Asosiasi industri tembakau menolak kenaikan target penerimaan cukai tembakau sebesar 23% dalam RAPBN 2016 karena akan membahayakan kelangsungan industri tembakau nasional dan menciptakan dampak negatif bagi petani, pekerja, dan penerimaan negara. Rekomendasi asosiasi adalah menyesuaikan target kenaikan dengan tingkat inflasi serta mempertahankan komitmen pemerintah terhadap perlindungan industri dan lapangan kerja.
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Presscon Penolakan Target Cukai APBN 2016
1. Konferensi Pers
Pernyataan Bersama Asosiasi
Menolak Target Penerimaan Cukai Tembakau 2016
Demi Kelangsungan Industri Tembakau Nasional
9 September 2015
2. Kontribusi Industri Hasil Tembakau
2 Juta
Petani Tembakau
1,5 Juta
Petani Cengkeh
2 Juta
Ritel
600.000
Karyawan Industri
Tembakau
6 Juta lapangan pekerjaan
8,8%
8,4%
9,2%
9,6%
9,8%
Kontribusi ke Penerimaan Negara
(dalam triliun Rp.)
Kontribusi terhadap penerimaan pajak negara
Penerimaan cukai tembakau berlipat
ganda dalam 5 tahun terakhir
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
3. PerkembanganTarget Penerimaan Cukai Hasil Tembakau
Kenaikan
tarif cukai
Kenaikan
tarif cukai
+
eliminasi
strata tarif
Kenaikan
tarif cukai
+
eliminasi
strata tarif
Pemberlakuan
pajak rokok
10% di luar
pembayaran
cukai
Kenaikan
tarif cukai
+
eliminasi
strata tarif
Target Cukai Tembakau Dalam APBN
(triliun Rp.)
• Kenaikan target penerimaan
selalu diikuti dengan
kenaikan tarif cukai, untuk
mencapai target tersebut
• Dalam 5 tahun terakhir, tarif
kenaikan cukai berkisar
antara 7-9%
• Kenaikan target dan tarif
selama ini sudah berdampak
pada kinerja industri
Sumber: APBN 2010 - 2015
4. Tantangan Industri Hasil Tembakau Saat Ini
Jumlah Pabrikan Terus Menurun
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Ribuan pabrik rokok gulung
tikar, PHK masal terus terjadi.
(- 78%)
Sumber: CNNIndonesia.com, 1 September 2015
5. PHK Massal di Perusahaan Besar
Lebih dari 10.000 PHK terjadi di tahun 2014
6. Tantangan Industri Hasil Tembakau Saat Ini
Produksi Hasil Tembakau Menurun
(dalam miliar batang)
Sumber: CK-1, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Pertumbuhan volume
Pertumbuhan industri cenderung
stagnan dan bahkan mengalami
penurunan produksi di 2014 dan
terus berlanjut di 2015
7. Perdagangan Ilegal Sebagai Implikasi Kenaikan Tarif Berlebihan
Berdasarkan Survei Nasional Rokok Ilegal Universitas Gadjah Mada 2014
Persentase Perdagangan ilegal meningkat
Penurunan volume produksi industri legal
Penurunan permintaan bahan baku
tembakau dan cengkeh, dampak negatif
pada mata pencaharian petani
Potensi PHK akibat matinya industri legal
Pemerintah justru kehilangan penerimaan
akibat matinya industri hasil tembakau
yang legal
8. RAPBN 2016: Target Cukai Tembakau Naik 23%
Target penerimaan cukai tembakau
naik Rp. 28,3 T atau sebesar 23%
Merupakan kenaikan target cukai
tertinggi sepanjang masa
Kenaikan eksesif bagi tarif
cukai yang akan
mengakibatkan kematian
industri
Sumber: Sindonews.com, 31 Agustus 2015
http://ekbis.sindonews.com/read/1038926/77/kenaikan-cukai-tembakau-eksesif-pendorong-utama-phk-
massal-1441001784
TARGET CUKAI HASIL TEMBAKAU 2016,
KENAIKAN EKSESIF?
29 Sept 2014
Pemerintah mensahkan APBN 2015
(UU No. 27/2014)
Realisasi & Target Cukai Hasil Tembakau
(Rp. triliun)
18 Okt 2014
Kenaikan tarif cukai hasil tembakau, efektif 2015
untuk mengejar target penerimaan
(PMK 205/PMK.04/2015)
13 Feb 2015
Presiden dan DPR yang baru
terpilih mensahkan APBN-P
2015
(UU No. 3/2015)
139,1
2 Feb 2015
Mengantisipasi kenaikan target penerimaan
dalam APBN-P 2015, Kemenkeu
mengeliminasi fasilitas penundaan
pelunasan pita cukai. Pemerintah
mendapatkan tambahan 2 bulan
penerimaan
(PMK 20/PMK.04/2015)
18,5
Penerimaan 12 bulan
Penerimaan 2 bulan
(berlaku sekali)
Penerimaan 14 bulan
14 Agt 2015
Nota Keuangan RAPBN 2016 148,9
Penerimaan 12 bulan
Kenaikan 7%
(dasar perhitungan dari
penerimaan 14 bulan)
2014
Realisasi penerimaan cukai hasil
tembakau 2014 112,5
PMK 20/PMK.04/2015
7%
kenaikan
target riil
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia
23%
kenaikan
target
riil
120,6
2014
Realisasi penerimaan cukai hasil
tembakau 2013 103,6 9%
kenaikan
realisasi
9. Cukai Tembakau: Pencapaian vs. Target 2015 – Realistis?
Realisasi
Januari – Agustus 2015
(Rp. triliun)
Rata – rata per bulan
(Rp. triliun)
Jumlah bulan
mengikuti
pelaksanaan
20/PMK.04/2015
Kemungkinan realisasi
total 2015
(Rp. triliun)
Target APBN-P
2015
(Rp. triliun)
Perkiraan
defisit
penerimaan
2015
(Rp. triliun)
Sumber: Investor Daily 4 September 2015. Diolah
10. Rekomendasi
• Seyogyanya Pemerintah menggunakan target penerimaan cukai APBN 2015
(Rp. 120,6 Triliun) sebagai basis kenaikan target cukai dalam APBN 2016.
• Menyesuaikan target penerimaan cukai 2016 sesuai dengan angka inflasi,
mengingat pertumbuhan volume industri tembakau cenderung stagnan dan
bahkan menurun.
• Pemerintah tetap berkomitmen menjaga keberpihakan pada industri padat
karya dan perlindungan terhadap lapangan pekerjaan, terutama pada saat
kondisi perekonomian sedang lesu.
• Target tambahan penerimaan negara seyogyanya tidak dibebankan pada
industri yang sudah patuh, pemerintah seharusnya menangkap wajib pajak
yang masih melanggar.
Editor's Notes
IHT sudah berkontribusi besar dalam mendukung pembangunan selama ini, baik dari segi ketenagakerjaan dan penerimaan.
IHT adalah lapangan pekerjaan bagi sekitar 6 juta orang. Industri ini mencakup rantai suplai hulu ke hilir, dari petani tembakau (2 juta orang), petani cengkeh (1,5 juta orang), ritel (2 juta orang), dan 600.000 pekerja industri.
Dari tahun ke tahun, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau juga terus meningkat. Cukai tembakau adalah penerimaan paling stabil, dimana sampai saat ini selalu berhasil memenuhi target penerimaan, saat penerimaan lain tidak mencapai target.
Dalam 5 tahun, penerimaan cukai berlipat ganda dari Rp. 66 T di tahun 2010 menjadi Rp. 112,5 T di tahun 2014.
Porsi kontribusi cukai tembakau terhadap penerimaan pajak negara juga membesar. Berdasarkan realisasi penerimaan negara tahun 2014, cukai tembakau berkontribusi nyaris 10% dari total pajak negara. Ini merupakan pedang bermata dua bagi pemerintah. Di satu sisi, Pemerintah tergantung pada industri ini untuk mendapat penerimaan, di sisi lain punya kewajiban untuk mengatur industri hasil tembakau secara ketat.
Apabila pemerintah salah arah dalam mengatur industri tembakau dan mengakibatkan industri ini kolaps, pemerintah bisa kehilangan seluruh penerimaan dari industri hasil tembakau, yang merupakan salah satu penerimaan paling stabil.
Target penerimaan cukai tembakau selalu naik dari tahun ke tahun
Cara pemerintah memompa pendapatan dan memenuhi target adalah dengan menaikkan tariff tapi tetap mengandalkan pertumbuhan volume industry
Akan tetapi, kenaikan ini semakin lama semakin sulit dicapai karena industry mulai menunjukkan performa yang stagnan, dan cenderung tidak mengalami pertumbuhan
Melihat sejarah target penerimaan ini, kenaikan target penerimaan di tahun 2016 sebesar Rp. 28,3 T akan menjadi kenaikan terbesar.
Kenaikan ini pasti akan memperparah kinerja industri kedepannya.
Gangguan pada industri terlihat dari data penurunan jumlah pabrik dari tahun 2007 yang berjumlah lebih dari 4000 pabrik menjadi sekitar 900 pabrik di tahun 2014.
Hal yang tidak dihindarkan dari melemahnya kinerja industri tembakau adalah banyaknya PHK yang akan terjadi, mengingat industri hasil tembaku merupakan industri padat karya.
Di tahun 2014, sekitar 10.000 PHK terjadi di perusahaan kecil maupun besar. Sampoerna, Gudang Garam, Bentoel melakukan PHK pada karyawannya. Sebagian besar PHK terjadi di wilayah pedesaan, yang tentunya akan langsung berdampak pada ekonomi daerah.
Ancaman PHK belum berhenti sampai disana. DI tahun 2015, diperkirakan akan terjadi sekitar 20,000 PHK di keseluruhan industri hasil tembakau
Kenaikan tarif/ target terlalu tinggi berpotensi memperparah keadaan ini. Apabila harga naik terlalu cepat dan konsumen tidak mampu membeli, industri akan mati dan lapangan pekerjaan ratusan ribu orang akan lenyap.
Menghadapi penurunan dan perubahan preferensi pasar, perusahaan besar mengambil langkah PHK
Sampoerna, Gudang Garam, dan Bentoel mengumumkan PHK di tahun 2014
Lebih dari 10.000 PHK terjadi
Saat ini kinerja industri hasil tembakau sedang dalam keadaan tidak baik. Mengikuti lesunya kondisi ekonomi, volume produksi mengalami penurunan. Tren melambatnya pertumbuhan industri sudah terlihat di beberapa tahun belakangan. Di tahun 2014, volume secara nyata mengalami penurunan.
Penurunan volume ini juga terus berlanjut pada tahun 2015. Diperkirakan sampai pertengahan 2015, volume produksi turun sekitar 8%. Hal ini tentunya makin memberatkan industri.
Akibat turunnya produksi legal, penerimaan pemerintah juga terancam. Diperkirakan di tahun 2015, penerimaan cukai tidak akan mampu mencapai target APBN-P 2015 sebesar Rp. 139,1 T. Sampai Juli 2015, diperkirakan penerimaan cukai tembakau hanya mencapai Rp. 64 triliun atau sekitar 46% dari target APBNP sebesar Rp. 139,1 T. Capaian ini di bawah kinerja tahun lalu yang sudah mencapai 55%.
Hal ini membuktikan, industri hasil tembakau juga punya batas kemampuan dalam menerima kenaikan tarif dan juga tetap terpengaruh dengan kondisi pasar. Dapat dilihat bahwa industri ini tidak lagi elastis.
Apabila tahun 2015 target tidak akan tercapai, untuk apa menetapkan target yang jauh lebih tinggi di tahun 2016? Target tinggi dikawatirkan akan berdampak pada keluarnya regulasi berorientasi penerimaan dan kembali membebani pelaku industri yang sudah patuh.
Salah satu implikasi dari tarif yang terlalu tinggi adalah resiko tumbuhnya perdagangan ilegal.
Berdasarkan Survei Nasional Perdagangan Rokok Ilegal oleh Universitas Gadjah Mada, di tahun 2014 tingkat rokok ilegal di Indonesia adalah 11,7%. Angka ini naik dua kali lipat dari 2010.
Tumbuhnya rokok ilegal membawa kerugian bagi seluruh industri. Menjamurnya rokok ilegal berarti produsen rokok legal kehilangan pasarnya dan berakibat pada penurunan volume produksi legal.
Turunnya produksi tentunya mempengaruhi permintaan tembakau dan cengkeh sebagai bahan baku. Apabila permintaan tembakau dan cengkeh ke petani turun, tentunya menyebabkan petani kehilangan pendapatannya.
Matinya industri legal akibat menjamurnya rokok ilegal akan membawa konsekuensi berupa PHK karyawan perusahaan-perusahaan legal tersebut.
Pada akhirnya, pemerintah juga dirugikan karena kehilangan penerimaan cukai dari produk hasil tembakau legal.
Nota Keuangan RAPBN 2016 menyebutkan target cukai tembakau 2016 adalah sebesar Rp. 148,9 T. Target ini naik sebesar 23% dari target awal 2015 sebesar Rp. 120,6 T.
Namun demikian, beredar di media bahwa kenaikan target cukai tembakau hanya sebesar 7%, dari target APBN-P sebesar Rp. 139,1 T ke Rp. 148,9 T. Ini bukan basis yang benar mengingat penerimaan 2015 sebesar Rp. 139,1 T didapat melalui peraturan tambahan penghapusan fasilitas kredit pembayaran pita cukai, sehingga penerimaan menjadi 14 bulan.
Kenaikan target ini biasanya didapat dari hasil kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai setiap tahunnya. Apabila target penerimaan naik terlalu tinggi, pemerintah berpotensi langsung menerjemahkan target tersebut ke dalam kenaikan tarif yang juga sangat tinggi.
Hal ini menimbulkan keresahan di industri tembakau, karena tidak adanya arah yang jelas dalam kebijakan dan kepastian bisnis.
Pemerintah selalu memperlakukan cukai hasil tembakau sebagai ‘jalan terakhir’, apabila penerimaan yang lain tidak tercapai, cukai tembakau selalu dinaikkan tarifnya untuk menutup kekurangan penerimaan.
Melihat apa yang terjadi di tahun 2015, mari sama-sama kita lihat apakah target tahun 2015 ini akan tercapai.
Sesuai dengan apa yang telah diberitakan di media baru-baru ini, Dirjen Bea Cukai telah mengumumkan penerimaan cukai hingga Agustus. Terlihat pencapaian cukai tembakau adalah Rp. 75,2 triliun.
Rata-rata per bulan dari realisasi penerimaan adalah Rp. 9,4 triliun.
Apabila ini dikalikan 14 bulan, sesuai pelaksanaan PMK 20, maka perkiraan realisasi tahun ini adalah Rp. 131,6 triliun
Dibandingkan dengan target penerimaan cukai tembakau sesuai dengan APBN-P 2015, maka pemerintah akan mengalami defisit penerimaan sebesar Rp. 7,5 triliun.
Hal ini lebih memperburuk pemerintah karena ambisi untuk memperoleh penerimaan yang tinggi di 2016 terbukti tidak melihat realita yang ada, seperti yang akan kita lihat di slide sebelumnya
Di tengah kondisi ekonomi yang lesu seperti sekarang ini, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung industri untuk menggerakkan ekonomi.
Boleh-boleh saja pemerintah punya target penerimaan tinggi. Namun sama pentingnya adalah memastikan bahwa target ini dicapai dengan cara-cara yang benar dan adil. Jangan membebankan kenaikan target penerimaan kepada industri dan wajib pajak yang selama ini sudah patuh. Ini sama saja dengan berburu di kebun binatang.
Industri hasil tembakau adalah industri legal dan dilindungi hukum. Seharusnya kebijakan yang dibuat berfungsi untuk mengatur industri ini, bukan mematikan industri,
Lapangan pekerjaan bagi ratusan ribu tenaga kerja di industri hasil tembakau harus dilindungi.
Kami mengerti pada akhirnya Pemerintah tetap perlu tambahan penerimaan. Namun demikian, penetapan target maupun tarif harus memperhatikan betul kemampuan industri dan kondisi ekonomi saat itu.
Tetapkan target yang wajar dengan perhitungan yang tepat.
Kebijakan- kebijakan yang sifatnya ad hoc dan reaktif tidak akan menolong pembentukan iklim usaha yang kondusif.