SlideShare a Scribd company logo
1 of 122
K a t a P e n g a n t a r
Tulisan ini dibuat sebagai upaya menyumbangkan pemikiran
mengenai tujuan pendidikan di Indonesia. Walaupun, penulis
membaca banyak buku tentang pendidikan dan mengenal seluk
beluk kehidupan pendidik, namun ia tidak merasa dirinya
sebagai pakar. Kerinduannya hanyalah satu, agar generasi
berikutnya, terutama putra bungsunya sendiri mendapatkan
proses pendidikan yang tepat dalam konteks bangsa besar
yang terus menerus dirundung masalah ini.
Gagasan dasar buku ini hadir ketika ia mengamati cara istrinya
mendidik ketiga anak-anak mereka. Kata kunci yang selalu
dikemukakan istrinya kepada putra putri mereka adalah:
“Kamu harus berani mandiri dalam menentukan pilihanmu
serta juga menanggung konsekuensinya. Kata-kata ini terus
memicunya untuk merefleksikan sistem pendidikan yang telah
mengalami berbagai perubahan sejak ia menjadi guru TK di
Jakarta pada tahun 1976.
Kemandirian adalah titik berangkat untuk menghasilkan
produktifitas dan pemaknaan yang mendalam. Inilah inti
pemikiran yang diharapkan agar menjadi bahan diskusi di
antara pendidik, orang tua, dan pengamat serta ahli-ahli
1
agama. Semoga, demi bangsa yang tercinta ini, dunia
pendidikan ditata dengan lebih tepat.
Jakarta, November 2005
2
M E N U J U M A N U S I A M A N D I R I :
S U M B A N G A N P E M I K I R A N
U n t u k
M E M B A N G U N F A L S A F A H P E N D I D I K A N
D I T E N G A H D U N I A Y A N G B E R U B A H C E P A T
R o b b y I C h a n d r a
3
P A S A L I
A R E N A S A A T I N I :
D U N I A Y A N G B E R U B A H C E P A T
Pendahuluan
Hadi sudah menjadi guru SLP di Surabaya sejak tahun 1995. Mulanya,
profesi pendidik bukan merupakan idamannya, namun semakin lama, ia
semakin menyukai keberadaan di tengah siswa-siswinya. Selain itu, di
malam hari ia dapat memberikan les piano, sehingga penghasilannya
cukup besar.
Namun, sejak tahun lalu ia mulai merasakan kerisauan. Semua ilmu yang
dikuasainya untuk proses mendidik seakan menjadi tumpul. Siswa-siswi
lebih suka ber-sms daripada menyimkan uraiannya. Pekerjaan rumah
merekapun dikerjakan dengan asal jadi. Kemudian, mereka sering
mempertanyakan kebijakannya, serta menentang informasi yang ia
berikan tentang suatu topik. Ketika ia menguping percakapan mereka, ia
mendengar istilah-istilah aneh, “Star Craft, Ragnarok, dan Warhammer.”
Rekan-rekan Hadi juga mengeluh bahwa, para siswa cuma ingin
4
kenyamanan dan hal-hal yang mudah. Mereka segan berpikir kritis dan
sangat tidak tekun. Apa yang terjadi disini? Sementara Hadi
dibingungkan juga dengan tuntutan sekolah swastanya agar pendidik
menjadi lebih ramah pada orang tua siswa, mengenal internet, dan
mengenal metode ajar-belajar yang terus menerus berubah.
Di bumi tidak ada satu hal pun yang tetap, kecuali perubahan. Di dalam
dunia pendidikan, murid-murid berubah, orang-tuanya pun berubah,
bahkan guru-guru juga berubah. Hal itu terjadi karena dunia berubah.
Perubahan itu menuntut solusi baru dan proses pendidik yang baru.
Bukti perubahan tadi ada yang kentara namun ada pula yang samar. Dua
puluh tahun yang lalu, tidak terbayang oleh kita bahwa di desa-desa
sudah ada TV berwarna. Tidak pula terbayang bahwa, di kota-kota
kecilpun, warnet dan wartel merajalela, walaupun banyak orang sudah
membawa hand-phone. Siapa pula yang membayangkan bahwa, anak-
anak kecilpun mengenal Play Station dan sejenisnya. Apalagi yang
dikenal dengan nama proses demokratisasi. Kita juga tidak mengenal flu
burung atau pemilihan kepala daerah oleh rakyat.
Ada banyak cara untuk menjelaskan atau memetakan perubahan tadi.
Salah satu cara adalah dengan melihat bahwa kesadaran manusia
modern mengalami perubahan yang dahsyat. Kalau dimasa lalu manusia
5
menjalani hidupnya dengan tekun namun tanpa menyadari dirinya secara
tajam, kini manusia modern sangat sadar diri. Bukan saja ia membedakan
dirinya dan dunia dimana dia berada, namun dunia menjadi arena tempat
ia mengungkapkan pengaruhnya. Ia semakin sadar apa yang ia ingin
capai dan apa yang harus ia dapatkan. Dengan kata lain, manusia
modern melihat hidup bukan saja sebagai hal yang harus ia jalani, namun
terutama sebagai sesuatu yang ia harus gunakan, kuasai, dan bahkan
taklukkan.
Kesadaran serupa itu bukanlah hal yang sepenuhnya baru, Mungkin,
kesadaran diri itu dimulai ketika budaya Yunani Romawi lahir dan filsafat
Yunani mulai muncul serta menjadi cara manusia memandang realitanya.
Kita tahu bahwa dalam filsafat Asia, manusia memandang dirinya sebagai
bagian dari alam semesta. Karena itu dalam keberadaannya, manusia
berupaya menemukan keseimbangan atau harmoni dengan alam
semesta. Bermacam-macam mitologi lahir untuk menunjang pandangan
itu. Sebagai lawannya, dalam filsafat Yunani manusia dipandang sebagai
mahkluk yang memiliki kuasa untuk mengelola dan mengendalikan
semesta alam dan hidupnya. Jadi tujuan keberadaannya adalah, bukan
mencari harmoni, tetapi mencari kemampuan mengendalikan semesta.
Ketika agama Kristen mengadopsi pola pandang tadi, maka manusia
semakin menyadari kuasa dan dorongan untuk mengendalikan semesta.
Di Eropa kesadaran tadi menjadi pendorong untuk terjadinya perubahan-
6
perubahan yang dahsyat, terutama setelah masa abad pertengahan yang,
dimana sempat terjadi stagnasi.
Di dalam jaman modern kesadaran manusia akan pengaruhnya itu
semakin berkembang karena manusia modern hidup di kota ciptaannya,
dan memiliki teknologi, terutama teknologi komunikasi yang sangat
canggih. Jadi, manusia modern bukan hanya ingin mengendalikan alam
semesta dan menaklukkannya, namun juga memiliki peranti dan
kemampuan untuk mewujudkan hal itu. Ia menjadi semakin yakin bahwa,
waktu dan ruangpun dapat ia kuasai. Handphone sebagai salah satu
teknologi ciptaannya lebih membuat orang sederhanapun menyadari
kuasa tadi.
Kita akan menguraikan bagaimana kehadiran kota dan teknologi
komunikasi telah mengubah dunia sehingga semakin dikendalikan
manusia. Sekaligus sebagai efek samping, juga kedua hal tadi –kota dan
teknologi komunikasi- mengubah manusia. Sebagai akibat perubahan
tadi, bermacam-macam masalah baru muncul. Solusi-solusi yang manusia
berikan terhadap masalah di abad lalu tidak lagi menjadi efektif dan
relevan di abad ini. Dunia pendidikan merupakan bagian hidup yang juga
mengalami masalah-masalah baru tadi. Suatu solusi yang baru dalam
dunia pendidikan perlu dilahirkan.
7
Aku pasti bisa ..
Aku pasti bisa mendapatkan apa yang kumau ...
Aku pasti mampu mengejar cita-citaku ...
Ku tahu yang ku mau
Ku tak tahu bahwa aku bisa kena stroke ...
Litani Mr. Stroke, manusia
modern
Memetakan perubahan di Indonesia dan
dampaknya
Bila dalam dekade yang lalu tulisan-tulisan yang merupakan kajian-kajian
tentang trend perubahan seringkali memberikan perhatian yang sangat
besar pada perkembangan ekonomi dan teknologi canggih, seperti yang
dibuat oleh John Naisbitt. Namun, ternyata untuk konteks Indonesia, aspek
budaya dan sosial menjadi aspek-aspek yang lebih dominan untuk dikaji,
khususnya dalam masa transisi yang berkepanjangan kini. Di tengah
kenyataan serupa ini banyak orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan
bekerja kadangkala dengan tidak menyadari betapa mendasarnya perubahan
yang sedang terjadi bahkan, mereka tidak mampu memperkirakan arahnya.
8
Suatu hal adalah pasti, Proses perubahan yang besar tidak bisa tidak akan
terimbas ke dalam dunia pendidikan entah melalui melalui eksponen-
eksponen dalam jajaran pimpinannya atau para pengelola, para pendidik,
bahkan, orang tua siswa dan para siswa sendiri.
Di bawah ini akan coba dipaparkan apa yang sedang terjadi di Indonesia,
baik di kota besar, menengah, dan kecil . Tentunya dampak perubahan tadi
ada dalam gradasi dan intensitas yang berbeda, namun dapat berguna
untuk memberikan pemetaan sehingga kita menyadari bahwa kita
membutuhkan suatu sudut pandang yang baru dalam mendidik. Mungkin
kelengkapan analisisnya masih perlu ditambah, namun sejauh ini prakiraan
ini dibuat sebagai kerangka kerja (working framework) dan platform program
(dasar program).
Walaupun sudah berkali-kali disampaikan, secara umum dapat disimpulkan
bahwa pada saat ini sekurangnya, ada dua pengaruh yang besar sedang
melanda Indonesia di samping pergulatan sosial politik. Pengaruh yang
pertama datang dari kehadiran budaya kota di Indonesia. Pengaruh kedua
muncul dari merebaknya teknologi komunikasi dan media massa. Kedua
pengaruh tadi menghasilkan beragam perubahan dan kombinasinya di
dalam hidup masyarakat dan khususnya di dalam dunia pendidikan.
9
Pengaruh Budaya kota
Memasuki abad XXI kehidupan umat manusia beranjak ke dalam suatu
arena yang baru. Hidup modern ditandai dengan menjamurnya kota-kota
besar dan budayanya yang terus menjadi pemberi pengaruh yang dahsyat.
Jabotabek, Manila, Singapore, Tokyo dan berbagai kota Asia yang berada di
bibir samudra Pacific dipadati dengan belasan ribu orang per kilometer
persegi. Kalau kita tinggal di Jakarta, berarti kita berdesak-desakan
mencari sepetak tanah untuk dijadikan rumah bersama lebih dari 13 ribu
orang dalam satu kilometer persegi.
Surat Kabar Suara Pembaharuan 19 Februari _____ mencatat
bahwa jumlah penduduk di perkotaan Indonesia, terus meningkat,
menimbulkan semakin banyak masalah sosial. Salah satu masalah
Budaya Kota
Teknologi
komunikasi
DUNIA MODERN,
Termasuk Dunia
Pendidikan
10
serius yang semakin sulit adalah penyediaan rumah, terutama bagi
penduduk yang berpenghasilan rendah.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Ir Erna Witoelar
menyatakan hal itu dalam sambutan tertulis di depan peserta
seminar nasional "Pengembangan Perumahan dan Permukiman
dalam Rangka Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di
Indonesia", di Bandung, Sabtu (17/2). Sambutan menteri
disampaikan Ir Endang Widayati, Direktur Perumahan Wilayah
Tengah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Jakarta.
Dia mengungkapkan, pada tahun 1980, hanya 17,42 persen
penduduk Indonesia yang bermukim di kota. Namun tahun 1990
jumlahnya meningkat drastis menjadi 31 persen.
Bahkan, pada tahun 2020 diperkirakan separo penduduk Indonesia
akan berdiam di perkotaan. Pada tahun itu akan terdapat 23 wilayah
perkotaan dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa, empat di
antaranya merupakan megacity yang berpenduduk lebih dari lima
juta jiwa.
Hal tersebut senada dengan apa yang dituliskan oleh Sarjono Herry
Warsono, dalam makalah yang dimuat dalam website Depnakertrans
(www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/majalah_balitfo/volume_2_1)
sebagai berikut:
Berdasarkan data SP 1980, SP 1990 dan SP 2000, maka dapat
dihitung proporsi tingkat keurbanan di Indonesia yang relatif
mengalami peningkatan yang berarti. Secara nasional berturut-turut
adalah 22,3 persen pada tahun 1980, menjadi 30,9 persen pada
11
tahun 1990, meningkat 34,3 persen pada 1994 dan menjadi 42,0
persen pada tahun 2000. Data tersebut mendeskripsikan bahwa
selama duapuluh tahun terakhir, peningkatan presentase penduduk
kota mencapai lebih dari 163 persen secara nasional, yaitu dari
jumlah penduduk kota 32,845 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi
86,40 juta jiwa pada tahun 2000 atau secara proporsi dari 22,3
pada 1980 menjadi 42,0 pada tahun 2000.
Peningkatan proporsi tersebut berdasarkan data per provinsi,
dominan terjadi di perkotaan wilayah Jawa yang rata-rata mencapai
8,57 persen dalam waktu duapuluh tahun terakhir, sedangkan
wilayah luar jawa relatif kecil, yaitu rata-rata hanya 3,37 persen
dalam waktu yang sama.
Dari makalah itu dapat dibuat grafik yang diletakkan di bawah ini:
0
10
20
30
40
50
Laju peningkatan
Penduduk Perkotaan
dalam 3 dekade Terakhir
Laju peningkatan
Penduduk
Perkotaan dalam
3 dekade
Terakhir
22.3 30.9 40.2
1 2 3
12
Akibat kehadiran kota, maka suatu budaya yang baru muncul, kita
mengenalnya dengan nama budaya kota. Budaya kota ini merebak sejalan
dengan pertumbuhan dahsyat kota-kota di Indonesia dan di dunia tadi.
Mengapa kota bertumbuh dan desa ditinggalkan? Mengapa kota-kota
besar semakin bertambah jumlahnya? Salah satu sebabnya ialah orang
berpindah ke kota karena kota merupakan simpul-simpul ekonomi,
kehidupan sosial, politik, ilmu pengetahuan, perawatan kesehatan, dan
rekreasi. Kota-kota menawarkan hidup yang memiliki banyak pilihan-
pilihan, serta hidup yang senantiasa menawarkan hal-hal baru. Kota juga
menawarkan budaya yang menekankan ekplorasi pilihan-pilihan dan
kebebasan berekspresi yang desa tidak banyak berikan.
Manusia kota: Kami punya
banyak pilihan yang dulu
tidak kita miliki…
13
Namun, hidup di kota juga membuat orang harus membayar mahal. Untuk
menyadari dan memahami setiap pilihan, orang harus menonton televisi
atau membaca surat kabar. Keduanya bukan merupakan hal yang gratis.
Untuk mampu memilih dengan baik dan mengekspresikan diri melaluinya,
orang harus memiliki keterampilannya. Keterampilan memilih tadi juga perlu
didapatkan dengan membayar. Bahkan sekedar untuk berada dan hidup di
kota besar, orang harus membayar dengan mahal.
Apakah ciri dari budaya kota? Agar tidak salah memahami, perlu dicatat
disini sebelum memasuki pemaparan bahwa budaya kota tidak selalu
dimonopoli oleh orang kota. Budaya kota juga seringkali sudah menjadi
acuan dari kehidupan di desa di berbagai lokasi di Indonesia. Misalnya,
desa-desa di kabupaten Klaten, mungkin lebih dipengaruhi oleh budaya
kota daripada kota-kota kecil di tempat lain.
Ciri--ciri budaya kota terlihat dari beberapa hal, baik yang bersifat kasat
mata, yaitu artifak atau benda-benda yang dipergunakan sehari-hari dan
perilaku orang atau interaksinya, serta dari hal yang tidak kasat mata yaitu,
nilai-nilai dan keyakinan yang orang kota miliki.
Dari perilaku dan interaksi orang yang menganut budaya kota, terlihat
beberapa hal yang menonjol,
• Hidup dijalani dengan tergesa-gesa
14
• Hidup dianggap sebagai hal yang penuh persaingan
• Orang kota bersikap dan bertindak pragmatis dalam mengatasi
masalah-masalah mereka
• Hidup dengan mobilitas tinggi
• Hidup dijalani dengan interaksi atau hubungan anonim alias tidak
terlalu saling mengenal dengan orang lain.
Akibat keseluruhan hal-hal di atas ialah hidup dalam budaya kota menjadi
hidup yang tidak mendukung upaya refleksi atau perenungan dan pencarian
makna yang mendalam mengenai keberadaan manusia.
1. Secara umum orang dalam budaya kota harus
mengambil lebih banyak keputusan setiap harinya,
menjumpai lebih banyak orang baru dalam tiap hari
dibandingkan apa yang dialami orang desa dalam setahun, serta lebih
banyak mengalami keadaan baru. Hal ini membuat orang kota merasa
optimis dengan hidupnya, namun membuatnya harus mengejar sesuatu,
bersaing dengan orang lain, dan selalu tidak merasa memiliki cukup waktu.
Di dalam pengambilan keputusan karena orang kota juga dipenuhi oleh info
dari berbagai media, maka orang kota cenderung mengambil keputusan
yang cepat, singkat, dapat dipergunakan dan diaplikasikan, tanpa
memusingkan diri dengan penyebab yang terlalu mendasar dan rumit serta
solusi yang utuh dan berjangka panjang.
15
2. Selanjutnya, karena kota merupakan masyarakat yang
cair atau berubah-ubah, maka orang perlu merebut
kesempatan atau mencipta kesempatan baru, bila perlu
dengan berpindah-pindah. Perpindahan ini dilakukan
secara sosial dan geografis. Artinya, orang kota yang
terburu-buru juga bergerak kian kemari dalam tempat kerja dan hidupnya,
namun secara kelas sosial juga mengubah-ubah posisinya, umumnya tentu
mereka berupaya naik ke kelas yang lebih tinggi.
Karena gejala di atas, maka orang kota juga harus membatasi siapa yang
akan menjadi “relasinya.” Ia mengadakan hubungan dengan orang,
terutama bersandar pada fungsi mereka. Hanya kepada sekelompok kecil
manusia, hubungan mereka dikembangkan sampai pada taraf hubungan
antar pribadi yang mendalam. Maka orang kota cenderung tidak ambil
pusing dengan urusan pribadi orang lain dan cenderung tidak juga
menyukai hubungan antar pribadi yang terlalu mendalam, kecuali dengan
sejumlah kecil manusia lain yang dianggapnya memiliki fungsi yang
bermanfaat bagi hidupnya.
Keseluruhannya menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam budaya kota
menjadi manusia yang berlari, risau, lelah, dan kurang kesempatan atau
16
dukungan untuk merenung dengan mendalam. Bahkan, mungkin
hubungannya dengan sang Pencipta cenderung bersifat fungsionil atau
hanya emosionil. Tidak heranlah bahwa di kota-kota, justru kegiatan
agama menjadi marak dan spektakuler, namun terutama yang bersifat
ritual dan simbolis atau tidak mendasar, sekedar untuk menyenangkan hati
dan memberikan ketenangan sesaat. Orang merasa punya identitas,
kesepiannya teratasi sementara, dan merasa nyaman karena sudah
menjadi manusia saleh beragama, walaupun hal itu terjadi ketika ia berada
di dalam ruang ibadahnya saja.
Tantangan pelayanan pendidikan modern dalam menghadapi dampak
budaya kota ini adalah bagaimana mengajak siswa, orangtuanya, dan
sesama pendidik dengan bersama-sama mengadakan refleksi atau
perenungan secara mendalam atau secara
berkala. Pendidik patut membuat hal ini
menjadi hal yang dinikmati. Tantangan
terbesar terntunya adalah bagaimana agar
pilihan-pilihan, pengejaran-pengejaran, dan pembelajaran-pembelajarn
yang menjadi keniscayaan di budaya kota mendapatkan makna secara
spiritual. Selain itu, tantangan pelayanan pendidikan di dunia perkotaan
adalah bagaimana menyiapkan para siswa untuk mampu menyadari,
memahami, dan mengambil pilihan-pilihan yang tersedia. Hal tersebut
tidak merupakan tantangan yang terlalu besar di masa lalu, karena pilihan
17
yang tersedia memang tidak terlalu banyak. Lebih dari pada itu, dimasa
lalu sebagian besar warga masyarakat membatasi atau memasung dirinya
sendiri.
Jadi, pilihan-pilihan dan memaknainya merupakan tantangan dasar dunia
perkotaan bagi siswa-siswa dan pendidiknya. Tidak lagi mungkin dalam
hal ini siswa “diajari” bagaimana memilih, karena pilihan-pilihan baru dan
situasi memilih yang baru terus hadir serta tidak dapat diantisipasi oleh
pendidik.
Konsekuensinya ialah hanya satu cara untuk mencapai hal itu, yaitu
menyiapkan siswa yang terbiasa mandiri mengenali pilihan yang ada,
memiliki acuan nilai yang tepat untuk memilih, dan mampu melakukan
pilihan secara mandiri. Kemandirian ini menjadi fitur yang harus dicapai
oleh siswa-siswa sebelum mereka memasuki masa dewasanya.
Pertanyaan yang besar ialah, apakah para pendidik modern siap untuk
melayani mereka untuk mendapatkan fitur serupa itu? Apakah kurikulum
yang ada, dan apakah suasana atau iklim pendidikan yang ada
memungkinkan siswa bertumbuh menjadi siswa yang mandiri dalam
melakukan pilihannya?
18
Pengaruh teknologi komunikasi dan media
massa
Pakar komunikasi, Tony Schwartz menyampaikan bahwa media massa
adalah Tuhan yang kedua. Artinya seperti Yang Maha Kuasa, pengaruh
media hadir dimana-mana, kapan saja dan
untuk siapa saja. Sementara itu Jacques Ellul
menyampaikan bahwa media massa modern
mendefiniskan atau menentukan realita yang
disuguhkan kepada kita. Lebih awal lagi,
begawan ilmu komunikasi yaitu Marshall McLuhan bahkan mengatakan,
media komunikasi sudah menjadi pesan tersendiri. Ahli-ahli itu
menunjukkan kepada kita bahwa, teknologi komunikasi dan media massa
berubah dengan dahsyat dalam lima dekade terakhir ini.
Dimasa lalu, media massa adalah media dimana komunikasi dikirimkan
dari satu sumber kepada sejumlah besar penerima proses komunikasi tadi.
Jadi media massa pada waktu itu harus dipahami mencakup surat kabar,
radio dan televisi. Kini dengan hadirnya internet dan handphone, maka
muncullah proses komunikasi yang memungkinan seorang pengirim pesan
menyampaikan berita kepada beberapa penerima komunikasi. Namun
karena kecanggihan teknologinya, dimungkinkan juga dalam proses ini,
berbagai pihak mengirim pesan ke berbagai pihak atau ke satu individu.
Untuk internet, proses serupa itu dapat berjalan serempak sedangkan untuk
19
handphone prosesnya terjadi bergantian. Jadi, handphone dan internet
harus tercakup juga sebagai media massa, karena mengandung fitur yang
serupa dengan fitur media masa di masa lalu.
Peran media massa yang demikian kuat pada massa kini disebabkan
karena media massa modern menjalin berita atau informasi dengan
analisis serta hiburan dalam kombinasi yang berbeda-beda. Apapun juga
bentuknya, baik MTV, TV, SMS, VCD atau komik menentukan gambaran kita
tentang dunia dan opini masyarakat dimana kita berada. Hampir semua
komunikasi yang disampaikan media massa, terutama televisi sangat
membiasakan kita dengan
• kekerasan,
• hubungan seksual bebas dan
• pola hidup nyaman.
Media massa membuat juga kesadaran global menjadi semakin kuat.
Jumlah informasi yang didapatkan seseorang menjadi sangat banyak. Hal
tadi memungkinkan munculnya wawasan yang lebih luas.
Format media massa yang semakin beragam terasa memenuhi tuntutan
kemahalan, sehingga orang dibiasakan untuk melihat segala sesuatu yang
tergesa-gesa, tak lengkap, cepat, dan harus disimpulkan sendiri. Maka,
20
kemampuan orang-orang terutama anak-anak kecil untuk menyimak untuk
waktu yang panjang semakin berkurang. Semua komunikasi yang rumit
tidak dianggap menarik dan kalau tidak menarik akan tidak diperhatikan.
Tanpa disadari kita menjadi orang yang hiduo dengan mengutamakan
kesan lebih dari pada membahas pesannya.
Walaupun media massa memperkaya informasi dan wawasan, secara
umum dengan menekankan kesan, maka orang tidak lagi dibiasakan
berpikir kritis. Salah satu bentuk ketidakkritisan adalah munculnya
konsumerisme: belilah apa yang ditawarkan bukan karena kau
membutuhkannya tetapi karena sudah banyak orang yang
menggunakannya. Dalam negara dimana kebenaran dan kejujuran bisa
dinegosiasikan, maka media massa dapat menjadi alat pembentuk opini
terhadap seorang tokoh, segolongan manusia, atau suatu pendapat
tertentu.
Secara sederhana saja dampak bagi pelayanan pendidikan akibat gaya
hidup dimana media massa mempengaruhi orang dari pagi sampai tengah
malam akan besar.
Pertama, cara orang berkomunikasi semakin singkat padat dan menyentuh
kesan. Dalam proses pendidikan, sesuatu yang berbobot namun tidak
21
dikomunikasikan secara atraktif tidak akan mendapat perhatian apalagi
diterima.
Kedua, banyaknya informasi dan opini yang beredar membuat seorang
pendidik harus terus menerus mengenali apa yang dibicarakan dan relevan
bagi siswanya atau siapa yang dilayaninya. Ia tidak bisa tertinggal terlalu
jauh.
Ketiga, media massa, khususnya internet dan handphone, di awal milenium
baru membuat orang terbiasa dengan informasi dan opini yang majemuk.
Generasi N, yaitu para remaja yang hidup bersama internet, semakin
terbiasa mencari sumber info, meramunya, menganalisisnya, serta
memperdebatkannya dengan mereka yang sejenis, sementara orang
tuanya membiarkan mereka bertualang di dunia virtual tanpa pengawasan.
Semakin lama semakin handal mereka dan semakin tertinggal orang
tuanya atau pendidiknya. Untuk petama kali di dalam sejarah manusia,
para anak dan remaja memiliki akses dan kehandalan teknologis yang
terus bertambah dibandingkan dengan orang tuanya, dan karenanya
pertama kali di dalam sejarah, sebuah generasi tumbuh dan hadir tanpa
pengawasan yang memadai dari orang tuanya. Karenanya, sangat
dibutuhkan suatu paradigma pendidikan yang dapat menjawab tantangan
ini. Suatu pengkomunikasian yang tidak dialogis dari pihak pendidik atau
pengelola lembaga pendidikan yang sangat otoriter akan memancing
22
penolakan dari mereka yang terbiasa dengan pluralitas pandangan.
Simaklah apa yang disampaikan artikel yang dimuat di tahun 2002 di
www.coldfusion.web.id yang dikutip di bawah ini:
Pengguna Internet Indonesia Mencapai 4,2 Juta User
posted: 04 Jan 02 [ Sunaryo Hadi ]
Reporter: Sigit Widodo
Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 4,2 juta user.
Angka ini naik lebih dari dua kali lipat dibanding akhir 2000 sebesar 1,9 juta.
Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII), Heru Nugroho, kepada detikcom, Kamis (3/1/2002).
4,2 juta pengguna internet ini menurut Heru berasal dari sekitar 550 ribu
pelanggan perumahan, 26 ribu pelanggan corporate, 2.500 lembaga
pendidikan dan 2.500 warung internet (warnet).
Untuk pelanggan perumahan, Heru membagi dalam dua kategori: pelanggan
yang hanya menggunakan akses internetnya sendiri dan pelanggan yang
menggunakan bersama keluarganya. Jumlah pelanggan yang menggunakan
akses internetnya sendiri diperkirakan mencapai angka 100 ribu.
Sedangkan pelanggan yang mempergunakannya bersama keluarganya
mencapai 450 ribu. Dengan asumsi satu account ini dipergunakan oleh empat
orang anggota keluarga, berarti total pengguna internet dari pelanggan
perumahan dari dua kategori ini mencapai 1,9 juta user.
Sedangkan untuk pelanggan corporate, Heru membaginya dalam tiga kategori:
perusahaan besar, sedang dan kecil. Perusahaan besar dengan jumlah
komputer rata-rata sebanyak 50 pc diperkirakan mencapai seribu pelanggan.
Perusahaan sedang dengan jumlah komputer rata-rata sebanyak dua puluh pc
diperkirakan berjumlah 5 ribu.
Sedangkan perusahaan kecil dengan jumlah PC rata-rata sepuluh buah
mencapai 20 ribu perusahaan. Dari sini Heru mengasumsikan jumlah pengguna
internet dari pelanggan corporate mencapai 350 ribu user.
2.500 lembaga pendidikan menurut Heru terbagi menjadi 2 ribu sekolah dan
500 institusi pendidikan tinggi. Sebuah sekolah rata-rata memiliki 500 orang
23
siswa dan sebuah institusi pendidikan tinggi rata-rata memiliki seribu
mahasiswa. Karena itu dari 2.500 lembaga pendidikan ini diperkirakan terdapat
1,5 juta pengguna.
Keempat, karena daya kritis siswa yang menurun, maka diperlukan suatu
sikap pendidik untuk menghadapi hal ini, karena akan mudah siswa dan
orang tuanya yang tidak kritis terbuai oleh tawaran pendidikan populer dan
informasi media massa yang memberikan pemuasan “psikologis” yang
dangkal. Sulit untuk pendidik menangani siswanya pada masa kini tanpa
kesediaan membimbing mereka melalui jalan pengetahuan serta sentuhan
emosi dan keteladanan sekaligus. Pendidik ditantang mengemas
kekayaan pengetahuan, kebijaksanaan dan insight spiritualnya dalam
bahasa yang atraktif dan dapat dipahami siswa dan orang tuanya.
Gabungan Pengaruh Keduanya
Gabungan pengaruh antara budaya kota dan teknologi media sangat nyata
dalam bentuk proses globalisasi yang juga mempengaruhi Indonesia,
dimana dunia semakin tanpa batas. Dengan demikian sistem pendidikan
yang ada di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh globalisasi. Karena
globalisasi yang terjadi dimotori oleh kekuatan teknologi dan ekonomi,
maka sistem pendidikan mendapat dorongan agar terutama menghasilkan
manusia-manusia yang bermanfaat maksimum bagi dunia teknologi dan
24
ekonomi. Tidak mengherankan karenanya, di negara-negara berkembang
yang berupaya mengejar ketertinggalan ekonomi, pendidikan di bidang
humaniora, tergeser.
Tentu dapat dipertanyaan apakah di sebuah negara di Asia tenggara, arus
perubahan dimana budaya kota, globaliasasi, dan media memang
berdampak sebesar itu, terutama dengan kuatnya budaya pedesaan dan
tradisinya. Dari pengamatan, terlihat bahwa orang-orang desapun
menggunakan budaya kota sebagai rujukan yang bernilai bagi mereka,
Anak-anak desa ingin pindah ke kota, televisi menjadi idaman banyak
keluarga, bahkan sampai pulau yang jauh sekalipun. Demikian juga
dengan telekomunikasi melalui wartelnya. Dengan kata lain, budaya kota,
globalisasi dan media tidak menghadapi tantangan budaya dan sosial yang
berarti.
Kesimpulan
Ada dua tantangan yang dihadapi oleh pendidik di masa kini. Dunia
perkotaan dan budayanya yang merebak dan mulai dianut bahkan oleh
mereka yang tinggal di desa-desa, membuat siswa dan orang tuanya hidup
berlari, tidak tenang, dan tidak mencari makna. Selain itu mereka
25
mengejar beragam pilihan yang kota tawarkan. Pendidik ditantang untuk
menolong mereka menghadapi hal baru ini.
Tantangan kedua adalah terbiasanya orang tua dan siswa yang menganut
budaya media untuk berpikir tidak kritis, lebih berdasar kesan, serta
gandrung hal-hal yang atraktif. Mereka yang sudah mengenal internet juga
terbiasa untuk kebenaran atau informasi yang saling bertentangan dan
majemuk. Para pendidik ditantang untuk berkomunikasi dengan bahasa
kalangan ini serta berdialog dengan siswa dan orang tua mereka.
26
P A S A L 2
D A M P A K :
P E T A K O N T E K S P E N D I D I K A N
D I I N D O N E S I A
Mendidik di dunia yang stabil?
Tiga puluh tahun yang lalu, dalam suatu kelas filsafat, dosen kami yang
datang dari Belanda dan menguasai bahasa Indonesia dengan sangat
baik menjelaskan makna istilah “ada dan keberadaan.” Dengan tenang
lalu ia bertanya, “Darimana kalian tahu bahwa, pohon mangga itu ada,”
sambil menunjuk ke sebuah pohon mangga di halaman tadi. Kami
menjawab dengan tenang, “Pohon itu ada karena jelas terlihat.” Sang
dosen meminta kami menutup mata, lalu ia
bertanya, “Apakah sekarang pohon mangga itu tidak
lagi ada karena kalian tidak dapat melihatnya?”
Kami terdiam sejenak, lalu menjawab dengan yakin, “Pohon itu masih
ada, walaupun kami tidak melihatnya.” Ia tersenyum dan berkata lagi,
“Jadi, ada atau tidak adanya sebuah benda tidak tergantung pada
pembuktian berdasarkan indera kalian. Setuju? Kalau begitu, bergantung
27
pada apa?” Seorang mahasiswa dengan tenang menjawab, “Salah satu
jawaban ialah bahwa sesuatu ada karena memang ia ada.” Sang dosen
agak terperanjat, dan semakin lanjut kuliah berjalan, semakin terperanjat
ia karena sang mahasiswa terus menerus menjawab dengan tepat dan
seakan mengantisipasi topik berikutnya.
Apa yang terjadi disana? Ternyata sang dosen menggunakan cerita yang
sama, metode yang sama dan rangkaian pertanyaan yang sama untuk
tiap pelajarannya dalam 10 tahun terakhir. Mungkin cara untuk
mengajarkan ilmu filfasat pada waktu itu memang tidak membutuhkan
perubahan-perubahan. Namun tanpa ada yang mengetahui, sang
mahasiswa memiliki seorang kakak yang sepuluh tahun sebelumnya
mencatat dengan setia kuliah sang dosen dan kini adiknya menggunakan
catatan kakaknya tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sang
dosen.
Mendidik di dunia yang berubah cepat
Dalam lingkungan yang statis, maka seorang pendidik mungkin akan
menjalankan tugasnya dengan mudah. Mungkin proses belajar yang telah
diciptakan 15 tahun silam masih tetap dapat dipergunakan. Gaya
mengajar yang dianggap canggih pada 10 tahun yang lalu mungkin pula
28
masih dapat diminati siswa-siswinya. Namun dengan adanya berbagai
perubahan yang dipaparkan pada pasal pertama, jelaslah bahwa para
siswa, orang tua mereka, konteks hidup mereka serta para pendidik
sendiri sedang mengalami perubahan yang mendasar.
Jadi, kita harus kembali ke pertanyaan sederhana. Metode pendidikan
yang bagaimana yang cocok untuk jaman sekarang? Suasana belajar
seperti apa yang harus diciptakan dan dipelihara kini? Karena dalam
proses pendidikan, peran dan diri pengajar sangat berperan di samping
peran siswa-siswi dan peran pengelola lembaga pendidikan, maka kita
dapat menajamkan pertanyaan tadi dengan menyoroti peran pendidik.
Jadi, pertanyaan yang sangat mendasar adalah apakah peran utama dari
seorang pendidik yang baik di jaman ini?
Dari pengamatan dan percakapan dengan berbagai pendidik mengenai
peran dan tugasnya di lapangan, sekurangnya terdapat pergeseran
pemahaman ke salah satu dari tiga paradigma yang berbeda tentang
peran pendidik sejalan dengan pemahaman tentang pendidikan yang juga
berubah-ubah.
1. Paradigma pertama menganggap proses pendidikan adalah
proses menolong siswa-siswi agar potensi terpendam mereka
menjadi berkembang penuh. Jadi metafor yang dapat
dipergunakan untuk menjelaskan paradigma ini
29
adalah dengan memandang siswa-siswi sebagai bunga yang
belum mekar atau bibit tanaman yang belum bertumbuh. Jadi
tujuan proses pendidikan adalah menolong siswa-siswi yang
dianggap sebagai subjek pendidikan untuk mencapai
aktualisasi potensi mereka. Tentunya, dalam pandangan ini
mereka ditolong berkembang demi suatu tujuan yang lebih
luas, yaitu menjadi manusia yang utuh.
Dalam paradigma ini, peran pendidik adalah seperti peran
bidan yang memfasilitasi proses belajar, menstrukturkan
pengalaman belajar yang akan dialami siswa-siswi, menjaid
teladan serta inspirasi, dan melayani siswa-siswi sebagai
kelompok dan secara individual. Teori psikologi perkembangan
menjadi kerangka untuk menyusun kurikulum bagi proses
pendidikan yang berdasar paradigma ini.
2. Dalam paradigma yang kedua, pendidikan dipandang
sebagai proses membekali dan melatih siswa-siswi dengan
kompetensi umum yang dapat dipergunakan mereka di dalam
hidup sehari-hari atau profesi mereka kelak. Asumsi di balik
paradigma ini adalah bila sekelompok kompetensi dimiliki,
maka situasi yang beragam yang akan dialami siswa-siswi akan
30
dapat mereka tangani dengan baik. Peran pendidik adalah
pembentuk kompetensi siswa.
3. Dalam paradigma yang ketiga, pendidikan dipandang
sebagai proses
menyiapkan para
siswa-siswi untuk
dapat melakukan
suatu rangkaian tugas-tugas tertentu. Semakin jelas rumusan
keluaran atau output dari tugas-tugas tadi, semakin tajam dan
kuat proses pendidikan tersebut dirancang. Dengan demikian
tugas pendidik adalah menolong siswa-siswi menguasai
keterampilan dan sikap yang cocok dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu di dalam dunia kerja kelak.
Paradigma yang mana yang cocok untuk jaman sekarang untuk konteks
Indonesia? Kita perlu menyadari bahwa, Indonesia sendiri tidak
merupakan suatu konteks pendidikan yang homogen atau sama. Tiap
daerah merupakan suatu konteks yang khas, maka paradigma tentang
peran pendidik yang cocok untuk tiap konteks tadi juga tentu berbeda-
beda.
31
Namun, sekurangnya ada dua variabel dapat dijadikan penentu dalam
memetakan konteks pelayanan yang dihadapi pendidik. Pertama,
kecepatan sang pendidik sendiri dalam menyerap perubahan dan kedua,
para siswa, siswa atau keluarga mereka dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Secara sederhana, pendidik pada masa kini dapat diklasifikasi
berdasarkan tingkat kecepatan atau keluwesan mereka dalam
menghadapi perubahan yang terjadi. Ada pendidik yang dengan cepat
menyesuaikan diri dengan budaya kota yang merebak kemana-mana dan
dengan teknologi komunikasi yang tinggi. Sebaliknya ada di antara
mereka yang sangat ‘gagap’ dalam menghadapi budaya dan teknologi
yang baru. Di pihak lain, jenis kelompok siswa-siswi yang dididik dapat
juga dimasukkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok mereka yang
menyerap perubahan dengan cepat, menyerap perubahan secara
bertahap, atau dan mereka yang berubah dengan lambat.
Kombinasi dari kedua variabel ini (pendidik dan siswa) akan menentukan
konteks pendidikan yang ada sebagaimana diperlihatkan dari matriks
dengan sembilan sel di bawah ini.
32
TINGGI MENENGAH RENDAH
CEPAT
Konteks I: Konteks II Konteks III
33
Dampak
perubahan
bagi siswa:
Daya
adaptasi
Pendidik:
Suasana lapangan
bola basket
Suasana pemain
basket
di lapangan
bola kaki
Main basket di
lapangan tembak
BERTAHAP
Konteks IV
Guru menentukan
arah dan pilihan
Konteks V
Serupa dalam
tingkat
penengenalan dan
minat
Konteks VI
Guru agak ditolerir
LAMBAT
Konteks VII
Guru menyeret
Konteks VIII
Stabil tertinggal
Konteks IX
Stabil tertinggal
Rincian kondisi hubungan antar pendidik dan siswa dalam berbagai
konteks di atas adalah sebagai berikut:
Konteks Pertama (I)
Konteks pertama adalah konteks dimana pendidik menyesuaikan diri
dengan cepat perubahan teknologi komunikasi dan budaya kota. Ciri-ciri
pendidik serupa ini antara lain ialah banyak membaca atau menonton
segala sesuatu yang terkait dengan teknologi baru, gaya hidup baru atau
masalah masa depan. Pendidik serupa ini seringkali memiliki minat yang
34
luas. Walaupun mungkin mereka tidak mampu membeli atau memiliki
berbagai peralatan teknologi seperti palm top, hi-speed modem, atau
parabola, namun mereka mengikuti perkembangan yang ada dan diam-
diam berfantasi kalau-kalau Yang Mahakuasa memberikan rejeki tak
terduga sehingga mereka dapat mengenyam teknologi serupa itu.
Ciri-ciri lain dari pendidik serupa ini adalah keluasan hati mereka untuk
berdialog dengan siswa-siswinya. Merekapun tidak merasa tersinggung
bila pendapat mereka dipertanyakan, serta mereka mengenali berbagai
jenis kecerdasan yang terdapat pada siswa-siswinya. Mereka juga
bersikap pragmatis, tidak terlalu suka menggunakan waktu untuk
percakapan yang tidak perlu, dan memandang kehidupan dengan optimis,
lebih dari orang lain.
Pada konteks ini, para siswa siswi yang dihadapi sang pendidik juga
merupakan mereka yang sangat eksploratif, mempertanyakan banyak hal,
mungkin juga konsumtif, dan sangat menyesuaikan diri dengan teknologi
komunikasi tinggi. PlayStation, Video Game di Mal, computer game,
majalah game dan animasi, internet, handphone dan sebagainya
merupakan bagian dari gaya hidup mereka. Siswa-siswi juga menjadi
kritis, serta berani berargumentasi, terutama di luar kelas. Sebaliknya
mereka merasa tidak berminat mengikuti pelajaran yang bersifat doktrinal
atau dogmatik. Selain itu, mereka menceburkan diri ke dalam berbagai
aktifitas di luar sekolah sesuai minat mereka.
35
Dua pemeran utama dalam proses pendidikan yaitu pendidik dan siswa
sama-sama beradaptasi dengan cepat dan entusias terhadap perubahan
bagaikan para pemain bola basket di lapangan. Masing-masing memiliki
kepekaan yang tinggi pada rekannya dan lingkungannya. Akibatnya adalah
sebagai berikut pada suasana ajar-belajar:
o mereka menikmati kehadiran masing-masing pihak
o mereka bersama-sama belajar sebagai mitra dan masing-masing
pihak merasa entusiasme yang tinggi
o sang pendidik memiliki kepekaan dan toleransi yang besar untuk
keunikan tiap-tiap siswa
o siswa mengagumi pengajarnya dan menjadikannya (diam-diam)
sebagai idolanya.
Konteks Kedua (II)
Konteks kedua merupakan situasi ajar belajar dimana siswa siswi sangat
cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan teknologi komunikasi,
namun para pendidiknya tertinggal, walaupun mereka cukup menyadari
perubahan yang sedang terjadi. Sang pendidik hanya membaca sedikit
tentang teknologi, namun tidak cukup memahami dan tidak berminat
mengenal penggunaan alat-alat seperti palm top, kalaupun kesempatan
untuk memilikinya ada.. Mereka menyadari adanya PlayStation II,
36
namun hanya berpikir bahwa benda itu adalah benda mahal berteknologi
tinggi yang tidak terkait dengan dirinya. Sama sekali tidak terpikir olehnya
bahwa alat itu berpotensi menggantikan komputer dalam mengakses
internet atau VCD player di rumahnya. Internetpun dianggap sebagai
barang mewah dan yang menyebabkan pembuangan waktu saja.
Terhadap budaya kota, mereka menyukai mal, film, beragam jenis
makanan, pakaian, dan rekreasi, namun mereka tidak menggunakan
keragamanan buku di perpustakaan-perpustakaan canggih, gallery, atau
pameran-pameran sebagai sumber ilmu dan metode belajar. Mereka
masih cenderung untuk berbicara dengan panjang lebar dan sesekali
bergossip. Untuk mengambil keputusan mereka cenderung meneliti
dengan seksama berbagai hal sehingga pengambilan keputusannya
merupakan suatu proses yang panjang.
Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa pendidik
bukanlah mitra mereka dalam proses belajar. Bila siswa bergerak secepat
pemain basket, pendidik bergerak seperti pemain sepak bola. Pendidik
tidaklah menjadi sumber utama mereka dalam menelusuri minat belajar
mereka. Walaupun pendidik masih diterima baik dan dihormati, namun
bukan menjadi sumber utama. Akibatnya, berbagai kebutuhan belajar
siswa tidak terpenuhi. Karenanya, seringkali, mereka mencari sumber-
sumber pengetahuan dan rujukan gaya hidup serta idola dari kalangan
teman mereka, tetangga, atau lingkungan lain. Maka ada potensi dimana
37
siswa mendapatkan pengaruh yang tidak terkendali dari pihak yang tidak
diketahui.
Dalam suasana itu, bila sang pendidik tidak memiliki daya toleransi yang
besar dan tertekan oleh beban-beban kurikuler dan administratif, maka
siswa diharapkan mematuhi apa yang diberikan sekolah. Pengembangan
minat dan kemampuan siswa yang lain dan yang juga berharga bagi hidup
di dunia modern dan budaya kota malah terabaikan. Dialog antara siswa
dan pendidik terjadi hanya terbatas pada tingkat yang semu. Siswa lebih
suka bergaul dengan sesama teman-temannya daripada dengan
pendidiknya, walaupun mereka masih bersedia memenuhi tuntutan
sekolah. Jadi, mereka yang sangat cepat beradaptasi dengan teknologi
dan budaya kota cenderung melihat sekolah hanya sebagai salah
kegiatan belajar, bukan sebagai satu-satunya sumber atau pusat kegiatan
dan perhatian mereka.
Konteks ketiga (III)
Konteks ketiga merupakan situasi ajar belajar dimana siswa siswi sangat
cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan teknologi komunikasi,
namun para pendidiknya amat tertinggal karena mereka masih hidup di
masa lalu sehingga tidak menyadari perubahan yang sedang terjadi. Sang
pendidik tidak memahami dan tidak berminat mengenal penggunaan alat-
alat seperti palm top, kalaupun kesempatan untuk memilikinya ada.
Mereka cenderung mencurigai PlayStation II, Internet, atau handphone.
38
Terhadap budaya kota, mereka tidak merasa nyaman dengan mal, film,
beragam jenis makanan, pakaian, dan rekreasi. Mereka masih cenderung
untuk berbicara dengan panjang lebar dan sesekali bergossip serta
mengeluh tentang dunia yang terlalu modern dan dekaden..
Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa pendidik sama
sekali bukanlah mitra mereka dalam proses belajar. Bila siswa bergerak
secepat pemain basket, pendidik bergerak perlahan seperti seorang atlet
di lapangan tembak. Walaupun pendidik dihormati secara terbatas,
umumnya mereka masih ditoleransi karena para siswa tidak memiliki
pilihan lainnya. Akibatnya, berbagai kebutuhan belajar siswa tidak
terpenuhi dan ras frustrasi mereka pada suasana belajar menjadi tinggi.
Karenanya, seringkali, merekapun berhenti mencari sumber-sumber
pengetahuan dan rujukan gaya hidup serta idola. Maka dalam konteks ini
ada suatu kemungkinan dimana siswa mengembangkan sikap apatis atau
memberontak.
Dalam suasana itu, sang pendidik cenderung mengendalikan proses
belajar dengan cara otoriter dan komunikasi satu arah. Siswa dituntut
menyimak dan menghafal dengan tekuntidak memiliki daya toleransi yang
besar dan tertekan oleh beban-beban kurikuler dan administratif, maka
siswa diharapkan mematuhi apa yang diberikan sekolah.
Konteks ke empat (IV)
39
Konteks ke empat merupakan situasi belajar dimana pendidik lebih maju
selangkah daripada siswa-siswinya. Biasanya hal serupa ini terjadi di
sekolah-sekolah milik perusahaan di pedalaman atau di kota kecil.
Misalnya, di Pangkalan Kerinci, terdapat sekolah Patricia yang didirikan
oleh perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper. Para pendidik
didatangkan dari kota besar dan diberikan jaminan hidup yang memadai.
Merekapun memiliki akses ke peralatan dan suasana kerja yang
profesional di perusahaan yang menjadi induk sekolah itu. Para siswa
datang dari anak-anak karyawan dan staf, seringkali mengikuti budaya
kota dan teknologi media walaupun tidak secepat pendidiknya.
Dalam situasi serupa itu maka tugas pendidik adalah menentukan pilihan-
pilihan dalam hal yang akan disampaikan pada siswa-siswinya,
membangun minat mereka, serta melatih mereka agar memiliki skil yang
memadai untuk dunia modern.
Konteks ke lima (V)
Dalam konteks kelima, pendidik dan siswa-siswinya serupa dalam tingkat
pengenalan, minat, dan penguasaan skil untuk menyesuaikan diri
terhadap arus budaya kota dan pengaruh teknologi media. Mereka
menyadari adanya hal baru, namun belum membangun komitmen yang
mendalam untuk mendalami hal tadi. Disini, peran pengurus sekolah
40
atau seorang kepala sekolah akan menentukan ke arah mana proses
pendidikan akan ditujukan.
Konteks ke enam (VI)
Dalam konteks ke enam, siswa-siswi lebih mengenal budaya kota dan
pengaruh media, walaupun kedua hal tadi tidak digandrungi. Namun,
para pendidik tertinggal di dalam mengenali dan memahami hal ini.
Mereka cenderung menilai negatif kedua hal tadi.
Secara umum dampak kesenjangan adaptasi terhadap pengaruh tadi
tidak sebesar seperti pada konteks ke tiga atau ke dua, karena
pengaruhnya bagi siswa-siswi tidak terlalu kuat.
Konteks ke tujuh (VII)
Dalam konteks ke tujuh, situasinya serupa dengan konteks ke empat,
namun pada umumnya siswa-siswi sangat tertinggal, sehingga guru harus
agak menyeret mereka. Siswa-siswi dapat terpesona karena penguasaan
pendidiknya akan hal baru, dan mengikuti teladan mereka. Sebaliknya
mereka juga dapat hanya memilih menjadi pemirsa.
Konteks ke delapan (VIII)
Dalam konteks ke delapan, situasinya mirip dengan konteks ke empat,
namun, karena pendidik maupun muridnya tidak mengalami imbas yang
41
kuat dari ke dua pengaruh yang ada, maka diperkirakan tidak ada
perubahan apa-apa yang terjadi. Namun, secara umum, pendidik dan
siswa-siswinya akan jauh tertinggal masyarakat modern.
Konteks Kesembilan (IX)
Merupakan konteks yang tenang dan stabil, namun membuat baik
pendidik maupun siswa merasa tidak perlu berubah. Kedua belah pihak
cocok, namun mungkin mereka merasa tertinggal dan tidak berdaya
mengejar ketertinggalan menonton TV. Namun dari sudut hubungan,
maka keakraban masih terjadi secara tradisional.
Dengan peta di atas, maka dapat dibuat berbagai prakiraan-prakiraan
lainnya. Siswa dapat menjadi siswa yang entusias atau hanya mentolerir
gurunya tergantung pada daya adaptasi guru. Namun dalam kasus
dimana sang pendidik merupakan pihak yang sangat “maju” dapat terjadi
siswa terbawa maju, namun bila sang siswa sangat tertinggal, maka yang
terjadi adalah siswa malah menolak kehadiran gurunya. Dengan
demikian, profil pendidik yang baik dalam dunia modern ditentukan oleh
strategi penempatan pendidik yang harus memperhitungkan kesenjangan
atau kecocokan antara “budaya pendidik” dan “budaya siswa” serta daya
adaptasi masing-masing.
42
Kesimpulan
Dengan adanya berbagai konteks di atas, maka suatu upaya peningkatan
proses pendidikan membutuhkan kesadaran bahwa upaya tadi tidak
dimulai di titik nol. Kegagalan banyak upaya, perubahan kurikulum dan
sistem belajar diduga terjadi karena kegagalan memperhitungkan
perbedaan konteks yang ada seperti di atas. Akibatnya, semua yang
ditawarkan hanya memuaskan kebutuhan tiap-tiap konteks secara
terbatas.
43
P A S A L 3
S E J A R A H :
U P A Y A M E M B A N G U N
B E R B A G A I S I S T E M P E N D I D I K A N
Guru yang ditakuti
Kelas yang tadi ribut tanpa guru, kini menjadi sunyi. Guru Bahasa Indonesia
yang paling ditakuti dan disegani oleh semua murid, telah masuk ke dalam
ruang kelas. Wajahnya garang seperti harimau kelaparan.
Murid-murid : Selamat pagi, Bu Guru!
Bu Guru (dengan suara melengking) : Mengapa bilang selamat pagi saja?
Kalau siang say a datang tidak pernah mengatakan apa-apa. Kalau begitu
setiap siang, sore dan malam kalian mendoakan saya tidak selamat ya?
Murid-murid : Selamat pagi, siang dan sore Bu Guru.....
Bu guru : Kenapa panjang sekali? Tidak pernah orang mengucapkan selamat
seperti itu! Katakan saja selamat sejahtera, bukankah lebih bagus didengar
dan penuh makna? Lagipula ucapan ini meliputi semua masa dan keadaan.
Murid-murid : Selamat sejahtera Bu Guru!
Bu guru : Sama-sama, duduk! Kini dengar sini baik-baik. Hari ini Bu Guru mau
menguji kalian semua tentang lawan kata atau antonim kata. Kalau Bu Guru
sebutkan perkataannya, kamu semua harus cepat menjawab dengan lawan
katanya, mengerti?
Murid-murid : Mengerti Bu Guru...
Guru: Baiklah, kita mulai!
Murid-murid: Jeleklah, mereka akhiri!
Guru: Bodoh benar kalian!
44
Murid-murid: Pandai benar ibu!
Guru: Berhenti!
Murid-murid: Lanjut!
Guru: Kalian mengejekku?!
Murid-murid  Mereka memujimu?
Guru: Salah itu!
Murid-murid: Betul ini!
Guru (geram): Bodoh!
Murid-murid: Pandai!
Guru: Bukan!
Murid-murid: Ya!
Guru (mulai pusing): Ya, Tuhan!
Murid-murid: Tidak, Iblis.
Guru: Dengar dulu .
Murid-murid: Bicara nanti.
Guru: Diam!!!!!
Murid-murid: Ribut!!!!!
Guru: Itu bukan pertanyaan, bodoh!!!
Murid-murid: Ini adalah jawaban, pandai!!!
Guru: Mati aku!
Murid-murid: Hidup kami!
Guru: Saya tampar baru tau rasa!!
Murid-murid: Kita belai lama tak tau rasa!!
Guru: Malas aku ngajar kalian!
Murid-murid: Rajin kami belajar,bu guru...
Guru: Kalian gila semua!!!
Murid-murid: Kami waras sebagian!!!
Guru: Cukup! Cukup!
45
Murid-murid: Kurang! Kurang!
Guru: Sudah! Sudah!
Murid-murid: Belum! Belum!
Guru: Mengapa kamu semua bodoh sekali?
Murid-murid: Sebab saya seorang pandai!
Guru: Oh! Melawan, ya??!!
Murid-murid: Oh! Mengalah, tidak??!!
Guru: Kurang ajar!
Murid-murid: Cukup mengajar!
Guru: Mati aku..ketemu murid seperti ini
Murid-murid: Kekal kamu berpisah dengan guru seperti itu..
Guru (putus asa): O.K. Pelajaran sudah habis!
Murid-murid: K.O. Pelajaran belum mulai!
Guru: Sudah, bodoh!
Murid-murid: Belum, pandai!
Guru: Berdiri!
Murid-murid: Duduk!
Guru: Bego kalian ini!
Murid-murid: Cerdik kami itu!
Guru (stres) : Kamu semua ditahan siang hari ini!!!
Murid-murid : Dilepaskan tengah malam itu!!!
Bu Guru mukanya merah padam dan tanpa bicara lagi mengambil buku-
bukunya dan keluar ruangan. Sebentar kemudian, loceng pun berdering.
Murid-murid merasa lega karena guru yang paling ditakuti oleh mereka telah
keluar. Walau bagaimanapun, mereka merasa bangga karena telah dapat
menjawab semua pertanyaan tadi setelah beberapa hari saling membantu
untuk belajar. Tetapi masih ada hari esok. Guru itu pasti akan datang lagi..
Hanya ketika orang tua mereka bertanya apa yang mereka dapatkan dari
pelajaran, mereka tersenyum dan berkata “Pokoknya, sudah lolos …kami
berhasil menjawab semua pertanyaannya.” Orang tua mereka tersenyum dan
berkata dalam hati “Tidak sia-sia pemerintah mengeluarkan dana yang besar
untuk biaya pendidikan nasional. Anakku mendapatkan sistem pendidikan
yang baik.”
46
Kalau ada orang yang bertanya apakah ciri-ciri sistem pendidikan yang terbaik,
maka mungkin sulit untuk menjawab pertanyaan serupa itu. Mengapa? Sejak
dulu, sudah ada berbagai-bagai sistem pendidikan yang telah dikembangkan
umat manusia di masa lalu. Bahkan masih ada bagian-bagian dari sistem kuno
yang terus dipergunakan sejak dulu sampai kini dengan perubahan-perubahan
yang terbatas. Dalam bagian ini akan dipaparkan perbedaan sistem-sistem tadi.
Terutama akan dipertajam hasil akhir yang ingin dicapai oleh tiap-tiap sistem
serta asumsi dasar tentang manusia yang mereka miliki.
Metode Pendidikan dari Timur
1. India
Sebagai bangsa, India memiliki sejarah yang panjang dalam pendidikan yang
terorganisir baik. Sistem yang dikenal dan merupakan salah satu sistem yang
tertua di dunia adalah sistem Gurukul, Sistem ini dibentuk untuk menghasillan
pendidikan manusia seutuhnya yaitu mencakup aspek jasmani, mental, dan
spiritual. Di dalam sistem tradisional ini, umumnya siswa tinggal bersama
gurunya di dalam rumah sang guru atau di biara. Sistem pendidikan ini tidak
memungut bayaran dari siswa-siswi, namun setelah seseorang lulus dan ia
datang dari keluarga yang mampu, maka ia wajib membayar gurudaksina atau
sumbangan untuk kemajuan endidikan.
Dengan sistem yang terarah pada pendidikan manusia seutuhnya, maka siswa-
siswi belajar agama, kitab-kitab suci, filsafat, sastra, ilmu perang, ilmu
47
kenegaraan, pengobatan dan astrologi. Karena India pada waktu sistem gurukul
lahir sangat menekankan hidup sebagai siklus, maka pembelajaran tentang
sejarah tidak masuk ke dalam kurikulum gurukul. Sistem tradisional ini
kemudian dihapuskan dan digantikan oleh pemerintah kolonial Inggris yang
menjajah India dengan pendidikan barat.
2. Cina
Pendidikan di Cina merupakan hal yang sangat dihargai. Karena sejarah Cina
merupakan suatu proses yang panjang dan di tiap dinasti kerajaan terjadi
perubahan-perubahan, agak sulit untuk menggambarkan sistem pendidikan di
Cina.
Namun di masa awalnya, pendidikan diarahkan agar orang memahami naskah-
naskah klasik Cina yang ditulis oleh para pemikir-pemikir. Pemerintah-
pemerintah pada dinasti-dinasti Cina mengadakan pendidikan dan seleksi yang
ketat para lulusan untuk mereka dapat menjadi pejabat pemerintah. Pada
jaman dinasti Han, yaitu sekitar dua abad sebelum Masehi, Cina berhasil
menciptakan suatu sistem ujian kekaisaran untuk mengevaluasi dan memilih
pejabat pemerintah. Dengan demikian, pemegang jabatan dipilih berdasarkan
kompetensi dan bukan koneksi. Sekaligus juga di dalam sistem pendidikan
Cina, tekanan pada kompetisi sangat kuat.
Sistem ini membuat muncullah berbagai aliran sekolah yang mengajarkan
pengetahuan klasik dan bertahan selama dua ribu tahun. Di tahun 1911, Cina
memutuskan untuk mengadopsi dan menggunakan pendidikan barat sehingga
terhapuslah sistem pendidikan lama walaupun sampai saat ini bangsa Cina
48
merupakan satu-satunya bangsa di dunia yang memelihara naskah-naskah dan
urutan pengetahuan serta pustakanya selama lebih dari 2000 tahun.
Metode Pendidikan di Barat
Bila kita meneliti metode dan muatan pendidikan di budaya Junani dan Romawi
yang menjadi landasan pendidikan barat, ada beberapa hal yang kentara dan
berbeda dari metode pendidikan di Asia Timur. Tekanan pada individu lebih
terasa di Barat, termasuk perasaan individual dan keunikannya.
1. Europa
Di Barat, pendidikan terkait erat dengan agama. Para biarawan dan iman-iman
sangat menyadari pentingnya menolong orang-orang muda memahami
kebajikan, sehingga mereka menciptakan sistem pendidika. Di Eropa, sekolah-
sekolah yang terorganisir baik berakar pada gereja Roma Katholik. Setelah
masa reformasi di awal abad XVI, salah satu gereja reformasi, yaitu gereja di
Skotlandia menyiapkan guru-guru untuk setiap gereja dan juga pendidikan yang
tidak memungut bayaran bagi orang miskin. Pada tahun 1633 dewan perwakilan
rakyat setempat bahkan menentukan penggunaan dana yang diperoleh dari
pajak untuk program pendidikan. Sebagai hasilnya pada akhir abad XVII, hampir
seluruh rakyat terbebas dari buta huruf.
Setelah abad XVIII, hubungan antara pendidikan dan agama merenggang. Di
dalam jaman itu Jean-Jacques Rousseau menawarkan konsep pendidikan
alternatif. Pemikirannya menghasilkan situasi dimana orang semakin menyadari
49
tahap-tahap dan proses pengembangan manusia yang harus disadari dalam
penyusunan metode pendidikan. Di Polandia pada tahun 1773 dibentuk
Komisja Edikacji Narodowej atau Komisi Pendidikan alias kementerian
pendidikan pertama di dunia barat.
Dengan munculnya revolusi industri di barat, dunia mulai melihat pabrik-pabrik
dan masyarakat perkotaan sebagai pemandangan yang dominan. Kondisi ini
mendorong standardisasi pendidikan dan kompetensi minimum para pekerja.
Pemerintah-pemerintah mulai mengharuskan orang menghadiri dan memasuki
sistem pendidikan. Semakin lama masa kehadiran di dalam proses pendidikan
semakin bertambah. Pendidikan menjadi bagian dari sistem industri dan
ekonomi.
2. Konsep pendidikan modern yang dikembangkan
Kominsky, (1592-1670)
Sementara itu, muncullah suatu pemahaman tentang manusia dan
perkembangannya dari seorang Eropa Timur, yaitu Kominsky (Comenius).
Kominsky hidup sebagai seorang pendeta gereja Kristen di wilayah Moravia
(Cekoslovakia kini). Pendeta ini belajar di berbagai tempat, baik di Ceko, Jerman,
juga sempat di Belanda. Pada masa hidupnya, Kominsky dan bangsanya menjadi
korban dari percaturan politik pada abad 17 di Eropa. Corak iman Protestan yang
50
dianut orang Moravia tidak diakui oleh pihak yang berkuasa di wilayah mereka.
Akibatnya, mereka dianiaya dan ditindas.
Kominsky sendiri mengalami bagaimana berbagai tulisan yang dibuatnya dengan
susah payah, dibakar. Beberapa kali pendeta ini hidup dalam pengungsian.
Sempat pada suatu saat ia berada lama di pengungsian dan terus menerus
menulis surat kepada istrinya, padahal istri yang ditinggalkan di tanah
kelahirannya tadi sudah beberapa lama meninggal tanpa ia ketahui.
Keadaan hidup yang terus menerus didera kesusahan dan malapetaka tidak
membuat iman dan kerajinan Kominsky berkurang. Ia terus menulis,
mempraktekkan metode ajar belajar yang baru, serta memenuhi undangan di
berbagai negara. Salah satu tulisannya yang hebat adalah kumpulan Karya
Didaktika yang terdiri dari 4 jilid.
Menurut Kominsky, teologi adalah dasar utama untuk membangun pendidikan
agama Kristen. Dasar kedua adalah pengalaman pribadi. Kemudian, dasar
ketiga adalah gaya berpikir yang bersifat analogis atau mencari persamaan.
Menurut Kominsky, pendidikan merupakan kehendak Allah. Ia menyatakan
bahwa: “.. agar mereka tidak kehilangan kemuliaan Allah, maka semua
orang harus diajar agar tidak berbuat dosa..”
Sumbangsih pemikiran dan praktek dari Kominsky begitu besar sehingga PBB
menamakannya sebagai bapak pendidikan modern (bukan cuma pendidikan
agama). Beberapa cuplikan pemikiran Kominsky agaknya masih perlu
51
diperhatikan dalam konteks pendidikan modern, dalam dunia perkotaan, dan
dalam derasnya perubahan teknologi yang melanda masyarakat.
Beberapa Metode Dasar yang Dikembangkan Kominsky
1. Orang harus belajar dengan menggunakan pengalaman nyata selain
memahami teori-teori
2. Siswa harus diberi bimbingan terarah untuk mengambil pertimbangan dan
keputusan secara kritis melalui pengamatan dan pengalaman
3. Mereka juga harus dididik untuk menjadi orang yang murah hati dan berbudi
luhur secara bertahap
4. Sangat penting untuk menentukan saat yang tepat bagi seseorang untuk
mempelajari suatu hal.
Kominsky juga lebih menekankan overview dan pemahaman serta praktek
penerapan daripada sekedar memprekuat hafalan. Pada jaman itu, ketika
pendidikan seringkali merupakan monolog dari guru kepada murid dimana
mereka hanya perlu mendengarkan dan menyalin, gagasan Kominsky sangat
radikal. Bukan saja pemikiran dan praktek ajar belajarnya sangat berbeda tapi
juga merupakan terobosan yang mewarnai dunia pendidikan, baik pendidikan
umum dan pendidikan agama Kristen. Kini, ternyata dalam budaya modern
metode yang dikembangkan Kominsky justru sangat digemari oleh siswa yang
52
lebih menyukai dialog, diskusi, dan proses komunikasi yang tidak melulu bersifat
satu arah dari pihak guru.
Analisis dan Perbandingan
Jelaslah bila kita menggunakan India dan Cina sebagai titik berangkat
memahami pendidikan di Asia, maka di bandingkan dengan dunia barat,
1. manusia di Asia timur dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat. Masyarakat komunal timur menekankan pentingnya seorang
manusia untuk menempatkan diri secara tepat di dalam tatanan
masyarakatnya. Tanpa hal itu, manusia dianggap cenderung akan hidup
tersesat. Pandangan ini memang cenderung melihat manusia secara
pesimis.
2. Dengan demikian seorang akan dianggap sebagai manusia yang baik dan
terdidik bila ia dapat menempatkan diri dengan pas di masyarakatnya.
Artinya, sebagai anggota komunitas masyarakatnya, ia tidak menonjolkan
individualitas melebihi kebersamaannya. Kalaupun ada konflik biasanya ia
akan menanganinya secara tidak langsung dan sejauh mungkin ia berupaya
tidak mempermalukan orang lain atau menjaga muka orang.
3. Dengan pandangan tentang manusia serupa itu, maka pendidikan sangat
menekankan proses mendisiplinkan diri dalam aspek fisik dan mental,
menghafalkan pengetahuan yang diturunkan turun menurun, serta proses
mengendalikan perasaan dan ekspresi diri. Namun, tekanan pada
53
spiritualitas juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan.
Manusia yang dianggap terdidik adalah manusia yang memiliki pengetahuan,
pemahaman, kebijaksanaan dan mampu menempatkan diri di masyarakat
atau di tatanan semesta.
4. Di Cina, sengaja atau tidak, metode pendidikan serupa itu cenderung
mengabaikan pertumbuhan perasaan karena pertumbuhan muatan
pengetahuan dan pemahaman dianggap sebagai hal yang lebih penting.
Peneladanan juga dianggap sebagai proses yang vital di dalam metode
pendidikan ini. Selanjutnya, kepatuhan pada tatanan ditekankan,
sedangkan kreatifitas pribadi diletakkan di bawah kepatuhan tersebut.
5. Di Barat, ada saat-saat dimana pendidikan terkait dengan agama dan ada
saat dimana pendidikan terkait dengan konsep manusia yang lebih romantik.
Pandangan barat tentang manusia semakin lama semakin optimis dan tidak
sepesimis di Timur. Karenanya, tekanan pada kreatifitas dan individualitas
juga lebih besar daripada di Timur.
6. Dalam pemikiran modern, proses pendidikan semakin di arahkan pada
berpikir kritis, kemampuan mengambil keputusan dan menyelesaikan
masalah, serta pada pengenalan diri, termasuk pengenalan perasaan
individual.
Kesimpulan
54
Upaya membangun berbagai sistem pendidikan dipengaruhi oleh konteks
dimana sistem tadi dilahirkan. Di balik setiap sistem terdapat pandangan
tentang hidup dan peran manusia serta hakekat manusia. Bila di Barat,
dilahirkan pandangan yang optimis tentang manusia, di Timur, manusia
dilihat secara pesimistis. Karena, itu pengkajian tentang pandangan yang
sudah ada tentang hakekat manusia di tengah dunia yang berubah cepat
merupakan titik berangkat dalam membangun sistem pendidikan yang
tepat untuk suatu konteks.
55
Pasal 4
T U J U A N P E N D I D I K A N :
M E N U J U M A N U S I A M A N D I R I
Kemandirian
Sekelompok peneliti memasukkan enam ekor kera ke dalam sebuah
ruang percobaan. Di langit-langit ruang itu tergantung setandan pisang.
Sebuah tangga lipat didirikan dan memungkinkan para kera memanjatnya
sehingga dapat meraih pisang tadi. Namun, di langit-langit itu dipasang
20 keran yang dapat memancurkan air dingin ke ruang tadi.
Setelah memasuki ruangan, seekor kera melihat suasana
yang ada dan segera menujukan perhatiannya pada pisang
yang tergantung. Otaknya bekerja dan iapun
mengenali adanya tangga yang memungkinkan ia mencapai pisang tadi.
Segera sang kera beringsut mendekati tangga. Setelah anak tangga
kedua diinjaknya, ke duapuluh keran memancurkan air sehingga seluruh
ruangan menjadi basah. Memang secara otomatis para ilmuwan yang
merancang percobaan itu membuat sebuah pegas tersembunyi di anak
tangga kedua membuat air mancur bila anak tangga tadi diinjak.
56
Bagaimana respon para kera? Mereka berlari kian kemari karena
memang pada dasarnya kera tidak menyukai air dingin. Namun, sesaat
kemudian seekor kera lainnya mencoba kembali menaiki tangga tadi.
Peristiwa yang sama terjadi. Setengah jam berlalu, lambat laun para kera
belajar setelah mereka diguyur air dan menjadi basah
kuyup bahwa menginkak anak tangga akan
menimbulkan air mancur. Maka kera manapun yang
mendekati tangga akan disergap bersama, digigit dan
diseret pergi. Dalam waktu satu jam, suasana stabil tercapai. Tidak ada
seekor kerapun berani mendekati tangga yang ada. Pisang tetap
tergantung di atas, namun tidak ada seekor kerapun yang menemukan
jalan mengatasi masalah mereka. Tidak ada seekorpun kera yang mencari
jalan terobosan. Mereka menuruti intuisi bersama dan peraturan tak
tertulis: “Yang mencoba mendekati tangga akan kita sergap dan gigit.”
Tak lama kemudian salah satu kera
yang basah tadi diambil, dan
digantikan oleh seekor kera yang baru.
Sang kera baru ini segera mendekati tangga dan mulai memanjatnya. Ia
terkejut karena tiba-tiba kera-kera yang lain
menjerit, menyergap dan menggigitnya. Berulang
57
kali ia mencoba dan berulang kali ia mengalami keadaan yang tidak enak
tadi. Dalam waktu pendek ia belajar untuk mengikuti peraturan yang tak
tertulis: Jangan dekat-dekat tangga.
Bila sejam kemudian, seekor kera baru dimasukkan ke
tengah ruang tadi untuk menggantikan seekor kera
yang sudah basah, maka peristiwa serupa akan
muncul lagi. Namun akan sangat mengherankan
bahwa kera yang masih kering dan baru mendahuluinya, juga akan
berpartisipasi untuk mencegahnya. Budaya kelompok kera tadi sudah
terbentuk. Akhirnya, bila satu persatu semua kera yang basah digantikan
dengan kera-kera baru yang masih kering, kebiasaan untuk mencegah
seekor kera mendatangi tangga akan tetap terpelihara, walaupun tidak
jelas alasannya. Tidak akan ada seekor kerapun akan mencoba
secara mandiri mengatasi keadaan tadi. Mengapa? Pertama,
mungkin, mereka hanya mengikuti naluri untuk
mencegah hal yang tidak menyenangkan terjadi dengan mereka. Kedua,
tidak ada seekor kerapun mampu berefleksi tentang kebiasaan yang
sudah terpelihara. Demikian juga terjadi dengan banyak manusia dalam
proses pendidikan walaupun dunia sudah berubah.
Dunia kini yang dipengaruhi budaya kota dan media serta diperkokoh oleh
arus globalisasi membuat manusia modern harus memiliki suatu fitur
58
yang berbeda dengan manusia di jaman yang lalu. Untuk hidup layak,
dimasa lalu, seorang manusia modern harus terus menerus mengambil
berbagai pilihan di dalam hidup sehari-harinya. Dari memilih trayek
bus, menentukan makan siang, membeli surat kabar, membalas sms,
atau bertemu dengan siapa dan dimana, manusia kota modern harus
menentukan pilihan-pilihan.
Ada pilihan-pilihan yang berdampak untuk jangka pendek, namun ada
pilihan-pilihan yang berdampak panjang bahkan bersifat fatal. Sebagai
contoh, sekali seseorang memilih untuk menjadi pecandu obat bius, besar
sekali kemungkinannya bahwa ia akan merusak banyak hal di dalam
hidupnya di masa kini dan masa depan. Demikian juga, sekali seseorang
memilih karir yang keliru bagi dirinya, sulit untuk ia keluar dari alur yang
ada dan memasuki jalur karir yang lain. Kini di dalam dunia modern,
pilihan-pilihan ini hadir lebih beragam dan hadir lebih cepat serta
menuntut perhatian terus menerus.
Untuk menghadapi pilihan-pilihan yang beragam, maka manusia modern
lebih mungkin bertahan hidup dan berkontribusi maksimum bagi
masyarakatnya bila ia memperoleh kemampuan dan sikap yang tepat
untuk membuat pilihan-pilihan yang jitu sejak dini dalam proses
pendidikannya. Bagaimana cara agar siswa-siswi memiliki kemampuan
memilih dan sikap berani memilih dengan tepat?
59
Kita harus lebih dulu memahami apakah yang dimaksud dengan memilih.
Membuat pilihan dapat kita pahami sebagai proses
o mengenali apa yang akan dicapai,
o menyadari kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan yang
tersedia,
o memiliki tolok ukur untuk menentukan pilihan, atau mengetahui
apa yang dianggap bernilai dan apa yang harus ditinggalkan,
o memahami apa yang menjadi resiko di dalam mengadakan pilihan,
o memperhitungkan hasil pilihan dengan resiko yang akan diambil
o dan mampu melaku evaluasi dari pilihan yang diambil tadi.
Milih nich, ye
Jadi ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi agar seseorang mampu
mengambil pilihan-pilihan. Seseorang tidak akan dapat memilih bila ia
tidak mengenali kemana ia akan pergi atau apa yang menjadi tujuannya.
Kemudian, seseorang juga tidak akan mampu memilih bila ia tidak
60
memahami apa yang menjadi nilai-nilai acuannya. Nilai adalah hal-hal
berharga yang ia ingin hadir atau dicapai di dalam hidupnya. Kemudian,
tidak mungkin seseorang berani mengambil pilihan bila ia tidak memiliki
gambar diri yang sehat dan kokoh serta gambaran dunia yang realistis.
Tanpa gambaran yang sehat dan realistis tadi, seorang juga tidak akan
mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitarnya dengan
seksama.
Kemampuan memilih
Kejelasan tujuan yang ingin dicapai
Memiliki nilai-nilai yang jadi acuan
Gambaran diri yang sehat
Gambaran realistis tentang dunia
61
Bagaimana menghasilkan orang yang dapat mengenali adanya pilihan-
pilihan dan berani mengambil pilihan dengan cara yang tepat? Bukankah
di Asia, pada umumnya orang lebih terbiasa menerima pilihan-pilihan yang
diambilkan oleh orang tuanya, gurunya, atau pemerintah? Bukankah
orang juga takut memilih karena takut mengambil keputusan memilih
yang keliru?
Pemikiran sementara adalah, pendidikan yang cocok untuk menghasilkan
manusia yang hidup di dunia modern adalah pendidikan yang diarahkan
untuk menghasilkan manusia-manusia yang mandiri. Apa artinya?
Mandiri artinya memiliki kebebasan batin di dalam mengenali pilihan-
pilihan, mengambil pilihan-pilihan yang ada dan menanggung akibatnya,
baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
Mandiri berarti orang modern harus berani, siap dan mampu menentukan
pilihan-pilihan. Sekali lagi, tanpa kemandirian, ia hanya dapat patuh pada
pilihan yang dibuat orang lain, kemudian mempersalahkan orang lain bila
pilihan tadi membawa konsekuensi buruk. Disisi lain, tanpa kemandirian,
ia juga hanya memilih apa yang secara intuitif dirasanya akan
menguntungkan dirinya tanpa acuan nilai-nilai yang lebih luhur, tepat
seperti kera yang dipaparkan di awal bagian ini.
62
Aku mahluk mandiri, dapat memilih.
Yang merah, ungu, hijau, atau biru muda mau kuapakan, ya?
Sayang, buku ini tidak berwarna...
Apakah seorang yang mandiri menjadi seorang yang egois dan tidak
perduli orang lain? Seorang yang mandiri bukan berarti tidak mau tunduk
kepada otoritas siapapun. Seorang yang mandiri bukanlah seorang
pemberontak, anarkis, atau seorang yang asosial. Justru karena
kemandiriannya, ia dapat memilih secara sadar dan sengaja untuk
menjalani hidup dengan disiplin tinggi, untuk mengalah, untuk hidup
sederhana, atau hidup mengabdikan diri atau patuh kepada pihak yang
dipilihnya serta menjadi bagian dari suatu komunitas. Seorang yang
mandiri bahkan dapat memilih untuk mengabdikan diri bagi Sang
Pencipta semesta, atau mengabdikan diri bagi suatu pekerjaan bagi orang
lain. Tanpa kemandirian, seseorang tidak ada dapat mencapai keputusan
serupa itu dan mempertahankan kesetiaan komitmennya pada pilihan
tadi.
63
Mengapa demikian? Seorang yang mandiri dapat mempertahankan
komitmennya karena, ia telah menyadari pilihan-pilihan yang ada dan
menentukan pilihannya sendiri secara bebas serta, kemudian ia berani
memikul tanggung jawab untuk akibat dari keputusannya. Ia tidak selalu
berhasil mengambil pilihan yang tepat, namun ia selalu dapat belajar dari
kesalahannya. Menjadi mandiri berarti membuka peluang seluas-luasnya
untuk ia menemukan pengenalan yang lengkap dan utuh atas aspek-
aspek dirinya dan dunia dimana ia hidup.
Tidaklah mengherankan bahwa di dunia ada orang-orang yang mandiri
bagaikan Martin Luther King Jr yang rela mengurbankan diri untuk tujuan
yang dipilihnya demi menghasilkan kesamaan hak. Seorang yang mandiri
seperti KH Dewantara berani untuk berbeda dengan banyak orang lain.
Demikian juga dengan RA Kartini, Multatuli, Ho Chi Min, U Than, Mathatir,
Sukarno dan sebagainya. Kita juga dapat menyoroti hidup Bunda Teresa
yang rela meninggalkan kenyamanan dan kestabilan hidup membiara
agar secara mandiri berada di tengah kaum yang terabaikan.
64
Sebaliknya seorang yang mandiri juga dapat
memilih untuk meletakkan dirinya sebagai
pusat pengabdiannya. Jenghis Khan yang
menguasai kerajaan yang sangat luas dan
membuat puluhan ribu orang tewas adalah seorang yang sangat mandiri.
Demikian juga sang pembunuh bayaran, the Jackal. Masih ada juga
nama-nama lain, seperti Hittler, Pol Pot, atau Westerling. Karena hal itu
kemandirian bagaikan sebilah pisau yang dapat dipergunakan untuk
membedah atau menikam. Kemandirian menghasilkan tokoh-tokoh yang
luhur, seperti Edmund Hillary yang membangun desa-desa di Himalaya,
namun juga menghasilkan tokoh-tokoh seperti, Mengele dan Stalin.
Jadi, hal yang terutama membedakan seorang yang mandiri daripada
seorang yang bergantung pada orang lain, aturan, kebiasaan, tingkat
kenyamanan tertentu dan sebagainya terletak pada keberanian orang-
orang yang mandiri untuk memikul tanggung jawab dari pilihannya, baik
ketika ia memilih dengan tepat maupun ketika ia keliru memilih. Untuk
itu biasanya memiliki gambar diri yang kokoh.
Agar mencegah munculnya Pol Pot, Stalin, dan Idi Amin, serta
menghasilkan manusia mandiri yang berguna bagi umat manusia, maka
pendidikan manusia mandiri harus menekankan penularan nilai-nilai yang
luhur pada proses ajar belajarnya, peneladanan tentang percaya diri yang
65
sehat, serta penceburan siswa pada keragaman aspek dunia secara nyata
sehingga mereka dapat berinteraksi dengan dunia itu dengan nyata.
Jadi, pendidikan modern memerlukan suatu falsafah dan desain proses
yang mungkin sangat berbeda dari yang ada sebelumnya agar
menghasilkan orang-orang yang berani memilih dan bertanggung jawab
untuk pilihannya. Seluruh proses dan isi pelajaran harus dijalin untuk
menghasilkan kemandirian serupa itu. Peran pengajar terutama akan
menjadi sahabat yang menyiapkan rancangan proses dan pilihan-pilihan
yang disediakan bagi siswa. Hal ini harus dilaksanakan secara konsisten
dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Hal ini tidak
mudah karena siswa-siswa membutuhkan proses adopsi nilai yang luhur
setelah kemandirian menjadi kebiasaannya, dan sebelum proses itu
tercapai dengan memadai akan ada banyak saat dimana kemandirian
digunakan secara salah. Peran pendidik adalah menjadi pembimbing
yang memahi dan bersahabat pada masa-masa itu. Mereka sangat
membutuhkan kesabaran dan ketenangan dalam berkarya.
Kemandirian dan Penyelesaian masalah
Dengan semakin kompleksnya hidup modern, maka bukan saja
dibutuhkan orang-orang yang mampu memilih, namun juga agar pilihan
yang diambil tidak hanya demi penciptaan atau pengembangan wacana
66
utuh. Pilihan-pilihan yang menyangkut nalar dan emosi, harus senantiasa
dikaitkan dengan tindakan penyelesaian masalah yang nyata dan yang
dapat diterapkan.
Tanpa persepektif serupa itu, maka pendidikan yang menghasilkan
manusia mandiri akan menghasilkan manusia-manusia yang mampu
mengenali masalah, menganalisisnya, namun tidak mampu memberikan
solusi nyata pada masalah tadi.
Jadi, semakin rumitnya hidup modern, semakin banyak masalah yang
timbul di dalam konteks hidup pribadi, keluarga, kerja dan masyarakat,
karenanya pendidikan juga harus menghasilkan orang-orang yang bukan
hanya mampu mengenali namun juga dapat menjawab masalah-masalah
yang ada secara produktif tanpa bertele-tele.
67
Masih ada satu aspek lain dalam orientasi pada pemecahan masalah.
Bila pada sifat mandiri, seseorang
terlihat dari ciri kesediaannya
memikul tanggung jawab, pada
orientasi pada penyelesaian
masalah, salah satu ciri utamanya
adalah ia memahami keseluruhan aspek masalah yang dihadapinya
secara sistemik serta memahami tujuan yang ia ingin capai. Semakin
jelas ia merumuskan apa yang akan ia capai, semakin jelas masalah-
masalah yang akan dihadapinya dan yang harus diabaikan atau
dihindarinya. Selanjutnya, untu memberikan solusi pada masalah yang
ada, diperlukan kemampuan menganalisis secara keseluruhan atau
sistemik, sehingga pemecahan masalah yang diberikan tidak bersifat
parsial atau pragmatis saja.
Aspek yang lain yang tidak kalah penting dalam penyelesaian masalah
adalah konsistensi diri. Hal ini akan tercapai bila seseorang terbiasa
untuk menggali makna dari masalah-masalah yang dihadapi sebelum
menyelesaikannya. Kera dapat menyelesaikan masalah dengan alat-alat
yang tersedia, namun kera tidak akan pernah mampu menggali makna
tentang kehadiran masalah tadi dan keberadaannya. Manusia
merupakan mahluk yang mampu berabstraksi sampai menggali makna
kehadirannya di bumi ini serta makna kehadiran masalah-masalah bagi
68
dirinya. Hanya dengan cara itu maka konsistensi penyelesaian
masalahnya terjaga.
Kemandirian dan Tindakan nyata
Manusia memerlukan kemampuan menghasilkan tindakan nyata setelah
ia merumuskan apa yang ia ingin capai dan membuat rancangan
penyelesaian masalah. Pemahaman orang terhadap apa yang ingin ia
capai dapat berupa rumusan umum atau abstrak. Dapat juga hal tadi
berbentuk konkrit dan jelas. Pendidikan modern perlu untuk
membiasakan siswa agar mampu membuat rumusan tujuan yang jelas
dan konkrit. Konkrit dan jelas, berarti tujuan yang ingin dicapai dapat
dievaluasi atau bahkan diukur.
Bila suatu tujuan tidak dapat dirumuskan dengan konkrit, maka dapat
dicari aspek-aspek konkritnya untuk dijadikan petunjuk atau tonggak
pengukuran keberhasilan pencapaiannya. Misalnya, untuk mencapai
manusia yang bertanggung jawab sebagai suatu tujuan pendidikan, dapat
dibuat rumusan bahwa manusia yang bertanggung jawab tadi dapat
teramati dari caranya menggunakan waktu, alat, pemeliharaan
kesehatan, dan uangnya.
69
Pada aspek selanjutnya, tujuan yang ingin dicapai harus terkait dengan
tenggang waktu, entah tujuan tadi berupa tujuan jangka panjang atau
jangka pendek. Manusia modern perlu memahami perbedaan di antara
keduanya. Selain itu, diperlukan juga keterampilan untuk memperkirakan
tahap-tahap untuk mencapai tujuan jangka panjang. Selanjutnya, bila
tujuan tadi terlalu besar, manusia modern perlu belajar untuk mampu
memilah atau memecah-mecah tujuan yang besar tadi ke dalam tujuan-
tujuan yang lebih kecil. Kemampuan serupa itu tidak dapat diperoleh
dengan cepat, namun harus dibiasakan sejak dini.
Akhirnya, untuk mampu menghasilkan karya nyata, manusia modern
harus mampu merincikan agar tujuan yang mau dicapai juga harus
memiliki kejelasan biaya, waktu, tenaga, cara dan dana yang diperlukan
untuk mencapai hal tadi.
KEMANDIRIAN
Berani keluar dari ruang nyaman
70
Berani Keluar dari
Ruang Nyaman
Tindakan Nyata
Penyelesaian
Masalah
Bagaimana dengan kebiasaan lain seorang manusia mandiri? Seorang
mandiri tidak akan berhenti belajar seumur hidupnya karena ia menyadari
bahwa solusi-solusi yang ia berikan pada suatu masalah di saat tertentu
tidak lagi merupakan solusi yang memadai untuk masa depan. Ia terus
menerus memeriksa diri dan meninggalkan hal-hal usang yang tidak lagi
bermanfaat sehingga ia memiliki ruang untuk mendapatkan hal-hal yang
baru.
Sebagai konsekuensinya seorang manusia mandiri rela kehilangan
ketenangan. Dengan kata lain, seorang yang mandiri juga tidak takut
untuk memaksa dirinya keluar dari ruang-ruang kenyamanan yang
dibuatnya sendiri. Artinya ia tidak akan menikmati hidup saja, memegang
suatu kebiasaan saja, atau memegang suatu paradigma saja.
Keragaman pengalaman dan hubungan merupakan suatu ciri seorang
mandiri karena melalui hal-hal tadi ia membuka diri untuk menerima
masukan-masukan baru untuk perkembangan dirinya. Inilah yang sangat
membedakan manusia mandiri dari manusia yang hidupnya hanya berada
di dalam lingkaran kecil dimana ia mengulang-ulang ingatan akan sukses
yang pernah ia dapatkan di masa lalu dan merasa nyaman dengan hal
tadi.
Rintangan bagi kemandirian
71
Ada banyak rintangan yang dapat hadir di dalam hidup seseorang yang
berupaya menjadi mandiri. Pertama, rintangan dapat datang dari budaya
dimana ia hidup. Salah satu komponen budaya yang terkuat adalah
sistem nilai. Di Asia, nilai-nilai yang paling dijadikan acuan adalah nilai
keseimbangan atau harmoni, pemeliharaan pada tradisi-tradisi, serta nilai
yang menekankan pencegahan kesalahan.
Nilai-nilai tadi terwujud di Asia dalam bentuk sikap feodal, paternalistik,
dan sikap kompromistis. Dengan demikian di dalam sistem pendidikan
Asia, hampir semua pendidik dan subjek didik secara sengaja atau tidak
mulai dengan nilai dan sikap-sikap seperti di atas.
Pendidik lebih suka bila siswa-siswinya tampil tertib, menyimak dengan
baik, patuh, dan berpikir secara runtut serta berkomunikasi secara
santun. Pendidik lebih suka bila siswa-siswinya tidak banyak menentang
pandangannya atau mempertanyakan sumber informasi yang ia
ketengahkan, bahkan memberikan pandangan tandingan. Pendidik lebih
suka bila siswa-siswi menahan diri dalam mengekspresikan perasaan
mereka dan tidak menampilkan individualitas mereka. Istilah kunci yang
sering didengung-dengungkan adalah “murid yang sopan, tekun, patuh
dan tahu diri.”
72
Nilai-nilai dan sikap-sikap tadi hanya memberi ruang yang kecil pada
kemandirian. Kemandirian justru dilihat sebagai pemberontakan pada
tatanan yang ada, adat istiadat, kewajaran, dan keluhuran. Bila sikap
feodalis bergabung dengan agama, maka kemandirian bahkan dinilai
sebagai pemberontakan manusia terhadap sang Pencipta. Dengan kata
lain, nilai-nilai dalam budaya Asia yang menyebut dirinya sebagai budaya
yang komunal memang cenderung bertentangan dengan kemandirian.
Kedua, rintangan kedua dari kemandirian datang dari potret diri sendiri
yang berkembang di Asia. Seorang yang tumbuh dengan rasa percaya diri
yang lemah dan rapuh, akan sulit berani mengambil resiko dan menjadi
mandiri. Secara umum, dalam budaya yang menekankan kompromistis,
hidup dimulai dengan asumsi atau potret diri bahwa “manusia adalah
lemah.” Kalimat yang akan sering didengung-dengungkan adalah “Kita
tidak memiliki daya..”, “Kita tidak bisa berbuat apa-apa..”, “Sulit sekali...”
dan sebagainya. Potret diri yang lemah ini berakar pada potret yang
keliru tentang dunia dimana kita hidup. Umumnya mereka memandang
dunia sebagai hutan rimba yang berbahaya dan mengancam. Karena itu,
manusia harus berhati-hati dan membatasi diri dalam berinteraksi di
dalam rimba ini. Pandangan yang terakhir ini membuat manusia semakin
memiliki gambar diri yang pesimis. Semakin pesimis potret diri tadi,
semakin sulit baginya untuk mandiri karena ia merasa bahwa resiko
dalam berhadapan dengan dunia ini jadi harus ditanggungnya sendiri.
73
Dapat kita catat bahwa, sebenarnya, ada pilihan lain dalam manusia memandang
dirinya dan dunianya. Pertama, manusia dapat memandang dunia sebagai suatu
mal besar dimana manusia dapat menelusuri berbagai-bagai hal. Secara mandiri
manusia dapat mempelajari pilihan-pilihan yang ada serta mengenali konsekuensi-
konsekuensinya. Tujuan penelusuran adalah peningkatan kompetensi dan kearifan
diri. Jadi dunia dilihat sebagai kesempatan-kesempatan dimana manusia lain dapat
dipandang sebagai kesempatan untuk sinergi dalam mengambil peluang yang ada.
Kesulitan dapat dipandang sebagai kesempatan belajar dan mengasah diri sehingga
seseorang dapat mencapai kemampuan dan sikap yang lebih tepat untuk dunia yang
terus berubah. Kemandirian merupakan suatu bagian dari dunia seperti itu,
khususnya kemandirian di dalam mengenali atau membuat peluang-peluang
kesempatan.
Selanjutnya, manusia dapat pula memandang dunia sebagai arena dimana ia
berburu, bertani, atau mendirikan bangunan secara berbeda. Dunia dapat
dipandang sebagai suatu kesempatan yang harus direbut. Di dalam pandangan ini,
manusia lain dapat dipandang sebagai suatu sumber-sumber yang
memungkinkannya mengelola hidup dengan lebih utuh dan efektif atau sebagai
saingan yang harus dikalahkan. Kemandirian adalah bagian di dalam hidup ini
terutama dalam aspek pemupukan keunggulan diri.
Jadi, masyarakat Asia memang merupakan masyarakat yang
mengembangkan gambaran yang pesimis tentang hidup, manusia lain,
dan diri sendiri. Akibatnya, dorongan untuk memilih pendidikan yang
74
menekankan kepatuhan dan tahu diri serta harmoni merintangi
tumbuhnya kemandirian.
Ketiga, rintangan dalam memupuk kemandirian terletak pada praktek
pendidikan. Pendidik di Indonesia pada umumnya hidup dalam tingkat
kesejahteraan yang terbatas, kecuali bila mereka bekerja di sekolah
unggulan atau sekolah internasional. Tidak heran banyak pendidik
mengambil beban tambahan untuk memenuhi kebutuhan finansial
mereka, seperti memberi les, atau mengajar di berbagai tempat.
Sementara itu jumlah rasio antara pendidik dan siswa serta jumlah kelas
sangat tidak memungkinkan pengajar mengamati perkembangan
kemandirian tiap siswa dan menolongnya secara pribadi seperti terbaca
dalam statistik DepDiknas pada tahun 1994-1995. Dua lajur yang paling
kiri menunjukkan bahwa jumlah kelas dibandingkan murid adalah rata-
rata 39,45 murid per kelas. Di DKI Jakarta sendiri rasionya adalah
sekitar 44 murid per kelas. Pernahkah kita bayangkan bagaimana
menangani setiap hari 44 individu yang sedang berkembang dengan
kecepatan dan gaya yang berbeda-beda?
JUMLAH KELAS DAN MURID SLTP MENURUT TINGKAT TIAP PROVINSI
TAHUN AJARAN: 1994/1995
No.
P r o v i n s i
Kelas I Kelas. II Kelas III Jumlah
Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid
1 DKI Jakarta 3,701 160,940 3,603 153,249 3,365 139,912 10,669 454,101
75
2 Jawa Barat 9,413 368,796 8,891 344,625 7,540 273,820 25,844 987,241
3 Jawa Tengah 8,712 385,361 7,799 334,431 7,143 288,554 23,654 1,008,346
4 DI Yogyakarta 1,348 52,778 1,288 48,919 1,205 44,697 3,841 146,394
5 Jawa Timur 8,445 367,919 7,753 326,276 7,176 285,506 23,374 979,701
6 DI Aceh 1,282 48,680 1,166 41,576 1,025 35,216 3,473 125,472
7 Sumatera Utara 4,677 200,345 4,367 179,125 3,915 153,918 12,959 533,388
8 Sumatera Barat 1,678 64,337 1,532 53,551 1,383 48,259 4,593 166,147
9 R i a u 1,199 47,551 1,076 40,464 948 33,584 3,223 121,599
10 J a m b i 740 27,876 653 23,620 586 19,890 1,979 71,386
11 Sumatera Selatan 2,116 87,061 1,989 77,612 1,819 68,544 5,924 233,217
26 Bengkulu 559 21,855 493 18,169 438 14,738 1,490 54,762
12 Lampung 2,115 86,370 1,919 74,648 1,757 65,829 5,791 226,847
13 Kalimantan Barat 888 39,384 797 35,156 745 32,091 2,430 106,631
14 Kalimantan Tengah 491 19,786 439 17,627 402 13,078 1,332 50,491
15 Kalimantan Selatan 715 26,705 638 21,861 587 19,120 1,940 67,686
16 Kalimantan Timur 797 32,500 741 29,212 713 27,153 2,251 88,865
17 Sulawesi Utara 1,150 37,385 1,084 32,135 1,009 28,119 3,243 97,639
18 Sulawesi Tengah 649 23,049 548 18,432 531 17,283 1,728 58,764
19 Sulawesi Selatan 2,427 93,286 2,230 81,437 2,119 71,885 6,776 246,608
20 Sulawesi Tenggara 631 23,883 598 19,203 567 16,478 1,796 59,564
21 Maluku 982 35,269 893 30,161 823 25,739 2,698 91,169
22 B a l i 1,122 44,076 1,077 42,407 1,028 37,820 3,227 124,303
23
Nusa Tenggara
Barat
954 35,079 826 29,834 709 25,096 2,489 90,009
24
Nusa Tenggara
Timur
1,102 42,038 982 37,435 820 27,953 2,904 107,426
25 Irian Jaya 641 26,720 610 25,611 513 19,756 1,764 72,087
27 Timor Timur 231 8,575 215 7,405 197 6,594 643 22,574
I n d o n e s i a 58,765 2,407,604 54,207 2,144,181 49,063 1,840,632 162,035 6,392,417
Catatan / Notes:
Hanya Kelas dan Murid di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Classes and Pupils under Ministry of Education and Culture only
Situasi itu membuat pengajar tidak memiliki cukup enerji untuk
mengembangkan proses ajar belajar rumit, canggih dan yang memakan
tenaga. Mereka lebih menyukai komunikasi satu arah dalam proses
belajar.
76
Keempat, rintangan untuk menghasilkan pendidikan yang mandiri terletak
pada kenyataan sulitnya proses dalam menghasilkan anak-anak yang
mandiri secara dewasa. Siapa yang berupaya menghasilkan siswa-siswi
yang mandiri, tentu akan menghadapi kenyataan bahwa, kemandirian
dalam kecerdasan, tata krama, nilai yang dianut, dan tujuan hidup tidak
berjalan secara paraleldan sinkron. Seringkali anak-anak yang telah
menunjukkan kemandirian dalam mengenali masalah belum memiliki
kemandirian untuk berkomunikasi dengan tepat di masyarakatnya.
Seringkali mereka yang telah mandiri dalam kecerdasan masih belum
mandiri dalam menganut nilai-nilai yang luhur, sehingga tampil seakan
siswa-siswi yang tidak sopan, pemberontak dan egois. Selain itu, setiap
individu memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam berkembang.
Siklus pengembangan kemandirian di dalam gambar diri, gambar dunia,
nilai, tujuan hidup, dan perilaku tidak hadir dengan kecepatan dan
keteraturan yang sama. Umumnya, proses pengembangan nilai dan
gambar diri merupakan hal yang paling lambat, sedangkan
pengembangan pengenalan masalah dan berpikir kritis mungkin muncul
lebih mencolok dan terlebih dulu.
77
Kemandirian
dalam
mengenali
masalah
Kemandirian
dalam
menentukan
solusi masalah
Kemandirian
di dalam
memilih cara
melakukan
komunikasi
Kemandirian
di dalam
menentukan
tujuan
hidupnya
Kemandirian
di dalam
menentukan
gambar diri
dan nilai
Kondisi kemandirian
pada titik “t” dimana
tidak terjadi sinkronisasi
perkembangan yang
terjadi
Dengan kata lain, siapa yang menjalankan proses pendidikan untuk
menghasilkan kemandirian akan menghadapi asynkronisasi yang
membuat orang dapat menilai secara negatif proses yang ada.
Menghasilkan manusia mandiri adalah proses panjang serupa dengan
pertumbuhan sebatang pohon jati.
Kemandirian dan Produktifitas serta
Spiritualitas
Menjadi mandiri dan senantiasa berani keluar dari ruang nyaman akan
membuat banyak manusia mandiri memiliki kemungkinan yang lebih
78
besar untuk menjadi manusia yang produktif bagi masyarakat dimana ia
berada dan bagi umat manusia pada umumnya. Kemandirian tanpa
menghasilkan perubahan nyata pada tatanan sosial, pada teknologi yang
manusia kembangkan dan pada kedalaman makna yang didapatkan akan
menjadi kemandirian yang semata-mata memenuhi kebutuhan pribadi
saja. Tujuan menghasilkan manusia mandiri adalah agar mereka dapat
mengevaluasi, mengoreksi dan mengembangan secara terus menerus,
baik biosfer atau dunia ciptaan Yang mahakuasa dimana manusia hidup
serta teknofer, yaitu dunia teknologi, perkotaan, ilmu pengetahuan, dan
apa yang peradaban manusia hasilkan. Dengan kata lain, manusia
mandiri harus menjadi manusia produktif alias menghasilkan sesuatu
yang dapat digunakan manusia lain dan dunianya. Menjadi mandiri dan
produktif adalah merupakan aspek yang penting dari tujuan proses
pendidikan.
Pendidikan yang menghasilkan manusia yang mandiri dan produktif dapat
menjadi suatu proses yang berjalan terus menerus demi kepentingan
manusia saja dan berakibat mengurbankan bahkan merusak berbagai
mahluk lainnya. Tidak mustahil juga manusia-manusia yang memiliki
kemandirian dan produktifitas mengeksplorasi dunia dan alam dimana ia
hidup sampai rusak. Planet bumi dimana ia tinggal dirusak binasakan
tanpa ia sadari karena sudut pandang berjangka pendek dan materialistis
saja. Adanya polusi besar-besaran di laut dan darat, adanya pencemaran
79
air tanah karena bakteri colii, dan banjir musiman di Jakarta merupakan
ilustrasi dari kemandirian dan produktifitas semata.
Karenanya, pendidikan modern membutuhkan proses yang tidak hanya
menghasilkan kemandirian dan produktifitas namun juga menghasilkan
manusia yang memiliki kepekaan diri, hati yang bijak dan penuh welas
asih, serta pribadi yang mensyukuri serta menyayangi bumi, sesama
mahluk, sesama manusia, dan terutama hati yang memuja sang
PenciptaNya. Inilah dimensi spiritual dari tujuan suatu proses pendidikan.
Dengan kata lain pendidikan akan menghasilkan manusia yang
mempertanyakan dengan kritis makna keberadaannya, manusia yang
mengevaluasi diri terus menerus mengenai sumbangsihnya bagi
kehidupan, dan manusia yang menghargai sesama mahluk serta semesta.
Dengan kata lain, secara terus menerus ia mengolah mata bathinnya
sehingga tidak hanya mengejar keberhasilan material saja. Secara terus
menerus, ia mencerahkan kesadarannya agar ia tidak didorong oleh
persepsi-persepsinya yang keliru tentang kehidupan. Akhirnya, secara
terus menerus ia juga mengingat pada proses jangka panjang dari
kehidupan ini yang pada akhirnya tiba pada titik puncaknya.
Dengan kata lain, kemandirian tanpa diiiringi dengan produktifitas
hanyalah menjadi kemandirian pada tahap wacana saja. Produktifitas
80
tanpa kemandirian akan membuat manusia menjadi alat bagi manusia
lainnya dan menjadi pelaksana teknis saja. Kemandirian dan
produktifitas tanpa spiritualitas yang mendalam membuat manusia
menjadi materialistis saja dan akan menghancurkan diri dan semesta
alam.
Sebaliknya, kemandirian, produktifitas dan spiritualitas yang berjalan
bersama akan membuat manusia menjadi mahkluk yang memberi
sumbangsih bermakna bagi kehidupan. Pendidikan harus menghasilkan
manusia serupa itu. Dengan kata lain pendidikan ditujukan agar
menghasilkan manusia yang secara pribadi berani dan mampu memilih,
yang secara sendiri dan bersama dapat mengubah dan mengembangkan
dunia, serta manusia yang secara sendiri atau bersama dapat
menemukan makna dari seluruh keberadaan dan tindakannya. Semakin
kedua hal tadi tercapai, yaitu spiritualitas dan produktifitas, maka
semakin mandiri dirinya, karena percaya dirinya kian meningkat dan ia
memiliki gambar diri yang sehat.
81
Kesimpulan
Setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi manusia
mandiri. Pola asuh yang keliru menghasilkan suatu gambaran tentang
dunia, gambar diri, dan persepsi-persepsi yang keliru sehingga orang
dipengaruhi habis-habisan oleh ketiga hal tadi. Akibatnya ia tidak
mengenal pilihan-pilihan yang tersedia baginya. Selanjutnya ia
meragukan kemampuan dirinya mengambil pilihan yang ada. Karena itu
secara emosional ia terikat pada suatu sumber pengaruh tertentu. Tugas
mendidik adalah menolong seorang manusia untuk memiliki pemahaman
yang sehat mengenai hidup, gambar diri yang sehat, serta persepsi-
persepsi yang akurat tentang lingkungannya sehingga ia mengenali
pilihan-pilihan yang ada dan mampu mengambil pilihan yang tepat.
Kemandirian
ProduktifitasSpiritualitas
82
Seiring dengan proses tadi, sang manusia juga mendapatkan
keterampilan atau skil untuk menjadi produktif atau mengubah serta
mengembangkan berbagai hal yang peradaban manusia sudah capai.
Akhirnya, manusia juga harus mandiri dan produktif dengan pengawalan
spiritualitas yang mendalam, artinya memahami makna keberadaannya
dan bagaimana ia berperan memberikan sumbangsih jangka panjang bagi
kehidupan.
83
P A S A L 5
P E M E R A N :
P E N G A J A R I D A M A N ,
E N G K A U L A H S A H A B A T K A M I
Fakta Nyata
Tawuran antar siswa bukanlah hal yang langka di negeri ini. Pada
umumnya penyebab tawuran tadi sangat sepele. Di Jakarta timur, pada
tahun 2003, seorang siswa sekolah kejuruan di daerah Pulo Asem, ditikam
dari belakang dalam suatu tawuran. Anak seorang pegawai kecil itu yang
baru berusia 16 tahun tewas setelah mengalami perdarahan yang
berkepanjangan. Peristiwa itu bukan unik, cermatilah apa yang dimuat di
tulisan di www.serojasatu.com/news/Tawuran yang di kutip bawah ini
Tawuran Pelajar Tetap Marak. Sebanyak 26 Tewas, 56 Luka
Berat, dan 109 Luka Ringan
Media Indonesia - Jabotabek
JAKARTA (Media): Perkelahian antarpelajar di DKI tetap marak dan
korban jiwa sudah cukup banyak. Sejak 1999 hingga kini,
sedikitnya 26 siswa tewas, 56 luka berat, dan 109 luka ringan
akibat terlibat tawuran.
84
"Pelaku yang terlibat dalam tawuran pelajar itu sebanyak 1.369
orang. Artinya 0,08% dari 1.685.084 orang jumlah siswa di
Jakarta," ujar kata Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengolahan
Data (Kabid Pullahta) Pusdalgangsos DKI Raya Siahaan di Balai
Kota DKI, Rabu (8/3).
Raya yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen
Indonesia (UKI) Jakarta itu mengungkapkan, dari jumlah siswa
korban perkelahian pelajar di DKI, terbanyak di Jakarta Timur
yakni 10 meninggal, 12 luka berat, dan 30 luka ringan. Sedangkan
di wilayah Jakarta Selatan, tujuh meninggal, lima luka berat, dan
35 luka ringan. Di Jakarta Pusat, empat meninggal, 28 luka berat,
33 luka ringan. Di Jakarta Barat, empat meninggal, empat luka
berat, dan empat luka ringan. Disusul Jakarta Utara, satu
meninggal, luka berat dan luka ringan masing-masing tujuh siswa,
jelas Raya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Depdikbud DKI Alwi Nurdin
mengutarakan guna mencegah dan menangani perkelahian siswa,
pihaknya mengembangkan pola penanganan secara integratif,
koordinatif, dan nonaktraktif.
Ketika ditanya tentang strategi penanganannya, menurut Nurdin,
ada lima cara. Pertama, Kanwil Depdikbud DKI mengeluarkan
kebijakan menyangkut peta kerawanan kelas sekolah. Hasilnya
diperoleh data sebanyak 137 sekolah dianggap rawan tawuran
yakni di Jakarta Pusat 40 sekolah, Jakarta Utara 9 sekolah, Jakarta
Barat 11 sekolah, Jakarta Selatan 35 sekolah, dan Jakarta Timur
42 sekolah.
Kedua, jelas Nurdin, pihaknya melakukan pengidentifikasian simpul
rawan perkelahian. Tercatat 253 titik simpul rawan perkelahian di
wilayah DKI dengan rincian di Jakarta Pusat 50 simpul, Jakarta
Utara 35, Jakarta Barat 50, Jakarta Selatan 58, dan Jakarta Timur
60 simpul.
Di Amerika, suatu negeri yang makmurpun, kekerasan yang dilakukan oleh
siswa-siswi bukanlah hal aneh. Beberapa tahun yang lalu, dunia
digemparkan oleh sebuah berita yang mengejutkan. Dua orang siswa
bernama Eric dan Dylan membunuh 15 orang siswa di Colorado’s
Columbine High School. Apa yang dilakukan oleh kedua siswa tersebut
85
membuat para guru, orang tua bertanya-tanya: “mengapa hal itu dapat
terjadi”; “bagaimana kehidupan keluarga mereka”; dan masih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan lain yang sulit diungkapkan pada saat itu. Jelaslah,
setiap orang ingin tahu apa yang mendorong Eric dan Dylan nekat
melakukan perbuatan keji tersebut.
Stephen Yip, seorang pekerja sosial yang berpengalaman menangani
anak-anak sekolah yang drop-out di Singapore, mengutip statistik, bahwa
jumlah siswa yang drop out tidak mencapai 5 persen dari jumlah anggota
masyarakat, namun mereka menghasilkan 95 persen dari kekerasan dan
kejahatan yang ada di negara itu.
Beberapa gejala di atas
hanyalah sebagian kecil dari kekerasan
dan kejahatan yang setiap hari terjadi. Dari pengamatan
sekilas, semakin lama semakin banyak kejahatan dilakukan oleh orang-
orang yang masih berada dalam usia belajar. Apa yang terjadi?
Apa suara pada siswa-siswi mengenai proses belajar mereka? Elita
Jessamine, siswi sebuah sekolah Kristen di Jakarta mencatat dalam tahun
2001 “Sekolah membosankan, guru-guru harus dikasihani dan ditolerir
karena umumnya mereka tidak bahagia dengan hidup mereka.” Gabriel
86
dengan tertawa menyindir sekolahnya “Aku menjadi anak yang terkenal,
karena tidak naik kelas.”
Selpi, seorang pekerja sosial mencatat “Guru-guru tidak memahami dunia
pelajarnya. Mereka hanya butuh kepatuhan dan memaksakan pendapat
serta nilai mereka pada murid-muridnya. Kasihan, anak-anak itu
kesepian.”
Apakah hal-hal itu yang membuat siswa-siswi menjadi tidak bahagia,
pengajar tidak berbahagia dan masyakarat ikut trenyuh? Salah satu
jawaban ialah bahwa banyak di antara siswa-siswi merasa kesepian
karena tidak memiliki sahabat yang lebih dewasa dari mereka.
Jawaban lainnya ialah bahwa apapun perilaku yang dilakukan oleh
seseorang, entah itu yang mempunyai dampak positif atau negatif,
tidaklah terlepas dari kematangan orang tersebut dalam mengelola
emosinya. Tidak dapat disangkal lagi, keterampilan mengelola emosi bagi
sebagian orang seringkali dipakai sebagai penilaian karakternya. Bisa saja
orang menilai Eric dan Dylan adalah anak-anak yang mempunyai watak
kasar, emosional, dan sebagainya.
87
Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perbuatan Eric, Dylan, dan
yang lainnya tidaklah sulit. Ahli-ahli ilmu jiwa, dalam upaya untuk
mengetahui latar belakangnya, menapaktilasi kehidupan keluarga anak
tersebut. Memang, hasil dari survey telah membuktikan, bahwa 80%
pendidikan yang diterima oleh seorang anak di dalam keluarga ikut
membentuk karakter dan masa depan si anak. Bila anak tidak tumbuh
dalam keluarga yang bersahabat, maka akibatnya mereka akan melihat
dunia sebagai dunia yang tidak ramah dan perlu dilawan.
Siswa-siswi yang kemudian terlempar keluar dari sistem pendidikan
tercatat di dalam statistik. Apa penyebabnya tentu bukan hanya karena
latar belakang keluarga dan suasana sekolah. Namun, untuk konteks
Indonesia kedua hal tadi tentu memegang peranan besar, yang sampai
saat ini belum diteliti. Dari data di atas terlihat bahwa, angka drop out di
perguruan tinggi terus berkurang sejak tahun 1983, sedangkan angka
drop out yang menunjukkan kegagalan siswa-siswi SD memasuki SLP
terus meningkat. Selanjutnya, angka drop out selama SLP dan SLA
cenderung turun naik dengan kecenderung turun bertahap.
88
TABEL
PERKEMBANGAN ANGKA BERTAHAN KASAR MENURUT JENIS SEKOLAH
TAHUN AJARAN: 1983/1984--1994/1995
Tahun Ajaran SD Tk.6 Ke
SLP.kls 1
SLTP Kls.3 Ke
SLA Kls.1
SLA kls. 3-
Kls 1
Perguruan
Tinggi
Thn.ke4/Dari
Thn.1
1983/1984 62.27 93.24 91.19 18.23
1984/1985 61.62 92.58 94.23 20.69
1985/1986 67.60 90.77 92.61 24.52
1986/1987 66.52 91.87 94.55 28.29
1987/1988 68.81 93.28 94.76 31.10
1988/1989 67.61 92.82 88.87 43.94
1989/1990 65.88 82.69 86.16 44.14
1990/1991 67.22 80.66 92.35 47.01
1991/1992 66.51 85.05 85.55 49.28
1992/1993 67.37 84.30 86.09 52.23
1993/1994 69.15 86.37 86.40 54.36
1994/1995 71.23 90.94 87.89 69.68
89
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT
MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT

More Related Content

What's hot

Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)
Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)
Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)Johan Setiawan
 
Pemuridan dalam Rencana Penebusan
Pemuridan dalam Rencana PenebusanPemuridan dalam Rencana Penebusan
Pemuridan dalam Rencana PenebusanJohan Setiawan
 
Panduan Pembimbing Pemuridan
Panduan Pembimbing PemuridanPanduan Pembimbing Pemuridan
Panduan Pembimbing PemuridanJohan Setiawan
 
Hidup sebagi orang merdeka
Hidup sebagi orang merdekaHidup sebagi orang merdeka
Hidup sebagi orang merdekaelisa joe
 
Serial Pemuridan: Profil Murid Kristus
Serial Pemuridan: Profil Murid KristusSerial Pemuridan: Profil Murid Kristus
Serial Pemuridan: Profil Murid KristusJohan Setiawan
 
Materi praise and worship gereja victory
Materi praise and worship gereja victoryMateri praise and worship gereja victory
Materi praise and worship gereja victoryHendra Kasenda
 
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat Agung
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat AgungTFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat Agung
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat AgungJohan Setiawan
 
Bedah Surat Filipi
Bedah Surat FilipiBedah Surat Filipi
Bedah Surat FilipiSABDA
 
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)SABDA
 
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Johan Setiawan
 
The Passion of The Christ
The Passion of The ChristThe Passion of The Christ
The Passion of The ChristJohan Setiawan
 
Pel 9 Yesus Mengutus Roh Kudus
Pel 9 Yesus Mengutus Roh KudusPel 9 Yesus Mengutus Roh Kudus
Pel 9 Yesus Mengutus Roh KudusKornelis Ruben
 
Indikator Gereja yang Memuridkan
Indikator Gereja yang MemuridkanIndikator Gereja yang Memuridkan
Indikator Gereja yang MemuridkanJohan Setiawan
 
Perjamuan kudus
Perjamuan kudusPerjamuan kudus
Perjamuan kudusDing Emang
 

What's hot (20)

Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)
Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)
Pertobatan yang Benar (Mazmur 51)
 
POLA HIDUP UMAT TUHAN
POLA HIDUP UMAT TUHANPOLA HIDUP UMAT TUHAN
POLA HIDUP UMAT TUHAN
 
Panggilan Tuhan
Panggilan TuhanPanggilan Tuhan
Panggilan Tuhan
 
Pemuridan dalam Rencana Penebusan
Pemuridan dalam Rencana PenebusanPemuridan dalam Rencana Penebusan
Pemuridan dalam Rencana Penebusan
 
Materi dasar pemuridan
Materi dasar pemuridanMateri dasar pemuridan
Materi dasar pemuridan
 
Panduan Pembimbing Pemuridan
Panduan Pembimbing PemuridanPanduan Pembimbing Pemuridan
Panduan Pembimbing Pemuridan
 
Materi dasar pemuridan
Materi dasar pemuridanMateri dasar pemuridan
Materi dasar pemuridan
 
Peranan roh kudus
Peranan roh kudusPeranan roh kudus
Peranan roh kudus
 
Hidup sebagi orang merdeka
Hidup sebagi orang merdekaHidup sebagi orang merdeka
Hidup sebagi orang merdeka
 
Serial Pemuridan: Profil Murid Kristus
Serial Pemuridan: Profil Murid KristusSerial Pemuridan: Profil Murid Kristus
Serial Pemuridan: Profil Murid Kristus
 
Materi praise and worship gereja victory
Materi praise and worship gereja victoryMateri praise and worship gereja victory
Materi praise and worship gereja victory
 
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat Agung
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat AgungTFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat Agung
TFT Kambium - Pola Pelayanan Amanat Agung
 
Hiduplah sebagai Orang Arif
Hiduplah sebagai Orang ArifHiduplah sebagai Orang Arif
Hiduplah sebagai Orang Arif
 
Bedah Surat Filipi
Bedah Surat FilipiBedah Surat Filipi
Bedah Surat Filipi
 
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)
Pembentukan Disiplin Rohani (PDR)
 
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
Esensi Pemuridan 2: Intensional (Pertumbuhan Rohani)
 
The Passion of The Christ
The Passion of The ChristThe Passion of The Christ
The Passion of The Christ
 
Pel 9 Yesus Mengutus Roh Kudus
Pel 9 Yesus Mengutus Roh KudusPel 9 Yesus Mengutus Roh Kudus
Pel 9 Yesus Mengutus Roh Kudus
 
Indikator Gereja yang Memuridkan
Indikator Gereja yang MemuridkanIndikator Gereja yang Memuridkan
Indikator Gereja yang Memuridkan
 
Perjamuan kudus
Perjamuan kudusPerjamuan kudus
Perjamuan kudus
 

Viewers also liked

3. Sosok Kepemimpinan Spiritual
3. Sosok Kepemimpinan Spiritual3. Sosok Kepemimpinan Spiritual
3. Sosok Kepemimpinan Spiritualrobby chandra
 
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresarobby chandra
 
4. Sosok Kepemimpinan Spiritual
4. Sosok Kepemimpinan Spiritual4. Sosok Kepemimpinan Spiritual
4. Sosok Kepemimpinan Spiritualrobby chandra
 
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluargarobby chandra
 
6. Kepemimpinan Hamba
6. Kepemimpinan Hamba6. Kepemimpinan Hamba
6. Kepemimpinan Hambarobby chandra
 
5. Pemimpin Dan Kepelbagaian
5. Pemimpin Dan Kepelbagaian5. Pemimpin Dan Kepelbagaian
5. Pemimpin Dan Kepelbagaianrobby chandra
 
7. Mengelola Persepsi
7. Mengelola Persepsi7. Mengelola Persepsi
7. Mengelola Persepsirobby chandra
 
Artikel Kepemimpinan Hamba
Artikel Kepemimpinan HambaArtikel Kepemimpinan Hamba
Artikel Kepemimpinan Hambarobby chandra
 
Personal development for spiritual efficacy in life and ministry
Personal development for spiritual efficacy in life and ministryPersonal development for spiritual efficacy in life and ministry
Personal development for spiritual efficacy in life and ministryleadershipmgtservice
 
4. Kepemimpinan, Spiritualitas, Luka Dan Diri
4. Kepemimpinan,  Spiritualitas, Luka Dan Diri4. Kepemimpinan,  Spiritualitas, Luka Dan Diri
4. Kepemimpinan, Spiritualitas, Luka Dan Dirirobby chandra
 
Artkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola PersepsiArtkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola Persepsirobby chandra
 
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009robby chandra
 
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecard
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced ScorecardBattlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecard
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecardrobby chandra
 
Mentoring and Young Leadership Development
Mentoring and Young Leadership DevelopmentMentoring and Young Leadership Development
Mentoring and Young Leadership DevelopmentNHRD Pune Chapter
 
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran Positif
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran PositifBattlefield Of Th Emind Three Pikiran Positif
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran Positifrobby chandra
 
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005robby chandra
 
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2 2009
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2  2009Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2  2009
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2 2009robby chandra
 
1.5 B Manual Style Profile
1.5 B Manual Style Profile1.5 B Manual Style Profile
1.5 B Manual Style Profilerobby chandra
 

Viewers also liked (20)

3. Sosok Kepemimpinan Spiritual
3. Sosok Kepemimpinan Spiritual3. Sosok Kepemimpinan Spiritual
3. Sosok Kepemimpinan Spiritual
 
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa
3. Syukur Dan Spiritualitas Leader Pengalaman Ibu Teresa
 
4. Sosok Kepemimpinan Spiritual
4. Sosok Kepemimpinan Spiritual4. Sosok Kepemimpinan Spiritual
4. Sosok Kepemimpinan Spiritual
 
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga
8. Pelatihan Kepemimpinan Dan Keluarga
 
6. Kepemimpinan Hamba
6. Kepemimpinan Hamba6. Kepemimpinan Hamba
6. Kepemimpinan Hamba
 
5. Pemimpin Dan Kepelbagaian
5. Pemimpin Dan Kepelbagaian5. Pemimpin Dan Kepelbagaian
5. Pemimpin Dan Kepelbagaian
 
7. Mengelola Persepsi
7. Mengelola Persepsi7. Mengelola Persepsi
7. Mengelola Persepsi
 
Potret Kawula Muda
Potret Kawula MudaPotret Kawula Muda
Potret Kawula Muda
 
Artikel Kepemimpinan Hamba
Artikel Kepemimpinan HambaArtikel Kepemimpinan Hamba
Artikel Kepemimpinan Hamba
 
Personal development for spiritual efficacy in life and ministry
Personal development for spiritual efficacy in life and ministryPersonal development for spiritual efficacy in life and ministry
Personal development for spiritual efficacy in life and ministry
 
4. Kepemimpinan, Spiritualitas, Luka Dan Diri
4. Kepemimpinan,  Spiritualitas, Luka Dan Diri4. Kepemimpinan,  Spiritualitas, Luka Dan Diri
4. Kepemimpinan, Spiritualitas, Luka Dan Diri
 
Artkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola PersepsiArtkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola Persepsi
 
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009
Naskah Buku Kepemimpinan Ke2 2009
 
Bk Vii 1 Credo
Bk Vii   1 CredoBk Vii   1 Credo
Bk Vii 1 Credo
 
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecard
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced ScorecardBattlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecard
Battlefield Of The Mind Eight Personal Balanced Scorecard
 
Mentoring and Young Leadership Development
Mentoring and Young Leadership DevelopmentMentoring and Young Leadership Development
Mentoring and Young Leadership Development
 
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran Positif
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran PositifBattlefield Of Th Emind Three Pikiran Positif
Battlefield Of Th Emind Three Pikiran Positif
 
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005
Bk Vii 1 Inspirational Quotes2005
 
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2 2009
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2  2009Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2  2009
Pretest Ppsk Tahap 1 Angk 2 2009
 
1.5 B Manual Style Profile
1.5 B Manual Style Profile1.5 B Manual Style Profile
1.5 B Manual Style Profile
 

Similar to MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT

Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasiMakalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasisamsaharsam
 
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasiMakalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasiMuhammad Irwan
 
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318Rosmarosyam
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiWarnet Raha
 
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinian
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinianDosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinian
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinianLSP3I
 
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasionalAlieska Waye
 
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdf
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdfKISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdf
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdfRiniSusantiNurArief1
 

Similar to MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT (20)

Makalah globalisasi 2
Makalah globalisasi 2Makalah globalisasi 2
Makalah globalisasi 2
 
Attachment
AttachmentAttachment
Attachment
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasi
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasi
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasi
 
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasiMakalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
 
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasiMakalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
Makalah penerapan pancasila diera teknologi informasi
 
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318
Makalahpenerapanpancasiladierateknologiinformasi 181021060318
 
Bab 4 kelas 3
Bab 4 kelas 3Bab 4 kelas 3
Bab 4 kelas 3
 
Bab 4 kelas 3
Bab 4 kelas 3Bab 4 kelas 3
Bab 4 kelas 3
 
Tugas isbd kelompok 3
Tugas isbd kelompok 3Tugas isbd kelompok 3
Tugas isbd kelompok 3
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasi
 
Makalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasiMakalah pengaruh globalisasi
Makalah pengaruh globalisasi
 
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinian
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinianDosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinian
Dosen, mahasiswa dan pembelajaran kekinian
 
Komunikasi sosial
Komunikasi sosialKomunikasi sosial
Komunikasi sosial
 
Komunikasi sosial
Komunikasi sosialKomunikasi sosial
Komunikasi sosial
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
 
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdf
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdfKISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdf
KISI-SOAL ips PAS kelas 9 GANJIL.pdf
 
Kb 1 modul 1
Kb 1 modul 1Kb 1 modul 1
Kb 1 modul 1
 

More from robby chandra

Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
Hyd 3  Fear Dan Security BlanketsHyd 3  Fear Dan Security Blankets
Hyd 3 Fear Dan Security Blanketsrobby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus  Konseling 2Jdp Kursus  Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2robby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 5
Jdp Kursus Konseling 5Jdp Kursus Konseling 5
Jdp Kursus Konseling 5robby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 4
Jdp Kursus Konseling 4Jdp Kursus Konseling 4
Jdp Kursus Konseling 4robby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 2rujukan
Jdp Kursus  Konseling 2rujukanJdp Kursus  Konseling 2rujukan
Jdp Kursus Konseling 2rujukanrobby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 1
Jdp Kursus Konseling 1Jdp Kursus Konseling 1
Jdp Kursus Konseling 1robby chandra
 
Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2robby chandra
 
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadara
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan SuadaraHyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadara
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadararobby chandra
 
Hyd 5 Di Pertanyakan Untuk Dipulihkan
Hyd 5  Di Pertanyakan  Untuk DipulihkanHyd 5  Di Pertanyakan  Untuk Dipulihkan
Hyd 5 Di Pertanyakan Untuk Dipulihkanrobby chandra
 
Hyd 4 Zakheus Menghadapi Penolakan
Hyd 4  Zakheus   Menghadapi PenolakanHyd 4  Zakheus   Menghadapi Penolakan
Hyd 4 Zakheus Menghadapi Penolakanrobby chandra
 
Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
Hyd 3  Fear Dan Security BlanketsHyd 3  Fear Dan Security Blankets
Hyd 3 Fear Dan Security Blanketsrobby chandra
 
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Makna
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan MaknaHyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Makna
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Maknarobby chandra
 
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyarat
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg PrasyaratHyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyarat
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyaratrobby chandra
 
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notes
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+NotesBattlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notes
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notesrobby chandra
 
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyaman
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone NyamanBattlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyaman
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyamanrobby chandra
 
Battlefield Of The Mind Seven Pdsa
Battlefield Of The Mind Seven  PdsaBattlefield Of The Mind Seven  Pdsa
Battlefield Of The Mind Seven Pdsarobby chandra
 
Battlefield Of The Mind One +Notes
Battlefield Of The Mind One +NotesBattlefield Of The Mind One +Notes
Battlefield Of The Mind One +Notesrobby chandra
 
Battlefield Of The Mind Four Harapan
Battlefield Of The Mind  Four HarapanBattlefield Of The Mind  Four Harapan
Battlefield Of The Mind Four Harapanrobby chandra
 
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nya
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara NyaBattlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nya
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nyarobby chandra
 

More from robby chandra (20)

Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
Hyd 3  Fear Dan Security BlanketsHyd 3  Fear Dan Security Blankets
Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
 
Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus  Konseling 2Jdp Kursus  Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2
 
Jdp Kursus Konseling 5
Jdp Kursus Konseling 5Jdp Kursus Konseling 5
Jdp Kursus Konseling 5
 
Jdp Kursus Konseling 4
Jdp Kursus Konseling 4Jdp Kursus Konseling 4
Jdp Kursus Konseling 4
 
Jdp Kursus Konseling 2rujukan
Jdp Kursus  Konseling 2rujukanJdp Kursus  Konseling 2rujukan
Jdp Kursus Konseling 2rujukan
 
Jdp Kursus Konseling 1
Jdp Kursus Konseling 1Jdp Kursus Konseling 1
Jdp Kursus Konseling 1
 
Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2Jdp Kursus Konseling 2
Jdp Kursus Konseling 2
 
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadara
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan SuadaraHyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadara
Hyd 6 Yakub Pemulihan Hubungan Dengan Suadara
 
Hyd 5 Di Pertanyakan Untuk Dipulihkan
Hyd 5  Di Pertanyakan  Untuk DipulihkanHyd 5  Di Pertanyakan  Untuk Dipulihkan
Hyd 5 Di Pertanyakan Untuk Dipulihkan
 
Hyd 4 Zakheus Menghadapi Penolakan
Hyd 4  Zakheus   Menghadapi PenolakanHyd 4  Zakheus   Menghadapi Penolakan
Hyd 4 Zakheus Menghadapi Penolakan
 
Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
Hyd 3  Fear Dan Security BlanketsHyd 3  Fear Dan Security Blankets
Hyd 3 Fear Dan Security Blankets
 
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Makna
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan MaknaHyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Makna
Hyd 1. Menemukan Identitas Diri Dan Makna
 
Hyd Pretest
Hyd PretestHyd Pretest
Hyd Pretest
 
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyarat
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg PrasyaratHyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyarat
Hyd 2 Pemulihan Hubungan Sbg Prasyarat
 
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notes
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+NotesBattlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notes
Battlefield Of The Mind Two Hidup Dalam 2 Pikiran Two+Notes
 
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyaman
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone NyamanBattlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyaman
Battlefield Of The Mind Six Keluar Dari Zone Nyaman
 
Battlefield Of The Mind Seven Pdsa
Battlefield Of The Mind Seven  PdsaBattlefield Of The Mind Seven  Pdsa
Battlefield Of The Mind Seven Pdsa
 
Battlefield Of The Mind One +Notes
Battlefield Of The Mind One +NotesBattlefield Of The Mind One +Notes
Battlefield Of The Mind One +Notes
 
Battlefield Of The Mind Four Harapan
Battlefield Of The Mind  Four HarapanBattlefield Of The Mind  Four Harapan
Battlefield Of The Mind Four Harapan
 
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nya
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara NyaBattlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nya
Battlefield Of The Mind Five Mengenal Suara Nya
 

Recently uploaded

11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 

Recently uploaded (20)

11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 

MEMBANGUN MANUSIA MANDIRI DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT

  • 1. K a t a P e n g a n t a r Tulisan ini dibuat sebagai upaya menyumbangkan pemikiran mengenai tujuan pendidikan di Indonesia. Walaupun, penulis membaca banyak buku tentang pendidikan dan mengenal seluk beluk kehidupan pendidik, namun ia tidak merasa dirinya sebagai pakar. Kerinduannya hanyalah satu, agar generasi berikutnya, terutama putra bungsunya sendiri mendapatkan proses pendidikan yang tepat dalam konteks bangsa besar yang terus menerus dirundung masalah ini. Gagasan dasar buku ini hadir ketika ia mengamati cara istrinya mendidik ketiga anak-anak mereka. Kata kunci yang selalu dikemukakan istrinya kepada putra putri mereka adalah: “Kamu harus berani mandiri dalam menentukan pilihanmu serta juga menanggung konsekuensinya. Kata-kata ini terus memicunya untuk merefleksikan sistem pendidikan yang telah mengalami berbagai perubahan sejak ia menjadi guru TK di Jakarta pada tahun 1976. Kemandirian adalah titik berangkat untuk menghasilkan produktifitas dan pemaknaan yang mendalam. Inilah inti pemikiran yang diharapkan agar menjadi bahan diskusi di antara pendidik, orang tua, dan pengamat serta ahli-ahli 1
  • 2. agama. Semoga, demi bangsa yang tercinta ini, dunia pendidikan ditata dengan lebih tepat. Jakarta, November 2005 2
  • 3. M E N U J U M A N U S I A M A N D I R I : S U M B A N G A N P E M I K I R A N U n t u k M E M B A N G U N F A L S A F A H P E N D I D I K A N D I T E N G A H D U N I A Y A N G B E R U B A H C E P A T R o b b y I C h a n d r a 3
  • 4. P A S A L I A R E N A S A A T I N I : D U N I A Y A N G B E R U B A H C E P A T Pendahuluan Hadi sudah menjadi guru SLP di Surabaya sejak tahun 1995. Mulanya, profesi pendidik bukan merupakan idamannya, namun semakin lama, ia semakin menyukai keberadaan di tengah siswa-siswinya. Selain itu, di malam hari ia dapat memberikan les piano, sehingga penghasilannya cukup besar. Namun, sejak tahun lalu ia mulai merasakan kerisauan. Semua ilmu yang dikuasainya untuk proses mendidik seakan menjadi tumpul. Siswa-siswi lebih suka ber-sms daripada menyimkan uraiannya. Pekerjaan rumah merekapun dikerjakan dengan asal jadi. Kemudian, mereka sering mempertanyakan kebijakannya, serta menentang informasi yang ia berikan tentang suatu topik. Ketika ia menguping percakapan mereka, ia mendengar istilah-istilah aneh, “Star Craft, Ragnarok, dan Warhammer.” Rekan-rekan Hadi juga mengeluh bahwa, para siswa cuma ingin 4
  • 5. kenyamanan dan hal-hal yang mudah. Mereka segan berpikir kritis dan sangat tidak tekun. Apa yang terjadi disini? Sementara Hadi dibingungkan juga dengan tuntutan sekolah swastanya agar pendidik menjadi lebih ramah pada orang tua siswa, mengenal internet, dan mengenal metode ajar-belajar yang terus menerus berubah. Di bumi tidak ada satu hal pun yang tetap, kecuali perubahan. Di dalam dunia pendidikan, murid-murid berubah, orang-tuanya pun berubah, bahkan guru-guru juga berubah. Hal itu terjadi karena dunia berubah. Perubahan itu menuntut solusi baru dan proses pendidik yang baru. Bukti perubahan tadi ada yang kentara namun ada pula yang samar. Dua puluh tahun yang lalu, tidak terbayang oleh kita bahwa di desa-desa sudah ada TV berwarna. Tidak pula terbayang bahwa, di kota-kota kecilpun, warnet dan wartel merajalela, walaupun banyak orang sudah membawa hand-phone. Siapa pula yang membayangkan bahwa, anak- anak kecilpun mengenal Play Station dan sejenisnya. Apalagi yang dikenal dengan nama proses demokratisasi. Kita juga tidak mengenal flu burung atau pemilihan kepala daerah oleh rakyat. Ada banyak cara untuk menjelaskan atau memetakan perubahan tadi. Salah satu cara adalah dengan melihat bahwa kesadaran manusia modern mengalami perubahan yang dahsyat. Kalau dimasa lalu manusia 5
  • 6. menjalani hidupnya dengan tekun namun tanpa menyadari dirinya secara tajam, kini manusia modern sangat sadar diri. Bukan saja ia membedakan dirinya dan dunia dimana dia berada, namun dunia menjadi arena tempat ia mengungkapkan pengaruhnya. Ia semakin sadar apa yang ia ingin capai dan apa yang harus ia dapatkan. Dengan kata lain, manusia modern melihat hidup bukan saja sebagai hal yang harus ia jalani, namun terutama sebagai sesuatu yang ia harus gunakan, kuasai, dan bahkan taklukkan. Kesadaran serupa itu bukanlah hal yang sepenuhnya baru, Mungkin, kesadaran diri itu dimulai ketika budaya Yunani Romawi lahir dan filsafat Yunani mulai muncul serta menjadi cara manusia memandang realitanya. Kita tahu bahwa dalam filsafat Asia, manusia memandang dirinya sebagai bagian dari alam semesta. Karena itu dalam keberadaannya, manusia berupaya menemukan keseimbangan atau harmoni dengan alam semesta. Bermacam-macam mitologi lahir untuk menunjang pandangan itu. Sebagai lawannya, dalam filsafat Yunani manusia dipandang sebagai mahkluk yang memiliki kuasa untuk mengelola dan mengendalikan semesta alam dan hidupnya. Jadi tujuan keberadaannya adalah, bukan mencari harmoni, tetapi mencari kemampuan mengendalikan semesta. Ketika agama Kristen mengadopsi pola pandang tadi, maka manusia semakin menyadari kuasa dan dorongan untuk mengendalikan semesta. Di Eropa kesadaran tadi menjadi pendorong untuk terjadinya perubahan- 6
  • 7. perubahan yang dahsyat, terutama setelah masa abad pertengahan yang, dimana sempat terjadi stagnasi. Di dalam jaman modern kesadaran manusia akan pengaruhnya itu semakin berkembang karena manusia modern hidup di kota ciptaannya, dan memiliki teknologi, terutama teknologi komunikasi yang sangat canggih. Jadi, manusia modern bukan hanya ingin mengendalikan alam semesta dan menaklukkannya, namun juga memiliki peranti dan kemampuan untuk mewujudkan hal itu. Ia menjadi semakin yakin bahwa, waktu dan ruangpun dapat ia kuasai. Handphone sebagai salah satu teknologi ciptaannya lebih membuat orang sederhanapun menyadari kuasa tadi. Kita akan menguraikan bagaimana kehadiran kota dan teknologi komunikasi telah mengubah dunia sehingga semakin dikendalikan manusia. Sekaligus sebagai efek samping, juga kedua hal tadi –kota dan teknologi komunikasi- mengubah manusia. Sebagai akibat perubahan tadi, bermacam-macam masalah baru muncul. Solusi-solusi yang manusia berikan terhadap masalah di abad lalu tidak lagi menjadi efektif dan relevan di abad ini. Dunia pendidikan merupakan bagian hidup yang juga mengalami masalah-masalah baru tadi. Suatu solusi yang baru dalam dunia pendidikan perlu dilahirkan. 7
  • 8. Aku pasti bisa .. Aku pasti bisa mendapatkan apa yang kumau ... Aku pasti mampu mengejar cita-citaku ... Ku tahu yang ku mau Ku tak tahu bahwa aku bisa kena stroke ... Litani Mr. Stroke, manusia modern Memetakan perubahan di Indonesia dan dampaknya Bila dalam dekade yang lalu tulisan-tulisan yang merupakan kajian-kajian tentang trend perubahan seringkali memberikan perhatian yang sangat besar pada perkembangan ekonomi dan teknologi canggih, seperti yang dibuat oleh John Naisbitt. Namun, ternyata untuk konteks Indonesia, aspek budaya dan sosial menjadi aspek-aspek yang lebih dominan untuk dikaji, khususnya dalam masa transisi yang berkepanjangan kini. Di tengah kenyataan serupa ini banyak orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan bekerja kadangkala dengan tidak menyadari betapa mendasarnya perubahan yang sedang terjadi bahkan, mereka tidak mampu memperkirakan arahnya. 8
  • 9. Suatu hal adalah pasti, Proses perubahan yang besar tidak bisa tidak akan terimbas ke dalam dunia pendidikan entah melalui melalui eksponen- eksponen dalam jajaran pimpinannya atau para pengelola, para pendidik, bahkan, orang tua siswa dan para siswa sendiri. Di bawah ini akan coba dipaparkan apa yang sedang terjadi di Indonesia, baik di kota besar, menengah, dan kecil . Tentunya dampak perubahan tadi ada dalam gradasi dan intensitas yang berbeda, namun dapat berguna untuk memberikan pemetaan sehingga kita menyadari bahwa kita membutuhkan suatu sudut pandang yang baru dalam mendidik. Mungkin kelengkapan analisisnya masih perlu ditambah, namun sejauh ini prakiraan ini dibuat sebagai kerangka kerja (working framework) dan platform program (dasar program). Walaupun sudah berkali-kali disampaikan, secara umum dapat disimpulkan bahwa pada saat ini sekurangnya, ada dua pengaruh yang besar sedang melanda Indonesia di samping pergulatan sosial politik. Pengaruh yang pertama datang dari kehadiran budaya kota di Indonesia. Pengaruh kedua muncul dari merebaknya teknologi komunikasi dan media massa. Kedua pengaruh tadi menghasilkan beragam perubahan dan kombinasinya di dalam hidup masyarakat dan khususnya di dalam dunia pendidikan. 9
  • 10. Pengaruh Budaya kota Memasuki abad XXI kehidupan umat manusia beranjak ke dalam suatu arena yang baru. Hidup modern ditandai dengan menjamurnya kota-kota besar dan budayanya yang terus menjadi pemberi pengaruh yang dahsyat. Jabotabek, Manila, Singapore, Tokyo dan berbagai kota Asia yang berada di bibir samudra Pacific dipadati dengan belasan ribu orang per kilometer persegi. Kalau kita tinggal di Jakarta, berarti kita berdesak-desakan mencari sepetak tanah untuk dijadikan rumah bersama lebih dari 13 ribu orang dalam satu kilometer persegi. Surat Kabar Suara Pembaharuan 19 Februari _____ mencatat bahwa jumlah penduduk di perkotaan Indonesia, terus meningkat, menimbulkan semakin banyak masalah sosial. Salah satu masalah Budaya Kota Teknologi komunikasi DUNIA MODERN, Termasuk Dunia Pendidikan 10
  • 11. serius yang semakin sulit adalah penyediaan rumah, terutama bagi penduduk yang berpenghasilan rendah. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Ir Erna Witoelar menyatakan hal itu dalam sambutan tertulis di depan peserta seminar nasional "Pengembangan Perumahan dan Permukiman dalam Rangka Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia", di Bandung, Sabtu (17/2). Sambutan menteri disampaikan Ir Endang Widayati, Direktur Perumahan Wilayah Tengah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Jakarta. Dia mengungkapkan, pada tahun 1980, hanya 17,42 persen penduduk Indonesia yang bermukim di kota. Namun tahun 1990 jumlahnya meningkat drastis menjadi 31 persen. Bahkan, pada tahun 2020 diperkirakan separo penduduk Indonesia akan berdiam di perkotaan. Pada tahun itu akan terdapat 23 wilayah perkotaan dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa, empat di antaranya merupakan megacity yang berpenduduk lebih dari lima juta jiwa. Hal tersebut senada dengan apa yang dituliskan oleh Sarjono Herry Warsono, dalam makalah yang dimuat dalam website Depnakertrans (www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/majalah_balitfo/volume_2_1) sebagai berikut: Berdasarkan data SP 1980, SP 1990 dan SP 2000, maka dapat dihitung proporsi tingkat keurbanan di Indonesia yang relatif mengalami peningkatan yang berarti. Secara nasional berturut-turut adalah 22,3 persen pada tahun 1980, menjadi 30,9 persen pada 11
  • 12. tahun 1990, meningkat 34,3 persen pada 1994 dan menjadi 42,0 persen pada tahun 2000. Data tersebut mendeskripsikan bahwa selama duapuluh tahun terakhir, peningkatan presentase penduduk kota mencapai lebih dari 163 persen secara nasional, yaitu dari jumlah penduduk kota 32,845 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 86,40 juta jiwa pada tahun 2000 atau secara proporsi dari 22,3 pada 1980 menjadi 42,0 pada tahun 2000. Peningkatan proporsi tersebut berdasarkan data per provinsi, dominan terjadi di perkotaan wilayah Jawa yang rata-rata mencapai 8,57 persen dalam waktu duapuluh tahun terakhir, sedangkan wilayah luar jawa relatif kecil, yaitu rata-rata hanya 3,37 persen dalam waktu yang sama. Dari makalah itu dapat dibuat grafik yang diletakkan di bawah ini: 0 10 20 30 40 50 Laju peningkatan Penduduk Perkotaan dalam 3 dekade Terakhir Laju peningkatan Penduduk Perkotaan dalam 3 dekade Terakhir 22.3 30.9 40.2 1 2 3 12
  • 13. Akibat kehadiran kota, maka suatu budaya yang baru muncul, kita mengenalnya dengan nama budaya kota. Budaya kota ini merebak sejalan dengan pertumbuhan dahsyat kota-kota di Indonesia dan di dunia tadi. Mengapa kota bertumbuh dan desa ditinggalkan? Mengapa kota-kota besar semakin bertambah jumlahnya? Salah satu sebabnya ialah orang berpindah ke kota karena kota merupakan simpul-simpul ekonomi, kehidupan sosial, politik, ilmu pengetahuan, perawatan kesehatan, dan rekreasi. Kota-kota menawarkan hidup yang memiliki banyak pilihan- pilihan, serta hidup yang senantiasa menawarkan hal-hal baru. Kota juga menawarkan budaya yang menekankan ekplorasi pilihan-pilihan dan kebebasan berekspresi yang desa tidak banyak berikan. Manusia kota: Kami punya banyak pilihan yang dulu tidak kita miliki… 13
  • 14. Namun, hidup di kota juga membuat orang harus membayar mahal. Untuk menyadari dan memahami setiap pilihan, orang harus menonton televisi atau membaca surat kabar. Keduanya bukan merupakan hal yang gratis. Untuk mampu memilih dengan baik dan mengekspresikan diri melaluinya, orang harus memiliki keterampilannya. Keterampilan memilih tadi juga perlu didapatkan dengan membayar. Bahkan sekedar untuk berada dan hidup di kota besar, orang harus membayar dengan mahal. Apakah ciri dari budaya kota? Agar tidak salah memahami, perlu dicatat disini sebelum memasuki pemaparan bahwa budaya kota tidak selalu dimonopoli oleh orang kota. Budaya kota juga seringkali sudah menjadi acuan dari kehidupan di desa di berbagai lokasi di Indonesia. Misalnya, desa-desa di kabupaten Klaten, mungkin lebih dipengaruhi oleh budaya kota daripada kota-kota kecil di tempat lain. Ciri--ciri budaya kota terlihat dari beberapa hal, baik yang bersifat kasat mata, yaitu artifak atau benda-benda yang dipergunakan sehari-hari dan perilaku orang atau interaksinya, serta dari hal yang tidak kasat mata yaitu, nilai-nilai dan keyakinan yang orang kota miliki. Dari perilaku dan interaksi orang yang menganut budaya kota, terlihat beberapa hal yang menonjol, • Hidup dijalani dengan tergesa-gesa 14
  • 15. • Hidup dianggap sebagai hal yang penuh persaingan • Orang kota bersikap dan bertindak pragmatis dalam mengatasi masalah-masalah mereka • Hidup dengan mobilitas tinggi • Hidup dijalani dengan interaksi atau hubungan anonim alias tidak terlalu saling mengenal dengan orang lain. Akibat keseluruhan hal-hal di atas ialah hidup dalam budaya kota menjadi hidup yang tidak mendukung upaya refleksi atau perenungan dan pencarian makna yang mendalam mengenai keberadaan manusia. 1. Secara umum orang dalam budaya kota harus mengambil lebih banyak keputusan setiap harinya, menjumpai lebih banyak orang baru dalam tiap hari dibandingkan apa yang dialami orang desa dalam setahun, serta lebih banyak mengalami keadaan baru. Hal ini membuat orang kota merasa optimis dengan hidupnya, namun membuatnya harus mengejar sesuatu, bersaing dengan orang lain, dan selalu tidak merasa memiliki cukup waktu. Di dalam pengambilan keputusan karena orang kota juga dipenuhi oleh info dari berbagai media, maka orang kota cenderung mengambil keputusan yang cepat, singkat, dapat dipergunakan dan diaplikasikan, tanpa memusingkan diri dengan penyebab yang terlalu mendasar dan rumit serta solusi yang utuh dan berjangka panjang. 15
  • 16. 2. Selanjutnya, karena kota merupakan masyarakat yang cair atau berubah-ubah, maka orang perlu merebut kesempatan atau mencipta kesempatan baru, bila perlu dengan berpindah-pindah. Perpindahan ini dilakukan secara sosial dan geografis. Artinya, orang kota yang terburu-buru juga bergerak kian kemari dalam tempat kerja dan hidupnya, namun secara kelas sosial juga mengubah-ubah posisinya, umumnya tentu mereka berupaya naik ke kelas yang lebih tinggi. Karena gejala di atas, maka orang kota juga harus membatasi siapa yang akan menjadi “relasinya.” Ia mengadakan hubungan dengan orang, terutama bersandar pada fungsi mereka. Hanya kepada sekelompok kecil manusia, hubungan mereka dikembangkan sampai pada taraf hubungan antar pribadi yang mendalam. Maka orang kota cenderung tidak ambil pusing dengan urusan pribadi orang lain dan cenderung tidak juga menyukai hubungan antar pribadi yang terlalu mendalam, kecuali dengan sejumlah kecil manusia lain yang dianggapnya memiliki fungsi yang bermanfaat bagi hidupnya. Keseluruhannya menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam budaya kota menjadi manusia yang berlari, risau, lelah, dan kurang kesempatan atau 16
  • 17. dukungan untuk merenung dengan mendalam. Bahkan, mungkin hubungannya dengan sang Pencipta cenderung bersifat fungsionil atau hanya emosionil. Tidak heranlah bahwa di kota-kota, justru kegiatan agama menjadi marak dan spektakuler, namun terutama yang bersifat ritual dan simbolis atau tidak mendasar, sekedar untuk menyenangkan hati dan memberikan ketenangan sesaat. Orang merasa punya identitas, kesepiannya teratasi sementara, dan merasa nyaman karena sudah menjadi manusia saleh beragama, walaupun hal itu terjadi ketika ia berada di dalam ruang ibadahnya saja. Tantangan pelayanan pendidikan modern dalam menghadapi dampak budaya kota ini adalah bagaimana mengajak siswa, orangtuanya, dan sesama pendidik dengan bersama-sama mengadakan refleksi atau perenungan secara mendalam atau secara berkala. Pendidik patut membuat hal ini menjadi hal yang dinikmati. Tantangan terbesar terntunya adalah bagaimana agar pilihan-pilihan, pengejaran-pengejaran, dan pembelajaran-pembelajarn yang menjadi keniscayaan di budaya kota mendapatkan makna secara spiritual. Selain itu, tantangan pelayanan pendidikan di dunia perkotaan adalah bagaimana menyiapkan para siswa untuk mampu menyadari, memahami, dan mengambil pilihan-pilihan yang tersedia. Hal tersebut tidak merupakan tantangan yang terlalu besar di masa lalu, karena pilihan 17
  • 18. yang tersedia memang tidak terlalu banyak. Lebih dari pada itu, dimasa lalu sebagian besar warga masyarakat membatasi atau memasung dirinya sendiri. Jadi, pilihan-pilihan dan memaknainya merupakan tantangan dasar dunia perkotaan bagi siswa-siswa dan pendidiknya. Tidak lagi mungkin dalam hal ini siswa “diajari” bagaimana memilih, karena pilihan-pilihan baru dan situasi memilih yang baru terus hadir serta tidak dapat diantisipasi oleh pendidik. Konsekuensinya ialah hanya satu cara untuk mencapai hal itu, yaitu menyiapkan siswa yang terbiasa mandiri mengenali pilihan yang ada, memiliki acuan nilai yang tepat untuk memilih, dan mampu melakukan pilihan secara mandiri. Kemandirian ini menjadi fitur yang harus dicapai oleh siswa-siswa sebelum mereka memasuki masa dewasanya. Pertanyaan yang besar ialah, apakah para pendidik modern siap untuk melayani mereka untuk mendapatkan fitur serupa itu? Apakah kurikulum yang ada, dan apakah suasana atau iklim pendidikan yang ada memungkinkan siswa bertumbuh menjadi siswa yang mandiri dalam melakukan pilihannya? 18
  • 19. Pengaruh teknologi komunikasi dan media massa Pakar komunikasi, Tony Schwartz menyampaikan bahwa media massa adalah Tuhan yang kedua. Artinya seperti Yang Maha Kuasa, pengaruh media hadir dimana-mana, kapan saja dan untuk siapa saja. Sementara itu Jacques Ellul menyampaikan bahwa media massa modern mendefiniskan atau menentukan realita yang disuguhkan kepada kita. Lebih awal lagi, begawan ilmu komunikasi yaitu Marshall McLuhan bahkan mengatakan, media komunikasi sudah menjadi pesan tersendiri. Ahli-ahli itu menunjukkan kepada kita bahwa, teknologi komunikasi dan media massa berubah dengan dahsyat dalam lima dekade terakhir ini. Dimasa lalu, media massa adalah media dimana komunikasi dikirimkan dari satu sumber kepada sejumlah besar penerima proses komunikasi tadi. Jadi media massa pada waktu itu harus dipahami mencakup surat kabar, radio dan televisi. Kini dengan hadirnya internet dan handphone, maka muncullah proses komunikasi yang memungkinan seorang pengirim pesan menyampaikan berita kepada beberapa penerima komunikasi. Namun karena kecanggihan teknologinya, dimungkinkan juga dalam proses ini, berbagai pihak mengirim pesan ke berbagai pihak atau ke satu individu. Untuk internet, proses serupa itu dapat berjalan serempak sedangkan untuk 19
  • 20. handphone prosesnya terjadi bergantian. Jadi, handphone dan internet harus tercakup juga sebagai media massa, karena mengandung fitur yang serupa dengan fitur media masa di masa lalu. Peran media massa yang demikian kuat pada massa kini disebabkan karena media massa modern menjalin berita atau informasi dengan analisis serta hiburan dalam kombinasi yang berbeda-beda. Apapun juga bentuknya, baik MTV, TV, SMS, VCD atau komik menentukan gambaran kita tentang dunia dan opini masyarakat dimana kita berada. Hampir semua komunikasi yang disampaikan media massa, terutama televisi sangat membiasakan kita dengan • kekerasan, • hubungan seksual bebas dan • pola hidup nyaman. Media massa membuat juga kesadaran global menjadi semakin kuat. Jumlah informasi yang didapatkan seseorang menjadi sangat banyak. Hal tadi memungkinkan munculnya wawasan yang lebih luas. Format media massa yang semakin beragam terasa memenuhi tuntutan kemahalan, sehingga orang dibiasakan untuk melihat segala sesuatu yang tergesa-gesa, tak lengkap, cepat, dan harus disimpulkan sendiri. Maka, 20
  • 21. kemampuan orang-orang terutama anak-anak kecil untuk menyimak untuk waktu yang panjang semakin berkurang. Semua komunikasi yang rumit tidak dianggap menarik dan kalau tidak menarik akan tidak diperhatikan. Tanpa disadari kita menjadi orang yang hiduo dengan mengutamakan kesan lebih dari pada membahas pesannya. Walaupun media massa memperkaya informasi dan wawasan, secara umum dengan menekankan kesan, maka orang tidak lagi dibiasakan berpikir kritis. Salah satu bentuk ketidakkritisan adalah munculnya konsumerisme: belilah apa yang ditawarkan bukan karena kau membutuhkannya tetapi karena sudah banyak orang yang menggunakannya. Dalam negara dimana kebenaran dan kejujuran bisa dinegosiasikan, maka media massa dapat menjadi alat pembentuk opini terhadap seorang tokoh, segolongan manusia, atau suatu pendapat tertentu. Secara sederhana saja dampak bagi pelayanan pendidikan akibat gaya hidup dimana media massa mempengaruhi orang dari pagi sampai tengah malam akan besar. Pertama, cara orang berkomunikasi semakin singkat padat dan menyentuh kesan. Dalam proses pendidikan, sesuatu yang berbobot namun tidak 21
  • 22. dikomunikasikan secara atraktif tidak akan mendapat perhatian apalagi diterima. Kedua, banyaknya informasi dan opini yang beredar membuat seorang pendidik harus terus menerus mengenali apa yang dibicarakan dan relevan bagi siswanya atau siapa yang dilayaninya. Ia tidak bisa tertinggal terlalu jauh. Ketiga, media massa, khususnya internet dan handphone, di awal milenium baru membuat orang terbiasa dengan informasi dan opini yang majemuk. Generasi N, yaitu para remaja yang hidup bersama internet, semakin terbiasa mencari sumber info, meramunya, menganalisisnya, serta memperdebatkannya dengan mereka yang sejenis, sementara orang tuanya membiarkan mereka bertualang di dunia virtual tanpa pengawasan. Semakin lama semakin handal mereka dan semakin tertinggal orang tuanya atau pendidiknya. Untuk petama kali di dalam sejarah manusia, para anak dan remaja memiliki akses dan kehandalan teknologis yang terus bertambah dibandingkan dengan orang tuanya, dan karenanya pertama kali di dalam sejarah, sebuah generasi tumbuh dan hadir tanpa pengawasan yang memadai dari orang tuanya. Karenanya, sangat dibutuhkan suatu paradigma pendidikan yang dapat menjawab tantangan ini. Suatu pengkomunikasian yang tidak dialogis dari pihak pendidik atau pengelola lembaga pendidikan yang sangat otoriter akan memancing 22
  • 23. penolakan dari mereka yang terbiasa dengan pluralitas pandangan. Simaklah apa yang disampaikan artikel yang dimuat di tahun 2002 di www.coldfusion.web.id yang dikutip di bawah ini: Pengguna Internet Indonesia Mencapai 4,2 Juta User posted: 04 Jan 02 [ Sunaryo Hadi ] Reporter: Sigit Widodo Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 4,2 juta user. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat dibanding akhir 2000 sebesar 1,9 juta. Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Heru Nugroho, kepada detikcom, Kamis (3/1/2002). 4,2 juta pengguna internet ini menurut Heru berasal dari sekitar 550 ribu pelanggan perumahan, 26 ribu pelanggan corporate, 2.500 lembaga pendidikan dan 2.500 warung internet (warnet). Untuk pelanggan perumahan, Heru membagi dalam dua kategori: pelanggan yang hanya menggunakan akses internetnya sendiri dan pelanggan yang menggunakan bersama keluarganya. Jumlah pelanggan yang menggunakan akses internetnya sendiri diperkirakan mencapai angka 100 ribu. Sedangkan pelanggan yang mempergunakannya bersama keluarganya mencapai 450 ribu. Dengan asumsi satu account ini dipergunakan oleh empat orang anggota keluarga, berarti total pengguna internet dari pelanggan perumahan dari dua kategori ini mencapai 1,9 juta user. Sedangkan untuk pelanggan corporate, Heru membaginya dalam tiga kategori: perusahaan besar, sedang dan kecil. Perusahaan besar dengan jumlah komputer rata-rata sebanyak 50 pc diperkirakan mencapai seribu pelanggan. Perusahaan sedang dengan jumlah komputer rata-rata sebanyak dua puluh pc diperkirakan berjumlah 5 ribu. Sedangkan perusahaan kecil dengan jumlah PC rata-rata sepuluh buah mencapai 20 ribu perusahaan. Dari sini Heru mengasumsikan jumlah pengguna internet dari pelanggan corporate mencapai 350 ribu user. 2.500 lembaga pendidikan menurut Heru terbagi menjadi 2 ribu sekolah dan 500 institusi pendidikan tinggi. Sebuah sekolah rata-rata memiliki 500 orang 23
  • 24. siswa dan sebuah institusi pendidikan tinggi rata-rata memiliki seribu mahasiswa. Karena itu dari 2.500 lembaga pendidikan ini diperkirakan terdapat 1,5 juta pengguna. Keempat, karena daya kritis siswa yang menurun, maka diperlukan suatu sikap pendidik untuk menghadapi hal ini, karena akan mudah siswa dan orang tuanya yang tidak kritis terbuai oleh tawaran pendidikan populer dan informasi media massa yang memberikan pemuasan “psikologis” yang dangkal. Sulit untuk pendidik menangani siswanya pada masa kini tanpa kesediaan membimbing mereka melalui jalan pengetahuan serta sentuhan emosi dan keteladanan sekaligus. Pendidik ditantang mengemas kekayaan pengetahuan, kebijaksanaan dan insight spiritualnya dalam bahasa yang atraktif dan dapat dipahami siswa dan orang tuanya. Gabungan Pengaruh Keduanya Gabungan pengaruh antara budaya kota dan teknologi media sangat nyata dalam bentuk proses globalisasi yang juga mempengaruhi Indonesia, dimana dunia semakin tanpa batas. Dengan demikian sistem pendidikan yang ada di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh globalisasi. Karena globalisasi yang terjadi dimotori oleh kekuatan teknologi dan ekonomi, maka sistem pendidikan mendapat dorongan agar terutama menghasilkan manusia-manusia yang bermanfaat maksimum bagi dunia teknologi dan 24
  • 25. ekonomi. Tidak mengherankan karenanya, di negara-negara berkembang yang berupaya mengejar ketertinggalan ekonomi, pendidikan di bidang humaniora, tergeser. Tentu dapat dipertanyaan apakah di sebuah negara di Asia tenggara, arus perubahan dimana budaya kota, globaliasasi, dan media memang berdampak sebesar itu, terutama dengan kuatnya budaya pedesaan dan tradisinya. Dari pengamatan, terlihat bahwa orang-orang desapun menggunakan budaya kota sebagai rujukan yang bernilai bagi mereka, Anak-anak desa ingin pindah ke kota, televisi menjadi idaman banyak keluarga, bahkan sampai pulau yang jauh sekalipun. Demikian juga dengan telekomunikasi melalui wartelnya. Dengan kata lain, budaya kota, globalisasi dan media tidak menghadapi tantangan budaya dan sosial yang berarti. Kesimpulan Ada dua tantangan yang dihadapi oleh pendidik di masa kini. Dunia perkotaan dan budayanya yang merebak dan mulai dianut bahkan oleh mereka yang tinggal di desa-desa, membuat siswa dan orang tuanya hidup berlari, tidak tenang, dan tidak mencari makna. Selain itu mereka 25
  • 26. mengejar beragam pilihan yang kota tawarkan. Pendidik ditantang untuk menolong mereka menghadapi hal baru ini. Tantangan kedua adalah terbiasanya orang tua dan siswa yang menganut budaya media untuk berpikir tidak kritis, lebih berdasar kesan, serta gandrung hal-hal yang atraktif. Mereka yang sudah mengenal internet juga terbiasa untuk kebenaran atau informasi yang saling bertentangan dan majemuk. Para pendidik ditantang untuk berkomunikasi dengan bahasa kalangan ini serta berdialog dengan siswa dan orang tua mereka. 26
  • 27. P A S A L 2 D A M P A K : P E T A K O N T E K S P E N D I D I K A N D I I N D O N E S I A Mendidik di dunia yang stabil? Tiga puluh tahun yang lalu, dalam suatu kelas filsafat, dosen kami yang datang dari Belanda dan menguasai bahasa Indonesia dengan sangat baik menjelaskan makna istilah “ada dan keberadaan.” Dengan tenang lalu ia bertanya, “Darimana kalian tahu bahwa, pohon mangga itu ada,” sambil menunjuk ke sebuah pohon mangga di halaman tadi. Kami menjawab dengan tenang, “Pohon itu ada karena jelas terlihat.” Sang dosen meminta kami menutup mata, lalu ia bertanya, “Apakah sekarang pohon mangga itu tidak lagi ada karena kalian tidak dapat melihatnya?” Kami terdiam sejenak, lalu menjawab dengan yakin, “Pohon itu masih ada, walaupun kami tidak melihatnya.” Ia tersenyum dan berkata lagi, “Jadi, ada atau tidak adanya sebuah benda tidak tergantung pada pembuktian berdasarkan indera kalian. Setuju? Kalau begitu, bergantung 27
  • 28. pada apa?” Seorang mahasiswa dengan tenang menjawab, “Salah satu jawaban ialah bahwa sesuatu ada karena memang ia ada.” Sang dosen agak terperanjat, dan semakin lanjut kuliah berjalan, semakin terperanjat ia karena sang mahasiswa terus menerus menjawab dengan tepat dan seakan mengantisipasi topik berikutnya. Apa yang terjadi disana? Ternyata sang dosen menggunakan cerita yang sama, metode yang sama dan rangkaian pertanyaan yang sama untuk tiap pelajarannya dalam 10 tahun terakhir. Mungkin cara untuk mengajarkan ilmu filfasat pada waktu itu memang tidak membutuhkan perubahan-perubahan. Namun tanpa ada yang mengetahui, sang mahasiswa memiliki seorang kakak yang sepuluh tahun sebelumnya mencatat dengan setia kuliah sang dosen dan kini adiknya menggunakan catatan kakaknya tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sang dosen. Mendidik di dunia yang berubah cepat Dalam lingkungan yang statis, maka seorang pendidik mungkin akan menjalankan tugasnya dengan mudah. Mungkin proses belajar yang telah diciptakan 15 tahun silam masih tetap dapat dipergunakan. Gaya mengajar yang dianggap canggih pada 10 tahun yang lalu mungkin pula 28
  • 29. masih dapat diminati siswa-siswinya. Namun dengan adanya berbagai perubahan yang dipaparkan pada pasal pertama, jelaslah bahwa para siswa, orang tua mereka, konteks hidup mereka serta para pendidik sendiri sedang mengalami perubahan yang mendasar. Jadi, kita harus kembali ke pertanyaan sederhana. Metode pendidikan yang bagaimana yang cocok untuk jaman sekarang? Suasana belajar seperti apa yang harus diciptakan dan dipelihara kini? Karena dalam proses pendidikan, peran dan diri pengajar sangat berperan di samping peran siswa-siswi dan peran pengelola lembaga pendidikan, maka kita dapat menajamkan pertanyaan tadi dengan menyoroti peran pendidik. Jadi, pertanyaan yang sangat mendasar adalah apakah peran utama dari seorang pendidik yang baik di jaman ini? Dari pengamatan dan percakapan dengan berbagai pendidik mengenai peran dan tugasnya di lapangan, sekurangnya terdapat pergeseran pemahaman ke salah satu dari tiga paradigma yang berbeda tentang peran pendidik sejalan dengan pemahaman tentang pendidikan yang juga berubah-ubah. 1. Paradigma pertama menganggap proses pendidikan adalah proses menolong siswa-siswi agar potensi terpendam mereka menjadi berkembang penuh. Jadi metafor yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan paradigma ini 29
  • 30. adalah dengan memandang siswa-siswi sebagai bunga yang belum mekar atau bibit tanaman yang belum bertumbuh. Jadi tujuan proses pendidikan adalah menolong siswa-siswi yang dianggap sebagai subjek pendidikan untuk mencapai aktualisasi potensi mereka. Tentunya, dalam pandangan ini mereka ditolong berkembang demi suatu tujuan yang lebih luas, yaitu menjadi manusia yang utuh. Dalam paradigma ini, peran pendidik adalah seperti peran bidan yang memfasilitasi proses belajar, menstrukturkan pengalaman belajar yang akan dialami siswa-siswi, menjaid teladan serta inspirasi, dan melayani siswa-siswi sebagai kelompok dan secara individual. Teori psikologi perkembangan menjadi kerangka untuk menyusun kurikulum bagi proses pendidikan yang berdasar paradigma ini. 2. Dalam paradigma yang kedua, pendidikan dipandang sebagai proses membekali dan melatih siswa-siswi dengan kompetensi umum yang dapat dipergunakan mereka di dalam hidup sehari-hari atau profesi mereka kelak. Asumsi di balik paradigma ini adalah bila sekelompok kompetensi dimiliki, maka situasi yang beragam yang akan dialami siswa-siswi akan 30
  • 31. dapat mereka tangani dengan baik. Peran pendidik adalah pembentuk kompetensi siswa. 3. Dalam paradigma yang ketiga, pendidikan dipandang sebagai proses menyiapkan para siswa-siswi untuk dapat melakukan suatu rangkaian tugas-tugas tertentu. Semakin jelas rumusan keluaran atau output dari tugas-tugas tadi, semakin tajam dan kuat proses pendidikan tersebut dirancang. Dengan demikian tugas pendidik adalah menolong siswa-siswi menguasai keterampilan dan sikap yang cocok dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu di dalam dunia kerja kelak. Paradigma yang mana yang cocok untuk jaman sekarang untuk konteks Indonesia? Kita perlu menyadari bahwa, Indonesia sendiri tidak merupakan suatu konteks pendidikan yang homogen atau sama. Tiap daerah merupakan suatu konteks yang khas, maka paradigma tentang peran pendidik yang cocok untuk tiap konteks tadi juga tentu berbeda- beda. 31
  • 32. Namun, sekurangnya ada dua variabel dapat dijadikan penentu dalam memetakan konteks pelayanan yang dihadapi pendidik. Pertama, kecepatan sang pendidik sendiri dalam menyerap perubahan dan kedua, para siswa, siswa atau keluarga mereka dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Secara sederhana, pendidik pada masa kini dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat kecepatan atau keluwesan mereka dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Ada pendidik yang dengan cepat menyesuaikan diri dengan budaya kota yang merebak kemana-mana dan dengan teknologi komunikasi yang tinggi. Sebaliknya ada di antara mereka yang sangat ‘gagap’ dalam menghadapi budaya dan teknologi yang baru. Di pihak lain, jenis kelompok siswa-siswi yang dididik dapat juga dimasukkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok mereka yang menyerap perubahan dengan cepat, menyerap perubahan secara bertahap, atau dan mereka yang berubah dengan lambat. Kombinasi dari kedua variabel ini (pendidik dan siswa) akan menentukan konteks pendidikan yang ada sebagaimana diperlihatkan dari matriks dengan sembilan sel di bawah ini. 32
  • 33. TINGGI MENENGAH RENDAH CEPAT Konteks I: Konteks II Konteks III 33 Dampak perubahan bagi siswa: Daya adaptasi Pendidik:
  • 34. Suasana lapangan bola basket Suasana pemain basket di lapangan bola kaki Main basket di lapangan tembak BERTAHAP Konteks IV Guru menentukan arah dan pilihan Konteks V Serupa dalam tingkat penengenalan dan minat Konteks VI Guru agak ditolerir LAMBAT Konteks VII Guru menyeret Konteks VIII Stabil tertinggal Konteks IX Stabil tertinggal Rincian kondisi hubungan antar pendidik dan siswa dalam berbagai konteks di atas adalah sebagai berikut: Konteks Pertama (I) Konteks pertama adalah konteks dimana pendidik menyesuaikan diri dengan cepat perubahan teknologi komunikasi dan budaya kota. Ciri-ciri pendidik serupa ini antara lain ialah banyak membaca atau menonton segala sesuatu yang terkait dengan teknologi baru, gaya hidup baru atau masalah masa depan. Pendidik serupa ini seringkali memiliki minat yang 34
  • 35. luas. Walaupun mungkin mereka tidak mampu membeli atau memiliki berbagai peralatan teknologi seperti palm top, hi-speed modem, atau parabola, namun mereka mengikuti perkembangan yang ada dan diam- diam berfantasi kalau-kalau Yang Mahakuasa memberikan rejeki tak terduga sehingga mereka dapat mengenyam teknologi serupa itu. Ciri-ciri lain dari pendidik serupa ini adalah keluasan hati mereka untuk berdialog dengan siswa-siswinya. Merekapun tidak merasa tersinggung bila pendapat mereka dipertanyakan, serta mereka mengenali berbagai jenis kecerdasan yang terdapat pada siswa-siswinya. Mereka juga bersikap pragmatis, tidak terlalu suka menggunakan waktu untuk percakapan yang tidak perlu, dan memandang kehidupan dengan optimis, lebih dari orang lain. Pada konteks ini, para siswa siswi yang dihadapi sang pendidik juga merupakan mereka yang sangat eksploratif, mempertanyakan banyak hal, mungkin juga konsumtif, dan sangat menyesuaikan diri dengan teknologi komunikasi tinggi. PlayStation, Video Game di Mal, computer game, majalah game dan animasi, internet, handphone dan sebagainya merupakan bagian dari gaya hidup mereka. Siswa-siswi juga menjadi kritis, serta berani berargumentasi, terutama di luar kelas. Sebaliknya mereka merasa tidak berminat mengikuti pelajaran yang bersifat doktrinal atau dogmatik. Selain itu, mereka menceburkan diri ke dalam berbagai aktifitas di luar sekolah sesuai minat mereka. 35
  • 36. Dua pemeran utama dalam proses pendidikan yaitu pendidik dan siswa sama-sama beradaptasi dengan cepat dan entusias terhadap perubahan bagaikan para pemain bola basket di lapangan. Masing-masing memiliki kepekaan yang tinggi pada rekannya dan lingkungannya. Akibatnya adalah sebagai berikut pada suasana ajar-belajar: o mereka menikmati kehadiran masing-masing pihak o mereka bersama-sama belajar sebagai mitra dan masing-masing pihak merasa entusiasme yang tinggi o sang pendidik memiliki kepekaan dan toleransi yang besar untuk keunikan tiap-tiap siswa o siswa mengagumi pengajarnya dan menjadikannya (diam-diam) sebagai idolanya. Konteks Kedua (II) Konteks kedua merupakan situasi ajar belajar dimana siswa siswi sangat cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan teknologi komunikasi, namun para pendidiknya tertinggal, walaupun mereka cukup menyadari perubahan yang sedang terjadi. Sang pendidik hanya membaca sedikit tentang teknologi, namun tidak cukup memahami dan tidak berminat mengenal penggunaan alat-alat seperti palm top, kalaupun kesempatan untuk memilikinya ada.. Mereka menyadari adanya PlayStation II, 36
  • 37. namun hanya berpikir bahwa benda itu adalah benda mahal berteknologi tinggi yang tidak terkait dengan dirinya. Sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa alat itu berpotensi menggantikan komputer dalam mengakses internet atau VCD player di rumahnya. Internetpun dianggap sebagai barang mewah dan yang menyebabkan pembuangan waktu saja. Terhadap budaya kota, mereka menyukai mal, film, beragam jenis makanan, pakaian, dan rekreasi, namun mereka tidak menggunakan keragamanan buku di perpustakaan-perpustakaan canggih, gallery, atau pameran-pameran sebagai sumber ilmu dan metode belajar. Mereka masih cenderung untuk berbicara dengan panjang lebar dan sesekali bergossip. Untuk mengambil keputusan mereka cenderung meneliti dengan seksama berbagai hal sehingga pengambilan keputusannya merupakan suatu proses yang panjang. Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa pendidik bukanlah mitra mereka dalam proses belajar. Bila siswa bergerak secepat pemain basket, pendidik bergerak seperti pemain sepak bola. Pendidik tidaklah menjadi sumber utama mereka dalam menelusuri minat belajar mereka. Walaupun pendidik masih diterima baik dan dihormati, namun bukan menjadi sumber utama. Akibatnya, berbagai kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi. Karenanya, seringkali, mereka mencari sumber- sumber pengetahuan dan rujukan gaya hidup serta idola dari kalangan teman mereka, tetangga, atau lingkungan lain. Maka ada potensi dimana 37
  • 38. siswa mendapatkan pengaruh yang tidak terkendali dari pihak yang tidak diketahui. Dalam suasana itu, bila sang pendidik tidak memiliki daya toleransi yang besar dan tertekan oleh beban-beban kurikuler dan administratif, maka siswa diharapkan mematuhi apa yang diberikan sekolah. Pengembangan minat dan kemampuan siswa yang lain dan yang juga berharga bagi hidup di dunia modern dan budaya kota malah terabaikan. Dialog antara siswa dan pendidik terjadi hanya terbatas pada tingkat yang semu. Siswa lebih suka bergaul dengan sesama teman-temannya daripada dengan pendidiknya, walaupun mereka masih bersedia memenuhi tuntutan sekolah. Jadi, mereka yang sangat cepat beradaptasi dengan teknologi dan budaya kota cenderung melihat sekolah hanya sebagai salah kegiatan belajar, bukan sebagai satu-satunya sumber atau pusat kegiatan dan perhatian mereka. Konteks ketiga (III) Konteks ketiga merupakan situasi ajar belajar dimana siswa siswi sangat cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan teknologi komunikasi, namun para pendidiknya amat tertinggal karena mereka masih hidup di masa lalu sehingga tidak menyadari perubahan yang sedang terjadi. Sang pendidik tidak memahami dan tidak berminat mengenal penggunaan alat- alat seperti palm top, kalaupun kesempatan untuk memilikinya ada. Mereka cenderung mencurigai PlayStation II, Internet, atau handphone. 38
  • 39. Terhadap budaya kota, mereka tidak merasa nyaman dengan mal, film, beragam jenis makanan, pakaian, dan rekreasi. Mereka masih cenderung untuk berbicara dengan panjang lebar dan sesekali bergossip serta mengeluh tentang dunia yang terlalu modern dan dekaden.. Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa pendidik sama sekali bukanlah mitra mereka dalam proses belajar. Bila siswa bergerak secepat pemain basket, pendidik bergerak perlahan seperti seorang atlet di lapangan tembak. Walaupun pendidik dihormati secara terbatas, umumnya mereka masih ditoleransi karena para siswa tidak memiliki pilihan lainnya. Akibatnya, berbagai kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi dan ras frustrasi mereka pada suasana belajar menjadi tinggi. Karenanya, seringkali, merekapun berhenti mencari sumber-sumber pengetahuan dan rujukan gaya hidup serta idola. Maka dalam konteks ini ada suatu kemungkinan dimana siswa mengembangkan sikap apatis atau memberontak. Dalam suasana itu, sang pendidik cenderung mengendalikan proses belajar dengan cara otoriter dan komunikasi satu arah. Siswa dituntut menyimak dan menghafal dengan tekuntidak memiliki daya toleransi yang besar dan tertekan oleh beban-beban kurikuler dan administratif, maka siswa diharapkan mematuhi apa yang diberikan sekolah. Konteks ke empat (IV) 39
  • 40. Konteks ke empat merupakan situasi belajar dimana pendidik lebih maju selangkah daripada siswa-siswinya. Biasanya hal serupa ini terjadi di sekolah-sekolah milik perusahaan di pedalaman atau di kota kecil. Misalnya, di Pangkalan Kerinci, terdapat sekolah Patricia yang didirikan oleh perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper. Para pendidik didatangkan dari kota besar dan diberikan jaminan hidup yang memadai. Merekapun memiliki akses ke peralatan dan suasana kerja yang profesional di perusahaan yang menjadi induk sekolah itu. Para siswa datang dari anak-anak karyawan dan staf, seringkali mengikuti budaya kota dan teknologi media walaupun tidak secepat pendidiknya. Dalam situasi serupa itu maka tugas pendidik adalah menentukan pilihan- pilihan dalam hal yang akan disampaikan pada siswa-siswinya, membangun minat mereka, serta melatih mereka agar memiliki skil yang memadai untuk dunia modern. Konteks ke lima (V) Dalam konteks kelima, pendidik dan siswa-siswinya serupa dalam tingkat pengenalan, minat, dan penguasaan skil untuk menyesuaikan diri terhadap arus budaya kota dan pengaruh teknologi media. Mereka menyadari adanya hal baru, namun belum membangun komitmen yang mendalam untuk mendalami hal tadi. Disini, peran pengurus sekolah 40
  • 41. atau seorang kepala sekolah akan menentukan ke arah mana proses pendidikan akan ditujukan. Konteks ke enam (VI) Dalam konteks ke enam, siswa-siswi lebih mengenal budaya kota dan pengaruh media, walaupun kedua hal tadi tidak digandrungi. Namun, para pendidik tertinggal di dalam mengenali dan memahami hal ini. Mereka cenderung menilai negatif kedua hal tadi. Secara umum dampak kesenjangan adaptasi terhadap pengaruh tadi tidak sebesar seperti pada konteks ke tiga atau ke dua, karena pengaruhnya bagi siswa-siswi tidak terlalu kuat. Konteks ke tujuh (VII) Dalam konteks ke tujuh, situasinya serupa dengan konteks ke empat, namun pada umumnya siswa-siswi sangat tertinggal, sehingga guru harus agak menyeret mereka. Siswa-siswi dapat terpesona karena penguasaan pendidiknya akan hal baru, dan mengikuti teladan mereka. Sebaliknya mereka juga dapat hanya memilih menjadi pemirsa. Konteks ke delapan (VIII) Dalam konteks ke delapan, situasinya mirip dengan konteks ke empat, namun, karena pendidik maupun muridnya tidak mengalami imbas yang 41
  • 42. kuat dari ke dua pengaruh yang ada, maka diperkirakan tidak ada perubahan apa-apa yang terjadi. Namun, secara umum, pendidik dan siswa-siswinya akan jauh tertinggal masyarakat modern. Konteks Kesembilan (IX) Merupakan konteks yang tenang dan stabil, namun membuat baik pendidik maupun siswa merasa tidak perlu berubah. Kedua belah pihak cocok, namun mungkin mereka merasa tertinggal dan tidak berdaya mengejar ketertinggalan menonton TV. Namun dari sudut hubungan, maka keakraban masih terjadi secara tradisional. Dengan peta di atas, maka dapat dibuat berbagai prakiraan-prakiraan lainnya. Siswa dapat menjadi siswa yang entusias atau hanya mentolerir gurunya tergantung pada daya adaptasi guru. Namun dalam kasus dimana sang pendidik merupakan pihak yang sangat “maju” dapat terjadi siswa terbawa maju, namun bila sang siswa sangat tertinggal, maka yang terjadi adalah siswa malah menolak kehadiran gurunya. Dengan demikian, profil pendidik yang baik dalam dunia modern ditentukan oleh strategi penempatan pendidik yang harus memperhitungkan kesenjangan atau kecocokan antara “budaya pendidik” dan “budaya siswa” serta daya adaptasi masing-masing. 42
  • 43. Kesimpulan Dengan adanya berbagai konteks di atas, maka suatu upaya peningkatan proses pendidikan membutuhkan kesadaran bahwa upaya tadi tidak dimulai di titik nol. Kegagalan banyak upaya, perubahan kurikulum dan sistem belajar diduga terjadi karena kegagalan memperhitungkan perbedaan konteks yang ada seperti di atas. Akibatnya, semua yang ditawarkan hanya memuaskan kebutuhan tiap-tiap konteks secara terbatas. 43
  • 44. P A S A L 3 S E J A R A H : U P A Y A M E M B A N G U N B E R B A G A I S I S T E M P E N D I D I K A N Guru yang ditakuti Kelas yang tadi ribut tanpa guru, kini menjadi sunyi. Guru Bahasa Indonesia yang paling ditakuti dan disegani oleh semua murid, telah masuk ke dalam ruang kelas. Wajahnya garang seperti harimau kelaparan. Murid-murid : Selamat pagi, Bu Guru! Bu Guru (dengan suara melengking) : Mengapa bilang selamat pagi saja? Kalau siang say a datang tidak pernah mengatakan apa-apa. Kalau begitu setiap siang, sore dan malam kalian mendoakan saya tidak selamat ya? Murid-murid : Selamat pagi, siang dan sore Bu Guru..... Bu guru : Kenapa panjang sekali? Tidak pernah orang mengucapkan selamat seperti itu! Katakan saja selamat sejahtera, bukankah lebih bagus didengar dan penuh makna? Lagipula ucapan ini meliputi semua masa dan keadaan. Murid-murid : Selamat sejahtera Bu Guru! Bu guru : Sama-sama, duduk! Kini dengar sini baik-baik. Hari ini Bu Guru mau menguji kalian semua tentang lawan kata atau antonim kata. Kalau Bu Guru sebutkan perkataannya, kamu semua harus cepat menjawab dengan lawan katanya, mengerti? Murid-murid : Mengerti Bu Guru... Guru: Baiklah, kita mulai! Murid-murid: Jeleklah, mereka akhiri! Guru: Bodoh benar kalian! 44
  • 45. Murid-murid: Pandai benar ibu! Guru: Berhenti! Murid-murid: Lanjut! Guru: Kalian mengejekku?! Murid-murid Mereka memujimu? Guru: Salah itu! Murid-murid: Betul ini! Guru (geram): Bodoh! Murid-murid: Pandai! Guru: Bukan! Murid-murid: Ya! Guru (mulai pusing): Ya, Tuhan! Murid-murid: Tidak, Iblis. Guru: Dengar dulu . Murid-murid: Bicara nanti. Guru: Diam!!!!! Murid-murid: Ribut!!!!! Guru: Itu bukan pertanyaan, bodoh!!! Murid-murid: Ini adalah jawaban, pandai!!! Guru: Mati aku! Murid-murid: Hidup kami! Guru: Saya tampar baru tau rasa!! Murid-murid: Kita belai lama tak tau rasa!! Guru: Malas aku ngajar kalian! Murid-murid: Rajin kami belajar,bu guru... Guru: Kalian gila semua!!! Murid-murid: Kami waras sebagian!!! Guru: Cukup! Cukup! 45
  • 46. Murid-murid: Kurang! Kurang! Guru: Sudah! Sudah! Murid-murid: Belum! Belum! Guru: Mengapa kamu semua bodoh sekali? Murid-murid: Sebab saya seorang pandai! Guru: Oh! Melawan, ya??!! Murid-murid: Oh! Mengalah, tidak??!! Guru: Kurang ajar! Murid-murid: Cukup mengajar! Guru: Mati aku..ketemu murid seperti ini Murid-murid: Kekal kamu berpisah dengan guru seperti itu.. Guru (putus asa): O.K. Pelajaran sudah habis! Murid-murid: K.O. Pelajaran belum mulai! Guru: Sudah, bodoh! Murid-murid: Belum, pandai! Guru: Berdiri! Murid-murid: Duduk! Guru: Bego kalian ini! Murid-murid: Cerdik kami itu! Guru (stres) : Kamu semua ditahan siang hari ini!!! Murid-murid : Dilepaskan tengah malam itu!!! Bu Guru mukanya merah padam dan tanpa bicara lagi mengambil buku- bukunya dan keluar ruangan. Sebentar kemudian, loceng pun berdering. Murid-murid merasa lega karena guru yang paling ditakuti oleh mereka telah keluar. Walau bagaimanapun, mereka merasa bangga karena telah dapat menjawab semua pertanyaan tadi setelah beberapa hari saling membantu untuk belajar. Tetapi masih ada hari esok. Guru itu pasti akan datang lagi.. Hanya ketika orang tua mereka bertanya apa yang mereka dapatkan dari pelajaran, mereka tersenyum dan berkata “Pokoknya, sudah lolos …kami berhasil menjawab semua pertanyaannya.” Orang tua mereka tersenyum dan berkata dalam hati “Tidak sia-sia pemerintah mengeluarkan dana yang besar untuk biaya pendidikan nasional. Anakku mendapatkan sistem pendidikan yang baik.” 46
  • 47. Kalau ada orang yang bertanya apakah ciri-ciri sistem pendidikan yang terbaik, maka mungkin sulit untuk menjawab pertanyaan serupa itu. Mengapa? Sejak dulu, sudah ada berbagai-bagai sistem pendidikan yang telah dikembangkan umat manusia di masa lalu. Bahkan masih ada bagian-bagian dari sistem kuno yang terus dipergunakan sejak dulu sampai kini dengan perubahan-perubahan yang terbatas. Dalam bagian ini akan dipaparkan perbedaan sistem-sistem tadi. Terutama akan dipertajam hasil akhir yang ingin dicapai oleh tiap-tiap sistem serta asumsi dasar tentang manusia yang mereka miliki. Metode Pendidikan dari Timur 1. India Sebagai bangsa, India memiliki sejarah yang panjang dalam pendidikan yang terorganisir baik. Sistem yang dikenal dan merupakan salah satu sistem yang tertua di dunia adalah sistem Gurukul, Sistem ini dibentuk untuk menghasillan pendidikan manusia seutuhnya yaitu mencakup aspek jasmani, mental, dan spiritual. Di dalam sistem tradisional ini, umumnya siswa tinggal bersama gurunya di dalam rumah sang guru atau di biara. Sistem pendidikan ini tidak memungut bayaran dari siswa-siswi, namun setelah seseorang lulus dan ia datang dari keluarga yang mampu, maka ia wajib membayar gurudaksina atau sumbangan untuk kemajuan endidikan. Dengan sistem yang terarah pada pendidikan manusia seutuhnya, maka siswa- siswi belajar agama, kitab-kitab suci, filsafat, sastra, ilmu perang, ilmu 47
  • 48. kenegaraan, pengobatan dan astrologi. Karena India pada waktu sistem gurukul lahir sangat menekankan hidup sebagai siklus, maka pembelajaran tentang sejarah tidak masuk ke dalam kurikulum gurukul. Sistem tradisional ini kemudian dihapuskan dan digantikan oleh pemerintah kolonial Inggris yang menjajah India dengan pendidikan barat. 2. Cina Pendidikan di Cina merupakan hal yang sangat dihargai. Karena sejarah Cina merupakan suatu proses yang panjang dan di tiap dinasti kerajaan terjadi perubahan-perubahan, agak sulit untuk menggambarkan sistem pendidikan di Cina. Namun di masa awalnya, pendidikan diarahkan agar orang memahami naskah- naskah klasik Cina yang ditulis oleh para pemikir-pemikir. Pemerintah- pemerintah pada dinasti-dinasti Cina mengadakan pendidikan dan seleksi yang ketat para lulusan untuk mereka dapat menjadi pejabat pemerintah. Pada jaman dinasti Han, yaitu sekitar dua abad sebelum Masehi, Cina berhasil menciptakan suatu sistem ujian kekaisaran untuk mengevaluasi dan memilih pejabat pemerintah. Dengan demikian, pemegang jabatan dipilih berdasarkan kompetensi dan bukan koneksi. Sekaligus juga di dalam sistem pendidikan Cina, tekanan pada kompetisi sangat kuat. Sistem ini membuat muncullah berbagai aliran sekolah yang mengajarkan pengetahuan klasik dan bertahan selama dua ribu tahun. Di tahun 1911, Cina memutuskan untuk mengadopsi dan menggunakan pendidikan barat sehingga terhapuslah sistem pendidikan lama walaupun sampai saat ini bangsa Cina 48
  • 49. merupakan satu-satunya bangsa di dunia yang memelihara naskah-naskah dan urutan pengetahuan serta pustakanya selama lebih dari 2000 tahun. Metode Pendidikan di Barat Bila kita meneliti metode dan muatan pendidikan di budaya Junani dan Romawi yang menjadi landasan pendidikan barat, ada beberapa hal yang kentara dan berbeda dari metode pendidikan di Asia Timur. Tekanan pada individu lebih terasa di Barat, termasuk perasaan individual dan keunikannya. 1. Europa Di Barat, pendidikan terkait erat dengan agama. Para biarawan dan iman-iman sangat menyadari pentingnya menolong orang-orang muda memahami kebajikan, sehingga mereka menciptakan sistem pendidika. Di Eropa, sekolah- sekolah yang terorganisir baik berakar pada gereja Roma Katholik. Setelah masa reformasi di awal abad XVI, salah satu gereja reformasi, yaitu gereja di Skotlandia menyiapkan guru-guru untuk setiap gereja dan juga pendidikan yang tidak memungut bayaran bagi orang miskin. Pada tahun 1633 dewan perwakilan rakyat setempat bahkan menentukan penggunaan dana yang diperoleh dari pajak untuk program pendidikan. Sebagai hasilnya pada akhir abad XVII, hampir seluruh rakyat terbebas dari buta huruf. Setelah abad XVIII, hubungan antara pendidikan dan agama merenggang. Di dalam jaman itu Jean-Jacques Rousseau menawarkan konsep pendidikan alternatif. Pemikirannya menghasilkan situasi dimana orang semakin menyadari 49
  • 50. tahap-tahap dan proses pengembangan manusia yang harus disadari dalam penyusunan metode pendidikan. Di Polandia pada tahun 1773 dibentuk Komisja Edikacji Narodowej atau Komisi Pendidikan alias kementerian pendidikan pertama di dunia barat. Dengan munculnya revolusi industri di barat, dunia mulai melihat pabrik-pabrik dan masyarakat perkotaan sebagai pemandangan yang dominan. Kondisi ini mendorong standardisasi pendidikan dan kompetensi minimum para pekerja. Pemerintah-pemerintah mulai mengharuskan orang menghadiri dan memasuki sistem pendidikan. Semakin lama masa kehadiran di dalam proses pendidikan semakin bertambah. Pendidikan menjadi bagian dari sistem industri dan ekonomi. 2. Konsep pendidikan modern yang dikembangkan Kominsky, (1592-1670) Sementara itu, muncullah suatu pemahaman tentang manusia dan perkembangannya dari seorang Eropa Timur, yaitu Kominsky (Comenius). Kominsky hidup sebagai seorang pendeta gereja Kristen di wilayah Moravia (Cekoslovakia kini). Pendeta ini belajar di berbagai tempat, baik di Ceko, Jerman, juga sempat di Belanda. Pada masa hidupnya, Kominsky dan bangsanya menjadi korban dari percaturan politik pada abad 17 di Eropa. Corak iman Protestan yang 50
  • 51. dianut orang Moravia tidak diakui oleh pihak yang berkuasa di wilayah mereka. Akibatnya, mereka dianiaya dan ditindas. Kominsky sendiri mengalami bagaimana berbagai tulisan yang dibuatnya dengan susah payah, dibakar. Beberapa kali pendeta ini hidup dalam pengungsian. Sempat pada suatu saat ia berada lama di pengungsian dan terus menerus menulis surat kepada istrinya, padahal istri yang ditinggalkan di tanah kelahirannya tadi sudah beberapa lama meninggal tanpa ia ketahui. Keadaan hidup yang terus menerus didera kesusahan dan malapetaka tidak membuat iman dan kerajinan Kominsky berkurang. Ia terus menulis, mempraktekkan metode ajar belajar yang baru, serta memenuhi undangan di berbagai negara. Salah satu tulisannya yang hebat adalah kumpulan Karya Didaktika yang terdiri dari 4 jilid. Menurut Kominsky, teologi adalah dasar utama untuk membangun pendidikan agama Kristen. Dasar kedua adalah pengalaman pribadi. Kemudian, dasar ketiga adalah gaya berpikir yang bersifat analogis atau mencari persamaan. Menurut Kominsky, pendidikan merupakan kehendak Allah. Ia menyatakan bahwa: “.. agar mereka tidak kehilangan kemuliaan Allah, maka semua orang harus diajar agar tidak berbuat dosa..” Sumbangsih pemikiran dan praktek dari Kominsky begitu besar sehingga PBB menamakannya sebagai bapak pendidikan modern (bukan cuma pendidikan agama). Beberapa cuplikan pemikiran Kominsky agaknya masih perlu 51
  • 52. diperhatikan dalam konteks pendidikan modern, dalam dunia perkotaan, dan dalam derasnya perubahan teknologi yang melanda masyarakat. Beberapa Metode Dasar yang Dikembangkan Kominsky 1. Orang harus belajar dengan menggunakan pengalaman nyata selain memahami teori-teori 2. Siswa harus diberi bimbingan terarah untuk mengambil pertimbangan dan keputusan secara kritis melalui pengamatan dan pengalaman 3. Mereka juga harus dididik untuk menjadi orang yang murah hati dan berbudi luhur secara bertahap 4. Sangat penting untuk menentukan saat yang tepat bagi seseorang untuk mempelajari suatu hal. Kominsky juga lebih menekankan overview dan pemahaman serta praktek penerapan daripada sekedar memprekuat hafalan. Pada jaman itu, ketika pendidikan seringkali merupakan monolog dari guru kepada murid dimana mereka hanya perlu mendengarkan dan menyalin, gagasan Kominsky sangat radikal. Bukan saja pemikiran dan praktek ajar belajarnya sangat berbeda tapi juga merupakan terobosan yang mewarnai dunia pendidikan, baik pendidikan umum dan pendidikan agama Kristen. Kini, ternyata dalam budaya modern metode yang dikembangkan Kominsky justru sangat digemari oleh siswa yang 52
  • 53. lebih menyukai dialog, diskusi, dan proses komunikasi yang tidak melulu bersifat satu arah dari pihak guru. Analisis dan Perbandingan Jelaslah bila kita menggunakan India dan Cina sebagai titik berangkat memahami pendidikan di Asia, maka di bandingkan dengan dunia barat, 1. manusia di Asia timur dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Masyarakat komunal timur menekankan pentingnya seorang manusia untuk menempatkan diri secara tepat di dalam tatanan masyarakatnya. Tanpa hal itu, manusia dianggap cenderung akan hidup tersesat. Pandangan ini memang cenderung melihat manusia secara pesimis. 2. Dengan demikian seorang akan dianggap sebagai manusia yang baik dan terdidik bila ia dapat menempatkan diri dengan pas di masyarakatnya. Artinya, sebagai anggota komunitas masyarakatnya, ia tidak menonjolkan individualitas melebihi kebersamaannya. Kalaupun ada konflik biasanya ia akan menanganinya secara tidak langsung dan sejauh mungkin ia berupaya tidak mempermalukan orang lain atau menjaga muka orang. 3. Dengan pandangan tentang manusia serupa itu, maka pendidikan sangat menekankan proses mendisiplinkan diri dalam aspek fisik dan mental, menghafalkan pengetahuan yang diturunkan turun menurun, serta proses mengendalikan perasaan dan ekspresi diri. Namun, tekanan pada 53
  • 54. spiritualitas juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Manusia yang dianggap terdidik adalah manusia yang memiliki pengetahuan, pemahaman, kebijaksanaan dan mampu menempatkan diri di masyarakat atau di tatanan semesta. 4. Di Cina, sengaja atau tidak, metode pendidikan serupa itu cenderung mengabaikan pertumbuhan perasaan karena pertumbuhan muatan pengetahuan dan pemahaman dianggap sebagai hal yang lebih penting. Peneladanan juga dianggap sebagai proses yang vital di dalam metode pendidikan ini. Selanjutnya, kepatuhan pada tatanan ditekankan, sedangkan kreatifitas pribadi diletakkan di bawah kepatuhan tersebut. 5. Di Barat, ada saat-saat dimana pendidikan terkait dengan agama dan ada saat dimana pendidikan terkait dengan konsep manusia yang lebih romantik. Pandangan barat tentang manusia semakin lama semakin optimis dan tidak sepesimis di Timur. Karenanya, tekanan pada kreatifitas dan individualitas juga lebih besar daripada di Timur. 6. Dalam pemikiran modern, proses pendidikan semakin di arahkan pada berpikir kritis, kemampuan mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah, serta pada pengenalan diri, termasuk pengenalan perasaan individual. Kesimpulan 54
  • 55. Upaya membangun berbagai sistem pendidikan dipengaruhi oleh konteks dimana sistem tadi dilahirkan. Di balik setiap sistem terdapat pandangan tentang hidup dan peran manusia serta hakekat manusia. Bila di Barat, dilahirkan pandangan yang optimis tentang manusia, di Timur, manusia dilihat secara pesimistis. Karena, itu pengkajian tentang pandangan yang sudah ada tentang hakekat manusia di tengah dunia yang berubah cepat merupakan titik berangkat dalam membangun sistem pendidikan yang tepat untuk suatu konteks. 55
  • 56. Pasal 4 T U J U A N P E N D I D I K A N : M E N U J U M A N U S I A M A N D I R I Kemandirian Sekelompok peneliti memasukkan enam ekor kera ke dalam sebuah ruang percobaan. Di langit-langit ruang itu tergantung setandan pisang. Sebuah tangga lipat didirikan dan memungkinkan para kera memanjatnya sehingga dapat meraih pisang tadi. Namun, di langit-langit itu dipasang 20 keran yang dapat memancurkan air dingin ke ruang tadi. Setelah memasuki ruangan, seekor kera melihat suasana yang ada dan segera menujukan perhatiannya pada pisang yang tergantung. Otaknya bekerja dan iapun mengenali adanya tangga yang memungkinkan ia mencapai pisang tadi. Segera sang kera beringsut mendekati tangga. Setelah anak tangga kedua diinjaknya, ke duapuluh keran memancurkan air sehingga seluruh ruangan menjadi basah. Memang secara otomatis para ilmuwan yang merancang percobaan itu membuat sebuah pegas tersembunyi di anak tangga kedua membuat air mancur bila anak tangga tadi diinjak. 56
  • 57. Bagaimana respon para kera? Mereka berlari kian kemari karena memang pada dasarnya kera tidak menyukai air dingin. Namun, sesaat kemudian seekor kera lainnya mencoba kembali menaiki tangga tadi. Peristiwa yang sama terjadi. Setengah jam berlalu, lambat laun para kera belajar setelah mereka diguyur air dan menjadi basah kuyup bahwa menginkak anak tangga akan menimbulkan air mancur. Maka kera manapun yang mendekati tangga akan disergap bersama, digigit dan diseret pergi. Dalam waktu satu jam, suasana stabil tercapai. Tidak ada seekor kerapun berani mendekati tangga yang ada. Pisang tetap tergantung di atas, namun tidak ada seekor kerapun yang menemukan jalan mengatasi masalah mereka. Tidak ada seekorpun kera yang mencari jalan terobosan. Mereka menuruti intuisi bersama dan peraturan tak tertulis: “Yang mencoba mendekati tangga akan kita sergap dan gigit.” Tak lama kemudian salah satu kera yang basah tadi diambil, dan digantikan oleh seekor kera yang baru. Sang kera baru ini segera mendekati tangga dan mulai memanjatnya. Ia terkejut karena tiba-tiba kera-kera yang lain menjerit, menyergap dan menggigitnya. Berulang 57
  • 58. kali ia mencoba dan berulang kali ia mengalami keadaan yang tidak enak tadi. Dalam waktu pendek ia belajar untuk mengikuti peraturan yang tak tertulis: Jangan dekat-dekat tangga. Bila sejam kemudian, seekor kera baru dimasukkan ke tengah ruang tadi untuk menggantikan seekor kera yang sudah basah, maka peristiwa serupa akan muncul lagi. Namun akan sangat mengherankan bahwa kera yang masih kering dan baru mendahuluinya, juga akan berpartisipasi untuk mencegahnya. Budaya kelompok kera tadi sudah terbentuk. Akhirnya, bila satu persatu semua kera yang basah digantikan dengan kera-kera baru yang masih kering, kebiasaan untuk mencegah seekor kera mendatangi tangga akan tetap terpelihara, walaupun tidak jelas alasannya. Tidak akan ada seekor kerapun akan mencoba secara mandiri mengatasi keadaan tadi. Mengapa? Pertama, mungkin, mereka hanya mengikuti naluri untuk mencegah hal yang tidak menyenangkan terjadi dengan mereka. Kedua, tidak ada seekor kerapun mampu berefleksi tentang kebiasaan yang sudah terpelihara. Demikian juga terjadi dengan banyak manusia dalam proses pendidikan walaupun dunia sudah berubah. Dunia kini yang dipengaruhi budaya kota dan media serta diperkokoh oleh arus globalisasi membuat manusia modern harus memiliki suatu fitur 58
  • 59. yang berbeda dengan manusia di jaman yang lalu. Untuk hidup layak, dimasa lalu, seorang manusia modern harus terus menerus mengambil berbagai pilihan di dalam hidup sehari-harinya. Dari memilih trayek bus, menentukan makan siang, membeli surat kabar, membalas sms, atau bertemu dengan siapa dan dimana, manusia kota modern harus menentukan pilihan-pilihan. Ada pilihan-pilihan yang berdampak untuk jangka pendek, namun ada pilihan-pilihan yang berdampak panjang bahkan bersifat fatal. Sebagai contoh, sekali seseorang memilih untuk menjadi pecandu obat bius, besar sekali kemungkinannya bahwa ia akan merusak banyak hal di dalam hidupnya di masa kini dan masa depan. Demikian juga, sekali seseorang memilih karir yang keliru bagi dirinya, sulit untuk ia keluar dari alur yang ada dan memasuki jalur karir yang lain. Kini di dalam dunia modern, pilihan-pilihan ini hadir lebih beragam dan hadir lebih cepat serta menuntut perhatian terus menerus. Untuk menghadapi pilihan-pilihan yang beragam, maka manusia modern lebih mungkin bertahan hidup dan berkontribusi maksimum bagi masyarakatnya bila ia memperoleh kemampuan dan sikap yang tepat untuk membuat pilihan-pilihan yang jitu sejak dini dalam proses pendidikannya. Bagaimana cara agar siswa-siswi memiliki kemampuan memilih dan sikap berani memilih dengan tepat? 59
  • 60. Kita harus lebih dulu memahami apakah yang dimaksud dengan memilih. Membuat pilihan dapat kita pahami sebagai proses o mengenali apa yang akan dicapai, o menyadari kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan yang tersedia, o memiliki tolok ukur untuk menentukan pilihan, atau mengetahui apa yang dianggap bernilai dan apa yang harus ditinggalkan, o memahami apa yang menjadi resiko di dalam mengadakan pilihan, o memperhitungkan hasil pilihan dengan resiko yang akan diambil o dan mampu melaku evaluasi dari pilihan yang diambil tadi. Milih nich, ye Jadi ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi agar seseorang mampu mengambil pilihan-pilihan. Seseorang tidak akan dapat memilih bila ia tidak mengenali kemana ia akan pergi atau apa yang menjadi tujuannya. Kemudian, seseorang juga tidak akan mampu memilih bila ia tidak 60
  • 61. memahami apa yang menjadi nilai-nilai acuannya. Nilai adalah hal-hal berharga yang ia ingin hadir atau dicapai di dalam hidupnya. Kemudian, tidak mungkin seseorang berani mengambil pilihan bila ia tidak memiliki gambar diri yang sehat dan kokoh serta gambaran dunia yang realistis. Tanpa gambaran yang sehat dan realistis tadi, seorang juga tidak akan mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitarnya dengan seksama. Kemampuan memilih Kejelasan tujuan yang ingin dicapai Memiliki nilai-nilai yang jadi acuan Gambaran diri yang sehat Gambaran realistis tentang dunia 61
  • 62. Bagaimana menghasilkan orang yang dapat mengenali adanya pilihan- pilihan dan berani mengambil pilihan dengan cara yang tepat? Bukankah di Asia, pada umumnya orang lebih terbiasa menerima pilihan-pilihan yang diambilkan oleh orang tuanya, gurunya, atau pemerintah? Bukankah orang juga takut memilih karena takut mengambil keputusan memilih yang keliru? Pemikiran sementara adalah, pendidikan yang cocok untuk menghasilkan manusia yang hidup di dunia modern adalah pendidikan yang diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang mandiri. Apa artinya? Mandiri artinya memiliki kebebasan batin di dalam mengenali pilihan- pilihan, mengambil pilihan-pilihan yang ada dan menanggung akibatnya, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Mandiri berarti orang modern harus berani, siap dan mampu menentukan pilihan-pilihan. Sekali lagi, tanpa kemandirian, ia hanya dapat patuh pada pilihan yang dibuat orang lain, kemudian mempersalahkan orang lain bila pilihan tadi membawa konsekuensi buruk. Disisi lain, tanpa kemandirian, ia juga hanya memilih apa yang secara intuitif dirasanya akan menguntungkan dirinya tanpa acuan nilai-nilai yang lebih luhur, tepat seperti kera yang dipaparkan di awal bagian ini. 62
  • 63. Aku mahluk mandiri, dapat memilih. Yang merah, ungu, hijau, atau biru muda mau kuapakan, ya? Sayang, buku ini tidak berwarna... Apakah seorang yang mandiri menjadi seorang yang egois dan tidak perduli orang lain? Seorang yang mandiri bukan berarti tidak mau tunduk kepada otoritas siapapun. Seorang yang mandiri bukanlah seorang pemberontak, anarkis, atau seorang yang asosial. Justru karena kemandiriannya, ia dapat memilih secara sadar dan sengaja untuk menjalani hidup dengan disiplin tinggi, untuk mengalah, untuk hidup sederhana, atau hidup mengabdikan diri atau patuh kepada pihak yang dipilihnya serta menjadi bagian dari suatu komunitas. Seorang yang mandiri bahkan dapat memilih untuk mengabdikan diri bagi Sang Pencipta semesta, atau mengabdikan diri bagi suatu pekerjaan bagi orang lain. Tanpa kemandirian, seseorang tidak ada dapat mencapai keputusan serupa itu dan mempertahankan kesetiaan komitmennya pada pilihan tadi. 63
  • 64. Mengapa demikian? Seorang yang mandiri dapat mempertahankan komitmennya karena, ia telah menyadari pilihan-pilihan yang ada dan menentukan pilihannya sendiri secara bebas serta, kemudian ia berani memikul tanggung jawab untuk akibat dari keputusannya. Ia tidak selalu berhasil mengambil pilihan yang tepat, namun ia selalu dapat belajar dari kesalahannya. Menjadi mandiri berarti membuka peluang seluas-luasnya untuk ia menemukan pengenalan yang lengkap dan utuh atas aspek- aspek dirinya dan dunia dimana ia hidup. Tidaklah mengherankan bahwa di dunia ada orang-orang yang mandiri bagaikan Martin Luther King Jr yang rela mengurbankan diri untuk tujuan yang dipilihnya demi menghasilkan kesamaan hak. Seorang yang mandiri seperti KH Dewantara berani untuk berbeda dengan banyak orang lain. Demikian juga dengan RA Kartini, Multatuli, Ho Chi Min, U Than, Mathatir, Sukarno dan sebagainya. Kita juga dapat menyoroti hidup Bunda Teresa yang rela meninggalkan kenyamanan dan kestabilan hidup membiara agar secara mandiri berada di tengah kaum yang terabaikan. 64
  • 65. Sebaliknya seorang yang mandiri juga dapat memilih untuk meletakkan dirinya sebagai pusat pengabdiannya. Jenghis Khan yang menguasai kerajaan yang sangat luas dan membuat puluhan ribu orang tewas adalah seorang yang sangat mandiri. Demikian juga sang pembunuh bayaran, the Jackal. Masih ada juga nama-nama lain, seperti Hittler, Pol Pot, atau Westerling. Karena hal itu kemandirian bagaikan sebilah pisau yang dapat dipergunakan untuk membedah atau menikam. Kemandirian menghasilkan tokoh-tokoh yang luhur, seperti Edmund Hillary yang membangun desa-desa di Himalaya, namun juga menghasilkan tokoh-tokoh seperti, Mengele dan Stalin. Jadi, hal yang terutama membedakan seorang yang mandiri daripada seorang yang bergantung pada orang lain, aturan, kebiasaan, tingkat kenyamanan tertentu dan sebagainya terletak pada keberanian orang- orang yang mandiri untuk memikul tanggung jawab dari pilihannya, baik ketika ia memilih dengan tepat maupun ketika ia keliru memilih. Untuk itu biasanya memiliki gambar diri yang kokoh. Agar mencegah munculnya Pol Pot, Stalin, dan Idi Amin, serta menghasilkan manusia mandiri yang berguna bagi umat manusia, maka pendidikan manusia mandiri harus menekankan penularan nilai-nilai yang luhur pada proses ajar belajarnya, peneladanan tentang percaya diri yang 65
  • 66. sehat, serta penceburan siswa pada keragaman aspek dunia secara nyata sehingga mereka dapat berinteraksi dengan dunia itu dengan nyata. Jadi, pendidikan modern memerlukan suatu falsafah dan desain proses yang mungkin sangat berbeda dari yang ada sebelumnya agar menghasilkan orang-orang yang berani memilih dan bertanggung jawab untuk pilihannya. Seluruh proses dan isi pelajaran harus dijalin untuk menghasilkan kemandirian serupa itu. Peran pengajar terutama akan menjadi sahabat yang menyiapkan rancangan proses dan pilihan-pilihan yang disediakan bagi siswa. Hal ini harus dilaksanakan secara konsisten dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Hal ini tidak mudah karena siswa-siswa membutuhkan proses adopsi nilai yang luhur setelah kemandirian menjadi kebiasaannya, dan sebelum proses itu tercapai dengan memadai akan ada banyak saat dimana kemandirian digunakan secara salah. Peran pendidik adalah menjadi pembimbing yang memahi dan bersahabat pada masa-masa itu. Mereka sangat membutuhkan kesabaran dan ketenangan dalam berkarya. Kemandirian dan Penyelesaian masalah Dengan semakin kompleksnya hidup modern, maka bukan saja dibutuhkan orang-orang yang mampu memilih, namun juga agar pilihan yang diambil tidak hanya demi penciptaan atau pengembangan wacana 66
  • 67. utuh. Pilihan-pilihan yang menyangkut nalar dan emosi, harus senantiasa dikaitkan dengan tindakan penyelesaian masalah yang nyata dan yang dapat diterapkan. Tanpa persepektif serupa itu, maka pendidikan yang menghasilkan manusia mandiri akan menghasilkan manusia-manusia yang mampu mengenali masalah, menganalisisnya, namun tidak mampu memberikan solusi nyata pada masalah tadi. Jadi, semakin rumitnya hidup modern, semakin banyak masalah yang timbul di dalam konteks hidup pribadi, keluarga, kerja dan masyarakat, karenanya pendidikan juga harus menghasilkan orang-orang yang bukan hanya mampu mengenali namun juga dapat menjawab masalah-masalah yang ada secara produktif tanpa bertele-tele. 67
  • 68. Masih ada satu aspek lain dalam orientasi pada pemecahan masalah. Bila pada sifat mandiri, seseorang terlihat dari ciri kesediaannya memikul tanggung jawab, pada orientasi pada penyelesaian masalah, salah satu ciri utamanya adalah ia memahami keseluruhan aspek masalah yang dihadapinya secara sistemik serta memahami tujuan yang ia ingin capai. Semakin jelas ia merumuskan apa yang akan ia capai, semakin jelas masalah- masalah yang akan dihadapinya dan yang harus diabaikan atau dihindarinya. Selanjutnya, untu memberikan solusi pada masalah yang ada, diperlukan kemampuan menganalisis secara keseluruhan atau sistemik, sehingga pemecahan masalah yang diberikan tidak bersifat parsial atau pragmatis saja. Aspek yang lain yang tidak kalah penting dalam penyelesaian masalah adalah konsistensi diri. Hal ini akan tercapai bila seseorang terbiasa untuk menggali makna dari masalah-masalah yang dihadapi sebelum menyelesaikannya. Kera dapat menyelesaikan masalah dengan alat-alat yang tersedia, namun kera tidak akan pernah mampu menggali makna tentang kehadiran masalah tadi dan keberadaannya. Manusia merupakan mahluk yang mampu berabstraksi sampai menggali makna kehadirannya di bumi ini serta makna kehadiran masalah-masalah bagi 68
  • 69. dirinya. Hanya dengan cara itu maka konsistensi penyelesaian masalahnya terjaga. Kemandirian dan Tindakan nyata Manusia memerlukan kemampuan menghasilkan tindakan nyata setelah ia merumuskan apa yang ia ingin capai dan membuat rancangan penyelesaian masalah. Pemahaman orang terhadap apa yang ingin ia capai dapat berupa rumusan umum atau abstrak. Dapat juga hal tadi berbentuk konkrit dan jelas. Pendidikan modern perlu untuk membiasakan siswa agar mampu membuat rumusan tujuan yang jelas dan konkrit. Konkrit dan jelas, berarti tujuan yang ingin dicapai dapat dievaluasi atau bahkan diukur. Bila suatu tujuan tidak dapat dirumuskan dengan konkrit, maka dapat dicari aspek-aspek konkritnya untuk dijadikan petunjuk atau tonggak pengukuran keberhasilan pencapaiannya. Misalnya, untuk mencapai manusia yang bertanggung jawab sebagai suatu tujuan pendidikan, dapat dibuat rumusan bahwa manusia yang bertanggung jawab tadi dapat teramati dari caranya menggunakan waktu, alat, pemeliharaan kesehatan, dan uangnya. 69
  • 70. Pada aspek selanjutnya, tujuan yang ingin dicapai harus terkait dengan tenggang waktu, entah tujuan tadi berupa tujuan jangka panjang atau jangka pendek. Manusia modern perlu memahami perbedaan di antara keduanya. Selain itu, diperlukan juga keterampilan untuk memperkirakan tahap-tahap untuk mencapai tujuan jangka panjang. Selanjutnya, bila tujuan tadi terlalu besar, manusia modern perlu belajar untuk mampu memilah atau memecah-mecah tujuan yang besar tadi ke dalam tujuan- tujuan yang lebih kecil. Kemampuan serupa itu tidak dapat diperoleh dengan cepat, namun harus dibiasakan sejak dini. Akhirnya, untuk mampu menghasilkan karya nyata, manusia modern harus mampu merincikan agar tujuan yang mau dicapai juga harus memiliki kejelasan biaya, waktu, tenaga, cara dan dana yang diperlukan untuk mencapai hal tadi. KEMANDIRIAN Berani keluar dari ruang nyaman 70 Berani Keluar dari Ruang Nyaman Tindakan Nyata Penyelesaian Masalah
  • 71. Bagaimana dengan kebiasaan lain seorang manusia mandiri? Seorang mandiri tidak akan berhenti belajar seumur hidupnya karena ia menyadari bahwa solusi-solusi yang ia berikan pada suatu masalah di saat tertentu tidak lagi merupakan solusi yang memadai untuk masa depan. Ia terus menerus memeriksa diri dan meninggalkan hal-hal usang yang tidak lagi bermanfaat sehingga ia memiliki ruang untuk mendapatkan hal-hal yang baru. Sebagai konsekuensinya seorang manusia mandiri rela kehilangan ketenangan. Dengan kata lain, seorang yang mandiri juga tidak takut untuk memaksa dirinya keluar dari ruang-ruang kenyamanan yang dibuatnya sendiri. Artinya ia tidak akan menikmati hidup saja, memegang suatu kebiasaan saja, atau memegang suatu paradigma saja. Keragaman pengalaman dan hubungan merupakan suatu ciri seorang mandiri karena melalui hal-hal tadi ia membuka diri untuk menerima masukan-masukan baru untuk perkembangan dirinya. Inilah yang sangat membedakan manusia mandiri dari manusia yang hidupnya hanya berada di dalam lingkaran kecil dimana ia mengulang-ulang ingatan akan sukses yang pernah ia dapatkan di masa lalu dan merasa nyaman dengan hal tadi. Rintangan bagi kemandirian 71
  • 72. Ada banyak rintangan yang dapat hadir di dalam hidup seseorang yang berupaya menjadi mandiri. Pertama, rintangan dapat datang dari budaya dimana ia hidup. Salah satu komponen budaya yang terkuat adalah sistem nilai. Di Asia, nilai-nilai yang paling dijadikan acuan adalah nilai keseimbangan atau harmoni, pemeliharaan pada tradisi-tradisi, serta nilai yang menekankan pencegahan kesalahan. Nilai-nilai tadi terwujud di Asia dalam bentuk sikap feodal, paternalistik, dan sikap kompromistis. Dengan demikian di dalam sistem pendidikan Asia, hampir semua pendidik dan subjek didik secara sengaja atau tidak mulai dengan nilai dan sikap-sikap seperti di atas. Pendidik lebih suka bila siswa-siswinya tampil tertib, menyimak dengan baik, patuh, dan berpikir secara runtut serta berkomunikasi secara santun. Pendidik lebih suka bila siswa-siswinya tidak banyak menentang pandangannya atau mempertanyakan sumber informasi yang ia ketengahkan, bahkan memberikan pandangan tandingan. Pendidik lebih suka bila siswa-siswi menahan diri dalam mengekspresikan perasaan mereka dan tidak menampilkan individualitas mereka. Istilah kunci yang sering didengung-dengungkan adalah “murid yang sopan, tekun, patuh dan tahu diri.” 72
  • 73. Nilai-nilai dan sikap-sikap tadi hanya memberi ruang yang kecil pada kemandirian. Kemandirian justru dilihat sebagai pemberontakan pada tatanan yang ada, adat istiadat, kewajaran, dan keluhuran. Bila sikap feodalis bergabung dengan agama, maka kemandirian bahkan dinilai sebagai pemberontakan manusia terhadap sang Pencipta. Dengan kata lain, nilai-nilai dalam budaya Asia yang menyebut dirinya sebagai budaya yang komunal memang cenderung bertentangan dengan kemandirian. Kedua, rintangan kedua dari kemandirian datang dari potret diri sendiri yang berkembang di Asia. Seorang yang tumbuh dengan rasa percaya diri yang lemah dan rapuh, akan sulit berani mengambil resiko dan menjadi mandiri. Secara umum, dalam budaya yang menekankan kompromistis, hidup dimulai dengan asumsi atau potret diri bahwa “manusia adalah lemah.” Kalimat yang akan sering didengung-dengungkan adalah “Kita tidak memiliki daya..”, “Kita tidak bisa berbuat apa-apa..”, “Sulit sekali...” dan sebagainya. Potret diri yang lemah ini berakar pada potret yang keliru tentang dunia dimana kita hidup. Umumnya mereka memandang dunia sebagai hutan rimba yang berbahaya dan mengancam. Karena itu, manusia harus berhati-hati dan membatasi diri dalam berinteraksi di dalam rimba ini. Pandangan yang terakhir ini membuat manusia semakin memiliki gambar diri yang pesimis. Semakin pesimis potret diri tadi, semakin sulit baginya untuk mandiri karena ia merasa bahwa resiko dalam berhadapan dengan dunia ini jadi harus ditanggungnya sendiri. 73
  • 74. Dapat kita catat bahwa, sebenarnya, ada pilihan lain dalam manusia memandang dirinya dan dunianya. Pertama, manusia dapat memandang dunia sebagai suatu mal besar dimana manusia dapat menelusuri berbagai-bagai hal. Secara mandiri manusia dapat mempelajari pilihan-pilihan yang ada serta mengenali konsekuensi- konsekuensinya. Tujuan penelusuran adalah peningkatan kompetensi dan kearifan diri. Jadi dunia dilihat sebagai kesempatan-kesempatan dimana manusia lain dapat dipandang sebagai kesempatan untuk sinergi dalam mengambil peluang yang ada. Kesulitan dapat dipandang sebagai kesempatan belajar dan mengasah diri sehingga seseorang dapat mencapai kemampuan dan sikap yang lebih tepat untuk dunia yang terus berubah. Kemandirian merupakan suatu bagian dari dunia seperti itu, khususnya kemandirian di dalam mengenali atau membuat peluang-peluang kesempatan. Selanjutnya, manusia dapat pula memandang dunia sebagai arena dimana ia berburu, bertani, atau mendirikan bangunan secara berbeda. Dunia dapat dipandang sebagai suatu kesempatan yang harus direbut. Di dalam pandangan ini, manusia lain dapat dipandang sebagai suatu sumber-sumber yang memungkinkannya mengelola hidup dengan lebih utuh dan efektif atau sebagai saingan yang harus dikalahkan. Kemandirian adalah bagian di dalam hidup ini terutama dalam aspek pemupukan keunggulan diri. Jadi, masyarakat Asia memang merupakan masyarakat yang mengembangkan gambaran yang pesimis tentang hidup, manusia lain, dan diri sendiri. Akibatnya, dorongan untuk memilih pendidikan yang 74
  • 75. menekankan kepatuhan dan tahu diri serta harmoni merintangi tumbuhnya kemandirian. Ketiga, rintangan dalam memupuk kemandirian terletak pada praktek pendidikan. Pendidik di Indonesia pada umumnya hidup dalam tingkat kesejahteraan yang terbatas, kecuali bila mereka bekerja di sekolah unggulan atau sekolah internasional. Tidak heran banyak pendidik mengambil beban tambahan untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka, seperti memberi les, atau mengajar di berbagai tempat. Sementara itu jumlah rasio antara pendidik dan siswa serta jumlah kelas sangat tidak memungkinkan pengajar mengamati perkembangan kemandirian tiap siswa dan menolongnya secara pribadi seperti terbaca dalam statistik DepDiknas pada tahun 1994-1995. Dua lajur yang paling kiri menunjukkan bahwa jumlah kelas dibandingkan murid adalah rata- rata 39,45 murid per kelas. Di DKI Jakarta sendiri rasionya adalah sekitar 44 murid per kelas. Pernahkah kita bayangkan bagaimana menangani setiap hari 44 individu yang sedang berkembang dengan kecepatan dan gaya yang berbeda-beda? JUMLAH KELAS DAN MURID SLTP MENURUT TINGKAT TIAP PROVINSI TAHUN AJARAN: 1994/1995 No. P r o v i n s i Kelas I Kelas. II Kelas III Jumlah Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid 1 DKI Jakarta 3,701 160,940 3,603 153,249 3,365 139,912 10,669 454,101 75
  • 76. 2 Jawa Barat 9,413 368,796 8,891 344,625 7,540 273,820 25,844 987,241 3 Jawa Tengah 8,712 385,361 7,799 334,431 7,143 288,554 23,654 1,008,346 4 DI Yogyakarta 1,348 52,778 1,288 48,919 1,205 44,697 3,841 146,394 5 Jawa Timur 8,445 367,919 7,753 326,276 7,176 285,506 23,374 979,701 6 DI Aceh 1,282 48,680 1,166 41,576 1,025 35,216 3,473 125,472 7 Sumatera Utara 4,677 200,345 4,367 179,125 3,915 153,918 12,959 533,388 8 Sumatera Barat 1,678 64,337 1,532 53,551 1,383 48,259 4,593 166,147 9 R i a u 1,199 47,551 1,076 40,464 948 33,584 3,223 121,599 10 J a m b i 740 27,876 653 23,620 586 19,890 1,979 71,386 11 Sumatera Selatan 2,116 87,061 1,989 77,612 1,819 68,544 5,924 233,217 26 Bengkulu 559 21,855 493 18,169 438 14,738 1,490 54,762 12 Lampung 2,115 86,370 1,919 74,648 1,757 65,829 5,791 226,847 13 Kalimantan Barat 888 39,384 797 35,156 745 32,091 2,430 106,631 14 Kalimantan Tengah 491 19,786 439 17,627 402 13,078 1,332 50,491 15 Kalimantan Selatan 715 26,705 638 21,861 587 19,120 1,940 67,686 16 Kalimantan Timur 797 32,500 741 29,212 713 27,153 2,251 88,865 17 Sulawesi Utara 1,150 37,385 1,084 32,135 1,009 28,119 3,243 97,639 18 Sulawesi Tengah 649 23,049 548 18,432 531 17,283 1,728 58,764 19 Sulawesi Selatan 2,427 93,286 2,230 81,437 2,119 71,885 6,776 246,608 20 Sulawesi Tenggara 631 23,883 598 19,203 567 16,478 1,796 59,564 21 Maluku 982 35,269 893 30,161 823 25,739 2,698 91,169 22 B a l i 1,122 44,076 1,077 42,407 1,028 37,820 3,227 124,303 23 Nusa Tenggara Barat 954 35,079 826 29,834 709 25,096 2,489 90,009 24 Nusa Tenggara Timur 1,102 42,038 982 37,435 820 27,953 2,904 107,426 25 Irian Jaya 641 26,720 610 25,611 513 19,756 1,764 72,087 27 Timor Timur 231 8,575 215 7,405 197 6,594 643 22,574 I n d o n e s i a 58,765 2,407,604 54,207 2,144,181 49,063 1,840,632 162,035 6,392,417 Catatan / Notes: Hanya Kelas dan Murid di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Classes and Pupils under Ministry of Education and Culture only Situasi itu membuat pengajar tidak memiliki cukup enerji untuk mengembangkan proses ajar belajar rumit, canggih dan yang memakan tenaga. Mereka lebih menyukai komunikasi satu arah dalam proses belajar. 76
  • 77. Keempat, rintangan untuk menghasilkan pendidikan yang mandiri terletak pada kenyataan sulitnya proses dalam menghasilkan anak-anak yang mandiri secara dewasa. Siapa yang berupaya menghasilkan siswa-siswi yang mandiri, tentu akan menghadapi kenyataan bahwa, kemandirian dalam kecerdasan, tata krama, nilai yang dianut, dan tujuan hidup tidak berjalan secara paraleldan sinkron. Seringkali anak-anak yang telah menunjukkan kemandirian dalam mengenali masalah belum memiliki kemandirian untuk berkomunikasi dengan tepat di masyarakatnya. Seringkali mereka yang telah mandiri dalam kecerdasan masih belum mandiri dalam menganut nilai-nilai yang luhur, sehingga tampil seakan siswa-siswi yang tidak sopan, pemberontak dan egois. Selain itu, setiap individu memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam berkembang. Siklus pengembangan kemandirian di dalam gambar diri, gambar dunia, nilai, tujuan hidup, dan perilaku tidak hadir dengan kecepatan dan keteraturan yang sama. Umumnya, proses pengembangan nilai dan gambar diri merupakan hal yang paling lambat, sedangkan pengembangan pengenalan masalah dan berpikir kritis mungkin muncul lebih mencolok dan terlebih dulu. 77 Kemandirian dalam mengenali masalah Kemandirian dalam menentukan solusi masalah Kemandirian di dalam memilih cara melakukan komunikasi Kemandirian di dalam menentukan tujuan hidupnya Kemandirian di dalam menentukan gambar diri dan nilai Kondisi kemandirian pada titik “t” dimana tidak terjadi sinkronisasi perkembangan yang terjadi
  • 78. Dengan kata lain, siapa yang menjalankan proses pendidikan untuk menghasilkan kemandirian akan menghadapi asynkronisasi yang membuat orang dapat menilai secara negatif proses yang ada. Menghasilkan manusia mandiri adalah proses panjang serupa dengan pertumbuhan sebatang pohon jati. Kemandirian dan Produktifitas serta Spiritualitas Menjadi mandiri dan senantiasa berani keluar dari ruang nyaman akan membuat banyak manusia mandiri memiliki kemungkinan yang lebih 78
  • 79. besar untuk menjadi manusia yang produktif bagi masyarakat dimana ia berada dan bagi umat manusia pada umumnya. Kemandirian tanpa menghasilkan perubahan nyata pada tatanan sosial, pada teknologi yang manusia kembangkan dan pada kedalaman makna yang didapatkan akan menjadi kemandirian yang semata-mata memenuhi kebutuhan pribadi saja. Tujuan menghasilkan manusia mandiri adalah agar mereka dapat mengevaluasi, mengoreksi dan mengembangan secara terus menerus, baik biosfer atau dunia ciptaan Yang mahakuasa dimana manusia hidup serta teknofer, yaitu dunia teknologi, perkotaan, ilmu pengetahuan, dan apa yang peradaban manusia hasilkan. Dengan kata lain, manusia mandiri harus menjadi manusia produktif alias menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan manusia lain dan dunianya. Menjadi mandiri dan produktif adalah merupakan aspek yang penting dari tujuan proses pendidikan. Pendidikan yang menghasilkan manusia yang mandiri dan produktif dapat menjadi suatu proses yang berjalan terus menerus demi kepentingan manusia saja dan berakibat mengurbankan bahkan merusak berbagai mahluk lainnya. Tidak mustahil juga manusia-manusia yang memiliki kemandirian dan produktifitas mengeksplorasi dunia dan alam dimana ia hidup sampai rusak. Planet bumi dimana ia tinggal dirusak binasakan tanpa ia sadari karena sudut pandang berjangka pendek dan materialistis saja. Adanya polusi besar-besaran di laut dan darat, adanya pencemaran 79
  • 80. air tanah karena bakteri colii, dan banjir musiman di Jakarta merupakan ilustrasi dari kemandirian dan produktifitas semata. Karenanya, pendidikan modern membutuhkan proses yang tidak hanya menghasilkan kemandirian dan produktifitas namun juga menghasilkan manusia yang memiliki kepekaan diri, hati yang bijak dan penuh welas asih, serta pribadi yang mensyukuri serta menyayangi bumi, sesama mahluk, sesama manusia, dan terutama hati yang memuja sang PenciptaNya. Inilah dimensi spiritual dari tujuan suatu proses pendidikan. Dengan kata lain pendidikan akan menghasilkan manusia yang mempertanyakan dengan kritis makna keberadaannya, manusia yang mengevaluasi diri terus menerus mengenai sumbangsihnya bagi kehidupan, dan manusia yang menghargai sesama mahluk serta semesta. Dengan kata lain, secara terus menerus ia mengolah mata bathinnya sehingga tidak hanya mengejar keberhasilan material saja. Secara terus menerus, ia mencerahkan kesadarannya agar ia tidak didorong oleh persepsi-persepsinya yang keliru tentang kehidupan. Akhirnya, secara terus menerus ia juga mengingat pada proses jangka panjang dari kehidupan ini yang pada akhirnya tiba pada titik puncaknya. Dengan kata lain, kemandirian tanpa diiiringi dengan produktifitas hanyalah menjadi kemandirian pada tahap wacana saja. Produktifitas 80
  • 81. tanpa kemandirian akan membuat manusia menjadi alat bagi manusia lainnya dan menjadi pelaksana teknis saja. Kemandirian dan produktifitas tanpa spiritualitas yang mendalam membuat manusia menjadi materialistis saja dan akan menghancurkan diri dan semesta alam. Sebaliknya, kemandirian, produktifitas dan spiritualitas yang berjalan bersama akan membuat manusia menjadi mahkluk yang memberi sumbangsih bermakna bagi kehidupan. Pendidikan harus menghasilkan manusia serupa itu. Dengan kata lain pendidikan ditujukan agar menghasilkan manusia yang secara pribadi berani dan mampu memilih, yang secara sendiri dan bersama dapat mengubah dan mengembangkan dunia, serta manusia yang secara sendiri atau bersama dapat menemukan makna dari seluruh keberadaan dan tindakannya. Semakin kedua hal tadi tercapai, yaitu spiritualitas dan produktifitas, maka semakin mandiri dirinya, karena percaya dirinya kian meningkat dan ia memiliki gambar diri yang sehat. 81
  • 82. Kesimpulan Setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi manusia mandiri. Pola asuh yang keliru menghasilkan suatu gambaran tentang dunia, gambar diri, dan persepsi-persepsi yang keliru sehingga orang dipengaruhi habis-habisan oleh ketiga hal tadi. Akibatnya ia tidak mengenal pilihan-pilihan yang tersedia baginya. Selanjutnya ia meragukan kemampuan dirinya mengambil pilihan yang ada. Karena itu secara emosional ia terikat pada suatu sumber pengaruh tertentu. Tugas mendidik adalah menolong seorang manusia untuk memiliki pemahaman yang sehat mengenai hidup, gambar diri yang sehat, serta persepsi- persepsi yang akurat tentang lingkungannya sehingga ia mengenali pilihan-pilihan yang ada dan mampu mengambil pilihan yang tepat. Kemandirian ProduktifitasSpiritualitas 82
  • 83. Seiring dengan proses tadi, sang manusia juga mendapatkan keterampilan atau skil untuk menjadi produktif atau mengubah serta mengembangkan berbagai hal yang peradaban manusia sudah capai. Akhirnya, manusia juga harus mandiri dan produktif dengan pengawalan spiritualitas yang mendalam, artinya memahami makna keberadaannya dan bagaimana ia berperan memberikan sumbangsih jangka panjang bagi kehidupan. 83
  • 84. P A S A L 5 P E M E R A N : P E N G A J A R I D A M A N , E N G K A U L A H S A H A B A T K A M I Fakta Nyata Tawuran antar siswa bukanlah hal yang langka di negeri ini. Pada umumnya penyebab tawuran tadi sangat sepele. Di Jakarta timur, pada tahun 2003, seorang siswa sekolah kejuruan di daerah Pulo Asem, ditikam dari belakang dalam suatu tawuran. Anak seorang pegawai kecil itu yang baru berusia 16 tahun tewas setelah mengalami perdarahan yang berkepanjangan. Peristiwa itu bukan unik, cermatilah apa yang dimuat di tulisan di www.serojasatu.com/news/Tawuran yang di kutip bawah ini Tawuran Pelajar Tetap Marak. Sebanyak 26 Tewas, 56 Luka Berat, dan 109 Luka Ringan Media Indonesia - Jabotabek JAKARTA (Media): Perkelahian antarpelajar di DKI tetap marak dan korban jiwa sudah cukup banyak. Sejak 1999 hingga kini, sedikitnya 26 siswa tewas, 56 luka berat, dan 109 luka ringan akibat terlibat tawuran. 84
  • 85. "Pelaku yang terlibat dalam tawuran pelajar itu sebanyak 1.369 orang. Artinya 0,08% dari 1.685.084 orang jumlah siswa di Jakarta," ujar kata Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data (Kabid Pullahta) Pusdalgangsos DKI Raya Siahaan di Balai Kota DKI, Rabu (8/3). Raya yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta itu mengungkapkan, dari jumlah siswa korban perkelahian pelajar di DKI, terbanyak di Jakarta Timur yakni 10 meninggal, 12 luka berat, dan 30 luka ringan. Sedangkan di wilayah Jakarta Selatan, tujuh meninggal, lima luka berat, dan 35 luka ringan. Di Jakarta Pusat, empat meninggal, 28 luka berat, 33 luka ringan. Di Jakarta Barat, empat meninggal, empat luka berat, dan empat luka ringan. Disusul Jakarta Utara, satu meninggal, luka berat dan luka ringan masing-masing tujuh siswa, jelas Raya. Sementara itu, Kepala Kanwil Depdikbud DKI Alwi Nurdin mengutarakan guna mencegah dan menangani perkelahian siswa, pihaknya mengembangkan pola penanganan secara integratif, koordinatif, dan nonaktraktif. Ketika ditanya tentang strategi penanganannya, menurut Nurdin, ada lima cara. Pertama, Kanwil Depdikbud DKI mengeluarkan kebijakan menyangkut peta kerawanan kelas sekolah. Hasilnya diperoleh data sebanyak 137 sekolah dianggap rawan tawuran yakni di Jakarta Pusat 40 sekolah, Jakarta Utara 9 sekolah, Jakarta Barat 11 sekolah, Jakarta Selatan 35 sekolah, dan Jakarta Timur 42 sekolah. Kedua, jelas Nurdin, pihaknya melakukan pengidentifikasian simpul rawan perkelahian. Tercatat 253 titik simpul rawan perkelahian di wilayah DKI dengan rincian di Jakarta Pusat 50 simpul, Jakarta Utara 35, Jakarta Barat 50, Jakarta Selatan 58, dan Jakarta Timur 60 simpul. Di Amerika, suatu negeri yang makmurpun, kekerasan yang dilakukan oleh siswa-siswi bukanlah hal aneh. Beberapa tahun yang lalu, dunia digemparkan oleh sebuah berita yang mengejutkan. Dua orang siswa bernama Eric dan Dylan membunuh 15 orang siswa di Colorado’s Columbine High School. Apa yang dilakukan oleh kedua siswa tersebut 85
  • 86. membuat para guru, orang tua bertanya-tanya: “mengapa hal itu dapat terjadi”; “bagaimana kehidupan keluarga mereka”; dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang sulit diungkapkan pada saat itu. Jelaslah, setiap orang ingin tahu apa yang mendorong Eric dan Dylan nekat melakukan perbuatan keji tersebut. Stephen Yip, seorang pekerja sosial yang berpengalaman menangani anak-anak sekolah yang drop-out di Singapore, mengutip statistik, bahwa jumlah siswa yang drop out tidak mencapai 5 persen dari jumlah anggota masyarakat, namun mereka menghasilkan 95 persen dari kekerasan dan kejahatan yang ada di negara itu. Beberapa gejala di atas hanyalah sebagian kecil dari kekerasan dan kejahatan yang setiap hari terjadi. Dari pengamatan sekilas, semakin lama semakin banyak kejahatan dilakukan oleh orang- orang yang masih berada dalam usia belajar. Apa yang terjadi? Apa suara pada siswa-siswi mengenai proses belajar mereka? Elita Jessamine, siswi sebuah sekolah Kristen di Jakarta mencatat dalam tahun 2001 “Sekolah membosankan, guru-guru harus dikasihani dan ditolerir karena umumnya mereka tidak bahagia dengan hidup mereka.” Gabriel 86
  • 87. dengan tertawa menyindir sekolahnya “Aku menjadi anak yang terkenal, karena tidak naik kelas.” Selpi, seorang pekerja sosial mencatat “Guru-guru tidak memahami dunia pelajarnya. Mereka hanya butuh kepatuhan dan memaksakan pendapat serta nilai mereka pada murid-muridnya. Kasihan, anak-anak itu kesepian.” Apakah hal-hal itu yang membuat siswa-siswi menjadi tidak bahagia, pengajar tidak berbahagia dan masyakarat ikut trenyuh? Salah satu jawaban ialah bahwa banyak di antara siswa-siswi merasa kesepian karena tidak memiliki sahabat yang lebih dewasa dari mereka. Jawaban lainnya ialah bahwa apapun perilaku yang dilakukan oleh seseorang, entah itu yang mempunyai dampak positif atau negatif, tidaklah terlepas dari kematangan orang tersebut dalam mengelola emosinya. Tidak dapat disangkal lagi, keterampilan mengelola emosi bagi sebagian orang seringkali dipakai sebagai penilaian karakternya. Bisa saja orang menilai Eric dan Dylan adalah anak-anak yang mempunyai watak kasar, emosional, dan sebagainya. 87
  • 88. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perbuatan Eric, Dylan, dan yang lainnya tidaklah sulit. Ahli-ahli ilmu jiwa, dalam upaya untuk mengetahui latar belakangnya, menapaktilasi kehidupan keluarga anak tersebut. Memang, hasil dari survey telah membuktikan, bahwa 80% pendidikan yang diterima oleh seorang anak di dalam keluarga ikut membentuk karakter dan masa depan si anak. Bila anak tidak tumbuh dalam keluarga yang bersahabat, maka akibatnya mereka akan melihat dunia sebagai dunia yang tidak ramah dan perlu dilawan. Siswa-siswi yang kemudian terlempar keluar dari sistem pendidikan tercatat di dalam statistik. Apa penyebabnya tentu bukan hanya karena latar belakang keluarga dan suasana sekolah. Namun, untuk konteks Indonesia kedua hal tadi tentu memegang peranan besar, yang sampai saat ini belum diteliti. Dari data di atas terlihat bahwa, angka drop out di perguruan tinggi terus berkurang sejak tahun 1983, sedangkan angka drop out yang menunjukkan kegagalan siswa-siswi SD memasuki SLP terus meningkat. Selanjutnya, angka drop out selama SLP dan SLA cenderung turun naik dengan kecenderung turun bertahap. 88
  • 89. TABEL PERKEMBANGAN ANGKA BERTAHAN KASAR MENURUT JENIS SEKOLAH TAHUN AJARAN: 1983/1984--1994/1995 Tahun Ajaran SD Tk.6 Ke SLP.kls 1 SLTP Kls.3 Ke SLA Kls.1 SLA kls. 3- Kls 1 Perguruan Tinggi Thn.ke4/Dari Thn.1 1983/1984 62.27 93.24 91.19 18.23 1984/1985 61.62 92.58 94.23 20.69 1985/1986 67.60 90.77 92.61 24.52 1986/1987 66.52 91.87 94.55 28.29 1987/1988 68.81 93.28 94.76 31.10 1988/1989 67.61 92.82 88.87 43.94 1989/1990 65.88 82.69 86.16 44.14 1990/1991 67.22 80.66 92.35 47.01 1991/1992 66.51 85.05 85.55 49.28 1992/1993 67.37 84.30 86.09 52.23 1993/1994 69.15 86.37 86.40 54.36 1994/1995 71.23 90.94 87.89 69.68 89