatkan hadiah dan tidak menjadi juara kelas atau Gilang menjadi juara kelas dan tidak akan mendapatkan hadiah. c. Pernyataan Berkuantor Pernyataan berkuantor adalah pernyataan yang memuat kuantitas suatu objek, misalnya semua, setiap, sebagian, dan sebagainya. Contoh pernyataan berkuantor adalah ā€œsemua
  • 20. sapi makan rumputā€, ā€œsemua anggota bilangan asli termasuk himpunan bilangan realā€, ā€œsebagian semut berwarna merahā€, dan seterusnya. Pernyataan berkuantor dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1) Kuantor universal Kuantor universal adalah pernyataan yang memuat kuantitas secara menyeluruh dan ditandai dengan kata ā€œsemua atau setiapā€. Kuantor universal biasa dilambangkan sebagai āˆ€x, px, misalnya ā€œsemua kerbau berwarna abu-abuā€. Lantas, bagaimana bentuk ingkarannya? Perhatikan rumus berikut. Di mana, tanda āˆƒ menunjukkan kuantor eksistensial. Dengan demikian, bentuk ingkaran dari ā€œsemua kerbau berwarna abu-abuā€ adalah sebagai berikut. ļ‚§ (āˆ€x, px): Semua kerbau berwarna abu-abu ļ‚§ ~(āˆ€x,p(x)) ā‰” āˆƒx,~p(x): Sebagian kerbau tidak berwarna abu-abu. Ingat, jika pernyataan kuantornya diawali kata ā€œsemuaā€, maka ingkarannya diawali kata ā€œada, sebagian, atau beberapaā€. 2) Kuantor eksistensial Kuantor eksistensial adalah pernyataan yang memuat kuantitas sebagian, sehingga biasa ditandai dengan kata ā€œada, sebagian, atau beberapaā€. Kuantor eksistensial biasa dilambangkan dengan āˆƒx, px, misalnya ā€œsebagian ikan memiliki gigi tajamā€. Bentuk ingkarannya adalah berupa kuantor universal dan ditandai dengan kata ā€œsemua atau setiapā€. Perhatikan rumus berikut. Dengan demikian, bentuk ingkaran dari ā€œsebagian ikan memiliki gigi tajamā€. adalah sebagai berikut. ļ‚§ (āˆƒx, px): Sebagian ikan memiliki gigi tajam ļ‚§ ~(āˆƒx,p(x)) ā‰” āˆ€x,~p(x): Semua ikan tidak memiliki gigi tajam. Ingat, jika pernyataan kuantornya diawali kata ā€œsebagian, ada, atau beberapaā€, maka ingkarannya diawali kata ā€œsemua atau setiapā€.
  • 21. 2. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan logika matematika dilakukan secara deduktif atau di awal dan melibatkan beberapa premis. Secara umum, penarikan kesimpulan dibagi menjadi tiga, yaitu silogisme, modus Ponens, dan modus Tolens. Apa perbedaan ketiga penarikan kesimpulan tersebut? a. Silogisme Silogisme merupakan penarikan kesimpulan dari dua bentuk implikasi. Bentuk umum silogisme adalah sebagai berikut. Contoh: Premis 1: Jika 2x + 1 = 3, maka x = 1. (p => q) Premis 2: Jika x = 1, maka x termasuk bilangan asli. (q => r) Kesimpulan: Jika 2x + 1 = 3, maka x termasuk bilangan asli. (p => r) b. Modus Ponens Bentuk umum modus Ponens adalah sebagai berikut. Contoh: Premis 1: Jika hari ini mendung, aku akan membawa payung. (p => q) Premis 2: Hari ini mendung. (p) Kesimpulan: Aku membawa payung. (q)
  • 22. c. Modus Tollens Bentuk umum modus Tollens adalah sebagai berikut. Contoh: Premis 1: Jika gelaran KTT G20 usai, presiden akan melakukan evaluasi. (p => q) Premis 2: Presiden tidak melakukan evaluasi. (~q) Kesimpulan: Gelaran KTT G20 belum usai. (~p) Soal Latihan 1. Pernyataan yang setara dengan ā€œJika UMR naik, maka semua harga sembako naikā€ adalah ā€¦ 2. Ingkaran dari pernyataan ā€œAda siswa SMK yang tidak harus mengikuti praktik kerja industriā€ adalah ā€¦ 3. Jika p bernilai benar dan q bernilai salah, maka pernyataan majemuk yang tidak bernilai benar adalah ā€¦ 4. Konvers dari ā€œJika n bilangan prima lebih dari 2, maka n ganjilā€ adalah ā€¦ 5. Diketahui pernyataan : ļ‚§ Premis 1 : Jika saya tidak makan, maka saya sakit ļ‚§ Premis 2 : Jika saya sakit maka saya tidak dapat bekerja Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah ā€¦
  • 23. DAFTAR PUSTAKA Antonius Cahya P. 2005. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Booker, G., Bond, D., Sparrow, L., & Swan P. 2004. Teaching Primary Mathemathics(3th Ed), Pearson Education Australia Frans Susilo. 2012. Landasan Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu Gatot Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka John Bird. 2002. Matematika Dasar: Teori dan Aplikasi Praktis. Jakarta:Erlangga Kasir Iskandar. 1999. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga Sufyani P. 2012. Konsep Dasar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia