Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan negara. Dan lagi penerimaan negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas peran serta masyarakat sebagai subjek pajak dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung dan berupa pengeluaran rutin serta pembangunan yang berguna bagi rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.(Direktorat Jenderal Pajak, 2016)
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dari pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun, badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain, dan penyelenggara kegiatan.(Republik Indonesia, 2008)
Sistem Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang berlaku di Indonesia pada dasarnya menganut sistem self assessment, artinya Seseorang yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, akan diberikan kepercayaan untuk melakukan penghitungan, pembayaran, dan pelaporan atas pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pajak penghasilan termasuk jenis pajak subjektif, yaitu kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, dimana kewajiban ini tidak dapat dilimpahkan kepada subjek lain.(Waskito, 2011)
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilannya yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. (Waluyo, 2006)
3. Pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk
apa pun sehubungan
dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang
pribadi subyek pajak dalam
negeri.
PPh
Pasal 21
?
5. PEMBERI
KERJA
orang pribadi dan badan
cabang, perwakilan atau unit
pembayaran gaji
BENDAHARA ATAU PEMEGANG
KAS PEMERINTAH
DANA PENSIUN, BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA, DLL
ORANG PRIBADI YANG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
PENYELENGGARA KEGIATAN
PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN
7. PEGAWAI
PENERIMA UANG
PESANGON, PENSIUN ATAU
UANG MANFAAT PENSIUN,
THT, JHT, TERMASUK AHLI
WARISNYA
BUKAN
PEGAWAI
ANGGOTA DEWAN
KOMISARIS/PENGAWAS
YANG TIDAK MERANGKAP
SEBAGAI PEGAWAI
MANTAN
PEGAWAI
PESERTA
KEGIATAN
PENERIMA PENGHASILAN
9. penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur;
penghasilan penerima pensiun secara teratur;
uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati
jangka waktu 2 tahun;
penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas;
imbalan kepada bukan pegawai;
imbalan kepada peserta kegiatan;
imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
imbalan kepada mantan pegawai;
penarikan dana pensiun oleh pegawai.
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21
10. Nilai Uang Sebagai Dasar
Penentuan besarnya penghasilan
Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan
sesuai dengan yang
diterima/diperoleh
Kurs Menteri
Keuangan
Harga Pasar
12. • Beasiswa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh
• Pembayaran manfaat atau
santunan asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna,
dan beasiswa
• Natura/kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada
dana pensiun yang telah
disahkan Menkeu, iuran
THT/JHT yang dibayar
pemberi kerja
• Zakat/sumbangan wajib
keagamaan dari
badan/lembaga yang
dibentuk/disahkan
pemerintah
13. Penghitungan
PPh Pasal 21 Penghasilan Bruto
-
Biaya 3M (mendapatkan, menagih, dan
memelihara
Penghasilan Netto
-
PTKP
Penghasilan Kena Pajak
x
Tarif pasal 17
Pajak Terutang
-
Kredit Pajak (bukti potong)
Pajak yang masih harus dibayar
14. BAGI PEGAWAI TETAP
Gaji, Tunjangan,
Premi Asuransi
Dibayar Pemberi
Kerja
dikurangi
[ ]
1. Biaya jabatan, 5%
dari pengh. Bruto
maks. Rp6.000.000 per
tahun atau Rp500.000
per bulan
2. Iuran pensiun,
THT/JHT yang dibayar
sendiri
Penghasilan Neto =
PENGHASILAN BRUTO – BIAYA 3M
15. Rp54.000.000,00 Untuk diri Wajib Pajak
Rp4.500.000,00
Rp4.500.000,00
Tambahan utk WP Kawin
Tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak
angkat yg menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang
penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal
tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun
kalender
PTKP BERDASARKAN PMK NO. 101/PMK.010/2016
DAN PER-16/PJ/2016
19. 5%
Sampai dengan Rp 50 juta
15%
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
25%
Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta
30%
Di atas Rp 500 juta
TARIF
20. BAGI PENSIUNAN
Uang Pensiun
Berkala dikurangi
[ ]
Biaya Pensiun, 5% dari
pengh. Bruto maks.
Rp2.400.000 per tahun
atau Rp200.000
perbulan
Penghasilan Neto =
UANG PENSIUN – BIAYA 3M
*Lanjut penghitungan seperti bagi pegawai tetap
22. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
TETAP
TIDAK TETAP
PH.NETO-PTKP
BULANAN
HARIAN
PH.BRUTO-PTKP
PH.BRUTO-450ribu
PH.BRUTO(4,5jt
s.d. 10,2jt)-PTKP
HARIAN
PH.BRUTO(>10jt)-
PTKP
23. BELANJA TENAGA ORANG PRIBADI
BERKESINAMBUNGAN PH.BRUTO-PTKP
BULANAN
(KUMULATIF)
TIDAK
BERKESINAMBUNGAN
50% X PH.BRUTO
KOMISARIS, MANTAN
PEGAWAI
PH.BRUTO
24. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
PENSIUNAN
SEKALIGUS
BERKALA
PP 68 TAHUN 2009
PH.NETO-PTKP
PESERTA KEGIATAN PH. BRUTO
25. PENERIMA PENGHASILAN TIDAK BER-NPWP
PPh Pasal 21 sebesar 120%
lebih tinggi daripada PPh
Pasal 21 yang seharusnya
(20% lebih tinggi)
Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final
Setelah pemotongan
PPh Pasal 21 bulan
Desember
sebelum pemotongan
PPh Pasal 21 bulan
Desember
Ber-NPWP
Diperhitungkan oleh
pemotong dengan
PPh Pasal 21 bulan-
bulan selanjutnya
merupakan kredit
pajak dalam SPT
Tahunan PPh
26. SAAT TERUTANG PPh PASAL 21
Saat terutang
PPh Pasal 21/26
Penerima penghasilan
akhir bulan dilakukannya
pembayaran
atau
akhir bulan terutangnya
penghasilan
Pemotong
Saat dilakukannya
pembayaran
atau
saat terutangnya
penghasilan
28. Joko pada tahun 2016 bekerja di PT Aman
Bahagia dengan gaji sebulan Rp
8.000.000,00 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Joko
menikah tetapi belum mempunyai anak.
Pada bulan Juli 2016 menerima kenaikan
gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan
dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016.
Dengan adanya kenaikan gaji yang
berlaku surut tersebut, Joko menerima
rapel sejumlah Rp 12.000.000,00
(kekurangan gaji untuk masa Januari s.d.
Mei 2016). Pada bulan Oktober 2016
menerima bonus tahunan sebesar Rp
20.000.000,00.
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
29. A. Penghitungan PPh Pasal 21atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan
Gaji sebulan Rp 8,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Rp 400,000
Iuran Pensiun Rp 200,000 Rp 600,000
Penghasilan Neto sebulan Rp 7,400,000
Penghasilan Neto setahun (12x Rp 7.400.000,00) Rp 88,800,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54,000,000
- tambahan WP kawin Rp 4,500,000 Rp 58,500,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 30,300,000
PPh Pasal 21terutang :
5% x Rp 30.300.000,00 = Rp 1,515,000
PPh Pasal 21sebulan
Rp 1.515.000,00 : 12 = Rp 126,250
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
30. B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Gaji sebulan Rp 10,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 10.000.000) = Rp 500,000
Iuran Pensiun = Rp 200,000 Rp 700,000
Penghasilan Neto sebulan Rp 9,300,000
Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 9.300.000,00 ) Rp 111,600,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54,000,000
- tambahan WP kawin Rp 4,500,000 Rp 58,500,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 53,100,000
PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2,500,000
15% x Rp 3.100.000,00 = Rp 465,000
Rp 2,965,000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 2.965.000,00 : 12 Rp 247,083
PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2016 seharusnya adalah :
6 x Rp 247.083,00 Rp 1,482,500
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2016
6 x Rp 126.250,00 (dari perhitungan contoh A) Rp 757,500
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 725,000
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
31. C. Penghitungan PPh Pasal 21atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun (12x Rp 10.000.000,00) Rp 120,000,000
Bonus Rp 20,000,000
Penghasilan bruto setahun Rp 140,000,000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) =Rp 7.000.000,00
*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6,000,000
Iuran Pensiun (12x Rp 200.000,00) Rp 2,400,000 Rp 8,400,000
Penghasilan Neto setahun Gaji +Bonus Rp 131,600,000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54,000,000
- tambahan WP kawin Rp 4,500,000 Rp 58,500,000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 73,100,000
PPh Pasal 21setahun atas Gaji +Bonus :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2,500,000
15% x Rp 23.100.000,00 = Rp 3,465,000
5,965,000
*PPh Pasal 21setahun dibulatkan Rp 5,965,000
PPh Pasal 21atas Gaji (dari contoh B) Rp 2,965,000
PPh Pasal 21atas Bonus Rp 3,000,000
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
33. KEWAJIBAN PEMOTONG
*) Dalam hal jatuh tempo pada hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya
• Wajib mendaftarkan diri ke KPP
• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan
melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk
setiap bulan kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos
atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir*).
• Pemotong Pajak wajib lapor paling lama 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir*), kecuali perhitungan SPT Masa PPh Pasal
21/26 berstatus “nihil”.
• Wajib membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh
Pasal 21/26 untuk setiap Masa Pajak
• Wajib menyimpan Catatan atau Kertas Kerja sesuai ketentuan
• Wajib membuat Bukti Potong dan memberikannya kepada
penerima penghasilan
34. BUKTI PEMOTONGAN PPh 21
• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
dibuat sekali setahun (Form 1721 A1)
diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
Dibuat setiap kali ada pemotongan
Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti
potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 tidak wajib dilampirkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21
39. KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
• Wajib mendaftarkan diri ke KPP
• Wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak
Penghasilan yang terutang selama satu tahun pajak
• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah
tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat
menjadi Subjek Pajak dalam negeri
• Wajib menyerahkan surat pernyataan tanggungan keluarga
kpd Pemotong Pajak pada saat mulai bekerja atau mulai
pensiun
• Wajib membuat surat pernyataan baru dalam hal terjadi
perubahan tanggungan keluarga paling lambat sebelum mulai
tahun kalender berikutnya
40. KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
• Penyetoran PPh Kurang Bayar dilakukan paling lama sebelum
SPT Tahunan disampaikan
dilakukan dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik
(Billing System)
Billing System: metode pembayaran elektronik (melalui Teller
Bank/Pos, ATM, atau internet banking) dengan menggunakan
Kode Billing
• Pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP dilakukan paling lama 3
bulan setelah akhir tahun pajak
dapat dilakukan secara e-Filing melalui internet pada website
DJP, djponline.pajak.go.id,
bagi yang belum pernah melaporkan secara e-Filing, agar terlebih
dahulu mengajukan permohonan e-FIN dan membuat akun e-
Filing
42. KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK
YANG TERUTANG UNTUK SUATU SAAT
ATAU MASA PAJAK
Rp
PEMBAYARAN/ PENYETORAN PAJAK
SETELAH TANGGAL JATUH TEMPO
PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK
% Dikenakan Sanksi
Administrasi
BERUPA BUNGA 2% PER BULAN
DIHITUNG DARI JATUH TEMPO
PEMBAYARAN SAMPAI DENGAN
TGL PEMBAYARAN (DAN BAGIAN
DARI BULAN DIHITUNG PENUH
SATU BULAN)
43. KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK
YANG TERUTANG BERDASARKAN SPT
TAHUNAN PPh
Rp
PEMBAYARAN/ PENYETORAN PAJAK
SETELAH TANGGAL JATUH TEMPO
PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
% Dikenakan Sanksi
Administrasi
BERUPA BUNGA 2% PER BULAN
DIHITUNG DARI BERAKHIRNYA BATAS
WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN
SAMPAI DENGAN TGL PEMBAYARAN
(DAN BAGIAN DARI BULAN DIHITUNG
PENUH SATU BULAN)
44. KETERLAMBATAN atau
TIDAK MENYAMPAIKAN SPT
SPT
TAHUNAN
BADAN
SPT MASA
SELAIN
PPN
DENDA
Rp 1.000.000
DENDA
Rp 100.000
SPT MASA
PPN
DENDA
Rp 500.000
SPT
TAHUNAN
OP
Negara memiliki kekuatan memaksa. Namun demikian, paksaan yang dilaksanakan oleh negara tidak boleh berdasarkan kesewenang-wenangan. UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga negara dalam melaksanakan wewenangnya (yang dapat memaksakan sesuatu kepada warga negara) harus berdasarkan hukum yang berlaku. Tujuan penegakan hukum sebagaimana tujuan hukum itu sendiri adalah untuk mencapai keadilan, kemanfaatan, kepastian dan perlindungan hukum. Faktor terpenting dari terciptanya hukum yang berkeadilan adalah ada di penegak hukumnya, sebab mereka yang menyusun dan menegakan hukum tersebut.
Sama halnya dengan penegakan hukum secara umum, penegakan hukum pajak juga bertujuan untuk menciptkan keadilan, kemanfaatan, kepastian dan perlindungan hukum. Negara dalam memungut pajak harus berdasarkan hukum dan proses penegakan hukum pajak juga harus berlandaskan hukum. Proses penegakan hukum pajak tidak hanya terfokus pada pengenaan saksi bagi yang melanggar, tetapi juga perlu upaya untuk penyadaran mengapa mereka yang melanggar dikenai sanksi. Dengan adanya penegakan hukum pajak, maka akan mendorong mereka yang melanggar untuk patuh dan memberi keadilan bagi Wajib Pajak yang telah patuh.
Untuk menjamin proses penegakan hukum telah dilaksanakan secara berkeadilan, maka hukum pajak juga menyediakan institusi/pihak yang bertugas untuk menyelesaian sengketa terkait dengan perpajakan, yaitu melalui administrator perpajakan, lembaga peradilan pajak, dan lembaga peradilan umum.