1. INOVASI APARTEMEN LORONG (APARONG)
DALAM PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH
DI KOTA MAKASSAR
Disusun dan diusulkan oleh
SELLY ATMA JUHERNI
10564 01919 14
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2018
2. INOVASI APARTEMEN LORONG (APARONG)
DALAM PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH
DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun dan diusulkan oleh
SELLY ATMA JUHERNI
10564 01919 14
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2018
3.
4.
5. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Selly Atma Juherni
Nomor Stambuk : 10564 01919 14
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya imiah ini adalah Hasil kerja saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku.
Makassar, 13 September 2018
Yang Menyatakan,
Selly Atma Juherni
6. v
ABSTRAK
SELLY ATMA JUHERNI, 2018. Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar. (dibimbing oleh
Muhammad Tahir dan Handam)
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar dan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
Informan penelitian berjumlah 7 orang. Penelitian ini dilaksanakan di
Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Makassar,
Rusunawa Mariso dan Kelurahan Panambungan. Sumber data dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung. Kemudian data tersebut
dikumpulkan dan disusun dengan jelas dan sistematis dalam rangka penyusunan
skripsi. Teknik analisis data dilakukan melalui 4 tahap yaitu Pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukankan bahwa pelaksanaan Inovasi
Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota
Makassar sudah berjalan pembangunannya dilihat dari atribut inovasi sebagai
ukuran dalam menilai pelaksanaan inovasi diantaranya (a) Keuntungan relatif
bahwa inovasi ini layak untuk dilaksanakan dilihat dari segi keunggulan yang
dimiliki bangunan Aparong yang ramah lingkungan, hemat energi dan proses
pembangunannya singkat, tetapi dampaknya belum bisa dirasakan oleh
masyarakat dikarenakan pelaksaannya masih dalam tahap pembangunan, (b)
Kemungkinan dicoba bahwa inovasi ini sudah melalui tahap uji kualitas
sebagaimana bangun percontohan yang dibangun oleh pemerintah dan
mendapatkan banyak respon positif dari berbagai kalangan, (c) Kerumitan bahwa
adapun kerumitan yang dialami oleh Pemerintah dalam pembangunan Aparong ini
adalah pada pembebasan lahan pembangunan Aparong di kawasan permukiman
kumuh. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan Inovasi
Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota
Makassar meliputi (a) faktor pendukung dari segi kontruksi bangunan, (b) faktor
penghambat dari segi regulasi dan pembebasan lahan.
Kata kunci : Inovasi, Smart City, Permukiman Kumuh.
7. vi
KATA PENGANTAR
Allah Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, demikian kata untuk
mewakili atas segala karunia dan nikmatnya-Nya. Jiwa ini tidak akan berhenti
bertahmid atas karunia yang diberikan disetiap detik waktu, denyut jantung, gerak
langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari
sederajat berkah-Mu.
Setiap insan dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi
terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan
bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandang,
bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang ketika didekati.
Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi
kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis
kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam
dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam penyelesaian tulisan
sini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua
Junuddin dan Hernianti yang telah berjuang, berdo’a, mengasuh, membesarkan,
mendidik dan membiayai penulis dalam proses mencari ilmu. Demikian pula
penulis mengucapkan kepada keluarga yang tak henti-hentinya memberikan
8. vii
motivasi dan selalu menemani penulis dengan candanya. Kepada pembimbing I
Dr. Muhammad Tahir, M.Si dan pembimbing II Handam, S.IP., M.Si yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta motivasi awal hingga selesainya penyusunan
skripsi ini.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada; Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si dan Dr. Nuryanti Mustari, S.IP.,
M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Pemerintahan serta seluruh dosen dan staf
pegawai dalam lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian
ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan
penulis Rasmawati, Sarkiah S, dan Arisah, yang selalu menemaniku dalam suka
dan duka, sahabat-sahabatku tersayang dan super gokil tidak ada duanya serta
seluruh rekan mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2014 atas segala
kebersamaan, motivasi, saran dan bantuannya kepada penulis yang telah
memberikan pelangi dalam hidup penulis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan
tersebut sifatnya membangun karena penulis yakni bahwa suatu persoalan tidak
9. viii
akan berarti sama sekali tanpa ada kritikan. Mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi para pembaca terutama bagi diri pribadi penulis. Amin
Makassar, 13 September 2018
Penulis
10. ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ii
Halaman Penerimaan Tim iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah iv
Abstrak v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Konsep Inovasi Pemerintah 8
B. Konsep Apartemen Lorong (Aparong) 16
C. Konsep Kota Cerdas (Smart City) 19
D. Konsep Permukiman Kumuh 25
E. Kerangka Fikir 33
F. Fokus Penelitian 34
G. Deskripsi Fokus Penelitian 35
BAB III Metode Penelitian
A. Waktu dan Lokasi Penelitian 37
B. Jenis dan Tipe Penelitian 37
C. Sumber Data 38
D. Informan Penelitian 38
E. Teknik Pengumpulan Data 39
F. Teknik Analisis Data 41
G. Keabsahan Data 42
11. x
BAB IVHasil Penelitian dan Pembahasan
A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian 44
B. Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar.. 52
C. Faktor yang mempengaruhi Inovasi Apartemen Lorong
(Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota
Makassar 62
BAB V Penutup
A. Kesimpulan 66
B. Saran 68
Daftar Pustaka 69
Lampiran Dokumentasi 73
Lampiran Persuratan 78
12. xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Informan Penelitian 39
Tabel 4.1 Klasifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Mariso
Tahun 2016 48
Tabel 4.2 RT, RW dan Lingkunan di Kecamatan Mariso
Tahun 2016 49
Tabel 4.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis
Kelamin dan Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Mariso
Tahun 2016 50
Tabel 4.4 Data Indikator Kepadatan Penduduk 50
Tabel 4.5 Data Luasan Kumuh Kota Makassar berdasarkan Surat Keputusan
Walikota Makassar Nomor 050-05/1341/KEP/IX/2014 51
14. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perumahan dan pemukiman di Indonesia khususnya di
perkotaan tidak terlepas dari adanya pertumbuhan jumlah penduduk dan
perkembangan kegiatan di kota. Pesatnya perkembangan jumlah penduduk
tersebut tidak selalu diimbangi dengan kemampuan pelayanan kota, yang
berakibat pada munculnya perumahan dan pemukiman kumuh. Pertumbuhan
penduduk di perkotaan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pertumbuhan
alami dan urbanisasi (Saputro, 2016).
Kehadiran pemukiman kumuh kaitannya erat dengan bertambahnya
jumlah penduduk perkotaan yang lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan infrastruktur-nya. Hal ini berakibat pada penurunan daya
dukung lingkungan, penurunan tingkat kesehatan masyarakat, penurunan
kualitas pelayanan sarana dan prasarana, serta meningkatkan resiko
kerawanan dan konflik sosial. Oleh karena itu, pemukiman kumuh segera
harus ditangani, paling tidak luas pemukiman kumuh harus dapat dihentikan,
keberadaan lingkungan kumuh yang sekarang ada harus sedikit demi sedikit
diubah menjadi lingkungan perumahan dan pemukiman yang layak huni,
aman, serasi, sehat dan teratur (Noegroho, 2012).
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman menegaskan Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
15. 2
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai
peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian
bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya,
berjati diri, mandiri dan produktif.
Permukiman kumuh biasanya dilihat sebagai suatu kawasan yang identik
dengan kawasan yang apatis, miskin, tidak memadai, kelebihan penduduk,
tidak mencukupi, tidak aman, kotor, dibawah standar, tidak sehat dan masih
banyak tanggapan negatif lainnya (Rahardjo, 2010). Sedangkan menurut
Endang dalam Prasetyo (2009) mengatakan bahwa permukiman kumuh
(slum) adalah sekelompok bangunan di suatu daerah yang dicirikan oleh
keburukan-keburukan yang berlebihan, kondisi kurang sehat, kurang fasilitas,
jiwa dan moral.
Meskipun tidak dikehendaki namun kawasan kumuh harus diakui bahwa
keberadaannya dalam pengembangan wilayah dan kota sulit untuk dihindari.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir munculnya kawasan kumuh, maka
harus dilakukan upaya-upaya yang komprehensif dalam hal menyangkut
berbagai aspek yang dapat menghambat timbulnya kawasan kumuh
(Mardhanie, 2013).
Kota Makassar salah satunya yang memiliki kedudukan strategis sebagai
pusat pelayanan dan pengembangan di Provinsi Sulawesi Selatan bahkan
sebagai pusat pelayanan bagi Kawasan Timur Indonesia yang mempunyai
16. 3
konsekuensi dalam pengelolaan berbagai potensi yang ada serta mengatasi
kendala dan tantangan yang dihadapi (Yahya, 2016).
Jumlah penduduk Kota Makassar terus mengalami peningkatan. Adapun
jumlah penduduk Kota Makassar berdasarkan Kecamatan adalah Kecamatan
Mariso sebanyak 59.292 jiwa, Kecamatan Mamajang sebanyak 61.007 jiwa,
Kecamatan Tamalate sebanyak 194.493 jiwa, Kecamatan Rappocini sebanyak
164.563 jiwa, Kecamatan Makassar sebanyak 84.758 jiwa, Kecamatan Ujung
Pandang sebanyak 28.497 jiwa, Kecamatan Wajo sebanyak 30.933 jiwa,
Kecamatan Bontoala sebanyak 56.536 jiwa, Kecamatan Ujung Tanah
sebanyak 49.223 jiwa, Kecamatan Tallo sebanyak 139.167 jiwa, Kecamatan
Panakukang sebanyak 147.783 jiwa, Kecamatan Manggala sebanyak 138.659
jiwa, Kecamatan Biringkanaya sebanyak 202.520 jiwa dan Kecamatan
Tamalanrea sebanyak 112.170 jiwa. Sehingga jumlah penduduk Kota
Makassar hingga april 2017 mencapai 1.469.601 jiwa (BPS Kota Makassar,
2017).
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Kota Makassar
menyebabkan kebutuhan akan perumahan dan penggunaan lahan semakin
bertambah. Berbagai permasalahan yang terjadi akibat peningkatan kawasan
permukiman kumuh adalah tidak tertata dengan baik, semakin berkurangnya
lahan permukiman, tempat tinggal seadanya, tidak layak huni serta kehidupan
penduduknya masih sangat di bawah standar (Radar Makassar, 2017).
Pemerintah Kota Makassar mempunyai inovasi terbaru untuk bisa
menangani masalah permukiman kumuh di lorong-lorong dengan konsep
17. 4
yang dapat dibongkar pasang. Melalui dinasnya, Pemerintah Kota Makassar
akan menyediakan Apartemen Lorong (Aparong) yang menjamin
kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Aparong ini
diperuntuhkan bagi pekerja MBR dan masyarakat kurang mampu mempunyai
lahan akan tetapi tidak mempunyai anggaran untuk membangun (Yusran,
2015).
Sebagaimana yang dicantumkan dalam Peraturan Walikota Makassar
Nomor 86 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan
Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 4
Ayat (1) menegaskan Bahwa Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman
mempunyai tugas membantu walikota melaksanakan Urusan Pemerintahan
bidang perumahan rakyat dan kawasan pemukiman yang menjadi
kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah.
Apartemen Lorong (Aparong) adalah salah satu bentuk inovasi
Pemerintah Kota yang bisa menunjang terwujudnya Kota Cerdas (Smart City)
di Kota Makassar. Adapun program Kota Cerdas (Smart City) yang saat ini
berusaha diwujudkan oleh Walikota dan Wakil Walikota Makassar melalui
visinya yang dikemukakan adalah: Mewujudkan Kota Dunia untuk semua
dengan subvisi adalah: Tata Lorong bangun kota dunia, dengan melalui tiga
misi utama, yaitu; (1) Merekonstruksi nasib rakyat menjadi sejahtera standar
dunia (2) Merestorasi tata kota yang tidak nyaman menjadi kota nyaman
dunia (Prasejatiningsih, 2014)
18. 5
Visi tersebut kemudian di pertegas dalam Perda Kota Makassar No. 5
Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Makassar Tahun 2014-2019 Pasal 4 Ayat (2) Bahwa Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah disusun dengan tujuan untuk
merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang mengakomodir
berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan masyarakat.
Secara sederhana, inovasi dapat diartikan sebagai new ideas that work
yang artinya bahwa inovasi sangat berhubungan erat dengan ide-ide yang
baru dan bermanfaat. Inovasi dengan sifatnya yang baru harus memiliki nilai
manfaat. Selanjutnya Albury dengan rinci menjelaskan bahwa adapun ciri
dari sebuah inovasi yang berhasil adalah dengan adanya bentuk penciptaan
dan pemanfaatan proses baru, produk baru, metode penyampaian yang baru,
dan jasa baru yang dapat menghasilkan perbaikan secara signifikan dalam hal
efisiensi, efektivitas maupun kualitas (Albury dalam M. Tahir & Harakan,
2015).
Inovasi mempunyai atribut yang dapat dijadikan tolak ukur dalam
menilai pelaksanaan inovasi menurut Rogers dalam Ladiatno (2013), atribut
inovasi antara lain: Keuntungan Relatif atau Relative Advantage, Kesesuaian
atau Compatibility, Kerumitan atau Complexity, Kemungkinan dicoba atau
Triability dan Kemudahan diamati atau Observability.
Berdasarkan gambaran sederhana diataslah yang menjadi alasan bagi
penulis untuk mengangkat judul “Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar”
19. 6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelasakan diatas maka adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Inovasi Apartemen Lorong
(Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Inovasi Apartemen
Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini diharapakan memiliki
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat akademisi, diharapakan agar hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu
pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi
peneli maupun pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.
2. Manfaat Praktis, diharapkan agar hasil dari penelitian ini digunakan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak Pemerintah Kota
20. 7
Makassar khusunya Dinas Perumahan dan Permukiman dalam upaya
peningkatan kualitas Penataan Permukiman Kumuh melalui inovasi-
inovasi terbaru.
21. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Inovasi
1. Pengertian Inovasi
Konsep Inovasi itu sendiri jika diukur dari perjalanan sejarah peradaban
manusia merupakan juga istilah yang masih relatif baru. Istilah tersebut
berasal dari bahasa latin innovare yang berarti merubah sesuatu menjadi hal
yang baru. Pada abad ke-16 istilah inovasi (innovation dan innovate) itu
sendiri baru saja mulai dikenal dalam kosakata bahasa Inggris. Akan tetapi
pada masa itu, istilah inovasi lebih sering diasosiasikan dalam hal negatif
sebagai troublemaker yang sangat identik dalam nuansa revolusi atau
perubahan radikal yang memberikan dampak luar, terutama pada kemapanan
sosial politik yang dianggap mengancam struktur kekuasan. Sehingga semua
hal yang berhubungan dengan inovasi sangat ditolak oleh para penguasa
politik dan otoritas keagamaan dimasa itu. Pada abad ke-17lah istilah
innovative tersebut baru mulai dipergunakan secara luas oleh banyak orang
(Suyono, 2015: 8).
Setelah sekitar 300 tahun kemudianlah, pengertian inovasi mulai
perlahan mengalami perubahan makna kearah yang lebih positif. Inovasi
dimaknai sebagai suatu creating of something new atau penciptaan sesuatu
hal yang baru. Istilah inovasi menemukan pengertian modernnya untuk
pertama kali Oxford English Dictionary edisi tahun 1939 (Suyono, 2015: 8)
22. 9
yaitu the act of introducing anew product into market. Inovasi dalam hal ini
dipahami sebagai proses penciptaan produk (barang atau jasa) yang baru,
pengenalan ide baru atau metode baru atau penciptaan perubahan atau
perbaikan yang incremental.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang
adalah bentuk indikasi dari terwujudnya dampak inovasi. Inovasi banyak
memberikan dampak dalam kondisi organisasi maupun kreativitas dimana
inovasi itu berasal, baik pada suatu program maupun organisasi, sehingga
kebanyakan perusahaan menciptakan situasi agar supaya inovasi dalam
organisasi dapat tercipta (Faiz, 2016: 7).
Inovasi seringkali berkaitan erat dengan lingkungan yang umumnya
berkarakteristik dinamis dan berkembang. Pengertian tentang inovasi sangat
beragam dan dari banyak sumber yang berbeda. Inovasi menurut Rosenfeld
(Sutarno, 2012: 132), adalah transformasi pengetahuan untuk produk, proses
dan jasa baru, serta tindakan yang menggunakan sesuatu baru. Sedangkan
menurut Vontana (2009: 20), inovasi adalah kesuksesan ekonomi dan sosial
dengan diperkenalkannya kombinasi atau cara baru dari cara-cara lama untuk
mentransformasi input menjadi output dalam menciptakan perubahan besar
pada hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada
konsumen atau pengguna, komunitas, sosietas dan lingkungan.
Albury (M. Tahir & Harakan, 2015: 282) mendefinisikan secara lebih
sederhana inovasi sebagai new ideas that work. Yang berarti bahwa inovasi
sangat erat berhubungan dengan ide-ide baru dan bermanfaat. Dengan sifat
23. 10
kebaruannya inovasi harus mempunyai nilai dan manfaat. Selanjutnya secara
rinci Albury menjelaskan bahwa inovasi yang berhasil dapat dilihat pada ciri
adanya bentuk pemanfaatan proses dan penciptaan baru, jasa baru, produk
baru dan metode penyampaian yang baru untuk menghasilkan perbaikan yang
signifikan pada hal efisiensi, efektivitas maupun kualitas.
Pada era sekarang ini, inovasi bagi sebuah pemerintah adalah hal yang
harus dilakukan dalam upaya menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
untuk masyarakat dan daerahnya. Hal ini dikarenakan setiap daerah untuk
berkompetitif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya
mengharuskan setiap daerah harus melaksanakan inovasi (Faiz, 2016: 3).
Menurut Metcalfe (Zuhriyati dkk, 2012: 9) inovasi adalah sistem dalam
menghimpun institusi-institusi yang berbeda untuk berkontribusi, baik
individu maupun kelompok, pada pengembangan difusi teknologi baru serta
menyiapkan kerangka kerja (framework) yang mana pemerintah membuat
dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi proses
inovasi. Dengan itu, sistem inovasi adalah kesatuan sistem dari lembaga-
lembaga yang saling berhubungan dalam hal menyimpan, menciptakan, dan
mentransfer pengetahuan serta keterampilan dalam menentukan suatu
teknologi baru.
2. Level Inovasi
Level inovasi dapat dinilai pada sejauh mana pelaksanaannya dari best
practices menurut Nations (Sangkala, 2014: 8) yang terdiri atas:
24. 11
a. Dampak (Impact), sebuah best practice harus memperlihatkan sebuah
dampak positif serta dapat dilihat (tangible) dalam peningkatan kondisi
kehidupan masyarakat, tepatnya masyarakat miskin dan tidak beruntung.
b. Kemitraan (partnership), sebuah best practice perlu didasarkan dalam
sebuah kemitraan diantara aktor-aktor yang harus terlibat, setidaknya
melibatkan dua pihak.
c. Keberlanjutan (sustainability), sebuah best practice perlu memberikan
perubahan dasar pada wilayah permasalahan berikut :
1) Legislasi, kerangka peraturan oleh hukum dan standar formal dalam
menghargai isu-isu serta masalah yang dihadapi;
2) Kebijakan sosial atau strategi dalam sektoral pada daerah yang
mempunyai potensi bagi adanya replikasi dimanapun;
3) Kerangka Institusional atau proses pembentukan kebijakan yang
mempunyai kejelasan yang berperan dalam kebijakan dan tanggung
jawab terhadap beragam tingkatan serta aktor antar kelompok
contohnya pemerintah pusat dan daerah, LSM, dan organisasi
masyarakat;
4) Efisien, transparan dan sistem manajemen yang akuntabel dapat
membuat lebih efektif penggunaan sumber daya manusia, teknik dan
keuangan.
d. Kepemimpinan dan memberdayakan masyarakat (leadership and
community empowerment) yakni :
25. 12
1) Kepemimpinan yang memberi inspirasi terhadap adanya tindakan
serta perubahan yang termasuk dalam perubahan pada kebijakan
publik;
2) Pemberdayaan masyarakat, rukun tetangga serta komunitas lainnya
pada penyatuan dalam kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat
tersebut;
3) Menerima dan bertanggung jawab pada perbedaan sosial dan budaya;
4) Kemungkinan adanya transfer bagi pengembangan selanjutnya dan
replikasi;
5) Tepat dalam kondisi lokal serta tingkatan pembangunan yang ada.
e. Kesetaraan Gender dan pengecualian sosial (gender equality dan social
inclusion) yakni inisiatif harus dapatlah diterima yang merupakan respon
dalam perbedaan sosial dan budaya; memperkenalkan kesetaraan dan
keadilan sosial pada dasar pendapatan, usia, jenis kelamin, dan kondisi
fisik/mental dalam mengakui dan memberikan nilai terhadap suatu
kemampuan yang berbeda.
f. Inovasi pada konteks lokal serta bisa ditransfer (innovation within local
content dan transferability).
3. Tipe Inovasi
Halversen dkk (Sangkala, 2014: 20) membagi tiga tipe inovasi dalam
sektor publik, antara lain:
26. 13
a. Incremental innovation to radical innovation (ditandai oleh tingkat
perubahan, perbaikan inkremental terhadap produk, proses layanan yang
sudah ada),
b. Top Down Innovation to bottom-up innovation (ditandai oleh mereka yang
mengawali proses dan mengarah kepada perubahan perilaku dari top
manajemen atau organisasi atau institusi di dalam hirarkhi, bermakna dari
para pekerja di tingkat bawah seperti pegawai negeri, pelayanan
masyarakat, dan pembuat kebijakan di level menengah),
c. Needs led innovations and efficiency-led innovation (ditandai apakah
inovasi proses telah diawali untuk menyelesaikan masalah spesifik atau
agar produk, layanan, atau prosedur yang sudah ada lebih efisien).
4. Hambatan dalam Inovasi
Menurut Mulgan dan Albury (Junior, 2016: 9) terdapat delapan
penghambat dalam timbulnya inovasi, antara lain:
a. Keengganan untuk menutup program atau organisasi yang gagal
(Reluctance to close down failing program or organization),
b. Tingginya ketergantungan pada salah satu pihak sebagai sumber inovasi
(Over-reliance on high performers as source of innovation),
c. Teknologi tersedia tetapi tidak sesuai dengan budaya organisasi
(Technologies available but constraining cultural or organizational
arrangement),
d. Tidak ada imbalan atau insentif untuk berinovasi atau mengadopsi
inovasi (No rewards or incentives to innovate or adopt innovations),
27. 14
e. Rendahnya kemampuan (Poor skills in active risk or change
management),
f. Perencanaan dan penganggaran jangka pendek (Short-term budget and
planning horizons),
g. Adanya tekanan administrasi (Delivery pressures and administrative
burdens),
h. Budaya menghidari resiko (Culture of risk aversion).
5. Atribut Inovasi
Inovasi memiliki satu sifat mendasar yaitu sifat kebaruan. Sifat
kebaruan tersebut adalah ciri dasar dari sebuah inovasi untuk menggantikan
pengetahuan, objek, cara, teknologi atau penemuan cara lama, yang tidak lagi
efektif untuk menyelesaikan suatu masalah meskipun tidak ada lagi
kesepahaman definisi tentang inovasi, akan tetapi secara umum bisa
disimpulkan bahwa pelaksanaan inovasi miliki atribut yang bisa dijadikan
ukuran dalam menilainya menurut Rogers (Ladiatno, 2013: 9), atribut inovasi
antara lain sebagai berikut:
a. Keuntungan Relatif atau Relative Advantage
Sebuah inovasi perlu memiliki keunggulan dan nilai yang lebih
dibandingkan pada inovasi sebelumnya. Selalu ada ciri yang melekat
dalam inovasi yang membedakannya terhadap nilai kebaruannya dengan
yang lain.
28. 15
b. Kesesuaian atau Compatibility
Inovasi juga memiliki sifat kompatibel atau kesesuaian terhadap inovasi
yang digantinya. Hal tersebut dimaksudkan supaya inovasi yang lama
tidaklah serta merta dihilangkan begitu saja, selain pada alasan faktor yang
membutukan tidak sedikit biaya, tetapi juga inovasi yang lama merupakan
bagian dari proses transisi menuju inovasi terbaru. Selain dari itu juga
dapat mempermudah proses adaptasi serta proses pembelajaran terhadap
inovasi agar lebih cepat.
c. Kerumitan atau Complexity
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan
yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.
Namun demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru
dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi
masalah penting.
d. Kemungkinan dicoba atau Triability
Inovasi hanya dapat diterima bilamana telah teruji dan terbukti memiliki
keuntungan serta nilai lebih daripada inovasi yang lama. Yang mana setiap
orang atau pihak manapun memiliki kesempatan dalam mengujii kualitas
dari sebuah inovasi.
e. Kemudahan diamati atau Observability
Sebuah inovasi juga harus bisa diamati, baik dari segi bagaimana ia
bekerja dan memperoleh sesuatu yang lebih baik.
29. 16
B. Konsep Apartemen Lorong (Aparong)
Apartemen lorong atau lebih sering disingkat sebagai Aparong
merupakan perumahan bersubsidi yang akan akan disediakan oleh pemerintah
untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah dan kurang mampu.
Apartemen lorong ini merupakan bagiam dari program kerja Pemerintah yang
akan menjamin kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah dan kurang
mampu (buku profil dpkp, 2017: 77).
Inovasi Apartemen lorong adalah sebuah solusi untuk menangani
masalah permukiman kumuh dilorong-lorong dengan konsep yang dapat
dibongkar pasang. Selain itu juga Apartemen lorong ini sangatlah ramah
lingkungan seperti tidak menggunakan keseluruhan bahan bangunan dari
kayu tetapi menggunakan besi dan baja ringan (buku profil dpkp, 2017: 77).
Hunian Apartemen lorong tersebut berukuran 4 x 12 meter persegi
sehingga untuk pembangunannya tidak membutuhkan lahan yang begitu luas.
Apartemen lorong terdiri dari 2 lantai dengan konsep minimalis dan
menggunakan lampu-lampu hemat energi. Bangunan Apartemen lorong ini
dilengkapi dengan pentilasi-pentilasi disetiap ruangan sehinga penggunaan
energi seperti lampu disiang hari dilagi diperlukan sehingga pemakaian
energinya relatif kecil (buku profil dpkp, 2017: 77).
Bangunan Apartemen lorong tersebut tadinya membutuhkan anggaran
sekitar Rp 200 juta per satu unit Apartemen lorong. Namun mengingat
anggarannya cukup besar sehingga kemungkinan akan dikurangi dengan
30. 17
subsidi dari pemerintah. Sehingga lebih bisa dijangkau oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah (buku profil dpkp, 2017: 78).
Konsep bangunan Apartemen lorong ini mengadopsi dari konsep
bangunan hijau yang ramah lingkungan yang mana terdapat enak standar
yang telah ditentukan oleh lembaga Green Building Council Indonesia
(GBCI) yang memperhatikan bangunan-bangunan dengan konsep ramah
lingkungan. Adapun keenam standar tersebut antara lain :
1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Slite Development/ASD),
Hal ini berkaitan dengan cara membangun suatu gedung yang sesuai,
baik dari segi fungsi dan penggunaan lahan yang akan digunakan.
2. Efisiensi Energi dan Refrigeran (Energy Efficiency and Refrigerant/EER,)
Penghematan energi atau efisiensi energi menjadi hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan gedung berkonsep green building.
Misalnya dalam pembuatan ventilasi dan jendela ruang yang ideal adalah
bisa menambah pencahayaan ruang dan memberikan sirkulasi udara yang
cukup. Sehingga hal ini juga bisa mengurangi penggunaan AC atau
pencahayaan seperti lampu secara berlebihan.
3. Konservasi Air (Water Conservation/WAC),
Keterbatasan sumber daya memaksa untuk berfikir bagaimana
memanfaatkan sumber daya yang ada, jika tidak dimungkinkan untuk
menambah kemudian bagaimana menghemat dan mendaur ulang. Pada
gedung tinggi misalnya dapat diterapkan seperti penggunaan toilet dengan
sistem flush otomatis. Hal ini demi mengurangi penggunaan air yang
31. 18
berlebihan. Sementara penghematan lain dilakukan dengan daur ulang
seperti bagaimana mengaspal halaman sehingga dengan dibiarkan dan
dibuat penampungan air bisa menambah cadangan air tanah disekitar
bangunan.
4. Kualitas Udara dan Kenyamanan Udara (Indoor Air Health and
Comfort/IHC),
Agar tercipta kenyamanan saat berada pada suatu ruangan, tidak
hanya ditunjang dari segi desain ruangan namun kesehatan indoor perlu
diperhatikan. Diantaranya dengan tidak memperbolehkan merokok
didalam ruangan atau jika memungkinkan menyediakan ruang khusus
untuk merokok. Mengatur temperatur udara sehingga ruangan berada pada
suhu ruang yang normal, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.
5. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC),
Penggunaan material daur ulang bukan saja dilakukan demi
pemanfaatan ulang, namun disisi lain juga bisa memberikan sentuhan
dekorasi menarik pada ruangan. Tentunya dengan mengkreasikan material
daur ulang sehingga menjadi dekorasi yang tidak biasa.
6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Enviroment
Management),
Mengelola lingkungan sekitar bangunan agar ke depannya tidak
tercemar dan bisa juga menerapkan konsep daur ulang limbah sebelum
melakukan pembuangan sehingga tidak meracuni dan merusak tanaman
dan lain sebagainya.
32. 19
C. Konsep Kota Cerdas (Smart City)
1. Definisi Kota Cerdas (Smart City)
Komponen-komponen kota cerdas mengacu kepada berbagai unsur
penting yaitu faktor manusia, faktor teknologi dan faktor kelembagaan. Dari
faktor manusia cerdas mengacu kepada sebuah kota yang didukung oleh
manusia-manusia kreatif dalam pekerjaannya, jajaring pengetahuan,
lingkungan yang terbebas dari kriminal. Kota cerdas juga mengacu kepada
kota yang memiliki manusia, pendidikan, learning dan pengetahuan menjadi
unsur penting kota cerdas. Infrastruktur sosial dan intelektual yang saling
berinteraksi antar satu dengan lainnya untuk mendukung potensi ekonominya
(Nurmandi, 2014: 400).
Konsep Smart City itu sendiri mulanya dikemukakan oleh IBM, yang
merupakan perusahaan komputer ternama di Amerika. Konsep Smart City
diperkenalkan perusahaan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di perkotaan. Demi keberhasilan konsep kota pintar (Smart City)
ini, IBM mengemukakan enam indikator yang harus dicapai. Keenam
indikator tersebut yaitu masyarakat penghuni kota, prasarana, lingkungan,
ekonomi, mobilitas, serta konsep smart living (Prasetijaningsih, 2014: 91).
Sebuah kota dapat didefinisikan sebagai “pintar” ketika investasi dalam
model manusia, sosial, transportasi, dan teknologi, menjadi pendorong
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup
yang tinggi, melalui keterlibatan yang partisipatif (Prasetijaningsih, 2014:
91).
33. 20
Smart city itu sendiri merupakan konsep perencanaan kota yang
memanfaatkan perkembangan teknologi untuk membuat hidup yang lebih
mudah dan sehat melalui tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Para
ahli menganggap bahwa konsep kota dengan smart city akan memenuhi
kebutuhan dan kemudahan hidup serta kesehatan, meskipun pada
kenyataannya konsep smart city saat ini masih dalam perdebatan oleh para
ahli yang belum mempunyai defenisi dan konsep umum yang bisa diterapkan
oleh semua kota di dunia. Konsep smart city masih bergantung oleh
pengembang kota masing-masing (Hendro, 2015: 2).
Beberapa ahli berusaha mendifenisikan smart city berdasarkan bidang
keilmuan masing-masing, diantaranya menurut Caragliu, A., dkk (M. Tahir &
Harakan, 2015: 284) Smart City didefinisikan juga sebagai kota yang mampu
menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern
untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta kualitas
kehidupan yang tinggi, melalui manajemen sumber daya yang bijaksana pada
pemerintahan yang berbasis partisipasi masyarakat sedangkan menurut Jung
Hoon (Hendro, 2015: 3) Smart city merupakan kota dengan tingkat investasi
modal manusia dan sosial serta transportasi (tradisonal) dan infrastruktur
komunikasi modern dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan
kualitas hidup yg tinggi, pada manajemen SDA yang bijaksana terhadap tata
pemerintahan yang partisipatif.
Definisi dari faktor teknologi, kota cerdas didefenisikan sebagai kota
yang berbasiskan teknologi, komunikasi dan informasi. Kota cerdas
34. 21
dinamakan juga kota hibrid, kota digital dan sejenisnya. Definisi kota cerdas
dari faktor kelembagaan didefinisikan oleh California Institute of Smart
Community sebagai suatu kota yang memiliki masyarakat kota yang terdiri
dari pemerintah, para pebisnis serta penduduk yang mengerti teknologi dan
informasi dalam membuat keputusan yang berdasar pada teknologi dan
informasi (Agung, 2014: 23).
Kota dengan dimensi ekonomi yang cerdas adalah kota yang
ekonominya berbasiskan pada jasa pengetahuan dan kreativitas manusianya
mengekploitasi pengetahuan tersebut. Secara implisit kota cerdas
mengandalkan sektor jasa yang didukung oleh penduduk kota yang kreatif
dengan mengandalkan pengetahuannya, seperti jasa industri kreatif,
pendidikan, kreavitas seni, kreavitas industri informasi dan sejenisnya. Kota
cerdas juga didukung oleh penduduk kota yang cerdas dan melek teknologi
informasi serta memiliki kesadaran tinggi untuk menjaga kotanya dan kondisi
lingkungan yang mendukung serta tata kelola pemerintahan yang baik pula
(Sadyohutomo, 2009: 45).
Smart City merupakan kota yang cerdas dalam membantu
masyarakatnya untuk mengelola sumber daya yang ada secara efisien dan
memberikan informasi kepada masyarakat yang tepat atau mengantisipasi
kejadian yang tidak terduga. Dapat disimpulkan bahwa Smart City
menggunakan teknologi yang canggih serta memanfaatkan sumber informasi
dalam mempermudah kehidupan (Agung, 2014: 23).
35. 22
Kota cerdas atau smart city, biasanya didasarkan oleh 3 hal, pertama
faktor manusia, kota dimana terdapat manusia-manusia yang kreatif dalam
bidang pekerjaan, jejaring pengetahuan, lingkungan yang bebas dari tinfakan
kriminal. Kedua faktor teknologi, kota yang berbasis pada teknologi,
komunikasi dan informasi. Terakhir faktor kelembagaan, masyarakat kota
(pemerintah, kalangan bisnis dan penduduk) dalam memahami teknologi
informasi dan membuat keputusan didasari oleh teknologi informasi
(Nurmandi, 2014: 400).
Giffinnger dan Cohehen (Hendro, 2015: 7) menjelaskan bahwa dalam
mengimplementasikan perwujudan suatu konsep smart city terhadap 6 sumbu
yang diperlukan untuk menghitung mengenai keberadaan smart city,
diantaranya:
a. Smart Living atau hidup yang cerdas : yaitu berpatokan kepada kualitas
hidup serta kebudayaan masyarakat. Adapun faktor yang sangat
mempengaruhinya yaitu ketersediaan kebutuhan akan keamanan,
kemudahan, keselamatan dan kenyamanan hidup.
b. Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang cerdas : paradigma
pemerintahan dalam mengeluarkan kebijakan untuk mengindahkan
prinsip-prinsip supremasi hukum, keadilan, kemanusiaan, transparansi,
demokrasi, profesionalitas, partisipasi dan akuntabilitas serta efektifitas
dan efesiensi kebijakan.
36. 23
c. Smart Economy atau Ekonomi cerdas : yaitu tingginya tingkat
perekonomian akan kesejahteraan finansial masyarakat dalam
pertumbuhan ekonomi yang baik dan pendapatan perkapita yang tinggi.
d. Smart Mobility atau Mobilitas cerdas : yaitu pergerakan suatu sistem yang
memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan dalam pergerakan
seminim mungkin dan secepat mungkin.
e. Smart Environment atau Lingkungan cerdas : yaitu lingkungan yang
memberikan kenyamanan pada masa kini dan masa mendatang atau kata
lain lingkungan yang keberlanjutan baik keadaan fisik maupun non fisik.
f. Smart People atau Masyarakat cerdas : yaitu modal manusia dalam weel
educated baik secara formal maupun non formal agar terwujud dalam
individu atau komunitas-komunitas yang kreatif.
2. Tata Kelola Kota Cerdas (Smart City)
Tata kelola kota cerdas mencakup unsur-unsur partisipasi didalam
pengambilan keputusan, pelayanan publik, pemerintah yang transaparan dan
perspektif politik. Untuk menunjang unsur-unsur ini, pemerintah kota harus
memiliki e-goverment yang baik, yang menghubungkan pemerintah,
masyarakat dan dunia swasta. Informasi dari masyarakat disampaikan melalui
website pemerintah dan diolah untuk membuat keputusan (Nurmandi, 2014:
405).
Ada contoh awal dari kota cerdas yang dikembangkan di Yogyakarta,
yakni dengan membuat UPIK (unit layanan informasi dan keluhan) informasi
dan keluharn masyarakat disampaikan lewat SMS, fax, email atau secara
37. 24
langsung mengakses situs yang ada. Situs secara otomatis akan
mengklarifikasikan informasi dan keluhan yang masuk (Nurmandi, 2014:
406).
3. Masyarakat Kota Cerdas (Smart City)
Ilmu sosial sudah cukup lama mengenal teori modal sosial. Modal
sosial adalah bagian daripada organisasi sosial meliputi kepercayaan, norma
dan jaringan yang bisa meningkatkan efisiensi masyarakat dalam
memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Model sosial juga bisa
didefinisikan sebagai kapabilitas yang timbul dari kepercayaan umum pada
sebuah masyarakat atau bagian tertentu dari masyarakat itu (Nurmandi, 2014:
407).
Selain itu, konsep ini juga didefinisikan sebagai serangkaian nilai atau
norma informal yang dimiliki bersama antar para anggota suatu kelompok
dengan memungkinkan terjadinya kerjasama dalam kota cerdas, masyarakat
kota memiliki kepercayaan akan norma dan jaringan yang mendukung
terbentuknya kota yang aman, bersih dan bersahabat dengan lingkungan
didukung dengan pengetahuan masyarakat yang baik tentang teknologi
informasi. Unsur yang penting menjadi ciri masyarakat kota cerdas adalah:
a. Kepercayaan
Masyarakat kota cerdas percaya, disiplin dan meyakini kreativitas serta
menggunakan pengetahuannya untuk meningkatkan produktivitas.
38. 25
b. Norma
Masyarakat kota cerdas memiliki serangkaian norma yang ditaati bersama,
seperti kebersihan, disiplin, menghormati orang lain, tertib mengikuti
aturan yang telah disepakati.
c. Jaringan
Jaringan masyarakat kota cerdas dihubungkan dengan sarana teknologi
informasi. Semua transaksi di fasilitasi oleh internet (Nurmandi, 2014:
407-408).
D. Konsep Permukiman Kumuh
1. Pengertian Permukiman Kumuh
Sebelum mengarah kepada permukiman kumuh, perlu diketahui arti
dasar dari kumuh situ sendiri, Kumuh adalah kesan dari gambaran secara
umum mengenai sikap dan tingkah laku yang rendah dinilai dari standar
kehidupan dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat
diartikan sebagai tanda atau cap kepada golongan bawah yang belum mapan
yang diberikan oleh golongan atas yang sudah mapan (Hasanuddin, 2014:
44).
Kumuh dapat diartikan sebagai sebab dan dapat juga diartikan sebagai
akibat. Ditempatkan dimana pun itu juga, kata kumuh tetap mengarah kepada
sesuatu hal yang sifatnya negatif menurut Clinard (Hasanuddin, 2014: 45)
Pemahaman kumuh dapat dilihat dari:
39. 26
a. Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dinilai dari
(1) segi fisik, yaitu ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari unsur alam
seperti air dan udara, (2) segi masyarakat sosial, yaitu ketidaknyamanan
yang ditimbulkan dari manusia itu sendiri seperti kepadatan lalu lintas dan
sampah.
b. Akibat Kumuh
Kumuh adalah perkembangan dari gejala antara lain (1) kondisi
lingkungan perumahan yang buruk; (2) tingkat penduduk sangat padat; (3)
fasilitas lingkungan yang tidak memadai; (4) menyimpangnya tingkah
laku; (5) budaya kumuh; (6) apati dan isolasi.
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah beserta kondisi hunian
masyarakat dalam kawasan tersebut sangat buruk. Rumah beserta sarana dan
prasarana tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik pada standar
kebutuhan, persyaratan rumah sehat, kepadatan bangunan, kebutuhan sarana
air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Jawas, 2011: 21).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa, permukiman
kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi serta kualitas bangunan
serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
40. 27
Kawasan permukiman kumuh menurut Budiharjo (Mardhanie, 2013: 4)
adalah lingkungan hunian dalam kualitasnya sangat tidak layak huni, ciri-
cirinya antara lain; berada dilahan yang tidak sesuai dengan peruntukan tata
ruang, luas lahan yang terbatas dengan kepadatan bangunan sangat tinggi,
rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan serta kualitas bangunan yang
sangatlah rendah, prasarana lingkungan yang tidak memadai seperti saluran
drainase, prasarana sampah yang membahayakan para penghuninya.
Permukiman kumuh juga sering disebut pemukiman liar karena
pembangunannya yang tidak resmi (liar) dilahan kosong pada kota yang
merupakan milik pemerintah ataupun swasta, yang dihuni oleh orang yang
miskin karena tidak memiliki akses untuk kepemilikan lahan tetap. Menurut
Srinivas, istilah pemukiman liar telah ada sejak masa pembangunan
diprakarsai negara Barat (Malau, 2013: 40).
Sebutan pemukiman liar sebenarnya tidak memuat suatu kecenderungan
kriminal, akan tetapi lebih menunjukkan kepada hubungan antar kelompok
orang disuatu perumahan atas tanah tertentu, maksudnya seorang pemukim
liar adalah orang yang tinggal disebidang tanah, sebuah rumah atau sebuah
bangunan tanpa ada kejelasan hukum yang kuat (Auslan dalam Malau, 2013:
40).
Menurut Yudhohusodo (Nova, 2010: 71) permukiman kumuh
merupakan kampung atau perumahan liar yang perkembangannya tidak
direncanakan terlebih dahulu yang ditempati oleh masyarakat dengan
berpenghasilan rendah sampai sangat rendah, tingginya kepadatan penduduk
41. 28
dan memiliki kepadatan bangunan tinggi dalam kondisi rumah dan
lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan maupun teknik pada
pola yang tidak teratur, kurangnya prasarana, kurangnya utilitas dan fasilitas
sosial. Ciri lain yang sangat menonjol adalah berfungsinya daerah itu sebagai
tempat transisi kehidupan pedesaan dengan kehidupan perkotaan.
Pemukiman di kawasan kumuh identik dengan pemukiman yang tidak
teratur, dengan bangunan perumahan yang sangat padat, jarak antar rumah
yang satu dengan lainnya sangat rapat, malah ada dinding yang menyatu
dengan dinding tetangga di sebelah. Bentuk dan komposisi bangunan relatif
sangat kecil dan sempit, dengan rata-rata lebar bangunan berkisar 4 – 5 meter
dengan panjang yang variatif, namun juga sangat pendek (Yenny, 2009: 31).
2. Ciri Permukiman Kumuh
Seperti yang dikemukanan oleh Suparlan (Jawas, 2011: 22) bahwa ciri-
ciri permukiman kumuh adalah:
a. Kondisi fasilitas umum yang kurang dan tidak memadai.
b. Kondisi bangunan rumah dan permukiman serta penggunaan ruangannya
mencerminkan penghuni yang tidak mampu atau miskin.
c. Tata ruang mencerminkan adanya kesemrawutan dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya dilihat dari tingkat frekuensi dan kepadatan
volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di
permukiman kumuh.
42. 29
d. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri pada batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
terwujud sebagai:
1) Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar.
2) Satuan komuniti tunggal.
3) Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT
atau RW atau bahkan terbentuk dari sebagai sebuah Kelurahan, dan
bukan hunian liar.
e. Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,
warganya memiliki mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
bermacam-macam, begitu pun dengan asal muasalnya. Dalam
masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial
berdasarkan pada kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda.
f. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang
bekerja di sektor informal atau memiliki mata pencaharian tambahan di
sektor informil.
3. Faktor Peningkatan Permukiman Kumuh
Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan
kumuh yang ada di kota menurut Suparlan (Jawas, 2011: 22) adalah:
a. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.
Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong para pendatang untuk
mencari kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Dengan keterbatasan
43. 30
keterampilan, pengetahuan, dan modal, serta adanya persaingan yang begitu
ketat di antara sesama pendatang maka para pendatang tersebut hanya bisa
tinggal dan membangun rumah dalam kondisi yang sangat minim di
perkotaan. Pada sisi lain bertambahannya jumlah pendatang yang terus
meningkat menyebabkan pemerintah tidak lagi mampu menyediakan hunian
rumah yang layak.
b. Faktor bencana.
Faktor bencana juga dapat menjadi salah satu pendorong peningkatan
kawasan kumuh. Adanya bencana, baik itu bencana alam seperti misalnya
gempa, banjir, longsor, gunung meletus maupun bencana akibat perang atau
perkelahian antar suku juga bisa menjadi penyebab jumlah rumah kumuh
meningkat dengan cepat.
Penghasilan rendah, pendidikan yang sangat kurang, dan kelangkaan
waktu yang tersedia oleh pekerjaan, menyebabkan masyarakat tidak dapat
membebaskan diri dari lingkaran kemiskinan. Semakin miskin keadaan
mereka, semakin besar kebutuhan untuk bertempat tinggal di pusat kota
secara liar, namun memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan atau sumber
penghasilan (Paulus dalam Hasanuddin, 2014: 48).
Karena proses yang ditempuh masyarakat miskin untuk memperoleh
perumahan seringkali berada di luar hukum, menurut Patrick Mc Auslan
(Hasanuddin, 2014: 49-50), ada lima konsekuensi yang berbahaya, antara
lain:
44. 31
1) Orang terpaksa membangun rumah di tempat yang buruk lingkungannya
atau berbahaya bagi kesehatannya. Permukiman miskin sering
bermunculan di atas tanah landai yang mudah longsor, di atas rawa-rawa,
dibantalan sungai, atau sepanjang kiri-kanan rel kereta api. Tanah yang
demikian tidak memiliki nilai komersial terhadap penghuniannya sehingga
kemungkinan terkena operasi pembongkaran atau penggusuran.
2) Karena status yang tidak legal dan tidak menentu, mereka praktis tidak
terjangkau prasarana yang dibuat pemerintah, seperti air ledeng,
pembuangan sampah, jalan aspal, sekolah, dan puskesmas.
3) Kota itu sendiri berkembang secara serampangan, permukiman-
permukiman liar bermunculan di bagian kota yang tidak diinginkan,
sehingga seringkali ketersediaan pelayanan umum yang sangat dibutuhkan
tersebut tidak memungkinkan.
4) Karena para penghuni liar ini berada dalam keadaan tidak menentu dan
tidak mengetahui apakah akan digusur atau tidak, maka mereka tidak
berani memperbaiki perumahan mereka.
5) Karena statusnya sebagai permukiman liar, lingkungan miskin itu lebih
dominan mendapat tekanan dari oknum-oknum petugas, yang melakukan
pembongkaran dan penggusuran.
4. Pola Penanganan Permukiman Kumuh
Beberapa pola penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan
Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh yang
45. 32
Berbasis Kawasan (Kementrian Perumahan Rakyat, 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Perbaikan, yaitu usaha untuk menambah kualitas dengan kegiatan
rehabilitasi yang sifatnya tidak mendasar, tidak menyeluruh, dalam rangka
penataan kawasan hunian sehingga menjadi hunian yang layak. Sesuai
dipergunakan untuk penanganan permukiman kumuh rendah hingga
sedang.
b. Peremajaan, yaitu usaha untuk menambah kualitas dengan kegiatan
perombakan pada perubahan yang mendasar serta penataan yang
menyeluruh dalam kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut.
Peremajaan merupakan suatau bentuk bantuan program yang diberikan
oleh Pemerintah dalam meningkatkan kualitas permukiman. Sesuai
dipergunakan untuk penanganan permukiman kumuh tinggi (KT).
c. Pemukiman kembali, yaitu upaya menempatkan atau memindahkan
permukiman pada lokasi yang berbeda yang secara khusus disediakan.
Diprioritaskan bagi permukiman yang menempati tanah negara atau rawan
bencana. Sesuai dipergunakan untuk penanganan permukiman kumuh
tinggi (KT).
d. Land Sharing, yaitu penataan kembali diatas tanah dan lahan sesuai tingkat
kepemilikan masyarakat yang sangat tinggi, masyarakat akan memperoleh
lagi lahannya dengan luas yang sama sesuai dengan yang dimiliki selama
ini secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan terhadap prasarana
umum. Sesuai untuk kawasan kumuh dengan tingkat kepemilikan sah
46. 33
cukup tinggi, tingkat kekumuhan tinggi namun tata letak permukiman
tidak berpola. Sesuai dipergunakan untuk penanganan permukiman kumuh
tinggi (KT)
e. Land Consolidation (LC), yaitu penataan ulang diatas tanah yang telah
dihuni tetapi tingkat penguasaan lahan belum sah ditangan masyarakat
cukup tinggi, tata letak permukiman tidak/kurang berpola dalam
pemanfaatan yang beragam, berpotensi pada pengembangan menjadi
kawasan fungsional yang lebih strategis, dan mungkinkan adanya mix use.
E. Kerangka Fikir
Permukiman kumuh biasnya dilihat sebagai suatu kawasan yang identik
pada kawasan yang apatis, tidak memadai, miskin dan dibawah standar.
Kehadiran pemukiman kumuh pastinya memberatkan beban kota yang
bersangkutan. Dengan demikian, pemukiman kumuh harus segera ditangani,
paling tidak keberadaan lingkungan kumuh yang ada saat ini harus dapat
sedikit demi sedikit diubah menjadi kawasan perumahan dan permukiman
yang layak huni.
Inovasi pada era sekarang ini merupakan suatu keharusan bagi sebuah
pemerintah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
Sebagaimana diketahui bahwa inovasi erat berhubungan pada ide-ide baru
yang sifat kebaruannya mempunyai nilai manfaat.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Makassar mempunyai inovasi terbaru
untuk bisa menangani masalah permukiman kumuh di lorong-lorong dengan
konsep dapat dibongkar pasang. Pemerintah Kota Makassar melalui dinasnya
47. 34
akan menyediakan Aparong yang mana Aparong ini akan diperuntuhkan
kepada masyarakat yang penghasilannya rendah serta kurang mampu.
Adapun atribut yang bisa dijadikan ukuran dalam menilai pelaksanaan
suatu inovasi menurut Rogers (Ladianto, 2013: 9) adalah Keuntungan Relatif,
Kemungkinan dicoba dan Kerumitan.
Adapun bagan kerangka fikir adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Fikir
F. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data
sehingga tidak terjadi biasan terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan
pembahasan dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan
memberikan penjelasan tentang maksud dan fokus penelitian terhadap
penulisan karya ilmiah ini. Fokus penelitian ini adalah penjelasan dari
Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh
Di Kota Makassar
Faktor Pengambat:
1. Regulasi,
2. Pembebasan
Lahan.
Atribut Inovasi:
1. Keuntungan relatif
(Relative Advantage)
2. Kemungkinan dicoba
(Triability)
3. Kerumitan (Complexity)
Terlaksananya Inovasi Apartemen Lorong (Aparong)
dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota
Makassar
Faktor Pendukung:
1. Ramah
Lingkungan,
2. Hemat Energi,
3. Pembangunannya
singkat,
4. Penggunaan
lahan sedikit.
48. 35
kerangka fikir. Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
2. Faktor yang mempengaruhi Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
G. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan penjelasan fokus penelitian diatas, maka bisa dikemukakan
deskripsi fokus penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman
Kumuh di Kota Makassar adalah salah satu cara Pemerintah Kota dalam
penataan permukiman kumuh di kota Makassar. Aparong ini
diperuntuhkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat
kurang mampu mempunyai lahan akan tetapi tidak mempunyai anggaran
untuk membangun.
2. Dalam pelaksanaan Aparong ini terdapat 3 atribut inovasi yang akan
menjadi tolak ukur dalam menilai pelaksanaan inovasi Pemerintah Kota
dalam penataan permukiman kumuh di Kota Makassar antara lain:
a. Keuntungan Relatif. Sebuah inovasi perlu memiliki keunggulan dan
nilai yang lebih dibandingkan pada inovasi sebelumnya. Selalu ada
ciri yang melekat dalam inovasi yang membedakannya terhadap nilai
kebaruannya dengan yang lain.
49. 36
b. Kemungkinan dicoba. Inovasi hanya dapat diterima bilamana telah
teruji dan terbukti memiliki keuntungan serta nilai lebih daripada
inovasi yang lama. Yang mana setiap orang atau pihak manapun
memiliki kesempatan dalam mengujii kualitas dari sebuah inovasi.
c. Kerumitan. Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai
tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan
inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena sebuah inovasi
menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat
kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.
3. Faktor pendukung dalam inovasi Apartemen Lorong (Aparong) ini
adalah hemat energi, ramah lingkungan, pembangunannya singkat dan
penggunaan lahan sedikit. Adapun faktor penghambat dalam inovasi
Apartemen Lorong (Aparong) ini adalah regulasi dan pembebasan lahan.
4. Terlaksananya Pembangunan Aparong sebagai wujud inovasi Pemerintah
Kota dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar.
50. 37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 Bulan yaitu dari bulan April sampai
bulan Mei. Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Makassar tepatnya
di Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota
Makassar, Rusunawa Mariso dan di Kelurahan Panambungan Kecamatan
Mariso. Alasan penentuan lokasi adalah Kantor Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Makassar Rusunawa Mariso dan di
Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso terkait secara langsung dengan
Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh
di Kota Makassar.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti keadaan yang alamiah. Peneliti
addalah instrumen kunci dalam pengumpulkan data secara triangulasi
(gabungan), analisis data yang bersifat induktif serta hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
penelitian deskriptif kualitatif yang mana penelitian deskriptif kualitatif
51. 38
yaitu metode yang memberi gambaran atau menganalisis suatu hasil
penelitian tetapi tidak untuk membuat kesimpulan secara luas.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
1. Data primer, adalah sumber data yang secara langsung diberikan kepada
pengumpul data. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan
cara melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
2. Data sekunder, adalah sumber data dalam penelitian ini tidak secara
langsung tetapi melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil
penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan sebagai salah satu bentuk sumber data yang paling
penting (Urgen) terhadap proses penelitian harus menggunakan teknik yang
tepat. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling menurut Sugiyono (2014:
53-54) adalah salah satu teknik pengambilan sampel sumber dari data dengan
pertimbangan tertentu. Dimana pertimbangan tertentu ini adalah orang yang
betul-betul dianggap paling tahu mengenai masalah yang akan diteliti.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
52. 39
Tabel 3.1 Informan Penelitian
No Nama Informan Inisial Jabatan Ket
1 Ir. H. Andi Ono, M.Si AO
Kepala Bidang Perumahan di
Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kota
Makassar
1 Orang
2 Noorhaq Alamsyah, ST NA
Kepala Seksi Pemanfaatan
dan Pengendalian di Dinas
Perumahan dan Kawasan
Permukiman Kota Makassar
1 Orang
3 Abd. Muis Mustafa, SE AM
Kepala Seksi Penyediaan dan
Rehabilitasi Perumahan di
Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kota
Makassar
1 Orang
4 Nur NR
Masyarakat di Rusunawa
Mariso
2 Orang
5 Rahmat RT
6 Linu LN Masyarakat Permukiman
Kumuh di Kelurahan
Panambungan
2 Orang
7 Marina MN
Jumlah 7 Orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh
oleh peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Berhasil tidaknya suatu
penelitian bergantung oleh data obyektif. Oleh karena itu, sangat perlu
diperhatikan teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat
pengambilan data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
diperlukan adalah:
53. 40
1. Observasi
Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari
perilaku tersebut. Penelitian ini memakai teknik pengumpulan data
observasi terus terang atau tersamar untuk menghindari suatu data yang
dicari merupakan data yang masih rahasia. Peneliti melakukan observasi
atau pengamatan secara langsung di Kantor Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kota Makassar.
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang atau lebih dalam bertukar
informasi dan ide dengan tanya jawab sehingga bisa dikontruksikan makna
pada suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik dalam
mengumpulkan data dengan menggunakan alat bantu buku untuk mencatat
berbagai informasi yang dibutuhkan serta kamera untuk menjadi bukti
konkrit jika memang benar melakukan wawancara dengan pihak yang
memahami permasalahan dalam hal ini dari pihak pemerintah Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar serta masyarakat
rusunawa Mariso dan masyarakat kumuh di Kelurahan Panambungan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data melalui cara
pengumpulan sumber-sumber data sekunder serta berhubungan dengan
masalah penelitian yang ada dilokasi penelitian yang menjadi catatan
peristiwa yang telah lalu. Dokumentasi bisa berupa tulisan ataupun berita
54. 41
dari media online, arsip-arsip tertulis dari Dinas Terkait untuk membantu
penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data ialah langkah berikutnya untuk mengelola data dimana data
yang dipergunakan dikerja dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk
menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian.
Dalam model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok menurut Miles &
Huberman (Sugiyono, 2014: 247) ketiga komponen tersebut yaitu:
1. Pengumpulan Data (data collection)
Adalah langkah untuk mngumpulkan berbagai data yang diperlukan
dalam penelitian. Peneliti mengumpulkan data penelitian dengan
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi serta beberapa referensi
buku maupun penelusuran online.
2. Reduksi Data (data reduction)
Jumlah data yang diperoleh di lapangan cukup banyak, untuk itu harus
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang dikemukakan semakin lama
peneliti di lapangan, maka jumlah datapun akan semakin banyak,
kompleks dan rumit. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan hal-hal yang penting, mencari tema dan
polanya kemudian membuang yang tidak perlu.
55. 42
3. Penyajian Data (data display)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan atau hubungan antar kategori dan sejenisnya.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing and
Verification)
Langkah selanjutnya dalam menganalisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang diungkapkan
masih bersifat sementara dan dapat berubah bila tidak ditemukan bukti
yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Namun apabila kesimpulan data yang diungkapkan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti
turun ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
G. Keabsahan Data
Salah satu cara yang dilakukan oleh peneliti dalam pengujian kredabilitas
data adalah dengan triangulasi. Triangulasi menurut Sugiyono, (2013: 273-
274) diartikan sebagai pengecekan kembali data dari berbagai sumber dengan
berbagai tahap dan berbagai waktu. Lebih lanjut lagi Sugiono membagi
triangulasi ke dalam tiga macam, yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Trigulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang sudah
diperoleh dengan beberapa sumber. Dalam hal ini peneliti melakukan
pengumpulan dan menguji data yang telah didapatkan dengan hasil
56. 43
pengamatan, wawancara dan dokumen-dokumen yang ada. Kemudian
peneliti membandingkan hasil pengamatan dari wawancara dan
membandingkan hasil wawancara terhadap dokumen yang ada.
2. Triangulasi Teknik
Trigulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data dari sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh
dengan wawancara lalu dicek dengan observasi dan dokumen. Apabila
ketiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut mendapatkan data yang
berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan
sumber data yang bersangkutan atau yang lain, dalam memastikan data
mana yang dianggap paling benar atau mungkin semuanya benar karena
sudut pandangnya berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga biasa mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara pada pagi hari disaat sumber
masih segar, belum ada masalah akan memberikan data yang valid
sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam menguji kredibilitas data, dapat
dilakukan dengan cara melalui pengecekan dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dengan waktu atau situasi yang berbeda. Jika hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka harus dilakukan dengan berulang-
ulang sehingga dapat ditemukan kepastian datanya. Trigulasi juga dapat
dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian dari tim peneliti lain
yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.
57. 44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian
1. Profil Apartemen Lorong (Aparong)
Kota Makassar merupakan salah satu kota terpadat di Indonesia. Lahan
perumahan terutama di pusat kota dan lorong-lorong sudah sangat terbatas, jika
ada harganya sangatlah mahal dan tidak bisa dijangkau oleh kalangan
menengah kebawah. Apartemen Lorong menjadi pilihan Pemerintah Kota
Makassar untuk menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
Pemerintah Kota Makassar akan menyediakan Apartemen Lorong yang
merupakan bagian dari program Pemerintah menjamin kesejahteraan
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apartemen Lorong ini akan
diperuntukkan bagi pekerja masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat
yang kurang mampu yang mempunyai lahan tetapi tidak memiliki anggaran
untuk membangun rumah yang layak huni. Apartemen Lorong adalah sebuah
solusi untuk bisa menangani masalah masalah permukiman kumuh di lorong-
lorong dengan konsep yang dapat dibongkar pasang. Selaian itu, rumah ramah
lingkungan tersebut diperuntukkan bagi warga yang kurang mampu.
Bangunan Apartemen Lorong tersebut awalanya membutuhkan
anggaran sekitar Rp 200 Juta per satu unit bangunan Apartemen Lorong.
Namun, mengingat anggarannya cukup besar oleh karena itu kemungkinan
58. 45
akan dikurangi dengan subsidi dari pemerintah. Bagi masyarakat yang
memiliki lahan akan tetapi tidak memiliki dana atau anggaran untuk
membangun rumah akan dibantuh oleh pemerintah.
Pembuatan Apartemen Lorong adalah salah satu solusi perumahan
murah bagi masyarakat yang bepenghasilan rendah. Apartemen Lorong ini juga
merupakan sebuah solusi untuk menangani masalah permukiman kumuh di
lorong-lorong dengan konsep yang dapat dibongkar pasang karena tanpa
pondasi. Hunian Apartemen Lorong tersebut berukuran 4 x 12 meter persegi
dengan dua lantai yang menggunakan bahan kayu dan rangka baja ringan.
Apartemen Lorong terdiri dari 2 lantai dengan konsep minimalis dan
dilengkapi dengan pendingin ruangan, nantinya Apartemen Lorong ini di
bangun secara massal agar harg yang ditawarkan bisa lebih murah, sehingga
akan bisa terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga yang
concern terhadap bangunan dengan konsep ramah lingkungan, menetapkan
enam standar dasar dimana suatu gedung dapat dikatakan sebagai gedung yang
hijau. Yang mana ketenuan tersebutlah yang dijadikan acuan dalam
pembangunan Apartemen Lorong. Adapun ke enam standar tersebut antara
lain:
a. Tepat Guna Lahan (Appropriate Slite Development/ASD),
Hal ini berkaitan dengan cara membangun suatu gedung yang
sesuai, baik dari segi fungsi dan penggunaan lahan yang akan
digunakan.
59. 46
b. Efisiensi Energi dan Refrigeran (Energy Efficiency and
Refrigerant/EER,)
Penghematan energi atau efisiensi energi menjadi hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan gedung berkonsep green building.
Misalnya dalam pembuatan ventilasi dan jendela ruang yang ideal
adalah bisa menambah pencahayaan ruang dan memberikan sirkulasi
udara yang cukup. Sehingga hal ini juga bisa mengurangi penggunaan
AC atau pencahayaan seperti lampu secara berlebihan.
c. Konservasi Air (Water Conservation/WAC),
Keterbatasan sumber daya memaksa untuk berfikir bagaimana
memanfaatkan sumber daya yang ada, jika tidak dimungkinkan untuk
menambah kemudian bagaimana menghemat dan mendaur ulang. Pada
gedung tinggi misalnya dapat diterapkan seperti penggunaan toilet
dengan sistem flush otomatis. Hal ini demi mengurangi penggunaan air
yang berlebihan. Sementara penghematan lain dilakukan dengan daur
ulang seperti bagaimana mengaspal halaman sehingga dengan dibiarkan
dan dibuat penampungan air bisa menambah cadangan air tanah
disekitar bangunan.
d. Kualitas Udara dan Kenyamanan Udara (Indoor Air Health and
Comfort/IHC),
Agar tercipta kenyamanan saat berada pada suatu ruangan, tidak
hanya ditunjang dari segi desain ruangan namun kesehatan indoor perlu
diperhatikan. Diantaranya dengan tidak memperbolehkan merokok
60. 47
didalam ruangan atau jika memungkinkan menyediakan ruang khusus
untuk merokok. Mengatur temperatur udara sehingga ruangan berada
pada suhu ruang yang normal, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu
panas.
e. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC),
Penggunaan material daur ulang bukan saja dilakukan demi
pemanfaatan ulang, namun disisi lain juga bisa memberikan sentuhan
dekorasi menarik pada ruangan. Tentunya dengan mengkreasikan
material daur ulang sehingga menjadi dekorasi yang tidak biasa.
f. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Enviroment
Management),
Mengelola lingkungan sekitar bangunan agar ke depannya tidak
tercemar dan bisa juga menerapkan konsep daur ulang limbah sebelum
melakukan pembuangan sehingga tidak meracuni dan merusak tanaman
dan lain sebagainya.
2. Gambaran Umum Kecamatan Mariso
a. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kecamatan Mariso merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di Kota
Makassar. Secara administratif, Kecamatan Mariso berbatasan dengan
Kecamatan Ujung Pandang di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Mamajang, di sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Tamalate dan di sebelah barat berbatasan dengan Selat
Makassar.
61. 48
Kecamatan Mariso merupakan daerah bukan pantai dengan topografi
ketinggian wilayah kurang dari 500 meter dari pemukaan laut. Menurut
jaraknya, letak masing-masing kelurahan ke Ibukota Kecamatan bekisar 1-2
km.
b. Luas Wilayah
Kecamatan Mariso terdiri dari 9 kelurahan dengan luas wilayah 1,82
km². Dari luas wilayah tersebut pada tabel 4.13, tampak bahwa kelurahan
yang memiliki wilayah terluas adalah Kelurahan Panambungan yaitu 0,31
km². Terluas kedua dan ketiga berturut-turut adalah Kelurahan Mario
dengan luas wilayah 0,28 km² dan Kelurahan Kunjung Mae 0,26 km².
Sedangkan yang paling kecil wilayahnya adalah kelurahan Tamarumang
dengan luas wilayahnya 0,12 km².
c. Perkembangan Desa/Kelurahan
Tingkat klasifikasi desa/kelurahan di Kecamatan Mariso tahun 2016
terdiri dari 9 Kelurahan, 217 RT dn 47 RW, dengan kategori kelurahan
Swasembada.
Tabel 4.1 Klasifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Mariso Tahun 2016
Desa/Kelurahan Swadaya Swakarya Swasembada
01. Bontomarannu - -
02. Tamarunang - -
03. Mattoanging - -
04. Kampung Buyang - -
05. Mariso - -
06. Lette - -
07. Mario - -
08. Panambungan - -
09. Kunjung Mae - -
Jumlah - - 9
Sumber : Kecamatan Mariso dalam Angka 2017
62. 49
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada lagi kelurahan di
Kecamatan Mariso yang termasuk dalam kategori Swadaya dan Swakarya.
Karena semua kelurahan yang ada Kecamatan Mariso sudah berada pada
kategori Kelurahan Swasembada.
Tabel 4.2 RT, RW dan Lingkungan di Kecamatan Mariso Tahun 2016
Desa/Kelurahan RT RW Lingkungan
01. Bontomarannu 17 5 -
02. Tamarunang 19 5 -
03. Mattoanging 16 4 -
04. Kampung Buyang 17 4 -
05. Mariso 38 7 -
06. Lette 28 5 -
07. Mario 16 5 -
08. Panambungan 33 8 -
09. Kunjung Mae 33 4 -
Jumlah 217 47 -
Sumber : Kecamatan Mariso dalam Angka 2017
Dari Tabel diatas bisa ketahui bahwa jumlah RT yang ada di
Kecamatan Mariso adalah sebanyak 217 dengan Kelurahan Mariso yang
mempunyai jumlah RT terbayak yaitu sebanayk 38 RT dan 7 RW.
Kemudian Kelurahan Panambungan dan Kelurahan Kunjung Mae yang
masing-masing jumlah RT sebanyak 8 dan jumlah RW pada Kelurahan
Panambungan sebanyak 8 RW dan Kelurahan Kunjung Mae 4 RW.
d. Jumlah Penduduk
Pada tahun 2016, jumlah penduduk di kecamatan Mariso mencapai
59.292 jiwa, dengan rincian penduduk laki-laki sebesar 29.865 jiwa dan
perempuan 29.436 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk
kecamatan mariso sebesar 101.07% yang berarti setiap 100 orang penduduk
perempuan terdapat 101 orang penduduk laki-laki.
63. 50
Jumlah Rumah tangga di Kecamatan Mariso berdasarkan proyeksi
penduduk Tahun 2016 berjumlah 13.753 Rumah Tangga. Tingkat kepadatan
penduduk di Kecamatan Mariso mencapai 32.578 km². Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan
Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Mariso Tahun 2016
No Kelurahan
Luas
(Km²)
Jumlah Penduduk Jumlah Rumah
Tangga
LK PR
1. Mariso 0,18 4.099 4.060 1.810
2. Panambungan 0,31 6.363 5.872 2.895
Sumber : Kecamatan Mariso dalam Angka 2017
Adapun Data kepadatan penduduk di Tahun 2017 yang telah tercatat
di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.4 Data Indikator Kepadatan Penduduk
Kecamatan Kepadatan Bangunan
Luas
permukiman
(Ha)
Jumlah total
bangunan
(unit)
Tingkat
kepadatan
bangunan
(unit/Ha)
01. Biringkanaya 1.169 34.545 30
02. Bontoala 140 8.495 61
03. Makassar 195 12.172 62
04. Mamajang 225 8.892 40
05. Manggala 1.076 24.529 23
06. Mariso 141 8.131 58
07. Panakukang 822 22.876 28
08. Rappocini 811 27.243 34
09. Tallo 551 21.978 40
10. Tamalanrea 1.008 18.985 19
11. Tamalate 1.119 30.776 27
12. Ujung Pandang 198 5.296 27
13. Ujung Tanah 147 10.447 71
14. Wajo 97 5.785 60
Jumlah 7.699 240.150 31
Sumber : Buku Profil Dinas Perumahan dan Kawasan Permukian 2017
64. 51
Berdasarkan tabel diatas, maka bisa diketahui bahwa kecamatan yang
memiliki wilayah permukiman terluas adalah Kecamatan Biringkanaya
dengan luas permukiman 1.169 Ha dengan total bangunan sebanyak 34.545
unit. Adapun kecamatan yang memiliki luas permukiman terkecil adalah
Kecamatan Wajo dengan luas permukiman 97 Ha dan toal bangunan
sebanyak 5.785 unit.
Data luasan permukiman kumuh di Kota Makassar berdasarkan Surat
Keputusan Walikota Makassar Nomor 050-05/1341/KEP/IX/2014 dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Data Luasan Kumuh Kota Makassar berdasarkan Surat Keputusan
Walikota Makassar Nomor 050-05/1341/KEP/IX/2014
No.
Nama Lokasi
(Kelurahan)
Luas Kumuh
(Ha)
Kecamatan Jumlah RT
1. Mariso 3,68 Mariso 183
2. Panambungan 5,94 Mariso 189
Sumber : Buku Profil Dinas Perumahan dan Kawasan Permukian 2017
Jumlah Kelurahan yang ada di Kota Makassar dan termasuk dalam
lokasi kumuh adalah sebanyak 103 Kelurahan. Yang mana Kelurahan yang
memiliki lokasi kumuh terluas adalah kelurahan Parang Tambung dengan
luas 42.84 Ha yang terletak di Kecamatan Tamalate dan memiliki 606
jumalh rumah tangga. Sementara Kelurahan yang memiliki lokasi kumuh
terkecil adalah Kelurahan Manggala dengan luas kumuh 0,66 Ha terletak di
Kecamatan Manggala dengan jumlah rumah tangga sebanyak 87. Sehingga
jumlah keseluruhan lokasi permukiman kumuh dari 103 Kecamatan yang
ada di Kota Makassar adalah sebanyak 740.02 Ha dengan jumlah rumah
tangga sebanyak 17.114.
65. 52
B. Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar
Kawasan permukiman kumuh adalah kawasan yang dimana rumah dan
kondisi hunian masyarakat di kawasan itu masih tergolong sangat buruk.
Rumah beserta sarana dan prasarana yang digunakan tidak sesuai dengan
standar yang berlaku, baik dari segi standar kebutuhan, kepadatan bangunana,
persyaratan rumah sehat, kelengkapan prasarana jalan, kebutuhan sarana air
bersih, ruang terbuka serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.
Kehadiran permukiman kumuh sangat berkaitan dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Hal tersebut berakibat pada minimnya daya dukung
lingkungan, tingkat kesehatan masyarakat menurun, meningkatkan resiko
kerawanan dan konflik sosial serta menurunnya kualitas sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, permukiman kumuh segera harus ditangani, paling tidak
keberadaan lingkungan kumuh yang ada saat ini harus diubah sedikit demi
sedikit menjadi lingkungan perumahan dan permukiman yang layak huni,
aman, serasai, sehat dan teratur.
Hal tersebut berkaitan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan yang
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif.
66. 53
Seiring dengan peningkatan kawasan permukiman kumuh pemerintah
kota Makassar mempunyai inovasi terbaru untuk bisa menangani masalah
permukiman kumuh di lorong-lorong. Melalui dinasnya, Pemerintah Kota
Makassar akan menyediakan Apartemen Lorong yang menjamin kesejahteraan
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar merupakan salah satu bentuk inovasi
Pemerintah Kota Makassar yang bisa menunjang terwujudnya smart city di
Kota Makassar. Hal tersebut tercantum pada visi dan misi Walikota dan Wakil
Walikota Makassar yaitu Mewujudkan Kota Dunia melalui sub visi : Penataan
lorong untuk membangun Kota Dunia, melalui misi utama yang akan
dilaksanakan yaitu merekontruksi nasib rakyat menjadi sejahtera standar dunia
dan merestorasi tata kota yang tidak nyaman menjadi kota nyaman Dunia.
Kemudian pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar yang termuat dalam Visi dan
Misi Walikota dan Wakil Walikota Makassar dipertegas melalui Perda Kota
Makassar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Makassar tahun 2014-2019 Pasal 4 Ayat 2
bahwa Rencana pembangunan jangka menengah daerah disusun dengan tujuan
untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang mengakomodir
berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan masyarakat.
Inovasi mempunyai sifat mendasar yaitu sifat kebaruan yang sekaligus
menjadi ciri dasar dari sebuah inovasi. Dengan sifat kebaruannya, inovasi harus
67. 54
mempunyai nilai dan manfaat atas ide-ide baru yan ditimbulkan. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa inovasi mempunyai atribut yang dapat dijadikan
ukuran untuk menilai pelaksaan inovasi terkait dengan Pelaksanaan Inovasi
Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota
Makassar (Rogers dalam Ladiatno, 2013: 9) yaitu :
1. Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
Keuntungan relatif adalah sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan
dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah
nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang
membedakannya dengan yang lain. Sejalan dengan pelaksanaan Inovasi
Pemerintah Kota dalam hal ini pada program Apartemen Lorong di Kota
Makassar dapat dikatakan bahwa inovasi ini mempunyai keunggulan dan nilai
lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Sebagaimana pada pengertian
inovasi yang menjelaskan bahwa inovasi adalah sebuah new ideas that work,
yang berarti bahwa inovasi sangatlah berhubunan erat dengan ide-ide baru
yang mempunyai nilai dan manfaat.
Dilihat dari konsep Apartemen Lorong yang dapat dibongkar pasang
karena tanpa pondasi, selain itu juga merupakan rumah ramah lingkungan bagi
warga yang kurang mampu. Hunian Apartemen Lorong tersebut berukuran 4 x
12 m² dengan dua lantai yang menggunakan bahan kayu dan baja ringan.
Sebagian dari itu bangunan Apartemen Lorong termasuk dalam Green Building
Council Indonesia (GBCI), karena mengadopsi beberapa standar dasar
bangunan dikatakan sebagai bangunan yang hsijau diantaranya tepat guna
68. 55
lahan, efisiensi energi, kualitas udara dan kenyamanan udara serta manajemen
lingkungan bangunan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis
dengan Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pengendalian Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kota Makassar mengatakan bahwa:
“Keunggulan dari aparong ini ada beberapa disamping satu dia
merupakan bangunan yang proses pelaksanaannya sangat singkat dari
proses pabrikasi sampai perakitan bisa dilakukan 3-7 hari saja, setelah itu
sudah bisa digunakan, bisa juga dijadikan suatu kesatuan menjadi
kampung aparong, bisa dijadikan sebagai alternatif bangunan darurat
tanggap bencana. Akan tetapi, perumahan ini masih dalam proses
pembangunan dan masih didiskuksikan bagaimana implementasinya bisa
sampai ditengah-tengah masyarakat yang merupakan sasaran utama
dalam pembangunan aparong ini yaitu masyarakat di kawasan
permukiman kumuh. Bangunan aparong ini sudah ada wujudnya di
beberapa lokasi seperti rusunawa Mariso, rusunawa Daya, dan kelurahan
Sudiang. Saat ini akan di bangun lagi di kelurahan Buloa. Tetapi untuk
terpakai dimasyarakat itu belum, makanya aparong ini belum bisa
dikatakan inovasi yang berhasil karena masyarakat belum merasakan
dampaknya”. (Wawancara dengan NA, 11 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa memang
Apartemen lorong ini memiliki keunggulan tersendiri baik itu dari segi proses
pelaksanaannya yang sangat singkat dan juga Apartemen Lorong ini
multifungsi yaitu bisa juga dijadikan sebagai alternatif bangunan tanggap
bencana karena proses pembangunannya itu yang sangat singkat. Akan tetapi
masyatakat belum bisa merasakan dampak terkhusus bagi masyarakat di
kawasan permukiman kumuh dari adanya bangunan Apartemen Lorong ini
mengingat sampai saat ini Apartemen Lorong ini masih dalam tahap
pembangunan. Bangunan Apartemen Lorong ini sudah dibangun di 3 titik di
Kota Makassar yaitu di Rusunawa Mariso, Rusunawa Daya dan Kelurahan
Sudiang dan akan dibangun juga di Kelurahn Buloa.
69. 56
Hal tersebut senada dengan hasil wawancara peneliti dengan Kepala
Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota
Makassar mengatakan :
“Secara keseluruhan bangunan aparong belum termasuk dalam green
builimg tetapi ada beberapa item bangunan yang menggunakan bahan
ramah lingkungan seperti tidak menggunakan keselurahan bangunan dari
bahan kayu tapi kita menggunakan besi dan baja ringan, Aluminum
Composite Panel (Alucopan), menggunakan lampu-lampu hemat energi
sehingga pemakaian energinya relatif kecil. Namun untuk saat ini
aparong yang ada dialih fungsikan menjadi civic center atau kegiatan
masyarakat yang mana kalau ada kegiatan sosialisasi atau kegiatan
kemasyarakatan lainnya masyarakat dapat menggunakan bangunan
aparonf tersebut yang mana kami selaku pemerintah akan secepatnya
meresmikan aparong ini dibulan depan sehingga masyarakat dapat
menggunakan dalam berbagai kegiatan”. (Wawancara dengan AO, 9 Mei
2018)
Berdasarkan hasil wawancara dari kedua informan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa inovasi Pemerintah Kota pada Program Apartemen Lorong
sangatlah layak untuk dilaksanakan. Dilihat dari segi keunggulan yang dimiliki
oleh bangunan Apartemen Lorong tersebut yang sangat ramah lingkungan,
penggunaan energinya sedikit dan juga pembangunannya tidak menggunakan
lahan yang cukup luas. Akan tetapi pelaksanaan inovasi tersebut masih dalam
tahap pembangunan dan pendiskusian mengenai proses implementasinya agar
dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat di kawasan permukiman kumuh
yang merupakan sasaran utama dari pembangunan Apartemen Lorong tersebut.
Oleh karena itu, bangunan Apartemen Lorong yang ada saat ini akan dialih
fungsikan menjadi Civic Center atau kegiatan masyarakat yang mana
pemerintah segera akan meresmikan Apartemen Lorong ini dibulan depan agar
70. 57
secepatnya difungsikan oleh masyarakat di rusunawa mariso, rusunawan daya
dan kelurahan sudiang.
Adapun hasil wawancara peneliti dengan salah satu masyarakat di
lingkungan rusunawa mariso mengatakan bahwa :
“Kami masyarakat disini setuju kalau aparong ini dibangun disini karena
kami lihat ada taman dan fasilitas olaraga yang disediakan di samping
bangunan aparong jadi kami bisa menggunakannya terutama bagi lansia
bisa melakukan olaraga disana dan kalau sore kami bisa duduk-duduk
ditamannya karena ada tempat duduk disana. Tapi harapan kami
pemerintah membuatkan pagar dan memberikan tanggung jawab kepada
satu orang untuk menjaga keamanan aparong ini karena kami masyarakat
belum menggunakannya sementara fasilitasnya sudah ada sebagian yang
rusak”. (Wawancara dengan NR, 13 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
di Rusunawa Mariso sangat antusias dan setuju dengan dibangunnya
Apartemen Lorong. Oleh karena fasilitas-fasilitas yang mereka butuhkan ada
disiapkan sepaket dengan bangunan Apartemen Lorong. Sesuai dengan
pengertian inovasi yang harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih
dibanding dengan inovasi sebelumnya yang mana hal tersebut yang akan
menjadi ciri yang membedakannya dengan inovasi yang lainnya. Masyarakat
berharap agar pemerintah memperhatikan masalah keamanannya agar fasilitas-
fasilitas yang ada tetap terjaga. Mengingat Apartemen Lorong tersebut belum
terpakai oleh masyarakat tetapi sudah ada sebagaian fasilitasnya yang rusak.
2. Kemungkinan dicoba (Triability)
Kemungkinan dicoba adalah inovasi bisa diterima apabila telah teruji dan
terbukti mempunyai keunggulan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi
yang lama. Dimana setiap orang atau pihak manapun mempunyai kesempatan
71. 58
untuk menguji kualitas dari sebuah inovasi berkaitan dengan itu inovasi
Pemerintah Kota pada Program Apartemen Lorong ini telah teruji dan terbukti
mempunyai keunggulan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi
sebelumnya. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Kepala Seksi
Penyediaan dan Rehabilitasi Perumahan Dinas Perumahan dan Permukiman
Kota Makassar mengatakan :
“Sebagai tahap awal kami dalam memulai pembangunan Aparong ini
terlebih dahulu kami memperkenalkan Aparong kepada masyarakat luas.
Salah satunya yaitu kami membangun Aparong di Anjungan Pantai
Losari pada tahun 2015 lalu dan sampai sekarang bangunannya masih
yang mana saat ini digunakan oleh Satpol PP untuk memantau keamanan
di sekitar Anjungan Pantai Losari. Setiap orang atau pihak manapun
mempunyai kesempatan untuk melihat dan menilai kualitas dari Aparong
tersebut. Dengan adanya bangunan percontohan tersebut kami banyak
mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan. Berangkat dari
respon tersebutlah kami mulai membangun Aparong di beberapa titik
seperti Rusunawa Mariso, Rusunawa Daya dan Keluruhan Sudiang”.
(Wawancara dengan AM, 7 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat diketahui bahwa hal
pertama yang pemerintah lakukan dalam pembangunan Apartemen Lorong ini
adalalah memperkenalkan Apatemen Lorong kepada masyarakat luas dengan
membuat bangunan percontohan di Anjungan Pantai Losari. Hal tersebut
dilakukan karena pemerintah ingin mengetahui seperti apa respon masyatakat
dengan adanya bangunan Apartemen Lorong ini dengan memberikan
kesempatan kepada semua pihak untuk melihat dan menilai kualitas dari
Bangunan Apartemen Lorong tersebut. Hasilnya adalah pemerintah banyak
mendapatkan dukungun dan respon positif sehingga pemerintah melanjutkan
pembangunan Apartemen Lorong ini.
72. 59
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Dinas Perumahan
dan Kawasan Permukiman Kota Makassar mengatakan bahwa :
“Bangunan percontohan aparong yang ada di Anjungan Pantai Losar
telah dikunjungi dan dilihat oleh Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla pada
bulan mei 2015 yang lalu. Bapak Jusuf kalla pada saat itu sangat
merespon baik dengan adanya aparong dan menginginkan agar aparong
ini segera dibuat ditengah-tengah masyarakat terutama dilingkungan
kumuh. Selain itu juga Bapak JK melontarkan pujian kepada Walikota
Makassar karena bisa membuat hunian yang sangat bagus yang bisa
tinggali warga kumuh. Oleh karena itu aparong ini sudah bisa dikatakan
sebagai inovasi karena telah teruji dan terbukti mempunyai keunggulan
dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.” (Wawancara
dengan AO, 9 Mei 2018)
Berdasarkan kedua hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa
bangunan Apartemen Lorong (Aparong) sudah layak dijadikan inovasi dalam
penataan permukiman kumuh karena sudah melalui tahap uji kualitas. Yang
mana pemerintah banyak mendapatkan banyak respon positif dari berbagai
kalangan dengan adanya bangunan Apartemen Lorong (Aparong) ini. Terlebih
lagi masyarakat kota makassar sangat merespon dengan baik dengan adannya
Apartemen Lorong (Aparong) ini meskipun Apartemen Lorong (Aparong)
belum bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat tetapi setidaknya pemerintah
sudah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak dalam hal pembangunannya.
3. Kerumitan (Complexity)
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan
yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun
demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih
baik maka tingkat kerumitan ini pada umumnya pasti ada dan akan berusaha
untuk dipermudah. Dalam pelaksanaan inovasi Pemerintah Kota pada
73. 60
Pembangun Apartemen Lorong memang mempunyai kerumitan atau tantangan
yang harus dihadapi oleh pemerintah, namun patut diketahui bahwa kondisi ini
merupakan tantangan dari upaya untuk mencipatakan dan merealisasikan
inovasi yang lebih baik daripada sebelumnya.
Seperti yang dijelaskan oleh informan Kepala Seksi Pemanfaatan dan
Pengendalian Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar
mengatakan bahwa:
“Dalam pembangunan aparong kami mengalami kerumitan pada lahan
pembangunan Aparong, karena masyarakat di Lingkungan kumuh tidak
ingin kalau lahan mereka yang digunakan untuk pembangunan Aparong,
dengan alasan masyarakat ingin pembangunannya dilakukan secara
gratis, sementara jika aparong ini dibanguni dilahan masyarakat, lahan
tersebut harus terlebih dahulu menjadi lahan Pemerintah Kota karena
nantinta ini akan menjadi aset dari Pemerintah Kota. Oleh karena itu,
kami terus berupaya mencari jalan keluar agar Aparong ini bisa tepat
sasaran yaitu untuk masyarakat di kawasan kumuh. Kami bisa saja
membangun Aparong dilahan Pemerintah Kota yang ada saat ini, namun
sasaran utama dibangunnya Aparong ini adalah merubah kawasan
permukiman kumuh menjadi kawasan yang indah, bersih dan nyaman.”
(Wawancara dengan NA, 27 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kerumitan
yang dialami oleh pemerintah dalam Program Apartemen Lorong ini adalah
pembebasan lahan yang mana masyarakat dilingkungan kumuh tidak
menginginkan jika lahan mereka diambil alih oleh Pemerintah Kota untuk
Pembangun Apartemen Lorong. Mereka menerima Pembangun Apartemen
Lorong apabila dilakukan secara gratis. Sebagaimana yang diungkap oleh
informan masyarakat di lingkungan kumuh Kelurahan Panambungan
Kecamatan Mariso mengatakan bahwa :
74. 61
“Kami masyarakat tidak menginginkan jika harus memberikan lahan
yang kami miliki ke pada Pemerintah Kota secara cuma-cuma (gratis),
karena lahan yang kami miliki hanya ini”. (Wawancara dengan LN, 22
Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa masyarakat di
kawasan permukiman kumuh tidak ingin memberikan lahan kepada pemerintah
untuk pembangunan Apartemen Lorong ini. Hal tersebut dikarenakan lahan
yang mereka miliki tidak ada lagi selain yang mereka tempati saat ini. Mereka
menginginkan pembangunan Apartemen Lorong ini dilakukan secara gratis
sehingga mereka tidak perlu lagi memberikan lahan milik mereka kepada
pemerintah.
Adapun tambahan jawaban dari informan masyarakat di lingkungan
kumuh Kelurahan Panambungan Kecamatan Mariso mengatakan bahwa :
“Pemerintah ingin membangun Aparong dilahan kami lalu lahan kami
harus diambil alih oleh Pemerintah Kota sementara nantinya jika kami
ingin bertempat tinggal di bangunan Aparong kami harus membayarnya
dalam bulan. Untuk makan sehari-hari saja kami susah apalagi ditambah
dengan harus membayar rumah itu setiap bulannya, kami tentunya tidak
mampu”. (Wawancara RT, 22 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pemerintah dan masyarakat
diatas dapat disimpulkan bahwa kerumitan yang dialami oleh Pemerintah
dalam Pembangun Apartemen Lorong ini adalah masalah lahan. Yang mana
masyarakat kumuh tidak menginginkan jika lahan mereka dilimpahkan kepada
pemerintah untuk pembangunan untuk Pembangun Apartemen Lorong. Hal
tersebut dikarenakan pada ketakutan masyarakat di lingkungan kumuh jika
nantinya mereka tidak sanggup membayar perumahan tersebut dalam hal ini
Apartemen Lorong berhubung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja
75. 62
mereka masih kesulitan atau pas-pasan. Pemerintah bisa saja membangun
Apartemen Lorong dilahan-lahan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota akan
tetapi sasaran utama dari Pembangun Apartemen Lorong ini adalah masyarakat
dilingkungan permukiman kumuh, agar supaya lingkungan yang tadinya
kumuh dapat diubah menjadi lingkungan yang nyaman, bersih dan indah. Hal
tersebut didalam Visi dan Misi Walikota dan Wakil Walikota Makassar yaitu
Merestorasi tata kota yang tidak nyaman menjadi kota nyaman dunia.
C. Faktor yang mempengaruhi Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar
Keberhasilan pada pelaksanaan suatu program Pemerintah Daerah
Perkotaan tentunya ditunjang oleh berbagai faktor diantaranya seperti faktor
pendukung dan faktor penghambat. Bila dicermati tentang penataan
permukiman kumuh dalam Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar terdapat faktor pendukung
dan faktor penghambat sebagai berikut :
1. Faktor Pendukung
Terdapat faktor pendukung dalam pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong
(Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar yaitu
terletak pada keunggulan relatif dari segi konsep bangunan Apartemen Lorong
yang mana proses pembangunannya yang sangat cepat, hemat energi dan
ramah lingkungan. Sebagaimana yang dikemukan oleh Kepala Seksi
Pemanfaatan dan Penendalian Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kota Makassar mengemukakan bahwa :
76. 63
”Faktor pendukung pada Program Apartemen Lorong (Aparong) ini
adalah menawarkan kemudahan dari segi kontruksi bangunannya karena
pembangunannya cepat mulai dari proses pabrikasi sampai perakitannya
bisa dilakukan 3-7 hari saja. Sementara itu, bangunan Aparong ini dapat
dibongkar pasang jadi lebih fleksibel atau multi fungsi bangunan”.
(Wawancara dengan NA, 11 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa faktor yang
mendukung dalam pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam
Penataan Permukiman Kumuh di Kota Makassar terletak pada segi keuntungan
relatif yaitu menawarkan kemudahan dari segi kontruksi bangunannya karena
pembangunannya sangatlah cepat selain itu juga Apartemen Lorong ini
bangunannya sangatlah fleksibel karena mutlti fungsi dan bangunannya dapat
dibongkar pasang.
Kemudian tambahan hasil wawancara dari Kepala Bidang Perumahan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar mengemukakan bahwa :
“Selain dari segi kontruksi bangunannya, adapun faktor pendukung dari
program aparong ini adalah ramah lingkungan dan hemat energi, yang
mana pada proses pembangunannya kami menggunakan bahan-bahan
yang ramah lingkungan seperti tidak menggunakan bahan kayu terlalu
banyak, menggunakan baja ringan atau Alucopan serta menggunakan
lampu-lampu hemat energi. Kami menempatkan fentilasi-fentilasi pada
posisi yang pas agar cahaya dari luar bisa masuk kedalam ruangan
sehingga pemakaian energinya relatif kecil”. (Wawancara dengan AO, 9
Mei 2018)
Berdasarkan kedua hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor pendukung dari Inovasi Pemerintah Kota pada Program Apartemen
Lorong terletak pada segi kontruksi bangunannya yang dimana dalam proses
pelaksanaannya dapat dilakukan 3-7 hari saja mulai dari pabrikasi sampai pada
proses perakitannya. Selain itu dari segi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembangunan Apartemen Lorong sangat ramah lingkungan dan hemat energi.
77. 64
2. Faktor Penghambat
Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar tentunga tidak terlepas dari hambatan-
hambatan yang dialami oleh pemerintah. Hambatan-hambatan tersebut terletak
pada kerumitan yang menjadi faktor penghambat dari pelaksanaan program
tersebut yaitu diantaranya regulasi dan penggunaan lahan. Sebagimana yang
dijelaskan oleh Kepala Seksi Penyediaan dan Rehabilitasi Perumahan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar mengemukakan bahwa :
“Untuk saat ini kami terkendala pada regulasi karena program aparong
ini belum memiliki payung hukum untuk dijadikan acuan dalam proses
pembangunannya. Saat ini kami bersama kawan-kawan di DPRD Kota
Makassar sedang mendiskusikan bagaimana regulasi yang akan
ditetapkan mulai dari kepemilikan bangunan warga, aturan cicilnya atau
hibahnya. Dikarenakan aparong ini merupakan perumahan murah dan
bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara tidak
langsung akan ada aturan-aturan atau kriteria yang ditetapkan pemerintah
untuk peruntukan aparong ini nantinya. Saat ini Bapak Walikota sedang
mengusulkan agar program aparong ini bisa menjadi program nasional,
dengan harapan Pemerintah Pusat bisa membantu untuk mengalokasikan
anggaran kepada Pemerintah Kota Makassar dalam hal pembangunan
apartemen lorong ini”. (Wawancara dengan AM, 7 Mei 2018)
Hasil wawancara diatas menujukkan bahwa faktor penghambat pada
Program Apartemen Lorong adalah pada regulasi yang mana belum ada
regulasi atau payung hukum yang mengatur tentang Program Apartemen
Lorong ini. Dimana aturan itu akan digunakan untuk mengatur proses
protokolnya sehingga dengan payung hukum itu Program Apartemen Lorong
bisa diimplementasikan dengan baik. Saat ini regulasi dari Apartemen Lorong
ini sementara dirumuskan dan nantinya akan memuat tentang bagaimana
kepemilikan bangunnya nantinya serta bagaimana aturan cicilnya dan lain
78. 65
sebagainya. Selain terkendala pada regulasi pemerintah juga masih terkendala
pada penggunaan lahan seperti yang dikemukakan oleh Kepala bidang
Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar
mengatakan bahwa :
“Faktor lain yang menjadi penghambat dalam pembangunan aparong ini
yaitu pada penggunaan lahannya karena masyarakat tidak mau serta
merta menyerahkan lahannya kepada Pemerintah Kota untuk
dibangunkan aparong. Jika mereka menyerahkan otomatis lahan tersebut
bukan lagi milik mereka. Kami juga terus berdiskusi denga sejumlah
lurah untuk membantu kami dalam berkomunikasi dengan masyarakat
untuk membicarakan masalah penggunaan lahan dalam hal pembangunan
aparong ini. Kami dari pemerintah bisa saja membangun aparong ini
dilahan milik Pemerintah Kota yang ada saat ini, akan tetapi sasaran
utama dalam pembangunan aparong ini adalah untuk menata
permukiman kumuh menjadi kawasan yang bersih, indah dan nyaman.”
(Wawancara dengan AO, 9 Mei 2018)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
penghambat dalam pelaksanaan inovasi Pemerintah Kota pada Progarm
Apartemen Lorong adalah pada regulasi dan penggunaan lahan. Yang mana
Pemerintah terus berupaya untuk menyelesaikan hambatan-hambatan yang
dialami dalam proses pelaksanaannya agar dengan cepat masyarakat bisa
merasakan seperti apa dampak dan kenyamanan serta keindahan bangunan dari
Apartemen Lorong tersebut. Pemerintah dari Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman terus berkerja sama dengan para Ketua RT dan RW terkhusus di
daerah kawasan permukiman kumuh untuk terus berdiskusi dengan masyarakat
mencari solusi terkait dengan pembebasan lahan yang akan digunakan dalam
pembangunan Apartemen Lorong ini.
79. 66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang Inovasi
Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan Permukiman Kumuh di
Kota Makassar maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan indikator
inovasi adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Inovasi Apartemen Lorong (Aparong) dalam Penataan
Permukiman Kumuh di Kota Makassar berdasarkan atribut inovasi yang
dijadikan ukuran untuk menilai pelaksanaan suatu inovasi yaitu sebagai
berikut :
a. Keuntungan Relatif
Keuntungan relatif dari inovasi ini dapat dilihat dari segi keunggulan
yang dimiliki oleh bangunan apartemen lorong tersebut yang sangatlah
ramah lingkungan, hemat energi dan proses pembangunannya yang
sangat singkat serta pembangunannya juga tidak menggunakan lahan
yang cukup luas tetapi hingga saat ini proses pelaksanaannya masih
terus berjalan dan masih dalam tahap pendiskusian mengenai proses
impelemntasinya agar dapat dirasakan oleh masyarakat.
b. Kemungkinan dicoba
Banguan Apartemen Lorong sudah layak dijadikan inovasi dalam
penataan permukiman kumuh karena sudah melalui tahap uji kualitas