SlideShare a Scribd company logo
© Muhamad Syukur Posted 18 June 2005
Makalah Individu
Pengantar Falsafah Sains (PPS 702)
Program S3 Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Semester Genap 2005
Dosen Pembina :
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Dr. Ir. Hardjanto, MS
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK PADA
TANAMAN
Disusun Oleh:
Muhamad Syukur
A361030011/AGR
muhsyukur@yahoo.com
ABSTRAK
Pada tanaman, ada banyak metode untuk menduga parameter genetik
(nilai heritabilitas dan komponen ragam). Metode yang digunakan untuk
menduga nilai tersebut tergantung dari populasi yang dimiliki oleh pemulia
tanaman dan tujuan yang ingin dicapai. Secara garis besar metode tersebut
meliputi: pendugaan heritabilitas menggunakan perhitungan ragam turunan;
pendugaan heritabilitas menggunakan regresi parent-offspring; pendugaan
heritabilitas menggunakan pendugaan komponen ragam hasil analisis ragam;
dan pendugaan heritabilitas menggunakan rancangan persilangan. Masing-
masing metode mempunyai keunggulan dan kelemahannya.
Kata kunci: heritabilitas, ragam genetik, kemajuan seleksi
A. PENDAHULUAN
Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan,
oleh karena itu pendugaan besarannya perlu dilakukan. Ragam yang diukur dari
suatu populasi untuk karakter tertentu merupakan ragam fenotipe. Ragam fenotipe
sebenarnya terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan serta interaksi antara
ragam genetik dan lingkungan. Ragam genetik itu sendiri terdiri dari ragam
genetik aditif (σ2
A), ragam genetik dominan (σ2
D) dan ragam genetik epistasis
(σ2
I); dimana σ2
g = σ2
A + σ2
D + σ2
I.
Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan diantara
kerabat (antara tetua dengan turunannya). Ragam ini merupakan efek rata-rata
2
gen; fungsi dari derajat dimana perubahan fenotipe, karena terjadinya seleksi.
Ragam genetik dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara
kerabat. Ragam ini merupakan basis utama bagi heterosis dan kemampuan daya
gabung (combining ability).
Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam
fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak
merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap populasi
bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Dalam
kaitan ini, penting diketahui peluang terseleksinya individu yang secara fenotipe
menghasilkan turunan yang sama miripnya dengan individu terseleksi tadi.
Misalkan dalam suatu populasi dijumpai ragam genetik tinggi untuk suatu
karakter dan ragam fenotipenya rendah, maka dapat diramalkan bahwa turunan
individu terseleksi akan mirip dengan dirinya untuk karakter tersebut; dan
sebaliknya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Sesuai dengan komponen ragam genetiknya, heritablitas dibedakan
menjadi heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritablitas
dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas
merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotipe
(h2
(BS) = σ2
G / σ2
P). Sedangkan heritabilitas dalam arti sempit merupakan
perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h2
(NS) = σ2
A / σ2
P).
Umumnya heritabilitas dalam arti sempit banyak mendapatkan perhatian
karena pengaruh aditif dari tiap alelnya diwariskan dari tetua kepada
keturunannya. Kontribusi penampilan tidak tergantung pada adanya interaksi antar
alel. Dalam pemuliaan tanaman, seleksi sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen
aditif diharapkan mendapatkan kemajuan seleksi yang besar dan cepat.
Pada tanaman, ada banyak metode untuk menduga nilai heritabilitas dan
komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara antara
lain dengan perhitungan ragam turunan; dengan regresi parent-offspring; dengan
perhitungan komponen ragam dari analisis ragam; dan dengan rancangan
persilangan. Metode yang digunakan untuk menduga nilai tersebut tergantung
dari populasi yang dimiliki oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai. Tulisan
3
ini akan membahas mengenai metode untuk mencari nilai heritabilitas dari
berbagai populasi serta menduga kemajuan seleksi.
B. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN PERHITUNGAN
RAGAM TURUNAN
B. 1. Menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2
Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2
sering digunakan oleh pemulia tanaman. P1 dan P2 merupakan galur murni,
sedangkan F1 merupakan turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2
merupakan turunan keduanya. Ragam fenotipe (σ2
p) diduga dari σ2
F2. Ragam
lingkungan (σ2
E) diduga dari (σ2
p1 + σ2
p2 + σ2
F1)/3. Ragam genotipe (σ2
g) diduga
dari σ2
p - σ2
E. Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
σ2
g
h2
(BS) = -------- x 100%
σ2
p
Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri.
Keunggulan metode ini adalah populasi yang digunakan tidak terlalu besar.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah sulit dilakukan untuk tanaman yang
secara teknis susah penyerbukan silang buatan. Heritabilitas yang diduga
merupakan heritabilitas dalam arti luas.
Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20 %; cukup tinggi
pada 20-50%; tinggi pada lebih dari 50%. Akan tetapi nilai-nilai ini sangat
tergantung dari metode dan populasi yang digunakan.
B. 2. Metode Burton
Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi F1 dan F2. F1
merupakan turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan
turunan keduanya. Ragam fenotipe (σ2
p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2
E)
diduga dari σ2
F1. Ragam genotipe (σ2
g) diduga dari σ2
p - σ2
E. Metode ini sering
dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga
merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
σ2
F2 - σ2
F1
4
h2
(BS) = ------------------ x 100%
σ2
F2
B. 3. Menggunakan pendugaan ragam lingkungan tidak langsung – metode
Mahmud-Kramer (Broad Sense – per tanaman)
Kadang-kadang populasi F1 sangat sedikit diperoleh, sehingga metode ini
sangat baik untuk diterapkan. Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi
P1, P2, dan F2. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F2 merupakan
turunan kedua. Ragam fenotipe (σ2
p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2
E)
diduga dari √(σ2
P1)( σ2
P2). Ragam genotipe (σ2
g) diduga dari σ2
p - σ2
E. Metode ini
sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga
merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
σ2
F2 - √ (σ2
P1)( σ2
P2)
h2
(BS) = ------------------------- x 100%
σ2
F2
B. 4. Metode Weber
Pendugaan heritabilitas menggunakan metode ini memakai data populasi
P1, P2, F1 dan F2. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F1 merupakan
turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan
keduanya. Ragam fenotipe (σ2
p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2
E) diduga
dari [(σ2
P1)( σ2
P2)( σ2
F1)]1/3
. Ragam genotipe (σ2
g) diduga dari σ2
p - σ2
E. Metode ini
sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga
merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
σ2
F2 - [(σ2
P1)( σ2
P2)( σ2
F1)]1/3
h2
(BS) = ----------------------------------- x 100%
σ2
F2
B. 5. Metode Kalton, Smit dan Leffel
Pada tanaman yang membiak secara vegetatif atau tanaman hasil mutasi,
metode ini merupakan metode alternatif yang dapat digunakan. Ragam
lingkungan diduga menggunakan ragam antar klon (σ2
S0 = σ2
C), sedangkan ragam
5
fenotipe diduga dari turunan hasil selfing klon atau hasil mutasi dari klon (σ2
S1).
Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
σ2
S1 - σ2
S0
h2
(BS) = ------------------ x 100%
σ2
S1
B. 6. Realized Heritability
Heritabilitas suatu karakter dapat diduga mengunakan besarnya kemajuan
seleksi suatu populasi. Rumus yang digunakan adalah:
h2
= R/S
= (xF3 - xF2)/( xSF2 + xF2)
Dimana xF3 merupakan nilai tengah populasi F3 hasil seleksi dari F2; xF2
merupakan nilai tengah populasi F2; xSF2 merupakan nilai tengah tanaman F2 yang
terseleksi.
B. 7. Metode Backcross-J. Warner
Metode ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan heritabilitas
dalam arti sempit.
2 σ2
F2 – (σ2
B1 + σ2
B2)
h2
(NS) = -------------------------- x 100%
σ2
F2
dimana σ2
F2 merupakan ragam diantara tanaman populasi F2 single cross P1 x P2;
σ2
B1 merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 1 (F1 x
P1); σ2
B2 merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 2
(F1 x P2); 2 σ2
F2 – (σ2
B1 + σ2
B2) merupakan komponen ragam genetik aditif (σ2
A);
σ2
F2 merupakan ragam fenotipe.
C. Pendugaan heritabilitas menggunakan regresi parent-offspring
Data regresi antara tetua dengan turunannya dapat digunakan untuk
menduga heritablitas. Heritablitas yang diperoleh merupakan heritablitas dalam
arti sempit. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
6
Cov (tetua & turunan)
b = ---------------------------
σ2
tetua
Heritabilitas untuk tanaman menyerbuk sendiri :
h2
(NS) = b x 100%
Heritabilitas untuk tanaman menyerbuk silang :
h2
(NS) = 2 b x 100%
D. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN PENDUGAAN
KOMPONEN RAGAM HASIL ANALISIS RAGAM
D. 1. Percobaan pada berbagai kombinasi lokasi dan musim
Tabel 1. Anova dan Nilai Harapan Percobaan pada berbagai kombinasi
Lokasi dan Musim
No Sumber
Keragaman
Derajat Bebas Kuadrat
Tengah
Nilai Harapan
1. Satu lokasi dalam satu musim
Ulangan (r-1)
Genotipe (G) (g-1) M2 σ2
e + r(σ2
g+σ2
gl+ σ2
gy+ σ2
gly)
Galat (r-1)(g-1) M1 σ2
e
2. Satu lokasi dalam beberapa musim
Musim (M) (m-1)
Ulangan/M m(r-1) -
Genotipe (G) (g-1) M3 σ2
e+r(σ2
gy+σ2
gly)+ry(σ2
g+σ2
gl)
Geno x msm (r-1)(m-1) M2 σ2
e+r(σ2
gy+σ2
gly)
Galat Y(r-1)(g-1) M1 σ2
e
3. Satu musim dalam beberapa lokasi
Lokasi (L) (l-1) -
Ulangan/Lok l(r-1) -
Genotipe (G) (g-1) M3 σ2
e+r(σ2
gl+σ2
gly)+ry(σ2
g+σ2
gy)
Geno x lok (r-1)(l-1) M2 σ2
e+r(σ2
gl+σ2
gly)
Galat l(r-1)(g-1) M1 σ2
e
4. Beberapa musim dan beberapa lokasi
Lokasi (L) (l-1) M9 -
Musim (M) (m-1) M8 -
L x M (l-1) (m-1) M7 -
Replk./LM (r-1) lm M6 -
Genotipe (G) (g-1) M5 σ2
e+rσ2
glm+lrσ2
gm+rmσ2
gl+lrmσ2
g
L x G (l-1) (g-1) M4 σ2
e + rσ2
glm + rmσ2
gl
M x G (m-1) (g-1) M3 σ2
e + rσ2
glm + rlσ2
gm
L x M x G (l-1) (m-1) (g-1) M2 σ2
e + rσ2
glm
Gx Rep/LM (g-1) (r-1) lm M1 σ2
e
7
Pada percobaan satu lokasi dan satu musim, maka heritabilitas dapat
diduga dengan perhitungan sebagai berikut:
M2 – M1
σ2
g = ----------------
r
σ2
g
h2
(BS) = ------------------- x 100%
σ2
g + σ2
e/r
Pada percobaan beberapa lokasi dan beberapa musim, maka heritabilitas
dapat diduga dengan perhitungan sebagai berikut:
σ2
e = M1
M2 – M1
σ2
glm = -----------
r
M3 – M2
σ2
gm = -----------
r.l
M4 – M2
σ2
gl = -------------
r.m
M5 – (M4 + M3 – M2)
σ2
g = ---------------------------
l.r.m
σ2
P = σ2
g + σ2
gl/l + σ2
gm/m + σ2
glm/lm + σ2
e/rlm
σ2
g
h2
(BS) = -------- x 100%
σ2
p
D. 2. Burton dan DeVane untuk Genotipe yang Diperbanyak secara Klonal
Pada tanaman yang dibiakkan secara vegetatif, selain metode Kalton, Smit
dan Leffel, metode Burton dan DeVane dapat digunakan. Data yang dipakai
adalah analisis ragam seperti pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Analisis Ragam dan Nilai Harapan untuk Genotipe Diperbanyak Klonal
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas Kuadrat
Tengah
Nilai Harapan
E (MS)
Blok (r-1)
Klonal (c-1) M2 σ2
e + rσ2
c
Galat (r-1)(c-1) M1 σ2
e
Cara perhitungan heritabilitas adalah sebagai berikut:
σ2
C
h2
(BS) = ---------------- x 100%
σ2
C + σ2
e
E. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN RANCANGAN
PERSILANGAN
E. 1. Rancangan Persilangan dialel
Rancangan persilangan dialel meliputi semua atau sebagian persilangan
single cross yang mungkin, termasuk resiprok dan selfingnya. Ada tiga
kemungkinan silang dialel yaitu single cross tanpa resiprokal dan selfing; single
cross dengan resiprokal; dan single cross dengan resiprokal dan selfing. Tetua
single cross merupakan individu yang diambil secara acak dari suatu populasi.
Ragam yang ada diantara persilangan tersebut adalah ragam half sib dan ragam
full sib.
Penampilan half sib famili ditentukan oleh nilai tengah semua penampilan
persilangan dari seluruh persilangan dengan tetua yang sama. Ragam diantara
famili-famili half sib merupakan penduga GCA (general combining ability atau
kemampuan daya gabung umum).
Famili full sib adalah persilangan dua tetua, karenanya jumlah full sib
dalam dialel sama dengan jumlah single cross yang dievaluasi. Penampilan famili
full sib adalah pendugaan SCA (specific combining ability atau kemampuan daya
gabung khusus).
Komponen ragam genetik yang menyangkut kovarian half sib (Cov HS)
dan kovarian full sib (Cov FS) tergantung dari nilai inbreeding (F) dan genotipe
tetua yang digunakan dalam dialel. Bila tetuanya adalah tanaman F2 atau tanaman
9
S0 atau galur yang diturunkan dari populasi tersebut, dimana nilai F = 0, maka
komponen ragam genetiknya adalah
Cov HS = 1/4 σ2
A + 1/16 σ2
AA + epistasis aditif tingkat tinggi
Cov FS = 1/2 σ2
A + 1/4 σ2
D + 1/4 σ2
AA + aditif dan dominan epistasis
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif
dan dominan sebagai berikut:
σ2
A = 4 Cov HS
σ2
D = 4 (Cov FS-2Cov HS)
Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai F = 1,
maka:
Cov HS = 1/2 σ2
A + 1/4 σ2
AA + epistasis aditif tingkat tinggi
Cov FS = σ2
A + σ2
D + σ2
AA + aditif dan dominan epistasis
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan
dominan sebagai berikut:
σ2
A = 2 Cov HS
σ2
D = Cov FS-2Cov HS.
Anova dengan nilai harapan silang dialel untuk tetua dari galur murni dengan
persilangan tanpa resiprokal dan selfing,dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Ragam dan Nilai Harapan Percobaan Silang Dialel
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas Kuadrat
Tengah
Nilai Harapan
E (MS)
Blok (r-1)
Persilangan [n(n-1)/2]-1 M4 σ2
e + rσ2
p
GCA (n-1) M3 σ2
e + r(Cov FS – 2 Cov HS) +
r (n-2) Cov HS
SCA [n(n-3]/2 M2 σ2
e + r (Cov FS-2 Cov HS)
Galat [(r-1)(n(n-1)/2]-1 M1 σ2
e
Total nr-1
Bila tidak ada epistasis maka:
M3 = σ2
e + r(Cov FS – 2 Cov HS) + r (n-2) Cov HS
= σ2
e + r(σ2
D) + [r (n-2)]/2 σ2
A
M2 = σ2
e + r (Cov FS-2 Cov HS)
= σ2
e + r (σ2
D)
10
Dengan demikian dapat diperoleh:
σ2
A = (M3 – M2) 2/(r(n-2))
σ2
D = (M2 – M1)/r
E. 2. Rancangan Noth Carolina I
Sejak diperkenalkan oleh Comstock dan Robinson tahun 1948, rancangan
Rancangan Noth Carolina telah digunakan oleh banyak pemulia tanaman untuk
menduga komponen ragam genetik dalam populasi tanaman. Misalnya,
Rancangan Noth Carolina I telah berhasil digunakan untuk menduga komponen
ragam mentimun acar pada percobaan Wehner, 1984. Rancangan tersebut
digunakan untuk menduga heritabilitas dari penurunan kadar gula mentimun acar.
M1 M2 M3 M4
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12
Gambar 1. Bagan Rancangan Persilangan Noth Carolina I
Materi genetik diambil dari populasi secara acak, sebagai tetua betina dan
tetua jantan. Setiap jantan disilangkan kepada satu kelompok betina (yang sama
jumlahnya), maka akan terbentuk Pm x Pf single cross (Pm : adalah tetua jantan;
Pf : adalah tetua betina) sebanyak m x f single cross. Turunannya ditanam
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Ragam diantara single cross
terdiri dari ragam diantara jantan dan ragam diantara betina dalam jantan
(bersarang). Bagan rancangan persilangan dapat dilihat pada Gambar 1. Anova
dari Rancangan Persilangan Noth Carolina I dapat dilihat pada Tabel 4 dan
Tabel 5.
11
Tabel 4. Analisis Ragam Rancangan Persilangan Noth Carolina I yang Berasal
dari Satu Set Populasi
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas Kuadrat
Tengah
Nilai Harapan
E (MS)
Blok (r-1)
Jantan (m-1) M3 σ2
e + rσ2
f/m + rfσ2
m
Betina/Jantan m(f-1) M2 σ2
e + rσ2
f/m
Galat (r-1)(mf-1) M1 σ2
e
Tabel 5. Analisis Ragam Rancangan Persilangan Noth Carolina I yang Berasal
dari Beberapa Set Populasi pada Beberapa Musim
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Nilai Harapan
E (MS)
Musim (S) (s-1)
Set (St) (st-1)
Rep/St st(r-1)
S x Rep/St st(s-1)(r-1)
Jantan/St (M/St) st(m-1) M5 σ2
e + rσ2
sxf/m/st + rsσ2
f/m/st + rfσ2
sxm/st+
rfsσ2
m/st
S x M/St st(s-1)(m-1) M4 σ2
e + rσ2
sxf/m/st + rfσ2
sxm/st
Betina/M/St st x m(f-1) M3 σ2
e + rσ2
sxf/m/st + rsσ2
f/m/st
S x Betina/M/St M2 σ2
e + rσ2
sxf/m/st
Galat sstmf(r-1) M1 σ2
e
Dari Tabel 4, dapat dicari nilai ragam aditif dan dominan:
M3 = σ2
e + rσ2
f/m + rfσ2
m
M2 = σ2
e + rσ2
f/m
σ2
m = (M3 – M2)/rf dimana σ2
m = Cov HS
σ2
f/m = (M2 – M1)/r dimana σ2
f/m = Cov FS
Bila tetuanya non inbred (bukan galur murni) maka F = 0 sehingga
Cov HS = 1/4 σ2
A + 1/16 σ2
AA + epistasis aditif tingkat tinggi
Cov FS = 1/2 σ2
A + 1/4 σ2
D + 1/4 σ2
AA + aditif dan dominan epistasis
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan
dominan sebagai berikut:
σ2
A = 4 Cov HS = 4 (M3 – M2)/rf
σ2
D = 4 (Cov FS-2Cov HS) = 4{(M2 – M1)/r – [1/2(σ2
A)]}
Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai
F = 1, maka:
12
Cov HS = 1/2 σ2
A + 1/4 σ2
AA + epistasis aditif tingkat tinggi
Cov FS = σ2
A + σ2
D + σ2
AA + aditif dan dominan epistasis
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan
dominan sebagai berikut:
σ2
A = 2 Cov HS = 2 (M3 – M2)/rf
σ2
D = Cov FS-2Cov HS = (M2 – M1)/r – [1/2(σ2
A)]
Asumsi yang digunakan pada rancangan persilangan Noth Carolina I
adalah:
1. Perilaku tanaman diploid
2. Tidak ada efek maternal
3. Tidak ada keterpautan
4. Tidak ada epistasis
E. 3. Rancangan Noth Carolina II
Pada rancangan Noth Carilian II, tetua diambil secara acak dari suatu
populasi, satu bagian jantan dan satu bagian betina dengan jumlah sama atau tidak
sama. Setiap tanaman jantan disilangkan dengan setiap betina, tanpa selfing.
Rancangan persilangannya adalah faktorial (Tabel 6). Asumsi yang digunakan
sam dengan rancangan persilangan Noth Carolina I.
Tabel 6. Rancangan Persilangan Noth Carolina II
Tetua BetinaTetua Jantan
F1 F2 F3 F4
M1 X X X X
M2 X X X X
M3 X X X X
Ragam diantara persilangan terdiri dari ragam jantan, ragam betina dan
ragam interaksi antara jantan dan betina. Bila tetuanya non inbred (bukan galur
murni) maka F = 0 sehingga Cov HSm dan Cov HSf = 1/4 σ2
A + 1/16 σ2
AA +
epistasis aditif tingkat tinggi
13
Tabel 7. Analisis Ragam Noth Carolina II untuk Satu Lingkungan
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan
E (MS)
Blok (r-1)
Jantan (m-1) M4 σ2
e + rσ2
fm + rfσ2
m
Betina (f-1) M3 σ2
e + rσ2
fm + rmσ2
f
Betina x Jantan (m-1) (f-1) M2 σ2
e + rσ2
fm
Galat (r-1)(mf-1) M1 σ2
e
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif
dan dominan sebagai berikut:
σ2
A = 4 Cov HSm = 4 (M4 – M2)/rf
= 4 Cov HSf = 4 (M3 – M2)/rm
Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai F = 1,
maka:
Cov HS = 1/2 σ2
A + 1/4 σ2
AA + epistasis aditif tingkat tinggi
Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan
dominan sebagai berikut:
σ2
A = 2 Cov HSm = 2 (M4 – M2)/rf
= 2 Cov HSf = 2 (M4 – M2)/rm
σ2
D = Cov FS - (Cov HSm + Cov HSf) = (M2 – M1)/r
σ2
P(FS) = (σ2
m + σ2
f)/2 + σ2
fm + (σ2
e)/(r)
h2
(FS) = 1/2 [(σ2
A)/ σ2
P(FS)]
F. KEMAJUAN SELEKSI
Apabila seleksi telah dilakukan terhadap suatu populasi tanaman,
diharapkan turunan dari tanaman terpilih akan memberikan hasil yang lebih baik.
Atau dengan kata lain kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan
hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi (G = xFn - xF(n-1)).
Misalkan pada contoh 6 nilai tengah F2 dan F3 sebagai berikut: xF2 = 0.82 kg; dan
xF3 = 0.93 kg maka kemajuan seleksinya adalah G = 0.93 - 0.82 = 0.11.
14
Besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh dapat diperkirakan dengan
menghitung kemajuan seleksi secara secara teoritis. Untuk dapat memperkirakan
besarnya kemajuan seleksi, diperlukan pengertian secara baik tentang populasi
beserta keragamannya dan pengetahuan tentang besarnya angka heritabilitas.
Perkiraan itu dapat dihitung dengan rumus:
G = (S) (h2
); jika S = (i) (σP) maka
G = (i) (σP) (h2
)
Dimana S merupakan diferensial seleksi yaitu selisih antara nilai tengah tanaman
terseleksi dengan nilai tengah populasinya (x1 – x0); i merupakan intensitas
seleksi; σP adalah simpangan baku fenotipe populasi; h2
adalah heritabilitas
populasi tersebut.
Nilai intensitas seleksi (i) sangat tergantung pada jumlah individu yang
terpilih dari populasi awal. Perbandingan antara jumlah individu yang terseleksi
dengan jumlah individu awal dinamakan persentase seleksi. Besarnya nilai
intensitas seleksi akan menurun seiring dengan meningkatkanya persentase
seleksi. Untuk n seleksi dapat diperkirakan dengan rumus:
xn = n G + xn
Akan tetapi perkiraan tersebut dengan asumsi model linier, jika kuadratik akan
mempunyai pola yang berbeda. Satu siklus seleksi meliputi pembentukan populasi
bersegregasi, pembentukan genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe-
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 127
X0 X1
Populasi awal Populasi turunan
hasil seleksi
Tanaman
terpilih
G
Xs
15
genotipe, seleksi genotipe-genotipe superior dan pemanfaatan genotipe-genotipe
terseleksi. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi, tergantung strategi
pada metode seleksi.
Perkiraan kemajuan seleksi akan sangat tergantung dari nilai heritabilitas,
simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi dan intensitas seleksi. Jika
heritabilitasnya tinggi maka kemajuan seleksi yang akan diperoleh akan semakin
baik. Pada heritabilitas dan simpangan baku fenotipe tertentu, kemajuan seleksi
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi (melalui penurunan
persentase seleksi). Akan tetapi persentase seleksi juga harus memperhatikan
jumlah tanaman yang diseleksi. Persentase seleksi yang rendah akan berpotensi
menyebabkan efek inbreeding (terutama pada tanaman menyerbuk silang).
Tabel 8. Intensitas Seleksi dan Persentase Seleksi
i (%) i (%)
3.00 0.3 1.80 9.00
2.80 0.7 1.76 10.0
2.64 1.0 1.60 14.0
2.60 1.2 1.40 20.0
2.42 2.0 1.20 28.0
2.40 2.1 1.16 30.0
2.20 3.6 1.00 38.0
2.06 5.0 0.80 50.0
2.00 5.8
G. DAFTAR PUSTAKA
Baihaki, A. 2000. Teknik rancang dan analisis penelitian pemuliaan. Diktat
Kuliah. Fakultas Pertanian, UNPAD.
Becker, W.A. 1985. Manual of quantitative genetics. Fourth Edition. Academic
Enterprises. Pullman, Washington.
Falconer, S.D. 1985. Introduction to quatitative genetics. Second Edition.
Longmen. London and New York.
Noor, R.R. 2001. Genetika kuantitaif hewan/ternak. Diktat Kuliah. Fakultas
Pertanakan, IPB.
Singh, R.K. and R.D. Cahudary.1979. Biometrical methods in quantitative genetic
analysis. Kalyani Publishers. New Delhi.
16
Strefeler, M.S. and T.C. Wehner. 1986. Estimates of heritabilities and genetic
variances of three yield and five quality traits in three fresh-market cucumber
population. J. Amer. Soc. Hort.Sci. 111(4) : 599-605.
Wehner, T.C. 1984. Estimates of heritabilities and variances component for low
temperature germaination ability in cucumber J. Amer. Soc. Hort.Sci. 109 :
664-667.
Weir, B.S. 1996. Genetic data analysis II. Sinauer Associates, Inc. Publisers.
Sunderland, Massachusetts.

More Related Content

What's hot

Makalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventifMakalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventif
Septian Muna Barakati
 
Uji BNT
Uji BNTUji BNT
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
novhitasari
 
V.genetika mendel edit
V.genetika mendel editV.genetika mendel edit
V.genetika mendel edit
Sirod Judin
 
Produksi, sertifikasi, peredaran benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...
Produksi, sertifikasi, peredaran  benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...Produksi, sertifikasi, peredaran  benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...
Produksi, sertifikasi, peredaran benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...Hari Prasetyo
 
Mpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossedMpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossed
Andrew Hutabarat
 
Interaksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanamanInteraksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanaman
Tidar University
 
Rancangan acak lengkap (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL)Rancangan acak lengkap (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL)
Muhammad Eko
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihUnhy Doel
 
Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)
Muhammad Luthfan
 
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Rancangan Acak Kelompok (RAK)Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Rancangan Acak Kelompok (RAK)Ade Setiawan
 
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)Issuchii Liescahyani
 
Bakteri penyakit pada tanaman
Bakteri penyakit pada tanamanBakteri penyakit pada tanaman
Bakteri penyakit pada tanaman
Ali Babang
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
dyahpuspita73
 
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...Hari Prasetyo
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
Moh Masnur
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
UNESA
 
Makalah teknologi benih lanjutan
Makalah teknologi benih lanjutanMakalah teknologi benih lanjutan
Makalah teknologi benih lanjutan
agronomy
 
Kerangka tumbuhan dan modifikasinya
Kerangka tumbuhan dan modifikasinyaKerangka tumbuhan dan modifikasinya
Kerangka tumbuhan dan modifikasinya
Fahrur Aziz
 

What's hot (20)

Makalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventifMakalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventif
 
Uji BNT
Uji BNTUji BNT
Uji BNT
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
 
V.genetika mendel edit
V.genetika mendel editV.genetika mendel edit
V.genetika mendel edit
 
Produksi, sertifikasi, peredaran benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...
Produksi, sertifikasi, peredaran  benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...Produksi, sertifikasi, peredaran  benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...
Produksi, sertifikasi, peredaran benih hortikultura (permentan no. 48 tahun ...
 
Mpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossedMpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossed
 
Interaksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanamanInteraksi hama dan tanaman
Interaksi hama dan tanaman
 
Rancangan acak lengkap (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL)Rancangan acak lengkap (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL)
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benih
 
Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)
 
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Rancangan Acak Kelompok (RAK)Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
 
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)
Pengambilan contoh benih (materi analisis mutu benih)
 
Bakteri penyakit pada tanaman
Bakteri penyakit pada tanamanBakteri penyakit pada tanaman
Bakteri penyakit pada tanaman
 
9. pengujian-benih
9. pengujian-benih9. pengujian-benih
9. pengujian-benih
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
 
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...
Produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina (permentan no. 2 tahun 2014) u...
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...
 
Makalah teknologi benih lanjutan
Makalah teknologi benih lanjutanMakalah teknologi benih lanjutan
Makalah teknologi benih lanjutan
 
Kerangka tumbuhan dan modifikasinya
Kerangka tumbuhan dan modifikasinyaKerangka tumbuhan dan modifikasinya
Kerangka tumbuhan dan modifikasinya
 

More from Andrew Hutabarat

Jabs 0910 213
Jabs 0910 213Jabs 0910 213
Jabs 0910 213
Andrew Hutabarat
 
Format proposal 2
Format proposal 2Format proposal 2
Format proposal 2
Andrew Hutabarat
 
Format laporan acara 1
Format laporan acara 1Format laporan acara 1
Format laporan acara 1
Andrew Hutabarat
 
Sistem Komputer
Sistem KomputerSistem Komputer
Sistem Komputer
Andrew Hutabarat
 
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada TanamanKonsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Andrew Hutabarat
 
Contoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiahContoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiah
Andrew Hutabarat
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Andrew Hutabarat
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 indKuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Andrew Hutabarat
 
Integrated weed
Integrated weedIntegrated weed
Integrated weed
Andrew Hutabarat
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
Andrew Hutabarat
 
The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014
Andrew Hutabarat
 
Site dan mode of action
Site dan mode of actionSite dan mode of action
Site dan mode of action
Andrew Hutabarat
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
Andrew Hutabarat
 
Managemen gulma
Managemen gulmaManagemen gulma
Managemen gulma
Andrew Hutabarat
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Andrew Hutabarat
 
I gulma l2
I gulma l2I gulma l2
I gulma l2
Andrew Hutabarat
 
Ecologi gulma
Ecologi gulmaEcologi gulma
Ecologi gulma
Andrew Hutabarat
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Andrew Hutabarat
 
Ekotanjut1
Ekotanjut1Ekotanjut1
Ekotanjut1
Andrew Hutabarat
 
The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015
Andrew Hutabarat
 

More from Andrew Hutabarat (20)

Jabs 0910 213
Jabs 0910 213Jabs 0910 213
Jabs 0910 213
 
Format proposal 2
Format proposal 2Format proposal 2
Format proposal 2
 
Format laporan acara 1
Format laporan acara 1Format laporan acara 1
Format laporan acara 1
 
Sistem Komputer
Sistem KomputerSistem Komputer
Sistem Komputer
 
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada TanamanKonsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
 
Contoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiahContoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiah
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 indKuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
 
Integrated weed
Integrated weedIntegrated weed
Integrated weed
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014
 
Site dan mode of action
Site dan mode of actionSite dan mode of action
Site dan mode of action
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
 
Managemen gulma
Managemen gulmaManagemen gulma
Managemen gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
 
I gulma l2
I gulma l2I gulma l2
I gulma l2
 
Ecologi gulma
Ecologi gulmaEcologi gulma
Ecologi gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
 
Ekotanjut1
Ekotanjut1Ekotanjut1
Ekotanjut1
 
The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015
 

Recently uploaded

ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdfLaporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
OcitaDianAntari
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF  KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARAwebinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF  KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
RazefZulkarnain1
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptxALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
rusinaharva1
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
KotogadangKependuduk
 
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptxmateri sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
srihardiyanty17
 
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AdeRinaMuliawati1
 
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
JokoPramono34
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.pptMeet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
RosmalahUMK
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
asepridwan50
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
SholahuddinAslam
 

Recently uploaded (20)

ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdfLaporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF  KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARAwebinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF  KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
webinar DISEMINASI BUDAYA POSITIF KOMBEL GUGUS KIHAJAR DEWANTARA
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptxALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
 
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptxmateri sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
 
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
 
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.pptMeet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
Meet 6 Pengembangan konsep pembangunan-pertanian.ppt
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
 

Muh syukur

  • 1. © Muhamad Syukur Posted 18 June 2005 Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Program S3 Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Semester Genap 2005 Dosen Pembina : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto Dr. Ir. Hardjanto, MS PENDUGAAN PARAMETER GENETIK PADA TANAMAN Disusun Oleh: Muhamad Syukur A361030011/AGR muhsyukur@yahoo.com ABSTRAK Pada tanaman, ada banyak metode untuk menduga parameter genetik (nilai heritabilitas dan komponen ragam). Metode yang digunakan untuk menduga nilai tersebut tergantung dari populasi yang dimiliki oleh pemulia tanaman dan tujuan yang ingin dicapai. Secara garis besar metode tersebut meliputi: pendugaan heritabilitas menggunakan perhitungan ragam turunan; pendugaan heritabilitas menggunakan regresi parent-offspring; pendugaan heritabilitas menggunakan pendugaan komponen ragam hasil analisis ragam; dan pendugaan heritabilitas menggunakan rancangan persilangan. Masing- masing metode mempunyai keunggulan dan kelemahannya. Kata kunci: heritabilitas, ragam genetik, kemajuan seleksi A. PENDAHULUAN Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan, oleh karena itu pendugaan besarannya perlu dilakukan. Ragam yang diukur dari suatu populasi untuk karakter tertentu merupakan ragam fenotipe. Ragam fenotipe sebenarnya terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan serta interaksi antara ragam genetik dan lingkungan. Ragam genetik itu sendiri terdiri dari ragam genetik aditif (σ2 A), ragam genetik dominan (σ2 D) dan ragam genetik epistasis (σ2 I); dimana σ2 g = σ2 A + σ2 D + σ2 I. Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan diantara kerabat (antara tetua dengan turunannya). Ragam ini merupakan efek rata-rata
  • 2. 2 gen; fungsi dari derajat dimana perubahan fenotipe, karena terjadinya seleksi. Ragam genetik dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara kerabat. Ragam ini merupakan basis utama bagi heterosis dan kemampuan daya gabung (combining ability). Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap populasi bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Dalam kaitan ini, penting diketahui peluang terseleksinya individu yang secara fenotipe menghasilkan turunan yang sama miripnya dengan individu terseleksi tadi. Misalkan dalam suatu populasi dijumpai ragam genetik tinggi untuk suatu karakter dan ragam fenotipenya rendah, maka dapat diramalkan bahwa turunan individu terseleksi akan mirip dengan dirinya untuk karakter tersebut; dan sebaliknya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%). Sesuai dengan komponen ragam genetiknya, heritablitas dibedakan menjadi heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritablitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotipe (h2 (BS) = σ2 G / σ2 P). Sedangkan heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h2 (NS) = σ2 A / σ2 P). Umumnya heritabilitas dalam arti sempit banyak mendapatkan perhatian karena pengaruh aditif dari tiap alelnya diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Kontribusi penampilan tidak tergantung pada adanya interaksi antar alel. Dalam pemuliaan tanaman, seleksi sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen aditif diharapkan mendapatkan kemajuan seleksi yang besar dan cepat. Pada tanaman, ada banyak metode untuk menduga nilai heritabilitas dan komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara antara lain dengan perhitungan ragam turunan; dengan regresi parent-offspring; dengan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam; dan dengan rancangan persilangan. Metode yang digunakan untuk menduga nilai tersebut tergantung dari populasi yang dimiliki oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai. Tulisan
  • 3. 3 ini akan membahas mengenai metode untuk mencari nilai heritabilitas dari berbagai populasi serta menduga kemajuan seleksi. B. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN PERHITUNGAN RAGAM TURUNAN B. 1. Menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2 Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2 sering digunakan oleh pemulia tanaman. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F1 merupakan turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan keduanya. Ragam fenotipe (σ2 p) diduga dari σ2 F2. Ragam lingkungan (σ2 E) diduga dari (σ2 p1 + σ2 p2 + σ2 F1)/3. Ragam genotipe (σ2 g) diduga dari σ2 p - σ2 E. Cara perhitungan adalah sebagai berikut: σ2 g h2 (BS) = -------- x 100% σ2 p Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Keunggulan metode ini adalah populasi yang digunakan tidak terlalu besar. Sedangkan kelemahan metode ini adalah sulit dilakukan untuk tanaman yang secara teknis susah penyerbukan silang buatan. Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20 %; cukup tinggi pada 20-50%; tinggi pada lebih dari 50%. Akan tetapi nilai-nilai ini sangat tergantung dari metode dan populasi yang digunakan. B. 2. Metode Burton Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi F1 dan F2. F1 merupakan turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan keduanya. Ragam fenotipe (σ2 p) diduga dari σ2 F2. Ragam lingkungan (σ2 E) diduga dari σ2 F1. Ragam genotipe (σ2 g) diduga dari σ2 p - σ2 E. Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut: σ2 F2 - σ2 F1
  • 4. 4 h2 (BS) = ------------------ x 100% σ2 F2 B. 3. Menggunakan pendugaan ragam lingkungan tidak langsung – metode Mahmud-Kramer (Broad Sense – per tanaman) Kadang-kadang populasi F1 sangat sedikit diperoleh, sehingga metode ini sangat baik untuk diterapkan. Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi P1, P2, dan F2. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F2 merupakan turunan kedua. Ragam fenotipe (σ2 p) diduga dari σ2 F2. Ragam lingkungan (σ2 E) diduga dari √(σ2 P1)( σ2 P2). Ragam genotipe (σ2 g) diduga dari σ2 p - σ2 E. Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut: σ2 F2 - √ (σ2 P1)( σ2 P2) h2 (BS) = ------------------------- x 100% σ2 F2 B. 4. Metode Weber Pendugaan heritabilitas menggunakan metode ini memakai data populasi P1, P2, F1 dan F2. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F1 merupakan turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan keduanya. Ragam fenotipe (σ2 p) diduga dari σ2 F2. Ragam lingkungan (σ2 E) diduga dari [(σ2 P1)( σ2 P2)( σ2 F1)]1/3 . Ragam genotipe (σ2 g) diduga dari σ2 p - σ2 E. Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan adalah sebagai berikut: σ2 F2 - [(σ2 P1)( σ2 P2)( σ2 F1)]1/3 h2 (BS) = ----------------------------------- x 100% σ2 F2 B. 5. Metode Kalton, Smit dan Leffel Pada tanaman yang membiak secara vegetatif atau tanaman hasil mutasi, metode ini merupakan metode alternatif yang dapat digunakan. Ragam lingkungan diduga menggunakan ragam antar klon (σ2 S0 = σ2 C), sedangkan ragam
  • 5. 5 fenotipe diduga dari turunan hasil selfing klon atau hasil mutasi dari klon (σ2 S1). Cara perhitungan adalah sebagai berikut: σ2 S1 - σ2 S0 h2 (BS) = ------------------ x 100% σ2 S1 B. 6. Realized Heritability Heritabilitas suatu karakter dapat diduga mengunakan besarnya kemajuan seleksi suatu populasi. Rumus yang digunakan adalah: h2 = R/S = (xF3 - xF2)/( xSF2 + xF2) Dimana xF3 merupakan nilai tengah populasi F3 hasil seleksi dari F2; xF2 merupakan nilai tengah populasi F2; xSF2 merupakan nilai tengah tanaman F2 yang terseleksi. B. 7. Metode Backcross-J. Warner Metode ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan heritabilitas dalam arti sempit. 2 σ2 F2 – (σ2 B1 + σ2 B2) h2 (NS) = -------------------------- x 100% σ2 F2 dimana σ2 F2 merupakan ragam diantara tanaman populasi F2 single cross P1 x P2; σ2 B1 merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 1 (F1 x P1); σ2 B2 merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 2 (F1 x P2); 2 σ2 F2 – (σ2 B1 + σ2 B2) merupakan komponen ragam genetik aditif (σ2 A); σ2 F2 merupakan ragam fenotipe. C. Pendugaan heritabilitas menggunakan regresi parent-offspring Data regresi antara tetua dengan turunannya dapat digunakan untuk menduga heritablitas. Heritablitas yang diperoleh merupakan heritablitas dalam arti sempit. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
  • 6. 6 Cov (tetua & turunan) b = --------------------------- σ2 tetua Heritabilitas untuk tanaman menyerbuk sendiri : h2 (NS) = b x 100% Heritabilitas untuk tanaman menyerbuk silang : h2 (NS) = 2 b x 100% D. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN PENDUGAAN KOMPONEN RAGAM HASIL ANALISIS RAGAM D. 1. Percobaan pada berbagai kombinasi lokasi dan musim Tabel 1. Anova dan Nilai Harapan Percobaan pada berbagai kombinasi Lokasi dan Musim No Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan 1. Satu lokasi dalam satu musim Ulangan (r-1) Genotipe (G) (g-1) M2 σ2 e + r(σ2 g+σ2 gl+ σ2 gy+ σ2 gly) Galat (r-1)(g-1) M1 σ2 e 2. Satu lokasi dalam beberapa musim Musim (M) (m-1) Ulangan/M m(r-1) - Genotipe (G) (g-1) M3 σ2 e+r(σ2 gy+σ2 gly)+ry(σ2 g+σ2 gl) Geno x msm (r-1)(m-1) M2 σ2 e+r(σ2 gy+σ2 gly) Galat Y(r-1)(g-1) M1 σ2 e 3. Satu musim dalam beberapa lokasi Lokasi (L) (l-1) - Ulangan/Lok l(r-1) - Genotipe (G) (g-1) M3 σ2 e+r(σ2 gl+σ2 gly)+ry(σ2 g+σ2 gy) Geno x lok (r-1)(l-1) M2 σ2 e+r(σ2 gl+σ2 gly) Galat l(r-1)(g-1) M1 σ2 e 4. Beberapa musim dan beberapa lokasi Lokasi (L) (l-1) M9 - Musim (M) (m-1) M8 - L x M (l-1) (m-1) M7 - Replk./LM (r-1) lm M6 - Genotipe (G) (g-1) M5 σ2 e+rσ2 glm+lrσ2 gm+rmσ2 gl+lrmσ2 g L x G (l-1) (g-1) M4 σ2 e + rσ2 glm + rmσ2 gl M x G (m-1) (g-1) M3 σ2 e + rσ2 glm + rlσ2 gm L x M x G (l-1) (m-1) (g-1) M2 σ2 e + rσ2 glm Gx Rep/LM (g-1) (r-1) lm M1 σ2 e
  • 7. 7 Pada percobaan satu lokasi dan satu musim, maka heritabilitas dapat diduga dengan perhitungan sebagai berikut: M2 – M1 σ2 g = ---------------- r σ2 g h2 (BS) = ------------------- x 100% σ2 g + σ2 e/r Pada percobaan beberapa lokasi dan beberapa musim, maka heritabilitas dapat diduga dengan perhitungan sebagai berikut: σ2 e = M1 M2 – M1 σ2 glm = ----------- r M3 – M2 σ2 gm = ----------- r.l M4 – M2 σ2 gl = ------------- r.m M5 – (M4 + M3 – M2) σ2 g = --------------------------- l.r.m σ2 P = σ2 g + σ2 gl/l + σ2 gm/m + σ2 glm/lm + σ2 e/rlm σ2 g h2 (BS) = -------- x 100% σ2 p D. 2. Burton dan DeVane untuk Genotipe yang Diperbanyak secara Klonal Pada tanaman yang dibiakkan secara vegetatif, selain metode Kalton, Smit dan Leffel, metode Burton dan DeVane dapat digunakan. Data yang dipakai adalah analisis ragam seperti pada Tabel 2.
  • 8. 8 Tabel 2. Analisis Ragam dan Nilai Harapan untuk Genotipe Diperbanyak Klonal Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan E (MS) Blok (r-1) Klonal (c-1) M2 σ2 e + rσ2 c Galat (r-1)(c-1) M1 σ2 e Cara perhitungan heritabilitas adalah sebagai berikut: σ2 C h2 (BS) = ---------------- x 100% σ2 C + σ2 e E. PENDUGAAN HERITABILITAS MENGGUNAKAN RANCANGAN PERSILANGAN E. 1. Rancangan Persilangan dialel Rancangan persilangan dialel meliputi semua atau sebagian persilangan single cross yang mungkin, termasuk resiprok dan selfingnya. Ada tiga kemungkinan silang dialel yaitu single cross tanpa resiprokal dan selfing; single cross dengan resiprokal; dan single cross dengan resiprokal dan selfing. Tetua single cross merupakan individu yang diambil secara acak dari suatu populasi. Ragam yang ada diantara persilangan tersebut adalah ragam half sib dan ragam full sib. Penampilan half sib famili ditentukan oleh nilai tengah semua penampilan persilangan dari seluruh persilangan dengan tetua yang sama. Ragam diantara famili-famili half sib merupakan penduga GCA (general combining ability atau kemampuan daya gabung umum). Famili full sib adalah persilangan dua tetua, karenanya jumlah full sib dalam dialel sama dengan jumlah single cross yang dievaluasi. Penampilan famili full sib adalah pendugaan SCA (specific combining ability atau kemampuan daya gabung khusus). Komponen ragam genetik yang menyangkut kovarian half sib (Cov HS) dan kovarian full sib (Cov FS) tergantung dari nilai inbreeding (F) dan genotipe tetua yang digunakan dalam dialel. Bila tetuanya adalah tanaman F2 atau tanaman
  • 9. 9 S0 atau galur yang diturunkan dari populasi tersebut, dimana nilai F = 0, maka komponen ragam genetiknya adalah Cov HS = 1/4 σ2 A + 1/16 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi Cov FS = 1/2 σ2 A + 1/4 σ2 D + 1/4 σ2 AA + aditif dan dominan epistasis Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 4 Cov HS σ2 D = 4 (Cov FS-2Cov HS) Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai F = 1, maka: Cov HS = 1/2 σ2 A + 1/4 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi Cov FS = σ2 A + σ2 D + σ2 AA + aditif dan dominan epistasis Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 2 Cov HS σ2 D = Cov FS-2Cov HS. Anova dengan nilai harapan silang dialel untuk tetua dari galur murni dengan persilangan tanpa resiprokal dan selfing,dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Ragam dan Nilai Harapan Percobaan Silang Dialel Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan E (MS) Blok (r-1) Persilangan [n(n-1)/2]-1 M4 σ2 e + rσ2 p GCA (n-1) M3 σ2 e + r(Cov FS – 2 Cov HS) + r (n-2) Cov HS SCA [n(n-3]/2 M2 σ2 e + r (Cov FS-2 Cov HS) Galat [(r-1)(n(n-1)/2]-1 M1 σ2 e Total nr-1 Bila tidak ada epistasis maka: M3 = σ2 e + r(Cov FS – 2 Cov HS) + r (n-2) Cov HS = σ2 e + r(σ2 D) + [r (n-2)]/2 σ2 A M2 = σ2 e + r (Cov FS-2 Cov HS) = σ2 e + r (σ2 D)
  • 10. 10 Dengan demikian dapat diperoleh: σ2 A = (M3 – M2) 2/(r(n-2)) σ2 D = (M2 – M1)/r E. 2. Rancangan Noth Carolina I Sejak diperkenalkan oleh Comstock dan Robinson tahun 1948, rancangan Rancangan Noth Carolina telah digunakan oleh banyak pemulia tanaman untuk menduga komponen ragam genetik dalam populasi tanaman. Misalnya, Rancangan Noth Carolina I telah berhasil digunakan untuk menduga komponen ragam mentimun acar pada percobaan Wehner, 1984. Rancangan tersebut digunakan untuk menduga heritabilitas dari penurunan kadar gula mentimun acar. M1 M2 M3 M4 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Gambar 1. Bagan Rancangan Persilangan Noth Carolina I Materi genetik diambil dari populasi secara acak, sebagai tetua betina dan tetua jantan. Setiap jantan disilangkan kepada satu kelompok betina (yang sama jumlahnya), maka akan terbentuk Pm x Pf single cross (Pm : adalah tetua jantan; Pf : adalah tetua betina) sebanyak m x f single cross. Turunannya ditanam menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Ragam diantara single cross terdiri dari ragam diantara jantan dan ragam diantara betina dalam jantan (bersarang). Bagan rancangan persilangan dapat dilihat pada Gambar 1. Anova dari Rancangan Persilangan Noth Carolina I dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
  • 11. 11 Tabel 4. Analisis Ragam Rancangan Persilangan Noth Carolina I yang Berasal dari Satu Set Populasi Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan E (MS) Blok (r-1) Jantan (m-1) M3 σ2 e + rσ2 f/m + rfσ2 m Betina/Jantan m(f-1) M2 σ2 e + rσ2 f/m Galat (r-1)(mf-1) M1 σ2 e Tabel 5. Analisis Ragam Rancangan Persilangan Noth Carolina I yang Berasal dari Beberapa Set Populasi pada Beberapa Musim Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan E (MS) Musim (S) (s-1) Set (St) (st-1) Rep/St st(r-1) S x Rep/St st(s-1)(r-1) Jantan/St (M/St) st(m-1) M5 σ2 e + rσ2 sxf/m/st + rsσ2 f/m/st + rfσ2 sxm/st+ rfsσ2 m/st S x M/St st(s-1)(m-1) M4 σ2 e + rσ2 sxf/m/st + rfσ2 sxm/st Betina/M/St st x m(f-1) M3 σ2 e + rσ2 sxf/m/st + rsσ2 f/m/st S x Betina/M/St M2 σ2 e + rσ2 sxf/m/st Galat sstmf(r-1) M1 σ2 e Dari Tabel 4, dapat dicari nilai ragam aditif dan dominan: M3 = σ2 e + rσ2 f/m + rfσ2 m M2 = σ2 e + rσ2 f/m σ2 m = (M3 – M2)/rf dimana σ2 m = Cov HS σ2 f/m = (M2 – M1)/r dimana σ2 f/m = Cov FS Bila tetuanya non inbred (bukan galur murni) maka F = 0 sehingga Cov HS = 1/4 σ2 A + 1/16 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi Cov FS = 1/2 σ2 A + 1/4 σ2 D + 1/4 σ2 AA + aditif dan dominan epistasis Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 4 Cov HS = 4 (M3 – M2)/rf σ2 D = 4 (Cov FS-2Cov HS) = 4{(M2 – M1)/r – [1/2(σ2 A)]} Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai F = 1, maka:
  • 12. 12 Cov HS = 1/2 σ2 A + 1/4 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi Cov FS = σ2 A + σ2 D + σ2 AA + aditif dan dominan epistasis Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 2 Cov HS = 2 (M3 – M2)/rf σ2 D = Cov FS-2Cov HS = (M2 – M1)/r – [1/2(σ2 A)] Asumsi yang digunakan pada rancangan persilangan Noth Carolina I adalah: 1. Perilaku tanaman diploid 2. Tidak ada efek maternal 3. Tidak ada keterpautan 4. Tidak ada epistasis E. 3. Rancangan Noth Carolina II Pada rancangan Noth Carilian II, tetua diambil secara acak dari suatu populasi, satu bagian jantan dan satu bagian betina dengan jumlah sama atau tidak sama. Setiap tanaman jantan disilangkan dengan setiap betina, tanpa selfing. Rancangan persilangannya adalah faktorial (Tabel 6). Asumsi yang digunakan sam dengan rancangan persilangan Noth Carolina I. Tabel 6. Rancangan Persilangan Noth Carolina II Tetua BetinaTetua Jantan F1 F2 F3 F4 M1 X X X X M2 X X X X M3 X X X X Ragam diantara persilangan terdiri dari ragam jantan, ragam betina dan ragam interaksi antara jantan dan betina. Bila tetuanya non inbred (bukan galur murni) maka F = 0 sehingga Cov HSm dan Cov HSf = 1/4 σ2 A + 1/16 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi
  • 13. 13 Tabel 7. Analisis Ragam Noth Carolina II untuk Satu Lingkungan Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan E (MS) Blok (r-1) Jantan (m-1) M4 σ2 e + rσ2 fm + rfσ2 m Betina (f-1) M3 σ2 e + rσ2 fm + rmσ2 f Betina x Jantan (m-1) (f-1) M2 σ2 e + rσ2 fm Galat (r-1)(mf-1) M1 σ2 e Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 4 Cov HSm = 4 (M4 – M2)/rf = 4 Cov HSf = 4 (M3 – M2)/rm Bila tetuanya merupakan galur murni dari suatu populasi, dengan nilai F = 1, maka: Cov HS = 1/2 σ2 A + 1/4 σ2 AA + epistasis aditif tingkat tinggi Bila diasumsikan tidak ada epistasis, maka dapat diduga nilai ragam aditif dan dominan sebagai berikut: σ2 A = 2 Cov HSm = 2 (M4 – M2)/rf = 2 Cov HSf = 2 (M4 – M2)/rm σ2 D = Cov FS - (Cov HSm + Cov HSf) = (M2 – M1)/r σ2 P(FS) = (σ2 m + σ2 f)/2 + σ2 fm + (σ2 e)/(r) h2 (FS) = 1/2 [(σ2 A)/ σ2 P(FS)] F. KEMAJUAN SELEKSI Apabila seleksi telah dilakukan terhadap suatu populasi tanaman, diharapkan turunan dari tanaman terpilih akan memberikan hasil yang lebih baik. Atau dengan kata lain kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi (G = xFn - xF(n-1)). Misalkan pada contoh 6 nilai tengah F2 dan F3 sebagai berikut: xF2 = 0.82 kg; dan xF3 = 0.93 kg maka kemajuan seleksinya adalah G = 0.93 - 0.82 = 0.11.
  • 14. 14 Besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh dapat diperkirakan dengan menghitung kemajuan seleksi secara secara teoritis. Untuk dapat memperkirakan besarnya kemajuan seleksi, diperlukan pengertian secara baik tentang populasi beserta keragamannya dan pengetahuan tentang besarnya angka heritabilitas. Perkiraan itu dapat dihitung dengan rumus: G = (S) (h2 ); jika S = (i) (σP) maka G = (i) (σP) (h2 ) Dimana S merupakan diferensial seleksi yaitu selisih antara nilai tengah tanaman terseleksi dengan nilai tengah populasinya (x1 – x0); i merupakan intensitas seleksi; σP adalah simpangan baku fenotipe populasi; h2 adalah heritabilitas populasi tersebut. Nilai intensitas seleksi (i) sangat tergantung pada jumlah individu yang terpilih dari populasi awal. Perbandingan antara jumlah individu yang terseleksi dengan jumlah individu awal dinamakan persentase seleksi. Besarnya nilai intensitas seleksi akan menurun seiring dengan meningkatkanya persentase seleksi. Untuk n seleksi dapat diperkirakan dengan rumus: xn = n G + xn Akan tetapi perkiraan tersebut dengan asumsi model linier, jika kuadratik akan mempunyai pola yang berbeda. Satu siklus seleksi meliputi pembentukan populasi bersegregasi, pembentukan genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe- 0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 127 X0 X1 Populasi awal Populasi turunan hasil seleksi Tanaman terpilih G Xs
  • 15. 15 genotipe, seleksi genotipe-genotipe superior dan pemanfaatan genotipe-genotipe terseleksi. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi, tergantung strategi pada metode seleksi. Perkiraan kemajuan seleksi akan sangat tergantung dari nilai heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi dan intensitas seleksi. Jika heritabilitasnya tinggi maka kemajuan seleksi yang akan diperoleh akan semakin baik. Pada heritabilitas dan simpangan baku fenotipe tertentu, kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi (melalui penurunan persentase seleksi). Akan tetapi persentase seleksi juga harus memperhatikan jumlah tanaman yang diseleksi. Persentase seleksi yang rendah akan berpotensi menyebabkan efek inbreeding (terutama pada tanaman menyerbuk silang). Tabel 8. Intensitas Seleksi dan Persentase Seleksi i (%) i (%) 3.00 0.3 1.80 9.00 2.80 0.7 1.76 10.0 2.64 1.0 1.60 14.0 2.60 1.2 1.40 20.0 2.42 2.0 1.20 28.0 2.40 2.1 1.16 30.0 2.20 3.6 1.00 38.0 2.06 5.0 0.80 50.0 2.00 5.8 G. DAFTAR PUSTAKA Baihaki, A. 2000. Teknik rancang dan analisis penelitian pemuliaan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian, UNPAD. Becker, W.A. 1985. Manual of quantitative genetics. Fourth Edition. Academic Enterprises. Pullman, Washington. Falconer, S.D. 1985. Introduction to quatitative genetics. Second Edition. Longmen. London and New York. Noor, R.R. 2001. Genetika kuantitaif hewan/ternak. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanakan, IPB. Singh, R.K. and R.D. Cahudary.1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Publishers. New Delhi.
  • 16. 16 Strefeler, M.S. and T.C. Wehner. 1986. Estimates of heritabilities and genetic variances of three yield and five quality traits in three fresh-market cucumber population. J. Amer. Soc. Hort.Sci. 111(4) : 599-605. Wehner, T.C. 1984. Estimates of heritabilities and variances component for low temperature germaination ability in cucumber J. Amer. Soc. Hort.Sci. 109 : 664-667. Weir, B.S. 1996. Genetic data analysis II. Sinauer Associates, Inc. Publisers. Sunderland, Massachusetts.